PENDAHULUAN
Atonia uteri menjadi penyebab lebih dari 90% perdarahan pasca persalinan.
Lebih dari separuh jumlah seluruh kematian ibu terjadi dalam waktu 24 jam setelah
melahirkan, sebagian besar karena terlalu banyak mengeluarkan darah. Walaupun
seorang perempuan dapat bertahan hidup setelah mengalami perdarahan setelah
persalinan, namun ia akan menderita anemia berat.
1
Anemia dan kekurangan energi kronis (KEK) pada ibu hamil menjadi penyebab
utama terjadinya perdarahan dan infeksi yang merupakan faktor utama kematian ibu.
Menurut data WHO, di berbagai negara paling sedikit seperempat dari seluruh
kematian ibu disebabkan oleh perdarahan, proporsinya berkisar antara kurang dari 10
persen sampai hampir 60 persen (PP dan KPA, 2010).
Uterus atonia adalah suatu keadaan dimana rahim tidak berkontraksi atau
berkontraksi lemah yang dapat disebabkan oleh overdistensi rahim dan kelelahan
rahim. Overdistensi rahim merupakan faktor risiko utama untuk atonia dapat
disebabkan oleh kehamilan multifetal, makrosomia janin, polihidramnion, atau
kelainan janin (misalnya, hidrosefalus berat). Sementara kelelahan rahim dapat
terjadi karena disebabkan oleh persalinan lama atau tenaga melahirkan yang kuat dan
cepat, terutama jika dirangsang. Uterus atonia dapat menimbulkan komplikasi yang
lebih berat yaang disebut uterus inversio, yaitu suatu keadaan dimana puncak uteri
terbalik sebagian atau seluruhnya masuk ke dalam kavum uteri hingga keluar
melewati vagina.
2
BAB II
LAPORAN KASUS
IDENTITAS PASIEN
Nama Pasien : Ny. DSR
Usia : 27 Tahun
Tanggal lahir : 5 Juni 1990
Rekam Medis : 02337590
Status Pernikahan : Menikah
Pekerjaan : Ibu rumah tangga
Pendidikan : SMA
Agama : Islam
Alamat : Cakung
Tanggal Masuk : 10 Desember 2017
Tanggal Periksa : 10 Desember 2017
ANAMNESIS
a. Keluhan Utama
Pasien mengeluhkan Perdarahan dari jalan lahir
Pasien Rujukan Rumah Saskit Alvernia dengan Hemoragik Post Partum
post SC pukul 02.00
3
c. Riwayat Penyakit Terdahulu
Riwayat hipertensi (-), DM (-), Asma (-) Alergi (-) Penyakit jantung (-)
Gangguan Pembekuan Darah (-)
e. Riwayat Menstruasi
Menarche 13 tahun, siklus teratur 28 hari, lama sekitar 5-7 hari, ganti
pembalut 4-5x/hari, nyeri haid tidak ada.
i. Riwayat sosial ekonomi : pasien adalah ibu rumah tangga, suami bekerja
karyawan swasta
4
PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan umum : Lemah Suhu : 36.7°C
Kesadaran : Compos Mentis
Tekanan darah : 60/40 mmHg Berat Badan : 60 kg
Frekuensi nadi : 143x/menit Tinggi Badan : 160 cm
Frekuensi napas : 24x/menit IMT (23,43 Normoweight)
Saturasi Oksigen : 95%
Status Generalis
Mata : Konjungtiva anemis (+/+) sklera tidak ikterik
Mulut : Bibir pucat (+)
THT : Tidak ada sekret, tidak ada mukus
Jantung : Bunyi jantung S1>S2 reguler, murmur (-), gallop (-)
Paru : Vesikular, ronkhi basah halus (-/-), wheezing (-/-)
Abdomen : Abdomen supel, bising usus positif
Ekstretnitas : Akral dingin, edema (-/-) CRT>2s
Status Obstetrik
Tinggi Fundus Uteri Sepusat, Kontraksi (+)
Inspeksi : Vulva uretra tenang, perdarahan aktif (+), stosel (+)
Inspekulo: OUE tertutup, tampak darah mengalir
Pemeriksaan Penunjang
Laboratorium (20-12-2017)
Hematologi
MCV 86.7
5
MCH 27.6
MCHC 31.8 L
Hemostasis
Masa pembekuan
Lee & White
12 Menit 10-15
KIMIA KLINIK
SGOT 12 5-34
Ureum 15 15-40
LDH 210 H
6
Urinalisis
pH 6.5 4.5-8.0
Glukosa 3+ Negatif
Darah/Hb 3+ Negatif
Sedimen Urin:
7
Analisa Gas Darah
Diagnosis
o Syok hipovolemik grade III ec HPP ec Atonia Uteri post SC 6jam yang
lalu atas indikasi CPD, BSC1x
o Anemia ec perdarahan
Planning
NRM 10lpm 4lpm
IVFD RL + Oxytocin 20IU / 8jam
Ceftriaxone 1x2gr (IV)
Metronidazole 3 x 500mg (IV)
SF 1x1
Resusitasi cairan -> Kristaloid & Koloid (loading 1000cc)
Transfusi PRC 500cc
Kateter urine
8
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
II. Etiologi
Penyebab terjadinya perdarahan post partum antara lain:
- Atonia uteri
- Luka jalan lahir
- Retensio plasenta
- Gangguan pembekuan darah
9
III. Insidensi
Insidensi yang dilaporkan Mochtar, R. dkk. (1965-1969) di R.S. Pirngadi
Medan adalah 5,1% dari seluruh persalinan. Dari laporan-laporan baik di negara
maju maupun di negara berkembang angka kejadian berkisar antara 5% sampai 15%.
10
Uterus tidak teraba Neurogenik syok Inversio uteri
Lumen vagina terisi massa Pucat dan limbung
Tampak tali pusat (bila
plasenta belum lahir)
Sub-involusi uterus Anemia Endometritis atau sisa
Nyeri tekan perut bawah dan Demam fragmen plasenta
pada uterus (terinfeksi atau tidak)
Perdarahan sekunder
V. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan darah lengkap harus dilakukan sejak periode antenatal. Kadar
hemoglobin di bawah 10 g/dL berhubungan dengan hasil kehamilan yang
buruk.
Pemeriksaan golongan darah dan tes antibodi harus dilakukan sejak
periode antenatal.
Pemeriksaan faktor koagulasi seperti waktu perdarahan dan waktu
pembekuan.
11
b. Pemeriksaan radiologi
Onset perdarahan post partum biasanya sangat cepat. Dengan diagnosis
dan penanganan yang tepat, resolusi biasa terjadi sebelum pemeriksaan
laboratorium atau radiologis dapat dilakukan. Pemeriksaan USG dapat
membantu untuk melihat adanyagumpalan darah dan retensi sisa plasenta.
USG pada periode antenatal dapat dilakukan untuk mendeteksi pasien
dengan resiko tinggi yang memiliki faktor predisposisi terjadinya
perdarahan post partum seperti plasenta previa. Pemeriksaan USG dapat
pula meningkatkan sensitivitas dan spesifisitas dalam diagnosis plasenta
akreta dan variannya.
VI. Penatalaksanaan
Pasien dengan perdarahan post partum harus ditangani dalam 2 komponen,
yaitu: (1) resusitasi dan penanganan perdarahan obstetri serta kemungkinan syok
hipovolemik dan (2) identifikasi dan penanganan penyebab terjadinya perdarahan
post partum.
Resusitasi cairan
Pengangkatan kaki dapat meningkatkan aliran darah balik vena sehingga dapat
memberi waktu untuk menegakkan diagnosis dan menangani penyebab perdarahan.
Perlu dilakukan pemberian oksigen dan akses intravena. Selama persalinan perlu
dipasang paling tidak 1 jalur intravena pada wanita dengan resiko perdarahan post
partum, dan dipertimbangkan jalur kedua pada pasien dengan resiko sangat tinggi.
Pada perdarahan post partum diberikan resusitasi dengan cairan kristaloid
dalam volume yang besar, baik normal salin (NS/NaCl) atau cairan Ringer Laktat
melalui akses intravena perifer. NS merupakan cairan yang cocok pada saat
persalinan karena biaya yang ringan dan kompatibilitasnya dengan sebagian besar
obat dan transfusi darah. Resiko terjadinya asidosis hiperkloremik sangat rendah
dalam hubungan dengan perdarahan post partum. Bila dibutuhkan cairan kristaloid
dalam jumlah banyak (>10 L), dapat dipertimbangkan pengunaan cairan Ringer
Laktat.
Cairan yang mengandung dekstrosa, seperti D 5% tidak memiliki peran pada
penanganan perdarahan post partum. Perlu diingat bahwa kehilangan I L darah perlu
penggantian 4-5 L kristaloid, karena sebagian besar cairan infus tidak tertahan di
ruang intravasluler, tetapi terjadi pergeseran ke ruang interstisial. Pergeseran ini
12
bersamaan dengan penggunaan oksitosin, dapat menyebabkan edema perifer pada
hari-hari setelah perdarahan post partum. Ginjal normal dengan mudah mengekskresi
kelebihan cairan. Perdarahan post partum lebih dari 1.500 mL pada wanita hamil
yang normal dapat ditangani cukup dengan infus kristaloid jika penyebab perdarahan
dapat tertangani. Kehilanagn darah yang banyak, biasanya membutuhkan
penambahan transfusi sel darah merah.
Cairan koloid dalam jumlah besar (1.000 – 1.500 mL/hari) dapat menyebabkan
efek yang buruk pada hemostasis. Tidak ada cairan koloid yang terbukti lebih baik
dibandingkan NS, dan karena harga serta resiko terjadinya efek yang tidak
diharapkan pada pemberian koloid, maka cairan kristaloid tetap direkomendasikan.
Transfusi Darah
Transfusi darah perlu diberikan bila perdarahan masih terus berlanjut dan
diperkirakan akan melebihi 2.000 mL atau keadaan klinis pasien menunjukkan
tanda-tanda syok walaupun telah dilakukan resusitasi cepat.
PRC digunakan dengan komponen darah lain dan diberikan jika terdapat
indikasi. Tujuan transfusi adalah memasukkan 2 – 4 unit PRC untuk menggantikan
pembawa oksigen yang hilang dan untuk mengembalikan volume sirkulasi. PRC
bersifat sangat kental yang dapat menurunkan jumlah tetesan infus. Msalah ini dapat
diatasi dengan menambahkan 100 mL NS pada masing-masing unit.
13
jam
Dosis maksimal Tidak lebih dari 3 Total 1 mg (5 Total 1200 mg atau
per hari L larutan fisiologis dosis) 3 dosis
Kontraindikasi Pemberian IV Preeklampsia, Nyeri kontraksi
atau hati-hati secara cepat atau vitium kordis, Asma
bolus hipertensi
VII. Penyulit
Penyulit pada kasus perdarahan post partum adalah :
Syok ireversibel
DIC
VIII. Pencegahan
Bukti dan penelitian menunjukkan bahwa penanganan aktif pada persalinan
kala III dapat menurunkan insidensi dan tingkat keparahan perdarahan post partum.
Penanganan aktif merupakan kombinasi dari hal-hal berikut:
Pemberian uterotonik (dianjurkan oksitosin) segera setelah bayi dilahirkan.
Penjepitan dan pemotongan tali pusat dengan cepat dan tepat
Penarikan tali pusat yang lembut dengan traksi balik uterus ketika uterus
berkontraksi dengan baik
14
IX. Penilaian Klinik derajat syok
15
Grading Syok Hipovolemik
16
17
B. RETENSIO PLASENTA
I. Definisi
Retensio plasenta adalah tertahannya atau belum lahirnya plasenta hingga
atau lebih dari 30 menit setelah bayi lahir. Hampir sebagian besar gangguan
pelepasan plasenta disebabkan oleh gangguan kontraksi uterus
II. Klasifikasi
Retensio plasenta terdiri dari beberapa jenis, antara lain:
Plasenta adhesiva adalah plasenta yang melekat pada desidua endometrium
lebih
dalam.sehingga menyebabkan kegagalan mekanisme separasi fisiologis.
Plasenta akreta adalah implantasi jonjot korion plasenta hingga mencapai
sebagian lapisan miometrium sampai ke serosa
Plasenta inkreta adalah implantasi jonjot korion plasenta hingga
mencapai/melewati lapisan miometrium
Plasenta perkreta adalah implantasi jonjot korion plasenta yang menembus
lapisan miometrium hingga mencapai lapisan serosa dinding uterus
Plasenta inkarserata adalah tertahannya plasenta di dalam kavum uteri,
disebabkan oleh konstriksi ostium uteri
18
III. Etiologi/Penyebab Retensio Plasenta
Sebab Fungsionil
1. Kontraksi uterus/His kurang kuat untuk melepaskan plasenta (plasenta
adhesiva )
2. Plasenta sukar terlepas karena
Tempatnya : insersi di sudut tuba
Bentuknya : plasenta membranacea , plasenta amularis
Ukurannya plasenta sangat kecil
Plasenta yang sukar terlepas karna hal di atas disebut plasenta adhesive
Sebab Patologi-Anatomis
1. Plasenta accrete
2. Plasenta increta
3. Plasenta percreta
Plasenta melekat erat pada dinding uterus oleh sebab villi korialis menembus
desidua sampai myometrium sampai di bawah peritoneum ( plasenta akreta-
percreta)
Jika plasenta yang sudah lepas dari dinding uterus akan tetapi belum keluar
disebabkan oleh tidak adanya usaha untuk melahirkan atau karena salah
penanganan kala III ,akibatnya terjadi lingkaran kontriksi pada bagian bawah
uterus yang menghalangi keluarnya plasenta ( inkarserasio plasenta )
1. Plasenta belum terlepas dari dinding rahim karena melekat dan tumbuh lebih
dalam. Menurut tingkat perlekatannya :
Plasenta adhesiva : plasenta yang melekat pada desidua endometrium
(basalis) lebih dalam dan Nitabuch layer.
Plasenta inkreta : vili khorialis tumbuh lebih dalam dan menembus desidua
endometrium sampai ke miometrium.
Plasenta akreta : vili khorialis tumbuh menembus miometrium sampai ke
serosa.
Plasenta perkreta : vili khorialis tumbuh menembus serosa atau peritoneum
dinding rahim atau perimetrium.
19
2. Plasenta sudah terlepas dari dinding rahim namun belum keluar karena atoni
uteri atau adanya lingkaran konstriksi pada bagian bawah rahim (akibat
kesalahan penanganan kala III) yang akan menghalangi plasenta keluar (plasenta
inkarserata).
3. Faktor maternal
Gravida berusia lanjut
Multiparitas
4. Faktor uterus
Bekas sectio caesaria, sering plasenta tertanam pada jaringan cicatrix uterus
Bekas pembedahan uterus
Anomali uterus
Tidak efektif kontraksi uterus
Pembentukan contraction ring
Bekas curetage uterus, yang terutama dilakukan setelah abortus
Bekas pengeluaran plasenta secara manual
Bekas ondometritis
4. Faktor placenta
Plasenta previa
Implantasi cornual
Plasenta akreta
Kelainan bentuk plasenta
Bila plasenta belum lepas sama sekali tidak akan terjadi perdarahan tetapi bila
sebagian plasenta sudah lepas maka akan terjadi perdarahan. Ini merupakan
indikasi untuk segera mengeluarkannya.
Plasenta mungkin pula tidak keluar karena kandung kemih atau rektum penuh.
Oleh karena itu keduanya harus dikosongkan.
20
IV. Tanda Dan Gejala Retensio Plasenta
Gejala dan tanda yang bisa ditemui adalah perdarahan segera, uterus
berkontraksi tetapi tinggi fundus tidak berkurang.
a. Waktu hamil
Kebanyakan pasien memiliki kehamilan yang normal
Insiden perdarahan antepartum meningkat, tetapi keadaan ini biasanya
menyertai plasenta previa
Terjadi persainan prematur, tetapi kalau hanya ditimbulkan oleh
perdarahan
Kadang terjadi ruptur uteri
21
2) Perdarahan post partum, jumlahnya perdarahan tergantung pada derajat
perlekatan plasenta, seringkali perdarahan ditimbulkan oleh
Dokter kebidanan ketika ia mencoba untuk mengeluarkan plasenta
secara manual
3) Komplikasi yang serius tetapi jarang dijumpai yaitu invertio uteri,
keadaan ini dapat tejadi spontan, tapi biasanya diakibatkan oleh
usaha-usaha untuk mengeluarkan plasenta
4) Ruptura uteri, biasanya terjadi saat berusaha mengeluarkan plasenta
V. Penegakan Diagnosis
Faktor Risiko
1. Plasenta akreta : plasenta previa, bekas SC, pernah kuret berulang, dan
multiparitas.
2. Kelainan dari uterus sendiri, yaitu anomali dari uterus atau serviks;
kelemahan dan tidak efektifnya kontraksi uterus; kontraksi yang tetanik dari
uterus; serta pembentukan constriction ring.
22
3. Kelainan dari plasenta, misalnya plasenta letak rendah atau plasenta previa;
implantasi di cornu; dan adanya plasenta akreta.
4. Kesalahan manajemen kala tiga persalinan , seperti manipulasi dari uterus
yang tidak perlu sebelum terjadinya pelepasan dari plasenta menyebabkan
kontraksi yang tidak ritmik; pemberian uterotonik yang tidak tepat waktunya
yang juga dapat menyebabkan serviks kontraksi dan menahan plasenta; serta
pemberian anestesi terutama yang melemahkan kontraksi uterus.
VI. Patogenesis
Setelah bayi dilahirkan, uterus secara spontan berkontraksi. Kontraksi dan
retraksi otot-otot uterus menyelesaikan proses ini pada akhir persalinan. Sesudah
berkontraksi, sel miometrium tidak relaksasi, melainkan menjadi lebih pendek
dan lebih tebal. Dengan kontraksi yang berlangsung kontinyu, miometrium
menebal secara progresif, dan kavum uteri mengecil sehingga ukuran juga
mengecil. Pengecian mendadak uterus ini disertai mengecilnya daerah tempat
perlekatan plasenta.
1. Fase laten, ditandai oleh menebalnya duding uterus yang bebas tempat plasenta,
namun dinding uterus tempat plasenta melekat masih tipis.
2. Fase kontraksi, ditandai oleh menebalnya dinding uterus tempat plasenta melekat
(dari ketebalan kurang dari 1 cm menjadi > 2 cm).
3. Fase pelepasan plasenta, fase dimana plasenta menyempurnakan pemisahannya
dari dinding uterus dan lepas. Tidak ada hematom yang terbentuk antara dinding
23
uterus dengan plasenta. Terpisahnya plasenta disebabkan oleh kekuatan antara
plasenta yang pasif dengan otot uterus yang aktif pada tempat melekatnya
plasenta, yang mengurangi permukaan tempat melekatnya plasenta. Akibatnya
sobek di lapisan spongiosa.
4. Fase pengeluaran, dimana plasenta bergerak meluncur. Saat plasenta bergerak
turun, daerah pemisahan tetap tidak berubah dan sejumlah kecil darah terkumpul
di dalam rongga rahim. Ini menunjukkan bahwa perdarahan selama pemisahan
plasenta lebih merupakan akibat, bukan sebab. Lama kala tiga pada persalinan
normal ditentukan oleh lamanya fase kontraksi. Dengan menggunakan
ultrasonografi pada kala tiga, 89% plasenta lepas dalam waktu satu menit dari
tempat implantasinya.
VII. Penatalaksanaan
Retensio plasenta dengan separasi parsial
Tentukan jenis retensio yang terjadi karena berkaitan dengan tindakan yang
akan diambil
24
Regangkan tali pusat dan minta pasien untuk mengedan. Bila ekspulsi
plasenta tidak terjadi, coba traksi terkontrol tali pusat.
Pasang infus oksitosin 20 IU dalam 500 mL NS/RL dengan 40 tetes per
menit. Bila perlu, kombinasikan dengan misoprostol 400 mg per rektal
(sebaiknya tidak menggunakan ergometrin karena kontraksi tonik yang
timbul dapat menyebabkan plasenta terperangkap dalam kavum uteri)
Bila traksi terkontrol gagal untuk melahirkan plasenta, lakukan manual
plasenta secara hati-hati dan halus untuk menghindari terjadinya perforasi
dan perdarahan
Lakukan transfusi darah apabila diperlukan
Beri antibiotika profilaksis (ampisilin 2 g IV / oral + metronidazol 1 g
supositoria / oral)
Segera atasi bila terjadi komplikasi perdarahan hebat, infeksi, syok
neurogenik
Plasenta inkarserata
Tentukan diagnosis kerja melalui anamnesis, gejala klinik dan pemeriksaan
Siapkan peralatan dan bahan yang dibutuhkan untuk menghilangkan
konstriksi serviks dan melahirkan plasenta
Pilih fluethane atau eter untuk konstriksi serviks yang kuat, siapkan infus
oksitosin 20 IU dalam 500 mL NS/RL dengan 40 tetes per menit untuk
mengantisipasi gangguan kontraksi yang diakibatkan bahan anestesi tersebut
Bila prosedur anestesi tidak tersedia dan serviks dapat dilalui cunam ovum,
lakukan manuver sekrup untuk melahirkan plasenta. Untuk prosedur ini
berikan analgesik (Tramadol 100 mg IV atau Pethidine 50 mg IV) dan sedatif
(Diazepam 5 mg IV) pada tabung suntik yang terpisah
Sisa Plasenta
Penemuan secara dini, hanya dimungkinkan dengan melakukan pemeriksaan
kelengkapan plasenta setelah dilahirkan. Pada kasus sisa plasenta dengan
perdarahan pasca persalinan lanjut, sebagian besar pasien akan kembali lagi
ke tempat bersalin dengan keluhan perdarahan setelah beberapa hari pulang
ke rumah dan subinvolusi uterus
25
Berikan antibiotika karena perdarahan juga merupakan gejala metritis.
Antibiotika yang dipilih adalah ampisilin dosis awal 1 g IV dilanjutkan 3 x 1
g oral dikombinasi dengan metronidazol 1 g supositoria dilanjutkan 3 x 500
mg oral
Lakukan eksplorasi digital (bila serviks terbuka) dan mengeluarkan bekuan
darah atau jaringan. Bila serviks hanya dapat dilalui oleh instrumen, lakukan
evakuasi sisa plasenta dengan dilatasi dan kuretase
Bila kadar Hb < 8 g/dL berikan transfusi darah. Bila kadar Hb > 8 g/dL,
berikan sulfas ferosus 600 mg/hari selama 10 hari
Plasenta akreta
Tanda penting untuk diagnosis pada pemeriksaan luar adalah ikutnya fundus
atau korpus bila tali pusat ditarik. Pada pemeriksaan dalam sulit ditentukan
tepi plasenta karena implantasi yang dalam
Upaya yang dapat dilakukan pada fasilitas kesehatan dasar adalah
menentukan diagnosis, stabilisasi pasien dan rujuk ke rumah sakit rujukan
karena kasus ini memerlukan tindakan operatif
26
Bagan II.3. Penilaian Klinik Plasenta Akreta
27
BAB IV
PEMBAHASAN
28
BAB V
KESIMPULAN
29
darah menurun, denyut nadi cepat dan halus, ekstremitas dingin, gelisah,
mual dan lain-lain.
5. Prinsip penanganan adalah menghentikan perdarahan, cegah/ atasi syok., dan
ganti darah yang hilang
30
DAFTAR PUSTAKA
1. Komite Medik RSUP dr. Sardjito, 2000, Perdarahan Post Partum dalam Standar
Pelayanan Medis RSUP dr. Sardjito, Yogyakarta: Penerbit Medika Fakultas
Kedokteran Universitas Gadjah Mada
2. Saifuddin, A. B., Adriaansz, G., Wiknjosastro, G., H., Waspodo, G. (ed), 2002,
Perdarahan Setelah Bayi Lahir dalam Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan
Maternal dan Neonatal, Jakarta: JNPKKR – POGI bekerjasama dengan Yayasan
Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo
3. Smith, J. R., Brennan, B. G., 2004, Postpartum Hemorrhage,
http://www.emedicine.com
4. Rayburn, W. F., Carey, J. C., 2001, Obstetri & Ginekologi, Jakarta: Penerbit
Widya Medika
5. Mochtar, R., Lutan, D. (ed),1998, Sinopsis Obstetri: Obstetri Fisiologi Obstetri
Patologi, Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC
6. Angsar, M. D., 1999, Perlukaan Alat-alat Genital dalam Ilmu Kandungan,
Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo
7. Kapita Selekta Kedokteran
31