Oleh:
dr. Ayu Asyifa Rahmi Fauziah
Pembimbing:
dr. Octoveryal Sp.U
Pendamping:
dr. Muhammad Fikri
dr. Indah Budi Susilowati
II.LATAR BELAKANG
Trauma buli atau trauma vesika urinaria merupakan keadaan darurat bedah yang
memerlukan penatalaksanaan segera, bila tidak ditanggulangi dengan segera dapat menimbulkan
komplikasi seperti perdarahan hebat, peritonitis dan sepsis. Penyebab trauma buli dapat
disebabkan oleh trauma eksternal (82%) yang terdiri dari trauma tumpul (60-85%) atau tajam
(15-40%), trauma iatrogenic (4%) maupun secara spontan (4%)
(10)
disertai dengan rupture ekstraperitonial atau rupture intraperitonial. Beberapa tanda dari trauma
buli diantaranya yaitu hematuria atau dapat juga gross hematuria, disertai dengan nyeri tekan
pada area suprapubik dan kesulitan dalam buang air kecil, tetapi gejala-gejala ini tidak selalu
ada. Hematuria sering mengikuti terjadinya ruptur buli. Lebih dari 98 % ruptur buli diikuti
dengan gross hematuri dan 10% ruptur buli terjadi dengan hematuri mikroskopis, 10% pasien
dengan ruptur buli mengalami urinalisis yang normal.Gambaran manifestasi klinis yang lain
bergantung
pada
etiologi
trauma,
bagian
buli-buli
yang
mengalami
cidera
(intra/ekstraperitoneal), adanya organ lain yang mengalami cedera, serta penyulit yang terjadi
akibat trauma. Dalam hal ini mungkin didapatkan tanda fraktur pelvis, syok, hematoma
perivesika, atau tampak tanda sepsis dari suatu peritonitis atau abses perivesika
Diagnosis trauma buli ditegakkan melalui anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan
penunjang. Dimana tata laksana pada trauma buli yang diutamakan adalah mengatasi
kegawatdaruratan jika ada.
12. Muskuloskeletal :Tidak tampak deformitas sendi. Kisaran gerak pada sendi-sendi
tampak baik.
13. Neurologi : Motorik: massa dan tonus otot tampak baik.
Refleks fisiologis (+) (+) Refleks patologis (-) (-)
(+) (+)
(-) (-)
4. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Laboratorium darah lengkap tanpa LED (tanggal 1 November 2015)
Parameter
Hasil
Nilai Normal
Hemoglobin
11,9
14-18
Hematokrit
33
40-48
Eritrosit
4,11
4,5-5,5
Leukosit
12,19
3,5-10
Trombosit
323
150-450
Neutrofil batang
0
2-6
Limfosit
8
20-40
Monosit
5
2-8
Eosinofil
1
1-3
Basofil
0
0-1
Neutrofil segmen
86
50-70
MCH
29,0
23-35
MCHC
36,0
31-38
MCV
80,5
75-100
Laboratorium urin lengkap (tanggal 1 November 2015)
Parameter
Warna
Kejernihan
PH Urin
BJ Urin
Reduksi
Protein
Bilirubin
Urobilinogen
Keton
Nitrit
Sedimen Eritrosit
Sedimen Leukosit
Sedimen Epitel
Sedimen Kristal
Sedimen Ca Oksalat
Sedimen Triple Fosfat
Sedimen Asam Urat
Sedimen Amorph
Hasil
Merah
Keruh
5.0
1.030
Negative
Positif 3(+++)
Negative
Negative
Negative
Negative
Penuh
4-6
Positif 1(+)
Negative
Negative
Negative
Negative
Positif 1(+)
Satuan
gr/dl
%
106/mm3
103/mm3
103/mm3
%
%
%
%
%
%
Pg
gr/dl
Fl
Nilai Normal
4.6-8.5
1.003-1.030
Negative
Negative
Negative
Negative
Negative
Negative
<1/LPB
<5/LPB
Negative
Negative
Negative
Negative
Negative
Negative
Sedimen Hyalin
Sedimen Granular
Sedimen Spermatozoa
Sedimen Bakteri
Negative
Negative
Negative
Positif 2(++)
Negative
Negative
Negative
Negative
5. RESUME/DAFTAR MASALAH
Anamnesis
Saat buang air kecil air seninya berwarna kemerahan. Tidak nyeri saat buang air
kecil.
Siang tadi sekitar jam 13.00 WIB pasien terjatuh dari sepeda dan perutnya
terbentur stang sepeda. Riwayat trauma (+).
Saat terjatuh pasien masih sadar.
Pasien mengaku mual dan muntah sudah 3 kali.
Pinggang kanan pasien nyeri sejak tadi siang.
Pemeriksaan fisik
Vital Sign
: Nadi : 117x/menit regular, tegangan dan isi cukup.
Abdomen
: Nyeri tekan (+) pada region hypogastric
Regio Flank : Nyeri ketok costae vertebrae (+/-)
Pemeriksaan penunjang
Laboratorium darah lengkap tanpa LED
Neutrophil segmen : 86 %
Neutrophil batang
:0%
Limfosit
:8%
Hemoglobin
: 11,9 gr/dl
Eritrosit
: 4,11 106/mm3
Leukosit
: 12,19 106/mm3
Urine lengkap
Warna
Kejernihan
Protein
Sedimen Eritrosit
Sedimen Leukosit
Sedimen Epitel
Sedimen Amorph
Sedimen Bakteri
: Merah
: Keruh
: Positif 3 (+++)
: Penuh
: 4-6
: Positif 1(+)
: Positif 1(+)
: Positif 2(++)
: dubia at bonam
: dubia at bonam
: dubia at bonam
PROGRESS REPORT
Subjektif
Objektif
Diagnosis
Terapi
2 November 2015
Buang air kecil sudah tidak berwarna merah, nyeri saat berkemih (-),nyeri
pinggang (-) dan nyeri perut (-)
Ku/kes: baik/cm
VS :
N : 94x/menit
RR : 24x/menit
S : 36,7oC
SpO2: 98%
Mata : Conjungtiva anemis (-/-) sclera ikterik (-/-)
Hidung : Discharge (-)
Mulut : Sianosis (-)
Thorax: Cor/ S1>S2 reg, gallop (-), murmur(-)
Pulmo/ SD Ves (+/+), RBH (-/-), RBK (-/-), Wheezing (-/-)
Abdomen: datar, supel, NT (-), BU(+)normal
Region flank: jejas (-), balotemen ginjal (-), bimanual ginjal (-), nyeri ketok
costovertebrae (+/-)
Ekstremitas superior: akral dingin (-/-)
Ekstremitas inferior : akral dingin (-/-)
Trauma buli grade II dengan hematuria
Pro USG urologi dan rontgen abdomen
Terapi lanjutkan
Diet bebas
Bed rest
Ren sinistra
Buli
: dinding regular , menebal, clot intrabuli (+) minimal, batu (-), massa (-),
hematome perivesika (+)
Kesimpulan: Sistitis, hematoma perivesika
Subjektif
Objektif
Diagnosis
Terapi
3 November 2015
Buang air kecil sudah tidak berwarna merah,
nyeri saat berkemih (-),nyeri pinggang (-) dan
nyeri perut (-)
Ku/kes: baik/cm
VS :
N : 108x/menit
RR : 24x/menit
S : 36oC
SpO2: 98%
Mata : Conjungtiva anemis (-/-) sclera ikterik
(-/-)
Hidung : Discharge (-)
Mulut : Sianosis (-)
Thorax: Cor/ S1>S2 reg, gallop (-), murmur(-)
Pulmo/ SD Ves (+/+), RBH (-/-), RBK
(-/-), Wheezing (-/-)
Abdomen: datar, supel, NT (-), BU(+)normal
Region flank: jejas (-), balotemen ginjal (-),
bimanual ginjal (-), nyeri ketok costovertebrae
(-/-)
Ekstremitas superior: akral dingin (-/-)
Ekstremitas inferior : akral dingin (-/-)
Trauma buli grade II dengan hematuria
Aff IVFD injeksi stop
Ganti terapi oral:
Cefixime syrup 2x1cth
Paracetamol syrup 3x1cth
Diet bebas
Boleh rawat jalan dan kontrol tgl 10/11/2015
Gambar 1. Anatomi vesica urinaria dan urethra pada wanita dan pria
Etiologi
Ruptur buli bisa disebabkan baik oleh trauma tajam maupun trauma tumpul. Kurang lebih
90% trauma tumpul buli-buli adalah akibat fraktur pelvis. Fiksasi buli-buli pada tulang pelvis
oleh fasia endopelvik dan diafragma pelvis sangat kuat sehingga cedera deselerasi terutama jika
titik fiksasi fasia bergerak pada arah berlawanan (seperti pada fraktur pelvis), dapat merobek
buli-buli(4). Robeknya buli-buli karena fraktur pelvis bisa pula terjadi akibat fragmen tulang
pelvis merobek dindingnya.
Kecenderungan buli untuk mengalami ruptur tergantung dari seberapa besar buli
mengalami distensi(5). Dalam keadaan penuh terisi urine, buli-buli mudah sekali robek jika
mendapatkan tekanan dari luar berupa benturan pada perut sebelah bawah. Buli-buli akan robek
pada daerah fundus dan menyebabkan ekstravasai urine ke rongga intraperitoneum . Anak anak
lebih cenderung untuk mengalami ruptur buli sebagai akibat lokasi buli yang berada di luar
cavum pelvis menjelang anak mencapai usia pubertas
Tindakan endourologi dapat menyebabkan trauma buli-buli iatrogenik antara lain pada
reseksi buli-buli transuretral (TUR Buli-buli) atau pada litotripsi (2). Demikian pula partus kasep
atau tindakan operasi di daerah pelvis dapat menyebabkan trauma iatrogenik pada buli-buli.
Ruptura buli-buli dapat pula terjadi secara spontan; hal ini biasanya terjadi jika sebelumnya
terdapat kelainan pada dinding buli-buli. Tuberkulosis, tumor buli-buli, atau obstruksi
infravesikal kronis menyebabkan perubahan struktur otot buli-buli yang menyebabkan
kelemahan dinding buli-buli. Pada keadaan itu bisa terjadi ruptura buli-buli spontanea
Secara garis besar, hal hal yang sering mengakibatkan ruptur buli antara lain adalah :
Ruptur buli sebagai akibat dari kecelakaan lalu lintas, terutama kecelakaan
kendaraan bermotor. Sebagai akibat dari benturan langsung pada saat kecelakaan
atau secara tidak langsung akibat terkena setir mobil atau sabuk pengaman.
Cedera deselerasi dari buli yang biasanya terjadi akibat jatuh dari ketinggian.
Cedera tumpul akibat perkelahian, perut bagian bawah menerima pukulan dan
tendangan yang mengakibatkan ruptur buli. Biasanya juga disertai dengan
fraktur pelvis. Kurang lebih 10 % dari pasien yang mengalami fraktur pelvis
disertai dengan ruptur buli. Kecenderungan buli untuk mengalami ruptur
berbanding lurus dengan derajat distensi buli pada saat mengalami trauma
Cedera luka tusuk akibat tembakan pistol atau tusukkan pisau di area
suprapubik. Sering dijumpai dengan adanya cedera organ abdomen atau organ
pelvis lainnya. Insiden trauma buli yang disertai dengan cedera ileum mencapai
83 %. Insiden trauma buli yang disertai dengan cedera kolon mencapai 33% dan
yang disertai dengan cedera vaskular mencapai 82% (dengan angka mortalitas
mencapai 63%)
Trauma obstetri, sering terjadi pada partus macet atau kelahiran dengan ekstraksi
forceps. Tekanan terus menerus dari kepala janin pada daerah pubis ibu akan
mengarah pada kejadian nekrosis buli. Laserasi langsung pada buli ibu
membedakan bagian buli dan fascia pada pelvis akan menyebabkan trauma buli
Ruptur buli pada saat melakukan biopsi buli, cystolitholapaxy, transurethral
resection of the prostate (TURP), atau transurethral resection of a bladder tumor
(TURBT). Insiden terjadinya ruptur buli pada saat biopsi berdasarkan penelitian
Klasifikasi
Secara klinis cedera buli-buli dibedakan menjadi kontusio buli-buli, cedera buli-buli ekstra
peritoneal dan cedera intra peritoneal.
hari
bahkan
minggu.
Abnormalitas
elektrolit
(hiperkalemi,
hipernatremi, uremia, asidosis dan lain lain) akan muncul sebagai akibat dari
reabsorbsi urin yang terdapat dalam cavum peritoneal. Pasien bisa datang
dengan manifestasi klinis anuria, dan baru akan terdiagnosa ketika didapatkan
Table 1. Grade untuk cedera buli berdasarkan American association for the surgery of trauma (AAST)
(11)
Grade
I
Hematoma
Laceration
Laceration
Laceration
Laceration
Laceration
II
III
IV
V
Diagnosis
Manifestasi klinis dari ruptur buli-buli relatif tidak spesifik. Secara garis besar ada trias
simptoms yang sering muncul :
Gross hematuri
Nyeri suprapubik
Kesulitan atau ketidak mampuan miksi
Gambaran manifestasi klinis yang lain bergantung pada etiologi trauma, bagian buli-buli
yang mengalami cidera (intra/ekstraperitoneal), adanya organ lain yang mengalami cedera, serta
penyulit yang terjadi akibat trauma. Dalam hal ini mungkin didapatkan tanda fraktur pelvis,
syok, hematoma perivesika, atau tampak tanda sepsis dari suatu peritonitis atau abses perivesika
Kebanyakan pasien dengan ruptur buli mengeluhkan terjadinya nyeri suprapubik atau nyeri
abdomen, meskipun masih banyak yang bisa buang air kecil. Bagaimanapun juga kemampuan
untuk bisa miksi tidak lantas menyingkirkan diagnosa ruptur buli.
Hematuria sering mengikuti terjadinya ruptur buli. Lebih dari 98 % ruptur buli diikuti
dengan gross hematuri dan 10% ruptur buli terjadi dengan hematuri mikroskopis, 10% pasien
dengan ruptur buli mengalami urinalisis yang normal.
Pemeriksaan fisik abdomen bisa ditemukan distensi abdomen, rebound tenderness. Tidak
adanya bising usus dan tanda tanda iritasi peritoneal mengindikasikan kemungkinan terjadinya
ruptur buli buli intraperitoneal. Pemeriksaan rektal toucher perlu dilakukan untuk menyingkirkan
kemungkinan terjadinya cedera rektum, dan pada pria perlu dilakukan untuk mengevaluasi posisi
prostat. Apabila prostat mengalami high riding atau sedikit elevasi, kecurigaan mengarah pada
cedera urethra proksimal yang disertai disrupsi buli buli.
Pemeriksaan pencitraan berupa sistografi yaitu dengan memasukkan kontras ke dalam bulibuli sebanyak 300-400 ml secara gravitasi (tanpa tekanan) melalui kateter per-uretram.
Kemudian dibuat beberapa foto, yaitu
(1) foto pada saat buli-buli terisi kontras dalam posisi anterior-posterior (AP),
(2) pada posisi oblik, dan
(3) wash out film yaitu foto setelah kontras dikeluarkan dari buli-buli.
Jika didapatkan robekan pada buli-buli, terlihat ekstravasasi kontras di dalam rongga
perivesikal yang merupakan tanda adanya robekan ekstraperitoneal. Jika terdapat kontras yang
berada di sela-sela usus berarti ada robekan buli-buli intraperitoneal. Pada perforasi yang kecil
seringkali tidak tampak adanya ekstravasasi (negatif palsu) terutama jika kontras yang
dimasukkan kurang dari 250 ml.
Sebelum melakukan pemasangan kateter uretra, harus diyakinkan dahulu bahwa tidak ada
perdarahan yang keluar dari muara uretra. Keluarnya darah dari muara uretra merupakan tanda
dari cedera uretra. Jika diduga terdapat cedera pada saluran kemih bagian atas di samping cedera
pada buli-buli, sistografi dapat diperoleh melalui foto IVP.
Di daerah yang jauh dari pusat rujukan dan tidak ada sarana untuk melakukan sistografi
dapat dicoba uji pembilasan buli-buli, yaitu dengan memasukkan cairan garam fisiologis steril
ke dalam buli-buli sebanyak 300 ml kemudian cairan dikeluarkan lagi. Jika cairan tidak keluar
atau keluar tetapi kurang dari volume yang dimasukkan, kemungkinan besar ada robekan pada
buli-buli. Cara ini sekarang tidak dianjurkan karena dapat menimbulkan infeksi atau
menyebabkan robekan yang lebih luas
Terapi dan penatalaksanaan
Secara umum, pengelolaan kasus ruptur buli buli mengikuti prinsip pengelolaan trauma traktus
urinarius.
buli dan pemasangan kateter sistostomi(8). Apalagi jika ahli ortopedi memasang plat untuk
memperbaiki fraktur pelvis, mutlak harus dilakukan penjahitan buli-buli guna menghindari
terjadinya pengaliran urine ke fragmen tulang yang telah dioperasi.
Untuk memastikan bahwa buli-buli telah sembuh, sebelum melepas kateter uretra atau
kateter sistostomi, terlebih dahulu dilakukan pemeriksaan sistografi guna melihat kemungkinan
masih adanya ekstravasasi urine. Sistografi dibuat pada hari ke-10-14 pasca trauma. Jika masih
ada ekstravasasi kateter sistostomi dipertahankan sampai 3 minggu.
Indikasi untuk melakukan operasi bedah segera pada ruptur buli-buli
Kateterasi
Bisa
Tidak bisa
Uretrogram retrogade
Hematuria mikroskopis
Dan TD <90
CT scan abdomen/ IVP
ekstravasasi
+
Observasi
Extraperitoneal Intraperitoneal
Laparotomi
Kateterisasi
bila ada cedera organ intra abdomen
Repair
yang
Buli
lain
Semua luka tusuk atau cedera intra peritoneal yang berdampak sebagai akibat trauma
eksterna harus dilakukan tatalaksana operasi pembedahan segera. Cedera yang demikian
seringkali lebih besar dari yang diperkirakan melalui sistografi dan jarang untuk bisa membaik
dengan sendirinya. Dan aliran urin yang terus menerus ke cavum peritoneum mengakibatkan
peritonitis.
Prognosis dan komplikasi
Diagnosis yang tepat dan manajemen yang terpadu terhadap ruptur buli buli akan
memberikan hasil yang baik dengan angka morbiditas dan mortalitas minimal. Komplikasi yang
serius biasanya disebabkan oleh diagnosis yang terlambat serta kesalahan penanganan sebagai
akibat misdiagnosis, keterlambatan interpretasi klinis atau cedera yang kompleks sebagai akibat
dari trauma pelvis yang berat. Ruptur buli buli yang tidak terdeteksi dalam jangka waktu tertentu
dapat bermanifestasi dalam bentuk asidosis, azotemia, demam dan sepsis, output urin kecil,
peritonitis, ileus, ascites urin, kesulitan pernafasan(9).
Kesalahan dalam mengenali bagian bagian buli buli, vagina, rektum akan berakibat pada ruptur
yang berujung fistula, striktura, dan rekonstruksi yang lebih sulit. Patah tulang pelvis yang berat
dapat mengakibatkan kerusakan neurologik baik reversibel maupun irreversibel yang akan
berpengaruh pada proses fisiologis miksi pasien
DAFTAR PUSTAKA
1. Purnomo BB. Dasar Dasar Urologi. 2 ed. Malang: Sagung Seto; 2003.
2. Mendrofa C. Trauma Traktus Urinarius pada Bedah Ginekologi. Semarang: Universitas
Diponegoro; 2000.
3. Snell RS. Anatomi Klinik untuk Mahasiswa Kedokteran. 6 ed. Jakarta: EGC; 2000.
4. d'souza C. Isolated Bladder Perforation Following a Blunt Injury in the Abdomen. Jodr.
2012.
5. Friedman AA. Complete Endoscopic Management of a Retained Bullet in the Bladder.
Pubmed. 2013:143 - 7.
6. Marchand TD. Laparoscopic Repair of a Traumatik Bladder Rupture. JSLS. 2012:155 - 9.
7. Kotkin L. Morbidity Associated with Nonoperative Management of Extraperitoneal
Bladder Injuries. J Traum. 1995;Jun:895.
8. Srinivasa R. Genitourinary trauma: a pictorial essay. Emerg Radiol. 2009;16:21-33.
9. Husmann D. Traumatic and Reconstructive Urology. McAninch. 1996;7:261.
10. Hasiana Lumbal Gaol. Trauma Buli dalam kapita selekta kedokteran FKUI. Media
aesculapius: 2014.
11. Richard A. Santucci. Bladder Injuries: Evaluation and Management. Brazilian Journal of
Urology vol.26 (4):408-414, july-august, 2000.