Anda di halaman 1dari 33

LAPORAN KASUS

ABSES PERIANAL

Disusun oleh:

RIZVIALDI

030.15.002

Pembimbing:

dr. Harinto, Sp.B

KEPANITERAAN KLINIK ILMU BEDAH

RUMAH SAKIT UMUM DAERAH BUDHI ASIH

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI JAKARTA

PERIODE 2 DESEMBER 2019 – 7 FEBRUARI 2020

1
LEMBAR PENGESAHAN
Laporan kasus:

Abses Perianal

Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat menyelesaikan Kepaniteraan Klinik


Ilmu Bedah RSUD Budhi Asih periode 2 Desember 2019 – 7 Februari 2020

Disusun oleh:

RIZVIALDI

03.015.002

Telah diterima dan disetujui oleh dr. Harinto, Sp.B selaku pembimbing Kepaniteraan Klinik Ilmu
Bedah RSUD Budhi Asih

Jakarta, Januari 2020

dr. Harinto, Sp.B

2
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT karena berkat ridha-Nya
sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan kasus ini yang berjudul “Abses
Perianal” dengan sebaik-baiknya. Laporan kasus ini dibuat untuk memenuhi tugas
Kepaniteraan Klinik Stase Ilmu Bedah di RSUD Budhi Asih periode 2 Desember

2019 – 7 Februari 2020. Dalam menyelesaikan laporan kasus, penulis


mendapatkan bantuan dan bimbingan, untuk itu pada kesempatan ini penulis
mengucapkan terima kasih kepada:

1. dr. Harinto, Sp.B selaku pembimbing yang telah memberikan kesempatan


kepada penulis untuk menimba ilmu dan menjalani Kepaniteraan Klinik
Stase Ilmu Bedah di RSUD Budhi Asih.
2. Staf dan paramedis yang bertugas di RSUD Budhi Asih.
3. Serta rekan-rekan Kepaniteraan Klinik selama di RSUD Budhi Asih.

Penulis menyadari bahwa laporan kasus ini masih memiliki kekurangan, oleh
karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari
semua pihak agar laporan kasus ini dapat menjadi lebih baik lagi. Semoga
pembuatan laporan kasus ini dapat memberikan manfaat, yaitu menambah ilmu
pengetahuan bagi seluruh pembaca, khususnya untuk rekan-rekan kedokteran
maupun paramedis lainnya dan masyarakat pada umumnya.

Jakarta, Januari 2020

Rizvialdi

030.15.002

3
DAFTAR ISI

LAPORAN KASUS .......................................................................................................... 1


LEMBAR PENGESAHAN .............................................................................................. 2
KATA PENGANTAR....................................................................................................... 3
DAFTAR ISI ..................................................................................................................... 4
BAB I: PENDAHULUAN ................................................................................................ 5
BAB II: LAPORAN KASUS ............................................................................................ 6
A.IDENTITAS ................................................................................................................ 6
B.ANAMNESIS ............................................................................................................. 7
C.PEMERIKSAAN FISIK ............................................................................................. 8
D.PEMERIKSAAN PENUNJANG .............................................................................. 12
E.RESUME .................................................................................................................. 13
F.ASSESMENT ............................................................................................................ 13
G.PLANNING .............................................................................................................. 13
H.PROGNOSIS ............................................................................................................ 14
BAB III: TINJAUAN PUSTAKA.................................................................................. 15
3.1 ANATOMI.............................................................................................................. 15
3.2 EPIDEMIOLOGI .................................................................................................... 19
3.3 ETIOLOGI .............................................................................................................. 19
3.4 PATOFISIOLOGI................................................................................................... 20
3.5 GAMBARAN KLINIS ........................................................................................... 22
3.6 PEMERIKSAAN PENUNJANG ............................................................................ 23
3.7 DIAGNOSIS BANDING........................................................................................ 24
3.8 TATALAKSANA ................................................................................................... 25
3.9 KOMPLIKASI ........................................................................................................ 29
BAB IV: KESIMPULAN ............................................................................................... 30
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................................... 31

4
BAB I
PENDAHULUAN

Abses anorectal disebabkan oleh radang ruang para rectum akibat infeksi
kuman. Abses dinamai sesuai dengan letak anatomic seperti abses pelvirektal,
iskiorektal, antarsfingter, marginal (saluran anus bawah epitel), dan abses perianal.
Abses perianal merupakan akumulasi nanah pada ruang perianal akibat infeksi
bakteri. Dalam praktik sehari-hari, abses perianal paling sering ditemukan.7

Diperkirakan ada sekitar 100.000 kasus penyakit anorektal jinak secara


umum. Usia rata-rata saat presentasi adalah 40 tahun, dan laki-laki dewasa dua kali
lebih mungkin untuk berkembang dengan abses dibandingkan perempuan. Abses
perianal seringkali diremehkan karena pada awalnya tidak menimbulkan gejala
yang mengganggu. Abses perianal yang tidak di atasi segera dapat bertambah luas
hingga menimbulkan keluhan nyeri hebat bahkan dapat terbentuk fistula ani. Selain
fistula ani, abses perianal juga dapat menyebabkan komplikasi fatal lainnya.
Makalah ini berisikan laporan kasus abses perianal pada salah satu pasien di RSUD
Budhi Asih beserta pembahasannya sesuai dengan pustaka yang ada.

Abses adalah pengumpulan pus atau nanah yang disebabkan oleh infeksi.
infeksi dapat disebabkan oleh bakteri non-spesifik maupun spesifik. Abses non-
spesifik disebabkan oleh bakteri yang belum jelas atau belum diketahui, biasanya
terdapat kombinasi antara bakteri gram positif maupun negative atau bakteri aerob
maupun anaerob. Sedangkan Abses spesifik bakteri penyebabnya sudah diketahuin
dan memberikan tanda dan gejala yang khas, seperti abses yang disebabkan oleh
mycobacterium tuberculosis yang dapat timbul pada individu immune
compromised atau individu yang menderita TB paru milier. Tandanya juga khas
yaitu berupa pus yang menyerupai keju.

5
BAB II
LAPORAN KASUS

A. IDENTITAS

Nama : Tn. N

No. RM : 01.18.05.65

Jenis Kelamin : Laki-laki

Usia : 62 tahun

Tanggal Lahir : 25/12/1956

Alamat : Jl. H. Abdurrahman, Jakarta Timur

Agama : Islam

Pekerjaan : Driver

Status Pernikahan : Menikah

Tanggal Masuk : 12/12/2019

Ruangan : Cempaka Barat

6
B. ANAMNESIS

Dilakukan secara autoanamnesis dengan Pasien dan Istri pasien

pada tanggal 16/12/2019

Keluhan Utama Nyeri pada sekitar dubur dan selangkangan sejak 4 hari
SMRS
Keluhan Timbul benjolan dan nyeri pada tangan kiri
Tambahan
Riwayat Penyakit Awalanya terdapat benjolan/bisul kecil yang tidak
Sekarang mengganggu disekitar dubur sejak + 1 bulan SMRS. 4 hari
SMRS benjolan tersebut bertambah besar, bertambah
banyak hingga selangkangan, dan semakin terasa nyeri.
Benjolan tersebut menyebabkan pasien kesulitan duduk dan
juga menyebabkan nyeri pada BAB, namun BAB tidak
mengeluarkan darah. Pasien juga mengalami demam,
menggigil, dan mual sejak 3 hari SMRS. Benjolan juga
timbul di tangan kiri sebesar gundu sejak 3 hari SMRS.
Pasien datang ke IGD RSUD Budhi Asih karena tidak tahan
dengan nyeri.

Riwayat Penyakit Keluhan yang sama (-), DM (-), HT (-), Alergi (-).
Dahulu
Riwayat Penyakit Keluhan yang sama (-), Ibu pasien penderita DM
Keluarga
Riwayat Pasien tidak mengkonsumsi obat dan belum pernah operasi
Pengobatan dan sebelumnya.
Operasi
Riwayat Pasien bekerja sebagai supir taksi online, keseharian pasien
Kebiasaan lebih lama duduk. Pasien kurang memperhatikan
kebersihan daerah dubur. Ketika pasien membersihkan

7
dubur daerah dubur tidak dikeringkan terlebih dahulu.
Pasien juga mengaku Merokok 2 bungkus/hari, Alkohol (-),
makan teratur, dengan aktivitas fisik sedentari

C. PEMERIKSAAN FISIK

Keadaan Kesadaran: Compos Mentis


Umum Kesan sakit: Sedang
Status Gizi:
- Tinggi: 162 cm
- BB : 75kg
- BMI: 28,6 (overweight)
Tanda Vital Tekanan darah: 130/70 mmHg
Nadi: 98 x/menit
Pernapasan: 20 x/menit
Suhu: 36,6 0C
SpO2: 99 %
Kepala Inspeksi: Jejas (-), deformitas (-), rambut hitam distribusi
merata.

Mata: CA -/-, SI -/-, pupil isokor, refleks cahaya langsung dan


tidak langsung +/+

Telinga: Normotia, tanda infeksi (-), pendengaran baik

Hidung: Simetris, deformitas (-)

Tenggorokan: T2/T2, uvula ditengah

Mulut: dalam batas normal

8
Leher KGB dan tiroid dalam batas normal
Toraks Paru-paru:
Inspeksi: gerak dinding dada simetris, tidak terdapat deformitas

Palpasi: vocal fremitus normal di seluruh lapang paru

Perkusi: sonor diseluruh lapang paru

Auskultasi: SNV +/+, rhonki (-), wheezing (-)

Jantung:
Inspeksi: ictus kordis tidak terlihat, tidak terlihat pulsasi
abnormal

Palpasi: ictus cordis tidak teraba

Perkusi: batas kanan dan kiri jantung dalam batas normal

Auskultasi: S1S2 reguler, murmur (-), gallop (-)

Abdomen Inspeksi: Datar, laserasi (-), venektasi (-)

Auskultasi: Bising usus (+) frekuensi 3-4x/menit

Palpasi: Supel, nyeri tekan (-), hepar dan lien tidak teraba

Perkusi: Timpani di seluruh regio abdomen

Ekstremitas Ekstremitas Atas:

9
Akral hangat (+), CRT < 3 detik, benjolan pada manus
sinistra; fluktuasi (+), nyeri tekan (+), hiperemis (+), ukura
+ 2x3cm

Ekstremitas Bawah:
Akral hangat (+), deformitas (-)

Genitalia dan - Ditemukan benjolan yang sudah pecah di sekitar


Anus anus arah jam 6, pus (+), hiperemis (+), ukuran + 2
x 1 cm
- Ditemukan pustule multiple di sekitar perineum,
hiperemis (+), darah (+)

10
11
D. PEMERIKSAAN PENUNJANG

(11/12/2019)
HEMATOLOGI
Hasil Satuan Nilai Rujukan
Leukosit 16.3 ribu/µl 3.8-10.6
Eritrosit 4.4 juta/µl 4.4-5.9
Hemoglobin 12.7 g/dL 13.2-17.3
Hematokrit 36 % 40-52
Trombosit 303 ribu/µl 150-440
MCV 81.5 fL 80-100
MCH 28.9 pg 26-34
MCHC 35.5 g/dL 32-36
RDW 12.1 % <14
METABOLISME KARBOHIDRAT
GDS CITO 105 mg/dL 70-110

(13/12/2019)
FAAL HEMOSTASIS
Hasil Satuan Nilai Normal
Protrombin Time 16.9 detik 12-17
(PT)
Masa Tromboplastin 24.9 detik 20-40
IMUNOSEROLOGI
Anti HIV
Screening/rapid
Non Reaktif Non Reaktif
test
HEPATITIS
HBsAg Kualitatif Non Reaktif Non Reaktif

12
E. RESUME

Pasien datang dengan keluhan nyeri disekitar dubur dan selangkangan


sejak 4 hari SMRS. Awalanya terdapat benjolan/bisul kecil yang tidak
mengganggu disekitar anus sejak + 1 bulan SMRS. 4 hari SMRS benjolan
tersebut bertambah besar, bertambah banyak, dan semakin nyeri. Nyeri BAB
(+), BAB darah (-), Demam (+), Menggigil (+), Mual (+), Muntah (-). Keluhan
ini baru pertama kali dialami oleh pasien. Pasien tidak memiliki penyakit
diabetes maupun hipertensi. Pasien belum pernah dirawat dan di operasi
sebelumnya. Pasien tidak meminum obat-obatan rutin. Pekerjaan pasien adalah
driver yang membuat aktivitas setiap hari lebih banyak duduk. Pasien mengaku
kurang memperhatikan kebersihan area duburnya.

Pada pemeriksaan fisik status lokalis, ditemukan Ditemukan benjolan


yang sudah pecah di sekitar anus arah jam 6, pus (+), hiperemis (+), ukuran +
2 x 1 cm, Ditemukan pustule multiple di sekitar perineum, hiperemis (+), darah
(+). Selain itu, benjolan pada manus sinistra; fluktuasi (+), nyeri tekan (+),
hiperemis (+), ukura + 2x3cm. Pada pemeriksaan lab darah rutin, ditemukan
leukosit yang meningkat dengan nilai 16.300/uL.

F. ASSESMENT
- Multiple Abses Perianal
- Abses manus sinistra

Diagnosis Banding: Fistula ani, abses TB

G. PLANNING
• Non-Medikamentosa
o Operasi insisi drainase abses
• Medikamentosa
o Ampicillin Sulbactam 4 x 1,5 gram

13
H. PROGNOSIS
Ad Vitam : bonam
Ad Fungsionam : bonam
Ad Sanationam : dubia ad bonam

14
BAB III
PEMBAHASAN

3.1 Definisi

Abses anorectal merupakan akumulasi nanah yang terdapat di daerah


rectum dan anus. Abses anorectal diseabkan oleh peradangan ruang para rectum
akibat infeksi kuman. Umumnya, pintu infeksi terdapat dikelenjar rectum di
kripta antar kolumna rectum. Penyebab lain ialah infeksi dari kulit anus,
hematoma, fisura anus, dan skleroterapi.7

Abses dinamai sesuai dengan letak anatomic seperti pelvirektal,


isiorektal, antar sfingter, marginal, yaitu saluran anus dibawah epitel, dan
perianal. Dalam praktik sehari-hari, abses perianal paling sering ditemukan.
Abses perianal sendiri merupakan akumulasi nanah yang terdapat pada ruang
perianal.7

3.2 Anatomi

Anatomi usus besar terdiri atas kolon, rectum, dan saluran anal. Pada

pembahasan ini akan dijelaskan lebih dalam mengenai saluran anal. Secara

embriologis, saluran anal atau kanalis analis berasal dari proktoderm yang

merupakan invaginasi ectoderm, sedangkan rectum berasal dari entoderm.

Oleh karena perbedaan asal muasalnya, maka perdarahan, persarafan, serta

aliran darah antara rectum dan anus berbeda. Saluran anal dan kulit luar di

sekitarnya kaya akan persarafan sensoris somatic dan peka terhadap

rangsangan nyeri. Sehingga apabila terjadi kelainan pada daerah ini seperti

abses dan fistula maka akan terasa nyeri sekali.5

15
Gambar 1. Anatomi rectum

Gambar 2. Anatomi Rectum dan anus

Saluran anal memiliki ukuran ± 3 cm dengan sumbu ke ventrokranial yaitu

ke arah umbilicus dan membentuk sudut ke dorsal saat rectum dalam keadaan

istirahat. Batas atas saluran anal adalah garis anorektum, garis mukokutan,

linea pektinata, atau linea dentata. Di daerah ini terdapat kripta anus dan muara

16
kelenjar anus antara klumna rectum. Infeksi yang terjadi pada daerah ini dapat

menyebabkan abses anorektum yang dapat berujung pada pembentukan fistula.

Cincin sfingter anus melingkari saluran anal dan terdiri dari sfingter Internal

dan sfingter eksternal. Sfingter anal internal terdiri atas serabut otot polos dan

bekerja tanpa menuruti kehendak, dipersarafi oleh saraf parasimpatis (S2-S4)

dan berguna dalam proses defekasi, sedangkan sfingter eksternal terdiri atas

serabut otot lurik dan bekerja menurut kehendak, dipersarafi oleh saraf

parasimpatis dan saraf pudendal yang berasal dari pleksus lumbosacral (L4-

L5) yang terdiri dari saraf motorik dan sensorik.5

Arteri yang memperdarahi saluran anal adalah cabang dari arteri iliaka

interna dan arteri mesenterika inferior. Arteri iliaka interna akan bercabang

menjadi dua bagian yakni arteri hemoroidalis medialis dan arteri pudendal

interna yang nantinya akan bercabang lagi menjadi arteri hemoroidalis inferior.

Sementara itu, arteri hemoroidalis superior merupakan cabang langsung dari

arteri mesenterika inferior dan memperdarahi rectum di bagian proksimal Vena

hemoroidalis superior berasal dari pleksus hemoroidalis internus dan berjalan

ke arah kranial ke dalam vena mesenterika inferior dan seterusnya melalui vena

lienalis ke vena porta. Vena ini tidak berkatup seingga tekanan rongga perut

menentukan tekanan di dalamnya. Pembesaran pada vena ini dapat terjadi

hemoroid.5

17
Gambar 3. Vaskularisasi Rectum

Gambar 4. Ruang anorektal

18
3.3 EPIDEMIOLOGI

Prevalensi abses perianal dan abses anorektal, secara umum, diremehkan,


karena sebagian besar pasien tidak mencari perhatian medis, atau diberhentikan
sebagai gejala hemoroid. Diperkirakan ada sekitar 100.000 kasus penyakit
anorektal jinak secara umum. Usia rata-rata saat presentasi adalah 40 tahun, dan
laki-laki dewasa dua kali lebih mungkin untuk berkembang dengan abses
dibandingkan perempuan.18

Insiden abses perianal tahunan diperkirakan antara 14.000 dan 20.000 orang di
Inggris, menghasilkan sekitar 12.500 operasi setiap tahun. Sebuah studi kohort
Swedia baru-baru ini memperkirakan kejadian pada 16,1 per 100.000. Kejadian
sebenarnya mungkin lebih tinggi, karena banyak pasien diobati dengan antibiotik
di masyarakat dan beberapa abses secara spontan mengalami kemunduran atau
keluar. Pasien biasanya mengalami pembengkakan eritematosa di dekat anus dan
mungkin malu atau enggan mencari pengobatan. Mereka dapat hadir ke non-
spesialis dalam contoh pertama.19

3.4 ETIOLOGI

Obstruksi pada kriptus analis merupakan hasil dari stasis sekresi kelenjar

lalu ketika terjadi infeksi, terbentuk supurasi dan pembentukan abses pada

glandula analis.3 7

Abses perianal paling banyak terjadi pada jaringan cryptoglandular hal ini

terjadi karena crypt glands yang berjumlah sekitar 8-10 kelenjar di linea dentata

tertutupi oleh debris yang terbentuk akibat pertumbuhan bakteri tanpa henti lalu

terjadi pembentukan abses rongga.10

Organisme umum terlibat dalam pembentukan abses termasuk Escherichia


Coli, Staphylococcus aureus, Streptococcus, Enterococcus, Proteus, Prevotella,
Peptostreptococcus, Porphyromonas, Fusobacteria, dan Bacteroides, namun, tidak
ada bakteri spesifik yang telah diidentifikasi sebagai penyebab khas dari

19
abses.14,19 Beberapa faktor dan kondisi juga berperan pada peningkatan resiko
abses perianal yaitu:3,10

• Konstipasi kronik • Kehamilan


• Imun system menurun • AIDS
• Diabetes • Hygiene yang buruk
• IBD • Immobilisasi lama
• Anal seks

3.4 PATOFISIOLOGI

Abses perianal merupakan gangguan anorektal yang muncul dan didominasi

akibat dari obstruksi kriptus analis. Anatomi normal menunjukkan terdapat kurang

lebih 10 kriptus analis pada linea dentata. Kriptus analis berfungsi untuk melumasi

kanalis analis. Obstruksi pada kriptus analis merupakan hasil dari stasis sekresi

kelenjar lalu ketika terjadi infeksi, terbentuk supurasi dan pembentukan abses.

Abses biasanya terbentuk di ruang intersphincteric dan dapat menyebar di

sepanjang ruang. Setelah infeksi mendapat akses ke ruang intersphincteric,

memiliki akses mudah ke ruang perirectal yang berdekatan. Perpanjangan infeksi

dapat melibatkan ruang intersfingterik (intersphingteric space), ruang iskiorektalis

(ischiorectalis space), ruang supralevator (supralevator space). Dalam beberapa


3
kasus, abses tetap terkandung dalam ruang intersphincterik. Terdapat sistem

klasifikasi Park yang mengelompokkan fistula menjadi 4 jenis berdasarkan

perjalanan fistula dan hubungannya dengan sphincter anal.19

• Intersphincteric (70%): diantara sfingter ani internal dan eksternal


• Trans-sphincteric (25%): meluas melalui sfingter ani eksterna ke fossa
ischiorektal
• Suprasphincteric (5%): Lasses from the rectum to the skin through the
levator ani

20
• Extrasphincteric (1%): Extends from the intersphincteric plane through the
puborectalis

111111

Gambar 5. Patofisiologi Abses Perianal

Gambar 6. Tempat terjadinya abses Anorectal

21
3.5 GAMBARAN KLINIS

Pada pemeriksaan fisik generalis biasanya normal, terutama pada abses-

abses yang letaknya superfisial. Pemeriksaan lokal menunjukkan adanya massa

lunak yang nyeri dan fluktuan yang dapat dipalpasi pada tepi anus, dengan tanda-

tanda peradangan pada jaringan sekitarnya. jika massa ditemukan di regio yang

lebih dalam dilakukan pemeriksaan colok dubur, biasanya massa tersebut adalah

abses perirektal. Jika massa telah pecah, maka ditemukan drainase purulen dari

anus. Abses yang lebih profunda mungkin dapat menyebabkan tanda-tanda sistemik

seperti demam, malaise, dan bahkan sepsis.12

Pasien dengan abses perianal umumnya mengeluh ketidaknyamanan

perianal dan rasa nyeri yang diperparah oleh gerakan dan meningkatnya tekanan

perineum seperti saat sedang duduk atau buang air besar. Gejala lain yang dapat

ditemukan yaitu: 12

• Berdarah atau bernanah

• Benjolan pada daerah anus

• Rasa gatal pada daerah anus

• Demam dan menggigil

• Konstipasi

• Menurunnya nafsu makan

• Fatigue

22
Gambar 7. Gambaran klinis Abses Perianal

3.6 Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan penunjang tidak rutin dikerjakan ,tetapi dilakukan pada

kecurigaan pasien dengan fistul perianal untuk menentukan adanya karsinoma atau

proktitis TB, amuba, morbus Crohn. Fistulografi berguna pada keadaan kompleks.

Fistulografi dilakukan dengan injeksi kontras melalui pembukaan internal, diikuti

dengan anteroposterior, lateral dan gambaran X-ray oblik untuk melihat jalur

fistula. 7

Pemeriksaan lain yang bisa dilakukan adalah EUA (Examination Under

Anasthesia), CT Scan, USG endoanal (digunakan untuk menentukan hubungan

antara traktus primer dengan sfingter anal, untuk menentukan apakah fistula simpel

atau kompleks dengan perpanjangan, dan untuk menentukan lokasi primer) dan

MRI (sangat akurat dalam mengidentifikasi traktus fistula dan lokus primer). MRI

menjadi pilihan utama dalam mengidentifikasi fistula yang kompleks.11

Pemeriksaan colok dubur dibawah anestesi dapat membanru dalam kasus-

kasus tertentu, karena ketidaknyamanan pasien yang signifikan dapat menghalangi

penilaian terhadap pemeriksaan fisik yang menyeluruh. Contohnya, evaluasi


terhadap abses ischiorektal yang optimal dapat dilakukan dengan hanya

menggunakan pemeriksaan colok dubur. Dengan adanya obat anestesi, fistula dapat

disuntikkan larutan peroksida untuk memfasilitasi visualisasi pembukaan fistula

internal. Bukti menunjukkan bahwa penggunaan visualisasi endoskopik (transrektal

dan transanal) adalah cara terbaik untuk mengevaluasi kasus yang kompleks abses

perianal dan fistula. Dengan teknik endoskopik, tingkat dan konfigurasi dari abses

dan fistula dapat jelas divisualisasikan. Visualisasi endoskopi telah dilaporkan sama

efektifnya seperti fistulografi. Jika ditangani dengan dokter yang berpengalaman,

evaluasi secara endoskopik adalah prosedur diagnostik pilihan pada pasien dengan

kelainan perirektal karena rendahnya risiko infeksi serta kenyamanan pasien tidak

terganggu. Evaluasi secara endoskopik setelah pembedahan juga efektif untuk

memeriksa respon pasien terhadap terapi.13

Belum ada pemeriksaan laboratorium khusus yang dapat dilakukan untuk

mengevaluasi pasien dengan abses perianal, kecuali pada pasien tertentu, seperti

individu dengan diabetes dan pasien dengan imunitas tubuh yang rendah karena

memiliki risiko tinggi terhadap terjadinya sepsis bakteremia yang dapat disebabkan

dari abses anorektal. Dalam kasus tersebut evaluasi laboratorium lengkap penting

untuk dikerjakan.1

3.7 Diagnosis Banding

Penyakit yang paling umum yang dapat menyamar sebagai abses anorektal

adalah thrombosis hemorrhoid eksternal atau fisura anus, terutama karena

prevalensi yang tinggi. Sebuah thrombosis hemorrhoid eksternal biasanya akan

memiliki penampilan kebiruan. Sebuah fisura anus adalah titik di anoderm

superficial terhadap garis dentate biasanya menyebabkan rasa sakit dan perdarahan
rektum minimal dan diperburuk oleh buang air besar. Abses perianal berulang

meningkatkan kecurigaan penyakit Crohn, terutama jika disertai diare dan

penurunan berat badan. Hidradenitis suppurativa adalah penyakit kelenjar apokrin

yang menyebabkan infeksi soft tissue, khususnya di perianal, pangkal paha, dan

aksila. infeksi berulang kronis mungkin sulit untuk membedakan fistula-in-ano 4 12

3.8 Tatalaksana

Pada kebanyakan pasien dengan abses anorektal, terapi medikamentosa

dengan antibiotik biasanya tidak diperlukan. Namun, pada pasien dengan

peradangan sistemik, diabetes, atau imunitas rendah, antibiotik wajib diberikan.

Abses anorektal harus diobati dengan drainase sesegera mungkin setelah diagnosis

ditegakkan. Jika diagnosis masih diragukan, pemeriksaan di bawah anestesi sering

merupakan cara yang paling tepat baik untuk mengkonfirmasi diagnosis serta

mengobati.3

Antibiotik hanya diindikasikan jika terjadi selulitis luas atau apabila pasien

immunocompromised, menderita diabetes mellitus, atau memiliki penyakit katup

jantung. Namun, pemberian antibiotik secara tunggal bukan merupakan pengobatan

yang efektif untuk mengobati abses perianal atau perirektal7 11

Kebanyakan abses perianal dapat didrainase dengan anestesi lokal di klinik,

atau unit gawat darurat. Pada kasus abses yang besar maupun pada lokasinya yang

sulit mungkin memerlukan drainase di dalam ruang operasi dan dilakukan terapi

lanjutan jika ditemukan fistula in ano. Insisi dilakukan sampai ke bagian subkutan

pada bagian yang paling menonjol dari abses. “Dog ear" yang timbul setelah insisi

dipotong untuk mencegah penutupan dini. Luka dibiarkan terbuka dan Sitz bath

dapat dimulai pada hari berikutnya.8


goodsal

Gambar 8. Abses Perianal


Gambar 9. Goodsall rule

Setelah dilakukan insisi dan drainase dicari terlebih dahulu

perjalanan fistula menggunakan fistula probe, dicari external opening

hingga internal opening, dapat menggunakan injeksi methylen blue atau

hidrogen peroksida untuk menetukan apakah muara internal opening berada

di saluran anal. Goodsall rule dapat membantu menentukan perkiraan

internal opening, jika external opening berada di anterior dari transverse line

anal verge berarti traktus fistula ke anal lurus. Tetapi jika external opening

berada di posterior transverse line, maka traktus fistula ke anal berbentuk

melengkung

Terapi pembedahan setelah drainase:

• Fistulotomi : Fistel di insisi dari lubang asalnya sampai ke lubang

kulit, dibiarkan terbuka, sembuh per sekundam intentionem.

Dianjurkan sedapat mungkin dilakukan fistulotomi.


Gambar 10. Fistulotomi

• Fistulektomi : Jaringan granulasi harus di eksisi keseluruhannya

untuk menyembuhkan fistula. Terapi terbaik pada fistula ani adalah

membiarkannya terbuka.

Gambar 11. Fistulektomi


• Seton : Benang atau karet diikatkan malalui saluran fistula. Terdapat

dua macam Seton, cutting Seton, dimana benang Seton ditarik secara

gradual untuk memotong otot sphincter secara bertahap, dan loose

Seton, dimana benang Seton ditinggalkan supaya terbentuk

granulasi dan benang akan ditolak oleh tubuh dan terlepas sendiri

setelah beberapa bulan.

• Advancement Flap : Menutup lubang dengan dinding usus, tetapi

keberhasilannya tidak terlalu besar dan masih dalam tahap penelitian

• Fibrin Glue: Menyuntikkan perekat khusus (Anal Fistula Plug/AFP)

ke dalam saluran fistula yang merangsang jaringan alamiah dan

diserap oleh tubuh. Penggunaan fibrin glue memang tampak menarik

karena sederhana, tidak sakit, dan aman, namun keberhasilan jangka

panjangnya tidak tinggi, hanya 16%.

• Radiosurgical approaches

• Intraoperative anal retractors17

Prinsip tatalaksana abses peri anal17

• Menentukan anatomi fistula

• Drainase yang adekuat

• Menghilangnkan fistula tract

• Mencegah rekuren/kejadian berulang

• Mempertahankan fungsi sfingter


3.9 Komplikasi

Jika tidak diobati abses perianal dapat mengakibatkan menjadi


komplikasi serius seperti sebagai gangren perineum dan sepsis. Sejumlah besar
abses perianal akan terulang dalam waktu satu atau dua tahun, terutama jika ada
faktor predisposisi dan sebagian akan menimbulkan Fistula anorectal 6 16
BAB IV
KESIMPULAN

Pada pasien kasus ini, diapatkan anamnesis dengan keluhan utama nyeri
pada sekitar dubur dan selangkangan yang diawali benjolan/bisul kecil pada sekitar
anus + 1 bulan SMRS. 4 hari SMRS benjolan semakin besar, terasa semakin nyeri
dan bertambah banyak hingga ke daerah perineum. Pasien mengeluh demam (+),
menggigil (+). Pasien bekerja sebagai driver yang aktivitasnya lebih banyak duduk.
Pasien mengaku kurang memperhatikan kebersihan duburnya. Pada pemeriksaan
fisik status lokalis, ditemukan Ditemukan benjolan yang sudah pecah di sekitar anus
arah jam 6, pus (+), hiperemis (+), ukuran + 2 x 1 cm, dan juga Ditemukan pustule
multiple di sekitar perineum, hiperemis (+), darah (+). Selain itu, benjolan pada
manus sinistra; fluktuasi (+), nyeri tekan (+), hiperemis (+), ukuran + 2x3cm. Pada
pemeriksaan lab darah rutin, ditemukan leukosit yang meningkat dengan nilai
16.300/uL.

Pada data berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan


penunjang dapat disimpulkan pasien menderita infeksi bakteri dilokasi ruang
perianal dan juga sekitar perineum. Infeksi tersebut menyebabkan peradangan dan
akumulasi nanah, sehingga pasien di diagnosis abses perianal. Sesuai dengan
pustaka, faktor risiko yang ada pada pasien adalah hygiene yang buruk dan
pekerjaan pasien sebagai driver menandakan pasien lebih banyak duduk atau pasien
lebih lama imobilisasi. Imobilisasi yang lama menyebabkan kondisi disekitar anus
pasien lembap dan juga menyebabkan stasis kriptus anal, ditunjang dengan hygiene
yang buruk menyebabkan mudahnya bakteri berkembang. pasien disarankan
menjalani pemeriksaan penunjang fistulografi untuk menilai apakah terdapat fistula
ani pada pasien.

Abses perianal pada pasien harus dilakukan tatalaksana operatif berupa


insisi drainase abses. Jika ditemukan fistula ani, harus dilakukan fistulotomy.
Prinsip tatalaksana abses peri anal adalah Menentukan anatomi fistula, Drainase
yang adekuat, Menghilangnkan fistula tract, Mencegah rekuren/kejadian berulang,
Mempertahankan fungsi sfingter
DAFTAR PUSTAKA
1. Williams NS, Bulstrode CJ, O’Connell PR. Bailey & Love’s short

practice of surgery. 26th ed. Danvers: CRC Press. 2013. p.50-61.

2. Riyadh Mohamad Hasan . 2016 .A study assessing postoperative

Corrugate Rubber drain of perianal abscess.Annals of Medicine and

Surgery 11 .2016.p.42-46

3. Yasir Hassan Elhassan, Salman Y. Guraya* and Hamdi

Almaramhy.2017. The Prevalence, Risk Factors and Outcome of

Surgical Treatment of Acute Perianal Abscess from a Single Saudi

Hospital. BIOSCIENCES BIOTECHNOLOGY RESEARCH ASIA,

March 2017. Vol. 14(1), 153-159

4. Isaac José Felippe CorrêaNeto, et al. 2016.Perianal abscess: a

descriptive analysis of cases treated at the Hospital Santa Marcelina,

São Paulo. Journal of Coloproctology Volume 36, Issue 3, July–

September 2016, Pages 149-152

5. Paulsen F. & J. Waschke. 2013. Sobotta Atlas Anatomi Manusia :

Anatomi Umum dan organ dalam vol. 2. Penerjemah : Brahm U.

Penerbit. Jakarta : EGC.

6. Alexander Juth Karlsson, Martin Salö, Pernilla Stenström.2016.

Outcomes of Various Interventions for First-Time Perianal Abscesses in

Children. Hindawi Publishing Corporation BioMed Research

International journal Volume 2016.

7. S. Sjamsuhidayat, Wim de Jong, 2017. Buku Ajar Ilmu Bedah, edisi

revisi, EGC, Jakarta


8. Bernard M. Jaffe and David H.Berger. Colon, Rectum and Anus.

Brunicardi F. Charles et all. Schwartz’s: Principles of Surgery 9th

Edition. 2010

9. Sabiston, David C. Textbook of Surgery. Elseveir. Philadelphia. 2012

10. Smith SR, Pearce LE, Newton K. et al.2014. Internal dressings for

healing perianal abscess cavities. Cochrane Database of Systematic

Reviews 2014, Issue 7.

11. Scott R. Steele, Ravin Kumar, Daniel L. Feingold,.2011.Practice

Parameters for the Management of Perianal Abscess and Fistula-in-Ano.

Diseases of the colon & rectum volume 54: 12 (2011)

12. Varut Lohsiriwat.2016.Anorectal emergencies.World J Gastroenterol

2016 July 14; 22(26): 5867-5878

13. Riyadh Mohamad Hasan.2016.A study assessing postoperative

Corrugate Rubber drain of perianal abscess. Annals of Medicine and

Surgery 11 (2016) 42-46

14. Woo Shin Jeong, Sung Youn Choi, Eun Haeng Jeong, et al.

2015.Perianal Abscess and Proctitis by Klebsiella pneumoniae.

Intestinal Research 2015;13(1):85-89

15. Kenneth L. Gage, Swati Deshmukh, Katarzyna J.2013. Macura,MRI of

Perianal Fistulas: Bridging the radiologic-surgical divide. Abdom

Imaging. 2013 October ; 38(5): 1033–1042.

16. Abhishek Mitra & Amitabh Yadav & Naimish Mehta.2015.

Complicated Perianal Sepsis. Indian J Surg (December 2015) 77(Suppl


3):S769–S773 Andre Hebra, MD, John Geibel, MD .2017. Anorectal

Abscess. Medscape.

17. Ossman W, Waheed A, Emmanuel B, et al. Perianal Abscess. [Updated

2019 Jul 11]. In: StatPearls [Internet]. Treasure Island (FL): StatPearls

Publishing; 2019 Jan-. Available from:

https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK459167/

18. Sahnan Kapil, Adegbola Samuel O, Tozer Phillip J, Watfah Josef,

Phillips Robin KS. Perianal abscess BMJ 2017; 356 :j475

19. Turner SV, Singh J. Perirectal Abscess. [Updated 2019 Nov 18]. In:

StatPearls [Internet]. Treasure Island (FL): StatPearls Publishing; 2019

Jan-. Available from:

https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK507895/

Anda mungkin juga menyukai