Anda di halaman 1dari 50

Pusing Berputar

Sarah, mahasiswi fakultas kedokteran semester 6 sedang dalam perjalanan menuju ke Semarang dengan menggunakan bus antar kota. Selama
perjalanan Sarah membaca novel. Perjalanan yang ditempuh berkelok dan tidak rata. Sarah merasa pusing berputar. Pusing dirasakan terus
menerus, jantung berdebar, keringat dingin dan mual. Sarah langsung menghentikan membaca novel. Tidak ada keluhan pada telinga ataupun
pada penglihatannya. Sarah teringat pada materi di modul THT bahwa keluhannya terkait dengan fungsi keseimbangan dan mencoba untuk
tiduran untuk mengurangi keluhan yang dirasakannya.
STEP 1
 Pusing:
Vertigo berasal dari istilah latin, yaitu vertere yang berarti berputar, dan igo yang berarti kondisi. Vertigo atau yang disebut juga
pusing, pening (giddiness), dan pusing ringan adalah adanya sensasi gerakan atau rasa gerak dari tubuh atau lingkungan sekitarnya
dengan gejala lain yang timbul, terutama dari jaringan otonomik yang disebabkan oleh gangguan alat keseimbangan tubuh (Quinodoz,
D., 1997: 2). Vertigo didefinisikan sebagai ilusi gerakan,
yang paling sering adalah perasaan atau sensasi tubuh yang berputar terhadap lingkungan atau sebaliknya, lingkungan sekitar kita
rasakan berputar. Vertigo juga dirasakan sebagai suatu perpindahan linear ataupun miring, tetapi gejala seperti ini relatif jarang
dirasakan. Secara etiologi, vertigo disebabkan oleh adanya abnormalitas organ-organ vestibuler.
Terapi massage merupakan upaya penyembuhan yang aman, efektif dan bisa dilakukan sendiri maupun dengan bantuan yang sudah
ahli. Terapi massage dapat membantu penyembuhan berbagai penyakit fisik. Orang yang sering mengalami akibat vertigo, disarankan
memanfaatkan waktu untuk istirahat yang cukup, pemijatan, mencukupi kebutuhan tubuh akan zat gizi, mineral, kalsium. Jika penyakit
vertigo tidak segera diatasi dan diobati, seseorang bisa saja mengalami gegar otak ringan hingga otak berat sebagai akibat dari
penderita vertigo yang sering kambuh.
Sumber: JPEHS 3 (2) (2016) Journal of Physical Education, Health and Sport http://journal.unnes.ac.id/nju/index.php/jpehs
PERKEMBANGAN TERAPI MASSAGE TERHADAP PENYEMBUHAN PENYAKIT VERTIGO Rustam Yuliyanto, M. Furqon H,
Muchsin Doewes Pendidikan Olahraga, Pascasarjana Universitas Negeri Surabaya, Indonesia,halaman 128

Menurut kamus bahasa Indonesia, vertigo diterjemahkan sebagai pusing. Pusing berbeda dengan nyeri kepala (headache). Pusing
dalam bahasa Inggris adalah dizziness atau giddiness, yakni sensasi berputar atau seperti hilang keseimbangan yang terasa di kepala.
Vertigo bukanlah suatu diagnosa penyakit, melainkan kumpulan gejala yang sifatnya subyektif dan obyektif. Vertigo tidak selalu
disebabkan oleh penyakit yang berbahaya, namun seringkali vertigo berlangsung untuk jangka waktu lama dan mengganggu kualitas
hidup orang yang mengalaminya.
 Fungsi keseimbangan:

Keseimbangan
2.1.1 Definisi Keseimbangan
Keseimbangan merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia agar dapat hidup mandiri. Keseimbangan adalah istilah umum yang
menjelaskan kedinamisan postur tubuh untuk mencegah seseorang terjatuh.9 Secara garis besar keseimbangan dapat diartikan sebagai
kemampuan untuk mengontrol pusat massa tubuh atau pusat gravitasi terhadap titik atau bidang tumpu, maupun kemampuan untuk
berdiri tegak dengan dua kaki penting dalam diri seseorang dan sebagai prekursor untuk inisiasi kegiatan lain hidup sehari-hari,
terutama bagi manula.
Sistem pengaturan keseimbangan semakin lama semakin memburuk seiring dengan bertambahnya usia. Penurunan dalam pengaturan
keseimbangan dan gaya berjalan yang memburuk adalah faktor kunci dalam kejadian jatuh dan masalah motorik lainnya pada lanjut
usia.1 Sayangnya, cedera dan hilangnya nyawa karena jatuh pada manula adalah faktor yang utama yang dihadapi manula. Perasaan
"takut jatuh" adalah awal penyebab umum aktivitas fisik yang menurun disertai dengan penurunan kekuatan otot tungkai bawah, yang
semakin mengakibatkan seseorang untuk jatuh lagi.12
Keseimbangan diasumsikan sebagai sekelompok refleks yang memicu pusat keseimbangan yang terdapat pada visual, vestibuler dan
sistem somatosensori.10 Sistem Visual atau sistem penglihatan adalah sistem utama yangterlibat dalam perencanaan gerak dan
menghindari rintangan di sepanjang jalan. Sistem vestibuler dapat diumpamakan sebagai sebuah giroskop yang merasakan atau
berpengaruh terhadap percepatan linier dan anguler, sedangkan sistem somatosensori adalah sistem yang terdiri dari banyak sensor
yang merasakan posisi dan kecepatan dari semua segmen tubuh, kontak mereka (dampak) dengan objek-objek eksternal (termasuk
tanah), dan orientasi gravitasi.9

2.1.2 Pusat Keseimbangan


2.1.2.1 Sistem Vestibuler
Selain perannya dalam pendengaran yang bergantung pada koklea, telinga dalam memiliki komponen khusus lain, aparatus
vestibularis, yang memberi informasi esensial bagi sensasi keseimbangan dan untuk koordinasi gerakan kepala dengan gerakan mata
dan postur. Aparatus vestibularis terdiri dari dua set struktur di dalam bagian terowongan tulang temporal dekat koklea, yaitu kanalis
semisirkularis dan organ otolit, yaitu utrikulus dan sakulus.
Aprataus vestibularis mendeteksi perubahan posisi dan gerakan kepala. Seperti di koklea, semua komponen aparatus vestibularis
mengandung endolimfe dan dikelilingi oleh perilimfe. Serupa dengan organ Corti, komponen-komponen vestibularis masing-masing
mengandung sel rambut yang berespons terhadap deformasi mekanis yang dipicu oleh gerakan spesifik endolimfe. Dan seperti sel
rambut auditorik, reseptor vestibularis dapat mengalami depolarisasi atau hiperpolarisasi, bergantung pada arah gerakan cairan. Tidak
seperti informasi dari sistem pendengaran, sebagian informasi yang dihasilkan oleh aparatus vestibularis tidak mencapai tingkat
kesadaran.14

Gambar 2. Sistem Vestibuler13


Sistem vestibuler dapat diumpamakan sebagai sebuah giroskop yang merasakan atau berpengaruh terhadap percepatan linier dan
anguler. Pada mamalia, makula utrikulus dan sakulus berespons terhadap percepatan linier. Secara umum, utrikulus berespons
terhadap percepatan horizontal dan sakulus terhadap percepatan vertikal. Otolit bersifat lebih padat daripada endolimfe dan percepatan
dalam semua arah menyebabkannya bergerak dengan arah berlawanan sehingga menyebabkan distorsi tonjolan sel rambut dan
mencetuskan aktivitas serabut saraf. Makula juga melepaskan muatan secara tonik walaupun tidak terdapat gerakan kepala, karena
gaya tarik bumi pada otolit. Impuls yang dihasilkan oleh reseptor reseptor ini sebagian berperan pada refleks menegakkan kepala dan
penyesuaian postur penting lain.
Walaupun sebagian besar respons terhadap rangsangan pada makula bersifat refleks, impuls vestibular juga mencapai korteks serebri.
Impuls-impuls ini diperkirakan berperan dalam persepsi gerakan yang disadari dan memberi sebagian informasi yang penting untuk
orientasi dalam ruang. Vertigo adalah sensasi berputar tanpa ada gerakan berputar yang sebenarnya dan merupakan gejala yang
menonjol apabila salah satu labirin mengalami inflamasi.
Percepatan anguler atau percepatan rotasi pada salah satu bidang kanalis semisirkularis tertentu akan merangsang kristanya.
Endolimfe, karena kelembamannya, akan bergeser ke arah yang berlawanan terhadap arah rotasi. Cairan ini mendorong kupula
sehingga menyebabkan perubahan bentuk. Hal ini membuat tonjolan sel rambut menjadi menekuk. Jika telah tercapai kecepatan rotasi
yang konstan, cairan berputar dengan kecepatan yang sama dengan tubuh dan posisi kupula kembali tegak. Apabila rotasi dihentikan,
perlambatan akan menyebabkan pergeseran endolimfe searah dengan rotasi, dan kupula mengalami perubahan bentuk dalam arah yang
berlawanan dengan arah saat percepatan. Kupula kembali ke posisi di tengah dalam 25-30 detik. Pergerakan kupula pada satu arah
biasanya menimbulkan lalu lintas impuls di setiap serabut saraf dari kristanya, sementara pergerakan dalam arah berlawanan umumnya
menghambat aktivitas saraf.
Rotasi menyebabkan perangsangan maksimum pada kanalis semisirkularis yang paling dekat dengan bidang rotasi. Karena kanalis di
satu sisi kepala merupakan bayangan cermin dari kanalis di sisi lain, endolimfe akan bergeser menuju ampula di satu sisi dan
menjauhinya di sisi yang lain. Dengan demikian, pola rangsangan yang mencapai otak beragam, sesuai arah serta bidang rotasi.
Percepatan linier mungkin tidak dapat menyebabkan perubahan kupula sehingga tidak dapat menyebabkan rangsangan pada krista.
Terdapat banyak bukti bahwa apabila salah satu bagian labirin rusak, bagian lain akan mengambil alih fungsinya. Dengan demikian,
lokalisasi fungsi labirin secara eksperimental sulit dilakukan.
Nukleus vestibularis terutama berperan mempertahankan posisi kepala dalam ruang. Jalur yang turun dari nukleus-nukleus ini
memeperantarai penyesuaian kepala terhadap leher dan kepala terhadap badan. Hubungan asendens ke nukleus saraf kranialis sebagian
besar berkaitan dengan pergerakan mata.15
2.1.2.2 Sistem Somatosensori
Sistem somatosensori adalah sistem sensorik yang beragam yang terdiri dari reseptor dan pusat pengolahan untuk menghasilkan
modalitas sensorik seperti sentuhan, temperatur, proprioseptif (posisi tubuh) dan nosiseptif (nyeri). Reseptor sensorik menutupi kulit
dan epitel, otot rangka, tulang dan sendi, organ dan sistem kardiovaskular. Informasi proprioseptif disalurkan ke otak melalui kolumna
dorsalis medula spinalis. Sebagian besar masukan (input) proprioseptif menuju serebelum, tetapi ada pula yang menuju ke korteks
serebri melalui lemniskus medialis dan thalamus.16
Pada otak, bagian yang berfungsi sebagai pusat pengatur keseimbangan adalah serebelum. Serebelum adalah bagian otak yang
seukuran bola kasti dan sangat berlipat serta terletak di bawah lobus oksipitalis korteks dan melekat ke punggung bagian atas bagian
otak. Di serebelum ditemukan lebih banyak neuron individual daripada di bagian otak lainnya dan hal ini menunjukkan pentingnya
struktur ini.14
Sistem saraf menggunakan serebelum untuk mengkoordinasikan fungsi pengatur motorik pada tiga tingkatan, sebagai berikut:
1. Vestibuloserebelum. Bagian ini pada prinsipnya tediri dari lobus flokulonodular serebral kecil (yang terletak di bawah serebelum
posterior) dan bagian vermis yang berdekatan. Bagian ini menyediakan sirkuit neuron untuk sebagian besar gerakan keseimbangan
tubuh.
2. Spinoserebelum. Bagian ini sebagian besar terdiri dari vermis serebelum posterior dan anterior ditambah zona intermedia yang
berdekatan pada kedua sisi vermis. Bagian ini terutama merupakan sirkuit untuk mengkoordinasikan gerakan-gerakan bagian distal
anggota tubuh, khususnya tangan dan jari.
3. Serebroserebelum. Bagian ini terdiri dari zona lateral besar hemisferium serebeli, di sebelah lateral zona intermedia. Bagian ini
sebenernya menerima semua inputnya dari korteks serebri motorik dan korteks premotorik serta korteks serebri somatosensorik yang
berdekatan bagian ini menjalarkan informasi outputnya ke arah atas, kembali ke otak, berfungsi sebagai alat umpan balik bersama
dengan seluruh sistem somatosensorik korteks serebri untuk merencanakan gerakan voluntar tubuh dan anggota tubuh yang berurutan,
merencanakan semua ini secepat sepersepuluh detik sebelum gerakan terjadi. Hal ini disebut “pembahasan motorik” gerakan yang
akan dilakukan.17
Gambar 3. Serebellum18
2.1.2.3 Sistem Visual
Sistem visual merupakan kontributor utama dalam keseimbangan tubuh, memberikan informasi tentang lingkungan, lokasi, arah, serta
kecepatan gerakan suatu individu. Dikarenakan banyak refleks postural dipicu oleh sistem vestibular juga bisa dipicu oleh stimulasi,
penglihatan dapat mengkompensasi hilangnya beberapa fungsi vestibular. Pada sebagian besar individu yang sangat tua
2.1.2.3 Sistem Visual
Sistem visual merupakan kontributor utama dalam keseimbangan tubuh, memberikan informasi tentang lingkungan, lokasi, arah, serta
kecepatan gerakan suatu individu. Dikarenakan banyak refleks postural dipicu oleh sistem vestibular juga bisa dipicu oleh stimulasi,
penglihatan dapat mengkompensasi hilangnya beberapa fungsi vestibular. Pada sebagian besar individu yang sangat tua penglihatan
juga terdegradasi dan memberikan informasi yang buram ataupun terdistorsi, sehingga ketajaman visual yang buruk berkorelasi
dengan tingginya frekuensi jatuh yang dialami oleh manula.12
Meskipun sistem penglihatan telah lama diketahui sebagai sistem utama dalam keseimbangan, harus ditekankan bahwa seseorang
dapat berdiri tegak dalam waktu yang lama dalam gelap.19–21 Akan tetapi, penelitian telah menunjukkan kemiringan tubuh lateral
yang spontan sangat berkurang jika dalam kondisi gelap tersebut diletakkan sebuah objek yang tegak dengan sebuah lampu dioda kecil
ditempelkan pada objek tersebut.22 Dengan demikian, stabilitas postural meningkat apabila terdapat peningkatan lingkungan dan
rangsang visual. Selain itu, terdapat pula parameter lain yang berkontribusi terhadap kontrol postur secara visual, diantaranya adalah
ukuran objek dan lokalisasi, disparitas binokuler, pergerakan visual, akuitas (ketajaman) visual, kedalaman lapang pandang ( depth of
field), serta frekuensi spasial.
Pandangan perifer memiliki peran yang lebih penting dalam menjaga posisi berdiri yang stabil bila dibandingkan dengan pandangan
sentral. Studi yang dilakukan oleh Berenesi, Ishihara dan Inanaka menunjukkan stimulasi visual terhadap pandangan perifer dapat
mengurangi kemiringan postural pada arah stimulus visual yang diobservasi pada bidang anteroposterior, yang lebih baik jika
dibandingkan dengan bidang medial-lateral. Para peneliti menyimpulkan bahwa pandangan perifer bekerja pada bingkai penglihatan
yang berpusat pada subjek yang melihat. Dengan demikian, pandangan perifer digunakan baik untuk stabilisasi visual kemiringan
tubuh yang spontan maupun kemiringan tubuh terinduksi visual karena ukuran bidang pandang yang distimulasi dan dimanipulasi
daripada spesialisasi fungsional pandangan perifer untuk kontrol postural.22
Terdapat dua hipotesis yang mencoba menjelaskan bagaimana seseorang menjaga stabilitas saat terdapat pergerakan mata, yaitu teori
inflow dan outflow. Teori inflow menjelaskan bahwa reseptor proprioseptif pada otot ekstraokuler memberikan informasi mengenai
posisi dan perpindahan mata dalam orbit, sedangkan teori outflow menjelaskan bahwa percabangan outflow neural atau sebuah salinan
eferens menginformasikan sistem saraf pusat untuk menjaga konsistensi visual.22

Gambar 4. Sistem Visual23


2.1.3 Tes Keseimbangan
Keseimbangan dapat dibagi menjadi 2 kriteria, yaitu keseimbangan statis dan dinamis. Keseimbangan statis adalah kemampuan untuk
mempertahankanposisi tubuh dimana Center of Gravity (COG) tidak berubah. Contoh keseimbangan
statis saat berdiri dengan satu kaki, menggunakan papan keseimbangan. Keseimbangan dinamis adalah kemampuan untuk
mempertahankan posisi tubuh dimana COG selalu berubah, contoh saat berjalan.
Terdapat banyak tes untuk menguji keseimbangan baik statis maupun dinamis, salah satu tes tersebut adalah Standing Stork Test (SST).
Standing Stork Test atau yang biasa disebut one leg stand (berdiri dengan satu kaki) adalah alat ukur untuk mengetes kemampuan
keseimbangan statik atlet saat berdiri satu kaki dengan mata tertutup. Untuk tes keseimbangan fungsional Standing Stork Test
umumnya dipakai sebagai gold standart dibandingkan test keseimbangan lainnya pada usia 15-30 tahun seseorang mampu berdiri
dengan satu kaki dengan rata-rata tertinggi 26-39 detik.13
Subjek memulai Standing Stork Test dengan berdiri secara nyaman dengan dua kaki dengan tangan di pinggang dan diinstruksikan
untuk mengangkat satu kaki dan meletakkan jari kaki di kaki yang diangkat tersebut pada lutut kaki sebelahnya. Subjek kemudian
diminta untuk mengangkat tumit dan berjinjit jika diperintah. Penghitung waktu dijalankan ketika subjek mulai berjinjit. Penghitung
waktu dihentikan jika salah satu atau kedua tangan terlepas dari pinggang, kaki penopang bergeser atau berpindah ke arah manapun,
kaki yang tidak menopang terlepas dari lutut kaki penopang, maupun bila tumit kaki penopang menyentuh tanah. Tes ini dilakukan
sebanyak 3 kali untuk mendapatkan nilai rata-rata dan meminimalisir terjadinya kesalahan.24
2.1.4 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Keseimbangan
1. Usia
Letak titik berat tubuh berkaitan dengan pertambahan usia. Pada anakanak letaknya lebih tinggi karena ukuran kepala anak relatif lebih
besar dari kakinya yang lebih kecil. Keadaan ini akan berpengaruh pada keseimbangan tubuh, dimana semakin rendah letak titik berat
terhadap bidang tumpu akan semakin mantap atau stabil posisi tubuh.25
2. Jenis Kelamin
Meski banyak sumber yang menyatakan bahwa jenis kelamin tidak berpengaruh pada keseimbangan, ada yang harus dipertimbangkan
terkait pengaruh jenis kelamin pada keseimbangan. Perbedaan keseimbangan tubuh berdasarkan jenis kelamin antara pria dan wanita
disebabkan oleh adanya perbedaan letak titik berat. Pada pria letaknya kira-kira 56% dari tinggi badannya sedangkan pada wanita
letaknya kira-kira 55% dari tinggi badannya. Pada wanita letak titik beratnya rendah karena panggul dan paha wanita relatif lebih berat
dan tungkainya pendek.26
3. Kekuatan Otot
Kekuatan otot adalah kemampuan otot atau grup otot menghasilkan tegangan dan tenaga selama usaha maksimal baik secara dinamis
maupun secara statis. Kekuatan otot dihasilkan oleh kontraksi otot yang maksimal. Otot yang kuat merupakan otot yang dapat
berkontraksi dan relaksasi dengan baik, jika otot kuat maka keseimbangan dan aktivitas sehari-hari dapat berjalan dengan baik seperti
berjalan, lari, bekerja ke kantor, dan lain sebagainya.13
4. Index Massa Tubuh (IMT)
Indeks massa tubuh merupakan alat atau cara yang sederhana untuk memantau status gizi orang dewasa. IMT tidak bisa digunakan
untuk anak-anak, bayi baru lahir, dan wanita hamil khususnya yang berkaitan dengan kekurangan dan kelebihan berat badan. Untuk
mengetahui nilai IMT ini, dapat dihitung dengan rumus berikut:
Berat Badan (Kg)
IMT = -------------------------------------------------------
Tinggi Badan (m) x Tinggi Badan (m)
Kriteria IMT digunakan standart dari WHO yaitu bagi orang Asia, dengan nilai normal yaitu 18,5-22,9. Untuk kepentingan di
Indonesia, maka karena wilayah indonesia termasuk dalam kategori wilayah Asia maka digunakan kriteria untuk orang asia adalah
sebagai berikut:

Berdasarkan hasil penelitian ternyata IMT yang tinggi pada kriteria overweight 23-24.9 Kg/m2 mempengaruhi tingkat keseimbangan
seseorang dan berdasarkan hasil penelitian didapatkan korelasi yang tinggi antara IMT dengan keseimbangan pada usia 20-40 tahun.28
5. Aktivitas Fisik
Aktivitas fisik adalah suatu gerakan fisik yang dapat menyebabkan terjadinya kontraksi otot. Aktivitas fisik dapat meningkatkan
kebugaran jasmani, koordinasi, kekuatan otot yang berdampak pada perbaikan keseimbangan tubuh

I. DEFINISI
Keseimbangan adalah kemampuan untuk mempertahankan kesetimbangan tubuh ketika di tempatkan di berbagai posisi. Definisi
menurut O’Sullivan, keseimbangan adalah kemampuan untuk mempertahankan pusat gravitasi pada bidang tumpu terutama ketika saat
posisi tegak. Selain itu menurut Ann Thomson, keseimbangan adalah kemampuan untuk mempertahankan tubuh dalam posisi
kesetimbangan maupun dalam keadaan statis atau dinamis, serta menggunakan aktivitas otot yang minimal.   Keseimbangan juga bisa
diartikan sebagai kemampuan relatif  untuk mengontrol pusat massa tubuh (center of mass) atau pusat gravitasi (center of gravity)
terhadap bidang tumpu (base of support). Keseimbangan melibatkan  berbagai gerakan di setiap segmen tubuh dengan di dukung oleh
sistem muskuloskleletal dan bidang tumpu. Kemampuan untuk menyeimbangkan massa tubuh dengan bidang tumpu akan membuat
manusia mampu untuk beraktivitas secara efektif dan efisien.
Keseimbangan terbagi atas dua kelompok, yaitu :
1)      Keseimbangan statis:
Kemampuan tubuh untuk menjaga kesetimbangan pada posisi tetap (sewaktu berdiri dengan satu kaki, berdiri diatas papan
keseimbangan).
2)      Keseimbangan dinamis :
Adalah kemampuan untuk mempertahankan kesetimbangan ketika bergerak. Keseimbangan dinamis adalah pemeliharaan pada tubuh
melakukan gerakan atau saat berdiri pada landasan yang bergerak (dynamic standing) yang akan menempatkan ke dalam kondisi yang
tidak stabil. Keseimbangan merupakan interaksi yang kompleks dari integrasi sistem sensorik (vestibular, visual, dan somatosensorik
termasuk proprioceptor) dan muskuloskeletal (otot, sendi, dan jaringan lunak lain) yang dimodifikasi/diatur dalam otak (kontrol
motorik, sensorik, basal ganglia, cerebellum, area asosiasi) sebagai respon terhadap perubahan kondisi internal dan eksternal.
Dipengaruhi juga oleh faktor lain seperti usia, motivasi, kognisi, lingkungan, kelelahan, pengaruh obat dan pengalaman terdahulu.

II. Anatomi Organ Keseimbangan Pada Telinga


II.1 Anatomi Labirin
Alat vestibuler (alat keseimbangan) terletak ditelinga dalam (labirin), terlindungi oleh tulang yang paling keras yang dimiliki oleh
tubuh. Labirin terdiri atas labirin tulang dan labirin membran. Labirin membran terletak dalam labirin tulang dan bentuknya hampir
menurut bentuk labirin tulang. Antara labirin tulang dan labirin membran terdapat perilimfa (tinggi natrium rendah kalium), sedangkan
endolimfa (tinggi kalium dan rendah natrium) terdapat di dalam labirin membran. Berat jenis cairan endolimfa lebih tinggi dari pada
cairan perilimfa. Ujung saraf vestibuler berada dalam labirin membran yang terapung dalam perilimfa, yang berada dalam labirin
tulang. Tulang labirin, terdiri dari bagian vestibuler (kanalis semisirkularis, utriculus, sacculus) dan bagian koklea. Setiap labirin terdiri
dari 3 kanalis semi sirkularis, yaitu horizontal (lateral), anterior (superior), dan posterior (inferior).
Utrikulus dan sakulus mengandung makula yang diliputi oleh sel-sel rambut. Penutup sel-sel rambut ini adalah suatu lapisan
gelatinosa yang ditembus oleh silia dan pada lapisan ini terdapat pula otolit yang mengandung kalsium dan dengan berat jenis yang
lebih besar daripada endolimfe. Karena pengaruh gravitasi, maka gaya dari otolit akan membengkokkan silia sel-sel rambut dan
menimbulkan rangsangan pada reseptor. Sakulus berhubungan dengan utrikulus melalui suatu duktus yang sempit yang juga
merupakan saluran menuju sakus endolimfatikus. Makula utrikulus terletak pada bidang yang tegak lurus terhadap makula sakulus.
Ketiga kanalis semisirkularis bermuara pada utrikulus. Masing-masing kanalis mempunyai suatu ujung yang melebar membentuk
ampula dan mengandung sel-sel rambut krista. Sel- sel rambut menonjol pada pada suatu kupula gelatinosa. Gerakan endolimfe dalam
kanalis semisirkularis akan menggerakan kupula yang selanjutnya akan membengkokkan silia sel-sel rambut krista dan merangsang sel
reseptor.

II.2 Sistem persyarafan di membran labirin


Jalur saraf yang dilalui dimulai dari nervus-nervus dari utriculus, saculus dan kanalis semi sirkularis membentuk suatu
ganglion vestibularis. Jalur keseimbangan terbagi 2 neuron. Jalur keseimbangan terbagi 2 neuron;
1. Neuron ke 1, Sel-sel bipolar dari ganglion vestibularis. Neurit-neurit membentuk N. Vestibularis dari N. Vestibulocochlearis pada
dasar liang pendengaran dalam dan menuju nuklei vestibularis.
2. Nuklei ke 2 dari Nucleus vestibularis lateralis (inti Deiters) keluar serabut-serabut yang menuju Formatio retikularis, ke inti-inti
motorik saraf otak ke III, IV dan V (melalui Fasciculuslongitudinalis medialis), ke Nuclei Ruber dan sebagai Tractus vestibulospinalis
didalam batang depan dari sumsum tulang belakang. Dari Nuclei vestibularis medialis (inti Schwable) dan Nucleus vestibularis
inferior (inti Roller) muncul bagian-bagian Tractus vestibulospinal dan hubungan-hubungan kearah Formatio Retikularis. Nucleus
vestibularis superior (inti Bechterew) mengirimkan antara lain serabut-serabut untuk otak kecil.

II.3 Serebellum
Merupakan organ yang melekat kebelakang bagian atas batang otak, terletak di bawah lobus oksipitalis korteks. Serebelum terdiri dari
tiga bagian yang secara fungsional berbeda. Bagian bagian ini memiliki rangkaian masukan dan keluaran dan dengan demikian
memiliki fungsi yang berbeda beda :
1. Vestibuloserebellum penting untuk untuk mempertahankan keseimbangan dan mengontrol gerak mata.
2. Spinoserebelum mengatur tonus otot dan gerakan volunter yang terampil dan terkoordinasi.
3. Serebroserebelum berperan dalam perencanaan dan inisiasi aktifitas volunter dengan memberikan masukan ke daerah daerah
motorik korteks. Bagian ini juga merupakan daerah serebelum yang terlibat dalam ingatan prosedural. Berbagai gejala yang
menandai penyakit serebelum semuanya dapat dikaitkan dengan hilangnya fungsi fungsi tersebut, antara lain adalah gangguan
keseimbangan, nistagmus, penurunan tonus otot tetapi tanpa paralisis.

II.4 Neurofisiologi organ keseimbangan

Alur perjalanan informasi berkaitan dengan fungsi alat keseimbangan tubuh melewati tahapan sebagai berikut.
a. Tahap Transduksi.
Rangsangan gerakan diubah reseptor vestibuler (hair cel), reseptor visus (rod dan cone cells) dan reseptor proprioseptik, menjadi
impuls saraf. Dari ketiga reseptor tersebut, reseptor vestibuler menyumbang informasi terbesar dibanding dua reseptor lainnya, yaitu
lebih dari 55%. Mekanisme transduksi hair cells vestibulum berlangsung ketika rangsangan gerakan membangkitkan gelombang pada
endolimph yang mengandung ion K (kalium). Gelombang endolimph akan menekuk rambut sel (stereocilia) yang kemudian
membuka/menutup kanal ion K bila tekukan stereocilia mengarah ke kinocilia (rambut sel terbesar) maka timbul influks ion K dari
endolym ke dalam hair cells yang selanjutnya akan mengembangkan potensial aksi. Akibatnya kanal ion Ca (kalsium) akan terbuka
dan timbul ion masuk ke dalam hair cells. Influks ion Ca bersama potensial aksi merangsang pelepasan neurotransmitter (NT) ke celah
sinaps untuk menghantarkan (transmisi) impuls ke neuron berikutnya, yaitu saraf aferen vestibularis dan selanjutnya menuju ke pusat
alat keseimbangan tubuh.
b. Tahap Transmisi
Impuls yang dikirim dari haircells dihantarkan oleh saraf aferen vestibularis menuju ke otak dengan NT-nya glutamate
c. Tahap Modulasi
Modulasi dilakukan oleh beberapa struktur di otak yang diduga pusat alat keseimbangan tubuh, antara lain
 Inti vestibularis
 Vestibulo-serebelum
 Inti okulo motorius
 Hipotalamus
 Formasio retikularis
 Korteks prefrontal dan imbik
Struktur tersebut mengolah informasi yang masuk dan memberi respons yang sesuai. Manakala rangsangan yang masuk sifatnya
berbahaya maka akan disensitisasi. Sebaliknya, bila bersifat biasa saja maka responsnya adalah habituasi

III.   Fisiologi keseimbangan


Kemampuan tubuh untuk mempertahankan keseimbangan dan kestabilan postur oleh aktivitas motorik tidak dapat dipisahkan dari
faktor lingkungan dan sistem regulasi yang berperan dalam pembentukan keseimbangan. Tujuan dari tubuh mempertahankan
keseimbangan adalah  menyangga tubuh melawan gravitasi dan faktor eksternal lain, untuk mempertahankan pusat massa tubuh agar
seimbang dengan bidang tumpu, serta menstabilisasi bagian tubuh ketika bagian tubuh lain bergerak.

III. Gerak linear


Sakulus (kantung kecil) dan utrikus (tas kecil) adalah tonjolan kecil pada dinding telinga dalam dan masi ng-masing berisi
makula (organ makula) yang terendam dalam endolimfa, setiap makula merupakan organ reseptor tranduksi mekanoelektrik berisi sel
rambut. Setiap sel rambut terdiri atas beberapa stereosilia di apeksnya dan satu kinosilia (filament protoplasma), dikelilingi membran
otolitik yang berisi Kristal kalsium karbonat kecil (panjang 1-19 mikron) yang disebut otolit (batu telinga) . Masa gelatinosa yang
mengandung otolit berubah posisi dan membengkokan rambut  rambut dalam dua cara :
1. Ketika kepala digerakkan ke segala arah selain vertikal (yaitu selain tegak dan menunduk ), rambut rambut membengkok sesuai
dengan arah gerakan kepala karena gaya gravitasi yang mendesak bagian atas lapisan gelatinosa yang berat.
2. Rambut – rambut utrikulus juga berubah posisi akibat setiap perubahan dalam gerakan linier horizontal (misalnya bergerak lurus
kedepan, kebelakang, atau kesamping). Ketika seseorang mulai berjalan kedepan, bagian atas membran otolit yang berat mula  – mula
tertinggal di belakang endolimfe dan sel – sel rambut karena inersianya yang lebih besar. Rambut utrikulus mendeteksi akselerasi atau
deselerasi linier horizontal, tetapi tidak memberikan informasi mengenai gerakan lurus yang berjalan konstan. Sarkulus mempunyai
fungsi serupa dengan utrikulus, kecuali bahwa ia berespon secara selektif terhadap kemiringan kepala menjauhi posisi horizontal
( misalnya bangun dari tempat tidur ) dan terhadap akselerasi atau deselerasi liner vertikal ( misalnya meloncat  – loncat atau berada
dalam elevator ).
Orientasi sakulus dan utrikulus sedemikian rupa sehingga makula memberi informasi pada otak tentang perubahan gerakan linier
kepala dan badan, sebagai konsekuensinya aktivasi makular terjadi, terutama saat awal (akselerasi) dan akhir (deselerasi) gerakan, jadi
dalam mobil yang bergerak atau elevator, kita merasakan gerakan pada saat awal dan akhir.

III.2 Gerak Angular


Kanalis semi sirkularis dari apparatus vestibuli berperan dalam gerak rotasi. Tiga kanal yang berisi cairan terletak tegak satu sama lain.
Oleh karena itu, gerak rotasi kepala ke jurusan manapun akan merangsang setidaknya salah satu kanal. Di setiap ujung masing-masing
kanal terdapat organ indra transduksi mekano elektrik, yang disebut ampulla. Seperti makula, setiap ampula berisi sel rambut dengan
struktur silia yang sama, dikelilingi lapisan gelatin yang disebut kupula (cangkir kecil=cup kecil). Kapula menyilang lumen kanal ke
dinding kanal lainnya.

Kanalis semisirkularis mendeteksi akselerasi atau deselerasi anguler atau rotasional kepala, seperti berjungkir balik, memutar
kepala,atau berhenti memutar. Terdapat tiga kanalis semisirkularis yang secara tiga dimensi tersusun dalam bidang yang saling tegak
lurus.

Sel-sel rambut reseptif di setiap kanalis semisirkularis terletak di atas suatu bubungan (ridge) yang terletak di ampula. Rambut-rambut
terbenam pada lapisan gelatinosa, yang disebut sebagai kupula. Kupula menonjol ke dalam endolimfe di dalam ampula. Kupula dapat
bergoyang sesuai dengan arah gerakan cairan. Akselerasi atau deselerasi selama rotasi kepala ke segala arah menyebabkan pergerakan
endolimfe. Pergerakan endolimfe dapat terjadi pada satu kanalis karena adanya perbedaan dimensi pada ketiga kanalis tersebut. Pada
saat kepala mulai bergerak, cairan dalam kanalis, yang mula-mula diam tak bergerak, ikut bergerak berlawanan arah rotasi tetapi
tertinggal di belakang karena adanya kelembaman (suatu benda akan tetap diam atau tetap bergerak kecuali ada gerakan dari luar yang
bekerja padanya).
Gerakan cairan tersebut menyebabkan kupula condong kearah berlawanan dengan arah gerak kepala, membengkokkan rambut-rambut
sensorik yang terbenam di dalamnya. Jika gerakan berlanjut, cairan endolimfe juga akan tetap bergerak bersama kepala dan rambut
sensorik akan kembali ke posisi semula. Sewaktu kepala berhenti bergerak, endolimfe melanjutkan diri bergerak searah dengan rotasi
sementara kepala melambat untuk berhenti. Posisi kepala mengakibatkan desakan otolith pada rambut yang menimbulkan impuls yang
akan dikirim ke otak Tekukan bulu menyebabkan permeabilitas membran sel berubah sehingga ion Kalsium menerobos masuk
kedalam sel (influx). Influx Ca akan menyebabkan terjadinya depolarisasi dan juga merangsang pelepasan NT eksitator (dalam hal ini
glutamat) yang selanjutnya akan meneruskan impul sensoris ini lewat saraf aferen (vestibularis) ke pusat-pusat alat keseimbangan
tubuh di otak
Melalui refleks vestibulo-occular, mereka mengontrol gerak mata, terutama ketika melihat obyek yang bergerak. Mereka meneruskan
pesan melalui saraf kranialis VIII ke nukleus vestibular yang berlokasi di batang otak. Beberapa stimulus tidak menuju nukleus
vestibular tetapi ke cerebellum, formatio retikularis, thalamus dan korteks serebri.
Nukleus vestibular menerima masukan (input) dari reseptor labyrinthine, retikular formasi, dan serebelum. Keluaran (output) dari
nukleus vestibular menuju ke motor neuron melalui medula spinalis, terutama ke motor neuron yang menginervasi otot-otot proksimal,
kumparan otot pada leher dan otot-otot punggung (otot-otot postural). Sistem vestibular bereaksi sangat cepat sehingga membantu
mempertahankan keseimbangan tubuh dengan mengontrol otot-otot postural
IV. Komponen-komponen pengontrol keseimbangan adalah:
1)      Sistem informasi sensoris
i. Komponen vestibular merupakan sistem sensoris yang berfungsi penting dalam keseimbangan, kontrol kepala, dan gerak
bola mata. Reseptor  sensoris vestibular berada di dalam telinga. Komponen telinga yang memiliki fungsi keseimbangan
adalah aparatus vestibularis.
ii. sistem somatosensoris terdiri dari taktil atau proprioseptif serta persepsi-kognitif. Informasi propriosepsi disalurkan ke otak
melalui kolumna dorsalis medula spinalis. Sebagian besar masukan (input) proprioseptif menuju cerebellum, tetapi ada pula
yang menuju ke korteks serebri melalui lemniskus medialis dan thalamus.
iii. visual memegang peran penting dalam sistem sensoris. Keseimbangan akan terus berkembang sesuai umur, mata akan
membantu agar tetap fokus pada titik utama untuk mempertahankan keseimbangan, dan sebagai monitor tubuh selama
melakukan gerak statis atau dinamis. Penglihatan juga merupakan sumber utama informasi tentang lingkungan dan tempat
kita berada, penglihatan memegang peran penting untuk mengidentifikasi dan mengatur jarak gerak sesuai lingkungan
tempat kita berada. Penglihatan muncul ketika mata menerima sinar yang berasal dari obyek sesuai jarak pandang. Dengan
informasi visual, maka tubuh dapat menyesuaikan atau bereaksi terhadap perubahan bidang pada lingkungan aktivitas
sehingga memberikan kerja otot yang sinergis untuk mempertahankan keseimbangan tubuh.
2)      Kekuatan otot (Muscle Strength)
Kekuatan otot umumnya diperlukan dalam melakukan aktivitas. Semua gerakan yang dihasilkan merupakan hasil dari adanya
peningkatan tegangan otot sebagai respon motorik.
Kekuatan otot dapat digambarkan sebagai kemampuan otot menahan beban baik berupa beban eksternal ( eksternal force) maupun
beban internal (internal force). Kekuatan otot sangat berhubungan dengan sistem neuromuskuler yaitu seberapa besar kemampuan
sistem saraf mengaktifasi otot untuk melakukan kontraksi. Sehingga semakin banyak serabut otot yang teraktifasi, maka semakin besar
pula kekuatan yang dihasilkan otot tersebut. 
Kekuatan otot dari kaki, lutut serta pinggul harus adekuat untuk mempertahankan keseimbangan tubuh saat adanya gaya dari luar.
Kekuatan otot tersebut berhubungan langsung dengan kemampuan otot untuk melawan gaya gravitasi serta beban eksternal lainnya
yang secara terus menerus mempengaruhi posisi tubuh.
3)      Respon otot-otot postural yang sinergis (Postural muscles response synergies)
Respon otot-otot postural yang sinergis mengarah pada waktu dan jarak dari aktivitas kelompok otot yang diperlukan untuk
mempertahankan keseimbangan dan kontrol postur. Beberapa kelompok otot baik pada ekstremitas atas maupun bawah berfungsi
mempertahankan postur saat berdiri tegak serta mengatur keseimbangan tubuh dalam berbagai gerakan. Keseimbangan pada tubuh
dalam berbagai posisi hanya akan dimungkinkan jika respon dari otot-otot postural bekerja secara sinergis sebagai reaksi dari
perubahan posisi, titik tumpu, gaya gravitasi, dan aligment tubuh.
Kerja otot yang sinergis berarti bahwa adanya respon yang tepat (kecepatan dan kekuatan) suatu otot terhadap otot yang lainnya dalam
melakukan fungsi gerak tertentu.
4)      Adaptive systems
Kemampuan adaptasi akan memodifikasi input sensoris dan keluaran motorik (output) ketika terjadi perubahan tempat sesuai dengan
karakteristik lingkungan.
5)      Lingkup gerak sendi (Joint range of motion)
Kemampuan sendi untuk membantu gerak tubuh dan mengarahkan gerakan terutama saat gerakan yang memerlukan keseimbangan
yang tinggi.
V. Faktor-faktor yang mempengaruhi keseimbangan adalah
1)      Pusat gravitasi (Center of Gravity-COG)
Pusat gravitasi terdapat pada semua obyek, pada benda, pusat gravitasi terletak tepat di tengah benda tersebut. Pusat gravitasi adalah
titik utama pada tubuh yang akan mendistribusikan massa tubuh secara merata. Bila tubuh selalu ditopang oleh titik ini, maka tubuh
dalam keadaan seimbang. Pada manusia, pusat gravitasi berpindah sesuai dengan arah atau perubahan berat. Pusat gravitasi manusia
ketika berdiri tegak adalah tepat di atas pinggang diantara depan dan belakang vertebra sakrum ke dua.
Derajat stabilitas tubuh dipengaruhi oleh empat faktor, yaitu: ketinggian dari titik pusat gravitasi dengan bidang tumpu, ukuran bidang
tumpu, lokasi garis gravitasi dengan bidang tumpu, serta berat badan.
2)      Garis gravitasi (Line of Gravity-LOG)
Garis gravitasi merupakan garis imajiner yang berada vertikal melalui pusat gravitasi dengan pusat bumi. Hubungan antara garis
gravitasi, pusat gravitasi dengan bidang tumpu adalah menentukan derajat stabilitas tubuh.
 
     Gambar 2.1. Garis gravitasi (Dhaenkpedro, 2009)

 3)      Bidang tumpu (Base of Support-BOS)


Bidang tumpu merupakan bagian dari tubuh yang berhubungan dengan permukaan tumpuan. Ketika garis gravitasi tepat berada di
bidang tumpu, tubuh dalam keadaan seimbang. Stabilitas yang baik terbentuk dari luasnya area bidang tumpu. Semakin besar bidang
tumpu, semakin tinggi stabilitas. Misalnya berdiri dengan kedua kaki akan lebih stabil dibanding berdiri dengan satu kaki. Semakin
dekat bidang tumpu dengan pusat gravitasi, maka stabilitas tubuh makin tinggi

STEP 2
1. Bagaimana fisiologi keseimbangan?
2. Mengapa pasien mengeluh pusing terus menerus, jantung berdebar, keringat dingin, dan mual?
3. Apa hubungan pasien dalam perjalanan yang berkelok dan tidak rata dengan keluhannya?
4. Apakah dengan mencoba untuk tiduran keluhannya akan berkurang?
5. Jenis2 penyakit gangguan keseimbangan?
6. Apa diagnosis dan diagnosis banding dari skenario?
7. Apa manifestasi klinis dianosis?
8. Etiologi dan faktor resiko?
9. Patofisiologi dan patogenesis?
10. Pemeriksaan penunjang?
11. Tatalaksana?
12. Komplikasi?
13. Pencegahan?
STEP 3
1. Bagaimana fisiologi keseimbangan?

Sensasi Vestibular dan Pemeliharaan Keseimbangan


Aparatus Vestibular
Aparatus vestibular, tampak pada Gambar 55-9, merupakan organ sensorik untuk mendeteksi sensasi keseimbangan. Alat ini
terbungkus dalam suatu sistem tabung tulang dan ruanganruangan yang terletak dalam bagian petrosa (bagian seperti batu, bagian
keras) tulang temporal, yang disebut labirin tulang. Di dalam sistem ini terdapat tabung membran dan ruangan yang disebut labirin
membranosa, yang merupakan bagian fungsional aparatus vestibular.
Bagian atas Gambar 55-9 memperlihatkan labirin membranosa. Labirin ini terutama terdiri atas koklea (duktus koklearis); tiga kanalis
semisirkularis; dan dua ruangan besar yang dikenal sebagai utrikulus dan sakulus. Koklea merupakan organ sensorik utama untuk
pendengaran (lihat Bab 52) dan hampir tidak berhubungan dengan keseimbangan. Biarpun begitu, kanalis semisirkularis, utrikulus,
dan sakulus, semuanya merupakan bagian integral mekanisme keseimbangan.
"Makula"—Organ Sensorik Utrikulus dan Sakulus untuk Mendeteksi Orientasi Kepala terhadap Gravitasi. Di bagian permukaan dalam
dari setiap utrikulus dan sakulus, terlihat pada bagian atas Gambar 55-9, terdapat daerah sensorik kecil yang diameternya sedikit lebih
besar dari 2 mm dan disebut sebagai makula. Makula pada utrikulus terutama terletak pada bidang horizontal permukaan inferior
utrikulus dan berperan penting dalam menentukan orientasi kepala ketika kepala dalam posisi tegak. Sebaliknya, makula pada sakulus
terutama terletak dalam bidang vertikal dan memberikan sinyal orientasi kepala saat seseorang berbaring.
Setiap makula ditutupi oleh lapisan gelatinosa yang dilekati oleh banyak kristal kalsium karbonat kecil-kecil yang disebut statokonia.
Dalam makula juga didapati beribu-ribu sel rambut, yang salah satunya diperlihatkan pada Gambar 55-10; sel ini akan menonjolkan
silia ke dalam lapisan gelatinosa tadi.
Bagian basis dan sisi sel-sel rambut bersinaps dengan ujungujung sensorik saraf vestibular.
Statokonia yang mengandung kalsium memiliki gravitasi spesifik dua sampai tiga kali lebih besar daripada gravitasi spesifik cairan
dan jaringan sekitarnya. Berat statokonia membengkokkan silia dalam arah dorongan gravitasi.
Sensitivitas Arah Sel Rambut—Kinosilium.
Setiap sel rambut memiliki 50 sampai 70 silia kecil, yang disebut stereosilia, ditambah satu silium besar, yaitu kinosilium, seperti yang
tampak dalam Gambar 55-10. Kinosilium selalu terletak di satu sisi, dan stereosilia secara progresif menjadi semakin pendek ke arah
sisi lain pada sel. Pelekatan filamentosa yang tipis, yang hampir tidak dapat terlihat bahkan dengan mikroskop elektron sekali pun,
menghubungkan ujung setiap stereosilium dengan stereosilium selanjutnya yang lebih panjang dan, akhirnya, ke kinosilium. Oleh
karena pelekatanini, kalau stereosilia dan kinosilium melekuk ke arah kinosilium, pelekatan filamentosa akan menarik stereosilia
berikutnya, mendorongnya ke arah luar badan sel. Keadaan ini akan membuka beberapa ratus saluran cairan dalam membran sel
neuron di sekeliling dasar stereosilia, dan saluransaluran tersebut mampu menghantarkan ion positif dalam jumlah besar. Oleh karena
itu, ion positif mengalir ke dalam sel dari cairan endolimfe di sekelilingnya, menimbulkan depolarisasi membran reseptor. Sebaliknya,
pembengkokan tangkai stereosilia ke arah yang berlawanan (ke belakang kinosilium) menurunkan tegangan pada pelekatan, dan
keadaan ini akan menutup saluran ion, dengan demikian menimbulkan hiperpolarisasi reseptor. Dalam keadaan istirahat normal,
serat-serat saraf yang keluar dari sel-sel rambut menghantarkan impuls saraf terusmenerus dengan kecepatan sekitar 100 per detik. Bila
stereosilia membengkok ke arah kinosilium, perjalanan impuls meningkat, sering kali sampai beberapa ratus per detik; sebaliknya,
pembengkokan silia yang menjauhi kinosilia menurunkan perjalanan impuls, sering kali bahkan mematikan seluruhnya. Oleh karena
itu, ketika orientasi kepala dalam hal ini berubah dan berat statokonia menyebabkan silia membengkok, sinyal-sinyal yang sesuai akan
dihantarkan ke otak untuk mengatur keseimbangan. Pada setiap makula, setiap sel rambut diarahkan ke berbagai jurusan, sehingga
beberapa sel rambut terangsang ketika kepala menunduk ke depan, dan beberapa yang lainnya akan terangsang ketika kepala
menengadah ke belakang, dan yanglain lagi akan terangsang ketika kepala miring ke satu sisi, dan seterusnya. Oleh karena itu, timbul
berbagai pola eksitasi di serabut saraf makula untuk setiap posisi kepala di dalam lapangan gravitasi "pola" inilah yang
memberitahukan ke otak tentang posisi kepala dalam ruangan.
Kanalis Semisirkularis.
Tiga kanalis semisirkularis pada setiap aparatus vestibular, yaitu kanalis semisirkularis anterior, posterior, dan lateral (horizontal),
tersusun saling tegak lurus satu sama lain, sehingga ketiga kanalis ini merepresentasikan ketiga bidang dalam ruang. Bila kepala
tunduk kira-kira 30 derajat ke depan, kanalis semisirkularis lateral kira-kira ada pada bidang horizontal sesuai dengan permukaan
bumi; kemudian kanalis anterior ada pada bidang vertikal yang arah proyeksinya ke depan dan 45 derajat ke luar, dan kanalis
posterior ada pada bidang vertikal yang berproyeksi ke belakang dan 45 derajat ke luar. Pada ujung akhir setiap kanalis semisirkularis
terdapat pembesaran yang disebut ampula, dan kanalis serta ampula ini terisi oleh cairan yang disebut endolimfe. Aliran cairan di
dalam kanalis dan ampulanya merangsang organ sensorik ampula melalui cara berikut ini: Gambar 55-11 memperlihatkan pada setiap
ampula terdapat tonjolan kecil yang disebut krista ampularis. Pada puncak krista ini terdapat jaringan longgar massa gelatinosa, yang
disebut kupula. Bila kepala seseorang mulai memutar ke suatu arah, inersia cairan di dalam satu atau lebih kanalis semisirkularis akan
mempertahankan cairan untuk tetap tak bergerak sementara kanalis semisirkularis berputar searah dengan kepala. Hal ini
menyebabkan cairan mengalir dari kanalis menuju ke ampula, membengkokkan kupula ke satu sisi, seperti yang diperlihatkan oleh
posisi kupula terwarnai dalam Gambar 55-11. Putaran kepala dalam arah yang berlawanan menyebabkan kupula membengkok ke sisi
yang berlawanan pula.
Ke dalam kupula terdapat ratusan penjuluran silia dari selsel rambut yang terletak di puncak krista ampularis. Kinosilia sel-sel rambut
ini semuanya berorientasi ke arah sisi yang sama dalam kupula, dan pembengkokan kupula dalam arah tersebut menyebabkan
depolarisasi sel-sel rambut, sedangkan pembengkokan ke arah yang berlawanan mengakibatkan hiperpolarisasi sel rambut. Kemudian,
dari sel-sel rambut, sinyal-sinyal tersebut dikirim melalui nervus vestibularis untuk memberitahu sistem saraf pusat mengenai
perubahan perputaran kepala dan kecepatan perubahan pada setiap tiga bidang ruangan.
Fungsi Utrikulus dan Sakulus dalam Menjaga Keseimbangan Statik
Penempatan bermacam-macam sel rambut pada bermacammacam arah dalam makula utrikulus dan sakulus merupakan hal yang
penting sehingga pada berbagai posisi kepala, akan terangsang bermacam-macam sel rambut. "Pola" perangsangan bermacam-macam
sel rambut akan menggambarkan pada otak tentang posisi kepala sehubungan dengan gaya tarik gravitasi. Selanjutnya, sistem saraf
motorik vestibular, serebelum, dan retikular otak merangsang otot-otot yang menjaga keseimbangan. Sistem utrikulus dan sakulus
tersebut berfungsi sangat efektif dalam menjaga keseimbangan saat kepala pada posisi hampir vertikal. Memang, seseorang dapat
menentukan/ merasakan keadaan tidak seimbang hingga sekecil setengah derajat bila tubuh berubah condong dari posisi sebelumnya
yang tepat tegak.
Deteksi Percepatan Linear oleh Makula Utrikulus dan Sakulus. Bila tubuh tiba-tiba didorong ke depan yakni, saat tubuh
mengalami percepatan statokonia, yang mempunyai kelembaman (inersia) massa yang lebih besar dari cairan sekelilingnya, jatuh ke
belakang, bersama dengan silia sel-sel rambut, dan informasi mengenai ketidakseimbangan akan dikabarkan ke pusat-pusat saraf,
sehingga orang merasa seperti jatuh ke belakang. Keadaan ini akan menyebabkan orang secara otomatis mencondongkan badannya ke
depan sampai pergeseran statokonia ke anterior tepat menyamai kecenderungan statokonia untuk jatuh ke belakang akibat akselerasi
tersebut. Pada titik ini, sistem saraf akan dapat merasakan keadaan keseimbangan yang tepat dan tidak lebih jauh lagi dalam
mencondongkan tubuh ke depan. Jadi, makula bertugas untuk menjaga keseimbangan selama terjadi percepatan linear dengan pola
yang tepat sama seperti ketika makula bekerja pada keseimbangan statik.
Makula tidak bekerja untuk mendeteksi kecepatan linear. Bila seorang pelari mulai berlari, ia harus mencondongkan dirinya jauh ke
depan dulu agar tak sampai jatuh ke belakang akibat mengalami percepatan awal, tetapi saat ia telah mencapai kecepatan yang
maksimum, bila lari dalam ruang hampa, ia tak lagi harus mencondongkan badannya ke depan. Bila berlari di udara terbuka, ia akan
mencondongkan dirinya ke depan hanya untuk menjaga keseimbangan akibat tahanan udara yang melawan tubuhnya; pada contoh ini,
bukan makula yang menyebabkan ia condong ke depan tapi tekanan udara yang bekerja pada reseptor tekanan pada kulit, yang
memulai penentuan keseimbangan yang sesuai agar tak sampai jatuh.

Deteksi Rotasi Kepala oleh Kanalis Semisirkularis


Bila kepala tiba-tiba mulai berputar ke suatu arah (disebut percepatan sudut), endolimfe dalam kanalis semisirkularis, akibat efek
inersianya, cenderung menetap, sedangkan kanalis semisirkularis akan berputar. Keadaan ini menyebabkan cairan secara relatif
mengalir dalam kanalis dengan arah yang berlawanan dengan perputaran kepala. Gambar 55-12 menunjukkan suatu sinyal khas yang
dikeluarkan oleh satu sel rambut dalam krista ampularis sewaktu hewan diputar selama 40 detik, diperlihatkan bahwa (1) walaupun
kupula dalam posisi istirahat, sel rambutnya melepaskan impuls yang kuat sekitar 100 impuls per detik; (2) saat hewan mulai diputar,
rambut-rambut berbelok ke salah satu sisi dan kecepatan pengeluaran impuls akan sangat meningkat; dan (3) bila putaran diteruskan,
maka pengeluaran impuls yang berlebihan dan sel rambut secara bertahap kembali ke nilai istirahat selama beberapa detik berikutnya.
Penyebab timbulnya adaptasi ini pada reseptor adalah bahwa saat diputar selama beberapa detik pertama, tahanan ke belakang
terhadap aliran cairan pada kanalis semisirkularis dan melewati kupula yang sedang membengkok menyebabkan endolimfe mulai
berputar dengan kecepatan yang sama cepatnya dengan kecepatan kanalis semisirkularis itu sendiri; selanjutnya, dalam waktu 5
sampai 20 detik, kupula secara perlahan kembali ke posisi istirahat, yakni di bagian tengah ampula, akibat sifat lenting elastiknya.
Bila putaran dengan tiba-tiba dihentikan, jelas akan timbul akibat yang sebaliknya: Cairan endolimfe tetap terus berputar sedangkan
kanalis semisirkularisnya berhenti, Pada saat ini, kupula akan membengkok ke arah yang berlawanan, sehingga selsel rambut tak
mengeluarkan impuls sama sekali. Sesudah beberapa detik, cairan endolimfe berhenti bergerak, dan kupula secara bertahap akan
kembali keposisi istirahat,jadi pengeluaran impuls dan sel-sel rambut akan kembali ke nilai tonik yang normal, seperti yang tampak
pada bagian kanan Gambar 55-12. Jadi, kanalis semisirkularis akan mengirim sinyal dengan polaritas tertentu bila kepala mulai
berputar, dan dengan polaritas yang berlawanan bila kepala berhenti berputar.
Fungsi "Prediksi" Sistem Kanalis Semisirkularis dalam Menjaga Keseimbangan. Oleh karena kanalis semisirkularis tak
mendeteksi bahwa tubuh dalam keadaan tak seimbang sewaktu

bergerak ke arah depan, ke arah salah satu sisi, atau ke arah belakang maka pertanyaan yang diajukan adalah: Apa fungsikanalis
semisirkularis yang sebenarnya dalam menjaga keseimbangan? Apa yang dideteksi kanalis tersebut adalah bahwa kepala seseorang
mulai atau berhenti berputar pada salah satu arah atau arah lainnya. Oleh karena itu, tampaknya fungsi kanalis semisirkularis bukanlah
untuk menjaga keseimbangan statik atau menjaga keseimbangan selama adanya gerakan berputar atau lurus yang menetap. Ternyata
bila fungsi kanalis semisirkularis hilang, keseimbangan orang itu akan lemah sekali sewaktu ia mencoba melakukan gerakan tubuh
yang cepat dan rumit.
Fungsi kanalis semisirkularis dapat dijelaskan melalui ilustrasi berikut: Bila seseorang berlari ke depan dengan cepat sekali, dan
dengan tiba-tiba ia mulai berputar ke salah satu sisi, secara tak terduga dalam waktu satu detik atau lebih ia akan kehilangan
keseimbangan, kecuali jika dilakukan koreksi beberapa waktu sebelumnya. Namun, makula yang terdapat di dalam utrikulus dan
sakulus tak dapat mendeteksi ketidakseimbangan tadi sampai sesudah terjadi keadaan ketidakseimbangan. Sebaliknya, kanalis
semisirkularis baru dapat mendeteksi setelah orang itu sudah berputar, dan informasi ini dengan mudah dapat mengabarkan pada
sistem saraf pusat bahwa orang itu dalam waktu beberapa detik atau lebih berikutnya akan kehilangan keseimbangan, kecuali bila
dibuat suatu koreksi untuk antisipasi. Dengan kata lain, mekanisme kanalis semisirkularis dapat meramalkan bahwa akan terjadi
ketidakseimbangan, sehingga menyebabkan pusat keseimbangan mengadakan tindakan pencegahan antisipasi yang sesuai. Hal ini
dapat membantu orang mempertahankan keseimbangan sebelum situasi keadaan tidak seimbang dapat dikoreksi.
Pembuangan lobus flokulonodularis serebelum dapat menghambat peran deteksi sinyal kanalis semisirkularis, tapi efeknya pada
deteksi sinyal makular lebih kecil. Hal yang menarik adalah bahwa serebelum dapat berlaku sebagai organ "prediksi" bagi sebagian
besar gerakan tubuh yang cepat demikian pula untuk semua keadaan yang berkaitan dengan keseimbangan. Fungsi prediksi serebelum
tersebut akan dibicarakan dalam bab selanjutnya.
Mekanisme Vestibular untuk Menstabilkan Mata
Bila seseorang mengubah arah gerakannya dengan cepat atau mencondongkan kepalanya ke salah satu sisi, misalnya ke depan atau ke
belakang, orang itu tak mungkin dapat mempertahankan bayangan yang stabil pada retinanya, kecuali bila ia mempunyai beberapa
mekanisme pengendalian yang secara otomatis dapat mempertahankan arah pandangan matanya. Selain itu, sebenarnya untuk
mendeteksi suatu bayangan diperlukan sedikit saja bantuan mata, kecuali bila mata itu dapat dipertahankan untuk "terfiksasi"
memandang suatu objek dalam waktu yang cukup lama sampai memperoleh bayangan yang jelas. Untungnya, setiap kali kepala
berputar tiba-tiba, sinyal yang berasal dari kanalis semisirkularis menyebabkan mata berputar dengan arah yang berlawanan dengan
arah putaran kepala. Keadaan ini timbul akibat adanya refleks yang dikirimkan melalui nuklei vestibular dan fasikulus longitudinalis
medialis menuju nuklei okulomotor. Refleks tersebut telah dibahas pada Bab 51.
Faktor-Faktor Lain yang Berhubungan dengan Keseimbangan Proprioseptor Leher.
Aparatus vestibular hanya mendeteksi orientasi dan gerakan kepala. Oleh karena itu, pada prinsipnya pusat-pusat saraf juga menerima
informasi yang sesuai mengenai orientasi kepala sehubungan dengan keadaan tubuh. Informasi ini dikirimkan dari proprioseptor di
leher dan tubuh langsung menuju nuklei vestibular dan nuklei retikular di batang otak dan secarasecara tak langsung ke serebelum. Di
antara informasi proprioseptif penting yang diperlukan untuk menjaga keseimbangan adalah yang dikirimkan oleh reseptorreseptor
persendian di leher. Bila kepala condong ke salah satu sisi akibat menekuknya leher, impuls yang berasal dan proprioseptor leher
dapat mencegah sinyal yang terbentuk di dalam aparatus vestibular mencetuskan rasa ketidakseimbangan pada seseorang. Caranya
adalah dengan mengirimkan sinyal-sinyal yang berlawanan dengan sinyal yang dikirimkan dari aparatus vestibular. Namun, bila
seluruh tubuh condong ke salah satu sisi, impuls yang berasal dari aparatus vestibular tak dilawan oleh sinyal dari proprioseptor leher;
sehingga pada keadaan ini, orang tersebut akan merasakan adanya perubahan keadaan keseimbangan pada seluruh tubuh.
Informasi Proprioseptif dan Eksteroseptif dari Bagian- Bagian Tubuh Lainnya. Informasi proprioseptif yang berasal dari bagian
tubuh selain leher juga penting untuk menjaga keseimbangan. Contohnya, sensasi tekan yang berasal dari telapak kaki memberikan
informasi (1) apakah sudah ada pembagian berat yang merata di antara kedua kaki, dan (2) apakah berat pada kaki tadi lebih condong
ke depan atau ke belakang. Informasi eksteroseptif terutama berguna untuk menjaga keseimbangan, yakni saat seseorang sedang
berlari. Tekanan udara terhadap bagian depan tubuh merupakan sinyal yang mendorong tubuh dalam arah yang berbeda dengan
tekanan akibat dorongan gravitasi: Sehingga untuk melawan gravitasi ini orang mencondongkan badannya ke depan.
Makna Informasi Visual dalam Menjaga Keseimbangan.
Sesudah kerusakan aparatus vestibular dan bahkan sesudah sebagian besar informasi proprioseptif tubuh hilang, ternyata pasien masih
bisa menggunakan mekanisme visualnya secara agak efektif untuk menjaga keseimbangan. Bahkan gerakan linear atau gerakan rotasi
tubuh akan segera menggeser bayangan penglihatan yang ada di retina, dan selanjutnya informasi ini akan dikirimkan ke pusat
keseimbangan. Beberapa pasien yang mengalami kerusakan bilateral aparatus vestibular masih mempunyai keseimbangan yang hampir
seluruhnya normal selama kedua matanya terbuka dan selama gerakan-gerakan tubuh dilakukan secara lambat. Namun, bila
pengerakan cepat sekali atau bila mata pasien ditutup, keseimbangan segera hilang.
Hubungan Neuronal antara Aparatus Vestibutar dengan Sistem Saraf Pusat
Gambar 55-13 melukiskan hubungan nervus vestibularis pada otak belakang. Sebagian besar serat-serat saraf vestibular tersebut
berakhir pada batang otak di nuklei vestibular, yang terletak di sekitar pertemuan antara medula dan pons. Beberapa serat-serat saraf
ini lewat secara langsung ke nuklei retikular batang otak tanpa bersinaps dan juga ke nuklei lobus fastigius serebelum, uvula, dan
flokulonodularis. Serat-serat yang berakhir di nuklei vestibular batang otak bersinaps dengan neuron ke dua yang juga mengirimkan
seratserat menuju serebelum, traktus vestibulospinalis, fasikulus longitudinalis medialis, dan bagian-bagian lain batang otak,
khususnya nuklei retikularis. Jaras primer refleks-refleks keseimbangan dimulai dalam nervus vestibularis, yaitu saraf yang dirangsang
oleh alat vestibular. Jaras tersebut berjalan ke nuklei vestibular dan serebelum. Selanjutnya, sinyal-sinyal dikirim ke. nuklei retikular
batang otak maupun ke medula spinalis melalui traktus vestibulospinalis dan traktus retikulospinalis. Sinyal-sinyal ke medula
mengatur fasilitasi dan inhibisi banyak otot antigravitasi yang saling mengatur satu sama lain, jadi secara otomatis mengatur
keseimbangan.
Lobus flokulonodularis serebelum secara khusus berhubungan dengan sinyal keseimbangan dinamis yang berasal dari kanalis
semisirkularis. Sesungguhnya, kerusakan lobus tersebut mengakibatkan gejala-gejala klinis yang hampir sama dengan gejala akibat
kerusakan kanalis semisirkularis itu sendiri. Artinya, cedera berat pada salah satu organ apakah lobus atau pun kanalis akan
menyebabkan hilangnya keseimbangan dinamik selama perubahan arah gerak yang cepat tetapi tidak secara serius mengganggu
keseimbangan pada keadaan statik. Diduga bahwa uvula serebelum mempunyai peran penting yang mirip pada keseimbangan statik.
Sinyal-sinyal dari nuklei vestibular dan serebelum melalui fasikulus longitudinalis medialis yang dikirim ke atas menuju batang otak
menyebabkan perbaikan gerakan mata setiap kali kepala berputar, sehingga mata tetap terfiksasi pada suatu objek penglihatan yang
spesifik. Sinyal-sinyal juga dikirim ke atas (baik melalui traktus yang sama atau melalui traktus retikularis) menuju korteks serebri,
berakhir di pusat korteks primer untuk keseimbangan, yang terletak di bagian dalam fisura Sylvii lobus parietalis, yakni di sisi lain
fisura dan area auditorik girus temporalis superior. Sinyal-sinyal ini akan memberitahukan tentang keadaan jiwa status keseimbangan
tubuh.

Sumber: Guyton, A. C., Hall, J. E., 2014. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 12. Jakarta : EGC
Aparatus vestibularis penting bagi keseimbangan dengan mendeteksi posisi dan gerakan kepala
Selain peran yang bergantung pada koklea, telinga dalam memiliki komponen khusus lain, aparatus vestibularis, yang memberi
informasi esensial bagi sensasi keseimbangan dan bagi koordinasi gerakan kepala dengan gerakan mata dan postur (Gambar 6-40).
Kesetimbangan adalah sensasi orientasi dan gerakan tubuh. Aparatus vestibularis terdiri dari dua set struktur di dalam bagian
terowongan tulang temporal dekat koklea—kanalis semisirkularis dan organ otolit. Aparatus vestibularis mendeteksi perubahan posisi
dan gerakan kepala. Seperti di koklea, semua komponen aparatus vestibularis mengandung endolimfe dan dikelilingi oleh perilimfe.
Serupa dengan organ Corti, komponen-komponen vestibularis masing-masing mengandung sel rambut yang berespons terhadap
deformasi mekanis yang dipicu oleh gerakan spesifik endolimfe. Dan seperti sel rambut auditorik, reseptor vestibularis dapat
mengalami depolarisasi atau hiperpolarisasi, bergantung pada arah gerakan cairan. Tidak seperti informasi dari sistem pendengaran,
sebagian besar informasi yang dihasilkan oleh aparatus vestibularis tidak mencapai tingkat kesadaran.
PERAN KANALIS SEMISIRKULARIS Kanalis semisirkularis mendeteksi akselerasi atau deselerasi rotasional atau angular
kepala, misalnya ketika menengok, mulai atau berhenti berputar, jungkir-balik. Masing-masing telinga mengandung tiga kanalis
semisirkularis yang tersusun dalam bidang tiga dimensi yang tegak lurus satu sama lain. Sel-sel rambut reseptor masing-masing
kanalis semisirkularis terletak di atas suatu bubungan berbentuk pelana kuda yang terletak di ampula, suatu pembesaran di dasar
kanalis (Gambar 6-40a dan b). Rambut-rambut terbenam di dalam lapisan gelatinosa berbentuk tudung di atasnya, kupula, yang
menonjol ke dalam endolimfe dan meregangkan atap ampula. Gaya pergerakan endolimfe mendorong kupula sehingga kupula
membungkuk dan rambut yang tertanam tertekuk. Akselerasi atau deselerasi sewaktu rotasi kepala dalam arah apapun menyebabkan
gerakan endolimfe paling tidak pada salah satu kanalis semisirkularis karena susunan tiga dimensinya. Sewaktu Anda mulai
menggerakkan kepala Anda, kanal tulang dan sel-sel rambut yang terbenam di dalam kupula bergerak bersama kepala Anda. Namun,
pada awalnya cairan di dalam kanalis, karena tidak melekat ke tengkorak Anda, tidak bergerak searah dengan rotasi tetapi tertinggal di
belakang akibat adanya inersia. (Karena inersia, benda yang diam akan tetap diam, dan benda yang sedang bergerak akan terus
bergerak ke arah yang sama kecuali benda tersebut mendapat gaya luar yang menyebabkan perubahan.) Ketika endolimfe tertinggal di
belakang sewaktu Anda mulai memutar kepala Anda, cairan dalam bidang yang sama dengan arah gerakan pada hakikatnya bergeser
dalam arah berlawanan dengan gerakan (serupa dengan tubuh Anda yang miring kekanan ketika mobil yang Anda kendarai mendadak
berbelok ke kiri) (Gambar 6-40c). Gerakan cairan ini menyebabkan kupula miring dalam arah berlawanan dengan gerakan kepala
Anda,menekuk rambut-rambut sensorik yang terbenam di dalamnya. Iika gerakan kepala Anda berlanjut dengan kecepatan dan arah
yang sama, endolimfe akan menyusul dan bergerak bersama dengan kepala Anda sehingga rambut-rambut tersebut kembali ke
posisinya yang tidak melengkung. Ketika kepala Anda melambat dan berhenti, terjadi situasi yang sebaliknya. Endolimfe sesaat
melanjutkan gerakan ke arah rotasi sementara kepala Anda melambat untuk berhenti. Akibatnya, kupula dan rambutrambutnya secara
transien melengkung ke arah putaran sebelumnya, yaitu berlawanan dengan arah lengkung mereka sewaktu akselerasi. Rambut-rambut
di sel rambut vestibularis terdiri dari satu silium, kinosilium, bersama dengan 20 hingga 50 mikrovilus— stereosilia—yang tersusun
dalam barisan-barisan yang semakin menurun tingginya dari kinosilium yang lebih tinggi (Gambar 6-40d) (lihat h. 50). Seperti di sel
rambut pendengaran, stereosilia dihubungkan oleh tip link. Ketika stereosilia terdefleksi oleh gerakan endolimfe, tegangan yang terjadi
di tip link menarik kanal ion berpintu mekanis di sel rambut. Sel rambut mengalami depolarisasi atau hiperpolarisasi, bergantung pada
apakah kanal ion terbuka atau tertutup secara mekanis oleh pergeseran berkas rambut. Setiap sel rambut memiliki orientasi sedemikian
rupa sehingga sel tersebut mengalami depolarisasi ketika stereosilia menekuk ke arah kinosilium dan mengalami hiperpolarisasi ketika
stereosilia tertekuk menjauh dari kinosilium. Sel-sel rambut membentuk sinaps kimiawi dengan ujung terminal neuron aferen yang
aksonnya menyatu dengan akson struktur vestibularis lain untuk membentuk saraf vestibularis. Saraf ini menyatu dengan saraf
auditorius dari koklea untuk membentuk saraf vestibulokoklearis. Depolarisasi meningkatkan pelepasan neurotransmiter dari sel
rambut, menyebabkan peningkatan frekuensi lepas-muatan serat aferen; sebaliknya, hiperpolarisasi mengurangi pelepasan
neurotransmiter dari sel rambut, pada gilirannya mengurangi frekuensi potensial aksi di serat aferen. Ketika cairan secara perlahan
berhenti, rambutrambut menjadi lurus kembali. Dengan demikian, kanalis semisirkularis mendeteksi perubahan kecepatan gerakan
rotasional (akselerasi atau deselerasi rotasional) kepala Anda. Mereka tidak berespons ketika kepala Anda tidak bergerak atau ketika
berputar dalam lingkaran dengan kecepatan tetap.
PERAN ORGAN OTOLIT Organ otolit memberi informasi tentang posisi kepala relatif terhadap gravitasi (yaitu, kepala miring
statik) dan juga mendeteksi perubahan kecepatan gerakan lurus (bergerak dalam garis lurus ke manapun arahnya). Organ otolit,
utrikulus dan sakulus, adalah struktur berbentuk kantong yang berada di dalam ruang bertulang di antara kanalis semisirkularis dan
koklea (Gambar 6-40a). Rambut (kinosilium dan stereosilia) sel-sel rambut reseptor di organ indera ini juga menonjol ke dalam suatu
lembaran gelatinosa di atasnya, yang gerakannya menggeser rambut dan menyebabkan perubahan potensial sel rambut. Di dalam
lapisan gelatinosa terbenam banyak kristal kecil kalsium karbonat-otolit ("batu telinga")-sehingga menyebabkan lapisan ini lebih berat
dan meningkatkan inersianya dibandingkan cairan sekitar (Gambar 6-41a). Ketika seseorang berada dalam posisi tegak, rambut-rambut
di dalam utrikulus berorientasi vertikal dan rambut sakulus berjajar horizontal.
Marilah kita lihat utrikulus sebagai contoh. Massa gela-tinosanya yang mengandung otolit berubah posisi dan menekuk rambut melalui
dua cara:
1. Ketika Anda memiringkan kepala Anda ke suatu arah selain vertikal (yaitu, selain lurus naik-turun), rambut-rambut akan menekuk
sesuai arah kemiringan karena gaya gravitasi yang mengenai lapisan gelatinosa di atasnya (Gambar 6-41b). Penekukan ini
menimbulkan depolarisasi atau hiperpolarisasi potensial reseptor bergantung pada miringnya kepala Anda. Karena itu SSP menerima
berbagai pola aktivitas saraf bergantung pada posisi kepala dalam kaitannya dengan gravitasi.
2. Rambut utrikulus juga bergerak oleh setiap perubahan pada gerakan linier horizontal (misalnya, bergerak lurus ke depan, ke
belakang, atau ke samping). Sewaktu Anda mulai berjalan maju (Gambar 6-41c), membran otolit mula-mula tertinggal di belakang
endolimfe dan sel rambut karena inersianya yang lebih besar. Karena itu, rambut menekuk ke belakang, dalam arah berlawanan
dengan gerakan maju kepalaAnda. Jika Anda mempertahankan kecepatan langkah Anda, lapisan gelatinosa tersebut segera menyamai
dan bergerak dengan kecepatan yang sama dengan kepala Anda sehingga rambut tidak lagi tertekuk. Ketika Anda berhenti berjalan,
lembar otolit tetap bergerak maju sesaat sewaktu kepala Anda melambat dan berhenti, menekuk rambut ke depan. Karena itu, sel-sel
rambut utrikulus mendeteksi akselerasi dan deselerasi linier arah horizontal, tetapi tidak memberi informasi mengenai gerakan dalam
arah lurus dengan kecepatan tetap.
Sakulus berfungsi serupa dengan utrikulus, kecuali bahwa bagian ini berespons secara selektif terhadap gerakan miring kepala
menjauhi posisi horizontal (misalnya, bangun dari tempat tidur) dan terhadap akselerasi dan deselerasi linier vertikal (misalnya,
meloncat naik-turun atau naik tangga jalan). Bersama-sama, organ otolit membuat Anda mengetahui arah mana yang menaik dan ke
arah mana Anda berjalan. Sinyal-sinyal yang berasal dari berbagai komponen aparatus vestibularis dibawa melalui saraf
vestibulokoldearis ke nuldeus vestibularis, suatu kelompok badan sel saraf di batang otak, dan ke serebelum. Di sini informasi
vestibular diintegrasikan dengan masukan dari permukaan kulit, mata, sendi, dan otot untuk (1) mempertahankan keseimbangan dan
eksternal sehingga mata terfiksasi ke satu titik, meskipun kepala bergerak; dan (3) mempersepsikan gerakan dan orientasi (Gambar 6-
42). Sebagian orang, oleh sebab yang belum diketahui, sangatpeka terhadap gerakan tertentu yang mengaktifkan aparatusvestibularis
dan menyebabkan gejala pusing bergoyang dan mual; sensitivitas ini disebut mabuk perjalanan. Kadangkadang, ketidak-seimbangan
cairan di dalam telinga dalam menyebabkan penyakit Meniere. Hal ini tidak mengejutkan karena aparatus vestibularis dan koklea
mengandung cairan telinga dalam yang sama, pada kelainan ini timbul gejala vestibular dan pendengaran. Pasien mengalami serangan-
serangan vertigo (pusing berputar) yang berat disertai dengan suara berdenging di telinga dan gangguan pendengaran. Selama episode
ini, yang bersangkutan tidak dapat berdiri tegak dan melaporkan perasaan seolah dirinya atau benda di sekitarnya di ruangan berputar.
Kerusakan permanen pada kanalis semisirkularis menyebabkan gangguan keseimbangan dan bergoyang, pandangan kabur ketika
kepala bergerak (karena orang itu tidak dapat memfokuskan mata ke target selama pergerakan). Saat ini peneliti sedang mengerjakan
implan telinga bionik yang menggabungkan giroskop miniatur untuk mendeteksi rotasi kepala dalam arah tiga dimensi, yang akhirnya
mengirim sinyal elektrik ke elektroda yang merangsang saraf vestibularis sehingga sistem kanalis semisirkularis yang rusak dipintas
dan keseimbangan dipulihkan. Tabel 6-6 meringkaskan fungsi berbagai komponen utama telinga.
Sumber: Sherwood, LZ., 2014. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem. Edisi 8. Jakarta: EGC
2. Mengapa pasien mengeluh pusing terus menerus, jantung berdebar, keringat dingin, dan mual?

Rasa pusing atau vertigo disebabkan oleh gangguan alat keseimbangan tubuh yang mengakibatkan ketidakcocokan antara posisi tubuh
yang sebenarnya dengan apa yang dipersepsi oleh susunan saraf pusat.
Ada beberapa teori yang berusaha menerangkan kejadian tersebut :
1. Teori rangsang berlebihan (overstimulation)
Teori ini berdasarkan asumsi bahwa rangsang yang berlebihan menyebabkan hiperemi kanalis semisirkularis sehingga fungsinya
terganggu; akibatnya akan timbul vertigo, nistagmus, mual dan muntah.
2. Teori konflik sensorik
Menurut teori ini terjadi ketidakcocokan masukan sensorik yang berasal dari berbagai reseptor sensorik perifer yaitu antara mata/visus,
vestibulum dan proprioseptik, atau ketidak-seimbangan/asimetri masukan sensorik dari sisi kiri dan kanan.
Ketidakcocokan tersebut menimbulkan kebingungan sensorik di sentral sehingga timbul respons yang dapat berupa nistagmus (usaha
koreksi bola mata), ataksia atau sulit berjalan (gangguan vestibuler, serebelum) atau rasa melayang, berputar (yang berasal dari sensasi
kortikal).
Berbeda dengan teori rangsang berlebihan, teori ini lebih menekankan gangguan proses pengolahan sentral sebagai penyebab.
3. Teori neural mismatch
Teori ini merupakan pengembangan teori konflik sensorik; menurut teori ini otak mempunyai memori/ingatan tentang pola gerakan
tertentu; sehingga jika pada suatu saat dirasakan gerakan yang aneh/tidak sesuai dengan pola gerakan yang telah tersimpan, timbul
reaksi dari susunan saraf otonom.(Gb.2)
Jika pola gerakan yang baru tersebut dilakukan berulang-ulang akan terjadi mekanisme adaptasi sehingga berangsur-angsur tidak lagi
timbul gejala.
4. Teori otonomik
Teori ini menekankan perubahan reaksi susunan saraf otonom sebaga usaha adaptasi gerakan/perubahan posisi; gejala klinis timbul
jika sistim simpatis terlalu dominan, sebaliknya hilang jika sistim parasimpatis mulai berperan (Gb. 3).
5. Teori neurohumoral
Di antaranya teori histamin (Takeda), teori dopamin (Kohl) dan terori serotonin (Lucat) yang masing-masing menekankan peranan
neurotransmiter tertentu dalam mem- pengaruhi sistim saraf otonom yang menyebabkan timbulnya gejala vertigo.
6. Teori sinap
Merupakan pengembangan teori sebelumnya yang meninjau peranan neurotransmisi dan perubahan-perubahan biomolekuler yang
terjadi pada proses adaptasi, belajar dan daya ingat.
Rangsang gerakan menimbulkan stres yang akan memicu sekresi CRF (corticotropin releasing factor); peningkatan kadar CRF
selanjutnya akan mengaktifkan susunan saraf simpatik yang selanjutnya mencetuskan mekanisme adaptasi berupa meningkatnya
aktivitas sistim saraf parasimpatik.
Teori ini dapat menerangkan gejala penyerta yang sering timbul berupa pucat, berkeringat di awal serangan vertigo akibat aktivitas
simpatis, yang berkembang menjadi gejala mual, muntah dan hipersalivasi setelah beberapa saat akibat dominasi aktivitas susunan
saraf parasimpatis.
Vertigo: Aspek Neurologi
Budi Riyanto Wreksoatmodjo
Rumah Sakit Marzuki Mahdi, Bogor, Indonesia

3. Apa hubungan pasien dalam perjalanan yang berkelok dan tidak rata dengan keluhannya?
4. Apakah dengan mencoba untuk tiduran keluhannya akan berkurang?
5. Jenis2 penyakit gangguan keseimbangan?
6. Apa diagnosis dan diagnosis banding dari skenario?

Penyakit Etiologi Onset Vertigo Gejala khas


benign paroxysmal Benign paroxysmal vertigo yang ditandai dengan tidak terjadi gangguan
positional vertigo positional vertigo (BPPV) episode berulang singkat pendengaran atau telinga
merupakan vertigo yang berdenging (tinnitus).
ditandai dengan episode
berulang singkat yang
dipicu oleh perubahan
posisi kepala. BPPV
merupakan penyebab
tersering dari vertigo
berulang dan vertigo ini
disebabkan oleh stimulasi
abnormal dari cupula
karena adanya “free-
floating otoliths
( canalolithiasis)” atau
otolith yang telah
beradhesi dengan cupula
(cupulolithiasis) dalam
satu dari tiga kanal
semisirkular.

penyakit meniere • Etiologi penyakit ini Vertigo pertama sangat berat Trias / sindrom meniere :
belum diketahui disertai mual muntah. 1. Vertigo
secara pasti berlangsung dari beberapa 2. Tinnitus
• Patologi utama dari hari sampai beberapa 3. Tuli sensorineural terutama
penyakit ini adalah minggu, meskipun nada rendah
pengembungan system keadaannya berangsur baik.
endolimfatik Pada serangan kedua dan
akibat peningkatan selanjutnya dirasakan lebih
volume endolimfe ringan.
• Beberapa faktor Pada tiap serangan biasanya
etiologi : disertai gangguan
1. Kegagalan penyerapan pendengaran.
oleh kantong
endolimf,
2. Gangguan vasomotor
3. Alergi
4. Genetik
5. Anatomi dan infeksi
virus
vestibular neuritis virus Jam - hari Vertigo 7 – 10 hari
Nistagmus
dan labyrinthitis bakteri atau Jam - hari Keluhan dari penyakit ini berupa
virus yang biasanya gangguan
merupakan komplikasi vestibular, vertigo dan gangguan fungsi
penyakit telinga tengah pendengaran sensorineural hearing loss
atau komplikasi infeksi derajat ringan
virus dari berbagai hingga menengah secara tiba-tiba
penyakit.

7. Apa manifestasi klinis dianosis?

Gangguan pada reseptor pendengaran

Kerusakan pada vestibulum kemungkinan mengganggu kerja haircells  depolarisasi terus menerus karena kerja berlebihan dari
inner-hair-cells  suara tidak dapat diredam  denging terus menerus
Hubungan dengan hipertensi  iskemi pembuluh darah  aterosklerosis  lumen pembuluh darah menyempit 
penurunan perfusi jaringan  sel-sel mengalami penurunan fungsi  hipoksia jaringan  sel-sel rambut rusak (penurunan
fungsi terutama outer-hair-cells)  karena lumen menyempit makan penderita akan terdengar suara denging atau
gembrebeg (TINNITUS)

INNER HAIR CELLS  sebagai reseptor pendengaran

OUTER HAIR CELLS  peredam getaran (mengembalikan membrane tectorial yang mendepresi hair cells)  jika terjadi penurunan
fungsi, maka membrane tectorial tidak sempurna dikembalikan ke posisi awal sebelum getaran  depolarisasi terus menerus 
TINNITUS

NON PULSATILE  didengarkan oleh pemeriksa tapi susah didengar saat lingkungan seperti biasa, kecuali jika lingkungan sangat
sepi, dibagi menjadi ketulian (karena SNHL) dan non-ketulian.

Tinnitus adalah salah satu bentuk gangguan pendengaran berupa sensasi suara tanpa adanya rangsangan dari luar, dapat beruba
sinyal mekanoakustik maupun listrik. Keluhan ini dapat berupa bunyi mendenging, menderu, mendesis, atau berbagai macam bunyi
lainnya. Tinitus biasanya didengar di satu telinga, kadang di keduanya. Jika tinnitus terdengar di tengah telinga, berarti bunyi tersebut
berada di pitch yang sama atau mengimplikasikan bahwa bbunyi ang di dengar berasal dari sistem saraf pusat. (buku ijo, boeis)
Serangan tinitus dapat bersifat periodik ataupun menetap. Kita sebut periodik jika serangan yang datang hilang timbul. Episode
periodik lebih berbahaya dan mengganggu dibandingkan dengan yang berifat menetap. Hal ini disebabkan karena otak tidak terbiasa
atau tidak dapat mensupresi bising ini. Tinitus pada beberapa orang dapat sangat mengganggu kegiatan sehari-harinya. Terkadang
dapat menyebabkan timbulnya keinginan untuk bunuh diri.(1,3 referat)
III. 2 Klasifikasi Tinnitus
Berdasarkan objek yang mendengar, tinitus dapat dibagi menjadi tinitus objektif dan tinitus subjektif.
a. Tinitus Objektif
Tinitus objektif adalah tinitus yang suaranya juga dapat di dengar oleh pemeriksa dengan auskultasi di sekitar telinga. Tinitus
objektif biasanya bersifat vibratorik, berasal dari transmisi vibrasi sistem muskuler atau kardiovaskuler di sekitar telinga.
Umumnya tinitus objektif disebabkan karena kelainan vaskular, sehingga tinitusnya berdenyut mengikuti denyut jantung. Tinitus
berdenyut ini dapat dijumpai pada pasien dengan malformasi arteriovena, tumor glomus jugular dan aneurisma. Tinitus objektif juga
dapat dijumpai sebagai suara klik yang berhubungan dengan penyakit sendi temporomandibular dan karena kontraksi spontan dari otot
telinga tengah atau mioklonus palatal. Tuba Eustachius paten juga dapat menyebabkan timbulnya tinitus akibat hantaran suara dari
nasofaring ke rongga tengah.
b. Tinitus Subjektif
Tinnitus objektif adalah tinnitus yang suaranya hanya dapat didengar oleh penderita saja. Jenis ini sering sekali terjadi.tinitus
subjektif bersifat nonvibratorik, disebabkan oleh proses iritatif dan perubahan degeneratif traktus auditoris mulai sel-sel rambut getar
sampai pusat pendengaran.
Tinitus subjektif bervariasi dalam intensitas dan frekuensi kejadiannya. Beberapa pasien dapat mengeluh mengenai sensasi
pendengaran dengan intensitas yang rendah, sementara pada orang yang lain intensitas suaranya mungkin lebih tinggi. 2
Berdasarkan kualitas suara yang didengar pasien ataupun pemeriksa, tinitus dapat dibagi menjadi tinitus pulsatil dan tinitus
nonpulsatil.
a. Tinitus Pulsatil
Tinitus pulsatil adalah tinitus yang suaranya bersamaan dengan suara denyut jantung. Tinitus pulsatil jarang dimukan dalam praktek
sehari-hari. Tinitus pulsatil dapat terjadi akibat adanya kelainan dari vaskular ataupun di luar vaskular. Kelaianan vaskular
digambarkan dengan sebagai bising mendesis yang sinkron dengan denyut nadi atau denyut jantung. Sedangkan tinitus nonvaskular
digambarkan sebagai bising klik, bising goresan atau suara pernapasan dalam telinga. Pada kedua tipe tinitus ini dapat kita ketahui
dengan mendengarkannya menggunakan stetoskop.
b. Tinitus Nonpulsatil
Tinitus jenis ini bersifat menetap dan tidak terputuskan. Suara yang dapat didengar oleh pasien bervariasi, mulai dari suara yang
berdering, berdenging, berdengung, berdesis, suara jangkrik, dan terkadang pasien mendengarkan bising bergemuruh di dalam
telinganya.
Biasanya tinitus ini lebih didengar pada ruangan yang sunyi dan biasanya paling menganggu di malam hari sewaktu pasien tidur,
selama siang hari efek penutup kebisingan lingkungan dan aktivitas sehari-hari dapat menyebabkan pasien tidak menyadari suara
tersebut.4
Berdasarkan frekeunsinya, tinitus dapat dibagi menjadi tinitus nada tinggi dan tinitus nada rendah.

Etiologi
Tinitus paling banyak disebabkan karena adanya kerusakan dari telinga dalam. Terutama kerusakan dari koklea. Secara garis
besar, penyebab tinitus dapat berupa kelainan yang
1. Kelainan telinga
2. Saraf, seperti multiple sclerosis, trauma kepala
3. Metabolik, seperti hiperlipidemia, defisiensi vitamin B12, diabetes melitus, hipertiroid
4. Psikogenik
5. Kelainan pembuluh darah, seperti bruit arterial, venus hums
6. Obat ototoksik, seperti aspirin, NSAIDs, aminoglikosida
7. Dan lain lain
Tinitus subjektif biasanya terjadi karena kelainan telinga. Penyebab tersering termasuk presbiausis, tuli sensorineural,
sumbatan serumen, infeksi teling atengah, perforasi membran timpani, NIHL (Noice Induced Hearing Loss), otosclerosis, penyakit
meniere, schanoma vestibuler, dan obat ototoksik.
Tinitus objektif biasanya terjadi karena persepsi suara yang muncul dari muara yang berdekatan, misalnya kontraksi otot
atau bunyi pembuluh darah. Kelainan ini biasanya muncul pada AVM, anemia, tirotoksikosis, hipertensi intrakranial, stenosis sebagian
dari pembuluhd arah leher, dan kontraksi otot (myoclonus palatal) seperti kontraksi tensor veli palatini ata tensor timpani. (
http://bestpractice.bmj.com/best-practice/monograph/364/basics/aetiology.html)

Tinitus karena kelainan somatik daerah leher dan rahang

a. Trauma kepala dan Leher


Pasien dengan cedera yang keras pada kepala atau leher mungkin akan mengalami tinitus yang sangat mengganggu. Tinitus karena
cedera leher adalah tinitus somatik yang paling umum terjadi. Trauma itu dapat berupa Fraktur tengkorak, Whisplash injury.
b. Artritis pada sendi temporomandibular (TMJ)
Berdasarkan hasil penelitian, 25% dari penderita tinitus di Amerika berasal dari artritis sendi temporomandibular. 4 Biasanya orang
dengan artritis TMJ akan mengalami tinitus yang berat. Hampir semua pasien artritis TMJ mengakui bunyi yang di dengar adalah
bunyi menciut. Tidak diketahui secara pasti hubungan antara artritis TMJ dengan terjadinya tinitus.

1. Tinitus akibat kerusakan n. Vestibulokoklearis

Tinitus juga dapat muncul dari kerusakan yang terjadi di saraf yang menghubungkan antara telinga dalam dan kortex serebri bagian
pusat pendengaran. Terdapat beberapa kondisi yang dapat menyebabkan kerusakan dari n. Vestibulokoklearis, diantaranya infeksi
virus pada n.VIII, tumor yang mengenai n.VIII, dan Microvascular compression syndrome (MCV). MCV dikenal juga dengan
vestibular paroxysmal. MCV menyebabkan kerusakan n.VIII karena adanya kompresi dari pembuluh darah. Tapi hal ini sangat jarang
terjadi.

2. Tinitus karena kelainan vascular

Tinitus yang di dengar biasanya bersifat tinitus yang pulsatil. Akan didengar bunyi yang simetris dengan denyut nadi dan detak
jantung. Kelainan vaskular yang dapat menyebabkan tinitus diantaranya:
a. Atherosklerosis
Dengan bertambahnya usia, penumpukan kolesterol dan bentuk-bentuk deposit lemak lainnya, pembuluh darah mayor ke telinga
tengah kehilangan sebagian elastisitasnya. Hal ini mengakibatkan aliran darah menjadi semakin sulit dan kadang-kadang mengalami
turbulensi sehingga memudahkan telinga untuk mendeteksi iramanya.
b. Hipertensi
Tekanan darah yang tinggi dapat menyebabkan gangguan vaskuler pada pembuluh darah koklea terminal.
c. Malformasi kapiler
Sebuah kondisi yang disebut AV malformation yang terjadi antara koneksi arteri dan vena dapat menimbulkan tinitus.
d. Tumor pembuluh darah
Tumor pembuluh darah yang berada di daerah leher dan kepala juga dapat menyebabkan tinitus. Misalnya adalah tumor karotis dan
tumor glomus jugulare dengan ciri khasnya yaitu tinitus dengan nada rendah yang berpulsasi tanpa adanya gangguan pendengaran. Ini
merupakan gejala yang penting pada tumor glomus jugulare.

3. Tinitus karena kelainan metabolic


Kelainan metabolik juga dapat menyebabkan tinitus. Seperti keadaan hipertiroid dan anemia (keadaan dimana viskositas darah
sangat rendah) dapat meningkatkan aliran darah dan terjadi turbulensi. Sehingga memudahkan telinga untuk mendeteksi irama, atau
yang kita kenal dengan tinitus pulsatil.
Kelainan metabolik lainnya yang bisa menyebabkan tinitus adalah defisiensi vitamin B12, begitu juga dengan kehamilan dan
keadaan hiperlipidemia.

4. Tinitus akibat kelainan neurologis

Yang paling umum terjadi adalah akibat multiple sclerosis. multiple sclerosis adalah proses inflamasi kronik dan demyelinisasi
yang mempengaruhi system saraf pusat. Multiple sclerosis dapat menimbulkan berbagai macam gejala, di antaranya kelemahan otot,
indra penglihatan yang terganggu, perubahan pada sensasi, kesulitan koordinasi dan bicara, depresi, gangguan kognitif, gangguan
keseimbangan dan nyeri, dan pada telinga akan timbul gejala tinitus.

5. Tinitus akibat kelainan psikogenik

Keadaan gangguan psikogenik dapat menimbulkan tinitus yang bersifat sementara. Tinitus akan hilang bila kelainan psikogeniknya
hilang. Depresi, anxietas dan stress adalah keadaan psikogenik yang memungkinkan tinitus untuk muncul.

6. Tinitus akibat obat-obatan

Obat-obatan yang dapat menyebabkan tinitus umumnya adalah obat-obatan yang bersifat ototoksik. Diantaranya :
a. Analgetik, seperti aspirin dan AINS lainnya
b. Antibiotik, seperti golongan aminoglikosid (mycin), kloramfenikol, tetrasiklin, minosiklin.
c. Obat-obatan kemoterapi, seperti Belomisisn, Cisplatin, Mechlorethamine, methotrexate,
vinkristin
d. Diuretik, seperti Bumatenide, Ethacrynic acid, Furosemide
e. lain-lain, seperti Kloroquin, quinine, Merkuri, Timah

7. Tinitus akibat gangguan mekanik

Gangguan mekanik juga dapat menyebabkan tinitus objektif, misalnya pada tuba eustachius yang terbuka sehingga ketika kita
bernafas akan menggerakkan membran timpani dan menjadi tinitus. Kejang klonus muskulus tensor timpani dan muskulus stapedius
serta otot-otot palatum juga akan menimbulkan tinitus.

8. Tinitus akibat gangguan konduksi

Gangguan konduksi suara seperti infeksi telinga luar (sekret dan oedem), serumen impaksi, efusi telinga tengah dan otosklerosis
juga dapat menyebabkan tinitus. Biasanya suara tinitusnya bersifat suara dengan nada rendah.

9. Tinitus akibat sebab lainnya

a. Tuli akibat bising


Disebabkan terpajan oleh bising yang cukup keras dan dalam jangka waktu yang cukup lama. Biasanya diakibatkan oleh bising
lingkungan kerja. Umumnya terjadi pada kedua telinga. Terutama bila intensitas bising melebihi 85db, dapat mengakibatkan kerusakan
pada reseptor pendengaran korti di telinga dalam. Yang sering mengalami kerusakan adalah alat korti untuk reseptor bunyi yang
berfrekuensi 3000Hz sampai dengan 6000Hz. Yang terberat kerusakan alat korti untuk reseptor bunyi yang berfrekuensi 4000Hz.
b. Presbikusis
Tuli saraf sensorineural tinggi, umumnya terjadi mulai usia 65 tahun, simetris kanan dan kiri, presbikusis dapat mulai pada
frekuensi 1000Hz atau lebih. Umumnya merupakan akibat dari proses degenerasi. Diduga berhubungan dengan faktor-faktor herediter,
pola makanan, metabolisme, aterosklerosis, infeksi, bising, gaya hidup atau bersifat multifaktor. Menurunnya fungsi pendengaran
berangsur dan kumulatif. Progresivitas penurunan pendengaran lebih cepat pada laki-laki disbanding perempuan.
c. Sindrom Meniere
Penyakit ini gejalanya terdiri dari tinitus, vertigo dan tuli sensorineural. Etiologi dari penyakit ini adalah karena adanya hidrops
endolimf, yaitu penambahan volume endolimfa, karena gangguan biokimia cairan endolimfa dan gangguan klinik pada membrane
labirin1,4,5,6

Gambar III. 1 Etiologi tinitus

III. 4 Patofisiologi Tinitus


Pada tinitus terjadi aktivitas elektrik pada area auditoris yang menimbulkan perasaan adanya bunyi, namun impuls yang ada
bukan berasal dari bunyi eksternal yang ditransformasikan, melainkan berasal dari sumber impuls abnormal di dalam tubuh pasien
sendiri. Impuls abnormal itu dapat ditimbulkan oleh berbagai kelainan telinga. Tinitus dapat terjadi dalam berbagai intensitas. Tinitus
dengan nada rendah seperti bergemuruh atau nada tinggi seperti berdenging. Tinitus dapat terus menerus atau hilang timbul.
Tinitus biasanya dihubungkan dengan tuli sensorineural dan dapat juga terjadi karena gangguan konduksi. Tinitus yang disebabkan
oleh gangguan konduksi, biasanya berupa bunyi dengan nada rendah. Jika disertai dengan inflamasi, bunyi dengung ini terasa
berdenyut (tinitus pulsatil).
Tinitus dengan nada rendah dan terdapat gangguan konduksi, biasanya terjadi pada sumbatan liang telinga karena serumen atau
tumor, tuba katar, otitis media, otosklerosis dan lain-lainnya. Tinitus dengan nada rendah yang berpulsasi tanpa gangguan pendengaran
merupakan gejala dini yang penting pada tumor glomus jugulare.
Tinitus objektif sering ditimnbulkan oleh gangguan vaskuler. Bunyinya seirama dengan denyut nadi, misalnya pada aneurisma dan
aterosklerosis. Gangguan mekanis dapat juga mengakibatkan tinitus objektif, seperti tuba eustachius terbuka, sehingga ketika bernapas
membran timpani bergerak dan terjadi tinnitus.
Kejang klonus muskulus tensor timpani dan muskulus stapedius, serta otot-otot palatum dapat menimbulkan tinitus objektif. Bila
ada gangguan vaskuler di telinga tengah, seperti tumor karotis (carotid body tumor), maka suara aliran darah akan mengakibatkan
tinitus juga.
Pada intoksikasi obat seperti salisilat, kina, streptomisin, dehidro-streptomisin, garamisin, digitalis, kanamisin, dapat terjadi tinitus
nada tinggi, terus menerus atupun hilang timbul. Pada hipertensi endolimfatik, seperti penyakit meniere dapat terjadi tinitus pada nada
rendah atau tinggi, sehingga terdengar bergemuruh atau berdengung. Gangguan ini disertai dengan vertigo dan tuli sensorineural.
Gangguan vaskuler koklea terminal yang terjadi pada pasien yang stres akibat gangguan keseimbangan endokrin, seperti menjelang
menstruasi, hipometabolisme atau saat hamil dapat juga timbul tinitus dan gangguan tersebut akan hilang bila keadaannya sudah
normal kembali

8. Etiologi dan faktor resiko?


9. Patofisiologi dan patogenesis?
10. Pemeriksaan penunjang?
11. Tatalaksana?
12. Komplikasi?
13. Pencegahan?

A. Vertigo
1. Definisi
Vertigo merupakan sensasi berputar dan bergeraknya penglihatan baik secara subjektif maupun objektif, Vertigo dengan perasaan subjektif
terjadi bila seseorang mengalami bahwa dirinya merasa bergerak, sedangkan vertigo dengan perasaan objektif bila orang tersebut merasa bahwa
di sekitar orang tersebut bergerak.10
Vertigo sering terjadi pada orang tua. Penyebab vertigo yaitu Benign Paroxysmal Positional Vertigo (BPPV), Acute Vestibular Neuronitis
(AVN), dan penyakit Meniere.11
2. Etiologi

Menurut Mohammad Maqbool, terdapat beberapa penyabab vertigo. Penyebab vertigo terdiri dari:6
a. Vascular

Penyebab vertigo dari gangguan vaskular terdiri atas insufisiensi vertebrobasiler, stroke, migrain, hipotensi, anemia, hipoglikemia, dan penyakit
meniere
b. Epilepsy
c. Receiving any treatment

Beberapa obat-obatan seperti antibiotik, obat jantung, antihipertensi, obat sedatif, dan aspirin dapat menyebabkan gangguan vertigo
d. Tumour or Trauma or Tyroid
1) Tumor

Adanya tumor seperti neuroma, glioma, dan tumor intraventrikular dapat menyebabkan gangguan vertigo
2) Trauma

Adanya trauma pada daerah tulang temporal dan trauma servikal dapat menyebabkan gejala vertigo
3) Tiroid
Adanya penurunan fungsi tiroid dapat menyebabkan gejala vertigo
e. Infection

Apabila terjadi infeksi pada daerah keseimbangan seperti labirinitis maupun vestibular neuronitis dapat menyebabkan gangguan vertigo
f. Glial disease (multiple sclerosis)
g. Ocular diseases or imbalance
3. Patofisiologi

Reseptor yang berfungsi sebagai penerima informasi untuk sistem vestibular terdiri dari vestibulum, proprioseptik dan mata,serta integrasi dari
ketiga reseptor terkait dengan batang otak serta serebelum.11
Informasi yang berasal dari sistem vestibular 50 persen terdiri dari vestibulum, sisanya dari mata dan proprioseptik. Adanya gangguan dari
sistem vestibular menimbulkan berbagai gejala antara lain vertigo, nystagmus, ataksia, mual muntah, berkeringat, dan psikik. Gejala-gejala
tersebut dapat timbul secara bersamaan, sendiri, atau terjadi secara bergantian. Gejala tersebut dipengaruhi oleh derajat, sumber, maupun jenis
dari rangsangan.11
Fungsi sistem vestibular terletak pada kanalis semisirkularis yang berada pada dalam apparatus vestibular, terisi cairan yang apabila bergetar
berfungsi mengirim informasi tentang gerakan sirkuler atau memutar. Ketiga kanalis semisirkularis bertemu di vestibulum yang terletak
berdekatan dengan koklea. Adanya kerjasama dari mata dan sistem vestibular mengakibatkan terjaganya pandangan agar benda terlihat dengan
jelas ketika bergerak. Hal ini disebut dengan reflek vestibular-okular.11
Gerakan cairan dalam kanalis semisirkularis memberi pesan kepada otak bagaimana kecepatan kepala berotasi, ketika kepala mengangguk, atau
saat kepala menoleh. Setiap kanalis semisirkularis memiliki ujung yang menggembung dan berisi sel rambut. Adanya rotasi
kepalamengakibatkan gerakan/aliran cairan yang akan mengubah posisi pada bagian ujung sel rambut terbungkus jelly-like cupula. Selain
kanalis semisirkularis, terdapat organ yang termasuk dalam bagian sistem vestibuler, yaitu sakulus dan utrikulus. Kedua organ tersebut termasuk
dalam organ otolit. Organ otolit memiliki otokonia yaitu sel rambut terbungkus jelly-like layer bertabur batuan kecil kalsium.11
Saat kepala menengadah maupun posisi tubuh berubah, terjadilah pergeseran batuan kalsium karena pengaruh gravitasi. Akibatnya, sel rambut
menjadi bengkok sehingga terjadinya influx ion kalsium yang selanjutnya neurotransmitter keluar memasuki celah sinap dan ditangkap oleh
reseptor. Selanjutnya, terjadi penjalaran impuls melalui nervus vestibularis menuju tingkat yang lebih tinggi. Adanya sistem vestibular bekerja
sama dengan sistem visual dan proprioseptik membuat tubuh dapat mempertahankan orientasi atau keseimbangan.11
Sistem keseimbangan pada manusia adalah suatu mekanisme yang kompleks terdiri dari input sensorik bagian dari alat vestibular, visual,
maupun proprioseptif. Ketiganya menuju otak dan medulla spinalis, dimodulasi dan diintegrasikan aktivitas serebrum, sistem limbik, sistem
ekstrapiramidal, dan korteks serebri dan mempersepsikan posisi tubuh dan kepala saat berada dalam ruangan, mengontrol gerak mata dan fungsi
sikap statik dan dinamik. Adanya perubahan pada input sensorik, organ efektor maupun mekanisme integrasi mengakibatkan persepsi vertigo,
adanya gangguan gerakan pada bola mata, dan gangguan keseimbangan. Kehilangan pada input dari 2 atau lebih dari sistem vestibular
mengakibatkan hilangnya keseimbangan sehingga terjatuh. Karenanya, apabila seorang pasien dengan gangguan proprioseptif berat disertai
sensory disequilibrium, atau disfungsi vestibular unilateral uncompensated dan vertigo, akan jatuh bila penglihatan ditutup.11Vertigo sentral
disebabkan salah satunya oleh karena iskemia batang otak. Pada penyakit vertebrobasiler dan Transient Ischemic Attack batang otak, vertigo dan
disekulibrium adalah gejala yang sering muncul disertai gejala iskemia seperti diplopia, disartria, rasa tebal pada muka dan ekstremitas, ataksia,
hemiparesis maupun hemianopsia.12
Nistagmus posisional dapat dibangkitkan pada iskemia batang otak. Adanya Manuver Nylen Barany dapat membedakan gangguan vestibuler
dan batang otak.12
Pada kasus infark dan perdarahan serebral dapat menyebabkan vertigo dan gangguan keseimbangan berat disertai disartria, sindrom horner, rasa
tebal pada wajah dan paresis facialis. Adanya Infark pada kawasan arteri serebelaris posterior dapat menyebabkan disekulibrium jalan dan
ataksia pada ekstremitas tanpa disertai vertigo.12
Berikut merupakan Klasifikasi Vertigo berdasarkan letak lesinya13
a. Sentral
1) Infark batang otak
2) Tumor otak
3) Radang Otak
4) Insufisiensi a.v. basiler
5) Epilepsi
b. Perifer
1) Labirin
(a) Benign Paroxysmal Positional Vertigo (BPPV)
(b) Meniere
(c) Ototoksik
(d) Labirinitis
2) Saraf vestibuler
(a) Neuritis
(b) Neuroma Akustikus

BPPV ditandai oleh adanya rasa berputar yang hebat dengan atau tanpa rasa mual akibat perpindahan secara cepat seperti bangun keberbaring
atau berbaring ke bangun. Hal ini disebabkan karena adanya kelainan pada otoconial berupa deposit pada kupula kanalis semisirkularis posterior.
Adanya deposit menyebabkan kanalis menjadi sensitif saat tubuh mengalami perubahan gravitasi disertai perubahan posisi kepala.13
E. Hubungan Kadar Hemoglobin terhadap Vertigo
Salah satu penyebab dari vertigo yaitu adanya kelainan vaskular. Kelainan vaskular dapat ditandai seperti anemia. Anemia merupakan kondisi
karena kurangnya eritrosit atau kurangnya hemoglobin itu sendiri. Salah satu pemeriksaan darah rutin untuk membuktikan bahwa seseorang
mengalami anemia adalah dengan mengetahui kadar hemoglobin.6,14
Muhammad Maqbool berpendapat bahwa anemia merupakan kelainan vaskular yang dapat menyebabkan vertigo. Pernyataan ini didukung oleh
Penninx et al yang menemukan bahwa orang dengan anemia berisiko mengalami serangan vertigo.6,18
Apabila seseorang mengalami anemia, maka jumlah hemoglobin akan berkurang sehingga jumlah oksigen yang dibawa oleh sel darah merah
sedikit. Akibatnya, jaringan yang dibawa kepada jaringan organ sekitar akan berkurang sehingga mengalami hipoksia. Adanya hipoksia pada
organ keseimbangan menyebabkan terjadinya gangguan keseimbangan sehingga terjadi serangan vertigo.19
F. Hubungan Jumlah Leukosit terhadap Vertigo

Ada hubungan yang berpengaruh terhadap vertigo, dimana vertigo dapat menyebabkan stress atau stress dapat menyebabkan vertigo. Hal ini
diperkuat dimana tanda dan gejala vertigo pada umumnya adalah mual, muntah, berkeringat, dan bradikardi.7
Serangan vertigo terkadang menakutkan sehingga meningkatkan kecemasan, yang berdampak pada emosional pasien. Adanya perasaancemas
memicu beberapa gejala karena gangguan saraf otonom yang berdampak meningkatnya hormon stress. Penelitian yang dilakukan Goto et al
mengatakan gejala somatik seperti sakit kepala, insomsia, diare, konstipasi, nyeri dada, sakit perut, dada berdebar-debar, susah bernafas,
kelelahan, dan stress merupakan salah satu penyebab vertigo dirawat di rumah sakit. Penelitian tersebut juga mengatakan bahwa pasien dengan
vertigo melaporkan gejala somatik berat yang berkaitan dengan cemas dan depresi, yang semakin berpengaruh terhadap vertigo.7,20
Dal-Lago et al meneliti penyebab mengapa seseorang tidak merasa sembuh total setelah dilakukan pengobatan pasca keluar dari rumah sakit.
Mereka berpendapat bahwa cemas merupakan kondisi yang sering mengikuti pada kejadian vertigo perifer. Efek cemas mempengaruhi penyakit
dan peluang untuk sembuh total. Stress yag tidak ditangani dapat memicu inflamasi. Inflamasi ditandai dengan adanya peningkatan sel darah
putih sehingga dapat memberikan dugaan bahwa adanya sel darah putih yang meningkat mempengaruhi pada vertigo perifer.21
G. Hubungan Jumlah Trombosit terhadap Vertigo

Adanya peningkatan secara tidak normal dalam hitung jumlah trombosit awal mula penyebab dari aterosklerosis. Trombosit berperan penting
pada patofisiologi dari penyakit aterosklerosis. Jumlah besar trombosit memiliki granula lebih, dimana akan mempengaruhi proses hemostatis,
vasomotor, dan fungsi proinflamasi lebih baik, sehingga aktivasi trombosit berkaitan dengan kenaikan volume trombosit. 22,23
Rata-rata volume trombosit menunjukkan indikator dari aktivasi trombosit. Rata-rata volume trombosit mencerminkan produksi dan stimulasi
trombosit. Penelitian terbaru menunjukkan adanya kemungkinan hubungan antara rata-rata volume trombosit terhadap penyakit jantung dan
serebrovaskuler. Adanya kenaikan rata-rata volume trombosit diketahui berhubungan dengan buruknya outcome terhadap kondisi penyakit
jantung dan serebrovaskuler.24,25Trombosit diketahui memicu dan membantu proses inflamasi dengan cara melakukan sekresi sejumlah zat
aktif seperti faktor aktivasi trombosit, PLT-derived growth factor, faktor 4 trombosit, interleukin-1. Karena itu, trombosit secara hemostatis lebih
aktif dan lebih mudah melakukan adhesi dan agregasi dan berperan dalam sejumlah aktivitas spesifik pada perkembangan trombosis melalui
penurunan efek inhibisi dari prostaglandin pada agregasi trombosit. Celikbilek et al berpendapat bahwa meningkatnya hitung jumlah trombosit
dan rata-rata volume trombosit menjadi indikatif dari status inflamasi subklinis yang berkontribusi terhadap kondisi prethrombotik pada pasien
dengan BPPV idiopatik.8,23
Saat ini, sedikit yang diketahui tentng metabolisme sebenarnya dari otokonia dan penyebab lepasnya dari matriks gelatinosa dari utrikulus, yang
menjadi penyebab BPPV. BPPV seringnya didahului oleh trauma kepala, vestibular neuritis, atau penyakit lainnya yang menyebabkan pelepasan
otokonia dari utrikulus. Hal ini dianggap bahwa BPPV idiopatik berhubungan dengan kondisi tersebut, dikarenakan adanya defisit dari matriks
filamen interotokonia yang menempel otokonia pada matriks gelationsa.26,27,28
Pada studi hewan, ditunjukkan bahwa otokonia pada babi guinea, utrikulus menyambung dan terlindungi terhadap matriks gelatinosa oleh adhesi
permukaan dan oleh kurungan dengan bahan lentur matriks filamen interotokonia. Adanya peningkatan dari jumlah trombosit dan rata-rata
volume trombosit memicu respon proinflamasi pada matriks tesebut oleh sekresi granula, yang mirip dengan kalsifikasi mitral annular yang
dilaporkan oleh Varol et al. Respon inflamasi ini berkontribusi terhadap kondisi prethrombosis, yang membuat keruasakan vaskuler
sebagaimana iskemik labirin pada telinga dalam yang menghasilkan pelepasan otokonia dari membran otolit pada pasien dengan BPPV.29,30,31

Pembahasan
Berdasarkan anamnesis, danpemeriksaanfisik yang telahdilakukanmakadapatdidiagnosispasienm engalamivertigo perifer. Pada anamnesis
didapatkan keluhan pasien dengan pusing berputar dan merasa lingkungan di sekitarnya berputar. Vertigo adalah adanya sensasi gerakan atau
rasa gerak dari tubuh atau lingkungan sekitarnya dengan gejala lain yang timbul, terutama dari jaringan otonomik yang disebabkan oleh
gangguan alat keseimbangan tubuh oleh berbagai keadaan atau penyakit. Perasaan seolah-olah penderita bergerak atau berputar, atau seolah-olah
benda di sekitar penderita bergerak atau berputar, yang biasanya disertai dengan mual dan kehilangan keseimbangan. Vertigo bisa berlangsung
hanya beberapa saat atau bisa berlanjut sampai beberapa jam bahkan hari. Penderita kadang merasa lebih baik jika berbaring diam, tetapi vertigo
bisa terus berlanjut meskipun penderita tidak bergerak sama sekali.5 Salah satu klasifikasi vertigo adalah vertigo patologis.Vertigo
patologisdibagi menjadi beberapa bagianyaituvertigo sentraldan vertigo perifer. Vertigo sentral diakibatkan oleh kelainan padabatang otak atau
pada serebelumdan vertigo perifer disebabkan oleh kelainan pada telinga dalam atau pada nervus vestibulocochlear (N. VIII).6 Perbedaan tanda
klinis vertigo bedasarkan lokasinya dapat dilihat pada tabel 1. Tabel 1. Perbedaan tanda klinis vertigo vestibular perifer dan sentral.3

Vertigo perifer berdasarkan lamanya serangan dibagi menjadi episode vertigo yang berlangsung beberapa detik, episode vertigo yang
berlangsung beberapa menit atau jam dan serangan vertigo yang berlangsung beberapa hari sampai beberapa minggu. Episode vertigo yang
berlangsung beberapa detik paling sering disebabkan oleh vertigo posisional benigna. Dapat dicetuskan oleh perubahan posisi kepala. Paling
sering penyebabnya idiopatik (tidak diketahui), namun dapat juga diakibatkan oleh trauma di kepala, pembedahan telinga atau oleh neuronitis
vestibular. Prognosis umumnya baik, gejala menghilang secara spontan.7 Episode vertigo yang berlangsung beberapa menit atau jam dapat
dijumpai pada penyakit meniere atau vestibulopati berulang. Penyakit meniere mempunyai trias gejala khas, yaitu ketajaman pendengaran
menurun (tuli), vertigo, dan tinitus. Pada serangan vertigo yang berlangsung beberapa hari sampai beberapa minggu, neuronitis vestibular
merupakan kelainan yang paling sering dan ditandai dengan gejala berupa vertigo, nausea, muntah, timbul mendadak. Gejala ini dapat
berlangsung selama beberapa hari sampai beberapa minggu. Fungsi pendengaran tidak terganggu pada neuronitis vestibular. Pada pemeriksaan
fisik mungkin dijumpai nistagmus. Pada pasien juga ditemukan keluhanberupa pusing berputar yang terjadi secara tiba-tiba. Pusing terasa berat
sampai pasien tidak bisa tidur, memberat saat pasien terbangun dari posisi tidur, dan diserta mual juga muntah.
Hasil pemeriksaan fisik yang dilakukan juga didapatkan tes romberg yang positif saat pasien menutup mata, heel to toe walking test yang positif
menyimpang saat pasien berjalan, unterberger test yang positif menyimpang ke sebelah kanan, dan past pointing test yang positif menyimpang
ke sebelah kanan. Pada pemeriksaan tidak ditemukan adanya kelainan pada fungsi sistem pendengaran.Pemeriksaan fisik meliputi pemeriksaan
neurologis, pemeriksaan leher, dan system kardiovaskular.Pemeriksaan nervus kranialis penting untuk mencari tanda paralisis, tuli sensorineural,
nistagmus.8Romberg’s signdapat dilakukan pada pasien dengankeluhan vertigo. Padakelainan vestibuler,hanyapada mata tertutupbadanpenderita
akan bergoyangmenjauhigaristengah,kemudiankem balilagi, sedangkan pada mata terbukabadanpenderitatetaptegak.
Padakelainanserebelerbadanpenderita akan bergoyangbaikpada mata terbukamaupunpada mata tertutup.9Heel-to- Toe Walking Testpada vertigo
perifer juga akan memberikan hasil berupa penyimpangan saat berjalan ke arah lesi. Unterberger's Sstepping Testpadakelainan
vestibuler,posisipenderita akan menyimpang/berputarkearahlesidengangerak ansepertiorangmelemparcakram,kepala dan
badanberputarkearahlesi, kedualenganbergerakkearahlesidenganlengan padasisilesiturun dan yang lainnyanaik. Keadaan ini biasanya disertai
nistagmus dengan fase lambat ke arah lesi.Past-pointing Test (Uji Tunjuk Barany pada kelainan vestibuler akan terlihat penyimpangan lengan
penderita ke arah lesi.10 Pemeriksaan laboratorium darah lengkap dilakukan pada pasien dengan hasil hemoglobin 10 g/dL, leukosit 7.900/uL,
trombosit 283.000/uL, GDS 192 mg/dL, ureum 19 mg/dL dan kreatinin 0,7 mg/dL. CT-Scan kepala juga dilakukan pada pasien dengan hasil
dalam batas normal. Pemeriksaan lab yang meliputi pemeriksaan elekrolit, gula darah, dan fungsi tiroid dapat membantu menentukan etiologi
vertigo. Pemeriksaan radiologi sebaiknya dilakukan pada pasien dengan vertigo yang memiliki tanda dan gejala neurologis dan tuli unilateral
yang progresif. MRI kepala mengevaluasi struktur dan integritas batang otak, serebelum, periventricular white matter, dan kompleks nervus
VIII.11
Terapi yang diberikanpadapasieniniterdiridarinon medikamentosa, medikamentosasertafisioterapi. Terapinon medikamentosaberupabedrestdan
pemantauantanda vital untukmenjagakondisipasien agar tetapstabil.Terapimedikamentosa yang diberikanadalahpemberiancairaninfusberupa RL
XV gtt/menit, beta histine 6 mg 2x1 tab, ranitidin ampul 50 mg 2x1, dan amlodipine 10 mg 1x1 tab. Cairan yang diberikan adalah cairan isotonis
seperti 0,9% salin dengan tujuan menjaga euvolemi. Tekanan vena sentral dipertahankan antara 5-12 mmHg. Pada umumnya, kebutuhan cairan
30 mL/kgBB/hari (parenteral maupun enteral). Keseimbangan cairan diperhitungkan dengan mengukur produksi urin sehari ditambah dengan
pengeluaran cairan yang tidak dirasakan (produksi urin sehari ditambah 500 ml untuk kehilangan cairan yang tidak tampak dan ditambah lagi
300 ml/oC pada penderita panas).12 Pasien diberikan beta histin tablet 6 mg 3x1 tablet yang merupakan obat golongan antihistamin.
Antihistamin yang dapat meredakan vertigo seperti obat dimenhidrinat, difenhidramin, meksilin, siklisin. Antihistamin yang mempunyai anti
vertigo juga memiliki aktivitas anti-kholinergik di susunan saraf pusat. Efek samping yang umum dijumpai ialah sedasi (mengantuk).Pada
penderita vertigo yang berat, efek samping ini memberikan dampak yang positif. SenyawaBetahistin (suatuanalog histamin) yang
dapatmeningkatkansirkulasi di telingadalam, dapatdiberikanuntukmengatasigejalavertigo. Efek samping Betahistin ialah gangguan di lambung
dan sesekali timbul “rash” di kulit.Betahistin Mesylate (merislon) 6 mg diberikan 1-2 tablet, 3 kali sehari, per oral.Betahistin HCl (Betaserc) 8
mg, diberikan 1 tablet, 3 kali sehari, per oral (maksimum 6 tablet).13
Pemberian Ranitidin sebagai antagonis H2 bertujuan untuk mencegah terjadinya stress ulcer. Untuk mencegah timbulnya perdarahan lambung,
sitoprotektor atau penghambat reseptor H2 perlu diberikan. Tidak ada perbedaan hasil antara pemberian penghambat reseptor H2, sitoprotektor
agenataupun inhibitor pompa proton. Antasida tidak perlu diberikan pada profilaksis stress ulcer. Pemberian obat-obatan seperti NSAID dan
kortikosteroid, serta makanan/minuman yang bersifat iritatif terhadap lambung (alkohol,rokok,cuka) perlu dihindari.14 Pasien juga diberikan
antihipertensi golongan calcium channel blocker berupa amlodipine tablet 1x10 mg. Hal ini sesuai dengan rekomendasi yang telah diberikan
oleh JNC 8 yaitu ada populasi umum yang bukan berasal dari ras berkulit hitam, termasuk yang menderita diabetes, terapi antihipertensi awal
sebaiknya termasuk diuretika tipe tiazide, calcium channel blocker, ACE inhibitor, atau penghambat reseptor angiotensin.15
Sumber: 1Roseane Maria Victorya, 2Fatah Satya Wibawa, 1Susianti, 2Putu Juanita. Vertigo Perifer pada Wanita Usia 52 Tahun dengan
Hipertensi Tidak Terkontrol. J Medula Unila.Desember 2016;Volume 6|Nomor 1:156-159

Vertigo adalah suatu istilah yang berasal dari bahasa Latin, vertere, yang berarti memutar.1 Secara umum, vertigo dikenal sebagai ilusi bergerak
atau halusinasi gerakan. Vertigo ditemukan dalam bentuk keluhan berupa rasa berputar – putar atau rasa bergerak dari lingkungan sekitar
(vertigo sirkuler) namun kadang – kadang ditemukan juga keluhan berupa rasa didorong atau ditarik menjauhi bidang vertikal (vertikal linier).2
Vertigo bukan merupakan suatu penyakit, tetapi merupakan kumpulan gejala atau sindrom yang terjadi akibat gangguan keseimbangan pada
sistem vestibular ataupun gangguan pada sistem saraf pusat. Selain itu, vertigo dapat pula terjadi akibat gangguan pada alat keseimbangan tubuh
yang terdiri dari reseptor pada visual (retina), vestibulum (kanalis semisirkularis) dan proprioseptif (tendon, sendi dan sensibilitas dalam).3,4
Isi
Manusia berjalan dengan dua kaki relatif kurang stabil dibandingkan dengan makhluk lain yang berjalan dengan empat kaki. Hal ini
menyebabkan manusia lebih memerlukan informasi posisi tubuh relatif terhadap lingkungan. Selain itu diperlukan juga informasi gerakan agar
dapat terus beradaptasi dengan perubahan sekelilingnya. Informasi tersebut diperoleh dari sistem keseimbangan tubuh yang melibatkan kanalis
semisirkularis sebagai reseptor, sistim vestibuler, dan serebelum sebagai pengolah informasinya. Selain itu fungsi penglihatan dan proprioceptif
juga Melly Setiawati dan Susianti | Diagnosis dan Tatalaksana Vertigo MAJORITY I Volume 5 I Nomor 4 I Oktober 2016 I 92
berperan dalam memberikan informasi rasa sikap dan gerak anggota tubuh. Sistem tersebut saling berhubungan dan mempengaruhi untuk
selanjutnya diolah di susunan saraf pusat.5,6
Vertigo bukanlah suatu penyakit tersendiri melainkan gejala dari penyakit yang letak lesi dan penyebabnya berbeda – beda. Oleh karena itu pada
setiap penderita vertigo harus dilakukan anamnesis dan pemeriksaan yang cermat dan terarah untuk menentukan bentuk vertigo, letak lesi, dan
penyebabnya.7
Rasa pusing atau vertigo disebabkan oleh gangguan alat keseimbangan tubuh yang mengakibatkan ketidakcocokan antara posisi tubuh yang
sebenarnya dengan apa yang dipersepsi oleh susunan saraf pusat.6,8,9
Pada anamnesis ditanyakan bentuk vertigonya (apakah melayang, goyang, berputar tujuh keliling, rasa seperti naik perahu, dan sebagainya),
keadaan yang memprovokasi timbulnya vertigo (perubahan posisi kepala dan tubuh, keletihan dan ketegangan), profil waktu (apakah timbulnya
akut atau perlahan-lahan, hilang timbul, paroksismal, kronik, progresif, atau membaik). Pada anamnesis juga ditanyakan apakah ada gangguan
pendengaran yang biasanya menyertai atau ditemukan pada lesi alat vestibuler atau n. vestibularis, penggunaan obat-obatan seperti streptomisin,
kanamisin, salisilat, antimalaria dan lain-lain yang diketahui ototoksik atau vestibulotoksik, dan adanya penyakit sistemik seperti anemia,
penyakit jantung, hipertensi, hipotensi, penyakit paru dan kemungkinan trauma akustik.5,10
Pendekatan klinis terhadap keluhan vertigo ditujukan untuk membedakan vertigo sentral yang kelainannya berkaitan dengan susunan sistem
saraf pusat atau vertigo perifer yang berkaitan dengan sistem vestibuler. Selain itu harus dipertimbangkan pula faktor psikologik atau psikiatrik
yang dapat mendasari keluhan vertigo tersebut. Faktor sistemik yang juga harus dipikirkan antara lain aritmia jantung, hipertensi, hipotensi,
gagal jantung kongestif, anemia, dan hipoglikemia. Penegakan diagnosis vertigo diawali dengan menentukan bentuk vertigo, letak lesi, dan
kemudian penyebabnya, agar dapat diberikan terapi kausal dan simtomatik yang sesuai.6,8
Pemeriksaan fisik yang dilakukan antara lain pemeriksaan tekanan darah yang diukur dalam posisi berbaring, duduk, dan berdiri, bising karotis,
irama (denyut jantung), dan pulsasi nadi perifer.5,9
Pemeriksaan neurologis yang dapat dilakukan antara lain: 5,9 (a) Uji Romberg, Penderita berdiri dengan kedua kaki dirapatkan mula-mula
dengan kedua mata terbuka kemudian tertutup. Biarkan pada posisi demikian selama 20-30 detik. Harus dipastikan bahwa penderita tidak dapat
menentukan posisinya (misalnya dengan bantuan titik cahaya atau suara tertentu). Pada kelainan vestibuler hanya pada mata tertutup badan
penderita akan bergoyang menjauhi garis tengah kemudian kembali lagi, pada mata terbuka badan penderita tetap tegak. Sedangkan pada
kelainan serebral badan penderita akan bergoyang baik pada mata terbuka maupun pada mata tertutup. (b) Tandem Gait, Penderita berjalan
dengan tumit kaki kiri/kanan diletakkan pada ujung jari kaki kanan/kiri ganti berganti. Pada kelainan vestibuler, perjalanannya akan
menyimpang dan pada kelainan serebeler penderita akan cenderung jatuh. (c) Uji Unterberger, Penderita berdiri dengan kedua lengan lurus
horizontal ke depan dan jalan di tempat dengan mengangkat lutut setinggi mungkin selama satu menit. Pada kelainan vestibuler posisi penderita
akan menyimpang atau berputar ke arah lesi dengan gerakan seperti orang melempar cakram yaitu kepala dan badan berputar ke arah lesi, kedua
lengan bergerak ke arah lesi dengan lengan pada sisi lesi turun dan yang lainnya naik. Keadaan ini disertai nistagmus dengan fase lambat ke arah
lesi. (d) Uji Tunjuk Barany (past-ponting test), Penderita diinstruksikan mengangkat lengannya ke atas dengan jari telunjuk ekstensi dan lengan
lurus ke depan, kemudian diturunkan sampai menyentuh telunjuk tangan pemeriksa. Hal ini dilakukan berulang-ulang dengan mata terbuka dan
tertutup. Pada kelainan vestibuler akan terlihat penyimpangan lengan penderita ke arah lesi. (e). Uji Babinsky-Weil, Penderita berjalan lima
langkah ke depan dan lima langkah ke belakang selama setengan menit dengan mata tertutup berulang kali. Jika ada gangguan vestibuler
unilateral, pasien akan berjalan dengan arah berbentuk bintang.
Pemeriksaan khusus oto-Neurologi dilakukan untuk menentukan apakah letak lesinya di sentral atau perifer.8,9,11 Melly Setiawati dan Susianti |
Diagnosis dan Tatalaksana Vertigo MAJORITY I Volume 5 I Nomor 4 I Oktober 2016 I 93
Fungsi Vestibuler : (a) Uji Dix Hallpike, Penderita dibaringkan ke belakang dengan cepat dari posisi duduk di atas tempat tidur sehingga
kepalanya menggantung 45° di bawah garis horizontal, kemudian kepalanya dimiringkan 45° ke kanan lalu ke kiri. Lakukan uji ini ke kanan dan
kiri. Perhatikan apakah terdapat nistagmus pada penderita. Perhatikan saat timbul dan hilangnya vertigo dan nistagmus. Uji ini dapat dibedakan
apakah lesinya perifer atau sentral. Vertigo dan nistagmus timbul setelah periode laten 2-10 detik, hilang dalam waktu kurang dari 1 menit, akan
berkurang atau menghilang bila tes diulang beberapa kali (fatigue) menunjukan bahwa yang terjadi pada penderita ialah vertigo perifer.
Sedangkan jika tidak ada periode laten, nistagmus dan vertigo berlangsung lebih dari 1 menit, bila diulang-ulang reaksi tetap seperti semula
(non-fatigue) menunjukan bahwa yang terjadi pada penderita ialah vertigo sentral. (b) Tes Kalori, Penderita berbaring dengan kepala fleksi 30°,
sehingga kanalis semisirkularis lateralis dalam posisi vertikal. Kedua telinga diirigasi bergantian dengan air dingin (30°C) dan air hangat (44°C)
masing-masing selama 40 detik dan jarak setiap irigasi 5 menit. Nistagmus yang timbul dihitung lamanya sejak permulaan irigasi sampai
hilangnya nistagmus tersebut (normal 90-150 detik). Tes ini dapat menententukan adanya kanal paresis atau directional preponderance ke kiri
atau ke kanan. Kanal paresis adalah abnormalitas yang ditemukan di satu telinga, baik setelah rangsang air hangat maupun air dingin, sedangkan
directional preponderance ialah abnormalitas ditemukan pada arah nistagmus yang sama di masing-masing telinga. Kanal paresis menunjukkan
lesi perifer di labirin atau n.VIII, sedangkan directional preponderance menunjukkan lesi sentral. (c) Elektronistagmogram, Pemeriksaan ini
hanya dilakukan di rumah sakit dengan tujuan untuk merekam gerakan mata pada nistagmus sehingga nistagmus tersebut dapat dianalisis secara
kuantitatif.
Tes Fungsi Pendengaran : (a) Tes Garpu Tala, Tes ini digunakan untuk membedakan tuli konduktif dan tuli perseptif, dengan tes-tes Rinne,
Weber dan Schwabach. Pada tuli konduktif, tes Rinne negatif, Weber lateralisasi ke yang tuli dan schwabach memendek. (b) Audiometri, Ada
beberapa macam pemeriksaan audiometri seperti Ludness Balance Test, SISI, Bekesy Audiometry, dan Tone Decay. Pemeriksaan saraf-saraf otak
lain meliputi: acies visus, kampus visus, okulomotor, sensorik wajah, otot wajah, pendengaran dan fungsi menelan. Juga fungsi motorik
(kelumpuhan ekstremitas), fungsi sensorik (hipestesi, parestesi) dan serebelar (tremor, gangguan cara berjalan)
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan: 5,7 (1) Pemeriksaan laboratorium rutin atas darah dan urin, dan pemeriksaan lain sesuai indikasi.
(2) Foto Rontgen tengkorak, leher, Stenvers (pada neurinoma akustik). (3) Neurofisiologi Elektroensefalografi (EEG), Elektromiografi (EMG),
Brainstem Auditory Evoked Potential (BAEP). (4) Pencitraan CT-scan, arteriografi, magnetic resonance imaging (MRI).
Tatalaksana vertigo terbagi menjadi tatalaksana non farmakologi, farmakologi, dan operasi.12 Tatalaksana non farmakologi dapat dilakukan
dengan pemberian terapi dengan manuver reposisi partikel / Particle Repositioning Maneuver (PRM) yang dapat secara efektif menghilangkan
vertigo pada BPPV, meningkatkan kualitas hidup, dan mengurangi risiko jatuh pada pasien. Keefektifan dari manuver-manuver yang ada
bervariasi mulai dari 70%-100%. Efek samping yang dapat terjadi dari melakukan manuver seperti mual, muntah, vertigo, dan nistagmus. Hal ini
terjadi karena adanya debris otolitith yang tersumbat saat berpindah ke segmen yang lebih sempit misalnya saat berpindah dari ampula ke kanal
bifurcasio. Setelah melakukan manuver hendaknya pasien tetap berada pada posisi duduk minimal 10 menit untuk menghindari risiko jatuh.
Tujuan dari manuver yang dilakukan adalah untuk mengembalikan partikel ke posisi awalnya yaitu pada makula utrikulus. Ada lima manuver
yang dapat dilakukan, antara lain: (a) Manuver Epley, manuver Epley adalah yang paling sering digunakan pada kanal vertikal. Pasien diminta
untuk menolehkan kepala ke sisi yang sakit sebesar 45° lalu pasien berbaring dengan kepala tergantung dan dipertahankan 1-2 menit. Lalu
kepala ditolehkan 90° ke sisi sebaliknya, dan posisi supinasi berubah menjadi lateral dekubitus dan dipertahan 30-60 detik. Setelah itu pasien
mengistirahatkan dagu pada pundaknya dan kembali ke posisi duduk secara perlahan. (b) Manuver Semont, Melly Setiawati dan Susianti |
Diagnosis dan Tatalaksana Vertigo MAJORITY I Volume 5 I Nomor 4 I Oktober 2016 I 94
manuver ini diindikasikan untuk pengobatan cupulolithiasis kanan posterior. Jika kanal posterior terkena, pasien diminta duduk tegak, lalu
kepala dimiringkan 45° ke sisi yang sehat, lalu secara cepat bergerak ke posisi berbaring dan dipertahankan selama 1-3 menit. Ada nistagmus
dan vertigo dapat diobservasi. Setelah itu pasien pindah ke posisi berbaring di sisi yang berlawanan tanpa kembali ke posisi duduk lagi. (c)
Manuver Lempert, manuver ini dapat digunakan pada pengobatan BPPV tipe kanal lateral. Pasien berguling 360° yang dimulai dari posisi
supinasi lalu pasien menolehkan kepala 90° ke sisi yang sehat, diikuti dengan membalikkan tubuh ke posisi lateral dekubitus. Lalu kepala
menoleh ke bawah dan tubuh mengikuti ke posisi ventral dekubitus. Pasien kemudian menoleh lagi 90° dan tubuh kembali ke posisi lateral
dekubitus lalu kembali ke posisi supinasi. Masing-masing gerakan dipertahankan selama 15 detik untuk migrasi lambat dari partikel-partikel
sebagai respon terhadap gravitasi. (d) Forced Prolonged Position, manuver ini digunakan pada BPPV tipe kanal lateral. Tujuannya adalah untuk
mempertahankan kekuatan dari posisi lateral dekubitus pada sisi telinga yang sakit dan dipertahankan selama 12 jam. (e) Brandt-Daroff exercise,
manuver ini dikembangkan sebagai latihan untuk di rumah dan dapat dilakukan sendiri oleh pasien sebagai terapi tambahan pada pasien yang
tetap simptomatik setelah manuver Epley atau Semont. Latihan ini juga dapat membantu pasien menerapkan beberapa posisi sehingga dapat
menjadi kebiasaan.13
Penatalaksanaan dengan farmakologi untuk tidak secara rutin dilakukan. Beberapa pengobatan hanya diberikan untuk jangka pendek untuk
gejala-gejala vertigo, mual dan muntah yang berat yang dapat terjadi pada pasien BPPV, seperti setelah melakukan terapi PRM. Pengobatan
untuk vertigo yang disebut juga pengobatan suppresant vestibular yang digunakan adalah golongan benzodiazepine (diazepam, clonazepam) dan
antihistamine (meclizine, dipenhidramin). Benzodiazepines dapat mengurangi sensasi berputar namun dapat mengganggu kompensasi sentral
pada kondisi vestibular perifer. Antihistamine mempunyai efek supresif pada pusat muntah sehingga dapat mengurangi mual dan muntah karena
motion sickness. Harus diperhatikan bahwa benzodiazepine dan antihistamine dapat mengganggu kompensasi sentral pada kerusakan vestibular
sehingga penggunaannya diminimalkan.12
Operasi dapat dilakukan pada pasien BPPV yang telah menjadi kronik dan sangat sering mendapat serangan BPPV yang hebat, bahkan setelah
melakukan manuver-manuver yang telah disebutkan di atas. Dari literatur dikatakan indikasi untuk melakukan operasi adalah pada intractable
BPPV, yang biasanya mempunyai klinis penyakit neurologi vestibular, tidak seperti BPPV biasa.12
Terdapat dua pilihan intervensi dengan teknik operasi yang dapat dipilih, yaitu singular neurectomy (transeksi saraf ampula posterior) dan oklusi
kanal posterior semisirkular. Namun lebih dipilih teknik dengan oklusi karena teknik neurectomi mempunyai risiko kehilangan pendengaran
yang tinggi.12
Ringkasan
Vertigo merupakan kumpulan gejala atau sindrom yang terjadi akibat gangguan keseimbangan pada sistem vestibular ataupun gangguan pada
sistem saraf pusat. Vertigo ditemukan dalam bentuk keluhan berupa rasa berputar, atau rasa bergerak dari lingkungan sekitar namun kadang
ditemukan keluhan berupa rasa didorong atau ditarik menjauhi bidang vertikal.
Pada anamnesis ditanyakan bentuk vertigo, keadaan yang memprovokasi timbulnya vertigo, profil waktu timbulnya vertigo, gangguan
pendengaran, dan penggunaan obat-obatan. Pemeriksaan fisik yang dilakukan yaitu pengukuran tekanan darah dengan berbagai posisi.
Sedangkan pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan diantaranya pemeriksaan neurologis, pemeriksaan oto-neurologi, dan tes fungsi
pendengaran. Tatalaksana vertigo terbagi dalam non farmakologi, farmakologi dan operasi. Tatalaksana non farmakologi terdapat lima jenis
manuver yang dapat dilakukan sendiri di rumah.
Sumber: Melly Setiawati1, Susianti2. Diagnosis dan Tatalaksana Vertigo. MAJORITY.Oktober 2016;Volume 5 I Nomor 4:91-94

A. Vertigo
Vertigo adalah sensasi gerakan atau rasa gerak dari tubuh seperti rotasi (memutar) tanpa sensasi peputaran yang sebenarnya, dapat sekelilingnya
terasa berputar atau badan yang berputar. Vertigo dibagi menjadi dua, yaitu vertigo sentral dan vertigo perifer.
Vertigo perifer didefinisikan sebagai sensasi berputar dengan provokasi perubahan posisi disertai mual, muntah dan gangguan keseimbangan.
Benign Paroxysmal Positional Vertigo (BPPV) dikonfirmasi dengan pemeriksaan Dix Hallpike, sedangkan Meniere disease selain pusing
berputar, juga disertai adanya tinitus, dan kehilangan pendengaran (Von Brevern et al., 2007).
Benign Paroxysmal Positional Vertigo (BPPV) adalah gangguan vestibuler yang paling sering ditemui, dengan gejala rasa pusing berputar
diikuti mual muntah dan keringat dingin, yang dipicu oleh perubahan posisi kepala terhadap gaya gravitasi tanpa adanya keterlibatan lesi di
susunan saraf pusat.
Gejala vertigo meliputi mual, ketidakseimbnagan posisi, pandangan kabur, dan disorientasi. Akibat gejala ini, penderita vertigo akan mengalami
beberapa masalah masalah psikis dan fisik seperti emosional, kecemasan, dan ketidakmampuan melakukan aktivitas sehari-hari, sehingga
menurunkan kualitas hidup penderita. Pasien vertigo bisa menghindari kegiatan fisik dan stres psikologi serta menarik diri dari aktifitas sosial.
Hal ini terjadi berhubungan dengan depresi yang bisa dialami penderita (Strosser et al., 2000).
Penyebab vertigo meliputi vestibuler perifer (berasal dari sistim saraf perifer), vestibuler sentral dan kondisi lain (Sura et al., 2010). Sampai saat
ini,
1. Barbeceau Manuver

mekanisme yang mendasari penyakit ini belum jelas. Sunami et al. (2005) melaporkan adanya korelasi yang signifikan antara rekurensi BPPV
dengan penyakit yang berhubungan dengan gaya hidup, seperti hipertensi dan hiperlipidemia (Wadaet al., 2008). Cukup banyak penyebab
vertigo, baik vertigo tipe perifer maupun tipe sentral. Kelainan anatomi dan atau fisiologi vertigo terletak pada alat keseimbangan tubuh, yang
dapat disebabkan karena degenerasi, vaskuler, tumor, infeksi, inflamasi, kongenital, dan trauma (Sturzenegger, 1994).
B. Deteksi Dini dan Penyembuhan Vertigo
Beberapa teknik manuver telah dikembangkan untuk menangani BPPV kanalis horizontal.
Pasien diminta untuk berputar 3600 dalam posisi tidur, dimulai dengan telinga yang sakit di posisi bawah, berputar 900 sampai satu putaran
lengkap (3600). Setiap posisi dipertahankan selama 30 detik. Manuver ini akan menggerakkan otokonia keluar dari kanal menuju utrikulus
kembali.

2. Log Roll Maneuver

Pasien berputar 2700 dalam posisi tidur miring ke sisi telinga yang sakit, berputar 900 tiap satu menit menuju ke telinga yang sehat dengan total
putaran 2700.
3. Gufoni Maneuver

Pasien duduk dengan kepala menghadap lurus ke depan dan direbahkan dengan cepat ke arah sisi lesi, posisi ini dipertahankan selama satu menit
setelah nistagmus apogeotropik berakhir. Dalam posisi rebah, kepala pasien diputar 450 ke depan (hidung ke atas), posisi ini dipertahankan
selama dua menit. Pasien kembali ke posisi semula. Terapi ini diharapkan mampu mengkonversi nistagmus apogeotropik menjadi nistagmus
geotropik

4. Forced Prolonged Position Maneuver

Pasien diminta untuk tidur miring dengan telinga yang sakit berada di posisi atas selama 12 jam. Posisi ini diharapkan mampu melepaskan
otokonia yang melekat pada kupula, dan memasukkan otokonia ke utrikulus kembali dengan bantuan gravitasi.

Sumber: LAPORAN AKHIR KEGIATAN PENGABDIAN MASYARAKAT TAHUN ANGGARAN 2016/ 2017 VERTIGO: PENCEGAHAN
DAN SIMULASI DETEKSI DINI DI PEDUKUHAN NGRAME, Nur Chayati, S.Kep., Ns., M.Kep, PROGRAM MAGISTER
KEPERAWATAN PASCA SARJANA UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA 2017, halaman 7-10
PENDAHULUAN
Benign Paroxysmal Positional Vertigo (BPPV) merupakan salah satu gangguan Neurotologi. Benign Paroxysmal Positional Vertigo merupakan
gangguan vestibular dimana 17%-20 % pasien mengeluh vertigo.1,2,3 Gangguan vestibular dikarakteristikan dengan serangan vertigo yang
disebabkan oleh perubahan posisi kepala dan berhubungan dengan karakteristik nistagmus paroksimal.1,2,3,4,5 Benign Paroxysmal Positional
Vertigo disebabkan ketika material berupa kalsium karbonat dari makula dalam dinding utrikel masuk kedalam salah satu kanul semisirkular
yang akan merespon ke saraf.1 Diagnosis BPPV ditinjau dari anamnesis, gejala klinis yang terjadi serta dikonfirmasi oleh berbagai manuver
diagnosis.1,5
Secara umum penatalaksanaan BPPV untuk meningkatkan kualitas hidup serta mengurangi resiko jatuh yang dapat terjadi oleh pasien.5
Penatalaksanaan BPPV secara garis besar dibagi menjadi dua yaitu penatalaksanaan non-farmakologi yang termasuk berbagai manuver
didalamnya dan penatalaksanaan farmakologi. Penatalaksanaan dengan menuver secara baik dan benar menurut beberapa penelitian dapat
mengurangi angka morbiditas.1,5 Didalam tinjauan pustaka ini akan membahas secara umum mengenai BPPV dari mendiagnosis hingga
penatalaksanaan .
EPIDEMIOLOGI DAN DEFINISI BPPV
Benign Paroxysmal Positional Vertigo (BPPV) merupakan salah satu gangguan Neurotologi dimana 17% pasien datang dengan keluhan pusing.
Pada populasi umum prevalensi BPPV yaitu antara 11 sampai 64 per 100.000 (prevalensi 2,4%).1,2,5,6 Dari kunjungan 5,6 miliar orang ke
rumah sakit dan klinik di United State dengan keluhan pusing didapatkan prevalensi 17% - 42% pasien didiagnosis BPPV. Dari segi onsetBPPV
biasanya diderita pada usia 50-70 tahun. Proporsi antara wanita lebih besar dibandingkan dengan laki-laki yaitu 2,2 : 1,5. BPPV merupakan
bentuk dari vertigo posisional. 3,5
Definisi vertigo posisional adalah sensasi berputar yang disebabkan oleh perubahan posisi kepala. Sedangkan BPPV didefinisikan sebagai
gangguan yang terjadi di telinga dalam dengan gejala vertigo posisional yang terjadi secara berulang-ulang dengan tipikal nistagmus
paroksimal.3,5 Benign dan paroksimal biasa digunakan sebagai karakteristik dari vertigo posisional. Benign pada BPPV secara historikal
merupakan bentuk dari vertigo posisional yang seharusnya tidak menyebabkan gangguan susunan saraf pusat yang serius dan secara umum
memiliki prognosis yang baik. Sedangkan paroksimal yang dimaksud adalah onset vertigo yang terjadi secara tiba-tiba dan berlangsung cepat
biasanya tidak lebih dari satu menit. Benign Paroxysmal Positional Vertigo memiliki beberapa istilah atau sering juga disebut dengan benign
positional vertigo, vertigo paroksimal posisional, vertigo posisional, benign paroxymal nystagmus, dan dapat disebut juga paroxymal positional
nystagmus.3
PATOFISIOLOGI BPPV
1. Anatomi dan Fisiologi

Vestibulum memonitor pergerakan dan posisi kepala dengan mendeteksi akselerasi linier dan angular.1,2 Bagian vestibular dari labirin terdiri
dari tiga kanal semisirkular, yakni kanal anterior, posterior, dan horisontal.1 Ketiga kanal semisirkularis ini mendeteksi akselerasi angular.2
Setiap kanal semisirkular terisi oleh endolimfe dan pada bagian dasarnya terdapat penggelembungan yang disebut sebagai ampula.2
Ampulamengandung kupula, suatu masa gelatin yang memiliki densitas yang sama dengan endolimfe, serta melekat pada sel rambut.2
Labirin juga terdiri dari dua struktur otolit, yakni utrikulus dan sakulus yang mendeteksi akselerasi linear, termasuk deteksi terhadap gravitasi.
Organ reseptornya adalah makula. Makula utrikulus terletak pada dasar utrikulus kira-kira di bidang kanalis semisirkularis horisontal. Makula
sakulus terletak pada dinding medial sakulus dan terutama terletak di bidang vertikal. Pada setiap makula terdapat sel rambut yang mengandung
endapan kalsium yang disebut otolith (otokonia). Makula pada utrikulus diperkirakan sebagai sumber dari partikel kalsium yang menjadi
penyebab BPPV.1
Kupula adalah sensor gerak untuk kanal semisirkular dan ini teraktivasi oleh defleksi yang disebabkan oleh aliran endolimfe.1 Pergerakan
kupula oleh karena endolimfe dapat menyebabkan respon, baik berupa rangsangan atau hambatan, tergantung pada arah dari gerakan dan kanal
semisirkular yang terkena.2 Kupula membentuk barier yang impermeabel yang melintasi lumen dari ampula, sehingga partikel dalam kanal
semisirkular hanya dapat masuk atau keluar kanal melalui ujung yang tidak mengandung ampula.2

Gambar 1. Labirin Membran (Lavender) dan Tulang (Putih) dari Telinga Dalam Sisi Kiri
Ampulofugal berarti pergerakan yang menjauhi ampula, sedangkan ampulapetal berarti gerakan mendekati ampula. Pada kanal semisirkular
posterior dan superior, defleksi utrikulofugal dari kupula bersifat merangsang (stimulatory) dan defleksi utrikulopetal bersifat menghambat
(inhibitory). Pada kanal semisirkular lateral, terjadi yang sebaliknya.2
Nistagmus mengacu pada gerakan osilasi yang ritmik dan berulang dari bola mata. Stimulasi pada kanal semisirkular paling sering menyebabkan
“jerk nystagmus”, yang memiliki karakteristik fase lambat (gerakan lambat pada satu arah) diikuti oleh fase cepat (kembali dengan cepat ke
posisi semula). Nistagmus dinamakan sesuai arah dari fase cepat. Nistagmus dapat bersifat horizontal, vertikal, oblik, rotatori, atau kombinasi.2
2. Dasar Mekanis BPPV
Benign Paroxysmal Positional Vertigo disebabkan ketika otolith yang terdiri dari kalsium karbonat yang berasal dari makula pada utrikulus yang
lepas dan bergerak dalam lumen dari salah satu kanal semisirkular. Kalsium karbonat dua kali lebih padat dibandingkan endolimfe, sehingga
bergerak sebagai respon terhadap gravitasi dan pergerakan akseleratif lain. Ketika kristal kalsium karbonat bergerak dalam kanal semisirkular
(kanalitiasis), mereka menyebabkan pergerakan endolimfe yang menstimulasi ampula pada kanal yang terkena, sehingga menyebabkan vertigo.
Arah dari nistagmus ditentukan oleh eksitasi saraf ampula pada kanal yang terkena oleh sambungan langsung dengan otot ektraokular. Setiap
kanal yang terkena kanalitiasis memiliki karakteristik nistagmus tersendiri. Kanalitiasis mengacu pada partikel kalsium yang bergerak bebas
dalam kanal semisirkular. Sedangkan kupulolitiasis mengacu pada kondisi yang lebih jarang dimana partikel kalsium melekat pada kupula itu
sendiri.
Konsep “calcium jam” pernah diusulkan untuk menunjukkan partikel kalsium yang kadang dapat bergerak, tetapi kadang terjebak dalam kanal.1
Alasan terlepasnya kristal kalsium dari makula belum dipahami dengan pasti. Debris kalsium dapat pecah karena trauma atau infeksi virus, tapi
pada banyak keadaan dapat terjadi tanpa trauma atau penyakit yang diketahui. Mungkin ada kaitannya dengan perubahan protein dan matriks
gelatin dari membran otolith yang berkaitan dengan usia. Pasien dengan BPPV diketahui lebih banyak terkena osteopenia dan osteoporosis
daripada kelompok kontrol, dan mereka dengan BPPV berulang cenderung memiliki skor densitas tulang yang terendah. Pengamatan ini
menunjukkan bahwa lepasnya otokonia dapat sejalan dengan demineralisasi tulang pada umumnya. Tetap perlu ditentukan apakah terapi
osteopenia atau osteoporosis berdampak pada kecenderungan terjadinya BPPV berulang.1
3. Jenis Kanal
Benign Paroxysmal Positional Vertigo dapat disebabkan baik oleh kanalitiasis ataupun kupulolitiasis dan secara teori dapat mengenai ketiga
kanalis semisirkularis, walaupun terkenanya kanal superior (anterior) sangat jarang. Bentuk yang paling sering adalah bentuk kanal posterior,
diikuti bentuk lateral. Sedangkan bentuk kanal anterior dan bentuk polikanalikular adalah bentuk yang paling tidak umum.1,2
a. Benign Paroxysmal Positional Vertigo Tipe Kanal Posterior

Benign Paroxysmal Positional Vertigo yang paling sering terjadi adalah tipe kanal posterior.1,2 Ini tercatat pada 85 sampai 90% dari kasus dari
BPPV, karena itu, jika tidak diklasifikasikan, BPPV umumnya mengacu pada BPPV bentuk kanal posterior.1 Penyebab paling sering terjadinya
BPPV kanal posterior adalah kanalitiasis.2 Hal ini dikarenakan debris endolimfe yang terapung bebas cenderungjatuh ke kanal posterior
disebabkan karena kanal ini adalah bagian vestibulum yang berada pada posisi yang paling bawah saat kepala pada posisi berdiri ataupun
berbaring.2

Gambar 2. Kanalitiasis dan Kupulolitiasis pada Telinga Kiri.2


Mekanisme dimana kanalitiasis menyebabkan nistagmus dalam kanalis semisirkularis posterior digambarkan oleh Epley. Partikel harus
berakumulasi menjadi "massa kritis" di bagian bawah dari kanalis semisirkularis posterior. Kanalit tersebut bergerak ke bagian yang paling
rendah pada saat orientasi dari kanalis semisirkularis berubah karena posisi dan gravitasi. Tarikan yang dihasilkan harus dapat melampaui
resistensi dari endolimfe pada kanalis semisirkularis dan elastisitas dari barier kupula, agar bisa menyebabkan defleksi pada kupula. Waktu yang
dibutuhkan untuk terjadinya hal ini ditambah inersia asli dari partikel tersebut menjelaskan periode laten yang terlihat selama manuver Dix-
Hallpike.2
b. Benign Paroxysmal Positional Vertigo Tipe Kanal Lateral

BPPV tipe kanal lateral adalah tipe BPPV yang paling banyak kedua.1,2,3 BPPV tipe kanal lateral sembuh jauh lebih cepat dibandingkan
dengan BPPV tipe kanal posterior.2 Hal ini dikarenakan kanal posterior tergantung di bagian inferior danbarier kupulanya terdapat pada ujung
yang lebih pendek dan lebih rendah.2 Debris yang masuk dalam kanal posterior akan terperangkap di dalamnya.2 Sedangkan kanal lateral
memiliki barier kupula yang terletak di ujung atas.2 Karena itu, debris bebas yang terapung di kanal lateral akan cenderung untuk mengapung
kembali ke utrikulus sebagai akibat dari pergerakan kepala.2
Dalam kanalitiasis pada kanal lateral, partikel paling sering terdapat di lengan panjang dari kanal yang relatif jauh dari ampula. Jika pasien
melakukan pergerakan kepala menuju ke sisi telinga yang terkena, partikel akan membuat aliran endolimfe ampulopetal, yang bersifat stimulasi
pada kanal lateral. Nistagmus geotropik (fase cepat menuju tanah) akan terlihat. Jika pasien berpaling dari sisi yang terkena, partikel akan
menciptakan arus hambatan ampulofugal. Meskipun nistagmus akan berada pada arah yang berlawanan, itu akan tetap menjadi nistagmus
geotropik, karena pasien sekarang menghadap ke arah berlawanan. Stimulasi kanal menciptakan respon yang lebih besar daripada respon
hambatan, sehingga arah dari gerakan kepala yang menciptakan respon terkuat (respon stimulasi) merupakan sisi yang terkena pada geotropik
nistagmus.2
Kupulolitiasis memiliki peranan yang lebih besar pada BPPV tipe kanal lateral dibandingkan tipe kanal posterior. Karena partikel melekat pada
kupula, vertigo sering kali berat dan menetap saat kepala berada dalam posisi provokatif. Ketika kepala pasien dimiringkan ke arah sisi yang
terkena, kupula akan mengalami defleksi ampulofugal (inhibitory) yang menyebabkan nistagmus apogeotrofik. Ketika kepala dimiringkan ke
arah yang berlawanan akan menimbulkan defleksi ampulopetal (stimulatory), menghasilkan nistagmus apogeotrofik yang lebih kuat. Karena itu,
memiringkan kepala ke sisi yang terkena akan menimbulkan responyang terkuat. Apogeotrofik nistagmus terdapat pada 27% dari pasien yang
memiliki BPPV tipe kanal lateral.2
PEMERIKSAAN UNTUK MENEGAKKAN DIAGNOSIS BPPV
Diagnosis BPPV dapat ditegakkan berdasarkan :
1. Anamnesis
Pasien biasanya mengeluh vertigo dengan onset akut kurang dari 10-20 detik akibat perubahan posisi kepala. Posisi yang memicu adalah
berbalik di tempat tidur pada posisi lateral, bangun dari tempat tidur, melihat ke atas dan belakang, dan membungkuk. Vertigo bisa diikuti
dengan mual.2
2. Pemeriksaan fisik
Pasien memiliki pendengaran yang normal, tidak ada nistagmus spontan, dan pada evaluasi neurologis normal. Pemeriksaan fisik standar untuk
BPPV adalah : Dix-Hallpike dan Tes kalori.4
a. Dix-Hallpike Tets4
Tes ini tidak boleh dilakukan pada pasien yang memiliki masalah dengan leher dan punggung. Tujuannya adalah untuk memprovokasi serangan
vertigo dan untuk melihat adanya nistagmus. Cara melakukannya sebagai berikut :
1. Pertama-tama jelaskan pada penderita mengenai prosedur pemeriksaan, dan vertigo mungkin akan timbul namun menghilang setelah beberapa
detik.
2. Penderita didudukkan dekat bagian ujung tempat periksa, sehingga ketika posisi terlentang kepala ekstensi ke belakang 300-400, penderita
diminta tetap membuka mata untuk melihat nistagmus yang muncul.

3. Kepala diputar menengok ke kanan 450 (kalau kanalis semisirkularis posterior yang terlibat). Ini akan menghasilkan kemungkinan bagi
otolith untuk bergerak, kalau ia memang sedang berada di kanalis semisirkularis posterior.
4. Dengan tangan pemeriksa pada kedua sisi kepala penderita, penderita direbahkan sampai kepala tergantung pada ujung tempat periksa.
5. Perhatikan munculnya nistagmus dan keluhan vertigo, posisi tersebut dipertahankan selama 10-15 detik.
6. Komponen cepat nistagmus harusnya „up-bet‟ (ke arah dahi) dan ipsilateral.
7. Kembalikan ke posisi duduk, nistagmus bisa terlihat dalam arahyang berlawanan dan penderita mengeluhkan kamar berputar kearah
berlawanan.
8. Berikutnya manuver tersebut diulang dengan kepala menoleh ke sisi kiri 450 dan seterusnya.
Pada orang normal nistagmus dapat timbul pada saat gerakan provokasi ke belakang, namun saat gerakan selesai dilakukan tidak tampak lagi
nistagmus. Pada pasien BPPV setelah provokasi ditemukan nistagmus yang timbulnya lambat, 40 detik, kemudian nistagmus menghilang kurang
dari satu menit bila sebabnya kanalitiasis, pada kupulolitiasis nistagmus dapat terjadi lebih dari satu menit, biasanya serangan vertigo berat dan
timbul bersamaan dengan nistagmus.4

b. Tes kalori
Tes kalori ini dianjurkan oleh Dix dan Hallpike. Pada cara ini dipakai 2 macam air, dingin dan panas. Suhu air dingin adalah 300C, sedangkan
suhu air panas adalah 440C. Volume air yang dialirkan ke dalam liang telinga masing-masing 250 ml, dalam waktu 40 detik. Setelah air
dialirkan, dicatat lama nistagmus yang timbul. Setelah telinga kiri diperiksa dengan air dingin, diperiksa telinga kanan dengan air dingin juga.
Kemudian telinga kiri dialirkan air panas, lalu telinga dalam. Pada tiap-tiap selesai pemeriksaan (telinga kiri atau kanan atau air dingin atau air
panas) pasien diistirahatkan selama 5 menit (untuk menghilangkan pusingnya).4
c. Tes Supine Roll
Jika pasien memiliki riwayat yang sesuai dengan BPPV dan hasil tes Dix-Hallpike negatif, dokter harus melakukan supine roll test untuk
memeriksa ada tidaknya BPPV kanal lateral. BPPV kanal lateral atau disebut juga BPPV kanal horisontal adalah BPPV terbanyak kedua. Pasien
yang memiliki riwayat yang sesuai dengan BPPV, yakni adanya vertigo yang diakibatkan perubahan posisi kepala, tetapi tidak memenuhi
kriteria diagnosis BPPV kanal posterior harus diperiksa ada tidaknya BPPV kanal lateral
Dokter harus menginformasikan pada pasien bahwa manuver ini bersifat provokatif dan dapat menyebabkan pasien mengalami pusing yang
berat selama beberapa saat.3 Tes ini dilakukan dengan memposisikan pasien dalam posisi supinasi atau berbaring terlentang dengan kepala pada
posisi netral diikuti dengan rotasi kepala 90 derajat dengan cepat ke satu sisi dan dokter mengamati mata pasien untuk memeriksa ada tidaknya
nistagmus.3 Setelah nistagmus mereda (atau jika tidak ada nistagmus), kepala kembali menghadap ke atas dalam posisi supinasi. Setelah
nistagmus lain mereda, kepala kemudian diputar/ dimiringkan 90 derajat ke sisi yang berlawanan, dan mata pasien diamati lagi untuk memeriksa
ada tidaknya nistagmus.3
KRITERIA DIAGNOSIS BPPV
Diagnosis BPPV dapat ditegakkan berdasarkan riwayat dan pemeriksaan fisik.1 Pasien biasanya melaporkan episode berputar ditimbulkan oleh
gerakan-gerakan tertentu, seperti berbaring atau bangun tidur, berguling di tempat tidur, melihat ke atas atau meluruskan badan setelah
membungkuk.3 Episode vertigo berlangsung 10 sampai 30 detik dan tidak disertai dengan gejala tambahan selain mual pada beberapa pasien.
Beberapa pasien yang rentan terhadap mabuk (motion sickness) mungkin merasa mual dan pusing selama berjam-jam setelah serangan vertigo,
tetapi kebanyakan pasien merasa baik-baik saja di antara episode vertigo.1,3 Jika pasien melaporkan episode vertigo spontan, atau vertigo yang
berlangsung lebih dari 1 atau 2 menit, atau jika episode vertigo tidak pernah terjadi di tempat tidur atau dengan perubahan posisi kepala, maka
kita harus mempertanyakan diagnosis dari BPPV.1
1. Diagnosis BPPV Tipe Kanal Posterior

Dokter dapat mendiagnosis BPPV tipe kanal posterior ketika nistagmus posisional paroksismal dapat diprovokasi dengan manuver Dix-Hallpike.
Manuver ini dilakukan dengan memeriksa pasien dari posisi berdiri ke posisi berbaring (hanging position) dengan kepala di posisikan 45 derajat
terhadap satu sisi dan leher diekstensikan 20 derajat. Manuver Dix-Hallpike menghasilkan torsional upbeating nystagmus yang terkait dalam
durasi dengan vertigo subjektif yang dialami pasien, dan hanya terjadi setelah memposisikan Dix-Hallpike pada sisi yang terkena. Diagnosis
presumtif dapat dibuat dengan riwayat saja, tapi nistagmus posisional paroksismal menegaskan diagnosisnya.1
Nistagmus yang dihasilkan oleh manuver Dix-Hallpike pada BPPV kanal posterior secara tipikal menunjukkan 2 karakteristik diagnosis yang
penting. Pertama, ada periode latensi antara selesainya manuver dan onset vertigo rotasi subjektif dan nistagmus objektif. Periode latensi untuk
onset nistagmus dengan manuver ini tidak spesifik pada literatur, tapi berkisar antara 5 sampai 20 detik, walaupun dapat juga berlangsung
selama 1 menit pada kasus yang jarang. Yang kedua, vertigo subjektif yang diprovokasi dan nistagmus meningkat, dan kemudian mereda dalam
periode 60 detik sejak onset nistagmus.3

Komponen nistagmus yang diprovokasi oleh manuver Dix-Hallpike menunjukkan karakteristik campuran gerakan torsional dan vertikal (sering
disebut upbeating-torsional). Dalam sekejap, nistagmus biasanya mulai secara lembat, meningkat dalam hal intensitas, dan kemudian berkurang
dalam hal intensitas ketika ia menghilang. Ini disebut sebagai crescendo-decrescendo nystagmus. Nistagmus sekali lagi sering terlihat setelah
pasien kembali ke posisi kepala tegak dan selama bangun, tetapi arah nystagmus mungkin terbalik. Karakteristik lain dari nistagmus pada BPPV
kanal posterior adalah nistagmusnya dapat mengalami kelelahan (fatigue), yakni berkurangnya keparahan nistagmus ketika manuver tersebut
diulang-ulang. Tetapi karakteristik ini tidak termasuk kriteria diagnosis.

2. Diagnosis BPPV Tipe Kanal Lateral


BPPV tipe kanal lateral (horisontal) terkadang dapat ditimbulkan oleh Dix-Hallpike manuver.2 Namun cara yang paling dapat diandalkan untuk
mendiagnosis BPPV horisontal adalah dengan supine roll test atau supine head turn maneuver (Pagnini-McClure maneuver).2,3 Dua temuan
nistagmus yang potensial dapat terjadi pada manuver ini, menunjukkan dua tipe dari BPPV kanal lateral.3
a. Tipe Geotrofik. Pada tipe ini, rotasi ke sisi patologis menyebabkan nistagmus horisontal yang bergerak (beating) ke arah telinga paling bawah.
Ketika pasien dimiringkan ke sisi lain, sisi yang sehat, timbul nistagmus horisontal yang tidak begitu kuat, tetapi kembali bergerak ke arah
telinga paling bawah.3
b. Tipe Apogeotrofik. Pada kasus yang lebih jarang, supine roll test menghasilkan nistagmus yang bergerak ke arah telinga yang paling atas.
Ketika kepala dimiringkan ke sisi yang berlawanan, nistagmus akan kembali bergerak ke sisi telinga paling atas.3

Pada kedua tipe BPPV kanal lateral, telinga yang terkena diperkirakan adalah telinga dimana sisi rotasi menghasilkan nistagmus yang paling
kuat.1,3 Di antara kedua tipe dari BPPV kanal lateral, tipe geotrofik adalah tipe yang paling banyak.3
3. Diagnosis BPPV Tipe Kanal Anterior dan Tipe Polikanalikular
Benign Paroxysmal Positional Vertigo tipe kanal anterior berkaitan dengan paroxysmal downbeating nystagmus, kadang-kadang dengan
komponen torsi minor mengikuti posisi Dix-Hallpike. Bentuk ini mungkin ditemui saat mengobati bentuk lain dari BPPV. Benign Paroxysmal
Positional Vertigo kanal anterior kronis ataupersisten jarang. Dari semua tipe BPPV, BPPV kanal anterior tampaknya tipe yang paling sering
sembuh secara spontan. Diagnosisnya harus dipertimbangkan dengan hati-hati karena downbeating positional nystagmus yang berhubungan
dengan lesi batang otak atau cerebellar dapat menghasilkan pola yang sama.1
Benign Paroxysmal Positional Vertigo tipe polikanalikular jarang, tetapi menunjukkan bahwa dua atau lebih kanal secara bersamaan terkena
pada waktu yang sama. Keadaan yang paling umum adalah BPPV kanal posterior dikombinasikan dengan BPPV kanal horisontal. Nistagmus ini
bagaimanapun juga tetap akan terus mengikuti pola BPPV kanal tunggal, meskipun pengobatan mungkin harus dilakukan secara bertahap dalam
beberapa kasus.1
4. Membedakan dengan Penyebab Sentral

Benign Paroxysmal Positional Vertigo yang khas biasanya mudah dikenali seperti di atas dan merespon terhadap pengobatan. Bentuk-bentuk
vertigo posisional yang paling sering menyebabkan kebingungan adalah mereka dengan downbeating nystagmus, atau mereka dengan nistagmus
yang tidak benar-benar ditimbulkan oleh manuver posisi, tetapi tetap terlihat saat pasien berada pada posisi kepala menggantung. Tabel dibawah
menguraikan beberapa fitur yang mungkin membantu membedakan vertigo sentral dari vertigo perifer. Sebagai aturan umum, jika nistagmus
tidak khas, atau jika gagal merespon terhadap terapi posisi, penyebab sentral harus dipertimbangkan.1

TATA LAKSANA BPPV


1. Non-Farmakologi
Benign Paroxysmal Positional Vertigo dikatakan adalah suatu penyakit yang ringan dan dapat sembuh secara spontan dalam beberapa bulan.
Namun telah banyak penelitian yang membuktikan dengan pemberian terapi dengan manuver reposisi partikel/ Particle Repositioning Maneuver
(PRM) dapat secara efektif menghilangkan vertigo pada BPPV, meningkatkan kualitas hidup, dan mengurangi risiko jatuh pada pasien.
Keefektifan dari manuver-manuver yang ada bervariasi mulai dari 70%-100%. Beberapa efek samping dari melakukan manuver seperti mual,
muntah, vertigo, dan nistagmus dapat terjadi, hal ini terjadi karena adanya debris otolitith yang tersumbat saat berpindah ke segmen yang lebih
sempit misalnya saat berpindah dari ampula ke kanalbifurcasio. Setelah melakukan manuver, hendaknya pasien tetap berada pada posisi duduk
minimal 10 menit untuk menghindari risiko jatuh.5
Tujuan dari manuver yang dilakukan adalah untuk mengembalikan partikel ke posisi awalnya yaitu pada makula utrikulus. Ada lima manuver
yang dapat dilakukan tergantung dari varian BPPV nya.5
a. Manuver Epley

Manuver Epley adalah yang paling sering digunakan pada kanal vertikal. Pasien diminta untuk menolehkan kepala ke sisi yang sakit sebesar
450, lalu pasien berbaring dengan kepala tergantung dan dipertahankan 1-2 menit. Lalu kepala ditolehkan 900 ke sisi sebaliknya, dan posisi
supinasi berubah menjadi lateral dekubitus dan dipertahan 30-60 detik. Setelah itu pasien mengistirahatkan dagu pada pundaknya dan kembali ke
posisi duduk secara perlahan.5

b. Manuver Semont
Manuver ini diindikasikan untuk pengobatan cupulolithiasis kanan posterior. Jika kanal posterior terkena, pasien diminta duduk tegak, lalu
kepala dimiringkan 450 ke sisi yang sehat, lalu secara cepat bergerak ke posisi berbaring dan dipertahankanselama 1-3 menit. Ada nistagmus dan
vertigo dapat diobservasi. Setelah itu pasien pindah ke posisi berbaring di sisi yang berlawanan tanpa kembali ke posisi duduk lagi.5
c. Manuver Lempert
Manuver ini dapat digunakan pada pengobatan BPPV tipe kanal lateral. Pasien berguling 3600, yang dimulai dari posisi supinasi lalu pasien
menolehkan kepala 900 ke sisi yang sehat, diikuti dengan membalikkan tubuh ke posisi lateral dekubitus. Lalu kepala menoleh ke bawah dan
tubuh mengikuti ke posisi ventral dekubitus. Pasien kemudian menoleh lagi 900 dan tubuh kembali ke posisi lateral dekubitus lalu kembali ke
posisi supinasi. Masing-masing gerakan dipertahankan selama 15 detik untuk migrasi lambat dari partikel-partikel sebagai respon terhadap
gravitasi.5

d. Forced Prolonged Position


Manuver ini digunakan pada BPPV tipe kanal lateral. Tujuannya adalah untuk mempertahankan kekuatan dari posisi lateral dekubitus pada sisi
telinga yang sakit dan dipertahankan selama 12 jam.5
e. Brandt-Daroff exercise

Manuver ini dikembangkan sebagai latihan untuk di rumah dan dapat dilakukan sendiri oleh pasien sebagai terapi tambahan pada pasien yang
tetap simptomatik setelah manuver Epley atau Semont. Latihan ini juga dapat membantu pasien menerapkan beberapa posisi sehingga dapat
menjadi kebiasaan.5

2. Farmakologi
Penatalaksanaan dengan farmakologi untuk BPPV tidak secara rutin dilakukan. Beberapa pengobatan hanya diberikan untuk jangka pendek
untuk gejala-gejala vertigo, mual dan muntah yang berat yang dapat terjadi pada pasien BPPV, seperti setelah melakukan terapi PRM.
Pengobatan untuk vertigo yang disebut juga pengobatan suppresant vestibular yang digunakan adalah golongan benzodiazepine (diazepam,
clonazepam) dan antihistamine (meclizine, dipenhidramin). Benzodiazepines dapat mengurangi sensasi berputar namun dapat mengganggu
kompensasi sentral pada kondisi vestibular perifer. Antihistamine mempunyai efek supresif pada pusat muntah sehingga dapat mengurangi mual
dan muntah karena motion sickness. Harus diperhatikan bahwa benzodiazepine dan antihistamine dapat mengganggu kompensasi sentral pada
kerusakan vestibular sehingga penggunaannya diminimalkan.3
3. Operasi
Operasi dapat dilakukan pada pasien BPPV yang telah menjadi kronik dan sangat sering mendapat serangan BPPV yang hebat, bahkan setelah
melakukan manuver-manuver yang telah disebutkan di atas. Dari literatur dikatakan indikasi untuk melakukan operasi adalah pada intractable
BPPV, yang biasanya mempunyai klinis penyakit neurologi vestibular, tidak seperti BPPV biasa.6
Terdapat dua pilihan intervensi dengan teknik operasi yang dapat dipilih, yaitu singular neurectomy (transeksi saraf ampula posterior) dan oklusi
kanal posterior semisirkular. Namun lebih dipilih teknik dengan oklusi karena teknik neurectomi mempunyai risiko kehilangan pendengaran
yang tinggi.6
Sumber: DIAGNOSIS DAN TATA LAKSANA BENIGN PAROXYSMAL POSITIONAL VERTIGO (BPPV) Putu Prida Purnamasari
Bagian/SMF Ilmu Penyakit Saraf Fakultas Kedokteran Universitas Udayana/Rumah Sakit Umum Pusat Sanglah Denpasar
sumber: Jurnal Tumou Tou, Jurnal Kedokteran & Kesehatan FK UNSRAT Manado, Volume 1 Nomor 1-Januari 2009
Sumber: Editor dr. Muhammad Isman Jusuf, Sp.S dr. Vickri H. Wahidji, Sp.JP ISBN : 978–602–70991–1–1 Pengurus IDI Cabang Kota
Gorontalo Jl. Taman Buah Kelurahan Wongkaditi Timur Kota Gorontalo, halaman 1-12, Bunga Rampai KEDOKTERAN
Sumber: Bunga Rampai Vertigo, Sri Sutarni dkk, Gadjah Mada Uneiversity Press, 2018, halaman 19-23
Sumber: Panduan praktik diagnosis dan tatalaksana penyakit daraf, George Dewanto, et al, Jakarta:EGC, 2009, halaman 111-114

Anda mungkin juga menyukai