Anda di halaman 1dari 25

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Vertigo merupakan keluhan yang sering dijumpai dalam praktik, yang
sering digambarkan sebagai rasa berputar, rasa oleng, tak stabil (giddiness,
unsteadiness), atau rasa pusing (dizziness). Deskripsi keluhan tersebut penting
diketahui agar tidak dikacaukan dengan nyeri kepala atau sefalgia, terutama
karena di kalangan awam kedua istilah tersebut (pusing dan nyeri kepala)
sering digunakan secara bergantian( Sutarni, 2018)
Di indonesia angka kejadian vertigo juga sangat tinggi, pada tahun 2010
dari usia 40-50 tahun sekitar 50% yang merupakan keluhan nomor 3 paling
sering di keluhkan oleh penderita yang datang ke rumah sakit, setelah nyeri
kepala, dan stroke. Uumnya vertigo ditemukan sebesar 15% dari keseluruhan
populasi dan hanya 4-7% yang diperiksakan ke dokter ( Sumarliyah, 2010)
Peran perawat dalam menangani pasien vertigo memiliki peran antara
lain: pelaksana pelayanan keperawatan, pengelola, pendidik dalam
keperawatan, Peneliti dan pengembang dalam keperawatan. (Asmadi,2008)

1.2 Rumusan Masalah


1. Apakah definisi vertigo?
2. Apa saja etiologi vertigo?
3. Apa saja Patofisiologi vertigo?
4. Apa saja maniestasi klinis penyakit vertigo?
5. Bagaimana Komplikasi vertigo?
6. Pemeriksaan penunjang apa saja yang dapat dilakukan ?
7. Penatalaksanaan seperti apa yang dilakukan pada pasien vertigo?

1.3 Tujuan
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui gambaran klinis mengenai vertigo.

1
2. Tujuan Khusus
1) Untuk mengetahui definisi vertigo.
2) Untuk mengetahui etiologi vertigo.
3) Untuk mengetahui patofisiologi vertigo.
4) Untuk mengetahui manifestasi klinis vertigo.
5) Untuk mengetahui komplikasi vertigo.
6) Untuk mengetahui Untuk mengetahui pemeriksaan apa saja yang
dilakukan untuk penyakit vertigo.
7) Untuk mengetahui seperti apa penatalaksanaan medis pada vertigo.

2
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Vertigo merupakan suatu fenomena yang terkadang sering ditemui di
masyarakat. Vertigo adalah suatu gejala atau perasaan dimana seseorang atau
benda disekitarnya seolah-olah sedang bergerak dan berputar, yang biasanya
disertai dengan mual dan kehilangan keseimbangan. Jika sensasi atau ilusi
berputar yang dirasakan adalah diri sendiri, hal tersebut merupakan
merupakan vertigo subjektif. Sedangkan sebaliknya, jika yang berputar
adalah lingkungan sekitarnya maka disebut vertigo objektif ( Rustinah,2008 )
Vertigo merupakan keluhan yang sering dijumpai dalam praktik, yang
sering digambarkan sebagai rasa berputar, rasa oleng, tidak stabil (Giddiness,
Unsteadiness) atau rasa pusing (Dizziness). Deskripsi keluhan tersebut
penting diketahui agar tidak dikacaukan oleh nyeri kepala atau sefalgia,
terutama karena di kalalangan awam kedua istilah tersebut (pusing dan nyeri
kepala) sering digunakan secara bergantian. (Wreksoatmodjo, 2004) dikutip
dari buku Bunga Rampai Vertigo (Sutarni,2018)
Berdasarkan ringkasan vertigo dapat diartikan sebagai penyakit yang
ditandai dengan kepala terasa berputar dan biasanya disertai dengan pusing
dan nyeri kepala yang disebabkan karena terdapat gangguan pada alat
keseimbangan tubuh pada bagian telinga.

2.2 Etiologi
Menurut Sutarni 2018 dalam buku Bunga Rampai Vertigo, Vertigo
disebabkan karena :
1. Otologi 24-61% kasus
a) Benigna Paroxysmal Positional Vertigo (BPPV)
b) Meniere Desease
c) Parese N VIII Uni/bilateral
d) Otitis Media

3
2.      Neurologik  23-30% kasus
a)      Gangguan serebrovaskuler batang otak/ serebelum
b)      Ataksia karena neuropati
c)      Gangguan visus
d)     Gangguan serebelum
e)      Gangguan sirkulasi LCS
f)       Multiple sklerosis
g)      Vertigo servikal
3.      Interna kurang lebih 33% karena gangguan kardiovaskuler
a)      Tekanan darah naik turun
b)      Aritmia kordis
c)      Penyakit koroner
d)     Infeksi
e)       <  glikemia
f)       Intoksikasi Obat: Nifedipin, Benzodiazepin, Xanax,
4.      Psikiatrik > 50% kasus
a)      Depresi
b)      Fobia
c)      Anxietas
d)     Psikosomatis
5.      Fisiologik
Melihat turun dari ketinggian.

Gambar 2.1 Anatomi Sistem Vestibular ( Patestas & Gartner, 2006)

4
2.3 Manifestasi Klinis
Menurut Sutarni 2018 Manifestasi klinis pada klien yang mengalami
vertigo antara lain:
1. Merasakan mual yang luar biasa
2. Sering muntah sebagai akibat dari rasa mual
3. Gerakan mata yang abnormal
4. Tiba - tiba muncul keringat dingin
5. Telinga sering terasa berdenging
6. Mengalami kesulitan bicara
7. Mengalami kesulitan berjalan karena merasakan sensasi gerakan berputar
8. Pada keadaan tertentu, penderita juga bisa mengalami ganguuan
penglihatan

2.4 Komplikasi
Menurut Sutarni 2018 vertigo dapat menyebabkan komplikasi sebagai
berikut :
1. Cidera fisik
Pasien dengan vertigo ditandai dengan kehilangan keseimbangan
akibat terganggunya saraf VIII (Vestibularis), sehingga pasien tidak
mampu mempertahankan diri untuk tetap berdiri dan berjalan.
2. Kelemahan otot
Pasien yang mengalami vertigo seringkali tidak melakukan aktivitas.
Mereka lebih sering untuk berbaring atau tiduran, sehingga berbaring
yang terlalu lama dan gerak yang terbatas dapat menyebabkan kelemahan
otot.

2.5 Patofisiologi dan Pathway


Dalam kondisi alat keseimbangan baik sentral atau perifer yang tidak
normal atau adanya gerakan yang aneh/berlebihan, maka tidak terjadi proses
pengolahan input yang wajar dan muncullah vertigo. Selain itu, terjadi pula
respons penyesuaian otot-otot yang tidak adekuat, sehingga muncul gerakan

5
abnormal mata ( nistagmus), unsteadiness/ ataksia sewaktu berdiri/ berjalan
dan gejala lainnya. Sebab pasti mengapa terjadi gejala tersebut belum
diketahui (PERDOSSI, 2000) Dikutip dari buku Bunga Rampai Vertigo
(Sutarni,2018)
Rasa pusing atau vertigo disebabkan oleh gangguan alat keseimbangan
tubuh yang mengakibatkan ketidakcocokan antara posisi tubuh yang
sebenarnya dengan apa yang dipersepsi oleh susunan saraf pusat. ( Akbar, M.
2013) Ada beberapa teori yang berusaha menerangkan kejadian tersebut :
1. Teori rangsang berlebihan (overstimulation)
Teori ini berdasarkan asumsi bahwa rangsang yang berlebihan
menyebabkan hiperemi kanalis semisirkularis sehingga fungsinya
terganggu, akibatnya akan timbul vertigo, nistagmus, mual dan muntah.
2. Teori konflik sensorik.
Menurut teori ini terjadi ketidakcocokan masukan sensorik yang
berasal dari berbagai reseptor sensorik perifer yaitu mata/visus,
vestibulum dan proprioceptif, atau ketidakseimbangan/asimetri masukan
sensorik yang berasal dari sisi kiri dan kanan. Ketidakcocokan tersebut
menimbulkan kebingungan sensorik di sentral sehingga timbul respons
yang dapat berupa nistagmus (usaha koreksi bola mata), ataksia atau sulit
berjalan (gangguan vestibuler, serebelum) atau rasa melayang, berputar
(berasal dari sensasi kortikal). Berbeda dengan teori rangsang berlebihan,
teori ini lebih menekankan gangguan proses pengolahan sentral sebagai
penyebab.
3. Teori neural mismatch
Teori ini merupakan pengembangan teori konflik sensorik, menurut
teori ini otak mempunyai memori/ingatan tentang pola gerakan tertentu,
sehingga jika pada suatu saat dirasakan gerakan yang aneh/tidak sesuai
dengan pola 3 gerakan yang telah tersimpan, timbul reaksi dari susunan
saraf otonom. Jika pola gerakan yang baru tersebut dilakukan berulang-
ulang akan terjadi mekanisme adaptasi sehingga berangsur-angsur tidak
lagi timbul gejala.

6
4. Teori otonomik
Teori ini menekankan perubahan reaksi susunan saraf otonom
sebagai usaha adaptasi gerakan/perubahan posisi, gejala klinis timbul
jika sistim simpatis terlalu dominan, sebaliknya hilang jika sistim
parasimpatis mulai berperan.
5. Teori neurohumoral
Di antaranya teori histamin (Takeda), teori dopamin (Kohl) dan
teori serotonin (Lucat) yang masing-masing menekankan peranan
neurotransmiter tertentu dalam pengaruhi sistim saraf otonom yang
menyebabkan timbulnya gejala vertigo.
6. Teori Sinap
Merupakan pengembangan teori sebelumnya yang meninjai
peranan neurotransmisi dan perubahan-perubahan biomolekuler yang
terjadi pada proses adaptasi, belajar dan daya ingat. Rangsang gerakan
menimbulkan 4 stres yang akan memicu sekresi CRF (corticotropin
releasing factor), peningkatan kadar CRF selanjutnya akan
mengaktifkan susunan saraf simpatik yang selanjutnya mencetuskan
mekanisme adaptasi berupa meningkatnya aktivitas sistim saraf
parasimpatik. Teori ini dapat meneangkan gejala penyerta yang sering
timbul berupa pucat, berkeringat di awal serangan vertigo akibat
aktivitas simpatis, yang berkembang menjadi gejala mual, muntah dan
hipersalivasi setelah beberapa

7
Pathway Vertigo
Gangguan Telinga tjd gangguan nervus vestibularis neuroma akustik

Vertigo

Otot Leher Otak Kecil Gangguan Sistem Telinga Kurang Pengetahuan


Syaraf Pusat
Tertekan/ Tjd Ggn Gangguan pada
Kaku Keseimbangan Nyeri tekanan dalam
Cemas

Resiko Cidera Telinga/ Endolimfe

Gangguan Pendengaran

Mual muntah

Gangguan Pola
Tidur Gangguan Nutrisi

Menurut Sutarni 2018 dalam buku Bunga Rampai Vertigo

2.6 Pemeriksaan Penunjang


Menurut PERDOSSI 2012 dalam buku Bunga Rampai Vertigo
Pemeriksan penunjang pada vertigo antara lain: Meliputi uji tes keberadaan
bakteri melalui laboratorium, sedangkan untuk pemeriksaan diagnostik yang
penting untuk dilakukan pada klien dengan kasus vertigo antara lain:

8
1. Pemeriksaan fisik
a) Pemeriksaan mata ( Gerakan Bola mata / Nistagmus)
b) Pemeriksaan alat keseimbangan tubuh (Untuk mengetahui
keseimbangan tubuh pasien)

a. Uji Romberg
Penderita berdiri dengan kedua kaki dirapatkan, mula-mula
dengan kedua mata terbuka kemudian tertutup. Biarkan pada posisi
demikian selama 20-30 detik. Harus dipastikan bahwa penderita
tidak dapat menentukan posisinya (misalnya dengan bantuan titik
cahaya atau suara tertentu). Pada kelainan vestibuler hanya pada
mata tertutup badan penderita akan bergoyang menjauhi garis tengah
kemudian kembali lagi, pada mata terbuka badan penderita tetap
tegak. Sedangkan pada kelainan serebeler badan penderita akan
bergoyang baik pada mata terbuka maupun pada mata tertutup.
b. Uji Tandem gait.
Penderita berjalan dengan tumit kaki kiri/kanan diletakkan pada
ujung jari kaki kanan/kiri ganti berganti. Pada kelainan vestibuler, 7
perjalanannya akan menyimpang dan pada kelainan serebeler
penderita akan cenderung jatuh.
c) Pemeriksaan neurologik
• Kesadaran
• Nn. Craniales
• Motorik
• Sensorik
• Cerebellum
d) Pemeriksaan otologik
Untuk mengetahui Fungsi Vestibuler
a. Uji Dix Hallpike
Perhatikan adanya nistagmus, lakukan uji ini ke kanan dan kiri.
9 Dari posisi duduk di atas tempat tidur, penderita dibaringkan ke

9
belakang dengan cepat, sehingga kepalanya menggantung 45° di
bawah garis horizontal, kemudian kepalanya dimiringkan 45° ke
kanan lalu ke kiri. Perhatikan saat timbul dan hilangnya vertigo dan
nistagmus, dengan uji ini dapat dibedakan apakah lesinya perifer
atau sentral. 10 Perifer, vertigo dan nistagmus timbul setelah periode
laten 2-10 detik, hilang dalam waktu kurang dari 1 menit, akan
berkurang atau menghilang bila tes diulang-ulang beberapa kali
(fatigue). Sentral, tidak ada periode laten, nistagmus dan vertigo
berlangsung lebih dari 1 menit, bila diulang-ulang reaksi tetap
seperti semula (non-fatigue).
e) Pemeriksaan fisik umum ( Head To Toe)
2. Pemeriksaan khusus
Menurut Akbar 2013 pemeriksaan khusus untuk menunjang vertigo
a) ENG
Pemeriksaan ini hanya dilakukan di rumah sakit, dengan tujuan
untuk merekam gerakan mata pada nistagmus, dengan demikian
nistagmus tersebut dapat dianalisis secara kuantitatif.
b) Audiometri dan BAEP
untuk mengetahui fungsi pendengaran berguna dengan baik baik
atau tidak. Sedangkan Audiometri atau BERA bertujuan untuk
membantu menentukan letak lesi
c) Psikiatrik
Untuk mengetahui apakah pasien mengalai ansietas, trauma atau
phobia.
3. Pemeriksaan tambahan
a) Radiologik dan Imaging
Foto rontgen pada tengkorak, leher untuk mengetahui kelainan
pada kepala dan leher (pada neurinoma akustik). Serta untuk
mengetahui adanya perdarahan pada pada cerebelum, serta adanya
multiple sclerosis.

10
b) EEG, EMG
Untuk mengetahui neurofisiologi pasien.

2.7 Penatalaksanaan
Menurut Sutarni 2018 dalam buku Bunga Rampai Vertigo
Penatalaksanaan Vertigo dapat dilakukan:
1. Penatalaksanaan Medis
Terapi menurut (Cermin Dunia Kedokteran No. 144, 2004: 48) Terdiri
dari :  
a) Terapi kausal
b) Terapi simtomatik
c) Terapi rehabilitatif
Beberapa terapi yang dapat diberikan adalah terapi dengan obat-
obatan seperti :
a. Anti kolinergik
1) Sulfas Atropin : 0,4 mg/im
2) Scopolamin : 0,6 mg IV bisa diulang tiap 3 jam
b. Simpatomimetika
1) Epidame 1,5 mg IV bisa diulang tiap 30 menit
c. Menghambat aktivitas nukleus vestibuler
1) Golongan antihistamin
Golongan ini, yang menghambat aktivitas nukleus vestibularis
adalah :
 Diphenhidramin: 1,5 mg/im/oral bisa diulang tiap 2 jam
 Dimenhidrinat: 50-100 mg/ 6 jam.                  

2. Penatalaksanaan Keperawatan
Menurut Yulianto, 2016 Penatalaksaan keperawatan pada pasien vertigo
dijelaskan sebagai berikut :
1) Karena gerakan kepala memperhebat vertigo, pasien harus dibiarkan
berbaring diam dalam kamar gelap selama 1-2 hari pertama.

11
2)   Fiksasi visual cenderung menghambat nistagmus dan mengurangi
perasaan subyektif vertigo pada pasien dengan gangguan vestibular
perifer, misalnya neuronitis vestibularis. Pasien dapat merasakan bahwa
dengan memfiksir pandangan mata pada suatu obyek yang dekat,
misalnya sebuah gambar atau jari yang direntangkan ke depan, temyata
lebih enak daripada berbaring dengan kedua mata ditutup.
3) Karena aktivitas intelektual atau konsentrasi mental dapat memudahkan
terjadinya vertigo, maka rasa tidak enak dapat diperkecil dengan
relaksasi mental disertai fiksasi visual yang kuat.
4) Bila mual dan muntah berat, cairan intravena harus diberikan untuk
mencegah dehidrasi.
5) Bila vertigo tidak hilang. Banyak pasien dengan gangguan vestibular
perifer akut yang belum dapat memperoleh perbaikan dramatis pada
hari pertama atau kedua. Pasien merasa sakit berat dan sangat takut
mendapat serangan berikutnya. Sisi penting dari terapi pada kondisi ini
adalah pernyataan yang meyakinkan pasien bahwa neuronitis
vestibularis dan sebagian besar gangguan vestibular akut lainnya adalah
jinak dan dapat sembuh. Dokter harus menjelaskan bahwa kemampuan
otak untuk beradaptasi akan membuat vertigo menghilang setelah
beberapa hari.
6) Latihan vestibular dapat dimulai beberapa hari setelah gejala akut
mereda. Latihan ini untuk rnemperkuat mekanisme kompensasi sistem
saraf pusat untuk gangguan vestibular akut.

12
BAB 3
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

3.1 Asuhan Keperawatan Sesuai Teori


1. Pengkajian Data Keperawatan
a. Identitas klien
1. Nama
2. Usia : biasanya pada usia 40-50 tahun
3. Alamat
4. Jenis kelamin : wanita lebih sering mengalami vertigo 2x daripada
laki-laki.
5. Agama
6. Status
b. Anamnesis
1. Kaji keluhan utama pasien saat itu: merasa kepala berputar-putar
2. Kaji riwayat penyakit saat ini : Pasien mengatakan saat bangun
tidur kepala langsung terasa nyeri serta berputar 7 keliling sehingga
tidak mampu bangun dari tidur kemudian anaknya mengantarkan
ke pelayanan kesehatan terdekat
3. Kaji riwayat penyakit dahulu: Pasien mengatakan memiliki
penyakit hipertensi dan jika mengalami masalah menyebabkan
tekanan darahnya naik turun tidak stabil, ansietas, fobia terhadap
ketinggian
4. Riwayat kesehatan keluarga : Keluarga pasien ibunya dulu juga
menderita hipertensi dan penyakit jantung koroner
5. Riwayat psikososial
Pasien mengatakan setiap kali memeiliki masalah dalam kehidupan
tekanan darahnya bisa naik dan turun.

13
c. Pola Sehari-hari
a) Aktivitas / Istirahat
Letih, lemah, malaise, keterbatasan gerak, ketegangan mata,
kesulitan membaca, insomnia, bangun pada pagi hari dengan disertai
nyeri kepala, sakit kepala yang hebat saat perubahan postur tubuh,
aktivitas (kerja) atau karena perubahan cuaca.
b) Sirkulasi
Riwayat hypertensi, denyutan vaskuler, misal daerah temporal,
pucat, wajah tampak kemerahan
c) Integritas Ego
Faktor faktor stress emosional/lingkungan tertentu, perubahan
ketidakmampuan, keputusasaan, ketidakberdayaan depresi,
kekhawatiran, ansietas, peka rangsangan selama sakit kepala,
mekanisme refresif/dekensif (sakit kepala kronik)
d) Makanan dan cairan
Makanan yang tinggi vasorektiknya misalnya kafein, coklat,
bawang, keju, alkohol, anggur, daging, tomat, makan berlemak,
jeruk, saus, hotdog, MSG (pada migrain), mual/muntah, anoreksia
(selama nyeri), penurunan berat badan
e) Neurosensoris
Pening, disorientasi (selama sakit kepala), riwayat kejang, cedera
kepala yang baru terjadi, trauma, stroke, aura ; fasialis, olfaktorius,
tinitus, perubahan visual, sensitif terhadap cahaya/suara yang keras,
epitaksis, parastesia, kelemahan progresif/paralysis satu sisi tempore,
perubahan pada pola bicara/pola pikir, mudah terangsang, peka
terhadap stimulus, penurunan refleks tendon dalam, papiledema.
f) Nyeri/ kenyamanan
Karakteristik nyeri tergantung pada jenis sakit kepala, misal
migrain, ketegangan otot, cluster, tumor otak, pascatrauma, sinusitis,
nyeri, kemerahan, pucat pada daerah wajah, fokus menyempit, fokus
pada diri sendiri, respon emosional / perilaku tak terarah seperti

14
menangis, gelisah, otot-otot daerah leher juga menegang, frigiditas
vokal.
g) Keamanan
Riwayat alergi atau reaksi alergi, demam (sakit kepala), gangguan
cara berjalan, parastesia, paralisis, drainase nasal purulent (sakit
kepala pada gangguan sinus).
h) Interaksi sosial
Perubahan dalam tanggung jawab/peran interaksi sosial yang
berhubungan dengan penyakit.
i) Penyuluhan/ Pembelajaran
Riwayat hypertensi, migrain, stroke, penyakit pada keluarga,
penggunaan alkohol/obat lain termasuk kafein, kontrasepsi oral/
hormone, menopause.
d. Pemeriksaan Fisik
1. Pemeriksaan alat keseimbangan tubuh :
1) Gait Test
2) Uji Romberg
2. Neurologik : Pemeriksaan nervus cranialis untuk mencari tanda
paralisis nervus, tuli sensorineural, Nistagmus.
3. Pemeriksaan otologik : Nistagmus adalah gerakah bola mata yang
tidak terkendali, biasanya terdapat pada penderita vertigo
1) Uji Dix Halpike Manueveur Untuk mengetahui adanya Nistagmus
atau tidak.
Hasil Dix Halpike Biasanya:
 Nistagmus muncul 5 - 20 s setelah maneuver dilakukan (ada
periode laten), arah nistagmus vertical (upbeat) - torsional
 Terdapat gejala vertigo
 Nistagmus dan vertigo membaik setelah 60 s dari onset
nistagmus
 Saat kembali duduk, nistagmus membaik.
 Bila dilakukan berulang, gejala akan berkurang (fatigable)

15
 Cresendo-decresendo
4. Pemeriksaan fisik umum ( Head To Toe)
a. Keadaan umum : compos mentis cooperative
GCS : M = 6, V= 5, E = 4, = 15
b. Pemeriksaan TTV :
TD: 130/80 mmhg Pernafasan: 20x/ menit
Nadi: 90 x/menit Suhu : 36,30C
c. Pemeriksaan head to toe:
 Integument : kulit bersih tidak ada lesi, tidak ada memar,
turgor kulit baik, berkeringat dingin.
 Kepala : simetris kiri dan kanan, tidak ada
pembengkakkan, tidak ada lesi dikulit
kepala, rambut hitam, sedikit ikal dan
kering.
 Mata : konjungtiva anemis, skelara anikterik,
pupil isokor, simetris kiri dan kanan.
 Hidung : simetris kiri dan kanan, tidak ada secret,
tidak ada polip, fungsi penciuman baik.
 Mulut  : Membran mukosa pucat, bibir kering.
 Wajah : adanya muka memerah., tidak ada jejas.
 Telinga : simetris kiri dan kanan,tidak ada serumen,
tidak ada gangguan fungsi pendengaran
 Leher : tidak ada pembengkakkan, tidak ada
pembesaran kelenjar tyroid, tidak ada
pembesaran kelenjar getah bening.
 Dada : simetris kiri dan kanan,tidak ada nyeri
tekan,payudara simetris kiri dan kanan dan
tidak ada gangguan, fremitus kiri dan
kanan, bunyi nafas vesikuler.

16
 Kardiovaskuler : iktus cardiac tidak Nampak,tidak ada suara
tambahan
 Abdomen : tidak adanya jejas, tidak ada bekas operasi,
bising usus normal, tidak adanya nyeri
tekan,tidak ada pembesaran organ
 Genetalia : tidak terpasang kateter ,BAK lancer,BAB
lancar
 Muskuloskeletal : tidak ada nyeri dan bengkak pada sendi,
Adanya keterbatasan bergerak karena
perpindahan posisi dapat menyebakan
pusing pada pasien.
d. Pemeriksaan Penunjang
1. ENG
2. Audiometri dan BAEP
3. Psikiatrik

2. Diagnosa
1) Nyeri akut berhubungan dengan agen cidera biologi.
2) Resiko jatuh b.d Kerusakan keseimbangan.
3) Intoleransi aktivitas b.d tirah baring.
4) Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d
Ketidakmampuan menelan makanan.

3. Intervensi Keperawatan
1) Nyeri akut b.d agen cedera biologi
 Tujuan : nyeri hilang atau berkurang dalam 2 x 24 jam
 Kriteria hasil :
 Klien mengungkapkan rasa nyeri berkurang
 Tanda – tanda vital normal
TD : 120/80 mmHg Suhu : 36,5-37,5°C
N : 60-100x/Menit RR : 16-24x/menit

17
 pasien tampak tenang dan rileks : Kooperatif
 NOC :
1. Tingkat Nyeri
Indikator 1 2 3 4 5
Nyeri yang
dilaporkan
Mengerang dan
menangis
Berkeringat

2. Kontrol Nyeri
Indicator 1 2 3 4 5
Menggunakan
tindakan
pencegahan
Menggunakan
tindakan
pengurangan
nyeri tanpa
analgesic
Menggunakan
analgesic yang
direkomendasik
an

 NIC
Manajemen Nyeri
Intervensi Rasional
1. Pantau tanda – tanda vital, 1. Mengenal dan memudahkan
intensitas skala nyeri dalam melakukan tindakan

18
rasional : mengenal dan keperawatan
memudahkan dalam
melakukan tindakan
keperawatan.
2. Anjurkan klien istirahat di 2. Istirahat untuk mengurangi
tempat tidur: istirahat untuk intesitas nyeri
mengurangi intensitas nyeri
3. Atur posisi pasien 3. Posisi yang tepat mengurangi
senyaman mungkin penekanan dan mencegah
rasional: posisi yang tepat ketegangan otot serta
mengurangi penekanan dan mengurangi nyeri.
pencegahan ketegangan otot
serta mengurangi nyeri
4. Ajarkan teknik relaksasi 4. Relaksasi mengurangi

dan nafas dalam rasional: ketegangan dan membuat

relaksasi mengurangi perasaan lebih nyaman

ketegangan dan membuat


perasaan lebih nyaman.
5. Analgetik berguna untuk
5. Kalaborasi untuk pemberian
mengurangi nyeri sehingga
analgetik: analgetik berguna
pasien menjadi lebih nyaman
untuk mengurangi nyeri
sehingga pasien menjadi
lebih nyaman

2) Resiko jatuh b.d Kerusakan keseimbangan


Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24 jam
masalah risiko jatuh dapat teratasi.
 Kriteria Hasil :
1)      Klien dapat mempertahankan keseimbangan tubuhnya
2)      Klien dapat mengantisipasi resiko terjadinya jatuh

19
 NOC
1. Keseimbangan
Indikator 1 2 3 4 5
Mempertahankan
keseimbangan dari
posisi duduk ke posisi
berdiri
Mempertahankan
keseimbangan ketika
berdiri
Mmepertahankan
keseimbangan ketika
berjalan

2. Kontrol Resiko
Indikator 1 2 3 4 5
Mengidentifikasi factor
risiko
Menjalankan strategi
control resiko yang
sudah ditetapkan
Menggunakan fasilitas
kesehatan yang sesuai
dengan kebutuhan

20
 NIC
Terapi Latihan Keseimbangan
Manajemen Nyeri
Intervensi Rasional
1. Kaji tingkat energi yang 1.      Energi yang besar dapat
dimiliki klien memberikan keseimbangan pada
Berikan terapi ringan untuk tubuh saat istirahat.
mempertahankan
kesimbangan
2.      Salah satu terapi ringan adalah
2. Ajarkan penggunaan alat-alat
alternatif dan atau alat-alat menggerakan bola mata, jika
bantu untuk aktivitas klien. sudah terbiasa dilakukan, pusing
akan berkurang.
3. Berikan pengobatan nyeri 3.      Mengantisipasi dan
(pusing) sebelum aktivitas meminimalkan resiko jatuh.
4.      Nyeri yang berkurang dapat
meminimalisasi terjadinya jatuh.

3. Intoleransi aktivitas b.d tirah baring


Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24
jam masalah intoleransi aktivitas dapat teratasi.
Kriteria Hasil :
1)      Meyadari keterbatasan energi
2)      Klien dapat termotivasi dalam melakukan aktivitas
3)      Menyeimbangkan aktivitas dan istirahat
4)      Tingkat daya tahan adekuat untuk beraktivitas

21
 NOC
1. Istirahat
Indikator 1 2 3 4 5
Kualitas Istirahat
Energi pulih setelah
istirahat

2. Toleransi terhadap aktivitas


Indikator 1 2 3 4 5
Jarak berjalan
Kekuatan tubuh bagian
bawah
Warna kulit (pucat)

 NIC
Dukungan Spiritual
Peningkatan Latihan
Intervensi Rasional
1. Kaji respon emosi, sosial,  Respon emosi, sosial, dan
dan spiritual terhadap spiritual mempengaruhi
aktivitas kehendak klien dalam
melakukan aktivitas
2. Berikan motivasi pada klien  Klien dapat bersemangat
untuk melakukan aktivitas untuk melakukan aktivitas
3. Ajarkan tentang pengaturan  Energi yang tidak stabil dapat
aktivitas dan teknik menghambat dalam
manajemen waktu untuk melakukan aktivitas,

22
mencegah kelelahan. sehingga perlu dilakukan
manajemen waktu
4. Kolaborasi dengan ahli   Terapi okupasi dapat
terapi okupasi menentukan tindakan
alternatif dalam melakukan
aktivitas.
4. Implementasi
Berdasarkan Rencana Keperawatan yang telah disusun.

5. Evaluasi
Berdasarkan kriteria hasil dalam rencana keperawatan dengan Hasil
respon pasien setelah diberikan implementasi.

23
BAB 4
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Vertigo dapat diartikan sebagai penyakit yang ditandai dengan kepala
terasa berputar dan biasanya disertai dengan pusing dan nyeri kepala yang
disebabkan karena terdapat gangguan pada alat keseimbangan tubuh pada
bagian telinga.
Masalah keperawatan yang muncul pada pasien penderita vertigo antara
lain Nyeri akut berhubungan dengan agen cidera biologi, resiko jatuh b.d
Kerusakan keseimbangan, intoleransi aktivitas b.d tirah barin,
ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d Ketidakmampuan
menelan makanan, Gangguan persepsi sensori b.d
Penanganan pada vertigo dapat dilakukan dengan valsafah anuver atau
dix halpike manuver.

4.2 Saran
Sebaiknya penatalaksanaan vertigo segera dilakukan jika dibiarkan dapat
mengganggu kegiatan sehari-hari. Dalam hal ini penulis masih memiliki
banyak kesalahan, maka kami mengharapkan kritik dan saran bagi pembaca
demi perbaikan makalah ini.

24
25

Anda mungkin juga menyukai