Anda di halaman 1dari 23

LAPORAN KASUS

SISTITIS

Oleh:

Sarah Humaira

G1A216073

Pembimbing:

dr. Dentuman Waskito, M.Kes

KEPANITERAAN KLINIK SENIOR

BAGIAN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT 2

RSUD H. ABDURRAHMAN SAYOETI

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS JAMBI

2018
LEMBAR PENGESAHAN

LAPORAN KASUS

SISTITIS

Oleh:

Sarah Humaira

G1A216073

Jambi, Mei 2018

Pembimbing,

dr. Dentuman Waskito, M.Kes

ii
KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala
limpahan kasih dan karunia-Nya, penulis dapat menyelesaikan laporan laporan kasus ini
dengan judul “Sistitis”. Laporan ini merupakan bagian dari tugas Kepaniteraan Klinik
Senior di Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat 2 di RSUD H. Abdurrahman Sayoeti.

Terwujudnya laporan ini tidak lepas dari bantuan, bimbingan dan dorongan dari
berbagai pihak, oleh karena itu penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada dr.
Dentuman Waskito, M.Kes selaku pembimbing yang telah memberikan arahan sehingga
laporan kasus ini dapat terselesaikan dengan baik dan kepada semua pihak yang telah
membantu dalam penyelesaian laporan kasus ini.

Penulis menyadari laporan ini masih banyak kekurangannya, untuk itu saran dan kritik
yang bersifat membangun sangat diharapkan oleh penulis. Sebagai penutup semoga kiranya
laporan laporan kasus ini dapat bermanfaat bagi kita khususnya dan bagi dunia kesehatan
pada umumnya.

Jambi, Mei 2018

Penulis

iii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ........................................................................................................... i

LEMBAR PENGESAHAN ................................................................................................ ii

KATA PENGANTAR ....................................................................................................... iii

DAFTAR ISI...................................................................................................................... iv

BAB I STATUS PASIEN ...................................................................................... 1

BAB II TINAJAUAN PUSTAKA ......................................................................... 6

BAB III ANALISA KASUS ................................................................................ 17

DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................................... 18

LAMPIRAN...................................................................................................................... 19

iv
BAB I

STATUS PASIEN

I. Identitas Pasien

a. Nama/Jenis Kelamin/Umur : Ny. L/Perempuan/45 tahun


b. Pekerjaan/Pendidikan : Ibu Rumah Tangga (IRT)/SMP
c. Alamat : Mudung Laut, Seberang Kota Jambi

II. Latar Belakang Sosio-ekonomi-demografi-lingkungan-keluarga


a. Status perkawinan : Sudah menikah
b. Jumlah saudara : Anak kedua dari dua bersaudara
c. Status ekonomi keluarga : Cukup
d. Kondisi tempat tinggal : Pasien tinggal di rumah panggung, dengan
dinding papan dan atap seng. Rumah tersebut memiliki 1 ruang keluarga, 2
kamar tidur, 1 ruang makan dan dapur. Terdapat 1 kamar mandi yang terletak di
dalam rumah. Sumber air berasal dari PDAM, sumber listrik berasal dari PLN.
Sumber air minum berasal dari depot air minum isi ulang.
e. Kondisi lingkungan pasien : Pasien tinggal di pemukiman yang cukup
bersih.

1
III. Aspek Psikologis di Keluarga
Hubungan pasien dengan keluarganya baik

IV. Anamnesis
Keluhan Utama:
Pasien datang dengan keluhan merasa seperti ingin buang air kecil sejak 3 hari yang
lalu.

Riwayat Penyakit Sekarang:


Pasien mengeluh rasa ingin buang air kecil timbul sejak 3 hari yang lalu. Pasien
sering BAK tapi selalu sedikit-sedikit. BAK disertai keluar darah atau nanah saat
kencing disangkal, keputihan (-), BAK berpasir disangkal, BAK keluar batu (-).
Warna urin diakui sama seperti biasanya yakni kuning pekat. Rasa tidak enak di
perut bagian bawah setiap habis BAK juga dirasakan pasien. Pasien mengeluh
demam 2 hari yang lalu, demam terus menerus, mengigil (-), berkeringat (-). Pasien
jarang minum air putih, pasien hanya minum jika haus. Pasien juga memiliki
kebiasaan menahan kencing.

V. Riwayat Penyakit Dahulu/Keluarga/Lingkungan:


- Pasien pernah mengalami keluhan serupa ± 5 bulan yang lalu
- Riwayat keluarga dengan penyakit yang sama disangkal

VI. Status Generalisata


 Keadaan Umum : Baik
 Kesadaran : Kompos mentis
 Tanda Vital
Tekanan Darah : 120/80 mmHg
Nadi : 76 x/menit
Pernafasan : 18 x/menit
Suhu : 37.8 oC
BB : 54 kg
TB : 160 cm

2
IMT : 21.5 (Normal)
 Kepala
Mata : anemis (-), sklera ikterik (-)
Hidung : sekret (-), deviasi (-)
Telinga : nyeri tekan tragus (-), kelainan kulit (-)
Mulut : sianosis (-), pucat (-), kelainan kulit (-)
Tenggorokan : pembesaran tonsil (-)
 Leher : pembesaran KGB (-)
 Thoraks
Paru : vesikuler (+) N, ronkhi (-/-), wheezing (-/-)
Jantung : bunyi jantung I/II reguler, murmur (-), gallop (-)
 Abdomen : datar, massa (-), BU (+) normal
 Ekstremitas
Atas : akral hangat, edema (-)
Bawah : akral hangat, edema (-)

VII. Pemeriksaan Penunjang: -

VIII. Diagnosis Kerja


Sistitis

IX. Diagnosis Banding


- Batu saluran kemih
- Pyelonephritis

X. Manajemen
a. Promotif
- Menjelaskan pada pasien mengenai sistitis serta penanggulangannya.
- Menjelaskan cara penggunaan obat yang benar.

b. Preventif
- Menjelaskan kepada pasien cara mencuci tangan yang baik dan benar

3
- Menjelaskan pengaruh lingkungan terhadap penyakit pasien
c. Kuratif
Non Farmakologi
- Istirahat yang cukup
- Minum air putih 2 liter/hari
Farmakologi
Amoksilin tab 3 x 500 mg
Paracetamol tab 3 x 500 mg
Pengobatan Tradisional
Kencur
d. Rehabilitatif
Pasien disarankan untuk kontrol ulang ke puskesmas atau rumah sakit bila
keluhan timbul kembali, tidak berkurang atau memberat.

4
RESEP

Dinas Kesehatan Kota Jambi Dinas Kesehatan Kota Jambi


RSUD Abdurrahman Sayoeti RSUD Abdurrahman Sayoeti
dr. Sarah Humaira dr. Sarah Humaira
SIP. G1A216073 SIP. G1A216073

Tanggal: 10/05/2018 Tanggal: : 10/05/2018

Dinas Kesehatan Kota Jambi Dinas Kesehatan Kota Jambi


RSUD Abdurrahman Sayoeti RSUD Abdurrahman Sayoeti
dr. Sarah Humaira dr. Sarah Humaira
SIP. G1A216073 SIP. G1A216073

Tanggal: 10/05/2018 Tanggal: 10/05/2018

5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Infeksi saluran kemih adalah suatu infeksi yang melibatkan ginjal, ureter,
buli-buli, astaupun uretra. Infeksi saluran kemih (ISK) adalah istilah umum yang
menunjukkan keberadaan mikroorganisme (MO) dalam urin. Berdasarkan ada
tidaknya komplikasi, ISK dibagi menjadi ISK simpleks dan kompleks. ISK
simpleks/ sederhana/ uncomplicated UTI adalah terdapat infeksi pada saluran
kemih tetapi tanpa penyulit (lesi) anatomis maupun fungsional saluran kemih. ISK
kompleks/ dengan komplikasi/ complicated UTI adalah terdapat infeksi pada
saluran kemih disertai penyulit (lesi) anatomis maupun fungsional saluran kemih
misalnya sumbatan muara uretra, refluks vesikoureter, urolithiasis, parut ginjal,
buli-buli neurogenik, dan sebagainya. Berdasarkan letaknya, ISK dibagi menjadi
ISK atas dan bawah. ISK atas adalah infeksi pada parenkim ginjal atau ureter,
lazimnya disebut sebagai pielonefritis. ISK bawah adalah infeksi pada vesika
urinaria (sistitis) atau uretra. Batas antara atas dan bawah adalah vesicoureteric
junction. 1,2,3

2.2. Epidemiologi
ISK tergantung banyak faktor; seperti usia, gender, prevalensi bakteriuria,
dan faktor predisposisi yang menyebabkan perubahan struktur saluran kemih
termasuk ginjal. Selama periode usia beberapa bulan dan lebih dari 65 tahun
perempuan cenderung menderita ISK dibandingkan laki-laki. ISK berulang pada
laki-laki jarang dilaporkan, kecuali disertai faktor predisposisi (pencetus).
Prevalensi bakteriuria asimtomatik lebih sering ditemukan pada perempuan.
Prevalensi selama periode sekolah (school girls) 1 % meningkat menjadi 5% selama
periode aktif secara seksual. Prevalensi infeksi asimtomatik meningkat mencapai
30%, baik laki-laki maupun perempuan bila disertai faktor predisposisi seperti
berikut litiasis, obstruksi saluran kemih, penyakit ginjal polikistik, nekrosis papilar,
diabetes mellitus pasca transplantasi ginjal, nefropati analgesik, penyakit sickle-

6
cell, senggama, kehamilan dan peserta KB dengan table progesterone, serta
kateterisasi.
Epidemiologi ISK pada anak bervariasi sangat luas dan dipengaruhi
beberapa faktor diantaranya adalah usia, jenis kelamin, sampel populasi, metode
pengumpulan urin, kriteria diagnosis dan kultur. Umur dan jenis kelamin
merupakan faktor yang paling penting. Insidens tertinggi adalah pada satu tahun
pertama kehidupan yaitu sekitar 1%, kemudian menurun terutama pada anak laki-
laki. Pada masa neonatus, bakteriuri ditemukan sebanyak 1% dan lebih banyak pada
bayi laki-laki (2-4 kali). Prevalens ISK pada bayi baru lahir kurang bulan sekitar
2,9% sedangkan pada bayi cukup bulan sekitar 0,7%. ISK lebih sering terjadi pada
anak usia prasekolah yaitu sekitar 1-3% dibandingkan dengan usia sekolah sekitar
0,7-2,3%.
Selama masa remaja, baik perempuan maupun laki-laki sama-sama berisiko
tinggi mengalami ISK. Menjelang remaja, insidens ISK bertambah secara
signifikan pada wanita muda mencapai 20%, sementara konstan pada lelaki muda.
Sebanyak sekitar 7 juta kasus cystitis akut yang didiagnosis pada wanita muda tiap
tahun. Faktor risiko yang utama yang berusia 16-35 tahun adalah berkaitan dengan
hubungan seksual. Pada usia lanjut, insidens ISK bertambah secara signifikan di
wanita dan lelaki. 2,3,4

2.3. Etiologi
Pada keadaan normal urin adalah steril. Umumnya ISK disebabkan oleh
kuman gram negatif. Escherichia coli merupakan penyebab terbanyak baik pada
yang simtomatik maupun yang asimtomatik yaitu 70 - 90%. Enterobakteria seperti
Proteus mirabilis (30 % dari infeksi saluran kemih pada anak laki-laki tetapi kurang
dari 5 % pada anak perempuan ), Klebsiella pneumonia dan Pseudomonas
aeruginosa dapat juga sebagai penyebab. Organisme gram positif seperti
Streptococcus faecalis (enterokokus), Staphylococcus epidermidis dan
Streptococcus viridans jarang ditemukan. Pada uropati obstruktif dan kelainan
struktur saluran kemih pada anak laki-laki sering ditemukan Proteus species. Pada
ISK nosokomial atau ISK kompleks lebih sering ditemukan kuman Proteus dan
Pseudomonas .Sekitar 50% ISK disebabkan Escherichia coli, penyebab lain adalah

7
Klebsiella, Staphylococcus aureus, coagulase-negative staphylococci, Proteus dan
Pseudomonas sp. dan bakteri gram negatif lainnya. 1,3,5,6
Terdapat beberapa faktor predisposisi terjadinya ISK kompleks, diantaranya
adalah:
a. Outflow obstruction
 Striktur uretra
 Pelviureteric junction
 Posterior urethral valves
 Bladder neck obstruction
 Batu/tumor
 Neuropathic bladder
 Kista ginjal
b. Kelainan ginjal
 Parut ginjal
 Refluks vesikoureter
 Displasia ginjal
 Ginjal dupleks
c. Benda asing
 Indwelling catheter
 Batu
 Selang nefrostomi
d. Metabolik
 Imunosupresi
 Gagal ginjal
 Diabetes

2.4. Patogenesis
Hampir seluruh ISK terjadi secara asenden. Bakteri berasal dari flora feses,
berkolonisasi didaerah perineum dan memasuki kandung kemih melalui uretra.
Pada bayi, septikemia karena bakteri gram negatif relatif lebih sering, hal ini
mungkin disebabkan imaturitas dinding saluran pencernaan pada saat kolonisasi
oleh Escherichia coli atau karena imaturitas sistem pertahanan. Penyebaran secara

8
hematogen lebih sering terjadi pada neonatus. Infeksi nosokomial juga dapat
terjadi, biasanya disebabkan operasi atau intrumentasi pada saluran kemih.
Bakteri penyebab ISK yang paling sering ditemukan di praktek umum
adalah E. coli (lebih dari 90%), sedangkan yang disebabkan infeksi nosokomial
(hospital acquired) sekitar 47%.10 Awal terjadinya ISK adalah bakteri
berkolonisasi di perineum pada anak perempuan atau di preputium pada anak laki-
laki. Kemudian bakteri masuk kedalam saluran kemih mulai dari uretra secara
asending. Setelah sampai di kandung kemih, bakteri bermultiplikasi dalam urin dan
melewati mekanisme pertahanan antibakteri dari kandung kemih dan urin. Pada
keadaan normal papila ginjal memiliki sebuah mekanisme anti refluks yang dapat
mencegah urin mengalir secara retrograd menuju collecting tubulus. Akhirnya
bakteri bereaksi dengan urotelium atau ginjal sehingga menimbulkan respons
inflamasi dan timbul gejala ISK.
Mekanisme tubuh terhadap invasi bakteri terdiri dari mekanisme
fungsional, anatomis dan imunologis. Pada keadaan anatomi normal, pengosongan
kendung kemih terjadi reguler, drainase urin baik dan pada saat setiap miksi, urin
dan bakteri dieliminasi secara efektif. Pada tingkat seluler, bakteri dihancurkan oleh
lekosit polimorfonuklear dan komplemen. Maka setiap keadaan yang mengganggu
mekanisme pertahanan normal tersebut dapat menyebabkan risiko terjadinya
infeksi. Pada anak perempuan, ISK kompleks sering terjadi pada usia toilet training
karena gangguan pengosongan kandung kemih terjadi pada usia ini. Anak mencoba
untuk menahan kencing agar tidak ngompol, dimana kontraksi otot kandung kemih
ditahan sehingga urin tidak keluar. Hal ini menyebabkan tekanan tinggi, turbulensi
aliran urin dan atau pengosongan kandung kemih yang tidak tuntas, kemudian
semuanya akan menyebabkan bakteriuria.
Gangguan pengosongan kandung kemih dapat terjadi pula pada anak yang
tidak BAK secara teratur. Uropati obstruktif menyebabkan hidronefrosis yang akan
meningkatkan risiko ISK karena adanya stasis urin. Instrumentasi pada uretra
selama VCUG atau kateterisasi yang tidak steril dapat menginfeksi kandung kemih
olehbakteri patogen. Konstipasi dapat meningkatkan risiko terjadinya ISK karena
dapat menyebabkan gangguan pengosongan kandung kemih. Patogenesis ISK
adalah berdasarkan adanya pili atau fimbrae pada permukaan bakteri. Terdapat 2

9
tipe fimbrae yaitu tipe I dan tipe II. Fimbrae tipe I terdapat pada seluruh strain
E.Coli. Karena perlekatan pada sel target dapat dihambat oleh D-Mannose, maka
fimbrae ini disebut juga mannose sensitive dan tidak berperan dalam pielonefritis.
Perlekatan fimbrae tipe II tidak dihambat oleh mannose, sehingga disebut juga
Mannose resistant, fimbrae ini hanya terdapat pada beberapa strain E. coli.
Reseptor fimbriae tipe II adalah suatu glikospingolipid yang terdapat pada sel
uroepitel dan sel darah merah. Fraksi Gal 1-4 oligosakaridase adalah resptor.
Karena fimbrae tersebut dapat diaglutinasi oleh P blood eritrosit maka disebut
sebagai P fimbrae. Bakteri dengan P fimbrae lebih sering menyebabkan
pielonefritis. Sekitar 76-94% strain pielonefritogenik E. Coli mempunyai P
fimbrae, sedangkan strain sistitis sekitar 19-23%.6,7,8 Infeksi persisten atau
rekuren dari ISK pertama dapat terjadi disebabkan oleh terapi yang tidak adekuat
(misalnya antibiotik yang tidak tepat, lama terapi terlalu pendek atau dosis kurang
tepat). Tetapi selain hal tersebut, merupakan suatu tanda adanya kelainan yang
mendasari di saluran kemih (misalnya batu ginjal, kista, abses, benda asing) yang
menjadi tempat bakteri berkembang biak. Infeksi rekuren dapat merupakan infeksi
baru yang disebabkan bakteri yang baru dan harus dicurigai adanya kelainan
anatomi atau fungsi. 2,4,5

2.5. Manifestasi Klinik 1,4,6,7


Secara umum, gejala ISK kompleks hampir sama dengan gejala ISK
simpleks. Tetapi pada ISK kompleks biasanya gejala sistemik lebih menonjol yaitu
demam dan loin tenderness disertai hitung bakteri yang tinggi (> 100.000 CFU/ml)
dan adanya pus dalam urin. Derajat beratnya gejala dapat bervariasi dari ringan
sedang sampai berat. Pada bayi baru lahir gejala yang timbul biasanya berupa gejala
nonspesifik yaitu penurunan nafsu makan, penurunan berat badan, gelisah, muntah
dan diare. Gejala yang lebih berat dapat berupa letargis, kejang atau tanda sepsis
seperti hipo- atau hipertermi. Pada anak yang lebih besar gejala yang timbul dapat
berupa gejala yang mengarah pada saluran kemih seperti disuri, poliuri, urgensi
nyeri perut dan flank pain.
Sedangkan gejala nonspesifik atau sistemik lebih jarang dan tidak terlalu
berat. Apabila infeksi disebabkan adanya obstruksi maka gejala yang timbul adalah

10
hipertensi, ginjal dan kandung kemih dapat teraba dan nyeri, tanda-tanda syok,
septikemia dan distensi abdomen. Anak yang tidak mendapat antibiotik pada gejala
akut umumnya berkembang menjadi kronis. Pada beberapa kasus anak yang
terinfeksi tidak menunjukkan gejala tetapi beberapa yang lainnya menunjukan
demam berulang, malaise dan gejala terlokalisir yang menetap yang tidak
terdiagnosis. Anak yang mengalami infeksi dan tidak dieradikasi dengan antibiotik
dapat mengalami ISK berulang dengan proporsi yang tinggi umumnya akan
mengalami rekurensi daripada relaps.
Pada anak laki-laki rekurensi jarang terjadi lebih dari 1 tahun setelah infeksi
pertama. Penelitian yang dilakukan Winberg dkk, 23 % anak laki-laki yang
mengalami ISK pada tahun pertama kehidupan dapat terjadi rekurensi dalam waktu
12 bulan dan hanya 3% terjadi setelah periode tersebut. Berbeda dengan anak
perempuan, rekurensi yang terjadi sebanyak 29% dan dapat dialami pada usia
periode follow up.

2.6. Diagnosis1,2,4
a) Anamnesis
Adanya riwayat sering ngompol, muntah, diare, gagal tumbuh, demam
dengan penyebab yang tidak jelas dapat terjadi pada anak dengan ISK. Informasi
mengenai bladder control, pola BAK dan pancaran air kencing juga penting dalam
diagnosis. Gejala poliuri, polidipsi dan penurunan nafsu makan menunjukkan
kemungkinan adanya gagal ginjal kronik, begitu pula dengan adanya gejala
pancaran air kencing lemah, teraba massa/benjolan atau nyeri pada abdomen,
menunjukkan kemungkinan suatu striktur atau katup uretra. Pada anak sekolah
gejala ISK umumnya terlokalisir pada saluran kemih yaitu disuri, polakisuri dan
urgensi. AAP merekomendasikan untuk mempertimbangkan ISK pada anak usia 2
bulan hingga 2 tahun yang mengalami demam tanpa sebab yang jelas.

b) Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik harus dilakukan dengan teliti dengan tujuan untuk
memeriksa adanya kondisi-kondisi yang dapat menjadi predisposisi terjadinya ISK.
Meliputi pemeriksaan fisik secara umum yang berhubungan dengan gejala ISK

11
misalnya demam, nyeri ketok sudut kosto-vertebral atau nyeri tekan supra simfisis,
teraba massa pada abdomen atau ginjal teraba membesar. dan pemeriksaan
neurologis terutama ekstremitas bawah. Pemeriksaan genitalia eksterna yaitu
inspeksi pada orifisium uretra (fimosis, sinekia vulva, hipospsdia, epispadia),
anomali pada penis yang mungkin berhubungan dengan kelainan pada saluran
kemih dan adanya testis yang tidak turun pada prune-belly syndrome harus
dilakukan. Stigmata kelainan kongenital saluran kemih lain seperti: arteri
umbilikalis tunggal, telinga letak rendah, dan supernumerary nipples harus
diperhatikan.

c) Pemeriksaan penunjang1,4,6
Laboratorium
Urinalisis sampel urin segar dan tidak disentrifugasi (lekosituria > 5/LPB
atau dipstick positif untuk lekosit) dan biakan urin adalah pemeriksaan yang penting
dalam penegakkan diagnosis ISK. Diagnosis ISK ditegakkan dengan biakan urin
yang sampelnya diambil dengan urin porsi tengah dan ditemukan pertumbuhan
bakteri > 100.000 koloni/ml urin dari satu jenis bakteri, atau bila ditemukan >
10.000 koloni tetapi disertai gejala yang jelas dianggap ISK.4,6 Cara pengambilan
sampel lain yaitu melalui kateterisasi kandung kemih, pungsi suprapubik dan
menampung urin melalui steril collection bag yang biasa dilakukan pada bayi.
Akurasi cara pengambilan urin tersebut memberikan nilai intepretasi yang
berbeda.12 Pemeriksaan darah yang dapat dilakukan selain pemeriksaan rutin
adalah: kadar CRP, LED, LDH dan Antibody Coated Bacteria.

Ultrasonografi
Pemeriksaan ultrasonografi (USG) sering digunakan untuk menggantikan
urografiintravena sebagai skrining inisial, karena lebih cepat, non-invasif, aman,
tidak mahal, sedikit menimbulkan stres pada anak, dapat diulang untuk kepentingan
monitoring dan mengurangi paparan radiasi. Dengan pemeriksaan USG dapat
terlihat formasi parut ginjal, tetapi beberapa parut juga dapat luput dari pemeriksaan
karena pemeriksaan USG sangat tergantung dengan keterampilan orang yang
melakukan USG tersebut. Dan pemeriksaan dengan USG saja tidak cukup,

12
kombinasi dengan pemeriksaan foto polos abdomen dapat membantu memberikan
informasi mengenai ukuran ginjal, konstipasi, spina bifida occulta, kalsifikasi
ginjal dan adanya batu radioopak. Secara teori, obstruksi dan RVU dapat mudah
dideteksi, tetapi kadang-kadang lesi yang ditemukan dikatakan sebagai kista jinak
atau penyakit polikistik apabila pemeriksaan USG tersebut tidak diikuti dengan
pemeriksaan radiologi.

Urogafi Intravena
Urografi intravena adalah pemeriksaan saluran kemih yang paling sering
dilakukan apabila dicurigai adanya refluks atau parut. Dengan urografi intravena
dapat diketahui adanya duplikasi ginjal dan ureter, dimana sangat sulit dideteksi
dengan USG. Kelainan lain yang dapat pula dideteksi dengan urografi adalah
horseshoe kidney dan ginjal/ureter ektopik. Kekurangan urografi intravena adalah
kurang sensitif dibandingkan Renal Scintigraphy dalam mendeteksi Pyelonephritis
dan parut ginjal. Tingkat radiasi yang tinggi dan risiko dari reaksi kontras juga
menjadi hal yang harus dipertimbangkan.

2.7. Manajemen ISK 1,2,3,5,6


2.7.1. Infeksi saluran kemih bawah
Prinsip manajemen ISK bawah meliputi intake cairan yang banyak,
antibiotika yang adekuat, dan kalau perlu terapi asimtomatik untuk alkalinisasi urin:
1. Hampir 80% pasien akan memberikan respon setelah 48 jam dengan
antibiotika tunggal; seperti ampisilin 3 gram, trimetoprim 200mg
2. Bila infeksi menetap disertai kelainan urinalisi (lekositoria) diperlukan
terapi konvensional selama 5-10 hari
3. Pemeriksaan mikroskopik urin dan biakan urin tidak diperlukan bila semua
gejala hilang dan tanpa lekosiuria.
4. Reinfeksi berulang (frequent re-infection)
• Disertai faktor predisposisi. Terapi antimikroba yang intensif diikuti
koreksi faktor resiko.
• Tanpa faktor predisposisi
- Asupan cairan banyak

13
- Cuci setelah melakukan senggama diikuti terapi antimikroba
takaran tunggal (misal trimetroprim 200mg)
- Terapi antimikroba jangka lama sampai 6 bulan.

Sindroma uretra akut (SUA). Pasien dengan SUA dengan hitungan kuman
3 5
10 -10 memerlukan antibiotika yang adekuat. Infeksi klamidia memberikan hasil
yang baik dengan tetrasiklin. Infeksi disebabkan MO anaerobic diperlukan
antimikroba yang serasi, misal golongan kuinolon.

2.7.2. Infeksi saluran kemih atas

Pielonefritis akut. Pada umumnya pasien dengan pielonefritis akut


memerlukan rawat inap untuk memlihara status hidrasi dan terapi antibiotika
parenteral paling sedikit 48 jam. Indikasi rawat inap pielonefritis akut adalah seperti
berikut:

 Kegagalan mempertahankan hidrasi normal atau toleransi terhadap


antibiotika oral.
 Pasien sakit berat atau debilitasi.
 Terapi antibiotika oral selama rawat jalan mengalami kegagalan.
 Diperlukan invesstigasi lanjutan.
 Faktor predisposisi untuk ISK tipe berkomplikasi.
 Komorbiditas seperti kehamilan, diabetes mellitus, usia lanjut.
The Infection Disease of America menganjurkan satu dari tiga alternatif
terapi antibiotik IV sebagai terapi awal selama 48-72 jam sebelum diketahui MO
sebagai penyebabnya yaitu fluorokuinolon, amiglikosida dengan atau tanpa
ampisilin dan sefalosporin dengan spectrum luas dengan atau tanpa aminoglikosida.

Antibiotika merupakan terapi utama pada ISK. Hasil uji kultur dan tes
sensitivitas sangat membantu dalam pemilihan antibiotika yang tepat. Efektivitas
terapi antibiotika pada ISK dapat dilihat dari penurunan angka lekosit urin
disamping hasil pembiakan bakteri dari urin setelah terapi dan perbaikan status
klinis pasien. Idealnya antibiotika yang dipilih untuk pengobatan ISK harus
memiliki sifat-sifat sebagai berikut : dapat diabsorpsi dengan baik, ditoleransi oleh

14
pasien, dapat mencapai kadar yang tinggi dalam urin, serta memiliki spektrum
terbatas untuk mikroba yang diketahui atau dicurigai. Pemilihan antibiotika harus
disesuaikan dengan pola resistensi lokal, disamping juga memperhatikan riwayat
antibiotika yang digunakan pasien.

2.8. Pencegahan 2,3,6

Data epidemiologi klinik mengungkapkan uji saring bakteriuria


asimtomatik bersifat selektif dengan tujuan utama untuk mencegah menjadi
bakteriuria disertai presentasi klinik ISK. Uji saring bakteriuria harus rutin dengan
jadual tertentu untuk kelompok pasien perempuan hamil, pasien DM terutama
perempuan, dan pasca transplantasi ginjal perempuan dan laki-laki, dan kateterasi
laki-laki dan perempuan.
Secara umum pencegahan ISK dapat dilakukan dengan mengupayakan anak
minum 8 hingga 10 gelas air dan cairan lainnya sehari. Minum jus cranberry sering
dianjurkan sebab mungkin dapat mencegah melekatnya E.coli pada dinding
kandung kemih, pemberian vitamin C sesuai kebutuhan harian dianjurkan karena
menyebabkan keasaman urin dan membuat lingkungan yang tidak bersahabat untuk
bakteri, menghindari mandi busa dan sabun berparfum karena dapat menyebabkan
iritasi pada uretra, mengganti diaper secara teratur untuk mencegah kontak yang
lama feses dengan daerah genital yang akan memberikan kesempatan kepada
bakteri untuk bergerak naik ke uretra kemudian ke kandung kemih, membersihkan
genital yang benar pada anak perempuan dengan cara membersihkan genital dari
depan ke belakang setelah BAK/BAB akan mengurangi pajanan uretra terhadap
ISK yang disebabkan oleh bakteri dari feses, menggunakan celana dalam dengan
bahan katun karena dapat mengurangi pertumbuhan bakteri pada daerah uretra
dibandingkan nilon atau bahan lainnya, buang air kecil teratur untuk membantu
mengeluarkan bakteri dari saluran kemih.
Untuk pencegahan ISK kompleks adalah deteksi adanya kelainan pada
ginjal dan saluran kemih sangat penting. Beberapa keadaan yang merupakan faktor
risiko ISK kompleks seperti refluks vesikoureter, neuropathic bladder atau
obstruksi saluran kemih (posterior urethral valves, ureterokel, ektopik ureter),
dapat merupakan kelainan bawaan yang dapat dideteksi secara dini dengan

15
pemeriksaan USG antenatal. AAP merekomendasikan pemeriksaan kelainan
saluran kemih dengan menggunakan USG pada anak usia kurang dari 2 tahun yang
didiagnosis ISK pertama kali. Pada anak yang menderita ISK pada 2 tahun pertama
setelah lahir harus dilakukan pemeriksaan VCUG. Pemberian antibiotik profilaksis
jangka panjang juga diberikan pada anak dengan kelainan saluran kemih untuk
mencegah infeksi berulang.

16
BAB III

ANALISA KASUS

a. Hubungan diagnosis dengan keadaan rumah dan lingkungan sekitar


Pasien tinggal di rumah panggung, dengan dinding papan dan atap seng. Rumah
tersebut memiliki 1 ruang keluarga, 2 kamar tidur, 1 ruang makan dan dapur.
Terdapat 1 kamar mandi yang terletak di dalam rumah. Sumber air berasal dari
PDAM, sumber listrik berasal dari PLN. Tidak terdapat hubungan antara rumah
dan kondisi keadaan lingkungan dengan penyakit yang diderita pasien.

b. Hubungan diagnosis dengan keadaan keluarga dan hubungan keluarga


Hubungan pasien dengan keluarganya baik, sehingga tidak terdapat hubungan
antara keadaan keluarga dengan keluhan yang diderita pasien.

c. Hubungan diagnosis dengan perilaku kesehatan dalam keluarga dan lingkungan


Menurut pengakuan pasien, pasien kurang minum. Pasien juga mengaku sering
menahan kencing. Sehingga, terdapat hubungan antara perilaku kesehatan dengan
keluhan yang diderita pasien.

d. Analisis kemungkinan berbagai faktor risiko atau etiologi penyakit pada pasien
Didapatkan bahwa pasien memiliki beberapa faktor resiko timbulnya penyakit
infeksi saluran kemih bagian bawah yaitu kebiasaan pasien kurang minum yang
didapatkan dari pengakuan pasien tentang warna urinnya yang biasanya kuning
pekat. Pasien juga mengaku sering menahan kencing.

e. Analisis untuk mengurangi paparan


Untuk mengurangi dan mencegah timbulnya penyakit serupa di kemudian hari,
hendaknya pasien rutin mengkonsumsi air putih (minimal 2 liter/hari), tidak
menahan keinginan BAK. Mengganti celana dalam setiap kali BAK/BAB jika
terasa basah. Konsumsi makanan bergizi lengkap dan jaga kesehatan tubuh.

17
DAFTAR PUSTAKA

1. Rusdijas, Ramayati R. Infeksi Saluran Kemih. Dalam : Alatas H. Tambunan T,


Trihono PP, penyunting. Buku ajar Nefrologi. Jakarta: IDI, 2002; 142-163
2. Elder JS. Urinary Tract Infections. Dalam: Behrman RM, Kliegman RM, Jenson
HB, penyunting. Nelson textbook of pediatrics, edisi ke-17. Philadelphia:WB
Saunders, 2004;1785-94.
3. Purnomo Basuki. 2009. Dasar-dasar Urologi. Edisi kedua. Jakarta: Agung Seto.
Hal: 35-48
4. Lee JBL, Neild GH. Urinary tract infection. Medicine. 2007; 35(8): 423-8.
5. Rubin MI. Infection of the Urinary Tract. Dalam: Ruben MI, Barratt M.
Nephrology. Baltimore: Williams & Wilkins company. 1975; 608-41..
6. Azzarone G, Liewehr S, O’Connor K. Cystitis. Pediatrics in Review. 2007;
28(12): 474-76.
7. Ahmed SM, Swedlund SK. Evaluation and Treatment of Urinary Tract
Infections in Children. American Academy of Family Physicians. 1995.

18
LAMPIRAN

19

Anda mungkin juga menyukai