Anda di halaman 1dari 13

PRESENTASI KASUS

OTOMIKOSIS

Disusun Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Mengikuti


Ujian Kepaniteraan Ilmu Kesehatan THT
RSUD Tidar Magelang

Pembimbing
dr. Asti Widuri, Sp. THT, M.Kes

Disusun oleh
Galuh Retno Ajeng Pandanwangi
NIM : 2008 031 0086

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN


UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
2013
I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny. M
Jenis Kelamin : Perempuan
Usia : 36 tahun
Alamat : Tuguran Barat, Magelang
Tanggal ke poliklinik THT : Sabtu, 23 November 2013

II. ANAMNESIS
Keluhan utama :
Pasien mengeluh gatal pada telinga kanan.
Riwayat penyakit sekarang:
Seorang pasien datang ke poli THT RSUD Tidar Magelang dengan
keluhan gatal pada telinga kanan. Gatal pada telinga kanan dirasakan sejak
3 hari yang lalu. Gatal muncul tiba tiba dan semakin lama semakin
memberat. Gatal dirasakan hilang timbul dan tidak dipengaruhi oleh
cuaca, waktu dan keadaan lingkungan tertentu. Selain mengeluh gatal,
pasien juga mengeluh telinga kanannya terasa penuh dan menjadi kurang
pendengarannya sejak 1 hari yang lalu. Pasien juga mengeluh telinganya
sedikit terasa nyeri, namun tidak mengganggu seperti rasa gatalnya. Pasien
mengaku keluhan keluhan tersebut sudah pernah dirasakannya sejak 1,5
bulan yang lalu dan sering kambuh. Pasien menyangkal adanya suara
berdenging di telinga, menyangkal adanya cairan yang keluar dari telinga
dan menyangkal adanya pusing berputar. Pasien mengaku sebelum timbul
keluhan yang pertama kali, pasien sering membersihkan telinganya
menggunakan cotton bud setiap 2 hari sekali sehabis mandi. Pasien
mengaku sebelumnya tidak sering berenang dan pasien menggunakan
jilbab setiap keluar rumah. Pasien mengaku tidak ada keluhan pada telinga
kiri, hidung maupun tenggorokannya.

Riwayat penyakit dahulu:


Riwayat penyakit serupa
Pasien sering mengalami keluhan yang sama sebelumnya sejak 1,5
bulan yang lalu dan sering kambuh-kambuhan. Dalam 1,5 bulan
ini, pasien mengaku sudah kambuh 3x.
Riwayat Infeksi Telinga
Disangkal
Riwayat Trauma Telinga
Disangkal
Riwayat Hipertensi
Disangkal
Riwayat Diabetes Mellitus
Disangkal
Riwayat Asma
Disangkal
Riwayat Rhinitis Alergi, Eksema
Disangkal
Riwayat Penggunaan Obat Obatan dalam Jangka Waktu
Lama
Disangkal
Anamnesis Sistem
Neurologi : Nyeri pinggang (-), Panas (-), pusing (-),
kesadaran menurun (-), kelemahan anggota gerak (-), kejang (-)
Respirasi : Batuk (-), pilek (-), sesak napas (-)
Kardiovaskular : Pucat (-), debar-debar (-),
Gastrointestinal : Muntah (-), mual (-), nyeri perut (-),
BAB (N), perut kembung(-), sakit pada anus (-)
Urogenital : BAK lancar, nyeri BAK (-)
Muskuloskeletal : lemah anggota gerak (-)

III. PEMERIKSAAN FISIK


Vital Sign
Tensi : 110/80
Nadi : 80 x/menit
Respirasi : 20 x/menit
Suhu : 36,5o C

Pemeriksaan fisik
Kepala: conjungtiva anemis (-/-), pupil isokor, sklera ikterik (-/-)
Leher : Tekanan vena jugularis tidak meningkat, lnn tak teraba
Jantung : suara S1 dan S2 reguler, bising (-), wheezing (-/-)
Abdomen : bunyi usus (+) normal, supel, timpani (+)
Ekstrimitas : tidak ada kelemahan ekstremitas

STATUS LOKALIS

TELINGA
Auricula Dextra Auricula Sinistra
Inspeksi :
Deskuamasi + -
Otore - -
Serumen - -
Tumor - -
Edema - -
Hiperemis + -
Kelainan Kongenital - -
Benjolan pada telinga luar - -
Palpasi
Tragus Pain + -
Nyeri Tarik Auricula + -
Pembesaran kelenjar limfe - -
retroaurikuler dan preaurikuler

Auricula Dextra Auricula Sinistra


Otoskopi
Laserasi Meatus Eksternus - -
Serumen - -
Discharge pada CAE - -
CAE Gumpalan debris -
berwarna putih,
hifa berfilamen
putih dan panjang
disertai bercak -
bercak hitam
Membrana timpani Utuh Utuh
Discharge - -
Reflek Cahaya (cone of light) + +

HIDUNG
Nasi Dextra Nasi Sinistra
Inspeksi :
Deformitas - -
Deviasi Septum - -
Edema - -
Kelainan Kongenital - -
Jaringan Parut - -
Hiperemis - -
Tumor - -
Discharge - -
Palpasi
Nyeri tekan dorsum nasi (-)
Nyeri tekan frontalis (-)
Krepitasi (-)
Edema (-)

Nasi Dextra Nasi Sinistra


Rhinoskopi Anterior :
Mukosa hiperemis - -
Mukosa Edema - -
Konka hiperemis - -
Konka edema - -
Deviasi Septum - -
Discharge - -
Massa - -
Benda Asing - -
Rhinoskopi posterior tidak dilakukan

TENGGOROK
Inspeksi :
Pada labia tidak terdapat kelainan
Lidah kotor (-) hiperemis (-)
Mukosa lidah dalam batas normal
Tonsil dalam batas normal
Uvula simetris, hiperemis (-)
Palpasi :
Kelenjar submandibula oedem (-), nyeri tekan (-)

IV. DIAGNOSIS
Otomikosis Auricula Dextra

V. TERAPI
Medikamentosa :
R/ Sol Asam Asetat 2% Laq 5 ml No.I
S 2 dd gtt X AD
R/ Sol Klotrimazol 1% Laq 10 ml No.I
S 3 dd gtt IV AD setelah dicuci

Non medikamentosa :
- Ear toilet

VI. EDUKASI
Disarankan untuk :
- Menggunakan obat secara teratur sesuai anjuran
- Melakukan ear toilet sesuai anjuran
- Menggunakan jilbab yang berbahan menyerap keringat
- Menghindari masuknya air ke dalam telinga
- Menghindari mengorek telinga
- Menggunakan tutup telinga ketika keramas
- Menghindari olahraga air
- Rutin kontrol ke poliklinik

PEMBAHASAN
I. DEFINISI
Otomikosis adalah infeksi telinga yang disebabkan oleh jamur, atau
infeksi jamur yang superficial pada kanalis auditorius eksternus. Otomikosis ini
sering dijumpai pada daerah yang tropis. Infeksi ini dapat bersifat akut, subakut,
kronis dan khas dengan adanya inflamasi, rasa gatal, dan ketidaknyamanan.
Mikosis ini menyebabkan adanya pembengkakan, pengelupasan epitel superfisial,
adanya penumpukan debris yang berbentuk hifa, disertai supurasi, dan nyeri.

II. EPIDEMIOLOGI
Angka insidensi otomikosis tidak diketahui, tetapi sering terjadi pada
daerah dengan cuaca yang panas, juga pada orang-orang yang senang dengan olah
raga air. 1 dari 8 kasus infesi telinga luar disebabkan oleh jamur. 90 % infeksi
jamur ini disebabkan oleh Aspergillus spp, dan selebihnya adalah Candida spp.
Angka prevalensi Otomikosis ini dijumpai pada 9 % dari seluruh pasien yang
mengalami gejala dan tanda otitis eksterna. Otomikosis ini lebih sering dijumpai
pada daerah dengan cuaca panas, dan banyak literatur menyebutkan otomikosis
berasal dari negara tropis dan subtropis. Di United Kingdom ( UK ), diagnosis
otitis eksterna yang disebabkan oleh jamur ini sering ditegakkan pada saat
berakhirnya musim panas.
Menurut penelitian yang dilakukan oleh Ali Zarei tahun 2006, Otomikosis
dijumpai lebih banyak pada wanita ( terutama ibu rumah tangga ) daripada pria.
Otomikosis biasanya terjadi pada dewasa, dan jarang pada anak-anak. Pada
penelitian tersebut, dijumpai otomikosis sering pada remaja laki-laki, yang juga
sesuai dengan yang dilaporkan oleh peneliti lainnya.
Tetapi berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Hueso,dkk, dari 102
kasus ditemukan 55,8 %nya merupakan lelaki, sedangkan 44,2% nya merupakan
wanita.

III.ETIOLOGI
Faktor predisposisi terjadinya otitis eksterna, dalam hal ini otomikosis,
meliputi ketiadaan serumen, kelembaban yang tinggi, peningkatan temperature,
dan trauma lokal, yang biasanya sering disebabkan oleh kapas telinga ( cotton
buds ) dan alat bantu dengar. Serumen sendiri memiliki pH yang berkisar antara
4-5 yang berfungsi menekan pertumbuhan bakteri dan jamur. Olah raga air
misalnya berenang dan berselancar sering dihubungkan dengan keadaan ini oleh
karena paparan ulang dengan air yang menyebabkan keluarnya serumen, dan
keringnya kanalis auditorius eksternus. Bisa juga disebabkan oleh adanya
prosedur invasif pada telinga. Predisposisi yang lain meliputi riwayat menderita
eksema, rhinitis allergika, dan asthma.
Infeksi ini disebabkan oleh beberapa spesies dari jamur yang bersifat
saprofit, terutama Aspergillus niger. Agen penyebab lainnya meliputi A. flavus, A.
fumigatus, Allescheria boydii, Scopulariopsis, Penicillium, Rhizopus, Absidia, dan
Candida Spp. Sebagai tambahan, otomikosis dapat merupakan infeksi sekunder
dari predisposisi tertentu misalnya otitis eksterna yang disebabkan bakteri yang
diterapi dengan kortikosteroid dan berenang.
Banyak faktor yang menjadi penyebab perubahan jamur saprofit ini
mejadi jamur yang patogenik, tetapi bagaimana mekanismenya sampai sekarang
belum dimengerti. Beberapa dari faktor dibawah ini dianggap berperan dalam
terjadinya infeksi, seperti perubahan epitel, peningkatan kadar pH, gangguan
kualitatif dan kuantitatif dari serumen, faktor sistemik ( seperti gangguan imun
tubuh, kortikosteroid, antibiotik, sitostatik, neoplasia ), faktor lingkungan ( panas,
kelembaban ), riwayat otomikosis sebelumnya, Otitis media sekretorik kronik,
post mastoidektomi, atau penggunaan substansi seperti antibiotika spectrum luas
pada telinga.

IV. PATOGENESIS
Secara umum, kanalis akustikus eksterna dilindungi oleh sistem imun
tubuh, lapisan epitelium, dan sekresi yang dihasilkan oleh kanal yaitu serumen.
Kanalis akustikus eksterna mempunyai pH normal berkisar antara 4-5. Hal ini
dijaga oleh flora normal dan serumen. Kadar pH yang sedikit asam akan menekan
pertumbuhan bakteri dan jamur, sehingga bersama-sama dengan sistem imun
tubuh dan lapisan epitelium, akan menjaga kanalis akustikus eksterna dari
serangan patogen.
Dalam keadaan tertentu seperti paparan air, penggunaan antibiotik dan
steroid dalam jangka panjang, maka suasana sedikit asam tersebut akan berubah
menjadi lebih basa. Hal ini akan menyebabkan pertumbuhan bakteri dan jamur
sehingga terjadi infeksi pada kanalis akustikus eksterna. Keadaan akan diperburuk
jika sistem imun dan lapisan epitelium juga mengalami gangguan. Jamur juga
tumbuh dengan cepat dikarenakan kondisi kanalis akustikus yang lembab, hangat
dan gelap, sehingga otomikosis terjadi.

V. GEJALA KLINIS
Gejala klinik yang dapat ditemui hampir sama seperti gejala otitis eksterna
pada umumnya yakni otalgia dan otorrhea sebagai gejala yang paling banyak
dijumpai, kemudian diikuti dengan kurangnya pendengaran, rasa penuh pada
telinga dan gatal.
Sebagaimana penelitian yang dilakukan oleh Tang Ho,et al pada tahun 2006,
yakni dari 132 kasus otomikosis didapati persentase masing- masing gejala otomikosis
sebagai berikut :
Simptom Jumlah Pasien ( n ) Persentase ( % )
Otalgia 63 48
Otorrhea 63 48
Kehilangan pendengaran 59 45
Rasa penuh pada telinga 44 33
Gatal 20 23
Tinnitus 5 4

Pada liang telinga akan tampak berwarna merah, ditutupi oleh skuama,
dan kelainan ini ke bagian luar akan dapat meluas sampai muara liang telinga dan
daun telinga sebelah dalam. Tempat yang terinfeksi menjadi merah dan ditutupi
skuama halus. Bila meluas sampai kedalam, sampai ke membran timpani, maka
akan dapat mengeluarkan cairan serosanguinos.
Pada pemeriksaan telinga yang dicurigai otomikosis, didapati adanya
akumulasi debris fibrin yang tebal, pertumbuhan hifa berfilamen yang berwana
putih dan panjang dari permukaan kulit, hilangnya pembengkakan signifikan pada
dinding kanalis, dan area melingkar dari jaringan granulasi diantara kanalis
eksterna atau pada membran timpani. Terkadang otomikosis ini dapat
menyebabkan perforasi pada membran timpani. Dari hasil otoskopi bisa
didapatkan perforasi dari pars tensa. Membran timpani tampak kering. Bayangan
keabuan dan massa putih dari miselium tampak pada dinding anterior kanalis.
Nanah kering kekuningan tampak pada permukaan kulit pada dinding posterior
kanalis.

VI. DIAGNOSA
Diagnosa didasarkan pada :
a. Anamnesis.
Adanya keluhan nyeri di dalam telinga, rasa gatal, adanya secret
yang keluar dari telinga. Yang paling penting adalah kecenderungan
beraktifitas yang berhubungan dengan air, misalnya berenang, menyelam,
dan sebagainya.
b. Gejala Klinik.
Yang khas, terasa gatal atau sakit di liang telinga dan daun telinga
menjadi merah, skuamous dan dapat meluas ke dalam liang telinga sampai
2/3 bagian luar. Didapati adanya akumulasi debris fibrin yang tebal,
pertumbuhan hifa berfilamen yang berwana putih dan panjang dari
permukaan kulit.

c. Pemeriksaan Laboratorium
- Preparat langsung : skuama dari kerokan kulit liang
telinga diperiksa dengan KOH 10 % akan tampak hifa-hifa lebar,
berseptum, dan kadang-kadang dapat ditemyukan spora-spora kecil
dengan diameter 2-3 u.
- Pembiakan : Skuama dibiakkan pada media Agar
Saboraud, dan dieramkan pada suhu kamar. Koloni akan tumbuh
dalam satu minggu berupa koloni filament berwarna putih. Dengan
mikroskop tampak hifa-hifa lebar dan pada ujung-ujung hifa dapat
ditemukan sterigma dan spora berjejer melekat pada
permukaannya.

VII. DIAGNOSA BANDING


Otomikosis dapat didiagnosa banding dengan otitis eksterna yang
disebabkan oleh bakteri, kemudian dengan dermatitis pada liang telinga yang
sering memberikan gejala gejala yang sama.

VIII. PENATALAKSANAAN
Pengobatan ditujukan untuk menjaga agar liang telinga tetap kering ,
jangan lembab, dan disarankan untuk tidak mengorek-ngorek telinga dengan
barang-barang yang kotor seperti korek api, garukan telinga, atau kapas. Kotoran-
kotoran telinga harus sering dibersihkan.
Pengobatan yang dapat diberikan seperti :
a. Larutan asam asetat 2-5 % dalam alkohol yang diteteskan kedalam liang
telinga biasanya dapat menyembuhkan.4,15
Tetes telinga siap beli seperti VoSol ( asam asetat nonakueus 2 % ), Cresylate ( m-
kresil asetat ) dan Otic Domeboro ( asam asetat 2 % ) bermanfaat bagi banyak
kasus.
b. Larutan timol 2 % dalam spiritus dilutes ( alkohol 70 % ) atau
meneteskan larutan burrowi 5 % satu atau dua tetes dan selanjutnya dibersihkan
dengan desinfektan biasanya memberi hasil pengobatan yang memuaskan.
c. Dapat juga diberikan Neosporin dan larutan gentian violet 1-2 %.
d. Akhir-akhir ini yang sering dipakai adalah fungisida topikal spesifik,
seperti preparat yang mengandung nystatin , ketokonazole, klotrimazole, dan anti
jamur yang diberikan secara sistemik.
Beberapa penelitian menyebutkan bahwa penggunaan anti jamur tidak
secara komplit mengobati proses dari otomikosis ini, oleh karena agen-agen diatas
tidak menunjukkan keefektifan untuk mencegah otomikosis ini relaps kembali.
Hal ini menjadi penting untuk diingat bahwa, selain memberikan anti jamur
topikal, juga harus dipahami fisiologi dari kanalis auditorius eksternus itu sendiri,
yakni dengan tidak melakukan manuver-manuver pada daerah tersebut,
mengurangi paparan dengan air agar tidak menambah kelembaban, mendapatkan
terapi yang adekuat ketika menderita otitis media, juga menghindari situasi
apapun yang dapat merubah homeostasis lokal. Kesemuanya apabila dijalankan
dengan baik, maka akan membawa kepada resolusi komplit dari penyakit ini.

IX. KOMPLIKASI
Komplikasi dari otomikosis yang pernah dilaporkan adalah perforasi dari
membran timpani dan otitis media serosa, tetapi hal tersebut sangat jarang terjadi,
dan cenderung sembuh dengan pengobatan. Patofisiologi dari perforasi membran
timpani mungkin berhubungan dengan nekrosis avaskular dari membran timpani
sebagai akibat dari trombosis pada pembuluh darah. Angka insiden terjadinya
perforasi membran yang dilaporkan dari berbagai penelitian berkisar antara 12-16
% dari seluruh kasus otomikosis.

X. PROGNOSIS
Umumnya baik bila diobati dengan pengobatan yang adekuat. Pada saat
terapi dengan anti jamur dimulai, maka akan dimulai suatu proses resolusi
(penyembuhan) yang baik secara imunologi. Bagaimanapun juga, resiko
kekambuhan sangat tinggi, jika faktor yang menyebabkan infeksi sebenarnya
tidak dikoreksi, dan fisiologi lingkungan normal dari kanalis auditorius eksternus
masih terganggu.

DAFTAR PUSTAKA
Adams G., Boies L., Higler P. BOIES Fundamental of Otolaryngology (Buku Ajar
Penyakit THT) Edisi 6. Jakarta : EGC, 1997.
Soepardi A, Iskandar N, Bashiruddin J, et al. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga
Hidung Tenggorok Kepala dan Leher. Edisi keenam. Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta. 2007. Pg:212-25
Carparas. M. B, Lim. M. G. Basic Otolaryngology. Publication of comitteeof the
college of Medicine: University of the Philippines. 1998. Pg: 149-59

Anda mungkin juga menyukai