STATUS PASIEN
I. Identitas Pasien
1
III. Aspek Psikologis di Keluarga
Hubungan pasien dengan keluarganya baik
2
Riwayat Penyakit Sekarang:
Pasien datang dengan keluhan sering lupa sejak ± 6 bulan yang lalu. Awalnya
keluarga pasien mengatakan bahwa pasien mulai lupa terhadap orang-orang yang
dikenalnya, pasien lupa dengan nama orang tersebut. Pasien juga sering berjalan
kaki keluar rumah, namun pasien lupa jalan pulang sehingga pasien selalu
diantarkan orang lain untuk pulang ke rumah. Keluarga mengatakan, belakangan
ini pasien mudah tersinggung dan sering marah-marah.
3
Paru : vesikuler (+) N, ronkhi (-/-), wheezing (-/-)
Jantung : bunyi jantung I/II reguler, murmur (-), gallop (-)
Abdomen : datar, massa (-), BU (+) normal
Ekstremitas
Atas : akral hangat, edema (-)
Bawah : akral hangat, edema (-)
3. Riwayat pekerjaan: pasien pernah bekerja sebagai buruh tani tapi sudah
tidak bekerja lagi sejak kira-kira 15 tahun yang lalu
6. Riwayat penyakit fisik yang pernah diderita yang mungkin terkait dengan
gangguan kejiwaan: (-)
1) Penampilan:
4
- Sikap tubuh : gelisah
2) Pembicaraan
- Afek : tumpul
- Mood : apatis
4) Pikiran
5) Persepsi
6) Sensorium
- Alertness : disorientasi
- Orientasi : terganggu
5
- Pikiran abstrak : terganggu
C. Pemeriksaan neurologi
D. Pemeriksaan MMSE
a. Orientasi
b. Pencatatan
6
Pertanyaan Jawaban Skor
Eja secara terbalik Wah....... 0
kata “WAHYU”
d. Mengingat kembali
e. Bahasa
7
melipatnya
menjadi dua
Letakkan kertas tersebut di Pasien 1
lantai meletakkan
kertas di
lantai
f. Visiokonstruksi
8
Skor: 11
Interpretasi : definite gangguan kognitif
Keterangan
24-30 : normal
17-23 : probable gangguan kognitif
0-16 : definite gangguan kognitif
5) Aksis 5 : GAF Scale saat ini adalah 60-51 Gejala sedang (moderate) dan
dissabilitas sedang.
X. Diagnosis Banding
- Demensia vaskuler (ICD X F01.50)
- Delirium (ICD X F05)
- Depresi (ICD X F32.3)
- Gangguan Buatan (ICD X F68.1)
XI. Manajemen
a. Promotif
- Menjelaskan kepada keluarga pasien tentang penyakit demensia.
- Memberikan informasi kepada keluarga pasien cara pengobatannya.
- Menjelaskan kepada keluarga pasien peranan anggota keluarga sangat besar
untuk kesembuahan pasien.
9
b. Preventif
- Mencegah pasien berpergian sendirian karena dapat membahayakan pasien
- Hindari pasien dari benda-benda tajam dan temapt yang licin atau berbahaya
c. Kuratif
Non Farmakologi
- Modifikasi faktor resiko yaitu kontrol penyakit fisik, lakukan aktifitas fisik
sederhana seperti senam otak, stimulasi kognitif dengan permintaan, kuis,
mengisi teka-teki silang, bermain catur.
- Modifikasi lingkungan sekitar agar lebih nyaman dan aman bagi pasien.
- Rencanakan aktivitas hidup sehari-hari (mandi, makan, dan lain-lain)
untuk mengoptimalkan aktivitas independen, meningkatkan fungsi,
membantu adaptasi dan mengembangkan keterampilan, serta
meminimalisasi kebutuhan akan bantuan.
- Ajarkan kepada keluarga agar dapat membantu mengenal barang milik
pribadinya, mengenal waktu dengan menggunakan jam besar, kalender
harian, dapat menyebutkan namanya dan anggota keluarga terdekat,
mengenal lingkungan sekitar, beri pujian jika dapat menjawab dengan
benar, bicara dengan kalimat sederhana dan jelas (satu atau dua tahap
saja), bila perlu gunakan isyarat atau sentuhan lembut.
Farmakologi
- Haloperidol tab 1 x 0.5 mg
- Rujuk ke Rumah sakit jiwa/ke dokter spesialis saraf untuk dilakukan
pemeriksaan lanjutan dan pengobatan.
Pengobatan tradisional
Teripang emas
d. Rehabilitatif
Pasien disarankan untuk kontrol ulang ke rumah sakit bila keluhan timbul
kembali, tidak berkurang atau memberat.
10
RESEP
Tanggal: 10/05/2018
Tanggal: 10/05/2018
11
Tanggal: : 10/05/2018
12
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. DEFINISI
Definisi lain yaitu menurut Perdossi, demensia adalah kumpulan gejala kronik
yang disebabkan oleh berbagai latar belakang penyakit dan ditandai oleh
hilangnya daya ingat jangka pendek (recent memory) dan gangguan global fungsi
mental termasuk fungsi bahasa, mundurnya kemampuan berpikir abstrak,
kesulitan merawat diri sendiri, perubahan perilaku, emosi labil dan hilangnya
pengenalan waktu dan tempat, tanpa adanya gangguan tingkat kesadaran atau
situasi stress, sehingga menimbulkan gangguan pekerjaan, aktivitas harian dan
sosial.4
B. EPIDEMIOLOGI
C. KLASIFIKASI
13
lainnya; penyakit Creutzfeldt-Jakob; tumor otak; trauma otak; infeksi otak
dan meningeal; dan sejenisnya.
c. Penyakit dengan demensia sebagai satu-satunya tanda atau tanda yang
mencolok: Penyakit Alzheimer dan penyakit Pick
Demensia dari segi anatomi dibedakan antara demensia kortikal dan demensia
subkortikal. Dari etiologi dan perjalanan penyakit dibedakan antara demensia
yang reversibel dan irreversibel (tabel).
14
Tabel 2. Beberapa penyebab demensia pada dewasa yang irreversibel9
Primer degenerative
- Penyakit Alzheimer
- Penyakit Pick
- Penyakit Huntington
- Penyakit Parkinson
- Degenerasi olivopontocerebellar
- Progressive Supranuclear Palsy
- Degenerasi cortical-basal ganglionic
Infeksi
- Penyakit Creutzfeldt-Jakob
- Sub-acute sclerosing panencephalitis
- Progressive multifocal leukoencephalopathy
Metabolik
- Metachromatic leukodyntrophy
- Penyakit Kuf
- Gangliosidoses
15
Gangguan collagen- systemic lupus erythematosus, temporal arteritis,
vascular sarcoidosis, syndrome Behcet.
Intoksikasi eksogen alcohol, carbon monoxide, organophosphates,
toluene, trichloroethylene, carbon disulfide, timbal,
mercury, arsenic, thallium, manganese,
nitrobenzene, anilines, bromide, hydrocarbons.
D. ETIOLOGI
1. Demensia Alzheimer11,12,13
Adalah gangguan degeneratif yang menyerang sel-sel otak atau neuron secara
progresif yang mengakibatkan hilangnya memori, kemampuan berpikir dan
berbahasa, serta perubahan perilaku. Penyakit Alzheimer merupakan penyakit
neurodegeneratif yang secara epidemiologi terbagi 2 kelompok yaitu kelompok
yang menderita pada usia kurang 65 tahun disebut sebagai early onset sedangkan
kelompok yang menderita pada usia lebih dari 65 tahun disebut sebagai late onset.
Faktor resiko penyakit Alzheimer sampai saat ini masih belum pasti, tetapi
beberapa faktor yang diperkirakan menjadi penyebab Alzheimer adalah :
a. Usia
Bertambahnya usia memang menjadi salah satu faktor resiko penyakit
Alzheimer, namun begitu penyakit ini dapat diderita oleh semua orang pada
semua usia. 96% diderita pada yang berusia 40 tahun keatas.
b. Genetik
Individu yang memiliki hubungan keluarga yang dekat dengan penderita
beresiko dua kali lipat untuk terkena Alzheimer.
c. Jenis kelamin
Berdasarkan jenis kelamin, maka prevalensi wanita yang menderita
Alzheimer lebih banyak tiga kali lipat dibandingkan pria.
d. Pendidikan
16
Seseorang yang memiliki tingkat pendidikan tinggi memiliki faktor pelindung
dari resiko menderita Alzheimer, tetapi hanya untuk menunda onset manifestasi
klinis.
17
Lesi khas yang kedua yaitu plak senilis, terdiri dari beta amiloid (A-beta) yang
terbentuk dalam cairan jaringan di sekeliling neuron bukan dalam sel neuronal. A-
beta adalah fragmen protein prekursor amiloid (APP) yang pada keadaan normal
melekat pada membran neuron yang berperan dalam pertumbuhan dan pertahanan
neuron. APP terbagi menjadi fragmen-fragmen oleh enzim protease yang salah
satu fragmennya adalah A-beta, suatu fragmen yang lengket dan berkembang
menjadi gumpalan yang bisa larut. Pada alzheimer, gumpalan tersebut akhirnya
tercampur dengan bagian dari neuron dan sel-sel glia (khususnya mikroglia dan
astrosit). Setelah beberapa waktu, campuran tersebut membeku menjadi fibril-
fibril yang membentuk plak yang matang, padat, tidak dapat larut, dan diyakini
beracun bagi neuron yang utuh. Selain itu, A-beta mengganggu hubungan
interselular dan menurunkan respons pembuluh darah sehingga menyebabkan
makin rentannya neuron-neuron terhadap stressor (missal iskemia). Kemungkinan
lain adalah bahwa A-beta menghasilkan radikal bebas sehingga mengganggu
hubungan intraseluler dan menurunkan respon pembuluh darah sehingga
mengakibatkan rentannya neuron terhadap stressor.13
Perubahan biokimia dalam sistem saraf pusat adalah temuan mikroskopis khas
lain yang ditemukan pada alzheimer. Diketahui bahwa korteks otak manusia
terdiri dari sejumlah besar akson kolinergik yang melepaskan asetilkolin yang
mana merupakan kunci neurotransmitter dalam fungsi kognitif yang kemudian
pada penderita alzheimer ini terjadi penurunan pada neurotransmitter ini
berhubung akson kolinergiknya mengalami kerusakan. Oleh karena itu salah satu
obat-obatan yang bekerja berupa inhibitor kolinesterase yang bekerja menghambat
enzim tersebut agar tidak mendegradasi asetilkolin sehingga tidak memperparah
kondisi. 13
2. Demensia Vaskular12,13
18
komplit, dan perdarahan juga dapat menyebabkan timbulnya kelainan kognitif.
Sindrom demensia yang terjadi pada demensia vaskular merupakan konsekuensi
dari lesi hipoksia, iskemia, atau adanya perdarahan di otak. Tingkat prevalensi
demensia adalah 9 kali lebih tinggi pada pasien yang telah mengalami stroke. Satu
tahun setelah stroke, 25% pasien masuk dengan onset baru dari demensia.
Prevalensi demensia vaskular akan semakin meningkat seiring dengan
meningkatnya usia seseorang, dan lebih sering dijumpai pada laki-laki. Sebuah
penelitian di Swedia menunjukkan resiko terjadinya demensia vaskular pada laki-
laki (khususnya pada mereka dengan hipertensi yang telah ada sebelumnya atau
faktor risiko kardiovaskular lainnya) sebesar 34,5% dan perempuan sebesar
19,4%.
Gangguan terutama mengenai pembuluh darah serebral berukuran kecil dan
sedang, yang mengalami infark menghasilkan lesi parenkim multipel yang
menyebar pada daerah otak yang luas. Penyebab infark mungkin termasuk oklusi
pembuluh darah oleh plak arteriosklerotik atau tromboemboli dari tempat asal
yang jauh sebagai contohnya katup jantung.
3. Penyakit Pick14
Penyakit Pick disebabkan penurunan fungsi mental dan perilaku yang terjadi
secara progresif dan lambat. Kelainan terdapat pada kortikal fokal pada lobus
frontalis. Penyakit ini juga sulit dibedakan dengan Alzheimer hanya bisa dengan
otopsi, dimana otak menunjukkan inklusi intraneunoral yang disebut “badan Pick”
yang dibedakan dari serabut neurofibrilaris pada Alzheimer. Diagnostik penyakit
demensia penyakit Pick:
Adanya gejala demensia yang progresif.
Gambaran neuropatologis berupa atrofi selektif dari lobus frontalis yang
menonjol disertai euforia, emosi tumpul, dan perilaku sosial yang kasar,
disinhibisi, apatis, gelisah.
Manifestasi gangguan perilaku pada umumnya mendahului gangguan daya
ingat.
4. Penyakit Creutzfeldt-Jakob14,15
19
Suatu kelainan otak yang ditandai dengan penurunan fungsi mental yang cepat,
disertai kelainan pergerakan, terutama menyerang usia dewasa diatas 50 tahun.
Penyakit yang mirip terjadi pada domba dan sapi, jadi penularan bisa terjadi
karena memakan jaringan hewan yang terinfeksi. Terjadi kerusakan jaringan otak
oleh suatu organisme yang menyerupai virus (protein yang bisa ditularkan, yang
disebut prion). Gejalanya ditandai dengan kemunduran mental yang cepat,
biasanya dalam beberapa bulan. Meliputi perubahan kepribadian, depresi,
kecemasan, demensia, penuruanan kemampuan intelektual, kesulitan berbicara
dan menelan, serta gerakan tersentak-sentak yang tiba-tiba.
5. Penyakit Parkinson15
Suatu penyakit yang diturunkan, dimana sentakan atau kejang dan hilangnya
sel-sel otak secara bertahap mulai timbul pada usia pertengahan dan berkembang
menjadi korea, atetosis serta kemunduran mental. Disebabkan oleh adanya
degenerasi bagian otak pada ganglia basalis dan kortex serebral. Gejala muncul
pada usia 35-40 tahun berupa demensia progresif, hipertonisitas mascular, gerakan
koreiform yang aneh.
7. Human Immunodeficiency Virus (HIV)15
Adalah suatu infeksi oleh salah satu dari 2 jenis virus (retrovirus), yaitu HIV-1
atau HIV-2, yang secara progresif merusak sel-sel darah putih yang disebut
limfosit CD4+, dan menyebabkan AIDS )Acquired Immunodeficiency Syndrome)
dan penyakit lainnya sebagai akibat dari gangguan kekebalan tubuh. Gejala pada
otak biasanya berupa hilangnya memori, kesulitan berpikir dan berkonsentrasi,
demensia, lemas, tremor atau kesulitan berjalan.
E. GAMBARAN KLINIK(11,16)
20
Gambaran utama demensia adalah munculnya defisit kognitif multipleks,
termasuk gangguan memori, setidak-tidaknya satu di antara gangguan gangguan
kognitif berikut ini: afasia, apraksia, agnosia, atau gangguan dalam hal fungsi
eksekutif. Defisit kognitif harus sedemikian rupa sehingga mengganggu fungsi
sosial atau okupasional (pergi ke sekolah, bekerja, berbelanja, berpakaian, mandi,
mengurus uang, dan kehidupan sehari-hari lainnya) serta harus menggambarkan
menurunnya fungsi luhur sebelumnya.
a. Gangguan memori
Dalam bentuk ketidakmampuannya untuk belajar tentang hal-hal baru, atau
lupa akan hal-hal yang baru saja dikenal, dikerjakan atau dipelajari. Sebagian
penderita demensia mengalami kedua jenis gangguan memori tadi. Penderita
seringkali kehilangan dompet dan kunci, lupa bahwa sedang meninggalkan bahan
masakan di kompor yang menyala, dan merasa asing terhadap tetangganya. Pada
demensia tahap lanjut, gangguan memori menjadi sedemikian berat sehingga
penderita lupa akan pekerjaan, sekolah, tanggal lahir, anggota keluarga, dan
bahkan terhadap namanya sendiri.
b. Gangguan orientasi
Karena daya ingat adalah penting untuk orientasi terhadap orang, tempat, dan
waktu. Orientasi dapat terganggu secara progresif selama perjalanan penyakit
demensia. Sebagai contohnya, pasien dengan demensia mungkin lupa bagaimana
kembali ke ruangannya setelah pergi ke kamar mandi.
c. Gangguan bahasa
Penderita akan terlihat sulit untuk mencari kata yang tepat dalam
mengungkapkan isi pikirannya. Semakin parah penyakitnya, maka ucapan dan
atau tulisan penderita jadi sulit untuk dimengerti karena penderita menggunakan
kalimat dengan substitusi kata-kata yang tidak biasa digunakan. Contohnya: jika
penderita sulit menemukan sikat giginya, maka ia akan bertanya "sesuatu untuk
mulut saya".
d. Apraksia
Penderita sulit mengerjakan tugas yang familiar. Penderita sering mengalami
kesulitan dalam menyelesaikan tugas sehari-hari yang sangat mereka ketahui,
21
contohnya mereka tidak mengetahui langkah-langkah untuk menyiapkan
makanan, berpakaian, atau menggunakan perabot rumah tangga.
e. Agnosia
Ketidakmampuan untuk mengenali atau mengidentifikasi benda maupun fungsi
sensoriknya utuh. Sebagai contoh, penderita tak dapat mengenali kursi, pena,
meskipun visusnya baik. Akhirnya, penderita tak mengenal lagi anggota
keluarganya dan bahkan dirinya sendiri yang tampak pada cermin. Demikian pula,
walaupun sensasi taktilnya utuh, penderita tak mampu mengenali benda yang
diletakkan di tangannya atau yang disentuhnya misalnya kunci atau uang logam.
f. Gangguan fungsi eksekutif
Hal ini disebabkan karena frontal lobe penderita mengalami gangguan, ditandai
dengan: sulit menyelesaikan masalah, reasoning, pembuatan keputusan dan
penilaian. Misalnya penderita mengenakan baju tanpa mempertimbangkan cuaca,
memakai beberapa kaos di hari yang panas/ memakai pakaian yang sangat minim
ketika cuaca dingin.
g. Perubahan Kepribadian
Perubahan kepribadian pasien demensia merupakan gambaran yang paling
mengganggu bagi keluarga pasien yang terkena. Pasien dengan demensia juga
mungkin menjadi introvert dan tampaknya kurang memperhatikan tentang efek
perilaku mereka terhadap orang lain. Pasien demensia yang mempunyai waham
paranoid biasanya bersikap curiga atau bermusuhan terhadap anggota keluarga
dan pengasuhnya. Pasien dengan gangguan frontal dan temporal kemungkinan
mengalami perubahan kepribadian yang jelas dan mungkin mudah marah dan
meledak-ledak. Selain itu penderita juga sering mengalami delusi paranoid dan
terkadang juga mengalami halusinasi (dengar, visual, dan haptic). Sedangkan
untuk gangguan perilaku, meliputi agitasi (aktivitas verbal maupun motorik yang
berlebihan dan tidak selaras), wandering (mondar-mandir, mencari-cari/
membututi caregiver ke mana pun mereka pergi, berjalan mengelilingi rumah,
keluyuran), dan gangguan tidur (berupa disinhibisi, yaitu perilaku yang melanggar
norma-norma sosial, yang disebabkan oleh hilangnya fungsi pengendalian diri
individu).
F. DIAGNOSIS(4,17,18)
22
Diagnosis demensia ditegakkan berdasarkan anamnesa, pemeriksaan fisik dan
neuropsikologis.
a. Anamnesis
Wawancara sebaiknya dilakukan pada penderita dan mereka yang sehari-hari
berhubungan langsung dengan penderita (pengasuh). Hal yang penting
diperhatikan adalah riwayat penurunan fungsi terutama kognitif dibandingkan
dengan sebelumnya, mendadak/progresif lambat dan adanya perubahan perilaku
dan kepribadian.
Riwayat kesehatan/medis umum
Ditanyakan faktor resiko demensia, riwayat infeksi kronis (misalnya HIV
dab sifilis), gangguan endokrin (hiper/ hipotiroid), diabetes mellitus,
neoplasma, penyakit jantung, penyakit kolagen, hipertensi, hiperlipidemia,
dan aterosklerosis.
Riwayat neurologis
Untuk mencari etiologi demensia seperti riwayat gangguan
serebrovaskuler, trauma kapitis, infeki SSP, epilepsy, tumor serebri, dan
hidrosefalus.
Riwayat gangguan kognitif
Riwayat gangguan memori sesaat, jangka pendek dan jangka panjang:
gangguan orientasi ruang, waktu dan tempat; gangguan berbahasa/
komunikasi (meliputi kelancaran, menyebut nama benda, maupun gangguan
komprehensi); gangguan fungsi eksekutif (meliputi pengorganisasian,
perencanaan, dan pelaksanaan suatu aktivitas), gangguan praksis dan
visuospasial. Selain itu perlu ditanyakan mengenai aktivitas harian, di
antaranya melakukan pekerjaan, mengatur keuangan, mepersiapkan
keperluan harian, melaksanakan hobi, dan mengikuti aktivitas sosial.
Riwayat Gangguan Perilaku dan Kepribadian
Gejala psikiatri dan perubahan perilaku sering dijumpai pada penderita
demensia. Hal ini perlu dibedakan dengan gangguan psikiatri murni,
misalnya depresi, skizofrenia, terutama tipe paranoid. Pada penderita
demensia dapat ditemukan gejala neuropsikologis berupa waham, halusinasi,
miss-identifikasi, depresi, apatis, dan cemas. Gejala perilaku dapat berupa
23
bepergian tanpa tujuan (wandering), agitasi, agresivitas fisik maupun verbal,
restlessness, dan disinhibisi.
Riwayat Intoksikasi
Adanya riwayat intoksikasi aluminium, air raksa, pestisida, insektisida,
dan lem; alkoholisme, dan merokok. Riwayat pengobatan terutama
pemakaian kronis obat antidepresan dan antidepresan dan narkotik perlu
diketahui pula.
Riwayat keluarga
Adakah keluarga yang mengalami demensia atau riwayat penyakit
serebrovaskular, gangguan psikiatri, depresi, penyakit Parkinson, Sindrom
Down dan retardasi mental.
b. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik terdiri dari pemeriksaan umum, neurologis dan
neuropsikologis.
Pemeriksaan fisik umum
Terdiri dari pemeriksaan medis umum sebagaimana yang dilakukan dalam
praktek klinis.
Pemeriksaan neurologis
Adanya tekanan tinggi intra kranial, gangguan neurologis fokal, misalnya:
gangguan berjalan, gangguan motorik, sensorik, otonom, koordinasi, gangguan
penglihatan, pendengaran, keseimbangan, tonus otot, gerakan abnormal/ apraksia,
dan adanya refleks patologis dan primitif.
c. Pemeriksaan neuropsikologis
Meliputi evaluasi memori, orientasi, bahasa, kalkulasi, praksis, visuospasial,
dan visuoperseptual. Mini Mental State Examination (MMSE) dan Clock Drawing
Test (CDT) adalah pemeriksaan penapisan yang berguna untuk mengetahui adanya
disfungsi kognisi, menilai efektivitas pengobatan, dan untuk menentukan
progresivitas penyakit. Nilai normal MMSE adalah 24-30. Gejala awal demensia
perlu dipertimbangkan pada penderita dengan nilai MMSE kuurang dari 27,
24
terutama pada golongan berpendidikan tinggi. Selain itu pula dilakukan
pemeriksaan aktivitas harian dengan pemeriksaan Activity of Daily Living (ADL)
dan Instrumental Activity of Daily Living (IADL). Hasil pemeriksaan tersebut
dipengaruhi oleh tingkat pendidikan, social, dan budaya.
d. Pemeriksaan penunjang
25
EEG tidak menunjukkan kelainan yang spesifik. Pada stadium lanjut
dapat ditemukan adanya perlambatan umum dan kompleks periodik.
Pemeriksaaan Genetika
Pemeriksaan genetika belum merupakan pemeriksaan rutin, dalam
penelitian dilakukan untuk mencari maka APOE, protein Tau, dll.
G. PENATALAKSANAAN(17,18)
Terapi Psikososial
26
Kemerosotan status mental memiliki makna yang signifikan pada pasien
dengan demensia. Keinginan untuk melanjutkan hidup tergantung pada memori.
Memori jangka pendek hilang sebelum hilangnya memori jangka panjang pada
kebanyakan kasus demensia, dan banyak pasien biasanya mengalami distres
akibat memikirkan bagaimana mereka menggunakan lagi fungsi memorinya
disamping memikirkan penyakit yang sedang dialaminya. Identitas pasien
menjadi pudar seiring perjalanan penyakitnya, dan mereka hanya dapat sedikit dan
semakin sedikit menggunakan daya ingatnya. Reaksi emosional bervariasi mulai
dari depresi hingga kecemasan yang berat dan teror katastrofik yang berakar dari
kesadaran bahwa pemahaman akan dirinya (sense of self ) menghilang.
Pasien biasanya akan mendapatkan manfaat dari psikoterapi suportif dan
edukatif sehingga mereka dapat memahami perjalanan dan sifat alamiah dari
penyakit yang dideritanya. Mereka juga bisa mendapatkan dukungan dalam
kesedihannya dan penerimaan akan perburukan disabilitas serta perhatian akan
masalah-masalah harga dirinya. Banyak fungsi yang masih utuh dapat
dimaksimalkan dengan membantu pasien mengidentifikasi aktivitas yang masih
dapat dikerjakannya. Suatu pendekatan psikodinamik terhadap defek fungsi ego
dan keterbatasan fungsi kognitif juga dapat bermanfaat. Dokter dapat membantu
pasien untuk menemukan cara “berdamai” dengan defek fungsi ego, seperti
menyimpan kalender untuk pasien dengan masalah orientasi, membuat jadwal
untuk membantu menata struktur aktivitasnya, serta membuat catatan untuk
masalah-masalah daya ingat.
Intervensi psikodinamik dengan melibatkan keluarga pasien dapat sangat
membantu. Hal tersebut membantu pasien untuk melawan perasaan bersalah,
kesedihan, kemarahan, dan keputusasaan karena ia merasa perlahan-lahan dijauhi
oleh keluarganya.
Farmakoterapi
27
akan tetapi dokter juga harus mewaspadai efek idiosinkrasi obat yang mungkin
terjadi pada pasien usia lanjut (misalnya kegembiraan paradoksikal, kebingungan,
dan peningkatan efek sedasi). Secara umum, obat- obatan dengan aktivitas
antikolinergik yang tinggi sebaiknya dihindarkan.
Donezepil, rivastigmin, galantamin, dan takrin adalah penghambat
kolinesterase yang digunakan untuk mengobati gangguan kognitif ringan hingga
sedang pada penyakit Alzheimer. Obat-obat tersebut menurunkan inaktivasi dari
neurotransmitter asetilkolin sehingga meningkatkan potensi neurotransmitter
kolinergik yang pada gilirannya menimbulkan perbaikan memori. Obat-obatan
tersebut sangat bermanfaat untuk seseorang dengan kehilangan memori ringan
hingga sedang yang memiliki neuron kolinergik basal yang masih baik melalui
penguatan neurotransmisi kolinergik.
Donezepil ditoleransi dengan baik dan digunakan secara luas. Takrin jarang
digunakan karena potensial menimbulkan hepatotoksisitas. Sedikit data klinis
yang tersedia mengenai rivastigmin dan galantamin, yang sepertinya
menimbulkan efek gastrointestinal (GI) dan efek samping neuropsikiatrik yang
lebih tinggi daripada donezepil. Tidak satupun dari obat-obatan tersebut dapat
mencegah degenerasi neuron progresif. Menurut Witjaksana Roan terapi
farmakologi pada pasien demensia berupa :
Antipsikotika tipik: Haloperidol 0,25 - 0,5 atau 1 - 2 mg
Antipsikotika atipik:
Clozaril 1 x 12.5 - 25 mg
Risperidone 0,25 - 0,5 mg atau 0,75 - 1,75
Olanzapine 2,5 - 5,0 mg atau 5 - 10 mg
Quetiapine 100 - 200 mg atau 400 - 600 mg
Abilify 1 x 10 - 15 mg
Anxiolitika
Clobazam 1 x 10 mg
Lorazepam 0,5 - 1.0 mg atau 1,5 - 2 mg
Bromazepam 1,5 mg - 6 mg
Buspirone HCI 10 - 30 mg
Trazodone 25 - 10 mg atau 50 - 100 mg
28
Rivotril 2 mg (1 x 0,5mg - 2mg)
Antidepresiva
Amitriptyline 25 - 50 mg
Tofranil 25 - 30 mg
Asendin 1 x 25 - 3 x 100 mg (hati2, cukup keras)
SSRI spt Zoloft 1x 50 mg, Seroxat 1x20 mg, Luvox 1 x 50 -100 mg,
Citalopram 1
x 10 - 20 mg, Cipralex, Efexor-XR 1 x 75 mg, Cymbalta 1 x 60 mg.
Mirtazapine (Remeron) 7,5 mg - 30 mg (hati2)
Mood stabilizers
Carbamazepine 100 - 200 mg atau 400 - 600 mg
Divalproex 125 - 250 mg atau 500 - 750 mg
Topamate 1 x 50 mg
Tnileptal 1 x 300 mg - 3 x mg
Neurontin 1 x 100 - 3 x 300 mg bisa naik hingga 1800 mg
Lamictal 1 x 50 mg 2 x 50 mg
Priadel 2 - 3 x 400 mg
Obat anti-demensia pada kasus demensia stadium lanjut sebenarnya sudah tak
berguna lagi, namun bila diberikan dapat mengefektifkan obat terhadap BPSD
( Behavioural and Psychological Symptoms of Dementia ):
Nootropika:
Pyritinol (Encephabol) 1 x100 - 3 x 200 mg
Piracetam(Nootropil) 1 x 400 - 3 x 1200 mg
Sabeluzole (Reminyl)
Ca-antagonist:
Nimodipine (Nimotop 1 - 3 x 30 mg)
Citicholine (Nicholin) 1 - 2 x 100 - 300 mg i.v / i.m.
Cinnarizine(Stugeron) 1 - 3 x 25 mg
Pentoxifylline (Trental) 2 - 3 x 400 mg (oral), 200 - 300 mg infuse
Pantoyl-GABA
Acetylcholinesterase inhibitors
29
Tacrine 10 mg dinaikkan lambat laun hingga 80 mg. Hepatotoxik
Donepezil (Aricept) centrally active reversible cholinesterase inhibitor , 5
mg 1x/hari
Galantamine (Riminil) 1 - 3 x 5 mg
Rivastigmin (Exelon) 1,5, 3, 4, 5, 6 mg
Memantine 2 x 5 - 10 mg
H. PROGNOSIS
30
31
BAB III
ANALISA KASUS
d. Analisis kemungkinan berbagai faktor risiko atau etiologi penyakit pada pasien
Faktor resiko pada kondisi yang pasien alami ini yaitu usia. Bertambahnya
usia merupakan salah satu faktor resiko penyakit ini.
32
DAFTAR PUSTAKA