Anda di halaman 1dari 32

BAGIAN ILMU KESEHATAN SARAF LAPORAN KASUS

FAKULTAS KEDOKTERAN September 2021

UNIVERSITAS PATTIMURA

STROKE INFARK EMBOLI

Disusun oleh:

Siti Nurmega Aihena

NIM. 2020-84-053

Pembimbing:

Dr. dr. Bertha J. Que, Sp. S.,M.Kes

DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK

BAGIAN ILMU KESEHATAN SARAF

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS PATTIMURA

AMBON

2021

I
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa

karena atas rahmat dan cinta kasih-Nya penulis dapat menyelesaikan laporan

kasus ini guna penyelesaian tugas kepaniteraan klinik pada bagian ilmu kesehatan

saraf dengan judul laporan kasus “Stroke Infark Emboli”. Dalam penulisan

laporan kasus ini, banyak pihak yang turut terlibat untuk penyelesaiannya. Untuk

itu penulis ingin berterima kasih kepada Dr. dr. Bertha J. Que, Sp. S.,M.Kes

selaku dokter spesialis sekaligus pembimbing yang telah membimbing penulis

dalam penyelesaian laporan kasus ini.

Penulis menyadari bahwa sesungguhnya laporan kasus ini masih jauh dari

kesempurnaan, oleh sebab itu penulis mengharapkan banyak masukkan berupa

kritik dan saran yang bersifat membangun untuk perkembangan penulisan laporan

kasus dalam waktu yang akan datang. Akhir kata penulis mengucapkan terima

kasih, semoga laporan kasus ini dapat bermanfaat bagi semua pihak.

Ambon, Juni 2021

Penulis

II
III
BAB I
LAPORAN KASUS

A. Identitas Pasien

Nama : Tn. JM

Umur : 56 tahun

Jenis Kelamin : Laki-laki

Pekerjaan : Guru

Bangsa : Indonesia

Alamat : Suli

Masuk rumah sakit : 13 September 2021

Meninggal : 18 September 2021

No. RM : 135425

B. Anamnesis

Anamnesis dilakukan secara alloanamnesis

a. Keluhan Utama : Penurunan kesadaran

b. Anamnesis Terpimpin :
Pasien ditemukan tidak sadarkan diri sejak jam 6 pagi. Pasien sudah
mengalami lemah badan kanan, bicara pelo sejak tadi malam. Menurut
keluarga mulut pasien mencong ke kanan, pasien juga mengalami muntah
satu kali, nyeri kepala, tetapi pasien tidak segera dibawa ke rumah sakit.

Riwayat Penyakit Dahulu:

1
2

Riwayat stroke sebelumnya (-), riwayat hipertensi (-), riwayat DM (+)


dan tidak pernah meminum obat atau tidak terkontrol, riwayat kolesterol
(-).

Riwayat Kebiasaan:

Riwayat merokok (-), riwayat sering konsumsi alkohol (-).

Riwayat Pengobatan: Disangkal

Riwayat Keluarga: Disangkal

C. Pemeriksaan Fisik
1. Pemeriksaan Umum
a. Kesan : lemah
b. Kesadaran : GCS: E2M4V2
c. Gizi : kesan normal
d. Skala nyeri VAS : -
2. Tanda Vital
a. Tekanan darah : 110/70 mmHg
b. Nadi : 64x/menit
c. RR : 20x/menit
d. Suhu : 36 0C
3. Status Generalis
a. Kepala : Normosefal
b. Mata : konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-),
pupil isokor
c. Telinga : othorrea (-)
d. Hidung : rhinorrhea (-)
e. Mulut : Bibir kering, lidah kotor (-)
f. Leher : Simetris, pembesaran KGB (-)
3

g. Thorax
1) Paru paru
a) Inspeksi : Bentuk simetris, pengembangan dada
dalam batas normal
b) Palpasi : nyeri tekan (-), krepitasi (-)
c) Perkusi : sonor
d) Auskultasi : vesikuler, rhonki (-/-), wheezing (-/-)
2) Jantung
a) Inspeksi : iktus kordis tidak terlihat
b) Palpasi : iktus kordis teraba
c) Perkusi : normal
d) Auskultasi : BJ I/II murni reguler, murmur (-), gallop (-)
h. Abdomen
1) Inspeksi : datar, jaringan parut (-)
2) Palpasi : nyeri tekan (-), tidak terdapat pembesaran
hepar, lien dan ginjal.
3) Perkusi : timpani
4) Auskultasi : bising usus (+)
i. Genitalia : tidak dilakukan pemeriksaan
j. Ekstremitas : sianosis (-/-), akral hangat, pitting
edema ekstremitas superior (-/-), pitting
edema
ekstremitas inferior (-/-).
k. Kulit : ruam (-), tidak terdapat bekas jaringan parut
4. Pemeriksaan fungsi luhur

a. Emosi dan afek : Tidak dilakukan pemeriksaan


b. Proses berpikir : Tidak dilakukan pemeriksaan
c. Kecerdasan : Tidak dilakukan pemeriksaan
d. MMSE : Tidak dilakukan pemeriksaan
e. Penyerapan : Tidak dilakukan pemeriksaan
f. Kemauan : Tidak dilakukan pemeriksaan
4

g. Psikomotor
D. Status Neurologis
1. Kesadaran : GCS E2M4V2
2. Saraf kranial
a. N. I (Olfaktorius) : Tidak dilakukan pemeriksaan
b. N. II (Optikus) :
- Ketajaman Penglihatan : Tidak dilakukan pemeriksaan
- Lapang Penglihatan : Tidak dilakukan pemeriksaan
- Funduskopi : Tidak dilakukan pemeriksaan

c. N. III (Okulomotorius), N. IV (Troklearis), N. VI (Abdusen)


OD OS
- Celah kelopak mata Normal Normal
- Ptosis Sulit dievaluasi Sulit dievaluasi
- Exoftalmus/endoftalmus Negatif Negatif
- Ptosis bola mata Sulit dievaluasi Sulit dievaluasi
- Pupil:
a) Ukuran/bentuk 3 mm/bulat 3mm/bulat
b) Isokor/anisokor Isokor Isokor
c) Refleks cahaya Positif Positif
langsung/tidak
langsung
- Gerakan bola mata
a) Parese ke arah Tidak dilakukan Tidak dilakukan
b) Nistagmus Tidak dilakukan Tidak dilakukan

d. N. V (Trigeminus)
1) Sensibilitas
a) N.V1 : Tidak dilakukan
b) N.V2 : Tidak dilakukan
5

c) N.V3 : Tidak dilakukan

2) Motorik N. V3
a) Inspeksi/palpasi (istirahat/mengigit) :-
b) Refleks kornea : +/+
e. N. VII (Facialis)

1) Motorik M. frontalis M. orbikularis okuli M. orbikularis oris


a) Istirahat Normal Simetris Miring ke kanan
b) Gerak mimik Normal Simetris Sulit dievaluasi
2) Sensorik Khusus
a) Pengecapan 2/3 : : Sulit di evaluasi
anterior lidah

f. N. VIII (Vestibulokoklearis)

1) Pendengaran
a) Tes Rinne : Sulit di evaluasi
b) Tes Weber : Sulit di evaluasi
c) Tes Swabach : Sulit di evaluasi
2) Fungsi Vestibular : Sulit di evaluasi

g. N. IX (Glosofaringeus) dan N. X (Vagus)

1) Posisi arkus pharings (istirahat/AAH) : Normal


2) Refleks telan/muntah : Tidak dilakukan pemeriksaan
3) Pengecapan 1/3 bag. Belakang lidah : Tidak dilakukan pemeriksaan
4) Suara : Sulit dievaluasi
5) Takikardi/bradikardi : Negatif

h. N. XI (Asesorius)
1) Memalingkan kepala dengan/tanpa : Tidak dilakukan pemeriksaan
tahanan
2) Angkat bahu : Tidak dilakukan pemeriksaan

i. N.XII (Hipoglosus)
1) Deviasi lidah : Tidak dilakukan pemeriksaan
2) Fasikulasi : Tidak dilakukan pemeriksaan
6

3) Atrofi : Tidak dilakukan pemeriksaan


4) Tremor : Tidak dilakukan pemeriksaan
5) Ataxia : Tidak dilakukan pemeriksaan

3. Tanda Rangsangan Meningeal


a. Kaku kuduk : Tidak dilakukan pemeriksaan
b. Kernig sign : Negatif
c. Brudsinzki I : Tidak dilakukan pemeriksaan
d. Brudsinzki II : Negatif

4. Pemeriksaan Motorik
Superior Inferior
Kanan Kiri Kanan Kiri
Trofi otot Eutrofi Eutrofi Eutrofi Eutrofi
Pergerakan Sulit dievaluasi Sulit Sulit Sulit
dievaluasi dievaluasi dievalua
si
Kekuatan Kesan Hemiparesis Sinistra
Tonus Otot Eutoni Eutoni Eutoni Eutoni

a. Pemeriksaan Refleks fisiologis

Refleks Fisiologis Kanan Kiri

Biseps Positif Meningkat

Triseps Positif Meningkat

Brachioradialis Positif Meningkat

KPR Positif Meningkat

APR Positif Meningkat

b. Klonus
1) Lutut : Negatif
7

2) Kaki : Negatif

c. Refleks patologi

Refleks Patologi Kanan Kiri

Hoffman-Tromner Negatif Negatif

Babinski Negatif Negatif

Chadock Negatif Negatif

Gordon Negatif Negatif

Schaefer Negatif Negatif


Oppenheim Negatif Negatif

d. Pergerakan abnormal yang spontan : Negatif


e. Pemeriksaan Sensorik : Tidak dilakukan pemeriksaan
f. Pergerakan Koordinasi dan Keseimbangan
a. Tes jari hidung : Tidak dilakukan pemeriksaan
b. Tes tumit : Tidak dilakukan pemeriksaan
c. Tes Romberg : Tidak dilakukan pemeriksaan
d. Tes pronasi-supinasi : Tidak dilakukan pemeriksaan
e. Tes pegang jari : Tidak dilakukan pemeriksaan

E. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan Laboratorium (13/09/2021) pagi
8

Pemeriksaan Hasil Nilai Normal


GDS 341 <120 mg/dL
SGOT 26 <35 u/l
SGPT 31 <41 u/l
Ureum 27 20-50 mg/dL
Creatinin 0,9 <1.5 mg/dL
Cholesterol 148 <200 mg/dL

Pemeriksaan Serologi Hasil


HBsAg Negatif (-)
2. Pemeriksaan Laboratorium (13/09/2021) sore
Pemeriksaan Hasil Nilai Normal
GDS 331 <120 mg/dL
SGOT 22 <35 u/l
SGPT 29 <41 u/l
Ureum 28 20-50 mg/dL
Creatinin 0.9 <1.5 mg/dL
Asam Urat 5.7 L: 2.5-7.0
mg/dL
P: 2.0-5.7 mgdL
Cholesterol 190 <200 mg/dL
Trigliserida 61 <150 mg/dL
HDL 45 45-65 mg/dL
LDL 119 <150 mg/dL

3. Pemeriksaan Klinik Darah


Pemeriksaan Hasil Flags Unit Normal Limits
WBC 16.0 H 10^3/μL 4.0 12.0
GRA 11.8 H 10^3/μL 2.0 8.0
LYM% 20.0 L % 25.0 50.0
MCV 79.1 L µm^3 80.0 100.0
MCHC 37.9 H g/dL 31.0 35.5
PCT 0.168 L % 0.200 0.500

4. Pemeriksaan Laboratorium (14/09/2021) :


Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan Satuan Metode
HBA1C 10.9 <5,7 : Normal %
9

5.7-6.4: Prediabetes
>= 6.5 : Diabetes
Kalium 4,4 3.5 - 5 mmol/L ISE
Natrium 138 135 - 145 mmol/L ISE
Klorida 102 95 - 105 mmol/L ISE

5. Pemeriksaan Laboratorium (15/09/2021) pagi


Pemeriksaan Hasil Nilai Normal
GDS 273 <120 mg/dL

6. Pemeriksaan Laboratorium (15/09/2021) sore


Pemeriksaan Hasil Nilai Normal
GDS 221 <120 mg/dL

7. Pemeriksaan Foto Thorax AP (asimetris) (13/09/2021):


10

a. Cor ukuran membesar (LVE), aorta dilatasi

b. Corakan bronchovascular pulmo bilateral DBN

c. Kedua sinus dan diafragma DBN

d. Tulang-tulang infark

Kesan:

- Cardiomegaly dengan dilatatio aortae


- Pulmo DBN
11

8. Pemeriksaan CT-Scan (16/09/2021) :

Hasil pemeriksaan CT-Scan kepala tanpa kontras irisan axial dengan


hasil;
a. Tampak lesi hipodens (+/- 14 HU) regio frontotemporoparietalis
kanan yang mendesak dan menyempitkan ventrikel lateralis kanan
serta menyebabkan midline shift +/- 0,9 cm
b. Sulci dan gyri obliterasi pada level lesi.
c. CPA, pons dan cerebellum DBN
d. Pons, CPA, dan cerebellum DBN.
e. Sinus paranasalis dan aircell mastoid DBN.
f. Kedua bulbus oculi dan struktur retrobulbar DBN
g. Tulang-tulang intak.
h. Soft tissue sekitarnya kesan DBN.
12

Kesan: Infark luas cerebri dextra sesuai MCA territory disertai


herniasi subfalcine.

F. Resume
Pria berusia 56 tahun, keluhan penurunan kesadaran tiba-tiba disertai
lemah anggota gerak kiri, bicara pelo, dan mulut mencong ke kanan.
muntah (+), nyeri kepala (+). Riwayat DM (+). Hasil pemeriksaan tanda
vital: tekanan darah 110/70 mmHg, nadi 64 x/m, pernapasan 20 x/m, suhu
36 ºC. Pemeriksaan fisik didapatkan pupil GCS: 8, pupil isokor.
Pemeriksaan penunjang didapatkan 311 mg/dL, HBA1C 10,9%, foto
thorax ditemukan kesan Cardiomegaly dengan dilatatio aortae, CT-Scan
kepala tanpa kontras didapatkan kesan Infark luas cerebri dextra sesuai
MCA territory disertai herniasi subfalcine.

G. Diagnosis Kerja
1. Diagnosis Klinis : Penurunan Kesadaran, Hemiparesis
sinistra
2. Topis : Hemisfer Cerebri dextra
3. Etiologi : Emboli
4. Tambahan : DM tipe 2
5. Kesimpulan : Stroke Iskemik Emboli

H. Penatalaksanaan
1. Pemasangan NGT (keluarga menolak)
2. Pasang Kateter
3. RL + drip neurobion//24 jam
4. Citicoline 3x500 mg ic
5. Ceftriaxon 2x1ic
6. Aspilet 50 mg /NGT
7. Omeprazole 2x1 ic
8. Metformin 500 mg
13

Follow Up
Tanggal Subjective, objective, assesment Planning

14/09/2021 S : Sakit kepala (+), bicara pelo P : lanjut terapi

O : GCS E2M4V2, Hemiparesis sinistra 1. Ceftriaxon 2x1 iv

A: 2. RL + drip neurobion/24 jam


3. Citicoline 3x500 mg iv
1. SNH,
4. Aspilet 50 mg /NGT
2. DM tipe 2
5. Omeprazole 2x1 iv
6. Glimepirid 2 g 1-0-0/NGT
Terapi yang lain sesuai dari bagian
penyakit dalam.

15/09/2021 S : Sakit kepala P:

O : GCS E2M4V2, Hemiparesis sinistra Metformin 3x500 mg

A: Terapi lain lanjut sesuai tanggal


14/09/2021
1. Stroke Non Hemoragik
2. DM tipe 2

16/09/2021 S : Penurunan Kesadaran P:

O: 1. Pemasangan NGT 4 x 200 cc

1. GCS E1M1V1 2. Pemeriksaan GDP

2. Keadaan umum lemah 3. Manitol 20%


Terapi lanjut sesuai tanggal
3. Pupil anisokor 3mm/2mm 15/09/2021
A:

1. Stroke Non Hemoragik


DM tipe 2
14

17/09/2021 S : Penurunan Kesadaran P:

O: Terapi lanjut

1. GCS E1M1V1 1. RL + drip neurobion/24


jam
2. Suhu 38˚ C
2. Citicoline 3x500 mg iv
3. Pupil anisokor 3 mm/2mm
3. Aspilet 50 mg/NGT
A:
4. Omeprazole 2x1 iv
1. Stroke Non Hemoragik (Infark
Luas) 5. Manitol 20% 4x100 cc

2. DM tipe 2 6. Glimepirid 2g 1-00/NGT


Terapi yang lain sesuai bagian
penyakit dalam.
BAB II

PEMBAHASAN

Pada pasien ini ditegakan diagnosis stroke non hemoragik berdasarkan


anamnesis dan pemeriksaan fisik. Pada anamnesis didapatkan laki-laki usia 56
tahun dengan keluhan penurunan kesadaran. Sebelumnya pasien mengalami
lemah anggota gerak kiri sejak 3 jam sebelum masuk rumah sakit. Pasien
cenderung tidur di rumah dan tidak dapat menggerakkan anggota gerak bagian
kirinya, pasien juga sulit bicara dengan mulut mencong ke kanan. Kemudian
pasien tidak sadarkan diri. Mual, muntah (+), nyeri kepala (+). Pasien memiliki
riwayat Diabetes Melitus yang tidak pernah diobati. Pada pemeriksaan fisik
didapatkan GCS 8 menjadi , pupil isokor kemudian menjadi anisokor 3 mm/ 2
mm. Hasil pemeriksaan laboratorium didapatkan peningkatan gula darah sewaktu
(GDS), HBA1C, %, foto thorax ditemukan kesan Cardiomegaly dengan dilatatio
aortae, CT-Scan kepala tanpa kontras didapatkan kesan Infark luas cerebri dextra
sesuai MCA territory disertai herniasi subfalcine. Berdasarkan anamnesis,
pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang dan dilihat dari beberapa faktor
berupa usia, jenis kelamin, riwayat penyakit DM tipe 2 yang merupakan risiko
dalam menyebabkan terjadinya stroke.1
Stroke didefinisikan sebagai tanda-tanda klinis yang terjadi tiba-tiba dan
berkembang pesat dari gangguan fokal (terkadang global) pada fungsi otak, yang
berlangsung selama lebih dari 24 jam atau menyebabkan kematian, dengan
penyebab berasal dari vaskular. Stroke menyumbang 10% dari semua kematian di
seluruh dunia dan menyebabkan kecacatan jangka panjang yang substansial.
Stroke mencakup tiga gangguan serebrovaskular utama: stroke iskemik,
perdarahan intraserebral primer, dan perdarahan subaraknoid spontan. Stroke
iskemik atau infark serebral, adalah jenis stroke yang paling umum terjadi,
terhitung sekitar 70-80% dari semua jenis stroke.2 Dua mekanisme patogenetik
dapat menyebabkan stroke iskemik adalah trombosis dan emboli. Namun,
perbedaannya sering sulit atau tidak mungkin dibuat berdasarkan klinis.

15
16

Trombosis menyebabkan stroke dengan menutup arteri serebral besar


(terutama karotis interna, serebral tengah, atau basilar), arteri kecil yang
menembus (seperti pada stroke lacunar), vena serebral, atau sinus vena. Gejala
biasanya berkembang dari menit ke jam. Embolisme menghasilkan stroke ketika
arteri serebral tersumbat oleh bagian distal bekuan darah dari jantung, arkus aorta,
atau arteri serebral besar. Fibrilasi atrium meningkatkan risiko stroke 2 sampai 7
kali lipat dan ketika penyakit katup jantung juga hadir sekitar 17 kali lipat.
Fibrilasi atrium merupakan predisposisi stroke embolik dari trombus yang
terbentuk di apendiks atrium kiri karena stasis darah.3 Emboli di sirkulasi serebral
anterior paling sering menyumbat arteri serebral tengah atau cabang-cabangnya,
karena sebagian besar aliran darah hemisfer melalui pembuluh ini. Emboli di
sirkulasi serebral posterior biasanya berada di puncak arteri basilar atau di arteri
serebral posterior. Stroke emboli sering menghasilkan defisit neurologis yang
maksimal saat onsetnya. Stroke non hemoragik merupakan proses terjadinya
iskemia akibat emboli dan trombosis serebral biasanya terjadi setelah lama
beristirahat, baru bangun tidur atau di pagi hari dan tidak terjadi perdarahan.
Oklusi ini semuanya dapat menyebabkan hipoperfusi yaitu pengurangan atau
gangguan dalam aliran darah otak (CBF) yang menyebabkan aliran ataupun
asupan glukosa dan oksigen berkurang sehingga mempengaruhi fungsi
neurologis.3,4 Sumber embolisasi dapat terletak di arteria karotis atau vertebralis
akan tetapi dapat juga di jantung dan sistem vaskuler sistemik.3
a) Embolisasi kardiogenik dapat terjadi pada:
1. Penyakit jantung dengan “shunt” yang menghubungkan bagian kanan
dengan bagian kiri atrium atau ventrikel;
2. Penyakit jantung rheumatoid akut atau menahun yang meninggalkan
gangguan pada katup mitralis; Fibrilasi Atrium;
3. Infark kordis akut;
4. Embolus yang berasal dari vena pulmonalis
5. Kadang-kadang pada kardiomiopati, fibrosis endrokardial, jantung
miksomatosus sistemik;
17

b) Embolisasi akibat gangguan sistemik dapat terjadi sebagai:


1. Embolia septik, misalnya dari abses paru atau bronkiektasis.
2. Metastasis neoplasma yang sudah tiba di paru.
3. Embolisasi lemak dan udara atau gas N (seperti penyakit “caisson”).
Emboli dapat berasal dari jantung, arteri ekstrakranial, ataupun
dari right-sided circulation (emboli paradoksikal). Penyebab terjadinya
emboli kardiogenik adalah trombi valvular seperti pada mitral stenosis,
endokarditis, katup buatan), trombi mural (seperti infark miokard, atrial
fibrilasi, kardiomiopati, gagal jantung kongestif) dan atrial miksoma.
Sebanyak 2-3% stroke emboli diakibatkan oleh infark miokard dan 85%
di antaranya terjadi pada bulan pertama setelah terjadinya infark
miokard.7
a) Faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi
Usia, jenis kelamin dan riwayat keluarga adalah faktor risiko yang tidak
dapat dimodifikasi. Pada penelitian di Taiwan menunjukkan bahwa stroke
terjadi pada usia 69,9 tahun. Prevalensi stroke lebih tinggi pada pria sebesar
59,8% dibanding wanita. Rokok itu sendiri ternyata dapat merusak lapisan
dari pembuluh darah tubuh yang dapat mengganggu aliran darah. Semakin tua
usia, semakin besar pula risiko terkena stroke. Hal ini berkaitan dengan
adanya proses degenerasi (penuan) yang terjadi secara alamiah dan pada
umumnya pada orang lanjut usia, pembuluh darahnya lebih kaku oleh sebab
adanya plak (atherosklerosis).5
Penelitian yang dilakukan Riset Kesehatan Dasar menunjukkan bahwa
prevalensi stroke di Indonesia pada laki – laki adalah di atas 75 tahun (67%).
Data Riskesdas Provinsi Sulawesi Tengah tertinggi pada penduduk berusia
diatas 75 tahun (84,6%) dan jenis kelamin laki-laki (17,3%) lebih tinggi
dibanding pada perempuan (15,8%).6 Riwayat keluarga merupakan faktor
risiko yang tidak dapat dimodifikasi. Penelitian Jood et al bahwa riwayat
keluarga merupakan faktor risiko penyebab stroke iskemik sebesar 41%.7
b) Faktor risiko yang dapat dimodifikasi
18

Hipertensi, dislipidemia, diabetes melitus, merokok, obesitas, alkohol


dan atrial fibrillation adalah faktor risiko yang dapat dimodifikasi. 8 Pada
penelitian Hsieh et al di Taiwan menunjukkan bahwa faktor – faktor risiko
penyebab stroke adalah hipertensi (79,2%), merokok (40,4%), dislipidemia
(49,4), diabetes mellitus (45,4%), obesitas (23,7%), dan atrial fibrillation
(16,5%).5 Hal ini sesuai dengan penelitian dari Riset Kesehatan Dasar
menunjukkan bahwa masyarakat menderita hipertensi (25,8%), masyarakat
berusia > 15 tahun memiliki kadar LDL yang tinggi (15,9%), masyarakat
menderita penyakit jantung koroner (1,5%), masyarakat berusia > 15 tahun
yang merokok (36,3%), dan masyarakat berusia > 10 tahun kurang konsumsi
buah dan sayur (93,5%).6
Suatu penyumbatan total dari aliran darah pada sebagian otak akan
menyebabkan hilangnya fungsi neuron yang bersangkutan pada saat itu juga.
Bila anoksia ini berlanjut sampai 5 menit maka sel tersebut dengan sel
penyangganya yaitu sel glia akan mengalami kerusakan ireversibel sampai
nekrosis beberapa jam kemudian yang diikuti perubahan permeabilitas
vaskular disekitarnya dan masuknya cairan serta sel-sel radang.11
Di sekitar daerah iskemik timbul edema glia, akibat berlebihnya H+
dari asidosis laktat. K+ dari neuron yang rusak diserap oleh sel glia disertai
rentensi air yang timbul dalam empat hari pertama sesudah stroke. Edem ini
menyebabkan daerah sekitar nekrosis mengalami gangguan perfusi dan
timbul iskemi ringan tetapi jaringan otak masih hidup. Daerah ini adalah
iskemik penumbra. Bila terjadi stroke, maka di suatu daerah tertentu dari otak
akan terjadi kerusakan (baik karena infark maupun perdarahan). Neuron-
neuron di daerah tersebut tentu akan mati, dan neuron yang rusak ini akan
mengeluarkan glutamat, yang selanjutnya akan membanjiri sel-sel
disekitarnya. Glutamat ini akan menempel pada membran sel neuron di
sekitar daerah primer yang terserang. Glutamat akan merusak membran sel
neuron dan membuka kanal kalsium (calcium channels). Kemudian terjadilah
influks kalsium yang mengakibatkan kematian sel. Sebelumnya, sel yang mati
ini akan mengeluarkan glutamat, yang selanjutnya akan membanjiri lagi
19

neuron-neuron disekitarnya. Neuron-neuron yang rusak juga akan


melepaskan radikal bebas, yaitu charged oxygen molecules (seperti nitric
acida atau NO), yang akan merombak molekul lemak didalam membran sel,
sehingga membran sel akan bocor dan terjadilah influks kalsium. Stroke
iskemik menyebabkan berkurangnya aliran darah ke otak yang menyebabkan
kematian sel.10,11

Gambar 2.1 Patomekanisme stroke non-hemoragik3,4


20

Dari hasil anamnesa dan pemeriksaan baik fisik maupun


penunjang dapat dilakukan perhitungan menggunakan sistem skoring
siriraj untuk menentukan jenis stroke yang terjadi. Jika hasilnya 0 maka
pemeriksa harus melihat hasil CT scan, jika hasilnya <-1 dapat
dinyatakan stroke non hemoragik/ischemik, sedangkan jika hasil yang
didapat ≥ 1 dapat dinyatakan stroke hemoragik. Berdasarkan skoring ini
didapatkan hasil <-1 yang merujuk pada stroke non hemoragik.9,10
Perhitungan menurut penilaian kategori stroke dengan menggunakan
algoritma gajah mada. Penilaian hasil perhitungan algoritma gajah mada
kemudian disesuaikan dengan kriteria yang ada untuk menentukan jenis
stroke. Perhitungan algoritma gajah mada yang dinilai adalah
ada/tidaknya penurunan kesadaran, ada/tidaknya nyeri kepala, dan
terdapat/tidaknya refleks babinsky. Hasil dari perhitungan algoritma
gajah mada dinyatakan stroke hemoragik jika didapatkan ketiganya
(+)/2 dari 3 kriteria (+), jika didapatkan penurunan kesadaran (+), jika
terdapatkan nyeri kepala (+). Dinyatakan stroke non hemoragik jika
didapatkan refleks babinsky saja yang postif (+) atau ketiga kriteria
tidak ditemukan atau negatif (-). Pada kasus ini terdapat penurunan
kesadaran, nyeri kepala dan pada pemeriksaan reflek babinsky tidak
dilakukan, Algoritma stroke Gadjah Mada memiliki nilai akurasi dan
spesifisitas lebih tinggi dibandingkan skor stroke Siriraj, namun
sensitivitasnya lebih rendah.11 Selain itu terdapat juga skor Hassanudin
yang dapat digunakan untuk diagnosis stroke sebelum atau tanpa
dilakukan CT-Scan pada pasien ini didapatkan hasil <15 yang merujuk
pada stroke non hemoragik.
21

Gambar 2.1 Algoritma Gadjah Mada.12


22

(2,5 x tingkat kesadaran) + (2 x muntah) + (2 x nyeri


kepala) + (0,1 x tekanan diastolik) – (3 x atheroma)

Gambar 2.2 Skor siriraj.12

Gambar 2.3 Skor Hassanudin.12


23

Tanda dan gejala yang harus dicurigai jika mengalami serangan


mendadak salah satu dari berikut ini: hilangnya fungsi sensorik dan /
atau motorik di satu sisi tubuh (hampir 85% dari iskemik pasien stroke
memiliki hemiparesis); perubahan dalam penglihatan, gaya berjalan,
atau kemampuan untuk berbicara atau memahami; atau jika mereka
mengalami sakit kepala parah yang tiba-tiba.13 Biasanya, gejala baru
pada stroke iskemik berkembang dalam hitungan detik hingga menit,
atau mungkin muncul saat bangun dari tidur. Sakit kepala dilaporkan
terjadi pada sekitar 25% pasien dengan stroke iskemik tetapi lebih
sering terjadi pada pasien dengan perdarahan intraserebral atau
subaraknoid. Mual dan muntah terjadi, terutama dengan stroke iskemik
yang melibatkan batang otak dan otak kecil. 2 Stroke iskemik akut (AIS)
dapat mempengaruhi sirkulasi anterior, sirkulasi posterior, atau
keduanya. Arteri karotis interna memasok darah beroksigen ke sirkulasi
anterior otak (yaitu, middle cerebral arteries [MCA] dan anterior
cerebral arteries), dan sirkulasi posterior disuplai oleh arteri vertebralis
yang bergabung ke dalam arteri basilar, yang disalurkan ke arteri
basilar, arteri komunikasi serebral posterior. Stroke sirkulasi anterior
yang melibatkan arteri karotis interna dan MCA lebih sering terjadi
daripada infark posterior.14 Wilayah vaskular dan volume jaringan otak
yang iskemik menentukan jenis dan tingkat keparahan defisit (Gambar
2.4).15
24

Pada pasien terjadi hemiparese, yang mekanismenya tersering


akibat oklusi arteri serebral media menyebabkan kelemahan dan
kelenturan otot kontralateral serta defisit sensorik (hemianesthesia) oleh
kerusakan gyrus lateral precentral dan postcentral. Konsekuensi lebih
lanjut adalah deviasi mata (“konjugé deviasi” karena kerusakan area
motorik visual), hemianopsia (radiasi optik), gangguan bicara motorik
dan sensorik (area bicara Broca dan Wernicke pada belahan dominan),
kelainan persepsi spasial, apraxia, dan hemineglect (lobus parietal). 15
Oklusi pada bifurkasio atau trifurkasio arteri serebral tengah
menggabungkan fitur stroke divisi superior dan inferior, termasuk
hemiparesis kontralateral dan defisit hemisensori yang melibatkan
wajah dan lengan lebih dari kaki.3 (Gambar 2.5)
Penyumbatan arteri serebri anterior menyebabkan hemiparesis
dan deficit sensorik kontralateral (akibat kehilangan girus presentralis
dan postsentralis bagian medial), kesulitan berbicara (akibat kerusakan
area motorik tambahan) serta apraksia pada lengan kiri jika korpus
kalosum anterior dan hubungan dari hemisfer dominan ke korteks
motorik kanan terganggu. Penyumbatan bilateral pada arteri serebri
anterior menyebabkan apatis karena kerusakan dari sitem limbik. 15
Stroke arteri serebral anterior menghasilkan kelumpuhan kontralateral
dan kehilangan sensorik secara eksklusif atau terutama mempengaruhi
kaki.3 Oklusi arteri serebral posterior menyebabkan hemianopsia
kontralateral parsial (korteks visual primer) dan kebutaan pada oklusi
bilateral. Selain itu, akan terjadi kehilangan memori (lobus temporal
yang lebih rendah). Oklusi total arteri basilar menyebabkan kelumpuhan
semua anggota tubuh (tetraplegia) dan otot-otot mata serta koma.15,16
25

Gambar 2.4. Gejala stroke berdasarkan lokasi iskemik.16

Pada hasil CT scan pasien ditemukan adanya herniasi subfalcine.


Herniasi terjadi ketika jaringan otak dipindahkan melintasi struktur di
dalam tengkorak. Herniasi otak terjadi ketika perbedaan tekanan dibuat
di kedua sisi struktur intrakranial tetap; hasil perbedaan tekanan dari
peningkatan volume otak seperti yang terlihat pada tumor, perdarahan
lokal, perubahan volume CSF, atau peningkatan volume darah.
Mekanisme kompensasi atau autoregulasi (pergeseran CSF, dan
pergeseran volume darah) memungkinkan pemeliharaan tekanan
intrakranial (TIK) secara konstan. Ketika lesi intrakranial melebihi
kapasitas mekanisme kompensasi asli, tekanan meningkat, dan herniasi
terjadi. Kemungkinan herniasi terjadi ketika tekanan intrakranial
melebihi 28 cm H2O selama lebih dari 5 menit.17
26

Herniasi subfalcine adalah bentuk paling umum dari herniasi otak


dan terjadi ketika jaringan otak tergeser di bawah falx cerebri. Falx
serebri adalah dura mater berbentuk sabit yang membentang sepanjang
hemisfer serebri dan memanjang ke bawah ke dalam fisura longitudinal,
memisahkan hemisfer serebri dan meninggalkan tepi bebas di inferior.
Pada herniasi subfalcine, herniasi cingulate gyrus, dan jika terjadi
perkembangan, lebih banyak area lobus frontal yang terlibat. 16 Herniasi
subfalcine mungkin awalnya tidak menyebabkan gejala klinis yang
parah. Presentasi awal bisa sama jinaknya dengan sakit kepala. Adalah
umum untuk mengalami sakit kepala, mual, dan muntah, atau perubahan
status mental. Ketika pasien mengalami herniasi subfalcine, cingulate
gyrus dipaksa di bawah falx cerebri dan dapat menekan arteri serebral
anterior ipsilateral yang mengakibatkan kelemahan kaki kontralateral.
Jika herniasi mengenai hemisfer dominan dan melibatkan fasikulus
arkuata kontralateral, pasien datang dengan afasia konduksi, afasia
reseptif/sensorik, atau afasia ekspresif/motorik.17
Jika lesi primer menjadi cukup besar, herniasi uncal atau sentral
dapat terjadi. Saat lesi tumbuh dan herniasi menjadi menonjol, pasien
dapat mengalami anisocoria, penurunan tingkat kesadaran, perubahan
pola pernapasan, perubahan tonus otot, dan postur. Hipertensi,
bradikardia, dan penurunan pernapasan yang tidak teratur terdiri dari
trias Cushing klasik yang mungkin ada menunjukkan herniasi otak yang
akan segera terjadi. Sementara herniasi subfalcine dapat terjadi secara
kebetulan dengan sindrom herniasi serebral lainnya, herniasi subfalcine
bukanlah penyebab dari sindrom herniasi lainnya. Cedera primer harus
diidentifikasi dan diobati.17
Berdasarkan hasil anamnesis, pemeriksaan baik fisik serta hasil
perhitungan skor dapat ditegakkan diagnosa sebagai berikut: diagnosis
klinis yaitu hemiparesis sinistra. Diagnosis topik yaitu hemisfer cerebri
dextra dan diagnosis etiologik yaitu stroke infark emboli. Terapi umum
yang dapat diberikan adalah head up position, pemberian oksigen,
27

manejeman gula darah, dan menjaga asupan cairan serta nutrisi.


Sedangkan terapi khususnya adalah pemberian antiplatelet atau
trombolitik rt-PA (recombinant tissue Plasminogen Activator) onset < 6
jam, dan bisa diberikan obat neuroprotektor. Pasien ini mendapatkan
terapi sitikoline sebagai obat neuroprotektor. Sitikoline berfungsi
mencegah kerusakan otak (neuroproteksi) dan membantu pembentukan
membran sel di otak (neurorepair). Pemberian sitikoline berguna
sebagai neuroproteksi pada iskemik karena sifatnya sebagai bahan
pengadaan kardiolipin dan sfingomielin, sumber fosfatidilkholin serta
stimulasi sintesis glutation sebagai antioksidan endogen dan menjamin
keseimbangan aktivitas neurotransmisi Na+K+-ATPase antar sel di
sistem saraf pusat (SSP).4 Pemberian ceftriaxone yang merupakan
antibiotik golongan cephalosporin generasi ke 3 bertujuan untuk
mencegah terjadinya infeksi sekunder. Pemberian aspilet yang
merupakan obat anti agregasi platelet sehingga pembentukan thrombus
terhambat (terutama sering pada sistem arteri) dan oklusi di arteri
terbuka.4 Pemberian omeprazole pada pasien ini adalah sebagai
gastroprotektor dan pemberian manitol 10% bertujuan untuk mengatasi
edema otak yang mengakibatkan midline shift pada pasien stroke ini.
Pemberian metformin dan glimepiride untuk mengatasi diabetes
mellitus tipe 2 pada pasien yang tidak terkontrol.

DAFTAR PUSTAKA

1. Mutiarasari D. Ischemic Stroke: Symptoms, Risk Factors, and Prevention.

Med Tadulako, J Ilm Kedokt. 2019;1(2):36–44.

2. Brust JCM. CURRENT Diagnosis & Treatment Neurology. 3rd Editio.


28

New York: McGraw-Hill Education; 2019. 144–155 p.

3. Simon RP, Amunoff MJ, Greenberg DA. Clinical Neurology. 10th Editi.

New York: McGraw-Hill Education; 2018. 369–393 p.

4. Taufiqurohman, Sari MI. Manfaat Pemberian Sitikoline Pada Pasien Stroke

Non Hemoragik (SNH). J Medula Unila. 2016;6(1):165–71.

5. Hsieh F, Lien L, Chen S, Bai C. Get With The Guidelines-Stroke

Performance Indicators : Surveillance of Stroke Care in the Taiwan Stroke

Registry Get With The Guidelines-Stroke in Taiwan. 2010;

6. Jastal, Udin Y, Veridiana N, Al E. Riset kesehatan dasar dalam angka

Provinsi Sulawesi Tengah 2013. Sulawesi Tengah: Badan Penelitian Dan

Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan RI, Sulawesi Tengah.;

2013.

7. Jood K, Ladenvall C, Rosengren A. Family History in Ischemic Stroke

Before 70 Years of Age The Sahlgrenska Academy Study on Ischemic

Stroke. 2005;1383–8.

8. Western D of HS of. Model of stroke care 2012. Australia: Perth: Health

Network Branch.; 2012.

9. Khairunnisa N, Fitriyani. Hemiparese Sinistra, Parese Nervus VII, IX, X,

XII e.c. Medula. 2014;2(3):101–10.

10. Widiastuti P, Nuartha AABN. Sistem Skoring Diagnostik untuk Stroke:

Skor Siriraj. Cdk-233 [Internet]. 2015;42(10):776–8. Available from:

http://dx.doi.org/10.1016/S0140-6736

11. Fakhruddin H, Nurmalia L. Perbandingan Uji Diagnostik Siriraj Stroke


29

Score dan Algoritma Stroke Gadjah Mada Sebagai Prediktor Jenis Stroke di

RS Sentra Medika Bekasi. J Kedokt Unila. 2019;3(2):251–7.

12. Woodruff TM, Thundyil J, Tang S-C, Sobey CG, Taylor SM, Arumugam

TV. Pathophysiology, treatment, and animal and cellular models of human

ischemic stroke. Molecular Neurodegeneration [Internet]. 2018;6(1):11.

Available from: http://dx.doi.org/10.1186/1750-1326-6-11 Januari 2018

13. Nasution L. STROKE NON HEMORAGIK PADA LAKI-LAKI USIA 65

TAHUN. Medula. 2013;1(3):1–9.

14. Hauser SL, Josephson SA. HARRISON`S NEUROLOGY IN CLINICAL

MEDICINE. 3rd Editio. New York: McGraw-HILL Education; 2013. 423–

432 p.

15. Nakajima S, Chester KW. Acute Ischemic Stroke. PSAP Crit Urgent Care.

2020;1(1):1–26.

16. Silbernagl S, Lang F. Color atlas of Pathophysiology. Resmisari T, editor.

New York: Thieme; 2014. 350–351 p.

17. Koestecki K, Jesus O, Anthony L. Subfalcine Herniation. StartPerals

NCBI;2021.

Anda mungkin juga menyukai