Anda di halaman 1dari 24

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang

Benign Paroxysmal Positional Vertigo (BPPV) adalah gangguan

vestibuler yang paling sering ditemui, dengan gejala rasa pusing berputar diikuti

mual mutah dan keringat dingin, yang dipicu oleh perubahan posisi kepala

terhadap gaya gravitasi tanpa adanya keterlibatan lesi di susunan saraf pusat.

BPPV dikatakan benign karena perjalan penyakit tidak progresif dan mengancam

nyawa; paroxysmal dan positional karena terjadi tiba-tiba dengan adanya

perubahan posisi kepala; dan vertigo karena menimbulkan sensasi berputar.1,2

Keseimbangan dan orientasi tubuh seseorang terhadap lingkungan

disekitarnya tergantung pada input sensorik dan reseptor vestibuler di labirin,

organ visual, dan proprioseptif. Organ vestibuler terdiri dari utrikulus, sakulus,

dan kanalis semisirkularis. BPPV terjadi akibat adanya otoconia, kristal calcium

carbonate yang normalnya terdapat dalam telinga dalam, lepas dari utrikulus dan

masuk kedalam kanalis semisirkularis. 2,3

BPPV diklasifikasikan berdasarkan kanalis semisirkularis yang terlibat

dan posisi otoconia, apakah di kanal (kanalilitiasis) atau di kupula (kupulolitiasis).

Sekitar 50% penyebab BPPV adalah idiopatik, trauma kepala (17%), neuritis

vestibularis (15%), migraine, implantasi gigi, operasi telinga, dan dapat juga

sebagai akibat dari posisi tidur yang lama pada pasien post operasi atau bed rest

total lama. Diagnosis BPPV dapat dilakukan dengan melakukan tindakan

provokasi dan menilai timbulnya nistagmus pada posisi tersebut. Tindakan

provokasi tersebut dapat berupa Dix-Hallpike maneuver, atau Slide Lying


maneuver. Terapi yang direkomendasikan untuk BPPV adalah reposisi partikel

dengan berbagai tipe head maneuvers.1,2

1.2 Tujuan Penulisan

Penulisan makalah ini bertujuan untuk memahami fisiologi keseimbangan

dan BPPV mulai dari etiologi, epidemiologi, patogenesis, manifestasi klinis, dasar

diagnosis, terapi, komplikasi, dan prognosisnya.

1.3 Metode Penulisan

Makalah referat ini ditulis dengan metode tinjauan pustaka dengan

merujuk pada berbagai literatur.


BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi dan Fisiologi Alat Keseimbangan

Keseimbangan dan orientasi tubuh seseorang terhadap lingkungan

disekitarnya tergantung pada input sensorik dari reseptor vestibuler di labirin,

organ visual, dan proprioseptif. Gabungan informasi ketiga reseptor sensorik

tersebut akan diolah di SSP, seingga menggambarkan keadaan posisi tubuh pada

saat itu. 3

Telinga dalam atau labirin terdiri dari koklea dan vestibular. Koklea

berfungsi sebagai organ pendengaran dan vestibular sebagai organ keseimbangan.

Sistem vestibular terdiri dari labirin tulang dan labirin membran yang terdapat

didalamnya. Labirin tulang disusun oleh vestibulum dan tiga kanalis

semisirkularis. Vestibulum terdiri dari utrikulus dan sakulus. Labirin membran

dikelilingi oleh cairan perilimf dan berisi cairan endolimf.4

Gambar 2.1 : Sistem vestibular4


Labirin terdiri dari tiga kanalis semisirkularis (kss), yaitu kss horizontal,

kss superior, dan kss posterior. Perlu diketahui letak geografi alat keseimbangan

terhadap bidang horizontal kepala maupun terhadap permukaan bumi. Bidang

horizontal kepala adalah bidang yang melalui kedua sisi inferior orbita dan kedua

tengah-tengah liang telinga luar kanan dan kiri. Bidang yang melalui kedua kss

horizontal membentuk 30 derajat dengan bidang horizontal kepala, dengan kedua

ampula berada pada daerah lateral atas dan depan dari titik perpotongan ketiga

bidang kss. Letak bidang kss horizontal tegak lurus terhadap kedua bidang verikal

yang melalui kss posterior dan superior.3

Utrikulus dan sakulus dikenal sebagai organ otolith dan sebagai reseptor

gravitasi, yang merupakan pelebaran dari labirin membran. Pada tiap

pelebarannya terdapat makula utrikulus yang didalamnya terdapat sel-sel reseptor

keseimbangan. Pada ujung kanalis semisirkularis terdapat pelebaran yang

berhubungan dengan utrikulus dan disebut ampula. Didalamnya terdapat krista

ampularis yang terdiri dari sel-sel resptor keseimbangan dan seluruhnya tertutup

oleh substansi gelatin yang diebut kupula. 3,4

Gambar 2.2: Makula utrikulus


Gambar 2.3: Krista ampularis

Fungsi utama dari sistem vestibular adalah mengenali pergerakan kepala,

terutama yang involunter, dan merespon dengan pergerakan mata secara refleks

dan penyesuaian postur tubuh yang memastikan kestabilan visual dan

menghindari seseorang dari jatuh. 5

Kanalis semisirkularis berespon pada gerakan rotasi (angular

acceleration) dan organ otolith berespon pada perubahan posisi kepala terhdap

gravitasi (linear acceleration). Gerakan atau perubahan kepala dan tubuh akan

menimbulkan perpindahan cairan endolimfa di labirin dan selanjutnya silia sel

rambut akan menekuk. Tekukan silia akan menyebabkan permeabilitas membran

sel berubah, sehingga ion kalsium akan masuk ke dalam sel yang menyebabkan

terjadinya proses depolarisasi dan akan merangsang pelepasan neurotransmitter

eksitator yang selanjutnya akan meneruskan impuls sensoris melalui saraf aferen

ke pusat keseimbangan di otak. Organ vestibular berfungsi sebagai transduser

yang mengubah energi mekanik akibat rangsangan otolit dan gerakan endolimfa

menjadi energi biolistrik. Sehingga dapat memberi informasi mengenai perubahan

posisi tubuh akibat percepatan linier ataupun sudut. 3,4


Stasiun berikutnya untuk transmisi implus di sistem vestibular adalah

nervus vestibulokokhlearis. Ganglion vestibulare terletak di kanalis auditorius

internus; mengandung sel-sel bipolar yang prosesus perifernya menerima input

dari sel resptor di organ vestibular, dan yang proseus sentral membentuk nervus

vestibularis. Nervus ini bergabung dengan nervus kokhlearis, yang kemudian

melintasi kanalis auditorius internus, menembus ruang subarakhnoid di

cerebellopontine angle, dan masuk ke batang otak di taut pontomedularis.

2.2 Benign Paroxysmal Positional Vertigo (BPPV)

2.2.1 Definisi BPPV

BPPV merupakan kelainan sistem vestibular yang sering terjadi. BPPV

tidak mengancam nyawa dan tidak progresif, sehingga disebut benign; timbul

secara tiba-tiba akibat perubahan posisi kepala; dan menimbulkan perasaan

berputar yang disebut vertigo. Secara kejadiannya, vertigo ada beberapa macam,

yaitu vertigo spontan, vertigo posisi, dan vertigo kalori. BPPV adalah contoh

vertigo posisi yang berulang. 2,3,6

2.2.2 Epidemiologi

Secara umum, prevalensi BPPV bervariasi mulai dari 10,7 sampai 64

kasus per 100.000 populasi. Penyakit ini lebih sering terjadi pada usia 50-70

tahun. Sedangkan untuk jenis kelamin, perempuan lebih sering terkena (64%)

dibanding laki-laki. Penderita yang lebih tua beresiko mengalami jatuh, depresi,

dan gangguan dalam aktivitas sehari-hari. 20% pasien yang mengeluhkan vertigo

didiagnosis dengan BPPV di Amerika. 6,7

2.2.3 Etiologi dan Faktor Resiko


BPPV terjadi ketika partikel otoconia masuk ke kss. Normalnya, kss hanya

berespon terhadap rotasi kepala, namun ketika terdapat partikel debris didalam

lumen, kss akan menjadi sangat sensitif terhadap perubahan posisi kepala. Ketika

kepala tidak bergerak, gravitasi menyebabkan otoconia terkumpul, sedangkan

ketika kepala bergerak, otoconia akan ikut bergerak. Hal ini akan merangsang

kupula untuk mengirimkan sinyal palsu ke otak yang menimbulkan vertigo dan

mencetuskan nistagmus. 2,8

Penyebab paling banyak dari BPPV untuk penderita berumur dibawah 50

tahun adalah trauma kepala yang dianggap bisa menimbulkan tekanan sehingga

otoconia berpindah tempat. Penderita dengan usia diatas 50 tahun BPPV

seringkali idiopatik. Yang berarti penyebabnya tidak diketahui. Tetapi secara

umum dihubungkan dengan degenerasi dari membran otolith. BPPV juga

dihubungkan dengan migraine, ototoksik, infeksi virus pada telinga, dan BPPV

bisa terjadi setelah bed rest total yang lama.2

2.2.4 Patogenesis BPPV

BPPV adalah gangguan yang kompleks untuk didefinisikan. Teori yang

sekarang dipakai mengenai penyebab BPPV adalah kanalitiasis dan kupulolitiasis.

1. Teori Kupulolitiasis

Pada tahun 1962, Harold Schuknecht, mengusung teori kupulolitiasis sebagai

penjelasan untuk BPPV. Via fotomikro, ia menemukan partikel basophilic

atau padat yang melekat ke kupula. Dia menyatakan bahwa kss posterior

sensitif terhadap gravitasi partikel-partikel padat yang melekat pada cupula.

Teori ini sejalan dengan analogi benda berat yang melekat pada bagian atas
suatu sumbu. Berat tambahan pada sumbu akan membuatnya tidak stabil dan

dengan demikian sulit untuk menjaga posisi diam. Bahkan, sumbu akan

cenderung untuk miring dari satu sisi ke sisi lain tergantung pada arah

gerakan. Selanjutnya akan memunculkan stimulus saraf dan tercermin dengan

nistagmus menetap dan vertigo pada pasien BPPV.7

2. Teori Kanalitiasis

Menurut teori ini debris otokonia tidak melekat pada kupula, melainkan

mengambang di dalam endolimf kanalis. Pada tahun 1980, Epley

mengeluarkan teori mengenai kanalitiasis. Dia mengemukakan bahwa gejala

BPPV lebih tepat dijelaskan dengan adanya benda bebas yang terdapat di kss

dibanding adanya partikel yang melekat di kupula. Ketika kepala tegak,

partikel berada di bagian paling bawah kss akibat adanya gravitasi. Ketika

kepala diekstensikan, partikel akan bergerak. Setelah beberapa saat jeda, gaya

gravitasi kembali menarik parikel ke arah bawah kss. Perubahan posisi

partikel ini akan membuat cairan endolimf bergerak dan menggoyangkan

kupula dan menimbulkan rangsangan berulang yang mneimbulkan nistagmus

dan vertigo. 7
Gambar 2.4 : Mekanisme pergerakan debris

2.2.5 Manifestasi Klinis

Pasien BPPV mengeluhkan merasa berputar atau merasa sekelilingnya

berputar saat berbaring di tempat tidur atau saat melihat ke arah atas, berguling

dari satu sisi ke sisi lainnya, bangkit dari tempat tidur, mencapai sesuatu yang

tinggi, menggerakan kepala ke belakang atau membungkuk. Biasanya vertigo

hanya berlangsung 10-30 detik. Kadang-kadang disertai rasa mual dan seringkali

pasien merasa cemas. Penderita biasanya dapat mengenali keadaan ini dan

berusaha menghindarinya dengan tidak melakukan gerakan yang dapat

menimbulkan vertigo.1,2,7,9

Vertigo tidak akan terjadi jika kepala tegak lurus atau berputar secara

aksial tanpa ekstensi, pada hampir sebagian besar pasien, vertigo akan berkurang

dan akhirnya berhenti secara spontan dalam beberapa hari atau beberapa bulan,

tetapi kadang-kadang dapat juga sampai beberapa tahun. Pasien dengan BPPV

memiliki pendengaran yang normal, ada nistagmus, dan pemeriksaan neurologis

dalam batas normal.1,2,7

Nistagmus adalah gerak bola mata kian kemari yang terdiri dari dua fase,

yaitu fase lambat dan fase cepat. Fase lambat merupakan reaksi sistem vestibular

terhadap rangsangan, sedangkan fase cepat merupakan reaksi kompensasinya.

Nistagmus merupakan parameter yang akurat untuk menentukan aktivitas sistem

vestibular.3

2.2.6 Diagnosis

a. Anamnesis
Pasien biasanya mengeluh rasa berputar dengan onset akut kurang dari 20-

30 detik akibat perubahan posisi kepala. Posisi yang memicu adalah berbalik di

tempat tidur pada posisi lateral, bangun dari tempat tidur, melihat ke atas dan

belakang, dan membungkuk. Pada umumnya perasaan pusing berputar timbul

sangat kuat pada awalnya dan menghilang setelah 30 detik sedangkan serangan

berulang sifatnya menjadi lebih ringan. Gejala ini dirasakan berhari-hari hingga

berbulan-bulan. Pada banyak kasus, BPPV dapat mereda sendiri namun berulang

di kemudian hari.Rasa berputar ini bisa diikuti dengan mual.2,7,9

b. Pemeriksaan fisik

Pasien memiliki pendengaran yang normal, tidak ada nistagmus spontan,

dan pada evaluasi neurologis normal. Pemeriksaan fisis standar untuk BPPV

adalah Dix-Hallpike dan maneuver side lying untuk KSS posterior dan anterior.

Dan untuk KSS horizontal dengan menggunakan manuver supine roll test.9

 Maneuver Dix-Hallpike

Perasat Dix-Hallpike secara garis besar terdiri dari dua gerakan. Perasat

Dix-Hallpike kanan pada bidang kanal anterior kiri dan kanal posterior kanan dan

perasat Dix-Hallpike kiri pada bidang posterior kiri.9

Tes ini tidak boleh dilakukan pada pasien yang memiliki masalah dengan

leher dan punggung. Tujuannya adalah untuk memprovokasi serangan vertigo dan

untuk melihat adanya nistagmus. Cara melakukannya sebagai berikut :

1) Pertama-tama jelaskan pada penderita mengenai prosedur pemeriksaan,

dan vertigo mungkin akan timbul namun menghilang setelah beberapa

detik.
2) Penderita didudukkan dekat bagian ujung tempat periksa, sehingga ketika

posisi terlentang kepala ekstensi ke belakang 30o-40o , penderita diminta

tetap membuka mata untuk melihat nistagmus yang muncul.

3) Kepala diputar menengok ke kanan 45o (kalau kanalis semisirkularis

posterior yang terlibat). Ini akan menghasilkan kemungkinan bagi otolith

untuk bergerak, kalau ia memang sedang berada di kanalis semisirkularis

posterior.

4) Dengan tangan pemeriksa pada kedua sisi kepala penderita, penderita

direbahkan sampai kepala tergantung pada ujung tempat periksa.

5) Perhatikan munculnya nistagmus dan keluhan vertigo, posisi tersebut

dipertahankan selama 10-15 detik.

6) Komponen cepat nistagmus harusnya “up-beat‟ (ke arah dahi) dan

ipsilateral.

7) Kembalikan ke posisi duduk, nistagmus bisa terlihat dalam arah yang

berlawanan dan penderita mengeluhkan kamar berputar kearah

berlawanan.

8) Berikutnya manuver tersebut diulang dengan kepala menoleh ke sisi kiri

45o dan seterusnya.


Gambar 2.5: Perasat Dix-Hallpike

Pada orang normal nistagmus dapat timbul pada saat gerakan provokasi ke

belakang, namun saat gerakan selesai dilakukan tidak tampak lagi nistagmus.

Pada pasien BPPV setelah provokasi, ditemukan nistagmus yang timbulnya

lambat, 40 detik, kemudian nistagmus menghilang kurang dari satu menit bila

sebabnya kanalitiasis, pada kupulolitiasis nistagmus dapat terjadi lebih dari satu

menit, biasanya serangan vertigo berat dan timbul bersamaan dengan nistagmus.

Interpretasi Tes Dix Hallpike:

a. Normal

Tidak timbul vertigo dan nistagmus dengan mata terbuka. Kadang-kadang

dengan mata tertutup bisa terekam dengan elektronistagmografi adanya

beberapa detak nistagmus.


b. Abnormal

Timbulnya nistagmus posisional yang pada BPPV mempunyai 4 ciri, yaitu:

ada masa laten, lamanya kurang dari 30 detik, disertai vertigo yang lamanya

sama dengan nistagmus, dan adanya fatigue, yaitu nistagmus dan vertigo yang

makin berkurang setiap kali manuver diulang.

Pemeriksaan dapat mengidentifikasi jenis kanal yang terlibat dengan

mencatat arah fase cepat nistagmus yang abnormal dengan mata pasien menatap

lurus kedepan:

1. Fase cepat ke atas, berputar kekanan menunjukan BPPV pada kanalis

posterior kanan

2. Fase cepat ke atas, berputar kekiri menunjukan BPPV pada kanalis

posterior kiri

3. Fase cepat ke bawah, berputar kekanan menunjukan BPPV pada kanalis

anterior kanan

4. Fase cepat ke bawah, berputar kekiri menunjukan BPPV pada kanalis

anterior kanan

 Maneuver Side Lying

Perasat Sidelying juga terdiri dari 2 gerakan, yaitu perasat Sidelying

kanan yang menempatkan kepala pada posisi dimana kanalis anterior kiri/kanalis

posterior kanan pada bidang tegak lurus garis horizontal dengan kanal posterior

pada posisi paling bawah dan perasat Sidelying kiri yang menempatkan kepala
pada posisi dimana kanalis anterior kanan dan kanalis posterior kiri pada bidang

tegak lurus garis horizontal dengan kanal posterior pada posisi paling bawah.10

Cara pemeriksaannya sebagai berikut:10

 Pertama-tama jelaskan pada penderita mengenai prosedur pemeriksaan, dan

vertigo mungkin akan timbul namun menghilang setelah beberapa detik

 Pasien duduk dengan kepala menoleh ke kiri pada meja pemeriksan dengan

kaki yang menggantung di tepi meja, untuk melakukan maneuver side lying

kanan

 Pasien dengan cepat dijatuhkan ke sisi kanan dengan kepala tetap menoleh

ke kiri 450 tunggu hingga respon abnormal muncul

 Pasien kembali ke posisi duduk untuk kemudian dilakukan maneuver side

lying kiri.

 Tunggu 40 detik sampai timbul respon abnormal.

Gambar 2.6: Side Lying Manuver

Pada orang normal nistagmus dapat timbul pada saat gerakan provokasi ke

belakang, namun saat gerakan selesai dilakukan tidak tampak lagi nistagmus.

Pada pasien BPPV setelah provokasi ditemukan nistagmus yang timbulnya


lambat, ± 40 detik, kemudian nistagmus menghilang kurang dari satu menit bila

sebabnya kanalitiasis, pada kupulolitiasis nistagmus dapat terjadi lebih dari satu

menit, biasanya serangan vertigo berat dan timbul bersamaan dengan nistagmus.

 Supine roll test 2,10

Jika pasien memiliki riwayat yang sesuai dengan BPPV dan hasil tes Dix-

Hallpike negatif, dokter harus melakukan supine roll test untuk memeriksa ada

tidaknya BPPV kanal lateral. BPPV kanal lateral atau disebut juga BPPV kanal

horisontal adalah BPPV terbanyak kedua. Pasien yang memiliki riwayat yang

sesuai dengan BPPV, yakni adanya vertigo yang diakibatkan perubahan posisi

kepala, tetapi tidak memenuhi kriteria diagnosis BPPV kanal posterior harus

diperiksa ada tidaknya BPPV kanal lateral.

Dokter harus menginformasikan pada pasien bahwa manuver ini bersifat

provokatif dan dapat menyebabkan pasien mengalami pusing yang berat selama

beberapa saat. Tes ini dilakukan dengan memposisikan pasien dalam posisi

supinasi atau berbaring terlentang dengan kepala pada posisi netral diikuti dengan

rotasi kepala 90 derajat dengan cepat ke satu sisi dan dokter mengamati mata

pasien untuk memeriksa ada tidaknya nistagmus. Setelah nistagmus mereda (atau

jika tidak ada nistagmus), kepala kembali menghadap ke atas dalam posisi

supinasi. Setelah nistagmus lain mereda, kepala kemudian diputar/ dimiringkan 90

derajat ke sisi yang berlawanan, dan mata pasien diamati lagi untuk memeriksa

ada tidaknya nistagmus.


Gambar 2.7: Supine roll test

c. Pemeriksaan Tambahan

- Pemeriksaan Keseimbangan

o Uji romberg: berdiri dengan tangan dilipat di dada, mata

ditutup, dapat dipertajam dengan memposisikan kaki tandem

depan belakang. Pada orang normal dapat berdiri lebih dari 30

detik.

o Stepping test: berjalan di tempat 50 langkah, bila tempat

berubah melebihi jarak 1 meter dan badan berputar lebih dari

30 derajat berarti terdaapt gangguan keseimbangan. 3

- Imaging

Pemeriksaan ini tidak rutin dilakukan pada pasien BPPV karena tidak

ada temuan diagnostik BPPV pada pencitraan. Tetapi pemeriksaaan ini

bisa dilakukan untuk menyingkirkan kelainan-kelainan lain penyebab

vertigo.

2.2.7 Diagnosis Banding


1. Vestibular Neuronitis

Penyebab neuronitis vestibularis tidak diketahui. Neuronitis vestibularis

ditandai oleh serangan vertigo yang mendadak dan berlangsung lama, sering

disertai muntah, mual, disekuilibrium, dan muka pucat pasi. Gejala dipicu oleh

gerakan kepala atau perubahan posisi. Pasien merasa sakit berat dan lebih suka

diam tidak bergerak di tempat tidur. Nistagmus spontan dapat timbul, dengan fase

lambat kearah telinga yang abnormal, dan terdapat eksitabilitas kalorik yang

menurun pada telinga yang sakit.

2. Penyakit Meniere

Pada penyakit meniere, pendengaran selalu terganggu pada waktu serangan

vetigo berlangsung. Serangan berkala yang terdiri dari mual, muntah, dan vertigo

dengan tinnitus atau perasaan penuh di dalam telinga dan tuli sementara. Tiap

serangan dapat berlangsung beberapa jam. Setelah serangan berlalu, daya

pendengaran pulih kembali dalam beberapa jam.3

3. Labirintitis

Labirintitis adalah suatu proses peradangan yang melibatkan mekanisme

telinga dalam. Terdapat beberapa klasifikasi klinis dan patologik yang berbeda.

Proses dapat akut atau kronik,serta toksik atau supuratif. Labirintitis toksik akut

disebabkan suatu infeksi pada struktur didekatnya, dapat pada telinga tengah atau

meningen tidak banyak bedanya. Labirintitis toksik biasanya sembuh dengan

gangguan pendengaran dan fungsi vestibular. Hal ini diduga disebabkan oleh

produk-produk toksik dari suatu infeksi dan bukan disebabkan oleh

organismehidup. Labirintitis supuratif akut terjadi pada infeksi bakteri akut yang
meluas ke dalam struktur-¬struktur telinga dalam. Kemungkinan gangguan

pendengaran dan fungsi vestibular cukup tinggi. Yang terakhir, labirintitis kronik

dapat timbul dari berbagai sumber dan dapat menimbulkan suatu hidrops

endolimfatik atau perubahan-perubahan patologik yang akhirnya menyebabkan

sklerosi labirin. 7

2.2.8 Terapi BBPV

BPPV adalah suatu penyakit yang dapat sembuh secara spontan dalam

beberapa bulan. Namun telah banyak penelitian yang membuktikan dengan

pemberian terapi dengan manuver reposisi partikel/ Particle Repositioning

Maneuver (PRM) dapat secara efektif menghilangkan vertigo pada BPPV,

meningkatkan kualitas hidup, dan mengurangi risiko jatuh pada pasien.

Keefektifan dari manuver-manuver yang ada bervariasi mulai dari 70%-100%.

Beberapa efek samping dari melakukan manuver seperti mual, muntah, vertigo,

dan nistagmus dapat terjadi, hal ini terjadi karena adanya debris otolitith yang

tersumbat saat berpindah ke segmen yang lebih sempit misalnya saat berpindah

dari ampula ke kanal bifurcasio. Setelah melakukan manuver, hendaknya pasien

tetap berada pada posisi duduk minimal 10 menit untuk menghindari risiko jatuh.

Tujuan dari manuver yang dilakukan adalah untuk mengembalikan partikel ke

posisi awalnya yaitu pada makula utrikulus. 1,2,7,10

Penatalaksanaan dengan farmakologi untuk BPPV tidak secara rutin

dilakukan. Beberapa pengobatan hanya diberikan untuk jangka pendek untuk

gejala-gejala vertigo, mual dan muntah yang berat yang dapat terjadi pada pasien

BPPV.
1. Manuver Epley

Manuver Epley adalah yang paling sering digunakan pada kanal vertikal.

Pasien diminta untuk menolehkan kepala ke sisi yang sakit sebesar 45 o , lalu

pasien berbaring dengan kepala tergantung dan dipertahankan 1-2 menit. Lalu

kepala ditolehkan 90o ke sisi sebaliknya, dan posisi supinasi berubah menjadi

lateral dekubitus dan dipertahan 30-60 detik. Setelah itu pasien mengistirahatkan

dagu pada pundaknya dan kembali ke posisi duduk secara perlahan. 10

Gambar 2.8 : Manuver Epley

2. Manuver Semont

Manuver ini diindikasikan untuk pengobatan cupulolithiasis kanan

posterior. Jika kanal posterior terkena, pasien diminta duduk tegak, lalu kepala

dimiringkan 45o ke sisi yang sehat, lalu secara cepat bergerak ke posisi berbaring

dan dipertahankan selama 1-3 menit. Ada nistagmus dan vertigo dapat

diobservasi. Setelah itu pasien pindah ke posisi berbaring di sisi yang berlawanan

tanpa kembali ke posisi duduk lagi. 10


Gambar 2.9 : Manuver Semont

3. Manuver Lempert

Manuver ini dapat digunakan pada pengobatan BPPV tipe kanal lateral.

Pasien berguling 360o , yang dimulai dari posisi supinasi lalu pasien menolehkan

kepala 90o ke sisi yang sehat, diikuti dengan membalikkan tubuh ke posisi lateral

dekubitus. Lalu kepala menoleh ke bawah dan tubuh mengikuti ke posisi ventral

dekubitus. Pasien kemudian menoleh lagi 90o dan tubuh kembali ke posisi lateral

dekubitus lalu kembali ke posisi supinasi. Masing-masing gerakan dipertahankan

selama 15 detik untuk migrasi lambat dari partikel-partikel sebagai respon

terhadap gravitasi.10
Gambar 2.10: Manuver Lempert

4. Manuver Brand-Darroft

Manuver ini dikembangkan sebagai latihan untuk di rumah dan dapat

dilakukan sendiri oleh pasien sebagai terapi tambahan pada pasien yang tetap

simptomatik setelah manuver Epley atau Semont. Latihan ini juga dapat

membantu pasien menerapkan beberapa posisi sehingga dapat menjadi kebiasaan.

Gambar 2.11 : Manuver Brand- Darroft


Operasi dapat dilakukan pada pasien BPPV yang telah menjadi kronik dan

sangat sering mendapat serangan BPPV yang hebat, bahkan setelah melakukan

manuver-manuver yang telah disebutkan di atas. Dari literatur dikatakan indikasi

untuk melakukan operasi adalah pada intractable BPPV, yang biasanya

mempunyai klinis penyakit neurologi vestibular, tidak seperti BPPV biasa.2,10

Terdapat dua pilihan intervensi dengan teknik operasi yang dapat dipilih, yaitu

singular neurectomy (transeksi saraf ampula posterior) dan oklusi kanal posterior

semisirkular. Namun lebih dipilih teknik dengan oklusi karena teknik neurectomi

mempunyai risiko kehilangan pendengaran yang tinggi.

2.2.9 Prognosis

Prognosis setelah dilakukan terapi CRP (canalith repositioning procedure)

biasanya bagus. Remisi dapat terjadi spontan dalam 6 minggu meskipun pada

beberapa kasus tidak terjadi. Dengan sekali pengobatan, tingkat rekurensi sekitar

10-25%.7
BAB 3

KESIMPULAN

BPPV termasuk vertigo perifer karena kelainannya terdapat pada telinga

dalam, yaitu pada sistem vestibularis perifer. Prevalensi BPPV di Amerika Serikat

adalah bervariasi dari 10-64 orang tiap 100.000 populasi, dengan presentase 64%

pada wanita. BPPV sering terdapat pada usia yang lebih tua dengan rata-rata usia

50-70 tahun dan jarang ditemukan pada usia dibawah 35 tahun tanpa riwayat

trauma kepala. Penyebab paling umum BPPV pada usia di bawah 50 tahun adalah

cedera kepala. Pada usia lanjut, penyebab paling umum adalah degenerasi sistem

vestibular dalam telinga.

Pada BPPV terdapat 2 mekanisme yang sering terjadi, yaitu teori

kupulolitiasis dan teori kanalolitiasis. Pasien BPPV mengeluhkan merasa berputar

atau merasa sekelilingnya berputar saat berbaring di tempat tidur atau saat melihat

ke arah atas, berguling dari satu sisi ke sisi lainnya, bangkit dari tempat tidur,

mencapai sesuatu yang tinggi, menggerakan kepala ke belakang atau

membungkuk. Biasanya vertigo hanya berlangsung 10-20 detik. Kadang-kadang

disertai rasa mual dan seringkali pasien merasa cemas. Diagnosis BPPV

didapatkan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik. Pemeriksaan fisik

standar adalah manuver dix-hallpike dan manuver side lying.

Pemberian terapi dengan manuver reposisi partikel/ Particle Repositioning

Maneuver (PRM) dapat secara efektif menghilangkan vertigo pada BPPV,

meningkatkan kualitas hidup, dan mengurangi risiko jatuh pada pasien.


DAFTAR PUSTAKA

1. Edward Y, Roza Y. Diagnosis dan tatalaksana benign paroxysmal


positional vertigo (bppv) horizontal berdasarkan head roll test. Jurnal
Kesehatan Andalas, 2014;3(1).
2. Hain TC. Benign paroxysmal positional vertigo (bppv). 2009 (Diunduh
pada tanggal 30 Juli 2016). Tersedia dari: www.vestibular.org.
3. Bashiruddin J, Hadjar E, Alviardi W. Gangguan keseimbangan dan
kelumpuhan nervus fasialis. Dalam: Soepardi EA, Iskandar N,
Baschiruddin J, Resti RD, editor. Buku ajar ilmu kesehatan telinga hidung
tenggorok kepala & leher. Edisi ke-7. Jakarta: Badan Penerbit FKUI;
2012. Hlm.79-86.
4. Encyclopedia Britannica Inc. Human ear. 2015 (Diunduh pada tanggal 30
Juli 2016). Tersedia dari: https://www.britannica.com/science/ear.
5. Carey JP, Santina CD. Principle of applied vestibular physiology. Diunduh
pada 30 Juli 2016. Tersedia dari:
www.classes.usc.edu/engr/bme/620/vestibularchapter.pdf.
6. Bhattacharyya N, et al. Clinical practice guideline: benign paroxysmal
positional vertigo. Otolaryngology-Head and neck Surgery;
(2018)139,847-881.
7. Li JC. Benign paroxysmal positional vertigo. 2016 (Diunduh pada 31 Juli
2016). Tersedia dari: http://emedicine.medscape.com/article/884261.
8. Solomon D. Benign paroxysmal positional vertigo. Current treatment
options in neurology. 2000;2:417-427
9. Dong, GX. Benign paroxysmal positional vertigo. 2011 (Diunduh pada
tanggal 2 Agustus 2016). Tersedia dalam:
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3122990/?report=printable

10. Bittar RSM, Mezzalira R, Furtado PL, Venosa AR, Sampaio ALL,
Oliveira CACPd. Benign Paroxysmal Positional Vertigo: Diagnosis and
Treatment. International Tinnitus Journal 2011;16(2):135-45.

Anda mungkin juga menyukai