Anda di halaman 1dari 23

LAPORAN KASUS BESAR

Pasien Anak dengan Hematuria


suspek Trauma Buli

Oleh:
dr. Ayu Asyifa Rahmi Fauziah

Pembimbing:
dr. Octoveryal Sp.U
Pendamping:
dr. Muhammad Fikri
dr. Indah Budi Susilowati

RSUD KOTA SURAKARTA


SURAKARTA
2015

II.LATAR BELAKANG
Trauma buli atau trauma vesika urinaria merupakan keadaan darurat bedah yang
memerlukan penatalaksanaan segera, bila tidak ditanggulangi dengan segera dapat menimbulkan
komplikasi seperti perdarahan hebat, peritonitis dan sepsis. Penyebab trauma buli dapat
disebabkan oleh trauma eksternal (82%) yang terdiri dari trauma tumpul (60-85%) atau tajam
(15-40%), trauma iatrogenic (4%) maupun secara spontan (4%)

(10)

. Trauma pada buli seringkali

disertai dengan rupture ekstraperitonial atau rupture intraperitonial. Beberapa tanda dari trauma
buli diantaranya yaitu hematuria atau dapat juga gross hematuria, disertai dengan nyeri tekan
pada area suprapubik dan kesulitan dalam buang air kecil, tetapi gejala-gejala ini tidak selalu
ada. Hematuria sering mengikuti terjadinya ruptur buli. Lebih dari 98 % ruptur buli diikuti
dengan gross hematuri dan 10% ruptur buli terjadi dengan hematuri mikroskopis, 10% pasien
dengan ruptur buli mengalami urinalisis yang normal.Gambaran manifestasi klinis yang lain
bergantung

pada

etiologi

trauma,

bagian

buli-buli

yang

mengalami

cidera

(intra/ekstraperitoneal), adanya organ lain yang mengalami cedera, serta penyulit yang terjadi
akibat trauma. Dalam hal ini mungkin didapatkan tanda fraktur pelvis, syok, hematoma
perivesika, atau tampak tanda sepsis dari suatu peritonitis atau abses perivesika
Diagnosis trauma buli ditegakkan melalui anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan
penunjang. Dimana tata laksana pada trauma buli yang diutamakan adalah mengatasi
kegawatdaruratan jika ada.

III. ILUSTRASI KASUS


1. IDENTITAS PASIEN
Nama pasien
: An AR
Umur
: 9 Tahun
Jenis kelamin
: Laki-laki
Alamat
: Banyuanyar RT 04/04 Banjarsari Surakarta
Pekerjaan
: Pelajar
Status perkawinan
: Belum kawin
Agama
: Islam
Suku
: Jawa
Tanggal masuk RS : 1 November 2015
No rekam medis
: 064336
Bangsal
: Anggrek
2. ANAMNESIS
A. Keluhan Utama
Buang air kecil berwarna kemerahan
B. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang dengan ke IGD RSUD Kota Surakarta pada tanggal 1 November 2015
pukul 16.00 WIB datang sendiri diantar keluarganya dengan keluhan saat buang air
kecil air seninya berwarna kemerahan, tidak nyeri saat buang air kecil. Saat dilakukan
autoanamnesa dengan pasien, pasien mengaku siang tadi sekitar jam 13.00 WIB dia
terjatuh dari sepeda dan perutnya terbentur stang sepeda. Saat terjatuh pasien masih
sadar. Pasien mengaku mual dan muntah sudah 3 kali. Muntah berisi makanan. Pasien
mengeluh pinggang kanan dan perutnya juga nyeri sejak tadi siang.
C. Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat Keluhan Serupa : disangkal.
Riwayat Trauma
: pasien mengaku perutnya terbentur stang sepeda.
Riwayat Demam
: disangkal.
Riwayat Pengobatan
: disangkal
D. Riwayat Penyakit Keluarga
Riwayat keluhan/penyakit serupa : disangkal
E. Riwayat Sosial Ekonomi
Pasien tinggal bersama kedua orang tuanya. Pasien memiliki asuransi kesehatan.
3. PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan umum: Baik
Kesadaran: composmentis, GCS 15
Vital Sign:
Nadi : 117x/menit regular, tegangan dan isi cukup.

Suhu : 37,2oC berbaring pada aksila kanan


Respiration rate: 30x/menit simetris teratur
SpO2: 98%
Status Gizi:
Berat badan: 33kg
Tinggi badan: 135 cm
Kesan: status gizi baik
Status Generalis
1. Kulit
: turgor kulit cukup, anemis (-)ikterik (-), kulit kering (-), sianosis (-)
2. Kepala
: normocephal
3. Mata
: reflek cahaya +/+ normal,pupil bulat 3mm/3mm isokor, mata cekung
4.
5.
6.
7.

(-/-), konjuntiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), ,


Telinga
: discharge (-/-), nyeri tekan tragus (-/-),
Hidung
: nafas cuping hidung (-/-), sekret (-/-), epitaksis (-/-)
Mulut
: mukosa basah (+), sianosis (-), gusi berdarah (-), stomatitis (-),
Leher
: kaku kuduk (-), retraksi suprasternal (-), trakea berada di tengah.

Kelenjar tiroid tidak teraba, pembesaran kelenjar limfe (-).


8. Thorax
:
a. Paru-paru
Inspeksi :normochest, gerakan pernafasan simetris kanan kiri, retraksi (-)
Palpasi
:Ketinggalan gerak (-)
Perkusi
:sonor
Auskultasi :Suara dasar vesikuler (+/+), RBK (-/-), RBH (-/-), wheezing (-/-)
b. Jantung
Inspeksi
: Ictus cordis tak tampak.
Palpasi
: ictus kordis tidak kuat angkat pada SIC V linea
midclavicula sinistra.
Perkusi
: batas jantung kesan normal
Auskultasi
: Bunyi jantung S1> S2, reguler, murmur (-), gallop (-)
9. Abdomen
:
Inspeksi
: datar, jejas (-) distensi (-)
Auskultasi : peristaltik (+) normal
Perkusi
: timpani pada seluruh lapang perut
Palpasi
: supel, nyeri tekan (+) pada region hypogastric, lien tidak teraba,
hepar tidak teraba, vesika urinaria tidak tegang.
10. Regio Flank
Jejas (-), bimanual ginjal (-/-), balotemen ginjal (-/-), nyeri ketok costae vertebrae
(+/-)
11. Ekstrimitas
Superior : oedema (-/-), akral hangat (+/+), CRT < 2 detik
Inferior : oedema (-/-), akral hangat (+/+), CRT < 2 detik, arteri dorsalis pedis
teraba adekuat.

12. Muskuloskeletal :Tidak tampak deformitas sendi. Kisaran gerak pada sendi-sendi
tampak baik.
13. Neurologi : Motorik: massa dan tonus otot tampak baik.
Refleks fisiologis (+) (+) Refleks patologis (-) (-)
(+) (+)
(-) (-)
4. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Laboratorium darah lengkap tanpa LED (tanggal 1 November 2015)
Parameter
Hasil
Nilai Normal
Hemoglobin
11,9
14-18
Hematokrit
33
40-48
Eritrosit
4,11
4,5-5,5
Leukosit
12,19
3,5-10
Trombosit
323
150-450
Neutrofil batang
0
2-6
Limfosit
8
20-40
Monosit
5
2-8
Eosinofil
1
1-3
Basofil
0
0-1
Neutrofil segmen
86
50-70
MCH
29,0
23-35
MCHC
36,0
31-38
MCV
80,5
75-100
Laboratorium urin lengkap (tanggal 1 November 2015)
Parameter
Warna
Kejernihan
PH Urin
BJ Urin
Reduksi
Protein
Bilirubin
Urobilinogen
Keton
Nitrit
Sedimen Eritrosit
Sedimen Leukosit
Sedimen Epitel
Sedimen Kristal
Sedimen Ca Oksalat
Sedimen Triple Fosfat
Sedimen Asam Urat
Sedimen Amorph

Hasil
Merah
Keruh
5.0
1.030
Negative
Positif 3(+++)
Negative
Negative
Negative
Negative
Penuh
4-6
Positif 1(+)
Negative
Negative
Negative
Negative
Positif 1(+)

Satuan
gr/dl
%
106/mm3
103/mm3
103/mm3
%
%
%
%
%
%
Pg
gr/dl
Fl
Nilai Normal
4.6-8.5
1.003-1.030
Negative
Negative
Negative
Negative
Negative
Negative
<1/LPB
<5/LPB
Negative
Negative
Negative
Negative
Negative
Negative

Sedimen Hyalin
Sedimen Granular
Sedimen Spermatozoa
Sedimen Bakteri

Negative
Negative
Negative
Positif 2(++)

Negative
Negative
Negative
Negative

5. RESUME/DAFTAR MASALAH
Anamnesis
Saat buang air kecil air seninya berwarna kemerahan. Tidak nyeri saat buang air
kecil.
Siang tadi sekitar jam 13.00 WIB pasien terjatuh dari sepeda dan perutnya
terbentur stang sepeda. Riwayat trauma (+).
Saat terjatuh pasien masih sadar.
Pasien mengaku mual dan muntah sudah 3 kali.
Pinggang kanan pasien nyeri sejak tadi siang.

Pemeriksaan fisik
Vital Sign
: Nadi : 117x/menit regular, tegangan dan isi cukup.
Abdomen
: Nyeri tekan (+) pada region hypogastric
Regio Flank : Nyeri ketok costae vertebrae (+/-)
Pemeriksaan penunjang
Laboratorium darah lengkap tanpa LED
Neutrophil segmen : 86 %
Neutrophil batang
:0%
Limfosit
:8%
Hemoglobin
: 11,9 gr/dl
Eritrosit
: 4,11 106/mm3
Leukosit
: 12,19 106/mm3
Urine lengkap
Warna
Kejernihan
Protein
Sedimen Eritrosit
Sedimen Leukosit
Sedimen Epitel
Sedimen Amorph
Sedimen Bakteri

: Merah
: Keruh
: Positif 3 (+++)
: Penuh
: 4-6
: Positif 1(+)
: Positif 1(+)
: Positif 2(++)

6. ASSESSMENT/DIAGNOSIS KERJA DAN DIAGNOSIS BANDING


Hematuria suspek trauma buli DD trauma ginjal dan trauma ureter
7. TINDAKAN DI UGD
Cek laboratorium darah lengkap tanpa LED jam 17.00
Cek urin lengkap jam 17.05

Konsul dr. Oktoveryal, Sp.U via telepon jam 18.00


Advice:
Infus KAEN 3B 8 tpm 1 kolf dalam 24 jam
Injeksi Cefotaxime 500mg/8jam
Injeksi Antrain ampul/8jam
Diet bebas
Bed rest
Besok direncanakan USG
8. MONITORING DAN EVALUASI
Keadaan umum
Kesadaran
Tanda vital, terutama suhu tubuh
Status generalis: mata anemis atau tidak, capillary refill test normal atau tidak, nyeri di
pinggang semakin memberat atau tidak
9. PROGNOSIS
Ad Vitam
Ad Sanam
Ad Fungsionam

: dubia at bonam
: dubia at bonam
: dubia at bonam

PROGRESS REPORT
Subjektif
Objektif

Diagnosis
Terapi

2 November 2015
Buang air kecil sudah tidak berwarna merah, nyeri saat berkemih (-),nyeri
pinggang (-) dan nyeri perut (-)
Ku/kes: baik/cm
VS :
N : 94x/menit
RR : 24x/menit
S : 36,7oC
SpO2: 98%
Mata : Conjungtiva anemis (-/-) sclera ikterik (-/-)
Hidung : Discharge (-)
Mulut : Sianosis (-)
Thorax: Cor/ S1>S2 reg, gallop (-), murmur(-)
Pulmo/ SD Ves (+/+), RBH (-/-), RBK (-/-), Wheezing (-/-)
Abdomen: datar, supel, NT (-), BU(+)normal
Region flank: jejas (-), balotemen ginjal (-), bimanual ginjal (-), nyeri ketok
costovertebrae (+/-)
Ekstremitas superior: akral dingin (-/-)
Ekstremitas inferior : akral dingin (-/-)
Trauma buli grade II dengan hematuria
Pro USG urologi dan rontgen abdomen
Terapi lanjutkan
Diet bebas
Bed rest

Gambaran USG Urologi:


Ren dextra

: ukuran 85x39 mm, Hidronefrosis (-), Batu (-), Massa (-)

Ren sinistra

: ukuran 81x37 mm, Hidronefrosis (-), Batu (-), Massa (-)

Buli
: dinding regular , menebal, clot intrabuli (+) minimal, batu (-), massa (-),
hematome perivesika (+)
Kesimpulan: Sistitis, hematoma perivesika

Subjektif

Objektif

Diagnosis
Terapi

3 November 2015
Buang air kecil sudah tidak berwarna merah,
nyeri saat berkemih (-),nyeri pinggang (-) dan
nyeri perut (-)
Ku/kes: baik/cm
VS :
N : 108x/menit
RR : 24x/menit
S : 36oC
SpO2: 98%
Mata : Conjungtiva anemis (-/-) sclera ikterik
(-/-)
Hidung : Discharge (-)
Mulut : Sianosis (-)
Thorax: Cor/ S1>S2 reg, gallop (-), murmur(-)
Pulmo/ SD Ves (+/+), RBH (-/-), RBK
(-/-), Wheezing (-/-)
Abdomen: datar, supel, NT (-), BU(+)normal
Region flank: jejas (-), balotemen ginjal (-),
bimanual ginjal (-), nyeri ketok costovertebrae
(-/-)
Ekstremitas superior: akral dingin (-/-)
Ekstremitas inferior : akral dingin (-/-)
Trauma buli grade II dengan hematuria
Aff IVFD injeksi stop
Ganti terapi oral:
Cefixime syrup 2x1cth
Paracetamol syrup 3x1cth
Diet bebas
Boleh rawat jalan dan kontrol tgl 10/11/2015

IV. TINJAUAN PUSTAKA


TRAUMA BULI
Anatomi
Buli-buli adalah organ berongga yang terdiri atas 3 lapis otot detrusor yang saling
beranyaman(1). Di sebelah dalam adalah otot longitudinal, di tengah merupakan otot sirkuler, dan
paling luar merupakan otot longitudinal. Mukosa buli-buli terdiri atas sel-sel transisional yang
sama seperti pada mukosa-mukosa pada pelvis renalis, ureter, dan uretra posterior. Pada dasar
buli-buli kedua muara ureter dan meatus uretra internum membentuk suatu segitiga yang disebut
trigonum buli-buli(2).
Secara anatomik bentuk buli-buli terdiri atas 3 permukaan(3), yaitu (1) permukaan superior yang
berbatasan dengan rongga peritoneum, (2) dua permukaan inferiolateral, dan (3) permukaan
posterior. Permukaan superior merupakan lokus minoris (daerah terlemah) dinding buli-buli.
Buli-buli berfungsi menampung urine dari ureter dan kemudian mengeluarkannya melalui uretra
dalam mekanisme miksi (berkemih). Dalam menampung urine, buli-buli mempunyai kapasitas
maksimal, yang volumenya untuk orang dewasa kurang lebih adalah 300 450 ml. sedangkan
kapasitas buli-buli pada anak menurut formula dari Koff adalah(1):
Kapasitas buli-buli = {Umur (tahun) + 2} x 30 ml
Buli-Buli terletak tepat di belakang pubis, di dalam cavitas pelvis. Buli-Buli mempunyai
dinding otot yang kuat. Bentuk dan batas batasnya sangat bervariasi sesuai dengan jumlah urin di
dalamnya(3). Buli-Buli yang kosong pada orang dewasa seluruhnya terletak di dalam pelvis; bila
Buli-Buli terisi, dinding atasnya terangkat sampai masuk regio hypogastricum. Pada anak kecil,
Buli-Buli yang kosong menonjol di atas apertura pelvis superior; kemudian bila cavitas pelvis
membesar, Buli-Buli terbenam di dalam pelvis untuk menempati posisi seperti pada orang
dewasa(3).

Gambar 1. Anatomi vesica urinaria dan urethra pada wanita dan pria
Etiologi
Ruptur buli bisa disebabkan baik oleh trauma tajam maupun trauma tumpul. Kurang lebih
90% trauma tumpul buli-buli adalah akibat fraktur pelvis. Fiksasi buli-buli pada tulang pelvis
oleh fasia endopelvik dan diafragma pelvis sangat kuat sehingga cedera deselerasi terutama jika
titik fiksasi fasia bergerak pada arah berlawanan (seperti pada fraktur pelvis), dapat merobek
buli-buli(4). Robeknya buli-buli karena fraktur pelvis bisa pula terjadi akibat fragmen tulang
pelvis merobek dindingnya.

Kecenderungan buli untuk mengalami ruptur tergantung dari seberapa besar buli
mengalami distensi(5). Dalam keadaan penuh terisi urine, buli-buli mudah sekali robek jika
mendapatkan tekanan dari luar berupa benturan pada perut sebelah bawah. Buli-buli akan robek
pada daerah fundus dan menyebabkan ekstravasai urine ke rongga intraperitoneum . Anak anak
lebih cenderung untuk mengalami ruptur buli sebagai akibat lokasi buli yang berada di luar
cavum pelvis menjelang anak mencapai usia pubertas
Tindakan endourologi dapat menyebabkan trauma buli-buli iatrogenik antara lain pada
reseksi buli-buli transuretral (TUR Buli-buli) atau pada litotripsi (2). Demikian pula partus kasep
atau tindakan operasi di daerah pelvis dapat menyebabkan trauma iatrogenik pada buli-buli.
Ruptura buli-buli dapat pula terjadi secara spontan; hal ini biasanya terjadi jika sebelumnya
terdapat kelainan pada dinding buli-buli. Tuberkulosis, tumor buli-buli, atau obstruksi
infravesikal kronis menyebabkan perubahan struktur otot buli-buli yang menyebabkan
kelemahan dinding buli-buli. Pada keadaan itu bisa terjadi ruptura buli-buli spontanea
Secara garis besar, hal hal yang sering mengakibatkan ruptur buli antara lain adalah :

Ruptur buli sebagai akibat dari kecelakaan lalu lintas, terutama kecelakaan
kendaraan bermotor. Sebagai akibat dari benturan langsung pada saat kecelakaan

atau secara tidak langsung akibat terkena setir mobil atau sabuk pengaman.
Cedera deselerasi dari buli yang biasanya terjadi akibat jatuh dari ketinggian.
Cedera tumpul akibat perkelahian, perut bagian bawah menerima pukulan dan
tendangan yang mengakibatkan ruptur buli. Biasanya juga disertai dengan
fraktur pelvis. Kurang lebih 10 % dari pasien yang mengalami fraktur pelvis
disertai dengan ruptur buli. Kecenderungan buli untuk mengalami ruptur

berbanding lurus dengan derajat distensi buli pada saat mengalami trauma
Cedera luka tusuk akibat tembakan pistol atau tusukkan pisau di area
suprapubik. Sering dijumpai dengan adanya cedera organ abdomen atau organ
pelvis lainnya. Insiden trauma buli yang disertai dengan cedera ileum mencapai
83 %. Insiden trauma buli yang disertai dengan cedera kolon mencapai 33% dan
yang disertai dengan cedera vaskular mencapai 82% (dengan angka mortalitas

mencapai 63%)
Trauma obstetri, sering terjadi pada partus macet atau kelahiran dengan ekstraksi
forceps. Tekanan terus menerus dari kepala janin pada daerah pubis ibu akan
mengarah pada kejadian nekrosis buli. Laserasi langsung pada buli ibu

dilaporkan terjadi pada 0,3% persalinan dengan metode cesar. Riwayat

persalinan cesar sebelumnya juga menjadi salah satu faktor resiko.


Trauma ginekologi, pasca vaginal atau abdominal histerektomi. Kesulitan

membedakan bagian buli dan fascia pada pelvis akan menyebabkan trauma buli
Ruptur buli pada saat melakukan biopsi buli, cystolitholapaxy, transurethral
resection of the prostate (TURP), atau transurethral resection of a bladder tumor
(TURBT). Insiden terjadinya ruptur buli pada saat biopsi berdasarkan penelitian

terdahulu kurang lebih mencapai 36 %


Trauma buli idiopatik, terjadi pada pasien alkoholik yang meminum alkohol
dalam jumlah besar. Pembedahan buli sebelumnya merupakan salah satu faktor
resiko. Pada beberapa penelitian, ruptur buli dilaporkan terjadi pada
intraperitoneal. Terjadinya trauma jenis ini bisa sebagai akibat overdistensi yang
kemudian mengalami trauma eksternal yang sederhana

Klasifikasi
Secara klinis cedera buli-buli dibedakan menjadi kontusio buli-buli, cedera buli-buli ekstra
peritoneal dan cedera intra peritoneal.

Pada kontusio buli-buli hanya terdapat memar pada dindingnya, mungkin


didapatkan hematoma perivesikal, tetapi tidak didapatkan ekstravasasi urine ke
luar buli-buli. Pada pasien yang mengalami kontusio buli-buli didapatkan
kondisi klinis sebagai berikut
Pasien mengalami gross hematuri setelah terpapar trauma dengan hasil
pemeriksaan imaging yang normal.
Pasien mengalami gross hematuri setelah aktivitas fisik yang berlebihan
(lari jarak jauh, fitness berlebihan)
Buli-buli dapat terlihat normal atau teardrop shape pada sistografi. Kontusio
buli-buli cenderung tidak berbahaya dan merupakan manifestasi paling umum
yang terjadi sebagai efek dari trauma tumpul. Pada umumnya kontusio buli-buli
self limitting, dan tidak membutuhkan terapi yang spesifik, cukup dengan
beristirahat yang cukup untuk beberapa waktu sampai hematuri membaik
dengan sendirinya. Hematuri yang persisten atau nyeri perut bagian bawah yang
terus menerus perlu dilakukan pemeriksaan yang lebih lanjut.

Cedera buli-buli intra peritoneal (insidensi 50 % - 71 %) biasanya terjadi pada


saat buli-buli dalam kedaan terisi penuh kemudian mendapatkan trauma dari
luar. Tekanan dari trauma itu diteruskan ke bagian terlemah buli-buli yaitu
fundus yang dilingkupi oleh peritoneum. Trauma ini menyebabkan robeknya
fundus buli-buli sehingga urine mengalir ke rongga peritoneal. Saat buli-buli
terisi penuh oleh urin, serat serat otot buli buli akan meregang di seluruh bagian
buli-buli yang mengakibatkan dinding buli-buli akan relatif lebih tipis. Sehingga
mengakibatkan kemampuan dinding buli buli untuk menahan tekanan akan
menurun dan mengakibatkan buli buli menjadi lebih rentan untuk mengalami
ruptur akibat tekanan(6).
Sebagai akibat dari proses tersebut, urin akan sangat mungkin untuk tumpah ke
dalam cavum abdomen. Ruptur buli intra peritoneal bisa tidak terdiagnosa dalam
hitungan

hari

bahkan

minggu.

Abnormalitas

elektrolit

(hiperkalemi,

hipernatremi, uremia, asidosis dan lain lain) akan muncul sebagai akibat dari
reabsorbsi urin yang terdapat dalam cavum peritoneal. Pasien bisa datang
dengan manifestasi klinis anuria, dan baru akan terdiagnosa ketika didapatkan

urinary ascites saat dilakukan paracentesis.


Cedera ekstra peritoneal (insidensi 25% - 43%) (16) terjadi akibat tertusuk oleh
fragmen tulang pelvis yang mengalami fraktur. Fragmen ini akan mencederai
dinding buli buli sebelah inferiolateral dan terjadi ekstravasasi urine ke rongga
ekstraperitoneal. 89% - 100% ruptur buli ekstra peritoneal disertai dengan
fraktur pelvis. Ruptur ini sering terkait dengan fraktur arkus pubis anterior.
Cedera yang hebat pada pelvis akan mengakibatkan kerusakan pada ligamen
puboprostatika yang akan mengakibatkan trauma pada permukaan buli buli.
Derajat trauma buli-buli berhubungan dengan tingkat keberatan fraktur.
Dari pemeriksaan sistografi ditemukan ekstravasasi kontras di sekitar basis bulibuli yang mengelilingi sampai spatium perivesikal. Buli buli akan terlihat dalam
pola flame-shape, starburst, atau featherlike patterns juga sering ditemui.
Dengan cedera yang lebih kompleks, material kontras akan lebih menyebar ke
bagian penis, perineum bahkan hingga pada dinding abdomen anterior.
Ekstravasasi akan mencapai scrotum apabila fascia superior dari diafragma
urogenital atau diafragma urogenital itu sendiri mengalami disrupsi.

cedera buli-buli intraperitoneal bersamaan cedera ekstraperitoneal (2-12%). Jika


tidak mendapatkan perawatan dengan segera 10-20% cedera buli-buli akan
berakibat kematian karena peritonitis atau sepsis.

Table 1. Grade untuk cedera buli berdasarkan American association for the surgery of trauma (AAST)
(11)

Grade
I

Hematoma
Laceration
Laceration
Laceration
Laceration
Laceration

II
III
IV
V

Contusion, intramural hematoma


Partial thickness
Extraperitoneal bladder wall laceration < 2 cm
Extraperitoneal ( 2cm) or intraperitoneal (< 2cm) bladder wall laceration
Intraperitoneal bladder wall laceration 2cm
Intraperitoneal or extraperitoneal bladder wall laceration
extending into the bladder neck or ureteral orifice (trigone)

Diagnosis
Manifestasi klinis dari ruptur buli-buli relatif tidak spesifik. Secara garis besar ada trias
simptoms yang sering muncul :

Gross hematuri
Nyeri suprapubik
Kesulitan atau ketidak mampuan miksi

Gambaran manifestasi klinis yang lain bergantung pada etiologi trauma, bagian buli-buli
yang mengalami cidera (intra/ekstraperitoneal), adanya organ lain yang mengalami cedera, serta
penyulit yang terjadi akibat trauma. Dalam hal ini mungkin didapatkan tanda fraktur pelvis,
syok, hematoma perivesika, atau tampak tanda sepsis dari suatu peritonitis atau abses perivesika
Kebanyakan pasien dengan ruptur buli mengeluhkan terjadinya nyeri suprapubik atau nyeri
abdomen, meskipun masih banyak yang bisa buang air kecil. Bagaimanapun juga kemampuan
untuk bisa miksi tidak lantas menyingkirkan diagnosa ruptur buli.
Hematuria sering mengikuti terjadinya ruptur buli. Lebih dari 98 % ruptur buli diikuti
dengan gross hematuri dan 10% ruptur buli terjadi dengan hematuri mikroskopis, 10% pasien
dengan ruptur buli mengalami urinalisis yang normal.

Pemeriksaan fisik abdomen bisa ditemukan distensi abdomen, rebound tenderness. Tidak
adanya bising usus dan tanda tanda iritasi peritoneal mengindikasikan kemungkinan terjadinya
ruptur buli buli intraperitoneal. Pemeriksaan rektal toucher perlu dilakukan untuk menyingkirkan
kemungkinan terjadinya cedera rektum, dan pada pria perlu dilakukan untuk mengevaluasi posisi
prostat. Apabila prostat mengalami high riding atau sedikit elevasi, kecurigaan mengarah pada
cedera urethra proksimal yang disertai disrupsi buli buli.
Pemeriksaan pencitraan berupa sistografi yaitu dengan memasukkan kontras ke dalam bulibuli sebanyak 300-400 ml secara gravitasi (tanpa tekanan) melalui kateter per-uretram.
Kemudian dibuat beberapa foto, yaitu
(1) foto pada saat buli-buli terisi kontras dalam posisi anterior-posterior (AP),
(2) pada posisi oblik, dan
(3) wash out film yaitu foto setelah kontras dikeluarkan dari buli-buli.
Jika didapatkan robekan pada buli-buli, terlihat ekstravasasi kontras di dalam rongga
perivesikal yang merupakan tanda adanya robekan ekstraperitoneal. Jika terdapat kontras yang
berada di sela-sela usus berarti ada robekan buli-buli intraperitoneal. Pada perforasi yang kecil
seringkali tidak tampak adanya ekstravasasi (negatif palsu) terutama jika kontras yang
dimasukkan kurang dari 250 ml.
Sebelum melakukan pemasangan kateter uretra, harus diyakinkan dahulu bahwa tidak ada
perdarahan yang keluar dari muara uretra. Keluarnya darah dari muara uretra merupakan tanda
dari cedera uretra. Jika diduga terdapat cedera pada saluran kemih bagian atas di samping cedera
pada buli-buli, sistografi dapat diperoleh melalui foto IVP.
Di daerah yang jauh dari pusat rujukan dan tidak ada sarana untuk melakukan sistografi
dapat dicoba uji pembilasan buli-buli, yaitu dengan memasukkan cairan garam fisiologis steril
ke dalam buli-buli sebanyak 300 ml kemudian cairan dikeluarkan lagi. Jika cairan tidak keluar
atau keluar tetapi kurang dari volume yang dimasukkan, kemungkinan besar ada robekan pada
buli-buli. Cara ini sekarang tidak dianjurkan karena dapat menimbulkan infeksi atau
menyebabkan robekan yang lebih luas
Terapi dan penatalaksanaan
Secara umum, pengelolaan kasus ruptur buli buli mengikuti prinsip pengelolaan trauma traktus
urinarius.

Prinsip prinsip pengelolaan trauma traktus urinarius(2) :


1. Semua benang harus yang dapat diserap. Benang berupa chromic catgut, vicryl atau
polyglycolic acid
Chromic catgut yaitu untuk ureter dan yang lainnya dapat digunakan untuk buli buli atau
uretra
2. Garis jahitan harus tidak boleh teregang
3. Garis jahitan dibuat sehingga terjadi interposisi dengan omentum untuk menghindari
terjadinya fistula. Ini terutama dilakukan pada trauma buli buli pada waktu histerektomi
4. Trauma pada ureter atau implantasi harus disangga dengan kateter yang sesuai seperti
infant feeding tube 6F melalui orifisium ureter dan terus ke kranial sepanjang ureter
5. Pada trauma buli buli harus dilakukan kateterisasi menetap 5 10 hari
Lebih baik jika dilakukan kateter suprapubik dengan kateter nomor 14 F atau 16 F dan
dilakukan bladder training sebelum dilakukan pengangkatan
6. Trauma pada ureter juga harus dilakukan kateterisasi
Daerah tempat trauma harus dilakukan pemasangan dren pasca bedah dengan ukuran 18
F
7. Biasanya dianjurkan pemakaian antibiotika
Untuk trauma kecil, suntikan gentamisin 80 mg saat operasi biasanya sudah cukup untuk
menghindari infeksi
Pada kontusio buli-buli, cukup dilakukan pemasangan kateter dengan tujuan untuk
memberikan istirahat pada buli-buli. Dengan cara ini diharapkan buli-buli sembuh setelah 7-10
hari.
Pada cedera intraperitoneal harus dilakukan eksplorasi laparotomi untuk mencari robekan
pada buli-buli serta kemungkinan cedera pada organ lain. Jika tidak dioperasi ekstravasasi urine
ke rongga intraperitoneum dapat menyebabkan peritonitis. Rongga intraperitoneum dicuci,
robekan pada buli-buli dijahit 2 lapis, kemudian dipasang kateter sistostomi yang dilewatkan di
luar sayatan laparotomi.
Pada cedera ekstraperitoneal,robekan yang sederhana (ekstravasasi minimal) dianjurkan
untuk memasang kateter selama 7 10 hari, tetapi sebagian ahli lain menganjurkan untuk
melakukan penjahitan buli-buli dengan pemasangan kateter sistostomi. Namun tanpa tindakan
pembedahan kejadian kegagalan penyembuhan luka 15%, dan kemungkinan untuk terjadinya
infeksi pada rongga perivesika sebesar 12%. Oleh karena itu jika bersamaan dengan ruptur bulibuli terdapat cedera organ lain yang membutuhkan operasi, sebaiknya dilakukan penjahitan buli-

buli dan pemasangan kateter sistostomi(8). Apalagi jika ahli ortopedi memasang plat untuk
memperbaiki fraktur pelvis, mutlak harus dilakukan penjahitan buli-buli guna menghindari
terjadinya pengaliran urine ke fragmen tulang yang telah dioperasi.
Untuk memastikan bahwa buli-buli telah sembuh, sebelum melepas kateter uretra atau
kateter sistostomi, terlebih dahulu dilakukan pemeriksaan sistografi guna melihat kemungkinan
masih adanya ekstravasasi urine. Sistografi dibuat pada hari ke-10-14 pasca trauma. Jika masih
ada ekstravasasi kateter sistostomi dipertahankan sampai 3 minggu.
Indikasi untuk melakukan operasi bedah segera pada ruptur buli-buli

Cedera intraperitoneal dari trauma eksterna


Cedera tusuk atau cedera iatrogenik
Drainase buli buli yang tidak adekuat atau terdapat bekuan darah pada urin
Cedera leher buli buli
Cedera rektum atau vaginal
Patah tulang pelvis terbuka
Patah tulang pelvis yang membutuhkan fiksasi internal
Pasien stabil yang menjalani laparotomi untuk alasan lain
Fragmen tulang yang mengarah ke buli buli

Algoritma trauma tumpul saluran kencing bagian bawah


Trauma tumpul saluran kencing bawah

Trauma multiple dan/atau fraktur pelvis Bloody discharge


Tidak ada bloody discharge
(darah pada meatus)
Echimosis perineal/skrotal
Hematom skrotum
Retensio urin
High riding prostat

Kateterasi
Bisa

Tidak bisa

Uretrogram retrogade

Sistografi dengan CT/foto polos dan pengisian kandung kemih


ekstravasasi
retrogade dengan PZ 300 cc
Tidak ada hematuria
Gross Hematuri/
Fraktur pelvis yang bermakna
+
Observasi

Hematuria mikroskopis
Dan TD <90
CT scan abdomen/ IVP

ekstravasasi
+

Observasi

Eksplorasi buli dan


Sistostomi
Selective primary realignment

Extraperitoneal Intraperitoneal
Laparotomi
Kateterisasi
bila ada cedera organ intra abdomen
Repair
yang
Buli
lain

Semua luka tusuk atau cedera intra peritoneal yang berdampak sebagai akibat trauma
eksterna harus dilakukan tatalaksana operasi pembedahan segera. Cedera yang demikian
seringkali lebih besar dari yang diperkirakan melalui sistografi dan jarang untuk bisa membaik
dengan sendirinya. Dan aliran urin yang terus menerus ke cavum peritoneum mengakibatkan
peritonitis.
Prognosis dan komplikasi
Diagnosis yang tepat dan manajemen yang terpadu terhadap ruptur buli buli akan
memberikan hasil yang baik dengan angka morbiditas dan mortalitas minimal. Komplikasi yang

serius biasanya disebabkan oleh diagnosis yang terlambat serta kesalahan penanganan sebagai
akibat misdiagnosis, keterlambatan interpretasi klinis atau cedera yang kompleks sebagai akibat
dari trauma pelvis yang berat. Ruptur buli buli yang tidak terdeteksi dalam jangka waktu tertentu
dapat bermanifestasi dalam bentuk asidosis, azotemia, demam dan sepsis, output urin kecil,
peritonitis, ileus, ascites urin, kesulitan pernafasan(9).
Kesalahan dalam mengenali bagian bagian buli buli, vagina, rektum akan berakibat pada ruptur
yang berujung fistula, striktura, dan rekonstruksi yang lebih sulit. Patah tulang pelvis yang berat
dapat mengakibatkan kerusakan neurologik baik reversibel maupun irreversibel yang akan
berpengaruh pada proses fisiologis miksi pasien

DAFTAR PUSTAKA
1. Purnomo BB. Dasar Dasar Urologi. 2 ed. Malang: Sagung Seto; 2003.
2. Mendrofa C. Trauma Traktus Urinarius pada Bedah Ginekologi. Semarang: Universitas
Diponegoro; 2000.
3. Snell RS. Anatomi Klinik untuk Mahasiswa Kedokteran. 6 ed. Jakarta: EGC; 2000.
4. d'souza C. Isolated Bladder Perforation Following a Blunt Injury in the Abdomen. Jodr.
2012.
5. Friedman AA. Complete Endoscopic Management of a Retained Bullet in the Bladder.
Pubmed. 2013:143 - 7.
6. Marchand TD. Laparoscopic Repair of a Traumatik Bladder Rupture. JSLS. 2012:155 - 9.
7. Kotkin L. Morbidity Associated with Nonoperative Management of Extraperitoneal
Bladder Injuries. J Traum. 1995;Jun:895.
8. Srinivasa R. Genitourinary trauma: a pictorial essay. Emerg Radiol. 2009;16:21-33.
9. Husmann D. Traumatic and Reconstructive Urology. McAninch. 1996;7:261.
10. Hasiana Lumbal Gaol. Trauma Buli dalam kapita selekta kedokteran FKUI. Media
aesculapius: 2014.
11. Richard A. Santucci. Bladder Injuries: Evaluation and Management. Brazilian Journal of
Urology vol.26 (4):408-414, july-august, 2000.

Anda mungkin juga menyukai