Anda di halaman 1dari 64

Preseptor :

UVEITIS
Desie Warsoedoedi dr., SpM. M.Kes
Presentan :

POSTERIOR
Fenindea Adzany
Nurhadiyansah
Mutiara Riffatul Ifadah
LAPISAN
BOLA MATA
Bola mata terdiri dari 3
lapisan, yaitu :
1. Lapisan fibrosa
(lapisan terluar ) terdiri
dari sclera dan kornea
2. Lapisan vascular
(lapisan tengah) terdiri
dari koroid, badan
sillier dan iris
3. Lapisan Retina
(lapisan terdalam)
terdiri dari retina
bagian visual dan
non-visual
Anatomi Uvea
Definisi
Uvea merupakan lembaran yang tersusun oleh pembuluh
darah, serabut saraf, jaringan ikat, otot dan bagian depan iris
yang berlubang disebut sebagai pupil.
Traktus uvea adalah compartment vascular utama pada mata
yang terdiri dari 3 bagian :
Uvea terdiri dari :
Iris
Badan sillier (terletak di uvea anterior)
Koroid (terletak di uvea posterior)
Uvea track melekat erat pada 3 tempat di sklera
Scleral spur ( taji sclera)
Tempat keluarnya vena vertikosae
Nerve optic
Vaskularisasi Uvea Tract

Vaskularisasi :
Traktus uvea anterior : arteri silliaris
longus posterior
Traktus uvea posterior : arteri silliaris
posterior yang masuk ke koroid di
sekitar nerve optic
IRIS
Bagian paling anterior di traktus uvealis, membentuk
diafragma di depan lensa kristalline
Berbentuk membrane datar dan merupakan kelanjutan ke
depan dari badan siliar
Iris berarti = pelangi  warna iris berbeda – beda sesuai ras
(etnik)
Warna iris menentukan warna mata, contoh iris biru 
mata biru, iris coklat  mata coklat
Iris membagi 2 segmen ; anterior  COA , posterior  COP

Iris mengatur banyaknya cahaya yang diteruskan ke mata


dengan mengubah aperture pupil, jadi pergerakan iris 
mengatur bentuk pupil
Saat midriasis : iris tampak mengandung banyak rigi dan
lipatan,
saat miosis : permukaan anterior iris relative lebih rata.
Histologi Iris
Terdiri dari 3 lapisan, yaitu :
1. Lamina anterior
terdiri dari fibroblast melanosit, kolagen dan merupakan
struktur yang melipat  membentuk rigi dan kripta
2. Stoma iris
Lapisan tengah yang mengandung fibroblast, melanosit
dan kolagen, berasal dari mesoderm
Terdiri atas sel-sel berpigmen (melanosit) dan sel-sel
yang tidak berpigmen, serat-serat kolagen + matriks
yang mengandung asam hialuronat
Aquos humor mengalir bebas melalui stroma iris yang
longgar hingga ke batas anterior iris yang mengandung
banyak kripta
Permukaan stroma ditutupi oleh lapisan sel jaringan ikat
dan bergabung dengan cilliary body
Histologi Iris
Perbedaan warna iris seseorang dipengaruhi oleh :
jumlah pigmentasi yang terkandung dalam anterior
border layer dan di stroma bagian dalam.
Melanosome pada stroma terdiri dari pigmen hitam
(eumelanin) dan pigmen merah (pheomelanin) Rasio
eumelanin dan pheomelanin akan mempengaruhi
warna iris.
warna iris biru dan hazel  jumlah rasio pigmen
rendah, sedangkan untuk warna iris coklat memiliki
stroma dengan banyak pigmen yang mengabsorpsi
cahaya.
Pembuluh darah merupakan penyusun utama stroma,
membentuk sirkulus iridis mayor yang dibentuk oleh
oleh 2 arteri : arteri siliaris posterior dan 7 arteri
silliaris anterior.
Innervasi : saraf sensoris, vasomotor dan motoric dari
siliaris nervus longus dan brevis
Histologi Iris
3. Lamina posterior
Bagian posterior iris mengandung banyak pigmen
Perm. Basal : berbatasan dengan COP
Perm. Apical : berhadapan dengan stroma dan
melekat pada lapisan pigmen anteriod yang
menopang otot dilator.
Otot dilator memiliki 2 persarafan, simpatis dan
parasimpatis.
Otot dilator akan berkontraksi saat mendapatkan
stimulis simpatis, dan relaksasi ketika mendapatkan
stimulis parasimpatis.
Anatomi Pupil
 
Ditengah iris terdapat pupil : untuk mengatur jumlah
sinar yang masuk ke dalam mata
Secara normal tepi pupil bersentuhan dengan lensa,
namun tidak melekat pada lensa
Pada iris terdapat 2 macam otot yang mengatur
besarnya pupil
Musculus dilator pupillae (u/ melebarkan pupil)
Muskulus spinchter pupillae (u/ mengecilkan pupil)
Garis normal pupil normal : 3 – 4 mm
Pupil kanan = kiri  isokor, pupil kanan x pupil kiri
 anisokor
Anatomi Ciliary Body
Bagian uvea yang terletak diantara iris dan coroid
Berbentuk segitiga pada poongan melintang,
menjembatani kamera okuli anterior dan kamera okuli
posterior.
Badan sillier memanjang dari scleral spur sampai ora
serrata
Batas belakangnya adalah orra serata
Pada bagian ini banyak mengandung pembuluh darah
kapiler dan vena
Ciliary body akan menghasilkan aquous humor
Histologi Ciliary Body
Badan sillier terdiri dari 2 bagian :
 bagian yang dekat dengan uvea
Berdekatan dengan sklera
Terdiri dari lamina fusca (lamina suprakoroid), otot otot siliar, lapisan
pembuluh darah, jar. Ikat penghubung dan membrann bruch.
Otot siliaris disusun oleh 3 lapisan :
1. Serabut longitudinal (muskulus brucke)
Saat berkontraksi  otot ini menempel pada scleral spur dan
trabecular meshwork  menarik scleral spur  membuka
kanalis schlemm  meningkatkan aliran aquos humor
2. Serabut radial/oblik
Otot ini berperan dalam akomodasi lensa. Stimulis parasimpatis
 otot sirkular kontraksi  mengurangi tegangan di zonula
pada lensa  bentuk lensa lebih speris (cembung)
3. Serabut sirkular, serabut paling dalam
Histologi Ciliary Body
 Bagian yang dekat dengan epitel
Terbagi menjadi 2 , yaitu
a. Pars plana (orbicularis silliaris)
Zona berpigmen, relative avascular, meluar dari ora serrata
sampai ke prosesus silliaris.
b. Pars plikata (korona silliaris)
Berakhir di ora serrata, memiliki banyak vaskularisasi,
terdiri dari 70 lipatan radial yang disebut processus
silliaris. Serabut zonula lensa melekat di prosessus silliaris
dan di sepanjang pars plana.
c. Processus silliaris berbentuk seperti jari, stroma prosessus
silliaris terdiri dari : jaringan ikat fibrosa, anyaman kapiler,
melanosit dan otot polos. Terdiri dari 2 lapis epitel memiliki
banyak mitokondria  aktivitas metabolic tinggi yang
berperan dalam sekresi aktif humor aquos
Koroid
Bagian uvea yang paling luas dan terletak diantara retina
dan sklera
Bagian yang paling posterios dari traktus uvealis yang
memberikan nutrisi ke epitel pigmen retina dan bagian luar
sensoris retina
Koroid melekat erat pada sklera di sekitar saraf optic pada
tempat masuknya arteri silliaris posterior dan tempat
keluarnya vena vertikosae, terdiri dari 3 lapis pembuluh
darah :
1. Lapisan paling dalam (koriokapillaris)
2. Lapisan tengah (sattler) : terdiri dari pemb darah
kecil
3. Lapisan luar (Haller) ; terletak dekat dengan sklera.
Tebal = 0,25mm semakin posterior akan semakin tipis.
Terdiri dari anyaman pembuluh darah
Koroid
Perfusi koroid :
 A. silliaris longus
 A. silliaris posterior brevis dan
 A. silliaris anterior
Aliran darah yang mengalir ke koroid sangat
tinggi / kaya anak O2.
Karna retina jernih  koroid dapat dilihat dengan
funduscopy tampak berwarna merah karena
banyak pembuluh darah
Reflex fundus merag cemerlang tampak dari
warna koroid
Histologi Koroid
1. Lamina fusca (lamina suprakoid)
Tersusun atas : lamella – lamella kolagen dan serabut elastis,
serat otot polos, fibroblast, sel endotel, arteri dan nervus silliaris
posterior.
Memiliki banyak melanosit sehingga berwarna coklat
2. Lamina Basalis Koroidalis (membrane bruch)
Merupakan sebuah membrane yang membatasi epitel pigmen
retina dan lapisan koriokapilaris. Meluas dari tepi diskus optikus
ke ora serrata.
3. Lapisan koriokapillaris
Merupakan lapisan dengan d = 40-60 mikron. Terletak dibawah
epitel pigmen retina.
Dinding pembuluhnya relative besar, sangat tipis dan banyak
mengandung fenestra.
Koriokapillaris memiliki bentuk lobular dan arteriol di sentral
dan venule di sekitarnya.
UVEITIS

Merupakan inflamasi yang terjadi pada jaringan uveal.


EPIDEMIOLOGI
Pada negara maju, 10% kebutaan pada populasi usia produktif adalah
akibat uveitis.
Uveitis anterior di negara maju lebih tinggi dibandingkan negara
berkembang
Uveitis posterior menjadi penyebab kebutaan kelima di negara
berkembang seperti amerika selatan, india dan afrika karena tingginya
penyakit infeksi seperti HIV, TB, sfilis
ETIOLOGY
Standardization of Uveitis Nomenclature (SUN)
1.Infeksi : bakteri, virus, parasit, jamur
2.Non infeksi : berhubungan dengan kelainan sistemik (diketahui maupun tidak)
3.Masquarade : neoplastik & non-neoplastik
Duke Elder’s
4.Infeksi (bakteri, virus, parasit, jamur, riccketsia)
5.Alergi (mikroba, anafilaktik,atopic, automin, uveitis berkaitan dgn HLA)
6.Toxic (endotoksin, endocular, eksogen)
7.Trauma (kimia, mikroba, mekanik, simpatik)
8.Asosiasi dengan penyakit sistemik non-infeksi
9.Idiopatik (spesifik, non spesifik)
KLASIFIKASI
Indikator Anterior Intermediate Posterior Panuveitis

Letak Iris, cilliary body, pars Pars plana Choroid dan atau retina Seluruh uvea
plica
Etiologi   unknown    
Gejala
  Hiperemis Adanya objek berterbangan Adanya kilatan cahaya (potopsia)  

Circumcilliary congestion Penurunan visus Penurunan visus  

Lakrimasi   Metamorphopsia : melihat garis  


lurus menjadi bengkok-bengkok
 
Microphsia : objek nampak lebih
kecil
Atau
Macrophsia : objek nampak lebih
besar
 
Skotoma +/- : melihat objek hitam /
objek putih (ada potongan objek
yang hilang)

Fotofobia      
KLASIFIKASI
Indikator Anterior Intermediate Posterior Panuveitis

Tanda
COA Flare sel, KP (Keratitik Flare sel, KP, keruh    
presipitat/ sel radang di
endotel kornea), hipopion,
hifema
Pupil konstriksi, oklusi      
Iris hilangnya kripta, nodul,      
sinekia (anterior/posterior)

COP COP : parah  cyclitic      


membrane
Lensa Lensa : katarak &      
pseudoglioma
Vitreous Eksudat & koagulasi fibrin   Black spot, spill over, retina   
area kekuningan,
Choroid - Snowbank    
IOP Meningkat pada glukoma      
sekunder
Contoh diagnosis Iritis, Anterior syclitis, Posterior syclitis, Pars planitis, Choroiditis,  
Iridocyclitis Hyalitis, Basal retinochoroiditis Chorioretinitis,
    Retinochoroiditis,
Neurouveitis
 
KLASIFIKASI
Berdasarkan waktu aktivitas inflamasi :
Onset : tiba-tiba / bertahap
Durasi : limited (3 bulan atau kurang) / persisten
Situasi klinis : akut (onset tiba-tiba atau durasi limited) / reccurent /
kronis (durasi persisten dengan relapse <3 bulan setelah berhenti
pengobatan) Remisi diartikan sebagai inactivity (tidak ada sel yang
terlihat) selama 3 bulan atau lebih
KLASIFIKASI
Berdasarkan pathological :
-Suppurative
-Non – suppurative :
Granulomatous uveitis
Non-granulomatous uveitis: seringkali akibat alergi atau reaksi imunologis. Onsetnya akut dan
durasinya singkat
Mekanisme inflamasi dan tanda uveitis
Dilatasi pembuluh darah  circumcorneal cilliary injection
Permeabilitas vaskular meningkat  aqueous flare
Migrasi sel keratic precipitate, hipopion, hifema
UVEITIS POSTERIOR
Merupakan suatu peradangan pada lapisan koroid (choroiditis) yang sering
melibatkan jaringan sekitar seperti retina (chorioretinitis), vitreus, dan
nervus optic.

Infeksi paling sering disebabkan oleh T.gnodii, M. tuberculosis, Sifilis,


Cytomegalovirus, HIV.
UVEITIS POSTERIOR
Pada kasus non infeksi, Uveitis posterior disebabkan oleh koroiditis
multifocal, birdshot choroidopathy, sarcoidosis dan neoplasma. Uveitis
posterior timbul perlahan namun dapat terjadi secara akut.
JENIS KOROIDITIS
I. Koroiditis supuratif (peradangan koroid purulen). Biasanya tidak terjadi
sendiri dan hampir selalu merupakan bagian dari endophthalmitis
II. Koroiditis non-supuratif. Ini mungkin non granulomatous atau
granulomatosa (lebih umum). Peradangan koroid non-supuratif ditandai
dengan eksudasi dan infiltrasi seluler, mengakibatkan lesi putih keabu-
abuan menyembunyikan rona kemerahan normal pembuluh koroid.
Koroiditis non-supuratif biasanya bilateral dan morfologis (tergantung
pada jumlah dan lokasi lesi) dapat diklasifikasikan menjadi koroiditis
difus, diseminata dan lokalisasi
1. KOROIDITIS DIFUS.
Ini mengacu pada penyebaran lesi yang banyak dan melibatkan
sebagian besar jaringan koroid, biasanya TBC atau sifilis asal.
2. KOROIDITIS DISEMINATA.

Dikarakteristikan dengan inflamasi kecil dan multiple yang menyebar ke


bagian besar koroid. Kondisi seperti itu mungkin karena sifilis atau
tuberkulosis, tetapi pada banyak kasus penyebabnya tidak jelas.
3. KOROIDITIS TERBATAS /
TERLOKALISASI / FOKAL.
Ini ditandai dengan satu patch atau beberapa patch kecil peradangan
terlokalisasi di area tertentu. Seperti itu
bercak choroiditis dijelaskan dengan nama tergantung pada lokasi lesi
sebagai berikut:
I.KOROIDITIS SENTRAL
Seperti namanya melibatkan area makula dan dapat terjadi juga sendiri
atau kombinasi dengan koroiditis diseminata. Patch khas pusat
koroiditis dapat terjadi pada toksoplasmosis, histoplasmosis,
tuberkulosis, sifilis dan jarang karena larva migrans visceral.
II. KOROIDITIS JUXTACAECAL ATAU
JUXTAPILLARY.
Merupakan nama yang diberikan untuk patch koroiditis yang melibatkan
sebuah area yang berdampingan dengan Optic Disc. Salah satu contohnya
adalah koroiditis Jensen yang biasanya terjadi pada usia muda.
III. KOROIDITIS PERIFER
ANTERIOR
Ini menggambarkan terjadinya beberapa patch kecil koroiditis (mirip
dengan koroiditis diseminata) yang hanya terjadi di bagian perifer koroid
(anterior ke ekuator). Lesi ini seringkali berasal dari sifilis.
IV. KOROIDITIS EKUATORIAL
Melibatkan koroid di daerah ekuator saja
GEJALA
1. Penglihatan yang rusak.
Biasanya ringan karena kabut vitreous, tetapi mungkin menjadi
parah pada koroiditis sentral.
2. Photopsia.
Ini adalah sensasi subjektif dari kilatan cahaya karena iritasi
pada batang dan kerucut retina.
GEJALA
3. Bintik hitam melayang di depan mata.
Merupakan keluhan yang sangat umum dari pasien ini. Hal ini terjadi
karena gumpalan eksudat yang besar pada cairan vitreus.
4. Metamorfopsia
Pasien akan merasakan gambar objek yang terdistorsi Mikropsia dan
Makropsia, yaitu, persepsi objek yang lebih besar / lebih kecil dari yg
dilihat. (Alice in the wonderland Syndrome)
GEJALA
5. Skotoma positif, yaitu persepsi dari titik besar yang terfiksasi di bidang
penglihatan, yang berhubungan dengan lesi dapat diisadari oleh pasien.
TANDA
Pemeriksaan Fundus dapat mengungkapkan tanda-tanda berikut:
1. kekeruhan vitreous karena koroiditis biasanya hadir di bagian tengah
atau posterior. Ini mungkin kekeruhan halus, kasar, berserabut atau bola
salju.
TANDA
2. Ciri-ciri bercak koroiditis.
i. Dalam tahap aktif, tampak seperti area timbul berwarna kuning pucat
atau putih kotor dengan tepi tidak jelas. Hasil ini karena eksudasi dan
seluler infiltrasi koroid yang menyembunyikan pembuluh koroid. Lesi
biasanya berada lebih dalam pada pembuluh retinal. Di atasnya retina
sering keruh dan edema.
TANDA
ii. Pada tahap atrofi atau tahap penyembuhan, ketika peradangan aktif
mereda, area yang terkena menjadi lebih tajam dan digambarkan dari area
normal lainnya. Yang terlibat daerah menunjukkan sklera putih di bawah
koroid atrofi dan gumpalan berpigmen hitam di pinggiran lesi (Gambar
7.16 dan 7.17). Patch korioretinitis yang sudah sembuh harus dibedakan
dari kondisi degeneratif seperti miopia patologis dan retinitis pigmentosa.
PATOGENESIS UVEITIS
ANTERIOR
Disebabkan oleh berbagai macam faktor baik secara langsung oleh
patogen (virus varisela zoster, bakteri sifilis, TB dan lain
sebagainya), idiopatik, keganasan, ekspresi HLA-B27, dan
penyakit non infeksius lainnya (Juvenile idiopathic arthritis,
Sarcoidosis, Behçet disease, Tubulointerstitial nephritis and,
uveitis syndrome, Systemic lupus erythematosus,Multiple
sclerosis)

memicu inflamasi yang terjadi di area uvea anterior (iris, dan badan
silier)

pelebaran pembuluh darah silier sehingga terjadi “cilliary


injection”, spasme otot sfingter
PATOGENESIS UVEITIS
ANTERIOR

miosis, peningkatan
photopobia
sensitibilitas saraf

terjadinya tampilan hypopion,


perusakan barier
ekstravasasi hyphema, flare cell,
vaskular mata
berbagai macam sel dan sel di anterior
sehingga
dan protein chamber
Pada uveitis posterior dapat berdampak langsung pada retina
seperti:
Gangguan penglihatan karena adanya kekeruhan pada vitrous
Photopsia (sebuah kilatan cahaya yang terjadi karena adanya
iritasi pada retina)

PATOFISIOL Metamorphosia (garis lurus terlihat bergelombang


dikarenakan terjadinya udem pada retina)
OGI
Micropsia (pandangan objek menjadi lebih kecil karena
POSTERIOR pemisahan rod dan con)
UVEITIS Macropsia (pandangan objek menjadi lebih besar karena
kepadatan rod dan cone)
Skotoma (terdapatnya objek hitam atau kehilangan
pandangan dikarenakan lesi pada retina)
Intermediate uveitis terjadi ketika terdapat proses
inflamasi pada pars plana dari badan silier.
Terjadinya pelebaran pembuluh darah dan kerusakan
pada blood eye barier menyebabkan terjadinya migrasi
sel radang ke dalam anterior chamber atau vitreous
sehingga terdapat keratic precipitates dan flare cell
PATOFISIOL yang biasa disebut “spill over”.
OGI Plak eksudatif yang dapat terdeposit diseluruh kuadran
INTERMEDI mata.
ET UVEITIS
Neovaskularisasi yang mengakibatkan perdarahan pada
vitreous, ablasio retina, dan pembentukan membran
siklik. Penglihatan dapat terganggu dikarenakan
terjadinya kekeruhan pada aquos atau vitreous.
Pasien mengeluhkan penglihatan kabur mendadak dengan
tidak terdapat keluhan mata merah, tidak nyeri, dan tidak
terdapat fotopobia
Evaluasi tanda-tanda vital dan periksa ketajaman visual dan
gerakan ekstraokuler. Lakukan pemeriksaan funduskopi dan
ukur tekanan intraokular. Yang terpenting, lakukan
pemeriksaan slit-lamp.
DIAGNOSISHasil pemeriksaan kelopak mata, bulu mata, dan duktus
lakrimal normal.
Pemeriksaan konjungtiva menunjukkan injeksi perilimbal
360 °, yang intensitasnya meningkat saat mendekati limbus.
Ketajaman visual mungkin menurun pada mata yang terkena.
Gerakan ekstraokuler umumnya normal.
Pada pemeriksaan pupil, pasien mungkin mengalami fotofobia langsung
ketika cahaya diarahkan ke mata yang terkena, serta fotofobia konsensual
ketika cahaya diarahkan ke mata yang tidak terlibat.
SLIT LAMP
Mengamati WBC atau RBC pada
Anterior Chamber:
•0 - None
•1+ - Faint (barely detectable)
•2+ - Moderate (clear iris and lens
details)
•3+ - Moderate (hazy iris and lens
details)
•4+ - Intense (fibrin deposits, coagulated
aqueous)
DIAGNOSIS

Fundus Fluorescein Angiography (FFA)

Indocyanine Green Angiography (ICG)

Ultrasonography (USG)-B

Optical Coherence Tomography (OCT)


PEMERIKSAAN PENUNJANG
Hematologi (WBC, ESR, Blood glucose level, blood uric acid, Serological test, Test
antinuclear antibody(ANA), faktor rheumatoid, LE Cells, dan C reaction proteins)
Urinalysis
Pemeriksaan feses(infeksi parasite)
Skin Test (Tuberculin, Kveim’s test(Sarcoidosis), dan test toksoplasmin)
MANAGEMENT
Comprehensive Opthalmology, Khurana
1. Non-spesifik
Terapi lokal
a. Mydriatic-cycloplegic drugs (atropine sulphate 1% tetes ataupun salep 2-3 kali
sehari selama beberapa hari)
b. Kortikosteroid : dexamethason, betamethasone, hydrocortisone, atau
prednisolone.
c. Antibiotik spektrum luas tetes.
Terapi sistemik
a. Kortikosteroid : prednisolone 60-100 mg
b. NSAID : phenylbutazone dan oxyphenbutazone (jika berkaitan dengan
rheumatoid disease.
c. Immunosupressive drugs : chlorambucil, azathioprine, dan
methotrexate.
2. Spesifik
Bergantung pada penyakit yang mendasarinya
MANAGEMENT
Tujuan treatment:
1. Untuk pencegah komplikasi yang mengancam penglihatan
2. Untuk meredakan ketidaknyamanan dan sakit pada pasien
3. Untuk mengobati penyakit yang mendasari uveitis.
Prinsip pengobatan:
1. Istirahatkan mata dengan mendilatasikan pupil menggunakan atropine
2. Kompres hangat untuk memperbaiki sirkulasi darah dan meredakan nyeri
3. Mengontrol fase aktif pada inflamasi dengan pemberian kortikosteroid
4. Analgesik dan anti-inflamasi untuk meredakan nyeri dan ketidaknyamanan
5. Modern broad-spectrum antibiotics yang bisa melewati blood-aqueous
barrier pada kasus infeksi.
ATROPINE
Umumnya digunakan sebagai mydriatic dan cycloplegic.
- Terdapat tiga mekanisme kerja atropine, yaitu:
 Menjaga agar iris dan ciliary body tetap dalam keadaan rest dengan membuat otot
ciliary paralysis. Ini berfungsi juga untuk merelaksasikan otot ciliary yang spasme
berkaitan dengan iritis.
 Mengurangi hiperemi dengan adanya vasodilatasi, meningkatkan suplai darah ke
uvea anterior. Akibatnya lebih banyak antibodi yang mencapai jaringan target dan
lebih banyak toksin yang diserap.
 Mencegah terbentuknya sinekia posterior dan menghancurkan sinekia yang sudah
terbentuk dengan cara mendilatasikan pupil sehingga iris terlepas dari perlekatan.
- 1% atropin tetes mata atau salep dioleskan dua kali sehari.
- Injeksi subkonjungtif 'koktail' dari 0,3 ml mydricaine (atropin, prokain, adrenalin)
dapat diberikan bersama dengan garamycin 20 mg (0,5 ml) dan betametason 4 mg
(0,1 ml).
- Dalam kasus alergi atropin, midriatik lain seperti fenilefrin, siklopentolat atau
tropikamid dapat digunakan.
Analgesik dan anti-inflamasi Antibiotik
Untuk menghilangkan rasa sakit dan Antibiotik generasi ketiga spektrum luas
ketidaknyamanan, mis. aspirin, memiliki efek yang baik terutama pada
ibuprofen, dll. kasus uveitis purulen.
OBAT ANTIINFLAMASI NONSTEROID
(NSAID) DAN SITOTOKSIK
Antimetabolit dan imunosupresif sistemik seperti metotreksat, siklofosfamid dan
siklosporin diindikasikan untuk Uveitis yang mengancam penglihatan yang bilateral,
non-infeksi reversibel, gagal merespons steroid yang memadai
Obat-obatan ini secara khusus berguna pada kasus Behcet's syndrome, ophthalmitis
simpatik, pars planitis dan sindrom VKH (Vogt-Koyanagi-Harada).
Agen ini harus diberikan dengan sangat hati-hati di bawah pengawasan ahli
hematologi atau seorang ahli onkologi karena mereka memiliki efek samping yang
merugikan pada ginjal, hati dan menyebabkan depresi sumsum tulang. Baru-baru ini
azathioprine, mycophenolate, mofetil, tacrolimus digunakan dalam keadaan tidak
responsif atau tidak toleran.
PENGOBATAN SPESIFIK
Pengobatan khusus penyakit yang mendasari harus ditambahkan jika etiologinya
diidentifikasi mis. Reiter's sindrom, sindrom Behcet, sifilis, TBC dll.
COMPLICATIONS
Anterior Uvea
Complicated Cataract
Vitreous Degeneration
Macular Oedema
Secondary Periphlebitis Retina
Retinal Detachment.
Sinekia Posterior (30%)
Katarak (20%)
Glaukoma Karena Sinekia Perifer Anterior (15%)
Keratopati Pita Atau Band Keratopathy (10%)
PROGNOSIS
Dubia
DAFTAR PUSTAKA
DAFTAR PUSTAKA

 Denis Wakefield, M. J. (2011). What Is New HLA-B27 Acute Anterior Uveitis? Ocular Immunology & Inflammation, 139-144.

 Jogi, R. (2009). Basic Ophthalmology. Raipur: Jaypee Brothers Medical Publishers.

 Kanski's. (2016). Clinical ophthalmology a systemic approach. Sydney: Brad Bowling.

 sitompul, R. (2015). Diagnosis dan Penatalaksanaan uveitis dalam upaya mencegah kebutaan . Departemen ilmu kesehatan mata FKUI
RSCM, 60-70.

 Khurana Comprehensive Opthalmology 4th Ed (2007)

 Moore Clinicaly Oriented 7th Edition 2014

 Vaughan Asburys General Ophthalmology 17ed

 Junqueiras Basic Histology Text and Atlas 13th ed

Anda mungkin juga menyukai