Anda di halaman 1dari 15

BAB I

PENDAHULUAN
I.1 LATAR BELAKANG
Vertigo adalah perasaan seolah-olah penderita bergerak atau berputar, atau
seolah-olah benda di sekitar penderita bergerak atau berputar, yang biasanya disertai
dengan mual dan kehilangan keseimbangan. Vertigo bisa berlangsung hanya beberapa
saat atau bisa berlanjut sampai beberapa jam bahkan hari. Penderita kadang merasa lebih
baik jika berbaring diam, tetapi vertigo bisa terus berlanjut meskipun penderita tidak bergerak
sama sekali.1
Vertigo dan dizziness merupakan salah satu keluhan tersering pasien datang ke dokter.
Insiden vertigo secara umum beragam yaitu 5 sampai 30% dari populasi dan mencapai 40%
pada orang yang berumur di atas 40 tahun. Vertigo meningkatkan resiko cedera akibat trauma
sampai 25% pada penderita yang berumur diatas 65 tahun. Di Amerika, dari data pada tahun
1999 sampai 2005 didapatkan bahwa vertigo merupakan 2,5% dari diagnosis pasien yang
datang ke ruang gawat darurat.2
BPPV masih menjadi penyebab yang paling umum, yang terjadi pada 18,3% pasien.
Diagnosis kedua yang paling sering adalah vertigo postular fobik (15,9%), diikuti dengan
bentuk-bentuk sentral dari vertigo seperti penyakit vaskular dan inflamasi pada batang otak
atau cerebellum. Migrain basilar/vestibular memiliki dua puncak frekuensi: salah satu dalam
dekade kedua dan yang lainnya dalam dekade ke-enam, sehingga penyakit ini bukan hanya
mengenai wanita muda.2
Diperlukan

suatu

penatalaksanaan

berupa

anamnesis

yang

teliti

untuk

mengungkapkan jenis vertigo dan kemungkinan penyebabnya, terapi dapat menggunakan


obat

dan/atau

manuver-manuver

tertentu

untuk

melatih

alat

vestibuler

dan/atau

menyingkirkan otoconia ke tempat yang stabil; selain pengobatan kausal jika penyebabnya
dapat ditemukan dan diobati. Saat ini penatalaksanaan vertigo telah berkembang, dan salah
satunya adalah penggunaan neuroprotektor, khususnya piracetam pada terapi vertigo baik tipe
sentral atau perifer.2
Berdasarkan hal tersebut saya tertarik untuk meneliti bagaimana pengaruh pemberian
piracetam pada terapi vertigo tipe perifer terhadap lama rawat (length of stay) pasien di
bangsal Angsa, Belibis, Cendrawasih, dan Flamingo Rumah Sakit Umum Daerah Wangaya
Denpasar.

I.2 RUMUSAN MASALAH


Bagaimana pengaruh pemberian piracetam pada terapi vertigo terhadap lama rawat (length of
stay) pasien di bangsal Angsa, Belibis, Cendrawasih, dan Flamingo Rumah Sakit Umum
Daerah Wangaya Denpasar.
I.3 HIPOTESIS PENELITIAN
Terdapat Hubungan antara lama rawat (length of stay) pasien vertigo yang diberikan terapi
standar vertigo disertai piracetam dengan yang diberikan terapi standar vertigo tanpa
piracetam.
I.4 TUJUAN
I.4.1 Tujuan Umum
Untuk mengetahui pengaruh pemberian piracetam pada terapi vertigo terhadap lama rawat
(length of stay) pasien
I.4.2 Tujuan Khusus
Untuk mengetahui bagaimana mekanisme piracetam pada penatalaksanaan pasien vertigo
I.5 MANFAAT
Bagi peneliti akan memberikan pemahaman mengenai manfaat piracetam serta salah satu
pengaruhnya terhadap pasien vertigo.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Vertigo merupakan keluhan yang sering dijumpai dan digambarkan sebagai rasa berputar,
rasa oleng, tak stabil (giddiness, unsteadiness) atau rasa pusing (dizziness); deskripsi keluhan
tersebut penting diketahui agar tidak dikacaukan dengan nyeri kepala atau sefalgi, terutama
karena di kalangan awam kedua istilah tersebut (pusing dan nyeri kepala) sering digunakan
secara bergantian. Vertigo berasal dari bahasa Latin vertere yang artinya memutar merujuk
pada sensasi berputar sehingga mengganggu rasa keseimbangan seseorang, umumnya
disebabkan oleh gangguan pada sistem keseimbangan. Adapun keluhan yang menyertainya
berupa gangguan pendengaran, tinitus, mual/muntah3,4.
2.2 Jenis vertigo
Vertigo diklasifikasikan menjadi dua kategori berdasarkan saluran vestibular yang
mengalami kerusakan, yaitu vertigo periferal dan vertigo sentral. Saluran vestibular adalah
salah satu organ bagian dalam telinga yang senantiasa mengirimkan informasi tentang
posisi tubuh ke otak untuk menjaga keseimbangan.3

Vertigo periferal terjadi jika terdapat gangguan di saluran yang disebut kanalis
semisirkularis, yaitu telinga bagian tengah yang bertugas mengontrol keseimbangan.
Gangguan kesehatan yang berhubungan dengan vertigo periferal antara lain
penyakit penyakit seperti benign parozysmal positional vertigo (gangguan akibat
kesalahan pengiriman pesan), penyakit meniere (gangguan keseimbangan yang
sering kali menyebabkan hilang pendengaran), vestibular neuritis (peradangan pada
sel-sel saraf keseimbangan), dan labyrinthitis (radang di bagian dalam pendengaran).

Vertigo sentral terjadi jika ada sesuatu yang tidak normal di dalam otak, khususnya
di bagian saraf keseimbangan, yaitu daerah percabangan otak dan serebelum (otak
kecil).

2.3 Sistem Keseimbangan


Manusia, karena berjalan dengan kedua tungkainya, relatif kurang stabil dibandingkan
dengan makhluk lain yang berjalan dengan empat kaki, sehingga lebih memerlukan informasi

posisi tubuh relatif terhadap lingkungan, selain itu diperlukan juga informasi gerakan agar
dapat terus beradaptasi dengan perubahan sekelilingnya.3

Gambar 2.1

Sistem Keseimbangan Manusia3.

Informasi tersebut diperoleh dari sistem keseimbangan tubuh yang melibatkan kanalis
semisirkularis sebagai reseptor, serta sistem vestibuler dan serebelum sebagai pengolah
informasinya. Selain itu fungsi penglihatan dan proprioseptif juga berperan dalam
memberikan informasi rasa sikap dan gerak anggota tubuh. Sistem tersebut saling
berhubungan dan mempengaruhi untuk selanjutnya diolah di susunan saraf pusat
(gambar 1).3
2.4 Etiologi
Penyakit pada sistem vestibular perifer, akibat adanya infeksi pada telinga, nervus III (yang
disebabkan trauma, infeksi, tumor), dan inti vestibularis (batang otak) dapat berupa infeksi,
trauma, pendarahan, trombosis, tumor. Penyakit pada susunan saraf pusat yang dapat
menyebabkan vertigo yaitu vaskular (iskemi otak, hipertensi kronis, anemia, hipertensif
kardiovaskular), infeksi, trauma, tumor, migrain, epilepsi, kelainan endokrin. Selain itu juga
dapat diakibatkan bila ada gangguan di mata dan gangguan proprioseptif.3,4
2.5 Patofisiologi
Rasa pusing atau vertigo disebabkan oleh gangguan alat keseimbangan tubuh yang
mengakibatkan ketidakcocokan antara posisi tubuh yang sebenarnya dengan apa yang
dipersepsi oleh susunan saraf pusat.3
Ada beberapa teori yang menerangkan kejadian tersebut:3

1. Teori rangsang berlebihan (overstimulation)


Teori ini berdasarkan asumsi bahwa rangsang yang berlebihan menyebabkan hiperemi
kanalis semisirkularis sehingga fungsinya terganggu. Akibatnya akan timbul vertigo,
nistagmus, mual dan muntah.
2. Teori konflik sensorik
Menurut teori ini terjadi ketidakcocokan masukan sensorik yang berasal dari berbagai
reseptor sensorik perifer yaitu antara mata/visus, vestibulum dan proprioseptik, atau
ketidakseimbangan/asimetri

masukan

sensorik

dari

sisi

kiri

dan

kanan.

Ketidakcocokan tersebut menimbulkan kebingungan sensorik di sentral sehingga


timbul respons yang dapat berupa nistagmus (usaha koreksi bola mata), ataksia atau
sulit berjalan (gangguan vestibuler, serebelum) atau rasa melayang, berputar (yang
berasal dari sensasi kortikal). Berbeda dengan teori rangsang berlebihan, teori ini
lebih menekankan gangguan proses pengolahan sentral sebagai penyebab.
3. Teori neural mismatch
Teori ini merupakan pengembangan teori konflik sensorik. Menurut teori ini otak
mempunyai memori/ingatan tentang pola gerakan tertentu sehingga jika pada suatu
saat dirasakan gerakan yang aneh/tidak sesuai dengan pola gerakan yang telah
tersimpan, timbul reaksi dari susunan saraf otonom. Jika pola gerakan yang baru
tersebut dilakukan berulang-ulang akan terjadi mekanisme adaptasi sehingga
berangsur- angsur tidak lagi timbul gejala.
4. Teori otonomik
Teori ini menekankan perubahan reaksi susunan saraf otonom sebagai usaha adaptasi
gerakan/perubahan posisi. Gejala klinis timbul jika sistem simpatis terlalu dominan,
sebaliknya hilang jika sistem parasimpatis mulai.
5. Teori neurohumoral
Di antaranya teori histamin (Takeda), teori dopamin (Kohl) dan terori serotonin
(Lucat) yang masing-masing menekankan peranan neurotransmiter tertentu dalam
mempengaruhi sistem saraf otonom yang menyebabkan timbulnya gejala vertigo.
6. Teori sinap
Merupakan pengembangan teori sebelumnya yang meninjau peranan neurotransmisi
dan perubahan-perubahan biomolekuler yang terjadi pada proses adaptasi, belajar dan
daya ingat. Rangsang gerakan menimbulkan stres yang akan memicu sekresi
CRF (corticotropin releasing factor). Peningkatan kadar CRF selanjutnya akan
mengaktifkan susunan saraf simpatik yang selanjutnya mencetuskan mekanisme
5

adaptasi berupa meningkatnya aktivitas sistem saraf parasimpatik. Teori ini dapat
menerangkan gejala penyerta yang sering timbul berupa pucat, berkeringat di awal
serangan vertigo akibat aktivitas simpatis, yang berkembang menjadi gejala mual,
muntah dan hipersalivasi setelah beberapa saat akibat dominasi aktivitas susunan saraf
parasimpatis.
2.6 Tatalaksana Penderita Vertigo
Seperti diuraikan di atas vertigo bukan suatu penyakit tersendiri, melainkan gejala dari
penyakit yang letak lesi dan penyebabnya berbeda-beda. Oleh karena itu, pada setiap
penderita vertigo harus dilakukan anamnesis dan pemeriksaan yang cermat dan terarah
untuk menentukan bentuk vertigo, letak lesi dan penyebabnya.2,3
1. Anamnesis
Pertama-tama ditanyakan bentuk vertigonya: melayang, goyang, berputar, tujuh keliling,
rasa naik perahu dan sebagainya. Perlu diketahui juga keadaan yang memprovokasi
timbulnya vertigo: perubahan posisi kepala dan tubuh, keletihan, ketegangan3.
2. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan Fisik Umum
Pemeriksaan fisik diarahkan kepada kemungkinan penyebab sistemik. Tekanan darah
diukur dalam posisi berbaring, duduk dan berdiri. Bising karotis, irama (denyut jantung)
dan pulsasi nadi perifer juga perlu diperiksa.3
Pemeriksaan Neurologis
Pemeriksaan

neurologis

dilakukan

dengan

perhatian

khusus

pada

fungsi

vestibuler/serebeler.
a. Uji Romberg:
Penderita berdiri dengan kedua kaki dirapatkan, mula-mula dengan kedua mata terbuka
kemudian tertutup. Biarkan pada posisi demikian selama 20-30 detik. Harus dipastikan
bahwa penderita tidak dapat menentukan posisinya (misalnya dengan bantuan titik
cahaya atau suara tertentu).3
b. Tandem Gait:
Penderita berjalan lurus dengan tumit kaki kiri/kanan diletakkan pada ujung jari kaki
kanan/kiri ganti berganti. Pada kelainan vestibuler perjalanannya akan menyimpang, dan
pada kelainan serebeler penderita akan cenderung jatuh.3.4
c. Uji Unterberger.

Berdiri dengan kedua lengan lurus horisontal ke depan dan jalan di tempat dengan
mengangkat lutut setinggi mungkin selama satu menit. Pada kelainan vestibuler posisi
penderita akan menyimpang/berputar ke arah lesi dengan gerakan seperti orang
melempar cakram, kepala dan badan berputar ke arah lesi, kedua lengan bergerak ke arah
lesi dengan lengan pada sisi lesi turun dan yang lainnya naik. Keadaan ini disertai
nistagmus dengan fase lambat ke arah lesi.3,4
d. Past-pointing test (Uji Tunjuk Barany)
Dengan jari telunjuk ekstensi dan lengan lurus ke depan, penderita disuruh mengangkat
lengannya ke atas, kemudian diturunkan sampai menyentuh telunjuk tangan pemeriksa.
Hal ini dilakukan berulang-ulang dengan mata terbuka dan tertutup. Pada kelainan
vestibuler akan terlihat penyimpangan lengan penderita ke arah lesi.3,4
e. Uji Babinsky-Weil (Gb. 8)
Pasien dengan mata tertutup berulang kali berjalan lima langkah ke depan dan lima
langkah ke belakang seama setengah menit. Jika ada gangguan vestibuler unilateral,
pasien akan berjalan dengan arah berbentuk bintang.3,4
Berikut merupakan perbedaan vertigo vestibuler dan non-vestibuler5
Tabel 2.1. Perbedaan vestibuler dan non-vestibuler5

Pemeriksaan Khusus Oto-Neurologis


Pemeriksaan ini terutama untuk menentukan apakah letak lesinya di sentral atau perifer3.
1. Fungsi Vestibuler
a. Uji Dix Hallpike.
Perhatikan adanya nistagmus; lakukan uji ini ke kanan dan kiri. Dari posisi duduk
di atas tempat tidur, penderita dibaringkan ke belakang dengan cepat, sehingga
7

kepalanya menggantung 45 di bawah garis horisontal, kemudian kepalanya


dimiringkan 45 ke kanan lalu ke kiri. Perhatikan saat timbul dan hilangnya vertigo
dan nistagmus, dengan uji ini dapat dibedakan apakah lesinya perifer atau sentral3.
b. Tes Kalori
Penderita berbaring dengan kepala fleksi 30, sehingga kanalis semisirkularis
lateralis dalam posisi vertikal. Kedua telinga diirigasi bergantian dengan air dingin
(30C) dan air hangat (44C) masing-masing selama 40 detik dan jarak setiap
irigasi 5 menit. Nistagmus yang timbul dihitung lamanya sejak permulaan irigasi
sampai hilangnya nistagmus tersebut (normal 90-150 detik). Dengan tes ini dapat
ditentukan adanya canal paresis atau directional preponderance ke kiri atau ke
kanan. Canal paresis ialah jika abnormalitas ditemukan di satu telinga, baik setelah
rangsang air hangat maupun air dingin, sedangkan diretional preponderance ialah
jika abnormalitas ditemukan pada arah nistagmus yang sama di masing-masing
telinga. Canal paresis menunjukkan lesi perifer di labirin atau n. VIII, sedangkan
directional preponderance menunjukkan lesi sentral4.
c. Elektronistagmogram
Pemeriksaan ini hanya dilakukan di rumah sakit, dengan tujuan untuk merekam
gerakan mata pada nistagmus, dengan demikian nistagmus tersebut dapat dianalisis
secara kuantitatif3.
2. Fungsi Pendengaran
a. Tes garpu tala
Tes ini digunakan untuk membedakan tuli konduktif dan tuli perseptif, dengan testes Rinne, Weber dan Schwabach. Pada tuli konduktif tes Rinne negatif, Weber
lateralisasi ke sisi yang tuli, dan Schwabach memendek3.
b. Audiometri
Ada beberapa macam pemeriksaan audiometri seperti Loudness Balance Test, SISI,
Bekesy Audiometry, Tone Decay. Pemeriksaan saraf-saraf otak lain meliputi: acies
visus, kampus visus, okulomotor, sensorik wajah, otot wajah, pendengaran, dan
fungsi menelan. Juga fungsi motorik (kelumpuhan ekstremitas), fungsi sensorik
(hipestesi, parestesi) dan serebeler (tremor, gangguan cara berjalan)3.
Berikut merupakan perbedaan vertigo perifer dan sentral5.
Tabel 2.2 Perbedaan vertigo perifer dan sentral5.

2.7 Pemeriksaan Penunjang3


1. Pemeriksaan laboratorium rutin atas darah dan urin, dan pemeriksaan lain sesuai
indikasi.
2. Foto Rontgen tengkorak, leher, Stenvers (pada neurinoma akustik).
3. Neurofisiologi: Elektroensefalografi(EEG), Elektromiografi (EMG), Brainstem
Auditory Evoked Pontential (BAEP)
4. Pencitraan: CT Scan, Arteriografi, Magnetic Resonance Imaging (MRI).
2.8 Terapi
Tujuan pengobatan vertigo, selain kausal (jika ditemukan penyebabnya), ialah untuk
memperbaiki ketidakseimbangan vestibuler melalui modulasi transmisi saraf; umumnya
digunakan obat yang bersifat antikolinergik. Selain itu dapat dicoba metode BrandtDaroff sebagai upaya desensitisasi reseptor semisirkularis. Pasien duduk tegak di tepi
tempat tidur dengan tungkai tergantung; lalu tutup kedua mata dan berbaring dengan
cepat ke salah satu sisi tubuh, tahan selama 30 detik, kemudian duduk tegak kembali.
Setelah 30 detik baringkan tubuh dengan cara yang sama ke sisi lain, tahan selama 30
detik, kemudian duduk tegak kembali. Latihan ini dilakukan berulang (lima kali berturutturut) pada pagi dan petang hari sampai tidak timbul vertigo lagi.3,4

Gambar 2.3.

Gambar 2.2 Metode Brandt-Daroff3.

Latihan lain yang dapat dicoba ialah latihan visual-vestibular; berupa gerakan mata
melirik ke atas, bawah, kiri dan kanan mengikuti gerak obyek yang makin lama makin
cepat; kemudian diikuti dengan gerakan fleksi ekstensi kepala berulang dengan mata
tertutup, yang makin lama makin cepat. Terapi kausal tergantung pada penyebab yang
mungkin ditemukan3.
Selain itu penggunaan neuroprotektor (piracetam) telah banyak digunakan pada pasien
rawat inap dengan diagnosis vertigo baik tipe sentral maupun perifer. Piracetam
merupakan salah satu derivat siklus dari GABA (Gamma Aminobutyric Acid). Piracetam
dapat mempengaruhi fungsi neuronal dan vaskular serta fungsi kognitif tanpa bersifat
sedatif ataupun stimulan. Adapun emkanisme kerja piracetam pada tingkat neuronal :
berkaitan dengan kepala polar phospholipid membran, memperbaiki fluiditas membran
sel, memperbaiki neurotransmisi, menstimulasi adenylate kinase yang mengkatalisis
konversi ADP menjadi ATP. Pada level vaskular piracetam dapat meningkatkan
deformabilitas eritrosit dan meningkatkan aliran darah otak, mengurangi hiper-agregrasi
platelet, serta memperbaiki mikrosirkulasi.6

10

BAB III
KERANGKA KONSEP

III. 1 KERANGKA KONSEPTUAL PENELITIAN

Diberikan
terapi
standar +
piracetam

Pasien dengan
pusing berputar
disertai mual,
muntah. Dan
telah didiagnosis
dengan vertigo

Lama waktu
dirawat

Diberikan
terapi
standar
tanpad
piracetam

Gambar 3.1 Kerangka Konsep Penelitian

11

BAB IV
METODOLOGI PENELITIAN
IV.1 Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di bangsal Angsa, Belibis, Cendrawasih, dan Flamingo Rumah Sakit Umum
Daerah Wangaya. Waktu penelitian dilaksanakan selama 3 bulan mulai bulan Oktober 2013
Desember 2013 atau sampai jumlah sampel penelitian terpenuhi.

IV.2 Rancangan Penelitian


Penelitian ini merupakan uji klinis acak secara terbuka untuk membandingkan lama rawat (length of
stay) pasien vertigo dengan terapi piracetam dan yang tidak diberikan terapi piracetam.

IV.3 Populasi dan Sampel Penelitian


Populasi target adalah pasien yang mengalami keluhan pusing berutar dan telah didiagnosis
vertigo. Populasi terjangkau adalah populasi target yang dirawat inap di bangsal Angsa,
Belibis, Cendrawasih, dan Flamingo Rumah Sakit Umum Daerah Wangaya selama bulan

Oktober 2013 Desember 2013. Sampel adalah populasi terjangkau yang memenuhi kriteria
inklusi dan eksklusi.
Cara pengambilan sampel dilakukan dengan cara non probability sampling dimana teknik
pengambilan sampel dilakukan tanpa mengacak (random) setiap subjek sebagai sampel.
Pemilihan sampel menggunakan consecutive sampling yaitu menetapkan subjek yang
memenuhi kriteria penelitian sampai batas waktu tertentu.
IV.4 Kriteria Inklusi dan Eksklusi
Kriteria inklusi :
- Pasien berusia 13-50 tahun
- Keluhan utama : pusing berputar dan didiagnosis vertigo
- Pasien Rawat inap
- Tanpa ada riwayat stroke atau gangguan susunan saraf pusat dan perifer
- Tanpa disertai penyakit sistemik lainnya
Kriteria eksklusi :
- Pasien dengan riwayat post- trauma <1 bulan
- Pasien dengan riwayat stroke atau gangguan susunan saraf pusat dan perifer
- Menderita penyakit sistemik
12

- Pasien dengan pulang paksa


IV. 5 Cara Kerja
Subyek yang digunakan pada penelitian ini adalah semua pasien rawat inap dari bulan Juli
sampai September 2013 yang dirawat di bangsal rawat inap Angsa, Belibis, Cendrawasih, dan
Flamingo RSUD Wangaya. Pada saat hari 1 MRS pasien dibagi menjadi 2 kelompok, satu
kelompok sebagai kelompok yang diberikan terapi standar vertigo disertai piracetam dan
kelompok lainnya sebagai kelompok yang diberikan terapi standar vertigo tetapi tidak
diberikan terapi piracetam. Dosis piracetam yang diberikan adalah sebanyak 1x12 gr sehari
diberikan melalui intravena. Kemudian kedua kelompok pasien diobservasi dan diteliti lama
rawat (length of stay) tiap kelompok.
Populasi Terjangkau

Kriteria Inklusi

Kriteria Eksklusi

Terapi vertigo

Keluar dari Penelitian

Terapi standar vertigoTerapi


+ piracetam
standar vertigo tanpa piracetam

Lama rawat (length of stay)


Lama rawat (length of stay)
Gambar 4.1 Skema Alur/Cara Kerja
IV.6 Identifikasi Variabel dan Definisi Operasional Variabel
IV.6.1 Identifikasi Variabel
Tabel 4.1 Identifikasi Variabel Penelitian
Variabel Bebas

Skala

Terapi standar vertigo + piracetam

Nominal

Terapi standar vertigo tanpa piracetam

Nominal

13

Variabel Tergantung
Lama rawat (length of stay)

Skala
Interval

IV.6.2. Definisi Operasional Variabel


a. Pasien berusia 13 50 tahun baik pria maupun wanita.
b. Diagnosis vertigo : dari anamnesis dan pemeriksaan fisik. Ditemukan keluhan :
pusing berputar atau kepala terasa ringan, disertai keluhan lainnya seperti mual,
muntah, telinga berdenging.
c. Post trauma : trauma pada kepala dan tulang belakang dalam 1 bulan terakhir.
d. Gangguan susunan saraf pusat dan perifer : monoplegia, paraplegia, quadriplegia,
poliomyelitis, dan kelainan lain yang menyerang susunan saraf pusat dan perifer.
e. Penyakit sistemik : diabetes mellitus, gagal ginjal, kelainan jantung, dan penyakit hati
kronis.
f. Pulang paksa : pasien pulang atas permintaan sendiri sebelum dokter memutuskan
untuk rawat jalan.
g. Terapi standar vertigo : pemberian cairan infus RL, disertai obat-obatan golongan
antikolinergik, antiemetik, dan vitamin.
h. Terapi standar vertigo disertai piracetam : terapi standar di atas disertai pemberian
piracetam dengan dosis 1 x 12 gr sehari.
IV.7 Analisis Data
Data yang terkumpul akan diolah, dianalisis dan disajikan dengan menggunakan program
komputer SPSS for Windows 15.0. Untuk melihat perbedaan lama rawat (length of stay)
pasien vertigo yang diberikan terapi piracetam dan yang tidak diberikan terapi piracetam.
Menggunakan studi analitik komperasi. Untuk data parametrik digunakan uindependet T-test
atau ANOVA. Dikatakan bermakna apabila P< 0.05 dengan interval kepercayaan 95%.

14

DAFTAR PUSTAKA
1.

Yayan, AI. 2008. Vertigo. Pekanbaru : Faculty of Medicine University of Riau.

2.

Masdin.

2010.

Vertigo

dan

Rasa

Pusing:

Keluhan-Keluhan

Umum.

http://www.pajjakadoi.co.tv/2010/02/vertigo-dan-rasa-pusing-keluhan-keluhan.html.
[diakses: 20 Agustus 2013].
2.

Wreksoatmodjo, Budi Riyanto. 2004. Vertigo: Aspek Neurologi. Cermin Dunia


Kedokteran. No. 144, 2004 43.

3.

Gd. Ngoerah, IGN. 1990. Dasar-Dasar Ilmu Penyakit Saraf. Surabaya: Airlangga
University Press.

4.

Dewati, Eva. 2003. Vertigo Pada Kelainan Neurologis. Bagian Neurologi FKUIRSCM.

5.

Medicastore.

2010.

Informasi

Penyakit

Vertigo.

http://medicastore.com/

penyakit/25/Vertigo.html. [diakses: 20 Agustus 2013].


6.

PERDOSSI. 2007. Guideline Stroke : Peranan Neuroprotektan pada Stroke. Jakarta :


PERDOSSI.

15

Anda mungkin juga menyukai