Anda di halaman 1dari 11

BAB I

PENDAHULUAN

I.I LATAR BELAKANG


Perdarahan dalam kehamilan harus selalu dianggap sebagai kelainan yang berbahaya.
Perdarahan yang terjadi pada kehamilan trimester ketiga dan yang terjadi setelah anak atau
plasenta lahir pada umumnya adalah perdarahan yang berat, dan jika tidak mendapat
penanganan cepat bisa mendatangkan syok dan kematian.
Perdarahan antepartum didefinisikan sebagai perdarahan dari traktus genitalis antara
minggu ke-28 kehamilan sampai dengan onset persalinan. Salah satu sebabnya adalah
plasenta previa. Oleh sebab itu perlulah keadaan ini diantisipasi seawal-awalnya selagi
perdarahan belum sampai ke tahap yang membahayakan ibu dan janinnya. Insiden dari
plasenta previa adalah 0,5 % sampai 0,8 % dari seluruh kehamilan.
Meskipun hampir semua perdarahan akibat gangguan pada placenta berasal dari ibu,
kehilangan darah dapat juga terjadi pada janin. Perdarahan obstetrik ini memerlukan
penanganan yang segera. Bagaimanapun juga perdarahan mayor maupun yang minor tapi jika
berlangsung terus-menerus cendrung menjadi fatal dan dapat mengancam kehidupan janin
pada ibu.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 DEFENISI
Plasenta previa adalah suatu keadaan dimana plasenta berimplantasi pada tempat yang
abnormal, yaitu pada segmen bawah rahim sehingga menutupi sebagian atau seluruh
pembukaan jalan lahir (ostium uteri internal). Pada kehamilan 28 minggu atau lebih.
Perdarahan terutama terjadi ketika kontraksi uterus yang mengakibatkan terjadinya dilatasi
serviks, kemudian mengakibatkan terlepasnya insersi plasenta pada segmen bawah rahim,
atau separasi plasenta yang dicetuskan pemeriksaan dalam yang seharusnya tidak dilakukan.2

2.2 ETIOLOGI
Penyebab pasti plasenta previa belum jelas, namun ada beberapa faktor yang diduga
sebagai etiologinya, yaitu :
1. Umur dan paritas.
2. Sering pada primigravida umur diatas 35 tahun dan pada paritas tinggi dibanding
paritas rendah.
3. Hipoplasia endometrium : kawin dan hamil umur muda.
4. Endometrium cacat, misalnya pada bekas persalinan berulang-ulang, bekas operasi,
bekas kuretase dan manual plasenta.
5. Korpus luteum bereaksi lambat, dimana endometrium belum siap menerima hasil
konsepsi.
6. Adanya tumor seperti mioma uteri, polip endometrium.
7. Kadang-kadang ada malnutrisi.
2.3 KLASIFIKASI
Belum ada kata sepakat diantara para ahli, terutama mengenai berapa pembukaan
jalan lahir. Oleh karena itu pembagian tidak didasarkan pada keadaan anatomi, melainkan
pada kedaan fisiologis yang dapat berubah-ubah, maka klasifikasi akan berubah setiap saat.
Misalkan, pada pembukaan yang masih kecil, seluruh pembukaan ditutupi jaringan plasenta
(plasenta previa totalis), namun pada pembukaan yang lebih besar, keadaan ini akan menjadi
plasenta previa lateralis.
Adapun plasenta previa dibagi atas :
1. Plasenta previa totalis : apabila seluruh pembukaan tertutup oleh jaringan plasenta
2. Plasenta previa parsialis : apabila sebagian pembukaan tertutup oleh jaringan plasenta
3. Plasenta previa marginalis : apabila pinggir plasenta berada tepat pada pinggir
pembukaan.
4. Plasenta letak rendah : apabila plasenta berada kira-kira 3 atau 4 cm diatas pinggir
pembukaan.

Menurut Browne :
1. Tingkat 1 = Lateral Plasenta Previa :
Pinggir bawah Plasenta berinsersi sampai segmen bawah rahim, namun tidak sampai
kedinding pembukaan.
2. Tingkat 2 = Marginal Plasenta Previa : Plasenta mencapai pinggir pembukaan
(ostium).
3. Tingkat 3 = Complete Plasenta Previa : Plasenta menutupi ostium waktu tertutup, dan
tidak menutupi bila pembukaan hampir lengkap.
4. Tingkat 4 = Central Plasenta Previa : Plasenta menutupi seluruhnya pada pembukaan
hampir lengkap.

2.4 PATOFISIOLOGI
Pada usia kehamilan yang lanjut, umumnya pada trisemester ketiga dan mungkin juga
lebih awal oleh karena mulai terbentuknya segmen bawah rahim, tapak plasenta akan
mengalami pelepasan. Sebagaimana diketahui tapak plasenta terbentuk dari jaringan maternal
yaitu bagian desidua basalis yang bertumbuh menjadi bagian dari uri. Dengan melebarnya
isthmus uteri menjadi segmen bawah rahim, maka plasenta yang berimplantasi di situ sedikit
banyak akan mengalami laserasi akibat pelepasan pada desidua pada tapak plasenta.
Demikian pula pada waktu serviks mendatar (effacement) dan membuka (dilatation) ada
bagian tapak plasenta yang terlepas. Pada tempat laserasi akan terjadi perdarahan yang
berasal dari sirkulasi maternal yaitu dari ruang intervillus dari plasenta. Oleh karena
fenomena pembentukan segmen bawah rahim itu perdarahan pada plasenta previa betapa pun
pasti kan terjadi (unavoidable bleeding). Perdarahan di tempat itu relative dipermudah dan
diperbanyak oleh karena segmen bawah rahim dan serviks tidak mampu berkontraksi dengan
kuat karena elemen otot yang dimilikinya minimal, dengan akibat pembuluh darah pada
tempat itu tidak akan tertutup dengan sempurna. Perdarahan akan berhenti karena terjadi
pembekuan kecuali jika ada laserasi mengenai sinus yangbesar dari plasenta dimana
perdarahan akan berlangsung lebih banyak dan lebih lama. Oleh karena pembentukan segmen
bawah rahim itu akan berlangsung progresif dan bertahap, maka laserasi baru akan
mengulang kejadian perdarahan. Demikian perdarahan akan berulang tanpa sesuatu sebab
lain (causeless). Darah yang keluar berwarna merah segar tanpa rasa nyeri.

Pada plasenta yang menutupi seluruh uteri internum perdarahan terjadi lebih awal
dalam kehamilan karena segmen bawah rahim terbentuk lebih dahulu pada bagian terbawah
yaitu ostium uteri internum. Sebaliknya pada plasenta previa parsialis atau letak rendah
perdarahan baru akan terjadi pada waktu mendekati atau mulai persalinan. Perdarahan
pertama biasanya sedikit tetapi cenderung lebih banyak pada perdarahan berikutnya.
Perdarahan yang pertama sudah bisa terjadi pada kehamilan dibawah 30 minggu, tetapi lebih
separuh kejadiannya pada kehamilan 34 minggu ke atas. Berhubung tempat perdarahan
terletak pada dekat dengan ostium uteri internum, maka perdarahan lebih mudah mengalir
keluar rahim dan tidak membentuk hematom retroplasenta yang mampu merusak jaringan
lebih luas dan melepaskan tromboplastin ke dalam sirkulasi maternal. Dengan demikian
sangat jarang terjadi koagulopati pada plasenta previa.

Hal lain yang perlu diperhatikan adalah dinding segmen bawah rahim yang tipis mudah
diinvasi oleh pertumbuhan vili dari trofoblas, akibatnya plasenta melekat lebih kuat pada
dinding uterus. Lebih sering terjadi plasenta akreta dan inkreta bahkan plasenta perkreta yang
pertumbuhan vilinya bisa sampai menembus buli-buli dan ke rectum bersama plasenta previa.
Plasenta akreta dan inkreta lebih sering terjadi pada uterus yang sebelumnya pernah bedah
sesar. Segmen bawah rahim dan serviks yang rapuh mudah robek oleh sebab kurangnya
elemen otot yang terdapat disana. Kedua kondisi ini berpotensi meningkatkan kejadian
perdarahan pasca persalinan pada plasenta previa, misalnya dalam kala tiga karena plasenta
sukar melepas dengan sempurna (retensio plasenta) atau setelah uri lepas karena segmen
bawah rahim tidak mampu berkontraksi dengan baik.

2.5 GAMBARAN KLINIK


Perdarahan tanpa sebab, tanpa nyeri dan biasanya berulang merupakan gejala utama
dari plasenta previa. Darahnya berwarna merah segar. Perdarahan dapat terjadi sewaktu tidur
atau bekerja biasa. Perdarahan pertama biasanya sedikit, akan tetapi perdarahan berikutnya
hampir selalu lebih banyak, terutama kalau dilakukan pemeriksaan dalam sebelumnya.
Walaupun perdarahannya sering dikatakan terjadi pada triwulan ketiga, akan tetapi
tidak jarang pula dimulai sejak kehamilan 20 minggu karena sejak itu telah terbentuknya
segmen bawah rahim dan mulai melebar dan menipis. Dengan bertambah tuanya kehamilan,
segmen bawah rahim akan lebih melebar lagi dan serviks mulai membuka. Apabila tumbuh
pada segmen bawah rahim, pelebaran segmen bawah rahim dan pembukaan serviks tidak
dapat diikuti oleh plasenta yang melekat disitu tanpa terlepasnya sebagian plasenta dari
dinding rahim. Pada saat itu mulai terjadi perdarahan. Makin rendah letak plasenta, makin
dini perdarahan terjadi.
Sumber perdarahan adalah dari sinus uterus yang terobek karena terlepasnya plasenta
dari dinding uterus atau karena robekan sinus marginalis dari plasenta. Perdarahan tidak dapat
dihindarkan karena ketidakmampuan serabut otot segmen bawah rahim untuk berkontraksi
menghentikan perdarahan itu.

2.6 DIAGNOSIS
Pada setiap perdarahan ante partum, pertama kali harus dicurigai bahwa penyebabnya
adalah plasenta previa sampai kemudian dibuktikan itu salah. Diagnosa plasenta previa
dilakukan dengan :

1. Anamnesa.
Perdarahan jalan lahir pada kehamilan setelah 28 minggu atau pada kehamilan
trimester ketiga, dimana perdarahan tanpa sebab, tanpa nyeri dan berulang.
2. Pemeriksaan luar.
Bagian terbawah janin biasanya belum masuk pintu atas panggul. Apabila presentasi
kepala, biasanya kepala masih terapung diatas pintu atas panggul atau menolak ke
samping dan sukar di dorong ke dalam pintu atas panggul. Tidak jarang terdapat
kelainan letak janin, seperti letak sunsang atau letak lintang.
3. Pemeriksaan Inspekulo.
Bertujuan untuk mengetahui apakah perdarahan berasal dari ostium uteri eksternum
atau dari kelainan serviks dan vagina. Apabila perdarahan berasal dari ostium uteri
eksternum, adanya plasenta previa harus dicurigai.
4. Ultrasonografi.
Penentuan letak plasenta sangat tepat, tidak menimbulkan bahaya radiasi bagi ibu dan
janinnya dan tidak menimbulkan rasa nyeri.
5. Perabaan fornises.
Pemeriksaan ini bermakna apabila janin dalam presentasi kepala. Sambil mendorong
sedikit kepala janin kearah pintu atas panggul, perlahan-lahan seluruh fornises diraba
dengan jari. Perabaan terasa lunak apabila antara jari dan kepala janin terdapat
plasenta , terasa padat apabila antara jari dan kepala janin tidak terdapat plasenta.
6. Pemeriksaan melalui kanalis servikalis.
Apabila kanalis servikalis telah terbuka, perlahan-lahan jari telunjuk dimasukkan
kedalam kanalis servikalis dengan tujuan untuk meraba adanya jaringan plasenta.

2.7 PENATALAKSANAAN

Pengelolaan plasenta previa tergantung dari banyaknya perdarahan, umur kehamilan

dan derajat plasenta previa. Setiap ibu yang dicurigai plasenta previa harus dikirim ke rumah

sakit yang memiliki fasilitas untuk transfusi darah dan operasi. Sebelum penderita syok,

pasang infus NaCl/RL sebanyak 2 -3 kali jumlah darah yang hilang. Jangan melakukan

pemeriksaan dalam atau tampon vagina, karena akan memperbanyak perdarahan dan

menyebabkan infeksi.

Bila usia kehamilan kurang 37 minggu/TBF < 2500 g:


- Perdarahan sedikit keadaan ibu dan anak baik maka biasanya penanganan konservatif

sampai umur kehamilan aterm. Penanganan berupa tirah baring, hematinik, antibiotika

dan tokolitik bila ada his. Bila selama 3 hari tak ada perdarahan pasien mobilisasi

bertahap. Bila setelah pasien berjalan tetap tak ada perdarahan pasien boleh pulang.
- Pasien dianjurkan agar tidak coitus, tidak bekerja keras dan segera ke rumah sakit jika

terjadi perdarahan. Nasihat ini juga dianjurkan bagi pasien yang di- diagnosis plasenta

previa dengan USG namun tidak mengalami perdarahan· Jika perdarahan banyak dan

diperkirakan membahayakan ibu dan janin maka dilakukan resusitasi cairan dan

penanganan secara aktif.

Bila umur kehamilan 37 minggu/lebih dan TBF 2500 g

- maka dilakukan penanganan secara aktif yaitu segera mengakhiri kehamilan, baik

secara pervagina/perabdominal. Persalinan pervagina diindikasikan pada plasenta

previa marginalis, plasenta previa letak rendah dan plasenta previa lateralis dengan

pembukaan 4 cm/lebih. Pada kasus tersebut bila tidak banyak perdarahan maka dapat

dilakukan pemecahan kulit ketuban agar bagian bawah anak dapat masuk pintu atas

panggul menekan plasenta yang berdarah. Bila his tidak adekuat dapat diberikan

pitosin drip. Namun bila perdarahan tetap ada maka dilakukan seksio sesar.
- Persalinan dengan seksio sesar diindikasikan untuk plasenta previa totalis baik janin

mati atau hidup, plasenta previa lateralis dimana perbukaan <4 cm atau servik belum

matang, plasenta previa dengan perdarahan yang banyak dan plasenta previa dengan

gawat janin

Penentuan jenis plasenta previa dapat dilakukan dengan USG dan pemeriksaan dalam

atau spekutum di kamar operasi.

2.8 KOMPLIKASI
Kemungkinan infeksi nifas besar karena luka plasenta lebih dekat pada ostium dan
merupakan porte d’entrée yang mudah tercapai. Lagi pula, pasien biasanya anemis karena
perdarahan sehingga daya tahannya lemah. 2

Bahaya plasenta previa adalah : 2,3

1. Anemia dan syok hipovolemik karena pembentukan segmen rahim terjadi


secara ritmik, maka pelepasan plasenta dari tempat melekatnya diuterus dapat
berulang dan semakin banyak dan perdarahan yang terjadi itu tidak dapat
dicegah.
2. Karena plasenta yang berimplantasi pada segmen bawah rahim dan sifat
segmen ini yang tipis mudahlah jaringan trofoblas dengan kemampuan
invasinya menorobos ke dalam miometrium bahkan sampai ke perimetrium
dan menjadi sebab dari kejadian plasenta inkreta bahkan plasenta perkreta.
Paling ringan adalah plasenta akreta yang perlekatannya lebih kuat tetapi
vilinya masih belum masuk ke dalam miometrium. Walaupun tidak seluruh
permukaan maternal plasenta mengalami akreta atau inkreta akan tetapi
dengan demikian terjadi retensio plasenta dan pada bagian plasenta yang
sudah terlepas timbullah perdarahan dalam kala tiga. Komplikasi ini lebih
sering terjadi pada uterus yang yang pernah seksio sesaria. Dilaporkan
plasenta akreta terjadi sampai 10%-35% pada pasien yang pernah seksio
sesaria satu kali dan naik menjadi 60%-65% bila telah seksio sesaria tiga kali.

3. Serviks dan segmen bawah rahim yang rapuh dan kaya pembuluh darah sangat
potensial untuk robek disertai dengan perdarahan yang banyak. Oleh karena
itu harus sangat berhati-hati pada semua tindakan manual ditempat ini
misalnya pada waktu mengeluarkan anak melalui insisi pada segmen bawah
rahim ataupun waktu mengeluarkan plasenta dengan tangan pada retensio
plasenta. Apabila oleh salah satu sebab terjadi perdarahan banyak yang tidak
terkendali dengan cara-cara yang lebih sederhana seperti penjahitan segmen
bawah rahim, ligasi a.uterina, ligasi a.ovarika, pemasangan tampon atau ligasi
a.hipogastrika maka pada keadaan yang sangat gawat seperti ini jalan
keluarnya adalah melakukan histerektomi total. Morbiditas dari semua
tindakan ini tentu merupakan komplikasi tidak langsung dari plasenta previa.
4. Kelainan letak anak pada plasenta previa lebih sering terjadi. Hal ini memaksa
lebih sering diambil tindakan operasi dengan segala konsekuensinya.
5. Kehamila premature dan gawat janin sering tidak terhindarkan karena
tindakan terminasi kehamilan yang terpaksa dilakukan dalam kehamilan
belum aterm. Pada kehamilan < 37 minggu dapat dilakukan amniosintesis
untuk mengetahui kematangan paru-paru janin dan pemberian kortikosteroid
untuk mempercepat pematangan paru janin sebagai upaya antisipasi.
6. Solusio plasenta
7. Kematian maternal akibat perdarahan
8. Disseminated intravascular coagulation (DIC)
9. Infeksi sepsis

Tabel 1. Perbedaan Solusio Plasenta dan Plasenta Previa


Solusio Plasenta Plasenta Previa
Perdarahan – Merah tua s/d coklat hitam – Merah segar
– Terus menerus – Berulang
– Disertai nyeri – Tidak nyeri
Uterus – Tegang, bagian janintak teraba – Tak tegang
– Nyeri tekan – Tak nyeri tekan
Syok/Anemia – Lebih sering – Jarang
– Tidak sesuai dengan jumlah darah – Sesuai dengan jumlah darah

Fetus yang keluar yang keluar


– 40% fetus sudah mati – Biasanya fetus hidup
Pemeriksaan – Tidak disertai kelainan letak – Disertai kelainan letak
Dalam – Ketuban menonjol walaupun tidak – Teraba plasenta atau

his, plasenta tidak teraba perabaan fornik ada bantalan

antara bagian janin dengan

jari pemeriksaan

DAFTAR PUSTAKA

1. Chalik TMA. Hemoragi Utama Obstetri dan Ginekologi. Jakarta: Widya


Medika,1997. h. 129 – 43.
2. Alarm International: A Program to Reduce Maternal Mortality and Morbidity. Second
Edition. The Society of Obstetricians ad Gynaecologist of Canada. h. 49 – 54.
3. Prawirohardjo Sarwono. Ilmu Kebidanan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo, 1998. h. 327 - 40.
4. Cunningham F. Gary, MacDonald Paul C, dan Gant Norman F. Obstetri Williams.
Edisi ke-18. Jakarta: EGC, 1995. h. 846 - 51.
5. Suyono. Hubungan Antara Umur Ibu hamil Dengan frekuensi Solusio Plasenta Di

RSUD Dr. Moewardi Surakarta. Bagian Fadiologi Fakultas Kedokteran Universitas

Sebelas Maret/RSUD Dr. Moewardi Surakarta. Diunduh dari

http://www.kalbe.co.id/files/cdk/files/cdk_158_Kebidanan.pdf. diakses Pada tangal

28 februari 20101.
6. http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/23766/4/Chapter%20II.pdf
7. Sastrawinata S. Obstetri patologi ilmu kesehatan reproduksi edisi 2. Jakarta: EGC,
2005 hal 83-91
8. Prawirohardjo S. Ilmu kebidanan edisi 4. Jakarta: PT Bina pustaka sarwono
prawirohardjo, 2010 hal 495-502

Anda mungkin juga menyukai