Anda di halaman 1dari 19

Jaras Somatomotorik

M.Brachioradialis

201510330311010

M. Ekstremitas Superior

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG

Tahun Ajaran 2015/2016


BAB I

PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang

Keseimbangan adalah kemampuan untuk mempertahankan kesetimbangan


tubuh ketika di tempatkan di berbagai posisi. Pada manusia sendiri, tubuh
manusia memiliki otak yang dapat berfungsi sebagai pengatur keseimbangan
manusia. Keseimbangan merupakan interaksi yang kompleks dari integrasi
atau interaksi sistem sensorik dan muskuloskeletal (otot, sendi, dan jar lunak
lain) yang dimodifikasi atau diatur dalam otak (kontrol motorik, sensorik,
basal ganglia, cerebellum, area asosiasi) sebagai respon terhadap perubahan
kondisi internal dan eksternal.

1.2.Rumusan Masalah
1. Apa saja yang kompenen pengontrol keseimbangan?
2. Apa faktor yang mempengaruhi keseimbangan?
3. Apa saja gangguan pada sistem saraf?

1.3.Manfaat
1. Mengetahui kompenen pengontrol keseimbangan
2. Mengetahui faktor keseimbangan
3. Mengetahui gangguan pada sistem saraf
BAB II

ISI

2.1. Pengertian

Keseimbangan adalah kemampuan untuk mempertahankan kesetimbangan


tubuh ketika di tempatkan di berbagai posisi. Definisi menurut O’Sullivan, keseimbangan
adalah kemampuan untuk mempertahankan pusat gravitasi pada bidang tumpu
terutama ketika saat posisi tegak. Selain itu menurut Ann Thomson, keseimbangan
adalah kemampuan untuk mempertahankan tubuh dalam posisi kesetimbangan maupun
dalam keadaan statis atau dinamis, serta menggunakan aktivitas otot yang
minimal. Keseimbangan juga bisa diartikan sebagai kemampuan relatif untuk
mengontrol pusat massa tubuh (center of mass) atau pusat gravitasi (center of gravity)
terhadap bidang tumpu (base of support). Keseimbangan melibatkan berbagai gerakan
di setiap segmen tubuh dengan di dukung oleh sistem muskuloskleletal dan bidang
tumpu. Kemampuan untuk menyeimbangkan massa tubuh dengan bidang tumpu akan
membuat manusia mampu untuk beraktivitas secara efektif dan efisien. Keseimbangan
terbagi menjadi dua kelompok :

2.1.1. Keseimbangan statis:

Kemampuan tubuh untuk menjaga kesetimbangan pada posisi tetap (sewaktu


berdiri dengan satu kaki, berdiri diatas papan keseimbangan).

2.1.2. Keseimbangan dinamis :

Kemampuan untuk mempertahankan kesetimbangan ketika bergerak.


Keseimbangan dinamis adalah pemeliharaan pada tubuh melakukan gerakan atau
saat berdiri pada landasan yang bergerak (dynamic standing) yang akan
menempatkan ke dalam kondisi yang tidak stabil. Keseimbangan merupakan
interaksi yang kompleks dari integrasi sistem sensorik (vestibular, visual, dan
somatosensorik termasuk proprioceptor) dan muskuloskeletal (otot, sendi, dan
jaringan lunak lain) yang dimodifikasi/diatur dalam otak (kontrol motorik,
sensorik, basal ganglia, cerebellum, area asosiasi) sebagai respon terhadap
perubahan kondisi internal dan eksternal. Dipengaruhi juga oleh faktor lain seperti
usia, motivasi, kognisi, lingkungan, kelelahan, pengaruh obat dan pengalaman
terdahulu.

Sistem saraf dibagi menjadi sistem saraf somatik yang mengendalikan


organ dibawah kontrol volunter (terutama otot) dan sistem saraf autonom yang
mengatur fungsi organ individual dan homeostasis, dan sebagian besar bukan
merupakan kerja volunter. (Sistem saraf autonom adalah bagian susunan saraf tepi
yang mengurus semua proses badaniah yang involuntar dan homeostasis yang
timbul secara reflektorik, seperti vasodilatasi-kontriksi, bronkhodilatasi-
bronkhokontriksi, peristaltik, berkeringat, merinding, dan seterusnya, sehingga
pasien dapat beradaptasi dengan lingkungannya

Meskipun disebut sebagai “autonom”, sistem saraf ini sendiri tidaklah


sepenuhnya bersifat autonom. Artinya bahwa aksi sistem saraf ini dipengaruhi
oleh korteks serebri yang akan memberikan pengarahan secara reflektorik

Sistem saraf autonom menguasai transmisi impuls sistem saraf eferen dari
sistem saraf pusat ke sistem organ perifer. Pengaruhnya termasuk kontrol terhadap
detak jantung dan forced contraction, konstriksi dan dilatasi pembuluh darah,
kontraksi dan relaksasi otot polos pada berbagai organ, akomodasi penglihatan,
ukuran pupil dan sekresi eksokrin dari kelenjar eksokrin dan endokrin. Saraf
autonom merupakan seluruh serabut eferen yang meninggalkan SSP, kecuali yang
menginervasi otot skelet. Ada beberpa serabut aferen autonom (misalnya yang
mentransmisi informasi dari perifer ke SSP) yang memberikan sensasi visceral
dan regulasi vasomotor dan refleks bernafas, sebagai contoh baroreseptor dan
kemoreseptor pada sinus karotis dan arkus aorta yang sangat penting mengatur
detak jantung, tekanan darah, dan aktifitas bernafas serabut aferen ini menuju SSP
melalui saraf autonom utama seperti vagus, nervus splanknikus atau nervus
pelvikus, meskipun serabut nyeri aferen yang berasal dari pembuluh darah dapat
dihantarkan oleh saraf somatik.

2.2. Sistem Motorik


Sistem motorik adalah suatu sistem yang fungsi untukmengatur gerakan
pada tubuh manusia. Sistem motorik diatur langsung oleh pusat gerakan di otak,
yaitu di area motorik di korteks, ganglia basalis, dan cerebellum. Jaras untuk
sistem motorik memiliki 2, yaitu traktus piramidal dan ekstrapiramidal.

2.2.1 Traktus piramidal

Traktus piramidal merupakan jaras motorik utama yang pusatnya di girus


presentalis ( area 4 Broadmann )

2.2.2. Traktus Ekstrapiramidal

Jaras traktus ekstrapiramidal melibatkan ganglia basalis dan memilik


fungsi untuk mengatur gerakan volunter kasar dan tidak terampil, seperti
mengendalikan posisi berdiri, gerakan tangan pada waktu berjalan, gerak
lambaian tungkai dan lengan.

Kerusakan pada ganglia basalis dapat menimbulkan gangguan-gangguan


gerak seperti gejala-gejala pada penyakit Parkinson (kekuatan otot atau
rigiditas,tremor, akinesia), hemibaslismus, chorea, dn atetosis.

Seangkan gangguan pada cerebellum dapat menyebabkan postur tubuh


buruk, tidak seimbang dan ataksia (kehilangan koordinasi gerak), langkah kaki
lebardan gontai seperti orang mabuk, bicara cadel, gerakan volunter diikuti
dengangemetaran dan dismetria.

2.3. Sistem Sensorik

Reseptor adalah sel atau organ yang berfungsi menerima rangsang atau
stimulus. Menurut letaknya, reseptor dibagi menjadi:

1. Exteroresepto
Penerima rangsang yang berada di permukaan kulit, seperti sensasi
nyeri, suhu, dan raba.
2. Proprioseptor
Penerima rangsang yang berada di tubuh dalam, seperti pada otot,
sendi, dan tendon
3. Ineroseptor
Penerima rangsang tubuh pada alat-alatviscera atau organ-organ
dalam, seperti jantung, lambung, usus, dan lain sebagainya.

Menurut tipe atau jenis stimulus, reseptor dibagi menjadi:

1. Mekanoreseptor
Untuk mendeteksi perubahan tekanan, memonitor tegangan pada
pebuluh darah, mendeteksi rasa raba atau sentuhan. Terletak di kulit, otot
rangka, persendiandan organ visceral.
2. Thermoreseptor
Untuk mendeteksi perubahan suhu. Contohnya blbus krause (untuk
suhu dingin)
3. Nociseptor
Untuk mendeteksi rasa nyeri dan merespon tekanan yang
dihasilkan oleh adanya kerusakan jaringan akibat trauma fisik maupun
kimi. Contoh reseptornya berupa akhiran saraf bebas (untuk rasa nyeri)
dan corpusculum golgi (untuk tekanan).
4. Chemoreseptor
Untuk mendeteksi rangsang kimiawi, sperti bau-bauan yang di
terima sel reseptor olfaktorius dalam hidung, rasa makanan yang diterima
oleh sel reseptor pengecap di lidah, reseptor kimiawi dalam pembuluh
darah untuk mendeteksi oksigen, osmoreseptor untuk mendeteksi
perubahan osmolalitas cairan darah, glucureseptor di hipotalamus
mendeteksi perubahan kadar gula darah.
5. Photoreseptor
Mendteksi perubahan cahaya dan dilakukan oleh sel photoreceptor
(batang dan kerucut) di retina mata.

2.4. Komponen Pengontrol Sistem Keseimbangan

2.4.1. Sistem informasi sensoris

Sistem informasi sensoris meliputi visual, vestibular, dan somatosensoris.


a. Visual
Visual memegang peran penting dalam sistem sensoris. Cratty &
Martin (1969) menyatakan bahwa keseimbangan akan terus berkembang sesuai
umur, mata akan membantu agar tetap fokus pada titik utama untuk
mempertahankan keseimbangan, dan sebagai monitor tubuh selama melakukan
gerak statik atau dinamik. Penglihatan juga merupakan sumber utama informasi
tentang lingkungan dan tempat kita berada, penglihatan memegang peran penting
untuk mengidentifikasi dan mengatur jarak gerak sesuai lingkungan tempat kita
berada. Penglihatan muncul ketika mata menerima sinar yang berasal dari obyek
sesuai jarak pandang.
Dengan informasi visual, maka tubuh dapat menyesuaikan atau bereaksi
terhadap perubahan bidang pada lingkungan aktivitas sehingga memberikan kerja
otot yang sinergis untuk mempertahankan keseimbangan tubuh.

b. Sistem vestibular
Komponen vestibular merupakan sistem sensoris yang berfungsi penting
dalam keseimbangan, kontrol kepala, dan gerak bola mata. Reseptor sensoris
vestibular berada di dalam telinga. Reseptor pada sistem vestibular meliputi
kanalis semisirkularis, utrikulus, serta sakulus. Reseptor dari sistem sensoris ini
disebut dengan sistem labyrinthine. Sistem labyrinthine mendeteksi perubahan
posisi kepala dan percepatan perubahan sudut. Melalui refleks vestibulo-occular,
mereka mengontrol gerak mata, terutama ketika melihat obyek yang bergerak.
Mereka meneruskan pesan melalui saraf kranialis VIII ke nukleus vestibular yang
berlokasi di batang otak. Beberapa stimulus tidak menuju nukleus vestibular tetapi
ke serebelum, formatio retikularis, thalamus dan korteks serebri.
Nukleus vestibular menerima masukan (input) dari reseptor labyrinth,
retikular formasi, dan serebelum. Keluaran (output) dari nukleus vestibular
menuju ke motor neuron melalui medula spinalis, terutama ke motor neuron yang
menginervasi otot-otot proksimal, kumparan otot pada leher dan otot-otot
punggung (otot-otot postural). Sistem vestibular bereaksi sangat cepat sehingga
membantu mempertahankan keseimbangan tubuh dengan mengontrol otot-otot
postural.
c. Somatosensoris
Sistem somatosensoris terdiri dari taktil atau proprioseptif serta persepsi-
kognitif. Informasi propriosepsi disalurkan ke otak melalui kolumna dorsalis
medula spinalis. Sebagian besar masukan (input) proprioseptif menuju serebelum,
tetapi ada pula yang menuju ke korteks serebri melalui lemniskus medialis dan
talamus.
Kesadaran akan posisi berbagai bagian tubuh dalam ruang sebagian
bergantung pada impuls yang datang dari alat indra dalam dan sekitar sendi. Alat
indra tersebut adalah ujung-ujung saraf yang beradaptasi lambat di sinovia dan
ligamentum. Impuls dari alat indra ini dari reseptor raba di kulit dan jaringan lain ,
serta otot di proses di korteks menjadi kesadaran akan posisi tubuh dalam ruang.

2.4.2. Respon otot-otot postural yang sinergis (Postural muscles response


synergies)
Respon otot-otot postural yang sinergis mengarah pada waktu dan jarak
dari aktivitas kelompok otot yang diperlukan untuk mempertahankan
keseimbangan dan kontrol postur. Beberapa kelompok otot baik pada ekstremitas
atas maupun bawah berfungsi mempertahankan postur saat berdiri tegak serta
mengatur keseimbangan tubuh dalam berbagai gerakan. Keseimbangan pada
tubuh dalam berbagai posisi hanya akan dimungkinkan jika respon dari otot-otot
postural bekerja secara sinergi sebagai reaksi dari perubahan posisi, titik tumpu,
gaya gravitasi, dan aligment tubuh.
Kerja otot yang sinergi berarti bahwa adanya respon yang tepat
(kecepatan dan kekuatan) suatu otot terhadap otot yang lainnya dalam melakukan
fungsi gerak tertentu.

2.4.3. Kekuatan otot (Muscle Strength)


Kekuatan otot umumnya diperlukan dalam melakukan aktivitas. Semua
gerakan yang dihasilkan merupakan hasil dari adanya peningkatan tegangan otot
sebagai respon motorik.
Kekuatan otot dapat digambarkan sebagai kemampuan otot menahan
beban baik berupa beban eksternal (eksternal force) maupun beban internal
(internal force). Kekuatan otot sangat berhubungan dengan sistem neuromuskuler
yaitu seberapa besar kemampuan sistem saraf mengaktifasi otot untuk melakukan
kontraksi. Sehingga semakin banyak serabut otot yang teraktifasi, maka semakin
besar pula kekuatan yang dihasilkan otot tersebut.
Kekuatan otot dari kaki, lutut serta pinggul harus adekuat untuk
mempertahankan keseimbangan tubuh saat adanya gaya dari luar. Kekuatan otot
tersebut berhubungan langsung dengan kemampuan otot untuk melawan gaya
garvitasi serta beban eksternal lainnya yang secara terus menerus mempengaruhi
posisi tubuh.

2.4.4. Adaptive systems


Kemampuan adaptasi akan memodifikasi input sensoris dan keluaran
motorik (output) ketika terjadi perubahan tempat sesuai dengan karakteristik
lingkungan.

2.4.5. Lingkup gerak sendi (Joint range of motion)


Kemampuan sendi untuk membantu gerak tubuh dan mengarahkan
gerakan terutama saat gerakan yang memerlukan keseimbangan yang tinggi.

2.5. Faktor yang mempengaruhi keseimbangan

1) Pusat gravitasi (Center of Gravity-COG)


Pusat gravitasi terdapat pada semua obyek, pada benda, pusat gravitasi
terletak tepat di tengah benda tersebut. Pusat gravitasi adalah titik utama pada
tubuh yang akan mendistribusikan massa tubuh secara merata. Bila tubuh selalu
ditopang oleh titik ini, maka tubuh dalam keadaan seimbang. Pada manusia, pusat
gravitasi berpindah sesuai dengan arah atau perubahan berat. Pusat gravitasi
manusia ketika berdiri tegak adalah tepat di atas pinggang diantara depan dan
belakang vertebra sakrum ke dua.
Derajat stabilitas tubuh dipengaruhi oleh empat faktor, yaitu :
ketinggian dari titik pusat gravitasi dengan bidang tumpu, ukuran bidang tumpu,
lokasi garis gravitasi dengan bidang tumpu, serta berat badan.
2) Garis gravitasi (Line of Gravity-LOG)
Garis gravitasi merupakan garis imajiner yang berada vertikal melalui
pusat gravitasi dengan pusat bumi. Hubungan antara garis gravitasi, pusat
gravitasi dengan bidang tumpu adalah menentukan derajat stabilitas tubuh.

3) Bidang tumpu (Base of Support-BOS)


Bidang tumpu merupakan bagian dari tubuh yang berhubungan dengan
permukaan tumpuan. Ketika garis gravitasi tepat berada di bidang tumpu, tubuh
dalam keadaan seimbang. Stabilitas yang baik terbentuk dari luasnya area bidang
tumpu. Semakin besar bidang tumpu, semakin tinggi stabilitas. Misalnya berdiri
dengan kedua kaki akan lebih stabil dibanding berdiri dengan satu kaki. Semakin
dekat bidang tumpu dengan pusat gravitasi, maka stabilitas tubuh makin tinggi.

b) Keseimbangan Berdiri
Pada posisi berdiri seimbang, susunan saraf pusat berfungsi untuk
menjaga pusat massa tubuh (center of body mass) dalam keadaan stabil dengan
batas bidang tumpu tidak berubah kecuali tubuh membentuk batas bidang tumpu
lain (misalnya : melangkah). Pengontrol keseimbangan pada tubuh manusia terdiri
dari tiga komponen penting, yaitu sistem informasi sensorik (visual, vestibular
dan somatosensoris), central processing dan efektor.
Pada sistem informasi, visual berperan dalam contras sensitifity
(membedakan pola dan bayangan) dan membedakan jarak. Selain itu masukan
(input) visual berfungsi sebagai kontrol keseimbangan, pemberi informasi, serta
memprediksi datangnya gangguan. Bagian vestibular berfungsi sebagai pemberi
informasi gerakan dan posisi kepala ke susunan saraf pusat untuk respon sikap
dan memberi keputusan tentang perbedaan gambaran visual dan gerak yang
sebenarnya. Masukan (input) proprioseptor pada sendi, tendon dan otot dari kulit
di telapak kaki juga merupakan hal penting untuk mengatur keseimbangan saat
berdiri static maupun dinamik
Central processing berfungsi untuk memetakan lokasi titik gravitasi,
menata respon sikap, serta mengorganisasikan respon dengan sensorimotor. Selain
itu, efektor berfungsi sebagai perangkat biomekanik untuk merealisasikan renspon
yang telah terprogram si pusat, yang terdiri dari unsur lingkup gerak sendi,
kekuatan otot, alignment sikap, serta stamina.
Postur adalah posisi atau sikap tubuh. Tubuh dapat membentuk banyak
postur yang memungkinkan tubuh dalam posisi yang nyaman selama mungkin.
Pada saat berdiri tegak, hanya terdapat gerakan kecil yang muncul dari tubuh,
yang biasa di sebut dengan ayunan tubuh. Luas dan arah ayunan diukur dari
permukaan tumpuan dengan menghitung gerakan yang menekan di bawah
telapak kaki, yang di sebut pusat tekanan (center of pressure-COP). Jumlah
ayunan tubuh ketika berdiri tegak di pengaruhi oleh faktor posisi kaki dan lebar
dari bidang tumpu.
Posisi tubuh ketika berdiri dapat dilihat kesimetrisannya dengan : kaki
selebar sendi pinggul, lengan di sisi tubuh, dan mata menatap ke depan. Walaupun
posisi ini dapat dikatakan sebagai posisi yang paling nyaman, tetapi tidak dapat
bertahan lama, karena seseorang akan segera berganti posisi untuk mencegah
kelelahan.

2.6. Bagian pada otak

1. Cerebrum (Otak Besar)

Cerebrum adalah bagian terbesar dari otak manusia yang juga disebut dengan
nama Cerebral Cortex, Forebrain atau Otak Depan. Cerebrum merupakan bagian
otak yang membedakan manusia dengan binatang. Cerebrum membuat manusia
memiliki kemampuan berpikir, analisa, logika, bahasa, kesadaran, perencanaan,
memori dan kemampuan visual.

Cerebrum secara terbagi menjadi 4 (empat) bagian yang disebut Lobus. Bagian
lobus yang menonjol disebut gyrus dan bagian lekukan yang menyerupai parit
disebut sulcus. Keempat Lobus tersebut masing-masing adalah: Lobus Frontal,
Lobus Parietal, Lobus Occipital dan Lobus Temporal.

 Lobus Frontal merupakan bagian lobus yang ada dipaling depan dari
Otak Besar. Lobus ini berhubungan dengan kemampuan membuat alasan,
kemampuan gerak, kognisi, perencanaan, penyelesaian masalah, memberi
penilaian, kreativitas, kontrol perasaan, kontrol perilaku seksual dan
kemampuan bahasa secara umum.
 Lobus Parietal berada di tengah, berhubungan dengan proses sensor
perasaan seperti tekanan, sentuhan dan rasa sakit.
 Lobus Temporal berada di bagian bawah berhubungan dengan
kemampuan pendengaran, pemaknaan informasi dan bahasa dalam bentuk
suara.
 Lobus Occipital berada di bagian paling belakang, berhubungan dengan
rangsangan visual yang memungkinkan manusia mampu melakukan
interpretasi terhadap objek yang ditangkap oleh retina mata.

Selain dibagi menjadi 4 lobus, cerebrum (otak besar) juga bisa dibagi menjadi dua
belahan, yaitu belahan otak kanan dan belahan otak kiri. Kedua belahan
itu terhubung oleh kabel-kabel saraf di bagian bawahnya. Secara umum, belahan
otak kanan mengontrol sisi kiri tubuh, dan belahan otak kiri mengontrol sisi kanan
tubuh. Otak kanan terlibat dalam kreativitas dan kemampuan artistik. Sedangkan
otak kiri untuk logika dan berpikir rasional.

2. Cerebellum (Otak Kecil)

Otak Kecil atau Cerebellum terletak di bagian belakang kepala, dekat


dengan ujung leher bagian atas. Cerebellum mengontrol banyak fungsi otomatis
otak, diantaranya: mengatur sikap atau posisi tubuh, mengkontrol keseimbangan,
koordinasi otot dan gerakan tubuh. Otak Kecil juga menyimpan dan
melaksanakan serangkaian gerakan otomatis yang dipelajari seperti gerakan
mengendarai mobil, gerakan tangan saat menulis, gerakan mengunci pintu dan
sebagainya.

Jika terjadi cedera pada otak kecil, dapat mengakibatkan gangguan pada
sikap dan koordinasi gerak otot. Gerakan menjadi tidak terkoordinasi, misalnya
orang tersebut tidak mampu memasukkan makanan ke dalam mulutnya atau tidak
mampu mengancingkan baju.

3. Brainstem (Batang Otak)

Batang otak (brainstem) berada di dalam tulang tengkorak atau rongga


kepala bagian dasar dan memanjang sampai ke tulang punggung atau sumsum
tulang belakang. Bagian otak ini mengatur fungsi dasar manusia termasuk
pernapasan, denyut jantung, mengatur suhu tubuh, mengatur proses pencernaan,
dan merupakan sumber insting dasar manusia yaitu fight or flight (lawan atau lari)
saat datangnya bahaya.

Batang otak dijumpai juga pada hewan seperti kadal dan buaya. Oleh
karena itu, batang otak sering juga disebut dengan otak reptil. Otak reptil
mengatur “perasaan teritorial” sebagai insting primitif. Contohnya anda akan
merasa tidak nyaman atau terancam ketika orang yang tidak Anda kenal terlalu
dekat dengan anda.

Batang Otak terdiri dari tiga bagian, yaitu:


 Mesencephalon atau Otak Tengah (disebut juga Mid Brain) adalah bagian
teratas dari batang otak yang menghubungkan Otak Besar dan Otak Kecil.
Otak tengah berfungsi dalam hal mengontrol respon penglihatan, gerakan
mata, pembesaran pupil mata, mengatur gerakan tubuh dan pendengaran.
 Medulla oblongata adalah titik awal saraf tulang belakang dari sebelah
kiri badan menuju bagian kanan badan, begitu juga sebaliknya. Medulla
mengontrol funsi otomatis otak, seperti detak jantung, sirkulasi darah,
pernafasan, dan pencernaan.
 Pons merupakan stasiun pemancar yang mengirimkan data ke pusat otak
bersama dengan formasi reticular. Pons yang menentukan apakah kita
terjaga atau tertidur.

2.7. Gangguan pada sistem atau saraf keseimbangan


a) Gangguan fungsi vegetatif
Kandung kemih dan uretra, kedua-duanya memiliki persarafan simpatik
dan parasimpatik. Ganglion-ganglion kedua komponen susunan autonom itu
terletak di dekat bangunan yang dipersarafinya. Serabut-serabut postganglionar
kedua komponen saraf autonom itu tiba di target organ melalui pembuluh darah.
Peran simpatetik bersifat inhibisi terhadap pengaruh eksitasi dari komponen
parasimpatik. Yang aktif dalam kontraksi otot detrusor kandung kemih ialah
komonen parasimpatetik. Pusat parasimpatetik pada S.3 dan S.4 adalah yang
paling penting dalam penggalakkan otot detrusor kandung kemih.
Miksi, merupakan suatu refleks yang memiliki lengkung refleks
supraspinal dan segmental intraspinal. Penuhnya kandung kemih terasa karena
lintasan ascenden menyalurkan impuls yang dicetuskan oleh ujung-ujung serabut
aferen perifer akibat teregangnya otot detrusor. Tibanya impuls tersebut di korteks
serebri menghasilkan kesadaran akan penuhnya kandung kemih. Terputusnya
lintasan tersebut, akan menghilangkan perasaan ingin kencing, yang sewajarnya
timbul jika kandung kemih penuh. Oleh karena hal tersebut, maka “inkontinensia
melimpah keluar” (overflow incontinence).
Pada para penderita dengan lesi di medula spinalis di atas konus
medularis yang sudah menahun, kandung kemih dapat dikosongkan dengan jalan
perangsangan terhadap daerah di sekitar os pubis dan lipatan inguinal.
Adakalanya miksi terjadi saat kedua tungkai bergerak secara involuntar. Hal ini
sering juga disebut “kandung kemih otomatik”. Pengosongan secara reflektorik ini
muncul, karena lengkung refleks yang berada di konus medularisnya masih utuh.
Lain halnya dengan lesi pada konus medularis. Refleks miksi spinal sudah tidak
mungkin dilaksanakan. Oleh karena itu, pengosongan harus dilakukan dengan
penekanan suprapubik secara terus-menerus sampai urin yang berada di kandung
kemih keluar semua. Oleh karena lengkung refleks terputus oleh lesi konus
medularis atau S.3 dan S.4, maka tonus kandung kemih akan hilang sehingga
keadaan ini disebut sebagai “kandung kemih atonik”. Keadaan ini akan
menyebabkan masih terdapatnya residu-residu urin yang cukup banyak setelah
pengosongan dengan penekanan suprapubik. Lama-kelamaan, sfingter akan
menjadi lebar, dan pada akhirnya terjadi inkontinensia.
Baik kandung kemih otomatik maupun kandung kemih atonik
merupakan kelanjutan dari gejala berupa penimbunan urin di vesica urinaria yang
sering disebut sebagai retensio urin. Saraf parasimpatis menggiatkan otot detrusor,
akan tetapi juga sekaligus melemaskan otot sfingter internus. Sementara sfingter
eksternus sendiri dikendalikan oleh otot motorik somatik nervus pudendus S.1 dan
S.2. Lesi pada nervus ini akan menyebabkan inkontinensia. Hal ini sering terjadi
pada post partum dimana otot sfingter eksternus dan nervus pudendus mengalami
jejas.

b) Eneuresis

Eneuresis adalah suatu keadaan dimana terjadi pengeluaran air kencing


secara involunter pada saat tidur setelah berumur 5 tahun. Eneuresis ini umumnya
terjadi pada malam hari (disebut eneuresis nokturnal). Namun dapat pula terjadi
pada siang hari (eneuresis diurnal).
Kesadaran akan penuhnya kandung kemih berkembang antara usia 1
sampai 2 tahun. Pada usia 3 tahun seorang anak sudah bisa menahan air kencing
kalau kandung kemihnya sudah penuh.pengelolaan secara sadar pada siang hari
sudah dapat dilaksanakan menjelang usia 3 sampai 4 tahun. Namun pada malam
hari adakalanya pengelolaan terlambat, sehingga terjadilah eneuresis tersebut.
Kebanyakan eneuresis adalah primer, yaitu suatu kebiasaan yang
familial. Dengan alkaloid beladona dan imipramine (obat antidepresan golongan
trisiklik) tonus otot sfingter menjadi lebih tinggi, sehingga ngompol dapat
ditiadakan. Dari hal ini, maka dapat disimpulkan bahwa pada eneuresis primer
yang terjadi adalah rendahnya tonus otot sfingter sehingga urin yang tertimbun di
kandung kemih dapat keluar dengan mudah.
Eneuresis bisa juga berasal dari kelainan struktural maupun patologik.
Eneuresis yang demikian disebut sebagai eneuresis sekunder. Penyebabnya yang
tersering adalah obstruksi dalam uretra, kapasitas kandung kemih yang kecil,
uretrotigonitis, divertikulitis kandung kemih, dan stenosis uretra seperti pada
hipospadia.
Perlu diketahui bahwa presentase kejadian eneuresis sekunder hanya
berkisar 1% saja. Oleh karena itu, pemeriksaan-pemeriksaan akademis dan
psikologis tidak usah dilakukan secara lengkap, supaya penderita tidak menjadi
neurotik karena tindakan dokter.

c) Gangguan vegetatif pada kulit.

Berbeda dengan aktifitas parasimpatik dalm mekanisme miksi dan


defekasi, fungsi vegetatif kulit lebih dominan dikendalikan oleh aktifitas simpatik.
Persarafan simpatik di kulit dapat terputus karena lesi perifer, atau pada ganglia
paravertebralia, beserta serabut preganglionik simpatik. Terputusnya persarafan
ini akan ditandai dengan:

1. kulit sudah tidak dapat merinding lagi jika dirangsang dengan benda
dingin maupun goresan runcing. Karena sudah tidaka ada lagi efektor
terhadap pilomotor
2. kulit berwarna merah atau terasa panas. Hal ini disebabkan karena
kontraksi pembuluh darah
3. kulit tidak lagi berkeringat karena hilangnya kontrol terhadap glandula
sudorifera.

d) Fenomena Raynaud
Fenomena Raynaud terdiri dari beberapa gejala berupa ujung-ujung jari
yang sianotik dan dingin. Sebagai tambahan, apabila gejala tersebut tidak
diketahui penyebabnya, maka disebut sebagai penyakit Raynaud. Fenomena
Raynaud digunakan untuk pasien dengan gejala seperti diatas akan tetapi sudah
diketahui penyebabnya. Fenomena Raynaud biasanya dapat dijumpai pada
arteritis primer, penyakit kolagen, setelah trauma, intoksikasi ergot, atau pada
siringomelia, dan kompres pleksus brakhialis. Penyakit Raynaud lebih sering
ditemukan pada wanita, dimana belum diketahui penyebabnya. Pemotongan
serabut-serabut simpatetik mulai dari lengan dapat menhilangkan penyakit
Raynaud.

e) Hiperhidrosis

Hiperhidrosis adalah keadaan berkeringat secara berlebihan.


Hiperhidrosis dapat terjadi secara lokal maupun menyeluruh. Mekanismenya
sampai sekarang belum dapat diketahui. timbulnya Pada orang dengan hemiparese
sering terjadi hiperhidrosis pada daerah yang mengalami kelumpuhan. Pada
orang-orang tertentu juga bisa terjadi hiperhidrosis hemifasialis jika mereka
tengah makan. Manifestasi ini dianggap sebagai ketidakseimbangan antara
simpatik dan parasimpatik.
BAB III
PENUTUPAN

3.1. Kesimpulan
Setiap individu telah diberikan otak yang mampu berfungsi untuk
mengatur keseimbangan tubuh dengan baik tanpa perintah.Dan setiap saraf telah
memiliki tugasnya masing-masing

3.2.Saran
Setiap individu wajib menjaga tubuhnya sendiri, terutama otak. Karena
tanpa otak kita tidak bisa melakukan sesuatu dengan seimbang.

Anda mungkin juga menyukai