PENDAHULUAN VERTIGO
1.1 Latar Belakang
Sistem keseimbangan merupakan sebuah sistem yang penting untuk
kehidupan manusia. Sistem keseimbangan membuat manusia mampu
menyadari kedudukan terhadap ruangan sekitar. Keseimbangan merupakan
sebuah sistem yang saling berintegrasi yaitu sistem visual, vestibular, sistem
propioseptik, dan serebelar. Gangguan pada sistem keseimbangan tersebut
akan menimbulkan berbagai keluhan, diantaranya berupa sensasi berputar
yang sering disebut vertigo (Sjahrir, 2008).
Vertigo merupakan keluhan yang sering dijumpai dalam praktek, sering
digambarkan sebagai sensasi berputar, rasa oleng, tidak stabil (giddiness,
unsteadiness) dan rasa pusing (dizziness). Deskripsi keluhan vertigo tersebut
penting karena seringkali kalangan awam mengkacaukan istilah pusing dan
nyeri kepala secara bergantian (Wreksoatmodjo, 2004).
Angka kejadian vertigo di Amerika Serikat berkisar 64 dari 100.000
orang, wanita cenderung lebih sering terserang (64%), kasus Benigna
Paroxysmal Positional Disease (BPPV) sering terjadi pada usia rata-rata 51-57
tahun, jarang pada usia 35 tahun tanpa riwayat trauma kepala (George, 2009).
Menurut survey dari Department of Epidemiology, Robert Koch Institute
Germany pada populasi umum di Berlin tahun 2007, prevalensi vertigo dalam
1 tahun 0,9%, vertigo akibat migren 0,89%, untuk BPPV 1,6%, vertigo akibat
Meniere’s Disease 0.51%. Pada suatu follow up study menunjukkan bahwa
BPPV memiliki resiko kekambuhan sebanyak 50% selama 5 tahun. Di
Indonesia, data kasus di R.S. Dr Kariadi Semarang menyebutkan bahwa kasus
vertigo menempati urutan ke 5 kasus terbanyak yang dirawat di bangsal saraf.
Keluhan vertigo sering muncul pada berbagai kasus yang sering kita
jumpai di kehidupan sehari-hari diantaranya pada kasus trauma kepala.
Penyebab trauma kepala beragam, antara lain akibat kecelakaan lalu lintas,
olahraga, dan jatuh dari ketinggian (Aboe, 2002). Meningkatnya mobilitas
manusia khususnya di kota besar mengakibatkan peningkatan frekuensi kasus
trauma kepala yang sering diakibatkan oleh kecelakaan lalu lintas. Trauma
1
kepala pada kecelakaan lalu lintas sering diakibatkan oleh benturan atau
terpelanting pada benda yang diam. Kemungkinan lain yang lebih jarang
adalah kepala tidak dapat bergerak akibat tertahan sesuatu kemudian
mengalami benturan dengan benda yang menggencetnya (Soemarmo, 2009).
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimana anatomi dan fisiologi sistem keseimbangan?
2. Bagaimana definisi vertigo?
3. Bagaimana klasifikasi vertigo?
4. Bagaimana etiologi vertigo?
5. Bagaimana patofisilogi vertigo?
6. Bagaimana manifestasi klinis vertigo?
7. Bagaimana penatalaksanaan pada klien dengan vertigo?
8. Bagaimana asuhan keperawatan pada klien dengan vertigo?
1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum
Untuk mempelajari konsep teori serta asuhan keperawatan pada klien
vertigo
1.3.2 Tujuan Khusus
1) Menjelaskan anatomi dan fisiologi sistem keseimbangan.
2) Menjelaskan definisi vertigo.
3) Menjelaskan klasifikasi vertigo.
4) Menjelaskan etiologi dan patofisologi vertigo.
5) Menjelaskan manifestasi klinis vertigo.
6) Menjelaskan penatalaksanaan pada klien dengan vertigo.
7) Menjelaskan asuhan keperawatan pada klien dengan vertigo.
1.4 Manfaat
1. Menambah pengetahuan dan keterampilan dalam memberikan asuhan
keperawatan baik dan tepat pada pasien dengan gangguan vertigo.
2. Memberikan informasi tentang definisi, klasifikasi, etiologi dan
patofisiologi, manifestasi klinis, penatalaksaan, serta asuhan keperawatan
pada gangguan vertigo.
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA VERTIGO
3
2.2 Fisiologi Sistem Keseimbangan
Vertigo adalah suatu istilah yang berasal dari bahasa Latin, vertere, yang
berarti memutar. Secara umum, vertigo dikenal sebagai ilusi bergerak, atau
halusinasi gerakan. Vertigo ditemukan dalam bentuk keluhan berupa rasa
berputar-putar, atau rasa bergerak dari lilngkungan sekitar (vertigo sirkuler)
namun kadang-kadang ditemukan juga keluhan berupa rasa didorong atau
ditarik menjauhi bidang vertikal (vertigo linier).
4
pada sistem vestibular ataupun gangguan pada sistem saraf pusat. Selain itu,
vertigo dapat pula terjadi akibat gangguan pada alat keseimbangan tubuh
yang terdiri dari reseptor pada visual (retina), vestibulum (kanalis
semisirkularis) dan proprioseptif (tendon, sendi dan sensibilitas dalam) yang
berperan dalam memberikan informasi rasa sikap dan gerak anggota tubuh.
(Pasiak, Taufiq Fredrik dkk., 2009)
5
Mual dan muntah Bisa berat Bervariasi
Vertigo bisa sebagai akibat dari lesi di lokasi yang beragam seperti telinga
bagian dalam, reseptor peregangan paravertebral dalam leher, visual /
vestibular pusat interaksi di batang otak dan otak kecil, dan di jalur sensasi
subjektif dari thalamus atau cortex. Penyebab vertigo perifer dan sentral
umumnya dapat dibedakan dengan studi sejarah pasien.
Mual dan muntah adalah tipe yang lebih jelas ketika vertigo memiliki
orogin perifer. Ketidakseimbangan selalu dikaitkan dengan vertigo, tetapi
cenderung lebih berat dengan penyebab utama daripada dengan penyebab
perifer. Lokasi lesi didefinisikan oleh identifikasi gejala yang berhubungan.
Selain vertigo, lesi labirin atau saraf ke VIII (lesi perifer) biasanya
menghasilkan gejala pendengaran seperti kehilangan pendengaran, tinnitus,
sensasi tekanan penuh pada telinga, atau nyeri di telinga.
Lesi dari kanal pendengaran internal juga membuat kehilangan
pendengaran dan tinnitus, dan mungkin terkait dengan ipsilateral kelemahan
wajah, sedangkan mereka dalam sudut cerebellarpontine dapat dikaitkan
dengan ekstremitas ipsilateral ataksia. karena kedekatan pusat saraf dan serat
traktat dan batang otak serebelum lainnya, lesi di wilayah ini yang
menyebabkan gejala vestibular tersisih jarang.
6
Presbiastasis
Suatu gangguan yang makin sering terjadi adalah presbiastasis atau
ketidakseimbangan terkait penuaan. Oleh karena proses degeneratif yang
luas bersama dengan penuaan, stabilitas dan keseimbangan juga
terpengaruh. Pada labirin, keseimbangan juga terpengaruh sistem visual dan
perubahan proprioseptif di otot. Oleh karena katiga sistem ini berhubungan
dengan penuaan. Lansia memiliki kesulitan dalam mempertahankan
stabilitas sehingga jatuh dan trauma.
Hipotensi ortostatik
Hipotensi ortostatik merupakan penurunan tekanan darah tiba-tiba dan
pusing saat duduk atau berdiri. Manifestasinya dapat berupa rasa melayang
dan pingsan, bukan vertigo. Hal ini disebabkan karena aliran darah ke otak
tidak adekuat. Lansia memiliki risiko hipotensi ortostatik karena
aterosklerotik dan penggunaan obat yang menyebabkan diuresis atau
hipotensi (misal, furosemid, penyekat saluran kalsium). Ortostatis
didiagnosis melalui pengkajian perubahan tekanan darah dengan perubahan
posisi. Klien sebaiknya dianjurkan mengubah posisi secara perlahan dan
medikasinya dibutuhkan jika perubahan tekanan darah sangat rendah.
7
telinga, gangguan granuloma jaringan
pendengaran terinfeksi/
kolesteatoma,
rehabilitasi
vestibular
8
2.5.3 Serangan vertigo berulang
Serangan berulang vertigo terjadi ketika ada penurunan tiba-tiba dan
sementara, dapat dipulihkan setelah aktivitas saraf satu labiyrinth atau
koneksi dengan pusat beristirahat , dengan pemulihan berikutnya ke fungsi
normal atau mendekati normal. Seperti serangan biasanya, berlangsung
menit sampai jam tapi tidak sampai hari, dan vertigo datang pada sebuah
akhir tidak melalui kompensasi (seperti dengan serangan berkepanjangan)
tetapi melalui pemulihan aktivitas saraf yang normal. Durasi serangan
vertigo adalah bagian kunci dari informasi dalam sejarah pasien.
vertigo yang bermula dari pembuluh darah, seperti serangan transient
ischemic, biasanya berlangsung selama beberapa menit, sedangkan vertigo
berulang karena kelainan telinga dalam perifer biasanya berlangsung
selama berjam-jam. Jika temuan neurologis fokal diidentifikasi pada
pemeriksaan, pencitraan otak harus dilakukan segera, tetapi penting untuk
diingat bahwa pasien dengan insufisiensi vertebrobasilar umumnya
memiliki karakteristik neurologis normal antara serangan.
Pemeriksaan skrining audiograms dan electronystagmographic dapat
membedakan antara tepi dan tengah lesi, dan paling berguna dalam
penilaian pasien dengan serangan berulang Vertigo yang cenderung
berasal dari perifer. Pemeriksaan darah dapat memutuskan autoimun dan
labyrinthitis sifilis
9
pendengaran, keratitis
gejala sistemik interstisial,
mungkin arthritis, ruam
penyakit
autoimun
10
2.6 Patofisiologi Vertigo
1. Teori Overstimulation
Teori ini didasarkan pada asumsi bahwa rangsangan yang berlebihan
akan menyebabkan terjadinya hiperemi kanalis semisirkularis sehingga
terjadi gangguan fungsi. Akibat gangguan fungsi ini maka akan
menyebabkan timbulnya vertigo.
11
Otak mempunyai memori tentang suatu pola gerakan tertentu, sehingga
jika pada suatu saat terjadi gerakan yang tidak sesuai dengan pola gerakan
tersebut, maka akan timbul reaksi dari susunan saraf otonom.
4. Teori Neurohumoral
Neurotransmitter mempunyai peranan penting dalam mempengaruhi
sistem saraf otonom yang menyebabkan timbulnya vertigo.
5. Teori Otonomik
Jika terjadi perubahan gerakan atau posisi tubuh, maka akan
menimbulkan perubahan reaksi sistem saraf otonom. Jika sistem simpatis
terlalu dominan, maka akan timbul gejala klinik, namun gejala tersebut
hilang jika sistem parasimpatis mulai berperan.
6. Teori Sinaps
Rangsangan gerakan akan menimbulkan stress, yang memicu sekresi
CRF (corticotropin releasing factor). Peningkatan kadar CRF akan
mengaktifkan sistem saraf simpatis yang selanjutnya menimbulkan
mekanisme adaptasi melalui peningkatan aktivitas sistem saraf
parasimpatis.
Keadaan tersebut akan menimbulkan gejala penyerta pada awal
serangan vertigo berupa pucat dan berkeringan akibat aktivitas saraf
simpatis, yang selanjutnya menjadi gejala mual, muntah dan hipersalivasi.
(Pasiak, Taufiq Fredrik dkk., 2009)
12
vertigo dapat sangat cemas saat mengalami lagi. Walaupun ketika vertigo
tidak terjadi, kecemasan dapat masih dirasakan klien. Ooleh karena vertigo
hanya merupakan suatu gajala, diagnosis dan terapi sebaiknya dilakukan pada
penyakit yang mendasari. Tidak seperti masalah visual ataupun keseimbangan,
tidak ada satu organ yang bertanggung jawab pada masalah keseimbangan.
Sehingga diagnosis, terapi dan rehabilitasi klien dengan gangguan
keseimbangan cukup sulit dilakukan.
13
b. Tandem gait. Penderita berjalan dengan tumit kaki kiri/kanan
diletakkan pada ujung jari kaki kanan/kiri ganti berganti. Pada kelainan
vestibuler, perjalanannya akan menyimpang dan pada kelainan
serebeler penderita akan cenderung jatuh
c. Uji Unterberger
Berdiri dengan kedua lengan lurus horizontal ke depan dan jalan di
tempat dengan mengangkat lutut setinggi mungkin selama satu menit.
Pada kelainan vestibuler posisi penderita akan menyimpang/berputar ke
arah lesi dengan gerakan seperti orang melempar cakram; kepala dan
badan berputar ke arah lesi, kedua lengan bergerak ke arah lesi dengan
lengan pada sisi lesi turun dan yang lainnya naik. Keadaan ini disertai
nistagmus dengan fase lambat ke arah lesi.
14
e. Uji Babinsky-Weil
Pasien dengan mata tertutup berulang kali berjalan lima langkah ke
depan dan lima langkah ke belakang selama setengan menit; jika ada
gangguan vestibuler unilateral, pasien akan berjalan dengan arah
berbentuk bintang.
15
16
b. Tes Kalori
Penderita berbaring dengan kepala fleksi 30°, sehingga kanalis
semisirkularis lateralis dalam posisi vertikal. Kedua telinga
diirigasi bergantian dengan air dingin (30°C) dan air hangat
(44°C) masing-masing selama 40 detik dan jarak setiap irigasi 5
menit. Nistagmus yang timbul dihitung lamanya sejak permulaan
irigasi sampai hilangnya nistagmus tersebut (normal 90-150 detik).
Dengan tes ini dapat ditentukan adanya canal paresis atau
directional preponderance ke kiri atau ke kanan. Canal paresis adalah
jika abnormalitas ditemukan di satu telinga, baik setelah rangsang air
hangat maupun air dingin, sedangkan directional preponderance
ialah jika abnormalitas ditemukan pada arah nistagmus yang sama
di masing-masing telinga. Canal paresis menunjukkan lesi perifer di
labarin atau n.VIII, sedangkan directional preponderance
menunjukkan lesi sentral.
c. Elektronistagmogram
Pemeriksaan ini hanya dilakukan di rumah sakit, dengan tujuan untuk
merekam gerakan mata pada nistagmus, dengan demikian
nistagmus tersebut dapat dianalisis secara kuantitatif.
2. Tes Fungsi Pendengaran
a. Tes Garpu Tala
Tes ini digunakan untuk membedakan tuli konduktif dan tuli
perseptif, dengan tes-tes Rinne, Weber dan Schwabach. Pada tuli
konduktif, tes Rinne negatif, Weber lateralisasi ke yang tuli dan
schwabach memendek.
b. Audiometri
Ada beberapa macam pemeriiksaan audiometri seperti Ludness
Balance Test, SISI, Bekesy Audiometry, Tone Decay.
Pemeriksaan saraf-saraf otak lain meliputi: acies visus, kampus visus,
okulomotor, sensorik wajah, otot wajah, pendengaran dan fungsi
menelan. Juga fungsi motorik (kelumpuhan ekstremitas), fungsi
sensorik (hipestesi, parestesi) dan serebelar (tremor, gangguan cara
berjalan)
17
4. Pencitraan CT-scan, arteriografi, magnetic resonance imaging (MRI).
18
Diyakini jika vertigo diinduksi oleh aktivitas ini, akan jadi toleransi.
Klien sebaiknya melakukan aktivitas ini secara bertahap pada saat
serangan akut dan sampai gejala hilang dan dilanjutkan 2 hari
berikutnya. Mengemudi kendaraan dengan hati-hati perlu dilakukan
penderita vertigo. Terapi rehabilitasi vestibular dibuktikan efektif
dalam mengobati vertigo yang berhubungan dengan beberapa tipe
defisit vestibularis.
Strategi intervensi spesifik yang melibatkan intervensi manipulasi
dikenal sebagai manuver Epley. Manuver ini digunakan spesifik untuk
BPPV dirancang untuk mengembalikan otolit yang lepas ke posisi
normal di dalam labirin. Manuver Epley merupakan metode yang
langsung, cepat untuk mengembalikan fungsi vestibular.
2. Labirintektomi
Labirintektomi merupakan bedah untuk merusak labirin dan
mengeliminasi struktur abnormal. Dilakukan malalui fenestra ovalis atau
bulat (tepi membranosa dari koklear dan telinga dalam). Prosedur
destruktif ini mengangkat labirin membranosa secara subtotal melalui
19
fenestra ovalis atau total melalui tulang mastoid. Tindakan ini akan
mengganggu pendengaran yang tersisa. Cara ini direkomendasikan untuk
pasien Meniere dengan vertigo berulang, kehilangan fungsi pendengaran,
dan tidak membaik dengan pengobatan lain.
Pada suatu pendekatan nonbedah labirintektomi, suatu obat ototoksis
dapat diinjeksikan melalui membran timpani ke telinga tengah untuk
merusak sel rambut pada sistem vestibular. Prosedur ini dilakukan pada
serangkaian kunjungan dan dirancang untuk mengurangi sinyal vestibular
pada telinga yang sakit. Efek samping yang sering terjadi adalah
toksisitas koklear. Klien dirawat sampai menifestasi vestibular membaik
dengan tujuan mempertahankan pendengaran sebaik mungkin.
20
2.10 WOC VERTIGO
21
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN UMUM VERTIGO
3.1 Pengkajian
1. Keluhan utama
Sering menjadi alasan klien datang untuk meminta pertolongan kesehatan
akibat vertigo dengan keluhan pusing seperti berputar.
2. Riwayat penyakit sekarang
Merupakan pengembangan dari keluhan utama dan data dengan
menggunakan pendekatan PQRST sebagai berikut :
P : Pada klien dengan vertigo biasanya sering mengeluh pusing bila
banyak bergerak dan
berkurang saat istirahat.
Q : pada klien dengan vertigo biasanya pusing yang dirasakan seperti
berputar.
R : pada klien dengan vertigo biasanya sakit yang dirasakan pada daerah
kepala.
S : pusing yang dirasakan dengan skala nyeri (0-5).
T : keluhan pusing yang dirasakan klien hilang timbul.
3. Riwayat penyakit dahulu
Pengkajian yang perlu ditanyakan mengenai penyakit yang pernah diderita
baik yang berhubungan dengan sistem persarafan maupun penyakit
sistemik lainnya.
4. Riwayat penyakit keluarga
Mengkaji adanya anggota keluarga yang pernah maupun sedang menderita
vertigo atau penyakit degeneratif lainnya.
5. Pengkajian psikososiospiritual
Pengkajian klien dengan gangguan sistem persarafan akibat vertigo perlu
memperhatikan lingkungan rumah, kerja atau yang lainnya. Ketegangan
yang bersumber dari lingkungan klien, adanya kontak dengan bahan toksik
tertentu, dan pemahaman akan kondisi psikososial klien perlu dikaji.
3.2 Pemeriksaan fisik
1. Keadaan umum
Mengkaji tingkat kesadaran klien. Klien dengan vertigo sering mengalami
penurunan kesadaran dan tampak lemas.
B1 (Breathing)
pada umumnya klien dengan vertigo akan mengalami sesak napas karena
terjadi penyumbatan trakeobrakial akibat secret, irama napas tidak teratur,
frekuensi pernapasan cepat dan dangkal.
B2 (Blood)
Adanya penurunan tekanan darah kecuali klien dengan peningkatan
tekanan intrakranial (PTIK) maka tekanan darah meningkat.
22
B3 (Brain)
Mengkaji tingkat kesadaran klien mengenai orang, waktu dan tempat,
perubahan tanda-tanda vital, dan kemampuan klien mengingat kejadian
sebelum dan sesudah sadar. Sering ditemukan pasien dengan vertigo
mengalami gangguan kesadaran seperti linglung dan tidak dapat
mempertahankan keseimbangan tubuh.
B4 (Bladder)
Pada klien dengan vertigo dapat mengalami gangguan eliminasi akibat
ketidakseimbangan cairan dan elektrolit.
B5 (Bowel)
Pada klien dengan vertigo akan mengalami gangguan pola makan yang
diakibatkan rasa nyeri kepala atau pusing yang dapat meningkatkan
peristaltik kerja lambung.
B6 (Bone)
Pada klien dengan vertigo ditemukan terjadinya gangguan fungsi motorik
yang dapat berakibat terjadinya mobilisasi, pusing atau kerusakan pada
motor neuron yang mengakibatkan perubahan pada kekuatan otot dan
gerak reflek.
3.3 Diagnosa keperawatan
1. Gangguan rasa nyaman: nyeri (akut/kronis) berhubungan dengan
peningkatan tekanan intrakranial, stress dan ketegangan, iritasi/tekanan
syaraf, vasopressor yang dipengaruhi oleh faktor (misal: perubahan posisi,
prubahan pola tidur, gelisah, dsb).
2. Koping individu tidak efektif berhubungan dengan stres yang meningkat,
relaksasi serta metode koping tidak adekuat.
3.4 Intervensi keperawatan
1. Diagnosa 1 : gangguan rasa nyaman: nyeri (akut/kronis)
berhubungan dengan peningkatan tekanan intrakranial, stress dan
ketegangan, iritasi/tekanan syaraf, vasopressor yang dipengaruhi oleh
faktor (misal: perubahan posisi, perubahan pola tidur, gelisah, dsb).
Tujuan : rasa nyeri hilang setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama 2 x 24 jam.
Kriteria hasil :
1. klien mengatakan nyeri berkurang
2. tanda-tanda vital dalam batas normal
3. klien tampak rileks
Intervensi
1. kaji keluhan nyeri (intensitas/skala, lokasi, dan waktu/lamanya)
2. pantau tanda-tanda vital
3. catat kemungkinan patofisiologi yang khas misalnya infeksi, trauma
servikal
4. berikan kompres dingin pada kepala
23
5. atur posisi klien senyaman mungkin
6. kolaborasi pemberian analgetik
Rasional
1. mengkaji karakteristik nyeri untuk menentukan terapi yang cocok
serta keefektifan dari terapi
2. memantau tanda-tanda vital untuk memudahkan tindakan keperawatan
3. pemahaman terhadap penyakit untuk membantu dan memilih tindakan
yang sesuai
4. memberikan kompres dingin pada kepala untuk meningkatkan rasa
nyaman dengan menurunkan vasodilatasi
5. posisi yang tepat untuk mengurangi nyeri serta penekanan dan
mencegah ketegangan otot
6. kolaborasi pemberian analgetik untuk mengurangi rasa nyeri dan
meningkatkan kenyamanan klien
2. Diagnosa 2:koping individu tidak efektif berhubungan dengan stres yang
meningkat, relaksasi serta metode koping tidak adekuat
Tujuan : koping individu menjadi lebih adekuat setelah
dilakukan tindakan keperawatan selama 2 x 24 jam
Kriteria hasil :
1. Klien akan mengidentifikasi perilaku koping yang tidak efektif
2. Klien akan mengungkapkan kesadaran tentang koping yang dimiliki
3. Klien menunjukkan perubahan pola hidup yang diperlukan atau pada
situasi yang tepat
Intervensi
1. Dekati klien dengan ramah dan penuh perhatian, ambil keuntungan
dari kegiatan yang dapat diajarkan
2. Sarankan klien untuk mengekspresikan perasaannya
3. Diskusikan tentang perilaku koping, seperti pemakaian alkohol,
merokok, pola makan, strategi relaksasi
4. Berikan informasi tentang penyebab sakit kepala, penenang dan hasil
yang diharapkan
Rasional
1. Membuat klien merasa lebih berarti dan dihargai, dan meningkatkan
kesempatan untuk belajar cara-cara baru dalam mengatasi keadaan
2. Klien akan merasa puas dan tenang setelah mengungkapkan
perasaannya
3. Tingkah laku maladaptif mungkin dilakukan klien untuk mngatasi
masalahnya
4. Agar klien mengetahui kondisinya dan memberikan semangat untuk
pulih
24
BAB IV
STUDI KASUS VERTIGO
4.2 Pengkajian
1. Identitas
Nama : Ny. A
Umur : 29 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Ibu rumah tangga
Status : Menikah
Agama : Islam
Suku : Jawa
Alamat : Surabaya
Tanggal masuk : 09 April 2016
Tanggal pengkajian : 09 April 2016
Sumber informasi : Suami klien
PENANGGUNG
Nama penanggung jawab: Tn. B
Hubungan dengan klien : Suami
Pendidikan : Diploma
Pekerjaan : Pegawai Swasta
2. Status Kesehatan
1. Keluhan utama
25
Klien mengeluh nyeri pada abdomennya secara terus menerus, demam,
muntah-muntah, dan susah BAB
2. Riwayat kesehatan sekarang
P : Nyeri terjadi akibat adanya distensi abdomen dan lebih sering timbul
setelah muntah-muntah,
Q : Terus menerus dan seperti perut dipulas-pulas
R : Di perut bagian tengah
S : Skala Nyeri 3 ( 0-4)
T : Nyeri timbul secara mendadak dan terus menerus
3. Riwayat kesehatan masa lalu
Klien mempunyai riwayat penyakit tumor dan melakukan pembedahan
4. Riwayat kesehatan keluarga
Tidak ada
5. Pemeriksaan umum
a. Inspeksi: tanda khas adanya distensi abdominal
b. Auskultasi: didapatkan peningkatan bising usus sebagai usaha untuk
mengatasi obstruksi
c. Perkusi: timpani
d. Palpasi: teraba massa seperti pada tumor, invaginasi, hernia.
6. Pemeriksaan fisik
a. B1 (Breath) : Frekuensi pernafasan meningkat
b. B2 (Blood) : Takikardia, berkeringat, pucat
c. B3 (Brain) : Pusing, pening (gelisah)
d. B4 (Bladder) : Distensi abdomen, ketidakmampuan defekasi dan Flatus
e. B5 (Bowel) : Nyeri abdomen , muntah-muntah dan susah BAB
f. B6 (Bone) : Kelelahan dan kelemahan..
26
Nadi : 94 x/menit
Pernapasan : 22 x/menit
Suhu : 38°C
c. Keadaan fisik (IPPA)
1. Kepala dan leher
Inspeksi : palpebra normal, konjungtiva tidak anemis, pupil isokor,
sclera tidak ikterik, reflek terhadap cahaya (+), tidak menggunakan alat
bantu penglihatan. Hidung lembab, bersih. Bibir sedikit kering, mukosa
mulut bersih, tidak ada sariawan dan gigi berlubang. Telinga bersih.
Palpasi : Tidak ada pembesaran kelenjar limfe, tidak ada nyeri tekan
pada leher.
2. Dada
Inspeksi : gerak dada simetris
Palpasi : bentuk simetris, benjolan (-), nyeri tekan (-)
Perkusi : suara sonor, kanan kiri sama
Auskultasi : paru-paru: suara nafas vesikuler ; jantung: tidak ada bunyi
tambahan.
3. Payudara dan ketiak
Bentuk simetris, jejas (-), massa/benjolan (-).
4. Abdomen
Inspeksi : warna sawo matang, tidak ada jaringan parut
Palpasi : tidak ada nyeri tekan
Perkusi : thympani
Auskultasi : 28 x/menit
5. Genetalia
Bentuk normal, jejas (-)
6. Ekstremitas
a. Atas
ROM bebas/normal, krepitasi (-), sianosis (-), akral hangat
b. Bawah
ROM bebas/normal, krepitasi (-), sianosis (-), akral hangat
7. Pemeriksaan neurologis
a. Status mental dan emosi
Klien cukup tenang walaupun merasa sakit
b. Pengkajian saraf kranial
27
Pemeriksaan saraf kranial I s/d XII masih dalam batas normal
c. Pemeriksaan reflek
Reflek fisiologis (+), reflek patologis (-).
a. Pemeriksaan laboratorium
Hasil lab darah lengkap tanggal 09 April 2016:
WBC : 12,2 g/dL
Hb : 12,8 g/dL
Hct: 38,2 %
Plt : 226
b. Pemeriksaan radiologi
Ro Thorax : tidak ada bercak-bercak, tidak ada fraktur
Paranasal EKG : tidak ada kelainan jantung.
4.5 Analisa Data
Masalah
No Analisa Data Etiologi
Keperawatan
1 DS: gg. di SST/SSP Resiko cedera
Klien mengatakan sering nyeri spasme saraf
kepala saat beraktivitas dan
menunduk nyeri, sakit kepala
disorientasi
DO:
kesadaran
TD = 170/100 mmHg
menurun
N = 94 x/menit
RR = 22 x/menit resiko cedera
S = 38°C
2 DS: Proses pengolahan Intoleransi
Klien mengeluh sering nyeri informasi aktivitas
kepala saat banyak beraktivitas terganggu
dan menunduk, dan merasa
lebih baik Transmisi persepsi
ke reseptor
proprioception
DO: terganggu
TD = 170/100 mmHg
28
N = 94 x/menit Kegagalan
RR = 22 x/menit koordinasi otot
S = 38°C
Kerja otot
terganggu
Intoleransi
aktivitas
3 DS: pusing, sakit Gangguan pola
Pasien mengeluh sulit tidur kepala tidur
sejak 5 hari yang lalu
ansietas
DO:
TD = 170/100 mmHg gg. pola tidur
N = 94 x/menit
RR = 22 x/menit
S = 38°C
29
1. Klien terbebas dari cedera untuk klien
2. Klien mampu menjelaskan 2. Identifikasi kebutuhan keamanan
cara/metode untuk mencegah klien, sesuai dengan kondisi fisik
cedera dan fungsi kognitif klien dan
3. Klien mampu menjelaskan faktor riwayat terdahulu klien
resiko dari lingkungan/perilaku 3. Menyediakan tempat tidur yang
personal nyaman dan bersih
4. Mampu memodifikasi gaya hidup 4. Mengontrol lingkungan dari
untuk mencegah cedera kebisingan
5. Menggunakan fasilitas kesehatan 5. Meminahkan barang-barang
yang ada yang dapat membahayakan
6. Mampu mengenali perubahan 6. Menganjurkan keluarga untuk
status kesehatan menemani klien
7. Memberikan penjelasan pada
klien dan keluarga adanya
perubahan status kesehatan dan
penyebab penyakit
2. Diagnosa 2
Domain 4. Activity/rest
Class 4. Cardiovascular/pulmonary responses
Intoleransi aktivitas b.d. imobilitas dan tirah baring (00092)
NOC NIC
Activity tolerance, endurance, (4310)
psychomotor energy 1. Kaji tingkat kemampuan pasien
Kriteria hasil (0005): untuk beraktivitas
1. Berpartisipasi dalam aktivitas 2. Kaji respon emosi, sosial dan
fisik tanpa disertai peningkatan spiritual terhadap aktivitas
tekanan darah, nadi dan RR 3. Evaluasi motivasi dan keinginan
2. Mampu melakukan aktivitas klien untuk meningkatkan
sehari-hari (ADL) aktivitas
3. Mampu menyadari keterbatasan 4. Tentukan penyebab keletihan
energi 5. Pantau respon nutrisi untuk
4. Mampu menyeimbangkan memastikan sumber-sumber
aktivitas dan istirahat energi yang adekuat
5. Mampu mengatur jadwal 6. Pantau dan dokumentasikan pola
aktivitas untuk menghemat tidur klien dan lama waktu tidur
30
energi 7. Penggunaaan teknik napas
terkontrol selama beraktivitas,
jika perlu
8. Pentingnya nutrisi yang baik
9. Penggunaan teknik relaksasi
selama aktivitas
10. Tindakan untuk menghemat
energi
11. Ajarkan tentang pengaturan
aktivitas dan teknik manajemen
waktu untuk mencegah kelelahan
3. Diagnosa 3
Domain 4. Activity/rest
Class 1. Sleep/rest
Gangguan pola tidur b.d. ketidaknyamanan fisiologis; nyeri kepala (00096)
NOC NIC
Anxiety level, pain level (1850)
Kriteria hasil (0004): 1. Tentukan pola tidur dan aktivitas
1. Jumlah jam tidur dalam batas klien
normal 2. Jelaskan pentingnya tidur yang
2. Pola dan kualitas tidur dalam adekuat
batas normal 3. Pastikan efek dari pengobatan
3. Tidak mengalami kesulitan tidur terhadap pola tidur
4. Tidak lagi merasakan nyeri 4. Monitor riwayat pola tidur dan
jumlah jam tidur klien
5. Monitor pola tidur dan catatan
fisiologis (nyeri)
6. Instruksikan klien untuk
memperhatikan pola tidur
7. Ciptakan lingkungan yang nyaman
(cahaya, kebisingan, temperatur,
tempat tidur)
8. Bantu klien untuk manajemen
waktu tidur
9. Atur jadwal administrasi
pengobatan untuk mengatur pola
31
tidur klien
10. Instruksikan klien tentang
faktor yang berpengaruh terhadap
pola tidur
11. Diskusikan dengan klien dan
keluarga tentang teknik
meningkatkan waktu tidur
12. Kolaborasi pemberian obat
32
BAB V
Dari penelitian yang dilakukan didapat data sekitar 200 kasus dari
100.000 orang di dunia menderita penyakit Meniere. Kebanyakan penderita
adalah yang berumur 40 tahun keatas dan tidak ada perbedaan yang berarti
antara antara jumlah penderita pria dan wanita. Prevalensi penyakit Meniere
di beberapa negara berbeda-beda, di Amerika terdapat 218 penderita dari
100.000 penduduk, di Jepang terdapat 36 penderita dari 100.000 penduduk,
dan 8 penderita dari 100.000 penduduk terdapat di Italia. Kelompok kami
akan berusaha menjelaskan tentang sindrom meniere beserta asuhan
keperawatan yang diharapkan dapat berguna untuk mahasiswa dan
masyarakat pada umumnya (Nuzulul Z. H., 2011).
5.2 Rumusan Masalah
1. Apa definisi dari Meniere Disease?
2. Bagaimana epidemologi dari Meniere Disease?
3. Bagaimana etiologi dari Meniere Disease?
4. Bagimana patofisiologi dari Meniere Disease?
5. Apa manifestasi klinis dari Meniere Disease?
33
6. Apa tes diagnostik dari Meniere Disease?
7. Bagaimana penatalaksanaan dari Meniere Disease?
5.3 Tujuan
5.3.1 Tujuan Umum
Menjelaskan bagaimana asuhan keperawatan yang harus diberikan kepada
klien dengan Meniere Disease.
5.3.2 Tujuan Khusus
1. Mahasiswa mampu memahami definisi dari Meniere Disease
2. Mahasiswa mampu memahami etiologi dari Meniere Disease
3. Mahasiswa mampu memahami Manifestasi klinis dari Meniere Disease
4. Mahasiswa mampu memahami penatalaksanaan dari Meniere Disease
5. Mahasiswa mampu memahami patofisiologi dari Meniere Disease
6. Mahasiswa mampu memahami asuhan keperawatan dari Meniere
Disease
5.4 Manfaat
Dengan adanya makalah ini, diharapkan mahasiswa mampu memahami
asuhan keperawatan pada klien dengan Meniere Disease, serta mampu
mengimplementasikannya dalam proses keperawatan.
34
BAB VI
TINJAUAN PUSTAKA MENIERE DISEASE
35
6.2 Epidemiologi Meniere Disease
Dari penelitian yang dilakukan didapat data sekitar 200 kasus dari 100.000
orang di dunia menderita penyakit Meniere. Kebanyakan penderita adalah
yang berumur 40 tahun keatas dan tidak ada perbedaan yang berarti antara
antara jumlah penderita pria dan wanita. Prevalensi penyakit Meniere di
beberapa negara berbeda-beda, di Amerika terdapat 218 penderita dari
100.000 penduduk, di Jepang terdapat 36 penderita dari 100.000 penduduk,
dan 8 penderita dari 100.000 penduduk terdapat di Italia (Hain TC : 2008).
36
4. Jalan keluar sakus endolimfatikus tersumbat, sehingga terjadi
penimbunan endolimfa
5. Infeksi telinga tengah
6. Infeksi traktus respiratorius bagian atas
7. Trauma kepala
8. Konsumsi kafein dan makanan yang mengandung garam tinggi
9. Konsumsi aspirin, alkohol, dan rokok yang berkepanjangan
10. Infeksi virus golongan herpesviridae
11. Herediter
37
3. Alergi
Pada pasien Meniere didapatkan bahwa 30% diantaranya mempunyai
alergi terhadap makanan. Hubungan antara alergi dengan panyakit
Meniere adalah sebagai berikut : Sakus endolimfatikus mungkin menjadi
organ target dari mediator yang dilepaskan pada saat tubuh mengadakan
reaksi terhadap makanan tertentu. Kompleks antigen-antibodi mungkin
menggangu dari kemampuan filtrasi dari sakus endolimfatikus. Ada
hubungan antara alergi dan infeksi virus yang menyebabkan hidrops dari
sakus endolimfatikus
4. Trauma kepala
Jaringan parut akibat trauma pada telinga dalam dianggap dapat
menggangu aliran hidrodinamik dari endolimfatikus. Anggapan ini
diperkuat dengan adanya pasien Meniere yang mempunyai riwayat fraktur
tulang temporal.
5. Autoimun
Ada pula anggapan dari ahli yang menyatakan bahwa hidrops endolimfe
bukan merupakan penyebab dari penyakit Meniere. Ini dikatakan oleh
Honrubia pada tahun 1999 dan Rauch pada tahun 2001 bahwa pada
penelitian otopsi ditemukan hidrops endolimfe pada 6% dari orang yang
tidak menderita penyakit Meniere. Penelitian yang banyak dilakukan
sekarang difokuskan pada fungsi imunologik pada sakus endolimfatikus.
Beberapa ahli berpendapat penyakit Meniere diakibatkan oleh gangguan
autoimun. Brenner yang melakukan penelitian pada tahun 2004
mengatakan bahwa pada sekitar 25 % penderita penyakit Meniere
didapatkan juga penyakit autoimun terhadap tiroid. Selain itu Ruckenstein
pada tahun 2002 juga mendapatkan pada sekitar 40 % pasien penderita
penyakit Meniere didapatkan hasil yang positif pada pemeriksaan
autoimun darah seperti Rheumatoid factor, Antibodi antiphospholipid dan
Anti Sjoegren. (Nuzulul Z. H : 2011)
38
berlangsung selama beberapa hari. Pasien hampir benar-benar lumpuh selama
serangan, dan pemulihan penuh sering membutuhkan waktu beberapa hari.
Patologi penyakit Meniere adalah kelebihan cairan endolimfatik yang
mendistorsi seluruh sistem dalam-kanal, dan merangsang tinnitus. Pada
awalnya, gangguan pendengaran adalah reversibel, tetapi berulang kerusakan
koklea dari peningkatan tekanan fluida menyebabkan gangguan pendengaran
permanen.
Penyebab pasti dari penyakit Meniere di diketahui, tetapi sering terjadi
dengan infeksi, reaksi alergi, dan ketidakseimbangan cairan. stres jangka
panjang juga mungkin memiliki peran dalam penyakit (Donna D. Ignatavicius,
M. Linda Workman : 6th ed : 2010).
Penyakit Meniere paling sering ditandai oleh adanya tiga serangkai gejala:
1. Vertigo berputar paroksismal dengan mual dan muntah
2. Tinnitus, dan
3. Gangguan pendengaran neurosensorik.
4. Beberapa menambahkan manifestasi keempat, rasa tekanan di telinga.
Pada awal kondisi mungkin hanya satu atau dua dari gejala-gejala ini
diwujudkan; Namun, penyakit ini tidak didiagnosis sebagai sindrom Meniere
sampai ketiga tanda-tanda tersebut muncul.
Vertigo, gejala yang luar biasa dari penyakit Meniere, terjadi sebagai
serangan tiba-tiba, muncul pada interval yang tidak teratur dan mungkin
bertahan selama beberapa jam. Dalam awal kondisi ini, beberapa minggu atau
bulan melewati antara serangan, tapi secara bertahap berkurang sehingga
mereka mungkin dialami setiap 2 atau 3 hari. Serangan dapat berlangsung
beberapa jam, dengan gejala sisa yang tersisa untuk hari. Biasanya, hanya
satu telinga yang terlibat, meskipun keterlibatan bilateral telah dilaporkan.
Nistagmus dan ataksia juga dapat terlihat.
Tinnitus bersifat rendah, berfluktuasi, suara berdengung di telinga. Hal
ini sering lebih keras sebelum dan selama serangan.
Kehilangan sensorineural berlaku untuk nada rendah dan biasanya
terjadi secara sepihak. Hal ini menjadi semakin buruk dan dapat
39
menyebabkan kerusakan koklea parah jika tidak diobati (Suzanne C. Smeltzer
, Brenda G. Bare : 7th ed : 1992).
Ada 3 tingkat derajat keparahan penyakit Meniere (Nuzulul Z.H : 2011)
1. Derajat I, gejala awal berupa vertigo yang disertai mual dan muntah.
Gangguan vagal seperti pucat dan berkeringat dapat terjadi. Sebelum
gejala vertigo menyerang, pasien dapat merasakan sensasi di telinga yang
berlangsung selama 20 menit hingga beberapa jam. Diantara serangan,
pasien sama sekali normal.
2. Derajat II, gangguan pendengaran semakin menjadi-jadi dan berfluktuasi.
Muncul gejala tuli sensorineural terhadap frekuensi rendah.
3. Derajat III, gangguan pendengaran tidak lagi berfluktuasi namun progresif
memburuk. Kali ini mengenai kedua telinga sehingga pasien seolah
mengalami tuli total. Vertigo mulai berkurang atau menghilang.
40
3. Elektronistagmogram : Video nystagmography atau
electronystagmographic dilakukan untuk memeriksa dendeng gerakan
mata atau nistagmus yang berhubungan dengan penyakit Ménière.
Tes lain adalah batang otak auditori evoked potensi tes untuk memeriksa
kegiatan listrik di bagian bawah otak yang mengatur postur dan
keseimbangan. Komputerisasi dinamis Posturography juga dapat
dilakukan untuk mengevaluasi keseimbangan sistem. Hasilnya bisa normal
atau menunjukkan penurunan respons vestibuler ( April Cashin-Garbutt,
BA Hons (Cantab), 2012).
4. CT scan atau MRI kepala : MRI scan otak dianjurkan untuk memeriksa
tumor dan penyakit lain yang meniru kondisi ini. Sinar x tulang rahang
dan sinus juga dianjurkan untuk mendeteksi pertumbuhan atau tumor yang
dapat menyebabkan gejala ( April Cashin-Garbutt, BA Hons (Cantab),
2012).
5. Elektroensefalografi : Electrocochleography dilakukan untuk mengukur
kekuatan listrik yang dihasilkan di koklea telinga dalam dan saraf dalam
menanggapi rangsangan oleh suara. Ini juga mendeteksi yang tepat
penyebab dari gangguan pendengaran ( April Cashin-Garbutt, BA Hons
(Cantab), 2012).
6.7 Penatalaksanaan Meniere Disease
6.7.1 Non-Pembedahan
Ajarkan pasien untuk memindahkan kepala perlahan untuk mencegah
memburuknya vertigo. Nutrisi dan perubahan gaya hidup dapat mengurangi
jumlah cairan endolimfatik. Menyarankan pasien untuk berhenti merokok
karena pembuluh darah konstriksi mempengaruhi.
Terapi nutrisi dengan diet hidrops bertujuan untuk menstabilkan kadar
cairan tubuh untuk mencegah akumulasi endolymph berlebih. Struktur dasar
dari diet melibatkan:
1. Mendistribusikan makanan dan asupan cairan merata sepanjang hari dan
dari hari ke hari.
2. Menghindari makanan atau cairan yang memiliki kandungan garam yang
tinggi.
41
3. Minum dalam jumlah yang cukup cairan (rendah gula) setiap hari.
4. Membatasi asupan alkohol untuk satu gelas bir atau anggur setiap hari.
5. Menghindari makanan yang mengandung monosodium glutamat (MSG).
Berkoordinasi dengan ahli gizi untuk informasi lebih lanjut tentang terapi
nutrisi hidrops untuk mengontrol manifestasi Meniere.
Terapi obat bertujuan untuk mengontrol vertigo dan muntah dan
mengembalikan keseimbangan normal. Diuretik ringan diresepkan untuk
mengurangi volume endolymph. Namun, tidak ada cukup bukti dari efek
diuretik pada vertigo, gangguan pendengaran, tinnitus, atau kepenuhan aural
pada penyakit yang jelas Meniere (Thirlwall & Kundu: 2006). Asam nikotinat
telah ditemukan untuk menjadi berguna karena efek vasodilator nya.
Antihistamin seperti diphenhydramine hydrochloride (Benadryl, Allerdryl)
dan dimenhidrinat (Dramamine, Gravol) membantu mengurangi keparahan
atau menghentikan serangan akut. Antiemetik seperti klorpromazin
hidroklorida (Thorazine, Novo-Klorpromazin), droperidol (Inapsine), dan
trimethobenzamide hidroklorida (Arrestin, Tigan) membantu mengontrol
mual dan muntah. Diazepam (Valium, Apo-Diazepam) menenangkan pasien;
mengontrol vertigo, mual, dan muntah, dan memungkinkan pasien untuk
beristirahat quitely selama serangan. Terapi Intratympanic dengan gentamisin
dan steroid adalah metode lain untuk mengendalikan manifestasi. Namun,
beberapa atau semua yang menerima gentamisin mengalami hilang
pendengaran pada telinga.
42
6.7.2 Pembedahan
43
sebagai akibat dari prosedur bedah, bukan penyakit (Donna D. Ignatavicius,
M. Linda Workman : 6th ed : 2010).
44
6.8 WOC Meniere Disease
45
BAB VII
1) Kepala
Inspeksi : Bentuk, kesimetrisan, warna rambut, ukuran kepala, kulit
kepala apakah ada lesi atau tidak.
Palpasi : ada atau tidaknya nyeri tekan pada kepala
2) Kulit mulut kuku
Inspeksi : warna kulit, adanya lesi pada kulit
Palpasi : kelembaban, tekstur kulit
3) Mata
Bentuk bola mata, konjungtiva, palpebra,ukuran untuk reaksi pupil.
4) Telinga
Inspeksi : lubang telinga bersih / tidak, adanya lesi atau tidak
Palpasi : cartilago elastis
5) Hidung
46
Inspeksi : bentuk hidung, adanya cuping hidung, bagian dalam hidung,
ada atau tidaknya perdarahan
Palpasi : septum ada masa,tidak ada kelainan.
6) Mulut
Inspeksi : bentuk bibir, warna, kelembaban, jumlah dan kebersihan
gigi.
Palpasi : ada atau tidaknya nyeri kulit disekitar mulut
7) Leher
Inspeksi : Bentuk leher, ada / tidak ada pembengkakan, gerakan leher.
Palpasi : ada atau tidaknya pembesaran organ
8) Dada
Inspeksi : bentuk dada, kesimetrisan.
Palpasi : ada/tidaknya nyeri tekan dan massa
Perkusi : sonor
Auskultasi : vasikuler
9) Abdomen
Inspeksi : bentuk permukaan abdomen, kesimetrisan,retraksi
abdomen, ada atau tidaknya penonjolan.
Auskutasi : Bising usus
Palpasi : Ada tidaknya distensi abdomen
Perkusi : Timpani
10) Muskuloskeletal
5 5
5 5
11) Neurologi
Kesadaran, gerakan, sensasi, integrasi
12) Ekstremitas
Atas : terkoordinasi dengan baik
Bawah : terkoordinasi dengan baik
Review Of System
1) B1 Breathing
47
Bentuk dada simetris, pola nafas regular, suara nafas, tidak ada alat
bantu pernapasan.
2) B2 Blood
Irama jantung reguler, akral normal, tekanan darah hipotensi.
3) B3 Brain
Tinitus, penurunan pendengaran, vertigo
4) B4 Bladder
Normal
5) B5 Bowel
Asupan nutrisi terganggu akibat mual, muntah, dan anoreksia
6) B6 Bone
Turgor kulit menurun, mobiltas fisik (lemah, malaise)
48
7.4 Diagnosa Keperawatan
1 Gangguan pola tidur (000198) berhubungan dengan vertigo
Domain 4 Aktivitas/Istirahat
Class 1 Tidur/Istirahat
2 Resiko cidera (00035) berhubungan dengan vertigo
Domain 11 Keselamatan/Proteksi
Class 2 Cidera Fisik
3 Ansietas (00146) berhubungan dengan penurunan status kesehatan dan
kehilangan pendengaran
Domain 9 Koping/Toleransi Stres
Class 2 Respon Koping
7.5 Intervensi Keperawatan
1. Gangguan pola tidur (000198) berhubungan dengan vertigo
NOC NIC
49
6) Menyesuaikan jadwal
pemberian obat untuk
mendukung pasien
tidur/bangun
7) Monitor pola tidur pasien, dan
catat physical (mis. Apnea saat
tidur, obstruksi jalan nafas,
nyeri/ketidaknyamanan,
frekuensi urin) dan psikologi
(mis. Ketakutan atau
kecemasan) keadaan yang
dapat mengganggu tidur
8) Diskusikan dengan pasien dan
keluarga teknik untuk
meningkatkan tidur
50
b) Mempertahankan 1) Identifikasi defisit kognitif
keseimbangan saat berjalan atau fisik pasien yang
(020203) mungkin terjadi
2) Identifikasi perilaku dan
faktor – faktor yang
mempengaruhi resiko jatuh
3) Memantau gaya berjalan,
keseimbangan dan level
kelelahan dengan ambulasi
4) Dorong pasien untuk
menggunakan tongkat atau
walker yang sesuai
5) Edukasi keluarga tentang
faktor resiko yang
berkontribusi terhadap jatuh
dan cara untuk mengurangi
resiko
6) Kolaborasi dengan tim
kesehatan lain untuk
meminimalkan efek
samping dari pengobatan
yang berkontribusi terhadap
jatuh (mis. Hipotensi
ortostatik dan unsteady gait)
7) Latih pasien untuk
beradaptasi terhadap
modifikasi gaya jalan yang
disarankan
51
NOC NIC
52
BAB VIII
STUDI KASUS MENIERE DISEASE
8.2 Pengkajian
a. Identitas
Nama : Tn. S
Jenis kelamin : laki – laki
Usia : 52 tahun
Alamat : Surabaya
Agama : Islam
Suku : Jawa
b. Keluhan utama
Dua minggu ini telinga kanan sering berdenging, perasaan penuh dalam
telinga kepala seperti berputar selama 20 menit dan hilang sendiri, jika
sedang serangan sering disertai mual, muntah, tinitus, gangguan
pendengaran.
a. Riwayat kesehatan
1. Riwayat penyakit saat ini
Telinga kanan sering berdenging, perasaan penuh dalam telinga kepala
seperti berputar selama 20 menit dan hilang sendiri, jika sedang
serangan sering disertai mual, muntah, tinitus, gangguan pendengaran.
53
2. Riwayat penyakit dahulu
-
3. Riwayat kesehatan keluarga
-
4. Riwayat kebiasaan sehari – hari
Merokok 1 bungkus/hari dan minum kopi setiap habis makan
1) Kepala
Inspeksi : Bentuk simetris, rambut warna hitam, ukuran kepala
mesosepalik, kulit kepala tidak ada lesi.
Palpasi : tidak ada nyeri tekan pada kepala
2) Kulit mulut kuku
Inspeksi : warna kulit sawo matang, tidak ada lesi pada kulit
Palpasi : kulit lembab tidak kering, tekstur kulit halus
3) Mata
Bentuk bola mata bulat, konjungtiva pucat, ukuran untuk reaksi pupil
sama, adanya lingkaran hitam di sekitar mata
4) Telinga
Inspeksi : lubang telinga bersih, tidak ada lesi
Palpasi : cartilago elastis
5) Hidung
Inspeksi : bentuk hidung simetris, tidak ada cuping hidung, bagian
dalam hidung bersih, tidak ada perdarahan
Palpasi : septum ada masa, tidak ada kelainan.
6) Mulut
Inspeksi : bibir tidak stomatitis, tidak hiperemis, jumlah gigi 32 dan
gigi nampak bersih.
Palpasi : tidak ada nyeri kulit disekitar mulut
7) Leher
Inspeksi : bentuk leher simetris, tidak ada pembengkakan, gerakan
leher tidak bermasalah.
Palpasi : tidak ada pembesaran organ
54
8) Dada
Inspeksi : bentuk dada simetris
Palpasi : tidak ada nyeri tekan dan tidak ada massa
Perkusi : sonor
Auskultasi : vasikuler
9) Abdomen
Inspeksi : bentuk permukaan abdomen simetris, retraksi abdomen
normal, tidak ada penonjolan.
Auskutasi : bising usus negatif
Palpasi : distensi abdomen
Perkusi : timpani
10) Muskuloskeletal
5 5
5 5
11) Neurologi
Kesadaran composmentis, gerakan (tidak ada penurunan kekuatan otot,
tidak ada gangguan gerak volunter), sensasi menanggapi nyeri, integrasi
berespon terhadap stimulus.
12) Ekstremitas
Atas : terkoordinasi dengan baik
Bawah : terkoordinasi dengan baik
Review Of System
1) B1 Breathing
Bentuk dada simetris, suara napas normal, pola napas normal, RR
18x/menit, tidak ada alat bantu napas.
2) B2 Blood
Irama jantung reguler, akral bengkak pada ekstremitas, tekanan darah
90/70 mmHg.
3) B3 Brain
Tinitus, penurunan pendengaran, vertigo.
4) B4 Bladder
55
-
5) B5 Bowel
Asupan nutrisi terganggu akibat mual, muntah, dan anoreksia
6) B6 Bone
Turgor kulit menurun, mobiitas fisik (lemah, malaise)
1) Tes Gliserin
Pasien diberi minum gliserin 1,2 ml/ kg BB setelah diperiksa kalori dan
audiogram. Setelah 2 jam diperiksa kembali dan dibandingkan.
Perbedaan bermakna menunjukkan adanya hidrops endolimfatikus.
2) Transtimpanic Elektrokokleografi
Dapat menunjukkan abnormalitas pada 60% pasien yang menderita
penyakit meniere.
3) Tes Weber
Suara hanya terdengar pada telinga kiri.
56
pendengaran. Vertigo
Klien mengeluh susah
untuk tidur dan hanya
tidur 4 jam setiap Gangguan pola tidur
harinya
DO:
Hasil pemeriksaan
Weber, suara hanya
terdengar pada telinga
kiri
Auditorium
menunjukkan adanya
sensorineural hearing
loss
TTV
TD: 90/70 mmHg
N: 98x/menit
RR: 18x/menit
BB: 70kg
2. DS: Malabsorbsi dalam sukus Resiko cidera
Klien mengeluh dalam 2 endolimfetikus
minggu ini telinga kanan
sering berdenging,
perasaan penuh dalam Penumpukan cairan pada
telinga, kepala seperti endolimfe
berputar selama 20 menit
dan hilang sendiri
Klien mengeluh jika Sistem keseimbangan tubuh
sedang serangan sering terganggu
disertai mual, muntah,
tinitus, gangguan
57
pendengaran. Vertigo
DO:
Hasil pemeriksaan Resiko cidera
Weber, suara hanya
terdengar pada telinga
kiri
Auditorium
menunjukkan adanya
sensorineural hearing
loss
TTV
TD: 90/60 mmHg
N: 98x/menit
RR: 18x/menit
3. DS: Malabsorbsi dalam sukus Ansietas
endolimfetikus
Klien mengeluh dalam 2
minggu ini telinga kanan
sering berdenging,
perasaan penuh dalam
telinga, kepala seperti Penumpukan cairan pada
berputar selama 20 menit endolimfe
dan hilang sendiri
DO:
Tinnitus (bising)
58
Hasil pemeriksaan
Weber, suara hanya
terdengar pada telinga
kiri Ansietas
Auditorium
menunjukkan adanya
sensorineural hearing
loss
TTV
N: 98x/menit
RR: 18x/menit
59
jam, klien dapat tidur dengan aktivitas
pola tidur yang optimal. 10) Monitor/pantau pola tidur
pasien dan lama waktu tidur
Sleep (0004)
11) Instruksikan pasien bagaimana
f) Jam tidur (000401)
untuk melakukan autogenik
g) Pola tidur (000403)
relaksasi otot atau bentuk
h) Kualitas tidur (000404)
nonfarmakologi lainnya dari
i) Nyeri (000425)
bujukan tidur
j) Kesulitan tidur (000421)
12) Sesuaikan lingkungan (cahaya,
suara berisik, temperatur, alas
tidur dan tempat tidur) untuk
meningkatkan tidur
13) Mendorong penggunaan obat
tidur yang tidak mengandung
penekanan tidur REM
14) Menyesuaikan jadwal
pemberian obat untuk
mendukung pasien
tidur/bangun
15) Monitor pola tidur pasien, dan
catat physical (mis. Apnea saat
tidur, obstruksi jalan nafas,
nyeri/ketidaknyamanan,
frekuensi urin) dan psikologi
(mis. Ketakutan atau
kecemasan) keadaan yang
dapat mengganggu tidur
16) Diskusikan dengan pasien dan
keluarga teknik untuk
meningkatkan tidur
60
NOC NIC
61
13) Kolaborasi dengan tim
kesehatan lain untuk
meminimalkan efek
samping dari pengobatan
yang berkontribusi terhadap
jatuh (mis. Hipotensi
ortostatik dan unsteady gait)
14) Latih pasien untuk
beradaptasi terhadap
modifikasi gaya jalan yang
disarankan
62
(140217) menemani pasien sesuai yang
h) Menggunakan teknik relaksasi diperlukan
untuk mengurangi kecemasan 14) Memberikan informasi
(140207) faktual tentang diagnosis,
pengobatan dan prognosis.
8.8 Evaluasi
63
BAB IX
PENUTUP
9.1 Kesimpulan
Vertigo adalah suatu istilah yang berasal dari bahasa Latin, vertere, yang
berarti memutar. Secara umum, vertigo dikenal sebagai ilusi bergerak, atau
halusinasi gerakan. Vertigo ditemukan dalam bentuk keluhan berupa rasa
berputar-putar, atau rasa bergerak dari lilngkungan sekitar (vertigo sirkuler)
namun kadang-kadang ditemukan juga keluhan berupa rasa didorong atau
ditarik menjauhi bidang vertikal (vertigo linier).
Penyakit Meniere adalah masalah telinga bagian dalam yang berasal dari
disfungsi labirin, penyebab yang belum jelas didirikan. Banyak teori telah
dikemukakan, seperti pengaruh normal hormonal dan neurokimia pada aliran
darah ke labirin, gangguan elektrolit dalam cairan labirin, reaksi alergi, atau
gangguan autoimun. Beberapa atribut kerugian yang mikrovaskulatur dari
telinga bagian dalam metabolisme abnormal (glukosa, insulin, trigliserida,
dan kolesterol) dalam aliran darah (Suzanne C. Smeltzer , Brenda G. Bare :
7th ed : 1992)
64
DAFTAR PUSTAKA
65
Ngoerah, I Gst. Ng. Gd. Dasar – dasar Ilmu Penyakit Saraf . Surabaya:
Universitas Airlangga. 1991. Hlm. 205-210
Pasaribu, Laila Purnama. 2015. Gambaran Lansia yang Menderita Vertigo di
Panti Jompo Kota Medan dan Binjai. FK Universitas Sumatera Utara,
Medan
Pasiak, Taufiq Fredrik dkk. Januari 2009. Jurnal Kedokteran & Kesehatan FK
UNSRAT Manado Volume 1 Nomor 1. Diakses dalam
http://repo.unsrat.ac.id/868/1/Jurnal_Tumou_Tou.pdf pada tanggal 16 Maret
2016 pukul 14.59
Sharon L. Lewis.2011.Medical – Surgical Nursing : Assessment and Management
of Clinical Problems : 8th ed , Vol.1 . St. Louis, Missouri : ELSEVIER
MOSBY
Sue Moorhead, Marion Johnson, Meridean L. Maas, Elizabeth Swanson.
2013. Nursing Outcomes Classification (NOC) edisi:5. United
Kingdom:Elsevier Global Rights
Suzanne C. Smeltzer , Brenda G. Bare.1992.Brunner and Suddarth’s Textbook of
Medical Surgical Nursing 7th ed : East Washington Square : J.B. Lippincott
Company
66