Anda di halaman 1dari 66

BAB I

PENDAHULUAN VERTIGO
1.1 Latar Belakang
Sistem keseimbangan merupakan sebuah sistem yang penting untuk
kehidupan manusia. Sistem keseimbangan membuat manusia mampu
menyadari kedudukan terhadap ruangan sekitar. Keseimbangan merupakan
sebuah sistem yang saling berintegrasi yaitu sistem visual, vestibular, sistem
propioseptik, dan serebelar. Gangguan pada sistem keseimbangan tersebut
akan menimbulkan berbagai keluhan, diantaranya berupa sensasi berputar
yang sering disebut vertigo (Sjahrir, 2008).
Vertigo merupakan keluhan yang sering dijumpai dalam praktek, sering
digambarkan sebagai sensasi berputar, rasa oleng, tidak stabil (giddiness,
unsteadiness) dan rasa pusing (dizziness). Deskripsi keluhan vertigo tersebut
penting karena seringkali kalangan awam mengkacaukan istilah pusing dan
nyeri kepala secara bergantian (Wreksoatmodjo, 2004).
Angka kejadian vertigo di Amerika Serikat berkisar 64 dari 100.000
orang, wanita cenderung lebih sering terserang (64%), kasus Benigna
Paroxysmal Positional Disease (BPPV) sering terjadi pada usia rata-rata 51-57
tahun, jarang pada usia 35 tahun tanpa riwayat trauma kepala (George, 2009).
Menurut survey dari Department of Epidemiology, Robert Koch Institute
Germany pada populasi umum di Berlin tahun 2007, prevalensi vertigo dalam
1 tahun 0,9%, vertigo akibat migren 0,89%, untuk BPPV 1,6%, vertigo akibat
Meniere’s Disease 0.51%. Pada suatu follow up study menunjukkan bahwa
BPPV memiliki resiko kekambuhan sebanyak 50% selama 5 tahun. Di
Indonesia, data kasus di R.S. Dr Kariadi Semarang menyebutkan bahwa kasus
vertigo menempati urutan ke 5 kasus terbanyak yang dirawat di bangsal saraf.
Keluhan vertigo sering muncul pada berbagai kasus yang sering kita
jumpai di kehidupan sehari-hari diantaranya pada kasus trauma kepala.
Penyebab trauma kepala beragam, antara lain akibat kecelakaan lalu lintas,
olahraga, dan jatuh dari ketinggian (Aboe, 2002). Meningkatnya mobilitas
manusia khususnya di kota besar mengakibatkan peningkatan frekuensi kasus
trauma kepala yang sering diakibatkan oleh kecelakaan lalu lintas. Trauma

1
kepala pada kecelakaan lalu lintas sering diakibatkan oleh benturan atau
terpelanting pada benda yang diam. Kemungkinan lain yang lebih jarang
adalah kepala tidak dapat bergerak akibat tertahan sesuatu kemudian
mengalami benturan dengan benda yang menggencetnya (Soemarmo, 2009).
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimana anatomi dan fisiologi sistem keseimbangan?
2. Bagaimana definisi vertigo?
3. Bagaimana klasifikasi vertigo?
4. Bagaimana etiologi vertigo?
5. Bagaimana patofisilogi vertigo?
6. Bagaimana manifestasi klinis vertigo?
7. Bagaimana penatalaksanaan pada klien dengan vertigo?
8. Bagaimana asuhan keperawatan pada klien dengan vertigo?
1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum
Untuk mempelajari konsep teori serta asuhan keperawatan pada klien
vertigo
1.3.2 Tujuan Khusus
1) Menjelaskan anatomi dan fisiologi sistem keseimbangan.
2) Menjelaskan definisi vertigo.
3) Menjelaskan klasifikasi vertigo.
4) Menjelaskan etiologi dan patofisologi vertigo.
5) Menjelaskan manifestasi klinis vertigo.
6) Menjelaskan penatalaksanaan pada klien dengan vertigo.
7) Menjelaskan asuhan keperawatan pada klien dengan vertigo.
1.4 Manfaat
1. Menambah pengetahuan dan keterampilan dalam memberikan asuhan
keperawatan baik dan tepat pada pasien dengan gangguan vertigo.
2. Memberikan informasi tentang definisi, klasifikasi, etiologi dan
patofisiologi, manifestasi klinis, penatalaksaan, serta asuhan keperawatan
pada gangguan vertigo.

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA VERTIGO

2.1 Anatomi Sistem Keseimbangan


Labirin
Labirin terdapat di telinga dalam, dan di dalam labirin terdapat vestibulum
yang memegang peranan penting dalam fungsi alat keseimbangan tubuh.
Dalam labirin terdapat dua organ sensoris yaitu reseptor pendengaran dan
reseptor keseimbangan. Reseptor tersebut merupakan sel berambut (hair cell).
Kedua jenis organ sensoris tersebut berada dalam cairan endolimf, sehingga
jika ada aliran atau gelombang endolimf akibat rangsangan bunyi atau
gerakan, maka sel rambut akan menekuk ke arah tertentu dan mengubah
transmisi impuls sensorik.
Organ yang berperan dalam pendengaran adalah organ corti vestibulum.
Vestibulum dibedakan menjadi crista dan macula yang masing-masing
sensitif terhadap rangsangan gerak sirkuler dan linier.

Alat Keseimbangan Tubuh


Alat keseimbangan tubuh manusia relatif kurang stabil dibandingkan
dengan hewan, karena manusia berjalan dengan dua tungkai, sedangkan
hewan berjalan dengan empat tungkai. Akibatnya, pada sistem alat
keseimbangan tubuh manusia, diperlukan suatu informasi posisi tubuh relatif
terhadap lingkungan, serta informasi gerakan agar dapat terus beradaptasi
dengan perubahan lingkungan sekitar.
Informasi gerakan tersebut diperoleh dari sistem keseimbangan tubuh yang
terdiri dari sistem vestibular, sistem saraf pusat, serta alat keseimbangan
tubuh. Sistem ini akan terus saling berhubungan dan mempengaruhi, sehingga
informasi yang diperoleh akan diolah pada susunan saraf pusat. (Pasiak,
Taufiq Fredrik dkk., 2009)

3
2.2 Fisiologi Sistem Keseimbangan

Perjalanan impuls yang berkaitan dengan fungsi alat keseimbangan tubuh


melewati tahapan-tahapan sebagai berikut:
1. Tahap Transduksi
Rangsangan gerakan diubah oleh reseptor vestibuler, reseptor visus, dan
reseptor propioseptik menjadi impuls saraf. Mekanisme transduksi ini
berlangsung ketika rangsangan gerakan membangkitkan gelombang pada
endolimf yang mengandung ion kalium. Gelombang endolimf akan
menekuk sel rambut (stereosilia) yang kemudian membuka/menutup kanal
ion kalium. Bila tekukan stereosilia mengarah ke kinocilia (rambut sel
terbesar) maka akan timbul influks ion K dari endolimf ke dalam hairy cell
yang akan membangkitkan potensial aksi. Akibatnya kanal ion calsium
(Ca), akan membuka dan ion akan masuk ke hairy cell. Influks ion Ca
bersama potensial aksi merangsang pelepasan neurotransmitter ke celah
sinaps untuk menghantarkan impuls ke neuron berikutnya yaitu saraf
aferen vestibularis selanjutnya menuku ke pusat alat keseimbangan tubuh.
2. Tahap Transmisi
Impuls yang sikirim dari hairy cell akan dihantarkan oleh saraf aferen
vestibularis menuju ke otak dengan neurotransmitter glutamat.
3. Tahap Modulasi
Modulasi dilakukan oleh beberapa struktur di otak yang merupakan pusat
alat kesehatan tubuh, antara lain:
a. Inti vestibularis
b. Vestibulo-serebelum
c. Inti okulomotorius
d. Hipotalamus
e. Formasio retikularis
f. Korteks prefrontal dan limbik
4. Tahap Persepsi (Pasiak, Taufiq Fredrik dkk., 2009)

2.3 Definisi Vertigo

Vertigo adalah suatu istilah yang berasal dari bahasa Latin, vertere, yang
berarti memutar. Secara umum, vertigo dikenal sebagai ilusi bergerak, atau
halusinasi gerakan. Vertigo ditemukan dalam bentuk keluhan berupa rasa
berputar-putar, atau rasa bergerak dari lilngkungan sekitar (vertigo sirkuler)
namun kadang-kadang ditemukan juga keluhan berupa rasa didorong atau
ditarik menjauhi bidang vertikal (vertigo linier).

Vertigo bukan merupakan suatu penyakit, tetapi merupakan suatu


kumpulan gejala atau sindrom yang terjadi akibat gangguan keseimbangan

4
pada sistem vestibular ataupun gangguan pada sistem saraf pusat. Selain itu,
vertigo dapat pula terjadi akibat gangguan pada alat keseimbangan tubuh
yang terdiri dari reseptor pada visual (retina), vestibulum (kanalis
semisirkularis) dan proprioseptif (tendon, sendi dan sensibilitas dalam) yang
berperan dalam memberikan informasi rasa sikap dan gerak anggota tubuh.
(Pasiak, Taufiq Fredrik dkk., 2009)

2.4 Klasifikasi Vertigo

Vertigo diklasifikasikan menjadi dua kategori berdasarkan saluran


vestibular yang mengalami kerusakan, yaitu vertigo periferal dan vertigo
sentral. Saluran vestibular adalah salah satu organ bagian dalam telinga
yang senantiasa mengirimkan informasi tentang posisi tubuh ke otak untuk
menjaga keseimbangan. Vertigo periferal terjadi jika terdapat gangguan di
saluran yang disebut kanalis semisirkularis, yaitu telinga bagian tengah yang
bertugas mengontrol keseimbangan (Israr, Y. A. 2008).
Vertigo dapat berasal dari kelainan di sentral (batang otak,serebelum atau
otak) atau di perifer (telinga-dalam, atau saraf vestibular). Kita perlu
membedakan kedua jenis vertigo ini, karena terapi dan prognosisnya dapat
berbeda (Lumbantobing, 1996).

Gejala yang membedakan vertigo perifer dan sentral


Gejala Vertigo perifer Vertigo sentral

Nystagmus (mata Gabungan horisontal dan Murni vertikal,


berputar-putar) torsional; dihambat oleh horizontal atau torsi;
gabungan horisontal dan tidak dihambat oleh
torsional; dihambat oleh fiksasi tatapan;
fiksasi mata; menurun berlangsung selama
selama beberapa hari; tidak berminggu-minggu
ada perubahan dengan dan bulan; perubahan
perubahan pandangan mata; dengan perubahan
menurun selama beberapa arah tatapan
hari; tidak ada perubahan
dengan perubahan
pandangan

Ketidakseimbangan sedang, satu arah, tidak ada Parah, tidak mampu


perubahan gaya berjalan berdiri dan berjalan

5
Mual dan muntah Bisa berat Bervariasi

Gangguan pendengaran Umum Jarang


atau tinnitus

Gejala neurologi yang Jarang Sering


lain

Interval waktu antara Lebih panjang (≥20 s) Lebih pendek (<5 s)


Nystagmus yang
merangsang untuk
bertindak pada tes
diagnostik

(Berisavac, Ivana I. Et al, 2015)

2.5 Etiologi Vertigo

Vertigo bisa sebagai akibat dari lesi di lokasi yang beragam seperti telinga
bagian dalam, reseptor peregangan paravertebral dalam leher, visual /
vestibular pusat interaksi di batang otak dan otak kecil, dan di jalur sensasi
subjektif dari thalamus atau cortex. Penyebab vertigo perifer dan sentral
umumnya dapat dibedakan dengan studi sejarah pasien.
Mual dan muntah adalah tipe yang lebih jelas ketika vertigo memiliki
orogin perifer. Ketidakseimbangan selalu dikaitkan dengan vertigo, tetapi
cenderung lebih berat dengan penyebab utama daripada dengan penyebab
perifer. Lokasi lesi didefinisikan oleh identifikasi gejala yang berhubungan.
Selain vertigo, lesi labirin atau saraf ke VIII (lesi perifer) biasanya
menghasilkan gejala pendengaran seperti kehilangan pendengaran, tinnitus,
sensasi tekanan penuh pada telinga, atau nyeri di telinga.
Lesi dari kanal pendengaran internal juga membuat kehilangan
pendengaran dan tinnitus, dan mungkin terkait dengan ipsilateral kelemahan
wajah, sedangkan mereka dalam sudut cerebellarpontine dapat dikaitkan
dengan ekstremitas ipsilateral ataksia. karena kedekatan pusat saraf dan serat
traktat dan batang otak serebelum lainnya, lesi di wilayah ini yang
menyebabkan gejala vestibular tersisih jarang.

2.5.1 Gangguan Sistemik Yang Menyebabkan Vertigo


Vertigo Fisiologis
Vertigo fisiologis merupakan gangguan yang sering terjadi seperti mabuk
perjalanan . Pada kondisi ini, vertigo minimal atau tidak ada tetapi
manifestasi otomatis dapat terjadi. Mabuk perjalanan dapat menyebabkan
berkeringat, mual dan muntah, peningkatan saliva, menguap, dan malaise.
Vertigo fisiologis dapat dikurangi dengan memberikan rangsang sensorik
seperti mabuk perjalanan karena membaca di dalam mobil dapat dikurangi
dengan melihat lingkungan yang bergerak dari jendela.

6
Presbiastasis
Suatu gangguan yang makin sering terjadi adalah presbiastasis atau
ketidakseimbangan terkait penuaan. Oleh karena proses degeneratif yang
luas bersama dengan penuaan, stabilitas dan keseimbangan juga
terpengaruh. Pada labirin, keseimbangan juga terpengaruh sistem visual dan
perubahan proprioseptif di otot. Oleh karena katiga sistem ini berhubungan
dengan penuaan. Lansia memiliki kesulitan dalam mempertahankan
stabilitas sehingga jatuh dan trauma.

Hipotensi ortostatik
Hipotensi ortostatik merupakan penurunan tekanan darah tiba-tiba dan
pusing saat duduk atau berdiri. Manifestasinya dapat berupa rasa melayang
dan pingsan, bukan vertigo. Hal ini disebabkan karena aliran darah ke otak
tidak adekuat. Lansia memiliki risiko hipotensi ortostatik karena
aterosklerotik dan penggunaan obat yang menyebabkan diuresis atau
hipotensi (misal, furosemid, penyekat saluran kalsium). Ortostatis
didiagnosis melalui pengkajian perubahan tekanan darah dengan perubahan
posisi. Klien sebaiknya dianjurkan mengubah posisi secara perlahan dan
medikasinya dibutuhkan jika perubahan tekanan darah sangat rendah.

2.5.2 Vertigo Spontan Berkepanjangan


Beberapa penyebab utama dari vertigo berkepanjangan, seperti perdarahan
infark di otak kecil, dapat mengancam kehidupan dan mungkin memerlukan
intervensi segera. Infark otak kecil rendah bahkan dapat meniru lesi
vestibular perifer. Sebanyak 25% dari pasien yang lebih tua dengan faktor
risiko stroke yang sekarang ini sebagai bagian darurat dengan vertigo
memiliki infark otak kecil inferior.
Penggambaran otak darurat dari pasien dengan vertigo akut yang harus
dilakukan jika vertigo memiliki onset mendadak dan pasien memiliki faktor
risiko untuk stroke, jika pasien memiliki onset baru sakit kepala parah atau
arah berubah nystagmus spontan; jika pasien tidak dapat berdiri atau
berjalan, atau jika tanda-tanda syaraf lainnya yang datang. Magnetic
resonance imaging (MRI) dengan bobot difusi adalah prosedur pilihan,
karena terpercaya mengidentifikasi infark baru-onset

Penyebab umum dari vertigo spontan berkepanjangan


Riwayat klinis Pemeriksaan (selain Manajemen
(selain vertigo, nystagmus dan (selain
mual, dan muntah) ketidakseimbangan pengobatan
) gejala)

Otomastoiditi infeksi telinga Otitis media, Antibiotik,


s sebelumnya, tympanosclerosis, operasi
otorrhea, sakit cholesteatoma, pengangkatan

7
telinga, gangguan granuloma jaringan
pendengaran terinfeksi/
kolesteatoma,
rehabilitasi
vestibular

Vestibular Sebelum bagian


neuritis influenza-seperti singkat
(vestibular gejala, onset steroid dosis
neuronitis) subakut, mungkin tinggi,
gangguan rehabilitasi
pendengaran vestibular

Labyrinthine serangan setelah Pendengaran, Rehabilitasi


concussion pukulan ke kepala, mungkin darah atau Vestibular
kehilangan CSF di saluran
pendengaran dan telinga
tinnitus, gejala
gegar otak

infark faktor risiko Sindrom Horner Mengontrol


meduler vaskular, tiba-tiba ipsilateral, mati faktor resiko
Lateral serangan, mati rasa rasa wajah, vaskular
wajah dan kurangnya
kelemahan, koordinasi,
diplopia, disfagia, penurunan refleks
lateropulsion muntah, mati rasa
kontralateral di
tungkai

Cerebellar penyakit jantung, ataksia trunkal, Pengendalian


infarction faktor risiko tungkai ataksia, sumber
vaskular, tiba-tiba atau keduanya emboli, faktor
serangan, risiko lain,
ketidakseimbanga pelatihan
n yang sangat gaya berjalan
besar, terjadi keseimbanga
kurangnya n
koordinasi pada
ekstremitas

8
2.5.3 Serangan vertigo berulang
Serangan berulang vertigo terjadi ketika ada penurunan tiba-tiba dan
sementara, dapat dipulihkan setelah aktivitas saraf satu labiyrinth atau
koneksi dengan pusat beristirahat , dengan pemulihan berikutnya ke fungsi
normal atau mendekati normal. Seperti serangan biasanya, berlangsung
menit sampai jam tapi tidak sampai hari, dan vertigo datang pada sebuah
akhir tidak melalui kompensasi (seperti dengan serangan berkepanjangan)
tetapi melalui pemulihan aktivitas saraf yang normal. Durasi serangan
vertigo adalah bagian kunci dari informasi dalam sejarah pasien.
vertigo yang bermula dari pembuluh darah, seperti serangan transient
ischemic, biasanya berlangsung selama beberapa menit, sedangkan vertigo
berulang karena kelainan telinga dalam perifer biasanya berlangsung
selama berjam-jam. Jika temuan neurologis fokal diidentifikasi pada
pemeriksaan, pencitraan otak harus dilakukan segera, tetapi penting untuk
diingat bahwa pasien dengan insufisiensi vertebrobasilar umumnya
memiliki karakteristik neurologis normal antara serangan.
Pemeriksaan skrining audiograms dan electronystagmographic dapat
membedakan antara tepi dan tengah lesi, dan paling berguna dalam
penilaian pasien dengan serangan berulang Vertigo yang cenderung
berasal dari perifer. Pemeriksaan darah dapat memutuskan autoimun dan
labyrinthitis sifilis

Penyebab umum dari serangan vertigo berulang


Riwayat klinis Pemeriksaan Manajemen
(selain vertigo, (diantara (selain
mual, dan serangan) pengobatan
muntah) gejala)

Meniere’s Gangguan gangguan Rendah garam,


syndrome pendengaran pendengaran diuretik, operasi
berfluktuasi, frekuensi rendah
telinga terasa (unilateral dalam
penuh, tinnitus banyak kasus)
menderu,
serangan jatuh
tiba-tiba (krisis
otolithic)

Penyakit Berfluktuasi Gangguan Steroid dosis


autoimun telinga atau progresif pendengaran tinggi
bagian dalam lambat (bilateral dalam
gangguan banyak kasus),

9
pendengaran, keratitis
gejala sistemik interstisial,
mungkin arthritis, ruam
penyakit
autoimun

Perilymph fistula suara Kemungkinan Istirahat,


"popping", tanda fistula menghindari
pendengaran, positif mengejan,
atau tinnitus (nistagmus memeriksa
setelah trauma diinduksi oleh telinga jika
kepala, perubahan gejala menetap
barotrauma, tekanan di
batuk, bersin, saluran telinga
tegang eksternal)

Migraine Sakit kepala, Normal di Β-blockers,


pancaran visual, banyak kasus calcium-
mati rasa channel
unilateral, blockers,
sensitivitas tricyclic amines
gerak disfagia,
lateropulsion

Vertebrobasilar Kehilangan Normal di Obat


insufficiency penglihatan, banyak kasus Antiplatelet
diplopia ataksia, (aspirin 75-330
dysarthria, mati mg perhari,
rasa, kelemahan ticlopidine 500
mg perhari);
antikoagulan
untuk gejala
progresif parah

(Baloh, Robert W., 1998)

10
2.6 Patofisiologi Vertigo

Vertigo disebabkan oleh gangguan alat keseimbangan tubuh yang


mengakibatkan ketidakcocokan antara posisi tubuh yang sebenarnya dengan
apa yang dipersepsi oleh susunan saraf pusat. Jika ada kelainan pada lintasan
informasi dari indera keseimbangan yang dikirim ke sistem saraf pusat, atau
kelainan pada pusat keseimbangan, maka proses adaptasi yang normal tidak
akan terjadi tetapi akan menimbulkan reaksi alarm. Keadaan ini berhubungan
dengan serat-serat di formasio retikularis batang otak yang berhubungan
dengan aktivitas sistem kolinergik dan adrenergik.

Peningkatan kegawatan ini sesuai dengan peningkatan aktivitas kolinergik


dan menurunkan tanda kegawatan sesuai dengan aktivitas sistem adrenargik.

Teori-teori yang dapat menjelaskan tentang terjadinya vertigo adalah :

1. Teori Overstimulation
Teori ini didasarkan pada asumsi bahwa rangsangan yang berlebihan
akan menyebabkan terjadinya hiperemi kanalis semisirkularis sehingga
terjadi gangguan fungsi. Akibat gangguan fungsi ini maka akan
menyebabkan timbulnya vertigo.

2. Teori Konflik Sensoris


Dalam keadaan normal, informasi untuk alat keseimbangan tubuh
ditangkap oleh tiga jenis reseptor, yaitu reseptor vestibuler, visual dan
propriosertik. Rangsangan mekanis dan cahaya yang diterima reseptor ini
diubah menjadi impuls saraf dan dihantarkan melalui saraf afferent yang
sesuai menuju ke pusat-pusat alat keseimbangan tubuh yang terdapat di
otak.
Impuls ini akan dibandingkan antara impuls kanan dan kiri, yaitu
impuls yang berasal dari reseptor visual dengan proprioseptik dan reseptor
vestibuler secara timbal balik. Pengolahan impuls terjadi secara reflektoris
melalui proses normal yang menghasilkan penyesuaian antara otot-otot
penyangga tubuh dengan otot-otot penggerak bola mata sehingga tubuh
dan kepala tetap tegak dan dapat berjalan lurus. Selain itu, objek visual
dapat dilihat dengan jelas walaupun sedang berjalan cepat atau berlari.
Vertigo terjadi akibat ketidakcocokan impuls sensorik yang berasal dari
resepptor-reseptor keseimbangan. Ketidakcocokan menimbulkan
kebingungan di pusat saraf, sehingga timbul respons seperti nistagmus,
ataksia, rasa melayang atau rasa berputar.

3. Teori Neural Missmatch

11
Otak mempunyai memori tentang suatu pola gerakan tertentu, sehingga
jika pada suatu saat terjadi gerakan yang tidak sesuai dengan pola gerakan
tersebut, maka akan timbul reaksi dari susunan saraf otonom.

4. Teori Neurohumoral
Neurotransmitter mempunyai peranan penting dalam mempengaruhi
sistem saraf otonom yang menyebabkan timbulnya vertigo.

5. Teori Otonomik
Jika terjadi perubahan gerakan atau posisi tubuh, maka akan
menimbulkan perubahan reaksi sistem saraf otonom. Jika sistem simpatis
terlalu dominan, maka akan timbul gejala klinik, namun gejala tersebut
hilang jika sistem parasimpatis mulai berperan.

6. Teori Sinaps
Rangsangan gerakan akan menimbulkan stress, yang memicu sekresi
CRF (corticotropin releasing factor). Peningkatan kadar CRF akan
mengaktifkan sistem saraf simpatis yang selanjutnya menimbulkan
mekanisme adaptasi melalui peningkatan aktivitas sistem saraf
parasimpatis.
Keadaan tersebut akan menimbulkan gejala penyerta pada awal
serangan vertigo berupa pucat dan berkeringan akibat aktivitas saraf
simpatis, yang selanjutnya menjadi gejala mual, muntah dan hipersalivasi.
(Pasiak, Taufiq Fredrik dkk., 2009)

2.7 Manifestasi Klinis Vertigo


Vertigo merupakan manifestasi klinis yang sering dikeluhkan, manifestasi
gangguan keseimbangan bervariasi tergantung sebab, lokasi (salah satu atau
kedua telinga). Usia klien saat onset, derajat kehilangan fungsi vestibular,
kecepatan perkembangan kerusakan. Penyakit pada telinga luar, tengah, dan
dalam, biasanya menyebabkan vertigo yang bersifat mendadak, sementara dan
disertai menifestasi vagal seperti mual, muntah, keringat, dan pucat. Vertigo
yang berhubungan dengan lesi serebrovaskular tidak mengikuti pola ini,
tinnitus dan kehilangan pendengaran juga tidak terjadi.
Perbedaan penting adalah apakah vertigo disertai kehilangan pendengaran atau
tidak. Kedekatan struktur anatomik sistem keseimbangan dan pendengaran
dapat menyebabkan sensasi vertigo disertai gangguan pendengaran. Pada
beberapa keadaan, vertigo dapat terjadi tanpa gangguan pendengaran. Penting
juga untuk membedakan vertigo karena masalah vestibular dan vertigo lain.
Untuk klien dengan vertigo, diferensial diagnosis dapat dilakukan dengan
pengkajian medis menyeluruh, termasuk audiometri, tes vestibular, evaluasi
pencitraan, dan kadang tes laboratorium. Klien yang pernah mengalami

12
vertigo dapat sangat cemas saat mengalami lagi. Walaupun ketika vertigo
tidak terjadi, kecemasan dapat masih dirasakan klien. Ooleh karena vertigo
hanya merupakan suatu gajala, diagnosis dan terapi sebaiknya dilakukan pada
penyakit yang mendasari. Tidak seperti masalah visual ataupun keseimbangan,
tidak ada satu organ yang bertanggung jawab pada masalah keseimbangan.
Sehingga diagnosis, terapi dan rehabilitasi klien dengan gangguan
keseimbangan cukup sulit dilakukan.

Manifestasi Klinis Vertigo: terhuyung-huyung, perasaan gamang, kepala


terasa ringan, disorientasi, penglihatan kabur, condong ke satu arah saat
berjalan, kegoyahan, bergulung-gulung, pingsan, bergoncang, tidak stabil,
bingung, merasa linglung, ataksia, canggung, kehilangan tenaga, sensasi
melayang, sensasi jatuh, kelemahan, perasaan samar yang tidak menentu.
(Black, Joyce M. And Hawks, Jane Hokanson, 2014)

2.8 Pemeriksaan Vertigo (Akbar, Muhammad, 2013)


2.8.1 Pemeriksaan Neurologis
Pemeriksaan neurologis dilakukan dengan perhatian khusus pada :
1. Fungsi vestibuler/serebeler
a. Uji Romberg
Penderita berdiri dengan kedua kaki dirapatkan, mula-mula dengan
kedua mata terbuka kemudian tertutup. Biarkan pada posisi demikian
selama 20-30 detik. Harus dipastikan bahwa penderita tidak dapat
menentukan posisinya (misalnya dengan bantuan titik cahaya atau suara
tertentu). Pada kelainan vestibuler hanya pada mata tertutup badan
penderita akan bergoyang menjauhi garis tengah kemudian kembali
lagi, pada mata terbuka badan penderita tetap tegak. Sedangkan pada
kelainan serebeler badan penderita akan bergoyang baik pada mata
terbuka maupun pada mata tertutup.

13
b. Tandem gait. Penderita berjalan dengan tumit kaki kiri/kanan
diletakkan pada ujung jari kaki kanan/kiri ganti berganti. Pada kelainan
vestibuler, perjalanannya akan menyimpang dan pada kelainan
serebeler penderita akan cenderung jatuh
c. Uji Unterberger
Berdiri dengan kedua lengan lurus horizontal ke depan dan jalan di
tempat dengan mengangkat lutut setinggi mungkin selama satu menit.
Pada kelainan vestibuler posisi penderita akan menyimpang/berputar ke
arah lesi dengan gerakan seperti orang melempar cakram; kepala dan
badan berputar ke arah lesi, kedua lengan bergerak ke arah lesi dengan
lengan pada sisi lesi turun dan yang lainnya naik. Keadaan ini disertai
nistagmus dengan fase lambat ke arah lesi.

d. Past-ponting test (Uji Tunjuk Barany)


Dengan jari telunjuk ekstensi dan lengan lurus ke depan penderita
disuruh mengangkat lengannya ke atas, kemudian diturunkan sampai
menyentuh telunjuk tangan pemeriksa. Hal ini dilakukan berulang-
ulang dengan mata terbuka dan tertutup. Pada kelainan vestibuler akan
terlihat penyimpangan lengan penderita ke arah lesi.

14
e. Uji Babinsky-Weil
Pasien dengan mata tertutup berulang kali berjalan lima langkah ke
depan dan lima langkah ke belakang selama setengan menit; jika ada
gangguan vestibuler unilateral, pasien akan berjalan dengan arah
berbentuk bintang.

2.8.2 Pemeriksaan Khusus Oto-Neurologis


Pemeriksaan ini terutama untuk menentukan apakah letak lesinya di sentral
atau perifer.
1. Fungsi Vestibuler
a. Uji Dix Hallpike
Perhatikan adanya nistagmus, lakukan uji ini ke kanan dan kiri. Dari
posisi duduk di atas tempat tidur, penderita dibaringkan ke belakang
dengan cepat, sehingga kepalanya menggantung 45° di bawah garis
horizontal, kemudian kepalanya dimiringkan 45° ke kanan lalu ke kiri.
Perhatikan saat timbul dan hilangnya vertigo dan nistagmus, dengan
uji ini dapat dibedakan apakah lesinya perifer atau sentral.
Perifer, vertigo dan nistagmus timbul setelah periode laten 2-10 detik,
hilang dalam waktu kurang dari 1 menit, akan berkurang atau
menghilang bila tes diulang-ulang beberapa kali (fatigue). Sentral,
tidak ada periode laten, nistagmus dan vertigo berlangsung lebih dari
1 menit, bila diulang-ulang reaksi tetap seperti semula (non-fatigue).

15
16
b. Tes Kalori
Penderita berbaring dengan kepala fleksi 30°, sehingga kanalis
semisirkularis lateralis dalam posisi vertikal. Kedua telinga
diirigasi bergantian dengan air dingin (30°C) dan air hangat
(44°C) masing-masing selama 40 detik dan jarak setiap irigasi 5
menit. Nistagmus yang timbul dihitung lamanya sejak permulaan
irigasi sampai hilangnya nistagmus tersebut (normal 90-150 detik).
Dengan tes ini dapat ditentukan adanya canal paresis atau
directional preponderance ke kiri atau ke kanan. Canal paresis adalah
jika abnormalitas ditemukan di satu telinga, baik setelah rangsang air
hangat maupun air dingin, sedangkan directional preponderance
ialah jika abnormalitas ditemukan pada arah nistagmus yang sama
di masing-masing telinga. Canal paresis menunjukkan lesi perifer di
labarin atau n.VIII, sedangkan directional preponderance
menunjukkan lesi sentral.
c. Elektronistagmogram
Pemeriksaan ini hanya dilakukan di rumah sakit, dengan tujuan untuk
merekam gerakan mata pada nistagmus, dengan demikian
nistagmus tersebut dapat dianalisis secara kuantitatif.
2. Tes Fungsi Pendengaran
a. Tes Garpu Tala
Tes ini digunakan untuk membedakan tuli konduktif dan tuli
perseptif, dengan tes-tes Rinne, Weber dan Schwabach. Pada tuli
konduktif, tes Rinne negatif, Weber lateralisasi ke yang tuli dan
schwabach memendek.
b. Audiometri
Ada beberapa macam pemeriiksaan audiometri seperti Ludness
Balance Test, SISI, Bekesy Audiometry, Tone Decay.
Pemeriksaan saraf-saraf otak lain meliputi: acies visus, kampus visus,
okulomotor, sensorik wajah, otot wajah, pendengaran dan fungsi
menelan. Juga fungsi motorik (kelumpuhan ekstremitas), fungsi
sensorik (hipestesi, parestesi) dan serebelar (tremor, gangguan cara
berjalan)

2.8.3 Pemeriksaan Penunjang


1. Pemeriksaan laboratorium rutin atas darah dan urin, dan pemeriksaan
lain sesuai indikasi.
2. Foto Rontgen tengkorak, leher, Stenvers (pada neurinoma akustik).
3. Neurofisiologi Elektroensefalografi (EEG), Elektromiografi (EMG),
Brainstem Auditory Evoked Potential (BAEP).

17
4. Pencitraan CT-scan, arteriografi, magnetic resonance imaging (MRI).

2.9 Penatalaksanaan Vertigo


Tujuan utama terapi adalah untuk (1) menekan sistem saraf pusat dan sistem
vestibular (2) rehabilitasi vestibular
1. Menekan Sistem Saraf Pusat Dan Sistem Vestibular
Penatalaksanaan vertigo akut melibatkan beberapa medikasi yang
disebut obat antivertigo. Obat ini menekan sistem keseimbangan atau
sistem saraf pusat sehingga mgurangi gejala. Harus dipertimbangkan
penggunaannya pada klien dengan BPPV karena perjalanan penyakit yang
lama.
Diet rendah garam dan diuretik dapat mengurangi frekuensi serangan
penyakit Meniere dengan mengurangi volume endolimfe. Perubahan gaya
hidup lain seperti menghindari kafein, merokok, dan alkohol. Klien
sebaiknya menghindari stres, tidur secara teratur, dan aktif tetapi
menghindari kelelahan. Jika klien mengalami vertigo tanpa peringatan,
hindari menyetir. Keamanan perlu diperhatikan saat naik tangga, berenang,
dan menjalankan mesin.

2. Mempercepat Rahabilitasi Vestibular


Rehabilitasi vestibular dilakukan dengan mengontrol vertigo. Oleh
karena sistem keseimbangan dapat melakukan kompensasi, latihan kepala
dan badan dapat dilakukan klien untuk memperkuat kompensasi.
Rehabilitasi vestibular terdiri atas latihan yang mempercepat adaptasi
vestibular, habituasi dan aktivitas sehari-hari. Terapi fisik biasanya terlibat
pada kegiatan ini. Rehabilitasi vestibular menggunakan 3 sistem yang
berperan pada keseimbangan.
Latihan untuk rehabilitasi vestibular dilakukan dengan cara:
1. Saat berbaring di tempat tidur, gerakkan mata ke atas, ke bawah, dari
satu sisi ke sisi lain; juga gerakkan kepala ke depan, belakang dari
satu sisi ke sisi lain dengan pelan lalu cepat
2. Lakukan latihan yang sama saat duduk, membungkuk ke depan dan
mengambil benda dari lantai
3. Ketika berdiri, lakukan latihan sebelumnya, ubah posisi dari duduk ke
berdiri dengan mata terbuka lalu dengan mata tertutup dan dilakukan
berganti-ganti (mengubah arah dan posisi dan keadaan mata terbuka
atau tertutup)
4. Ketika bergerak, berjalan dan melangkah ke bawah dengan mata
terbuka dan tertutup atau bermain permainan dengan lompat dan
peregangan, seperti basket.

18
Diyakini jika vertigo diinduksi oleh aktivitas ini, akan jadi toleransi.
Klien sebaiknya melakukan aktivitas ini secara bertahap pada saat
serangan akut dan sampai gejala hilang dan dilanjutkan 2 hari
berikutnya. Mengemudi kendaraan dengan hati-hati perlu dilakukan
penderita vertigo. Terapi rehabilitasi vestibular dibuktikan efektif
dalam mengobati vertigo yang berhubungan dengan beberapa tipe
defisit vestibularis.
Strategi intervensi spesifik yang melibatkan intervensi manipulasi
dikenal sebagai manuver Epley. Manuver ini digunakan spesifik untuk
BPPV dirancang untuk mengembalikan otolit yang lepas ke posisi
normal di dalam labirin. Manuver Epley merupakan metode yang
langsung, cepat untuk mengembalikan fungsi vestibular.

2.9.1 Manajemen Keperawatan pada Klien


Pengkajian keperawatan pada klien dengan gangguan keseimbangan
mencakup:
1. Wawancara klien untuk mendapatkan riwayat kesehatan dan informasi
spesifik mengenai onset dan karakteristik masalah keseimbangan dan
dihubungkan dengan gangguan pendengaran. Coba bedakan tipe vertigo
dan kondisi yang memicu (seperti menggerakkan kepala)
2. Pengkajian efek vertigo pada aktivitas sehari-hari klien
3. Wawancara dengan keluarga untuk menentukan efek gangguan
keseimbangan klien pada orang lain

2.9.2 Manajemen Bedah


Sekitar 5% atau kurang, semua klien dengan vertigo menjalani pembedahan.

1. Pembedahan Kantong Endolimfatik


Prosedur kantong endolimfatik seperti dekompresi, dan pembuatan pirau
ke sistem saraf pusat dan rongga mastoid. Tujuan tindakan ini adalah
untuk mengurangi tekanan cairan pada labirin dan mengendalikan vertigo
pada penyakit Meniere. Tinjauan pada 1.800 kasus dengan beragam
teknik pembedahan kantong endolimfatik menunjukkan bahwa 22% klien
mengalami perbaikan pendengaran, 53% tidak mengalami perubahan
pendengarannya, dan 25% memburuk. Perbaikan pendekatan
pembedahan dan penelitian lanjut pada teknik ini sangat diperlukan.

2. Labirintektomi
Labirintektomi merupakan bedah untuk merusak labirin dan
mengeliminasi struktur abnormal. Dilakukan malalui fenestra ovalis atau
bulat (tepi membranosa dari koklear dan telinga dalam). Prosedur
destruktif ini mengangkat labirin membranosa secara subtotal melalui

19
fenestra ovalis atau total melalui tulang mastoid. Tindakan ini akan
mengganggu pendengaran yang tersisa. Cara ini direkomendasikan untuk
pasien Meniere dengan vertigo berulang, kehilangan fungsi pendengaran,
dan tidak membaik dengan pengobatan lain.
Pada suatu pendekatan nonbedah labirintektomi, suatu obat ototoksis
dapat diinjeksikan melalui membran timpani ke telinga tengah untuk
merusak sel rambut pada sistem vestibular. Prosedur ini dilakukan pada
serangkaian kunjungan dan dirancang untuk mengurangi sinyal vestibular
pada telinga yang sakit. Efek samping yang sering terjadi adalah
toksisitas koklear. Klien dirawat sampai menifestasi vestibular membaik
dengan tujuan mempertahankan pendengaran sebaik mungkin.

3. Reseksi Saraf Vestibular


Reseksi saraf vestibular merupakan prosedur yang sangat efektif untuk
menghilangkan vertigo. Reseksi saraf vestibular dilakukan melalui
labirin (mengorbankan pendengaran) atau sekitar labirin
(mempertahankan pendengaran). Pendekatan bedah retrolabirin
merupakan prosedur bedah paling lazim untuk mengendalikan vertigo.
Metode ini mempertahankan struktur telinga dalam dan melakukan
pendekatan pada saraf vestibular dari belakang kanalis semisirkularis.
Hilangnya vertigo dapat segera terjadi. Oleh karena kompensasi
struktur lain berubungan dengan keseimbangan, klien dapat bertahan
dengan satu labirin saja. (Black, Joyce M. And Hawks, Jane Hokanson,
2014)

20
2.10 WOC VERTIGO

21
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN UMUM VERTIGO

3.1 Pengkajian
1. Keluhan utama
Sering menjadi alasan klien datang untuk meminta pertolongan kesehatan
akibat vertigo dengan keluhan pusing seperti berputar.
2. Riwayat penyakit sekarang
Merupakan pengembangan dari keluhan utama dan data dengan
menggunakan pendekatan PQRST sebagai berikut :
P : Pada klien dengan vertigo biasanya sering mengeluh pusing bila
banyak bergerak dan
berkurang saat istirahat.
Q : pada klien dengan vertigo biasanya pusing yang dirasakan seperti
berputar.
R : pada klien dengan vertigo biasanya sakit yang dirasakan pada daerah
kepala.
S : pusing yang dirasakan dengan skala nyeri (0-5).
T : keluhan pusing yang dirasakan klien hilang timbul.
3. Riwayat penyakit dahulu
Pengkajian yang perlu ditanyakan mengenai penyakit yang pernah diderita
baik yang berhubungan dengan sistem persarafan maupun penyakit
sistemik lainnya.
4. Riwayat penyakit keluarga
Mengkaji adanya anggota keluarga yang pernah maupun sedang menderita
vertigo atau penyakit degeneratif lainnya.
5. Pengkajian psikososiospiritual
Pengkajian klien dengan gangguan sistem persarafan akibat vertigo perlu
memperhatikan lingkungan rumah, kerja atau yang lainnya. Ketegangan
yang bersumber dari lingkungan klien, adanya kontak dengan bahan toksik
tertentu, dan pemahaman akan kondisi psikososial klien perlu dikaji.
3.2 Pemeriksaan fisik
1. Keadaan umum
Mengkaji tingkat kesadaran klien. Klien dengan vertigo sering mengalami
penurunan kesadaran dan tampak lemas.
B1 (Breathing)
pada umumnya klien dengan vertigo akan mengalami sesak napas karena
terjadi penyumbatan trakeobrakial akibat secret, irama napas tidak teratur,
frekuensi pernapasan cepat dan dangkal.
B2 (Blood)
Adanya penurunan tekanan darah kecuali klien dengan peningkatan
tekanan intrakranial (PTIK) maka tekanan darah meningkat.

22
B3 (Brain)
Mengkaji tingkat kesadaran klien mengenai orang, waktu dan tempat,
perubahan tanda-tanda vital, dan kemampuan klien mengingat kejadian
sebelum dan sesudah sadar. Sering ditemukan pasien dengan vertigo
mengalami gangguan kesadaran seperti linglung dan tidak dapat
mempertahankan keseimbangan tubuh.
B4 (Bladder)
Pada klien dengan vertigo dapat mengalami gangguan eliminasi akibat
ketidakseimbangan cairan dan elektrolit.
B5 (Bowel)
Pada klien dengan vertigo akan mengalami gangguan pola makan yang
diakibatkan rasa nyeri kepala atau pusing yang dapat meningkatkan
peristaltik kerja lambung.
B6 (Bone)
Pada klien dengan vertigo ditemukan terjadinya gangguan fungsi motorik
yang dapat berakibat terjadinya mobilisasi, pusing atau kerusakan pada
motor neuron yang mengakibatkan perubahan pada kekuatan otot dan
gerak reflek.
3.3 Diagnosa keperawatan
1. Gangguan rasa nyaman: nyeri (akut/kronis) berhubungan dengan
peningkatan tekanan intrakranial, stress dan ketegangan, iritasi/tekanan
syaraf, vasopressor yang dipengaruhi oleh faktor (misal: perubahan posisi,
prubahan pola tidur, gelisah, dsb).
2. Koping individu tidak efektif berhubungan dengan stres yang meningkat,
relaksasi serta metode koping tidak adekuat.
3.4 Intervensi keperawatan
1. Diagnosa 1 : gangguan rasa nyaman: nyeri (akut/kronis)
berhubungan dengan peningkatan tekanan intrakranial, stress dan
ketegangan, iritasi/tekanan syaraf, vasopressor yang dipengaruhi oleh
faktor (misal: perubahan posisi, perubahan pola tidur, gelisah, dsb).
Tujuan : rasa nyeri hilang setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama 2 x 24 jam.
Kriteria hasil :
1. klien mengatakan nyeri berkurang
2. tanda-tanda vital dalam batas normal
3. klien tampak rileks
Intervensi
1. kaji keluhan nyeri (intensitas/skala, lokasi, dan waktu/lamanya)
2. pantau tanda-tanda vital
3. catat kemungkinan patofisiologi yang khas misalnya infeksi, trauma
servikal
4. berikan kompres dingin pada kepala

23
5. atur posisi klien senyaman mungkin
6. kolaborasi pemberian analgetik
Rasional
1. mengkaji karakteristik nyeri untuk menentukan terapi yang cocok
serta keefektifan dari terapi
2. memantau tanda-tanda vital untuk memudahkan tindakan keperawatan
3. pemahaman terhadap penyakit untuk membantu dan memilih tindakan
yang sesuai
4. memberikan kompres dingin pada kepala untuk meningkatkan rasa
nyaman dengan menurunkan vasodilatasi
5. posisi yang tepat untuk mengurangi nyeri serta penekanan dan
mencegah ketegangan otot
6. kolaborasi pemberian analgetik untuk mengurangi rasa nyeri dan
meningkatkan kenyamanan klien
2. Diagnosa 2:koping individu tidak efektif berhubungan dengan stres yang
meningkat, relaksasi serta metode koping tidak adekuat
Tujuan : koping individu menjadi lebih adekuat setelah
dilakukan tindakan keperawatan selama 2 x 24 jam
Kriteria hasil :
1. Klien akan mengidentifikasi perilaku koping yang tidak efektif
2. Klien akan mengungkapkan kesadaran tentang koping yang dimiliki
3. Klien menunjukkan perubahan pola hidup yang diperlukan atau pada
situasi yang tepat
Intervensi
1. Dekati klien dengan ramah dan penuh perhatian, ambil keuntungan
dari kegiatan yang dapat diajarkan
2. Sarankan klien untuk mengekspresikan perasaannya
3. Diskusikan tentang perilaku koping, seperti pemakaian alkohol,
merokok, pola makan, strategi relaksasi
4. Berikan informasi tentang penyebab sakit kepala, penenang dan hasil
yang diharapkan
Rasional
1. Membuat klien merasa lebih berarti dan dihargai, dan meningkatkan
kesempatan untuk belajar cara-cara baru dalam mengatasi keadaan
2. Klien akan merasa puas dan tenang setelah mengungkapkan
perasaannya
3. Tingkah laku maladaptif mungkin dilakukan klien untuk mngatasi
masalahnya
4. Agar klien mengetahui kondisinya dan memberikan semangat untuk
pulih

24
BAB IV
STUDI KASUS VERTIGO

4.1 Studi kasus


Ny. A (29 tahun) datang ke RSUA bersama suaminya. Ny. A mengeluh nyeri
kepala di seluruh bagian, mual, tidak nafsu makan, dan sulit tidur sejak 5 hari
yang lalu. Ny. A mengatakan bahwa sering nyeri kepala saat banyak
beraktivitas dan menunduk, dan merasa lebih baik setelah berbaring. Ny. A
juga mengatakan bahwa ibunya memiliki riwayat hipertensi dan telah
meninggal karena stroke. Suaminya menjelaskan bahwa satu minggu yang
lalu Ny. A sempat pingsan selama kurang dari 10 menit karena kelelahan.
Setelah dilakukan pemeriksaan menunjukkan TD=170/100 mmHg, nadi= 94
x/menit, pernapasan= 22 x/menit, suhu= 38°C (sadar penuh).

4.2 Pengkajian
1. Identitas
Nama : Ny. A
Umur : 29 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Ibu rumah tangga
Status : Menikah
Agama : Islam
Suku : Jawa
Alamat : Surabaya
Tanggal masuk : 09 April 2016
Tanggal pengkajian : 09 April 2016
Sumber informasi : Suami klien
PENANGGUNG
Nama penanggung jawab: Tn. B
Hubungan dengan klien : Suami
Pendidikan : Diploma
Pekerjaan : Pegawai Swasta

2. Status Kesehatan
1. Keluhan utama

25
Klien mengeluh nyeri pada abdomennya secara terus menerus, demam,
muntah-muntah, dan susah BAB
2. Riwayat kesehatan sekarang
P : Nyeri terjadi akibat adanya distensi abdomen dan lebih sering timbul
setelah muntah-muntah,
Q : Terus menerus dan seperti perut dipulas-pulas
R : Di perut bagian tengah
S : Skala Nyeri 3 ( 0-4)
T : Nyeri timbul secara mendadak dan terus menerus
3. Riwayat kesehatan masa lalu
Klien mempunyai riwayat penyakit tumor dan melakukan pembedahan
4. Riwayat kesehatan keluarga
Tidak ada
5. Pemeriksaan umum
a. Inspeksi: tanda khas adanya distensi abdominal
b. Auskultasi: didapatkan peningkatan bising usus sebagai usaha untuk
mengatasi obstruksi
c. Perkusi: timpani
d. Palpasi: teraba massa seperti pada tumor, invaginasi, hernia.
6. Pemeriksaan fisik
a. B1 (Breath) : Frekuensi pernafasan meningkat
b. B2 (Blood) : Takikardia, berkeringat, pucat
c. B3 (Brain) : Pusing, pening (gelisah)
d. B4 (Bladder) : Distensi abdomen, ketidakmampuan defekasi dan Flatus
e. B5 (Bowel) : Nyeri abdomen , muntah-muntah dan susah BAB
f. B6 (Bone) : Kelelahan dan kelemahan..

4.3 Pemeriksaan Fisik

a. Keadaan umum: lemah


Tingkat kesadaran: kompos mentis
GCS : verbal: 5, psikomotor: 6, mata: 4
b. Tanda-tanda vital
TD : 170/100 mmHg

26
Nadi : 94 x/menit
Pernapasan : 22 x/menit
Suhu : 38°C
c. Keadaan fisik (IPPA)
1. Kepala dan leher
Inspeksi : palpebra normal, konjungtiva tidak anemis, pupil isokor,
sclera tidak ikterik, reflek terhadap cahaya (+), tidak menggunakan alat
bantu penglihatan. Hidung lembab, bersih. Bibir sedikit kering, mukosa
mulut bersih, tidak ada sariawan dan gigi berlubang. Telinga bersih.
Palpasi : Tidak ada pembesaran kelenjar limfe, tidak ada nyeri tekan
pada leher.
2. Dada
Inspeksi : gerak dada simetris
Palpasi : bentuk simetris, benjolan (-), nyeri tekan (-)
Perkusi : suara sonor, kanan kiri sama
Auskultasi : paru-paru: suara nafas vesikuler ; jantung: tidak ada bunyi
tambahan.
3. Payudara dan ketiak
Bentuk simetris, jejas (-), massa/benjolan (-).
4. Abdomen
Inspeksi : warna sawo matang, tidak ada jaringan parut
Palpasi : tidak ada nyeri tekan
Perkusi : thympani
Auskultasi : 28 x/menit
5. Genetalia
Bentuk normal, jejas (-)
6. Ekstremitas
a. Atas
ROM bebas/normal, krepitasi (-), sianosis (-), akral hangat
b. Bawah
ROM bebas/normal, krepitasi (-), sianosis (-), akral hangat
7. Pemeriksaan neurologis
a. Status mental dan emosi
Klien cukup tenang walaupun merasa sakit
b. Pengkajian saraf kranial

27
Pemeriksaan saraf kranial I s/d XII masih dalam batas normal
c. Pemeriksaan reflek
Reflek fisiologis (+), reflek patologis (-).

4.4 Pemeriksaan Diagnostik

a. Pemeriksaan laboratorium
Hasil lab darah lengkap tanggal 09 April 2016:
WBC : 12,2 g/dL
Hb : 12,8 g/dL
Hct: 38,2 %
Plt : 226
b. Pemeriksaan radiologi
Ro Thorax : tidak ada bercak-bercak, tidak ada fraktur
Paranasal EKG : tidak ada kelainan jantung.
4.5 Analisa Data
Masalah
No Analisa Data Etiologi
Keperawatan
1 DS: gg. di SST/SSP Resiko cedera
Klien mengatakan sering nyeri spasme saraf
kepala saat beraktivitas dan
menunduk nyeri, sakit kepala

disorientasi
DO:
kesadaran
TD = 170/100 mmHg
menurun
N = 94 x/menit
RR = 22 x/menit resiko cedera

S = 38°C
2 DS: Proses pengolahan Intoleransi
Klien mengeluh sering nyeri informasi aktivitas
kepala saat banyak beraktivitas terganggu
dan menunduk, dan merasa
lebih baik Transmisi persepsi
ke reseptor
proprioception
DO: terganggu
TD = 170/100 mmHg

28
N = 94 x/menit Kegagalan
RR = 22 x/menit koordinasi otot
S = 38°C
Kerja otot
terganggu

Intoleransi
aktivitas
3 DS: pusing, sakit Gangguan pola
Pasien mengeluh sulit tidur kepala tidur
sejak 5 hari yang lalu
ansietas
DO:
TD = 170/100 mmHg gg. pola tidur
N = 94 x/menit
RR = 22 x/menit
S = 38°C

4.6 Diagnosa Keperawatan


1. Resiko cedera b.d. perubahan mobilitas akibat nyeri kepala (00035)
Domain 11. Safety/protection
Class 2. Physical injury
2. Intoleransi aktivitas b.d. imobilitas dan tirah baring (00092)
Domain 4. Activity/rest
Class 4. Cardiovascular/pulmonary responses
3. Gangguan pola tidur b.d. ketidaknyamanan fisiologis; nyeri kepala (00096)
Domain 4. Activity/rest
Class 1. Sleep/rest

4.7 Intervensi Keperawatan


1. Diagnosa 1
Resiko cedera b.d. perubahan mobilitas akibat nyeri kepala (00035)
NOC NIC
Risk control (6480)
Kriteria hasil (1913): 1. Sediakan lingkungan yang aman

29
1. Klien terbebas dari cedera untuk klien
2. Klien mampu menjelaskan 2. Identifikasi kebutuhan keamanan
cara/metode untuk mencegah klien, sesuai dengan kondisi fisik
cedera dan fungsi kognitif klien dan
3. Klien mampu menjelaskan faktor riwayat terdahulu klien
resiko dari lingkungan/perilaku 3. Menyediakan tempat tidur yang
personal nyaman dan bersih
4. Mampu memodifikasi gaya hidup 4. Mengontrol lingkungan dari
untuk mencegah cedera kebisingan
5. Menggunakan fasilitas kesehatan 5. Meminahkan barang-barang
yang ada yang dapat membahayakan
6. Mampu mengenali perubahan 6. Menganjurkan keluarga untuk
status kesehatan menemani klien
7. Memberikan penjelasan pada
klien dan keluarga adanya
perubahan status kesehatan dan
penyebab penyakit

2. Diagnosa 2
Domain 4. Activity/rest
Class 4. Cardiovascular/pulmonary responses
Intoleransi aktivitas b.d. imobilitas dan tirah baring (00092)
NOC NIC
Activity tolerance, endurance, (4310)
psychomotor energy 1. Kaji tingkat kemampuan pasien
Kriteria hasil (0005): untuk beraktivitas
1. Berpartisipasi dalam aktivitas 2. Kaji respon emosi, sosial dan
fisik tanpa disertai peningkatan spiritual terhadap aktivitas
tekanan darah, nadi dan RR 3. Evaluasi motivasi dan keinginan
2. Mampu melakukan aktivitas klien untuk meningkatkan
sehari-hari (ADL) aktivitas
3. Mampu menyadari keterbatasan 4. Tentukan penyebab keletihan
energi 5. Pantau respon nutrisi untuk
4. Mampu menyeimbangkan memastikan sumber-sumber
aktivitas dan istirahat energi yang adekuat
5. Mampu mengatur jadwal 6. Pantau dan dokumentasikan pola
aktivitas untuk menghemat tidur klien dan lama waktu tidur

30
energi 7. Penggunaaan teknik napas
terkontrol selama beraktivitas,
jika perlu
8. Pentingnya nutrisi yang baik
9. Penggunaan teknik relaksasi
selama aktivitas
10. Tindakan untuk menghemat
energi
11. Ajarkan tentang pengaturan
aktivitas dan teknik manajemen
waktu untuk mencegah kelelahan

3. Diagnosa 3
Domain 4. Activity/rest
Class 1. Sleep/rest
Gangguan pola tidur b.d. ketidaknyamanan fisiologis; nyeri kepala (00096)
NOC NIC
Anxiety level, pain level (1850)
Kriteria hasil (0004): 1. Tentukan pola tidur dan aktivitas
1. Jumlah jam tidur dalam batas klien
normal 2. Jelaskan pentingnya tidur yang
2. Pola dan kualitas tidur dalam adekuat
batas normal 3. Pastikan efek dari pengobatan
3. Tidak mengalami kesulitan tidur terhadap pola tidur
4. Tidak lagi merasakan nyeri 4. Monitor riwayat pola tidur dan
jumlah jam tidur klien
5. Monitor pola tidur dan catatan
fisiologis (nyeri)
6. Instruksikan klien untuk
memperhatikan pola tidur
7. Ciptakan lingkungan yang nyaman
(cahaya, kebisingan, temperatur,
tempat tidur)
8. Bantu klien untuk manajemen
waktu tidur
9. Atur jadwal administrasi
pengobatan untuk mengatur pola

31
tidur klien
10. Instruksikan klien tentang
faktor yang berpengaruh terhadap
pola tidur
11. Diskusikan dengan klien dan
keluarga tentang teknik
meningkatkan waktu tidur
12. Kolaborasi pemberian obat

32
BAB V

PENDAHULUAN MENIERE DISEASE


5.1 Latar Belakang
Penyakit Meniere pertama kali dijelaskan oleh seorang ahli dari Perancis
bernama Prospere Meniere dalam sebuah artikel yang diterbitkannya pada
tahun 1861. Definisi penyakit Meniere adalah suatu penyakit pada telinga
bagian dalam yang bisa mempengaruhi pendengaran dan keseimbangan.
Penyakit ini ditandai dengan keluhan berulang berupa vertigo, tinnitus, dan
pendengaran yang berkurang, biasanya pada satu telinga. Penyakit ini
disebabkan oleh peningkatan volume dan tekanan dariendolimph pada telinga
dalam.
Penyakit Meniere adalah penyakit telinga batin yang mempengaruhi
tekanan fluida endolymphatic dalam bagian-bagian yang lebih dalam telinga
yang bertanggung jawab untuk keseimbangan dan mendengar fungsi. Gejala
biasanya mempengaruhi fungsi-fungsi ini dan mungkin berbeda dari orang ke
orang. (Ananya Mandal : 2013)

Dari penelitian yang dilakukan didapat data sekitar 200 kasus dari
100.000 orang di dunia menderita penyakit Meniere. Kebanyakan penderita
adalah yang berumur 40 tahun keatas dan tidak ada perbedaan yang berarti
antara antara jumlah penderita pria dan wanita. Prevalensi penyakit Meniere
di beberapa negara berbeda-beda, di Amerika terdapat 218 penderita dari
100.000 penduduk, di Jepang terdapat 36 penderita dari 100.000 penduduk,
dan 8 penderita dari 100.000 penduduk terdapat di Italia. Kelompok kami
akan berusaha menjelaskan tentang sindrom meniere beserta asuhan
keperawatan yang diharapkan dapat berguna untuk mahasiswa dan
masyarakat pada umumnya (Nuzulul Z. H., 2011).
5.2 Rumusan Masalah
1. Apa definisi dari Meniere Disease?
2. Bagaimana epidemologi dari Meniere Disease?
3. Bagaimana etiologi dari Meniere Disease?
4. Bagimana patofisiologi dari Meniere Disease?
5. Apa manifestasi klinis dari Meniere Disease?

33
6. Apa tes diagnostik dari Meniere Disease?
7. Bagaimana penatalaksanaan dari Meniere Disease?
5.3 Tujuan
5.3.1 Tujuan Umum
Menjelaskan bagaimana asuhan keperawatan yang harus diberikan kepada
klien dengan Meniere Disease.
5.3.2 Tujuan Khusus
1. Mahasiswa mampu memahami definisi dari Meniere Disease
2. Mahasiswa mampu memahami etiologi dari Meniere Disease
3. Mahasiswa mampu memahami Manifestasi klinis dari Meniere Disease
4. Mahasiswa mampu memahami penatalaksanaan dari Meniere Disease
5. Mahasiswa mampu memahami patofisiologi dari Meniere Disease
6. Mahasiswa mampu memahami asuhan keperawatan dari Meniere
Disease
5.4 Manfaat
Dengan adanya makalah ini, diharapkan mahasiswa mampu memahami
asuhan keperawatan pada klien dengan Meniere Disease, serta mampu
mengimplementasikannya dalam proses keperawatan.

34
BAB VI
TINJAUAN PUSTAKA MENIERE DISEASE

6.1 Definisi Meniere Disease

Penyakit Meniere (hidrops endolimfatik) ditandai dengan gejala yang


disebabkan oleh penyakit telinga bagian dalam, termasuk vertigo episodik,
tinnitus, berfluktuasi gangguan pendengaran sensorineural, dan kepenuhan
aural. Penyakit ini menyebabkan kecacatan yang signifikan bagi pasien karena
tiba-tiba, serangan vertigo yang parah dengan mual, muntah, berkeringat, dan
pucat. Gejala biasanya dimulai antara 30 dan 60 tahun (Sharon L. Lewis : Vol.
1 : 2011).
Penyakit Meniere adalah masalah telinga bagian dalam yang berasal dari
disfungsi labirin, penyebab yang belum jelas didirikan. Banyak teori telah
dikemukakan, seperti pengaruh normal hormonal dan neurokimia pada aliran
darah ke labirin, gangguan elektrolit dalam cairan labirin, reaksi alergi, atau
gangguan autoimun. Beberapa atribut kerugian yang mikrovaskulatur dari
telinga bagian dalam metabolisme abnormal (glukosa, insulin, trigliserida, dan
kolesterol) dalam aliran darah (Suzanne C. Smeltzer , Brenda G. Bare : 7th ed
: 1992)
Penyakit meniere adalah gangguan kronis saluran semisirkular dan labirin
telinga dalam, tampak berhubungan dengan over produksi endolimfe di telinga
dalam ( Elizabeth J Corwin : 2009 ).
Penyakit Maniere adalah suatu kelainan labirin yang etiologinya belum
diketahui dan mempunyai trias gejala yang khas, yaitu gangguan pendengaran,
tinnitus dan serangan vertigo (Mansjoer, Arif dkk : 2000).
Penyakit Meniere adalah penyakit telinga batin yang mempengaruhi
tekanan fluida endolymphatic dalam bagian-bagian yang lebih dalam telinga
yang bertanggung jawab untuk keseimbangan dan mendengar fungsi. Gejala
biasanya mempengaruhi fungsi-fungsi ini dan mungkin berbeda dari orang ke
orang. (Ananya Mandal : 2013)

35
6.2 Epidemiologi Meniere Disease

Dari penelitian yang dilakukan didapat data sekitar 200 kasus dari 100.000
orang di dunia menderita penyakit Meniere. Kebanyakan penderita adalah
yang berumur 40 tahun keatas dan tidak ada perbedaan yang berarti antara
antara jumlah penderita pria dan wanita. Prevalensi penyakit Meniere di
beberapa negara berbeda-beda, di Amerika terdapat 218 penderita dari
100.000 penduduk, di Jepang terdapat 36 penderita dari 100.000 penduduk,
dan 8 penderita dari 100.000 penduduk terdapat di Italia (Hain TC : 2008).

6.3 Etiologi Meniere Disease

Penyebab pasti dari penyakit Meniere sampai sekarang belum diketahui


secara pasti, banyak ahli mempunyai pendapat yang berbeda. Sampai saat ini
dianggap penyebab dari penyakit ini disebabkan karena adanya gangguan
dalam fisiologi sistem endolimfe yang dikenal dengan hidrops endolimfe,
yaitu suatu keadaan dimana jumlah cairan endolimfe mendadak meningkat
sehingga mengakibakan dilatasi dari skala media. Tetapi, penyebab hidrops
endolimfe sampai saat ini belum dapat dipastikan. Ada beberapa anggapan
mengenai penyebab terjadinya hidrops, antara lain (Nuzulul Z. H : 2011) :
1. Meningkatnya tekanan hidrostatik pada ujung arteri
2. Berkurangnya tekanan osmotik di dalam kapiler
3. Meningkatnya tekanan osmotik ruang ekstrakapiler

36
4. Jalan keluar sakus endolimfatikus tersumbat, sehingga terjadi
penimbunan endolimfa
5. Infeksi telinga tengah
6. Infeksi traktus respiratorius bagian atas
7. Trauma kepala
8. Konsumsi kafein dan makanan yang mengandung garam tinggi
9. Konsumsi aspirin, alkohol, dan rokok yang berkepanjangan
10. Infeksi virus golongan herpesviridae
11. Herediter

Etiologi yang tepat tidak diketahui, tetapi diduga berasal dari


hipersekresi, hyperabsorption, defisit permeabilitas membran, alergi, infeksi
virus, ketidakseimbangan hormon, atau stres mental. Penyakit ini biasanya
berkembang antara usia 40 dan 60. Gejala berkisar dari samar (tidak jelas)
sampai parah dan melemahkan (Linda S. Williams, Paula D. Hopper : 4th ed :
2011).

Berikut akan dijelaskan mengenai penyebab yang dianggap dapat


mencetuskan
penyakit Meniere:
1. Virus Herpes (HSV)
Herpes virus banyak ditemukan pada pasien Meniere. Pernah ada laporan
bahwa 12 dari 16 pasien Meniere terdapat DNA virus herpes simpleks
pada sakus endolimfatikusnya. Selain itu pernah dilaporkan juga pada
pasien Meniere yang diberi terapi antivirus terdapat perbaikan. Tetapi
anggapan ini belum dapat dibuktikan seluruhnya karena masih perlu
penelitian yang lebih lanjut.
2. Herediter
Pada penelitian didapatkan 1 dari 3 orang pasien mempunyai orang tua
yang menderita penyakit Meniere juga. Predisposisi herediter dianggap
mempunyai hubungan dengan kelainan anatomis saluran endolimfatikus
atau kelainan dalam sistem imunnya.

37
3. Alergi
Pada pasien Meniere didapatkan bahwa 30% diantaranya mempunyai
alergi terhadap makanan. Hubungan antara alergi dengan panyakit
Meniere adalah sebagai berikut : Sakus endolimfatikus mungkin menjadi
organ target dari mediator yang dilepaskan pada saat tubuh mengadakan
reaksi terhadap makanan tertentu. Kompleks antigen-antibodi mungkin
menggangu dari kemampuan filtrasi dari sakus endolimfatikus. Ada
hubungan antara alergi dan infeksi virus yang menyebabkan hidrops dari
sakus endolimfatikus
4. Trauma kepala
Jaringan parut akibat trauma pada telinga dalam dianggap dapat
menggangu aliran hidrodinamik dari endolimfatikus. Anggapan ini
diperkuat dengan adanya pasien Meniere yang mempunyai riwayat fraktur
tulang temporal.
5. Autoimun
Ada pula anggapan dari ahli yang menyatakan bahwa hidrops endolimfe
bukan merupakan penyebab dari penyakit Meniere. Ini dikatakan oleh
Honrubia pada tahun 1999 dan Rauch pada tahun 2001 bahwa pada
penelitian otopsi ditemukan hidrops endolimfe pada 6% dari orang yang
tidak menderita penyakit Meniere. Penelitian yang banyak dilakukan
sekarang difokuskan pada fungsi imunologik pada sakus endolimfatikus.
Beberapa ahli berpendapat penyakit Meniere diakibatkan oleh gangguan
autoimun. Brenner yang melakukan penelitian pada tahun 2004
mengatakan bahwa pada sekitar 25 % penderita penyakit Meniere
didapatkan juga penyakit autoimun terhadap tiroid. Selain itu Ruckenstein
pada tahun 2002 juga mendapatkan pada sekitar 40 % pasien penderita
penyakit Meniere didapatkan hasil yang positif pada pemeriksaan
autoimun darah seperti Rheumatoid factor, Antibodi antiphospholipid dan
Anti Sjoegren. (Nuzulul Z. H : 2011)

6.4 Patofisiologi Meniere Disease

Penyakit Meniere memiliki tiga fitur; tinnitus, satu sisi kehilangan


pendengaran sensorineural, dan vertigo, terjadi serangan yang dapat

38
berlangsung selama beberapa hari. Pasien hampir benar-benar lumpuh selama
serangan, dan pemulihan penuh sering membutuhkan waktu beberapa hari.
Patologi penyakit Meniere adalah kelebihan cairan endolimfatik yang
mendistorsi seluruh sistem dalam-kanal, dan merangsang tinnitus. Pada
awalnya, gangguan pendengaran adalah reversibel, tetapi berulang kerusakan
koklea dari peningkatan tekanan fluida menyebabkan gangguan pendengaran
permanen.
Penyebab pasti dari penyakit Meniere di diketahui, tetapi sering terjadi
dengan infeksi, reaksi alergi, dan ketidakseimbangan cairan. stres jangka
panjang juga mungkin memiliki peran dalam penyakit (Donna D. Ignatavicius,
M. Linda Workman : 6th ed : 2010).

6.5 Manifestasi Klinis Meniere Disease

Penyakit Meniere paling sering ditandai oleh adanya tiga serangkai gejala:
1. Vertigo berputar paroksismal dengan mual dan muntah
2. Tinnitus, dan
3. Gangguan pendengaran neurosensorik.
4. Beberapa menambahkan manifestasi keempat, rasa tekanan di telinga.
Pada awal kondisi mungkin hanya satu atau dua dari gejala-gejala ini
diwujudkan; Namun, penyakit ini tidak didiagnosis sebagai sindrom Meniere
sampai ketiga tanda-tanda tersebut muncul.
Vertigo, gejala yang luar biasa dari penyakit Meniere, terjadi sebagai
serangan tiba-tiba, muncul pada interval yang tidak teratur dan mungkin
bertahan selama beberapa jam. Dalam awal kondisi ini, beberapa minggu atau
bulan melewati antara serangan, tapi secara bertahap berkurang sehingga
mereka mungkin dialami setiap 2 atau 3 hari. Serangan dapat berlangsung
beberapa jam, dengan gejala sisa yang tersisa untuk hari. Biasanya, hanya
satu telinga yang terlibat, meskipun keterlibatan bilateral telah dilaporkan.
Nistagmus dan ataksia juga dapat terlihat.
Tinnitus bersifat rendah, berfluktuasi, suara berdengung di telinga. Hal
ini sering lebih keras sebelum dan selama serangan.
Kehilangan sensorineural berlaku untuk nada rendah dan biasanya
terjadi secara sepihak. Hal ini menjadi semakin buruk dan dapat

39
menyebabkan kerusakan koklea parah jika tidak diobati (Suzanne C. Smeltzer
, Brenda G. Bare : 7th ed : 1992).
Ada 3 tingkat derajat keparahan penyakit Meniere (Nuzulul Z.H : 2011)

1. Derajat I, gejala awal berupa vertigo yang disertai mual dan muntah.
Gangguan vagal seperti pucat dan berkeringat dapat terjadi. Sebelum
gejala vertigo menyerang, pasien dapat merasakan sensasi di telinga yang
berlangsung selama 20 menit hingga beberapa jam. Diantara serangan,
pasien sama sekali normal.
2. Derajat II, gangguan pendengaran semakin menjadi-jadi dan berfluktuasi.
Muncul gejala tuli sensorineural terhadap frekuensi rendah.
3. Derajat III, gangguan pendengaran tidak lagi berfluktuasi namun progresif
memburuk. Kali ini mengenai kedua telinga sehingga pasien seolah
mengalami tuli total. Vertigo mulai berkurang atau menghilang.

6.6 Pemeriksaan Diagnostik Meniere Disease


1. Audiogram : Pendengaran yang disebabkan oleh penyakit yang diuji
menggunakan tes Audiometri. Audiometri tes dilakukan dengan mesin
yang memproduksi suara volume yang berbeda dan lapangan. Pasien akan
diminta untuk mendengarkan suara melalui headphone dan sinyal ketika
mereka mendengar suara dengan menekan tombol atau mengangkat tangan
mereka.
Pada tahap awal penyakit Ménière biasanya ada tidak ada hilangnya
pendengaran. Sebagai penyakit berkembang sana mungkin peningkatan
dan lebih ireversibel hilangnya pendengaran tuli sensorineural,terutama
nada rendah dan selanjutnya dapat ditemukan rekrutinen ( April Cashin-
Garbutt, BA Hons (Cantab), 2012).
2. Elektrokokleografi : Electrocochleography dilakukan untuk mengukur
kekuatan listrik yang dihasilkan di koklea telinga dalam dan saraf dalam
menanggapi rangsangan oleh suara. Ini juga mendeteksi yang tepat
penyebab dari gangguan pendengaran. Menunjukkan abnormalitas pada
60% pasien yang menderita penyakit meniere ( April Cashin-Garbutt, BA
Hons (Cantab), 2012).

40
3. Elektronistagmogram : Video nystagmography atau
electronystagmographic dilakukan untuk memeriksa dendeng gerakan
mata atau nistagmus yang berhubungan dengan penyakit Ménière.
Tes lain adalah batang otak auditori evoked potensi tes untuk memeriksa
kegiatan listrik di bagian bawah otak yang mengatur postur dan
keseimbangan. Komputerisasi dinamis Posturography juga dapat
dilakukan untuk mengevaluasi keseimbangan sistem. Hasilnya bisa normal
atau menunjukkan penurunan respons vestibuler ( April Cashin-Garbutt,
BA Hons (Cantab), 2012).
4. CT scan atau MRI kepala : MRI scan otak dianjurkan untuk memeriksa
tumor dan penyakit lain yang meniru kondisi ini. Sinar x tulang rahang
dan sinus juga dianjurkan untuk mendeteksi pertumbuhan atau tumor yang
dapat menyebabkan gejala ( April Cashin-Garbutt, BA Hons (Cantab),
2012).
5. Elektroensefalografi : Electrocochleography dilakukan untuk mengukur
kekuatan listrik yang dihasilkan di koklea telinga dalam dan saraf dalam
menanggapi rangsangan oleh suara. Ini juga mendeteksi yang tepat
penyebab dari gangguan pendengaran ( April Cashin-Garbutt, BA Hons
(Cantab), 2012).
6.7 Penatalaksanaan Meniere Disease
6.7.1 Non-Pembedahan
Ajarkan pasien untuk memindahkan kepala perlahan untuk mencegah
memburuknya vertigo. Nutrisi dan perubahan gaya hidup dapat mengurangi
jumlah cairan endolimfatik. Menyarankan pasien untuk berhenti merokok
karena pembuluh darah konstriksi mempengaruhi.
Terapi nutrisi dengan diet hidrops bertujuan untuk menstabilkan kadar
cairan tubuh untuk mencegah akumulasi endolymph berlebih. Struktur dasar
dari diet melibatkan:
1. Mendistribusikan makanan dan asupan cairan merata sepanjang hari dan
dari hari ke hari.
2. Menghindari makanan atau cairan yang memiliki kandungan garam yang
tinggi.

41
3. Minum dalam jumlah yang cukup cairan (rendah gula) setiap hari.
4. Membatasi asupan alkohol untuk satu gelas bir atau anggur setiap hari.
5. Menghindari makanan yang mengandung monosodium glutamat (MSG).

Berkoordinasi dengan ahli gizi untuk informasi lebih lanjut tentang terapi
nutrisi hidrops untuk mengontrol manifestasi Meniere.
Terapi obat bertujuan untuk mengontrol vertigo dan muntah dan
mengembalikan keseimbangan normal. Diuretik ringan diresepkan untuk
mengurangi volume endolymph. Namun, tidak ada cukup bukti dari efek
diuretik pada vertigo, gangguan pendengaran, tinnitus, atau kepenuhan aural
pada penyakit yang jelas Meniere (Thirlwall & Kundu: 2006). Asam nikotinat
telah ditemukan untuk menjadi berguna karena efek vasodilator nya.
Antihistamin seperti diphenhydramine hydrochloride (Benadryl, Allerdryl)
dan dimenhidrinat (Dramamine, Gravol) membantu mengurangi keparahan
atau menghentikan serangan akut. Antiemetik seperti klorpromazin
hidroklorida (Thorazine, Novo-Klorpromazin), droperidol (Inapsine), dan
trimethobenzamide hidroklorida (Arrestin, Tigan) membantu mengontrol
mual dan muntah. Diazepam (Valium, Apo-Diazepam) menenangkan pasien;
mengontrol vertigo, mual, dan muntah, dan memungkinkan pasien untuk
beristirahat quitely selama serangan. Terapi Intratympanic dengan gentamisin
dan steroid adalah metode lain untuk mengendalikan manifestasi. Namun,
beberapa atau semua yang menerima gentamisin mengalami hilang
pendengaran pada telinga.

Pengobatan non bedah lain adalah perangkat meniett. Perangkat ini


berlaku micropulses tekanan rendah pada telinga bagian dalam selama 5
menit tiga kali sehari. Tindakan ini diyakini untuk menggantikan cairan dari
telinga bagian dalam dan dengan demikian mengurangi manifestasi.
Penempatan tabung tympanostomy di gendang telinga dari telinga yang
terkena diperlukan untuk menggunakan terapi ini. keberhasilan jangka
panjang mengendalikan vertigo adalah lebih dari 80% (Gates et al., 2006).
Meskipun gangguan pendengaran tidak diperbaiki, Meniett merancang
penggunaan tidak mempengaruhi keseimbangan, seperti kebanyakan bentuk
terapi bedah untuk penyakit Meniere.

42
6.7.2 Pembedahan

Bedah pengobatan penyakit Meniere adalah pilihan terakhir karena


pendengaran di telinga yang terkena sering hilang dari prosedur. Ketika terapi
medis di tingkat pendengaran pasien tidak efektif dan telah menurun secara
signifikan, operasi dilakukan. Pilihan prosedur bedah tergantung pada derajat
pendengaran yang berguna, tingkat keparahan dari mantra, dan kondisi
telinga yang berlawanan. Prosedur yang paling radikal melibatkan reseksi
saraf vestibular atau total penghapusan labirin (labyrinthectomy), dilakukan
melalui saluran telinga. Pelat kaki stapes dipindahkan ke samping, dan labirin
tersebut diangkat melalui jendela oval.

Gambar 1 : Dekompresi Kantung Endolimfatik


Sumber : Ngoerah, I Gst. Ng. Gd. Dasar – dasar Ilmu Penyakit Saraf . Surabaya: Universitas
Airlangga. 1991. Hlm. 205-210

Prosedur lain yang dilakukan di awal perjalanan penyakit ini


dekompresi endolimfatik dengan drainase dan shunt. Efektivitas prosedur ini
untuk mengontrol manifestasi penyakit bervariasi. Kantung endolimfatik
dikeringkan, dan tabung kecil dimasukkan untuk meningkatkan drainase
cairan. Beberapa pasien melaporkan bantuan dari vertigo dengan retensi
pendengaran mereka. Jika dekompresi endolimfatik telah dilakukan,
pergerakan struktur vestibular dari telinga bagian dalam menyebabkan vertigo
awal setelah operasi. Yakinkan pasien bahwa vertigo adalah sementara

43
sebagai akibat dari prosedur bedah, bukan penyakit (Donna D. Ignatavicius,
M. Linda Workman : 6th ed : 2010).

44
6.8 WOC Meniere Disease

45
BAB VII

ASUHAN KEPERAWATAN UMUM MENIERE DISEASE


7.1 Pengkajian
1. Identitas Klien
Pengkajian meliputi nama, jenis kelamin (lebih banyak menyerang laki –
laki daripada wanita), usia (biasanya terjadi pada usia 40 tahun keatas),
pekerjaan, alamat, agama, suku, pemdidikan.
2. Keluhan Utama
Biasanya klien mengeluh vertigo, tinitus, dan penurunan pendengaran
3. Riwayat Kesehatan
a) Riwayat penyakit saat ini
Tanyakan pada klien tentang manifestasi di sekitar kepala dan telinga.
b) Riwayat penyakit dahulu
Tanyakan kepada klien sejak kapan klien menderita penyakit.
c) Riwayat kesehatan keluarga
Apakah ada anggota keluarga yang pernah mengalami penyakit sama
seperti klien

7.2 Pemeriksaan Fisik

1) Kepala
Inspeksi : Bentuk, kesimetrisan, warna rambut, ukuran kepala, kulit
kepala apakah ada lesi atau tidak.
Palpasi : ada atau tidaknya nyeri tekan pada kepala
2) Kulit mulut kuku
Inspeksi : warna kulit, adanya lesi pada kulit
Palpasi : kelembaban, tekstur kulit
3) Mata
Bentuk bola mata, konjungtiva, palpebra,ukuran untuk reaksi pupil.
4) Telinga
Inspeksi : lubang telinga bersih / tidak, adanya lesi atau tidak
Palpasi : cartilago elastis
5) Hidung

46
Inspeksi : bentuk hidung, adanya cuping hidung, bagian dalam hidung,
ada atau tidaknya perdarahan
Palpasi : septum ada masa,tidak ada kelainan.
6) Mulut
Inspeksi : bentuk bibir, warna, kelembaban, jumlah dan kebersihan
gigi.
Palpasi : ada atau tidaknya nyeri kulit disekitar mulut
7) Leher
Inspeksi : Bentuk leher, ada / tidak ada pembengkakan, gerakan leher.
Palpasi : ada atau tidaknya pembesaran organ
8) Dada
Inspeksi : bentuk dada, kesimetrisan.
Palpasi : ada/tidaknya nyeri tekan dan massa
Perkusi : sonor
Auskultasi : vasikuler
9) Abdomen
Inspeksi : bentuk permukaan abdomen, kesimetrisan,retraksi
abdomen, ada atau tidaknya penonjolan.
Auskutasi : Bising usus
Palpasi : Ada tidaknya distensi abdomen
Perkusi : Timpani
10) Muskuloskeletal
5 5

5 5

11) Neurologi
Kesadaran, gerakan, sensasi, integrasi
12) Ekstremitas
Atas : terkoordinasi dengan baik
Bawah : terkoordinasi dengan baik

Review Of System
1) B1 Breathing

47
Bentuk dada simetris, pola nafas regular, suara nafas, tidak ada alat
bantu pernapasan.
2) B2 Blood
Irama jantung reguler, akral normal, tekanan darah hipotensi.
3) B3 Brain
Tinitus, penurunan pendengaran, vertigo
4) B4 Bladder
Normal
5) B5 Bowel
Asupan nutrisi terganggu akibat mual, muntah, dan anoreksia
6) B6 Bone
Turgor kulit menurun, mobiltas fisik (lemah, malaise)

7.3 Pemeriksaan Diagnostik

1. Pneumo-ostoskopi (untuk melihat ada tidaknya nystagmus)


Romberg test
Fukuda marching step test
Diix-Hallpike test atau tes kalori bitermal
2. Audiogram
3. Tes Gliserin
Pasien diberi minum gliserin 1,2 ml/ kg BB setelah diperiksa kalori dan
audiogram. Setelah 2 jam diperiksa kembali dan dibandingkan. Perbedaan
bermakna menunjukkan adanya hidrops endolimfatikus.
4. Transtimpanic Elektrokokleografi
Dapat menunjukkan abnormalitas pada 60% pasien yang menderita
penyakit meniere.
5. Politom Elektronstagmogram
Bisa normal atau menunjukkan penurunan respons vestibuler.
6. CT Scan atau MRI kepala
7. Elektroensefalografi
8. Stimulasi kalorik
9. Videonistagmography

48
7.4 Diagnosa Keperawatan
1 Gangguan pola tidur (000198) berhubungan dengan vertigo
Domain 4 Aktivitas/Istirahat
Class 1 Tidur/Istirahat
2 Resiko cidera (00035) berhubungan dengan vertigo
Domain 11 Keselamatan/Proteksi
Class 2 Cidera Fisik
3 Ansietas (00146) berhubungan dengan penurunan status kesehatan dan
kehilangan pendengaran
Domain 9 Koping/Toleransi Stres
Class 2 Respon Koping
7.5 Intervensi Keperawatan
1. Gangguan pola tidur (000198) berhubungan dengan vertigo
NOC NIC

Setelah dilakukan tindakan Sleep Enhancement (1850)


asuhan keperawatan selama 1x24
1) Tentukan tidur pasien/pola
jam, klien dapat tidur dengan
aktivitas
pola tidur yang optimal.
2) Monitor/pantau pola tidur
Sleep (0004) pasien dan lama waktu tidur
a) Jam tidur (000401) 3) Instruksikan pasien bagaimana
b) Pola tidur (000403) untuk melakukan autogenik
c) Kualitas tidur (000404) relaksasi otot atau bentuk
d) Nyeri (000425) nonfarmakologi lainnya dari
e) Kesulitan tidur (000421) bujukan tidur
4) Sesuaikan lingkungan (cahaya,
suara berisik, temperatur, alas
tidur dan tempat tidur) untuk
meningkatkan tidur
5) Mendorong penggunaan obat
tidur yang tidak mengandung
penekanan tidur REM

49
6) Menyesuaikan jadwal
pemberian obat untuk
mendukung pasien
tidur/bangun
7) Monitor pola tidur pasien, dan
catat physical (mis. Apnea saat
tidur, obstruksi jalan nafas,
nyeri/ketidaknyamanan,
frekuensi urin) dan psikologi
(mis. Ketakutan atau
kecemasan) keadaan yang
dapat mengganggu tidur
8) Diskusikan dengan pasien dan
keluarga teknik untuk
meningkatkan tidur

2. Resiko cidera (00035) berhubungan dengan vertigo


NOC NIC

Setelah dilakukan tindakan asuhan Neurologic monitoring (2620)


keperawatan selama 1x24 jam, klien
1) Monitor tingkat kesadaran
dapat terhindar dari resiko cidera
2) Memantau level orientasi
akibat vertigo.
3) Monitor otot, pergerakan
Falls Occurrence (1912) motorik, gaya berjalan dan
a) Jatuh saat berjalan (191202) proprioception
b) Jatuh ketika berpindah 4) Pantau adanya tremor
(191205) 5) Catat keluhan kepala
6) Hindari keadaan yang
Balance (0202) menyebabkan peningkatan
a) Mempertahankan tekanan intrakranial
keseimbangan saat berdiri Fall prevention (6490)
(020201)

50
b) Mempertahankan 1) Identifikasi defisit kognitif
keseimbangan saat berjalan atau fisik pasien yang
(020203) mungkin terjadi
2) Identifikasi perilaku dan
faktor – faktor yang
mempengaruhi resiko jatuh
3) Memantau gaya berjalan,
keseimbangan dan level
kelelahan dengan ambulasi
4) Dorong pasien untuk
menggunakan tongkat atau
walker yang sesuai
5) Edukasi keluarga tentang
faktor resiko yang
berkontribusi terhadap jatuh
dan cara untuk mengurangi
resiko
6) Kolaborasi dengan tim
kesehatan lain untuk
meminimalkan efek
samping dari pengobatan
yang berkontribusi terhadap
jatuh (mis. Hipotensi
ortostatik dan unsteady gait)
7) Latih pasien untuk
beradaptasi terhadap
modifikasi gaya jalan yang
disarankan

3. Ansietas (00146) berhubungan dengan penurunan status kesehatan dan


kehilangan pendengaran

51
NOC NIC

Setelah dilakukan tindakan asuhan Anxiety reduction (5820)


keperawatan selama 2x24 jam,
1) Tetap berada disamping
klien dapat terhindar dari
pasien untuk mendukung
kecemasan.
keselamatan dan mengurangi
Anxiety level (1211) rasa takut
a) Pusing (121125) 2) Identifikasi ketika level
b) Distress (121105) ansietas berubah
c) Verbalized anxiety (121117) 3) Bantu pasien identifikasi
situasi yang menyebabkan
Anxiety self control (1402) ansietas
4) Berikan pengobatan untuk
a) Monitor intensitas kecemasan
mengurangi kecemasan sesuai
(140201)
yang diperlukan
b) Gunakan strategi koping yang
5) Instruksikan pasien untuk
efektif (140204)
menggunakan teknik relaksasi
c) Kontrol respon kecemasan
6) Menganjurkan keluarga untuk
(140217)
menemani pasien sesuai yang
d) Menggunakan teknik relaksasi
diperlukan
untuk mengurangi kecemasan
7) Memberikan informasi
(140207)
faktual tentang diagnosis,
pengobatan dan prognosis.

52
BAB VIII
STUDI KASUS MENIERE DISEASE

8.1 Studi Kasus


Tn. S (52 tahun), mengeluh dalam 2 minggu ini telinga kanan sering
berdenging, perasaan penuh dalam telinga kepala seperti berputar selama 20
menit dan hilang sendiri, jika sedang serangan sering disertai mual, muntah,
tinitus, gangguan pendengaran. Daerah ekstremitas agak bengkak. Klien
mengeluh susah untuk tidur dan hanya tidur 4 jam setiap harinya karena nyeri
yang dirasakannya. Berat badan klien turun dari 80 kg menjadi 70 kg. Hasil
pemeriksaan menunjukkan TD 90/70 mmHg, Nadi 98x/menit, RR: 18x/menit.
Hasil pemeriksaan Weber suara hanya terdengar pada telinga kiri, auditorium
menunjukkan adanya sensorineural hearing loss. Kebiasaan saat ini, merokok
1 bungkus/hari dan minum kopi setiap habis makan.

8.2 Pengkajian

a. Identitas
Nama : Tn. S
Jenis kelamin : laki – laki
Usia : 52 tahun
Alamat : Surabaya
Agama : Islam
Suku : Jawa
b. Keluhan utama
Dua minggu ini telinga kanan sering berdenging, perasaan penuh dalam
telinga kepala seperti berputar selama 20 menit dan hilang sendiri, jika
sedang serangan sering disertai mual, muntah, tinitus, gangguan
pendengaran.
a. Riwayat kesehatan
1. Riwayat penyakit saat ini
Telinga kanan sering berdenging, perasaan penuh dalam telinga kepala
seperti berputar selama 20 menit dan hilang sendiri, jika sedang
serangan sering disertai mual, muntah, tinitus, gangguan pendengaran.

53
2. Riwayat penyakit dahulu
-
3. Riwayat kesehatan keluarga
-
4. Riwayat kebiasaan sehari – hari
Merokok 1 bungkus/hari dan minum kopi setiap habis makan

8.3 Pemeriksaan Fisik

1) Kepala
Inspeksi : Bentuk simetris, rambut warna hitam, ukuran kepala
mesosepalik, kulit kepala tidak ada lesi.
Palpasi : tidak ada nyeri tekan pada kepala
2) Kulit mulut kuku
Inspeksi : warna kulit sawo matang, tidak ada lesi pada kulit
Palpasi : kulit lembab tidak kering, tekstur kulit halus
3) Mata
Bentuk bola mata bulat, konjungtiva pucat, ukuran untuk reaksi pupil
sama, adanya lingkaran hitam di sekitar mata
4) Telinga
Inspeksi : lubang telinga bersih, tidak ada lesi
Palpasi : cartilago elastis
5) Hidung
Inspeksi : bentuk hidung simetris, tidak ada cuping hidung, bagian
dalam hidung bersih, tidak ada perdarahan
Palpasi : septum ada masa, tidak ada kelainan.
6) Mulut
Inspeksi : bibir tidak stomatitis, tidak hiperemis, jumlah gigi 32 dan
gigi nampak bersih.
Palpasi : tidak ada nyeri kulit disekitar mulut
7) Leher
Inspeksi : bentuk leher simetris, tidak ada pembengkakan, gerakan
leher tidak bermasalah.
Palpasi : tidak ada pembesaran organ

54
8) Dada
Inspeksi : bentuk dada simetris
Palpasi : tidak ada nyeri tekan dan tidak ada massa
Perkusi : sonor
Auskultasi : vasikuler
9) Abdomen
Inspeksi : bentuk permukaan abdomen simetris, retraksi abdomen
normal, tidak ada penonjolan.
Auskutasi : bising usus negatif
Palpasi : distensi abdomen
Perkusi : timpani
10) Muskuloskeletal
5 5

5 5

11) Neurologi
Kesadaran composmentis, gerakan (tidak ada penurunan kekuatan otot,
tidak ada gangguan gerak volunter), sensasi menanggapi nyeri, integrasi
berespon terhadap stimulus.
12) Ekstremitas
Atas : terkoordinasi dengan baik
Bawah : terkoordinasi dengan baik
Review Of System
1) B1 Breathing
Bentuk dada simetris, suara napas normal, pola napas normal, RR
18x/menit, tidak ada alat bantu napas.
2) B2 Blood
Irama jantung reguler, akral bengkak pada ekstremitas, tekanan darah
90/70 mmHg.
3) B3 Brain
Tinitus, penurunan pendengaran, vertigo.
4) B4 Bladder

55
-
5) B5 Bowel
Asupan nutrisi terganggu akibat mual, muntah, dan anoreksia
6) B6 Bone
Turgor kulit menurun, mobiitas fisik (lemah, malaise)

8.4 Pemeriksaan Diagnostik

1) Tes Gliserin
Pasien diberi minum gliserin 1,2 ml/ kg BB setelah diperiksa kalori dan
audiogram. Setelah 2 jam diperiksa kembali dan dibandingkan.
Perbedaan bermakna menunjukkan adanya hidrops endolimfatikus.
2) Transtimpanic Elektrokokleografi
Dapat menunjukkan abnormalitas pada 60% pasien yang menderita
penyakit meniere.
3) Tes Weber
Suara hanya terdengar pada telinga kiri.

8.5 Analisa Data

No. Data Etiologi Masalah


Keperawatan

1. DS: Malabsorbsi dalam sukus Gangguan pola tidur


Klien mengeluh dalam 2 endolimfetikus
minggu ini telinga kanan
sering berdenging,
perasaan penuh dalam Penumpukan cairan pada
telinga, kepala seperti endolimfe
berputar selama 20 menit
dan hilang sendiri
Klien mengeluh jika Sistem keseimbangan tubuh
sedang serangan sering terganggu
disertai mual, muntah,
tinitus, gangguan

56
pendengaran. Vertigo
Klien mengeluh susah
untuk tidur dan hanya
tidur 4 jam setiap Gangguan pola tidur
harinya

DO:
Hasil pemeriksaan
Weber, suara hanya
terdengar pada telinga
kiri
Auditorium
menunjukkan adanya
sensorineural hearing
loss
TTV
TD: 90/70 mmHg
N: 98x/menit
RR: 18x/menit
BB: 70kg
2. DS: Malabsorbsi dalam sukus Resiko cidera
Klien mengeluh dalam 2 endolimfetikus
minggu ini telinga kanan
sering berdenging,
perasaan penuh dalam Penumpukan cairan pada
telinga, kepala seperti endolimfe
berputar selama 20 menit
dan hilang sendiri
Klien mengeluh jika Sistem keseimbangan tubuh
sedang serangan sering terganggu
disertai mual, muntah,
tinitus, gangguan

57
pendengaran. Vertigo

DO:
Hasil pemeriksaan Resiko cidera
Weber, suara hanya
terdengar pada telinga
kiri
Auditorium
menunjukkan adanya
sensorineural hearing
loss
TTV
TD: 90/60 mmHg
N: 98x/menit
RR: 18x/menit
3. DS: Malabsorbsi dalam sukus Ansietas
endolimfetikus
Klien mengeluh dalam 2
minggu ini telinga kanan
sering berdenging,
perasaan penuh dalam
telinga, kepala seperti Penumpukan cairan pada
berputar selama 20 menit endolimfe
dan hilang sendiri

Klien mengeluh jika


sedang serangan sering
disertai mual, muntah, Sistem keseimbangan tubuh
tinitus, gangguan terganggu
pendengaran.

DO:
Tinnitus (bising)

58
Hasil pemeriksaan
Weber, suara hanya
terdengar pada telinga
kiri Ansietas

Auditorium
menunjukkan adanya
sensorineural hearing
loss

TTV

TD: 90/60 mmHg

N: 98x/menit

RR: 18x/menit

8.6 Diagnosa Keperawatan


1 Gangguan pola tidur berhubungan dengan vertigo (000198)
Domain 4 Aktivitas/Istirahat
Class 1 Tidur/Istirahat
2 Resiko cidera berhubungan dengan vertigo (00035)
Domain 11 Keselamatan/Proteksi
Class 2 Cidera Fisik
3 Ansietas berhubungan dengan penurunan status kesehatan dan kehilangan
pendengaran (00146)
Domain 9 Koping/Toleransi Stres
Class 2 Respon Koping
8.7 Intervensi Keperawatan

1. Gangguan pola tidur berhubungan dengan vertigo (000198)


NOC NIC

Setelah dilakukan tindakan Sleep Enhancement (1850)


asuhan keperawatan selama 1x24
9) Tentukan tidur pasien/pola

59
jam, klien dapat tidur dengan aktivitas
pola tidur yang optimal. 10) Monitor/pantau pola tidur
pasien dan lama waktu tidur
Sleep (0004)
11) Instruksikan pasien bagaimana
f) Jam tidur (000401)
untuk melakukan autogenik
g) Pola tidur (000403)
relaksasi otot atau bentuk
h) Kualitas tidur (000404)
nonfarmakologi lainnya dari
i) Nyeri (000425)
bujukan tidur
j) Kesulitan tidur (000421)
12) Sesuaikan lingkungan (cahaya,
suara berisik, temperatur, alas
tidur dan tempat tidur) untuk
meningkatkan tidur
13) Mendorong penggunaan obat
tidur yang tidak mengandung
penekanan tidur REM
14) Menyesuaikan jadwal
pemberian obat untuk
mendukung pasien
tidur/bangun
15) Monitor pola tidur pasien, dan
catat physical (mis. Apnea saat
tidur, obstruksi jalan nafas,
nyeri/ketidaknyamanan,
frekuensi urin) dan psikologi
(mis. Ketakutan atau
kecemasan) keadaan yang
dapat mengganggu tidur
16) Diskusikan dengan pasien dan
keluarga teknik untuk
meningkatkan tidur

2. Resiko cidera berhubungan dengan vertigo (00035)

60
NOC NIC

Setelah dilakukan tindakan asuhan Neurologic monitoring (2620)


keperawatan selama 1x24 jam, klien
7) Monitor tingkat kesadaran
dapat terhindar dari resiko cidera
8) Memantau level orientasi
akibat vertigo.
9) Monitor otot, pergerakan
Falls Occurrence (1912) motorik, gaya berjalan dan
c) Jatuh saat berjalan (191202) proprioception
d) Jatuh ketika berpindah 10) Pantau adanya tremor
(191205) 11) Catat keluhan kepala
12) Hindari keadaan yang
Balance (0202) menyebabkan peningkatan
c) Mempertahankan tekanan intrakranial
keseimbangan saat berdiri Fall prevention (6490)
(020201)
8) Identifikasi defisit kognitif
d) Mempertahankan
atau fisik pasien yang
keseimbangan saat berjalan
mungkin terjadi
(020203)
9) Identifikasi perilaku dan
faktor – faktor yang
mempengaruhi resiko jatuh
10) Memantau gaya berjalan,
keseimbangan dan level
kelelahan dengan ambulasi
11) Dorong pasien untuk
menggunakan tongkat atau
walker yang sesuai
12) Edukasi keluarga tentang
faktor resiko yang
berkontribusi terhadap jatuh
dan cara untuk mengurangi
resiko

61
13) Kolaborasi dengan tim
kesehatan lain untuk
meminimalkan efek
samping dari pengobatan
yang berkontribusi terhadap
jatuh (mis. Hipotensi
ortostatik dan unsteady gait)
14) Latih pasien untuk
beradaptasi terhadap
modifikasi gaya jalan yang
disarankan

3. Ansietas berhubungan dengan penurunan status kesehatan dan


kehilangan pendengaran (00146)
NOC NIC

Setelah dilakukan tindakan asuhan Anxiety reduction (5820)


keperawatan selama 2x24 jam,
8) Tetap berada disamping
klien dapat terhindar dari
pasien untuk mendukung
kecemasan.
keselamatan dan mengurangi
Anxiety level (1211) rasa takut
d) Pusing (121125) 9) Identifikasi ketika level
e) Distress (121105) ansietas berubah
f) Verbalized anxiety (121117) 10) Bantu pasien identifikasi
situasi yang menyebabkan
Anxiety self control (1402) ansietas
11) Berikan pengobatan untuk
e) Monitor intensitas kecemasan
mengurangi kecemasan sesuai
(140201)
yang diperlukan
f) Gunakan strategi koping yang
12) Instruksikan pasien untuk
efektif (140204)
menggunakan teknik relaksasi
g) Kontrol respon kecemasan
13) Menganjurkan keluarga untuk

62
(140217) menemani pasien sesuai yang
h) Menggunakan teknik relaksasi diperlukan
untuk mengurangi kecemasan 14) Memberikan informasi
(140207) faktual tentang diagnosis,
pengobatan dan prognosis.

8.8 Evaluasi

1 Pasien dapat tidur dengan waktu yang optimal


2 Pasien mendapatkan tidur yang berkualitas
3 Pasien tidak mengalami cidera fisik
4 Pasien tidak merasa cemas atas kondisi kesehatannya

63
BAB IX

PENUTUP

9.1 Kesimpulan

Vertigo adalah suatu istilah yang berasal dari bahasa Latin, vertere, yang
berarti memutar. Secara umum, vertigo dikenal sebagai ilusi bergerak, atau
halusinasi gerakan. Vertigo ditemukan dalam bentuk keluhan berupa rasa
berputar-putar, atau rasa bergerak dari lilngkungan sekitar (vertigo sirkuler)
namun kadang-kadang ditemukan juga keluhan berupa rasa didorong atau
ditarik menjauhi bidang vertikal (vertigo linier).

Vertigo bukan merupakan suatu penyakit, tetapi merupakan suatu


kumpulan gejala atau sindrom yang terjadi akibat gangguan keseimbangan
pada sistem vestibular ataupun gangguan pada sistem saraf pusat. Selain itu,
vertigo dapat pula terjadi akibat gangguan pada alat keseimbangan tubuh
yang terdiri dari reseptor pada visual (retina), vestibulum (kanalis
semisirkularis) dan proprioseptik (tendon, sendi dan sensibilitas dalam).
(Pasiak, Taufiq Fredrik dkk., 2009)

Penyakit Meniere adalah masalah telinga bagian dalam yang berasal dari
disfungsi labirin, penyebab yang belum jelas didirikan. Banyak teori telah
dikemukakan, seperti pengaruh normal hormonal dan neurokimia pada aliran
darah ke labirin, gangguan elektrolit dalam cairan labirin, reaksi alergi, atau
gangguan autoimun. Beberapa atribut kerugian yang mikrovaskulatur dari
telinga bagian dalam metabolisme abnormal (glukosa, insulin, trigliserida,
dan kolesterol) dalam aliran darah (Suzanne C. Smeltzer , Brenda G. Bare :
7th ed : 1992)

Penyakit meniere adalah gangguan kronis saluran semisirkular dan labirin


telinga dalam, tampak berhubungan dengan over produksi endolimfe di
telinga dalam ( Elizabeth J Corwin : 2009 ).

64
DAFTAR PUSTAKA

Akbar, Muhammad. 2013. Diagnosis Vertigo. Diakses pada


http://repository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/9621/DIAGNOSI
S%20VERTIGO-MA.pdf?sequence=1 pada tanggal 28 April 2016 pukul
21.16
April Cashin-Garbutt, BA Hons (Cantab). Diagnosis Penyakit Meniere. 7 Agustus
2012 ; available from http://www.news-medical.net/health/Diagnosis-of-
Menieres-disease-(Indonesian).aspx
Baloh, Robert W. The Lancet; Dec 5, 1998; 352, 9143. Vertigo. ProQuest pg.
1841

Berisavac, Ivana I. Et al. 2015. Drug treatment of vertigo in neurogical disorders.


Neurology India: Wolters Kluwer – Medknow
Black, Joyce M. And Hawks, Jane Hokanson. 2014. Keperwatan Medikal Bedah
Manajemen Klinis untuk Hasil yang Diharapkan Edisi 8 Buku 3. Singapore:
Elsevier hlm 486-490
Corwin, Elizabeth J. 2009. Buku Saku Patofisiologi. Jakarta : EGC
Hadjar E, Bashiruddin J. Penyakit Meniere. Dalam: Soepardi EA, Iskandar N,
Bashiruddin J, Restuti R. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga, Hidung,
Tenggorok, Kepala & Leher. Ed ke-6. Jakarta: Badan Penerbit FKUI. 2007;
h. 102-103.
Hain TC. Epidemilogy of Meniere’s disease [online]. 2008 January 9 ; available
from http://www.dizziness-and-
balance.com/disorders/menieres/men_epi.html
Haq, Nuzulul Zulkarnain. 2011. “Askep Meniere”, (Online), ( http://nuzulul-
fkp09.web.unair.ac.id/artikel_detail-35550Kep%20Sensori%20dan%20
Persepsi-Askep%20Meniere.html#popupl, diakses pada 12 Oktober
Herdman, T. Heather and Kamitsuru, Shigemi (Ed.).2014. Nursing Diagnoses:
Definitions & Classification edisi: 10 2015-2017. Oxford: Wiley Blackwell
2011)
Linda S. Williams, Paula D. Hopper.2011.Understanding Medical Surgical
Nursing 4th ed. USA : F.A. Davis Company
Mandal, Ananya. 2013. “Gejala Penyakit Meniere”, (Online), (http://www.news-
medical.net/health/Symptoms-of-Menieres-disease-(Indonesian).aspx,
diakses pada 10 Mei 2013)
Mansjoer, Arif dkk. 2000. Kapita Selekta Kedokteran Edisi 3. Jakarta : Media
Aesculapius FKUI

65
Ngoerah, I Gst. Ng. Gd. Dasar – dasar Ilmu Penyakit Saraf . Surabaya:
Universitas Airlangga. 1991. Hlm. 205-210
Pasaribu, Laila Purnama. 2015. Gambaran Lansia yang Menderita Vertigo di
Panti Jompo Kota Medan dan Binjai. FK Universitas Sumatera Utara,
Medan
Pasiak, Taufiq Fredrik dkk. Januari 2009. Jurnal Kedokteran & Kesehatan FK
UNSRAT Manado Volume 1 Nomor 1. Diakses dalam
http://repo.unsrat.ac.id/868/1/Jurnal_Tumou_Tou.pdf pada tanggal 16 Maret
2016 pukul 14.59
Sharon L. Lewis.2011.Medical – Surgical Nursing : Assessment and Management
of Clinical Problems : 8th ed , Vol.1 . St. Louis, Missouri : ELSEVIER
MOSBY
Sue Moorhead, Marion Johnson, Meridean L. Maas, Elizabeth Swanson.
2013. Nursing Outcomes Classification (NOC) edisi:5. United
Kingdom:Elsevier Global Rights
Suzanne C. Smeltzer , Brenda G. Bare.1992.Brunner and Suddarth’s Textbook of
Medical Surgical Nursing 7th ed : East Washington Square : J.B. Lippincott
Company

66

Anda mungkin juga menyukai