An. A
Umur
9 tahun
Jenis kelamin
Perempuan
Suku / bangsa
Makassar/ Indonesia
Agama
Islam
Tgl masuk
29 Nov 2014
No. Reg
031012
Rumah Sakit
Pemeriksa
dr. D
II. ANAMNESIS
Keluhan utama
Anamnesis Terpimpin
pada saat melihat jauh. Saat di kelas pasien duduk pada deret ke-3 dan tidak dapat melihat
tulisan di papan tulis dengan jelas. Penglihatan ganda tidak ada. Mata tidak tampak juling.
Jika pasien menonton tv harus selalu dengan jarak yang dekat dan merasa sering cepat lelah
bila terlalu lama membaca buku atau menonton tv. Riw. Pasien pernah berobat ke dokter
Spesialis mata sekitar 6 bulan yang lalu dan didiagnosis dengan Ambliopia serta telah
mendapatkan terapi tutup mata dan kaca mata.
Riwayat keluarga menderita penyakit yang sama tidak ada.
III. PEMERIKSAAN
Keadaan Umum
Tekanan Darah
: 100/70 mmHg
Nadi
: 80x/menit
Pernapasan
: 18x/menit
Suhu
: 36,50C
PEMERIKSAA
N
Palpebra
Apparatus
lakrimalis
Silia
Konjungtiva
Bola Mata
Kornea
Bilik Mata Depan
Iris
Lensa
OD
OS
Edema (-)
Edema (-)
Lakrimasi (-)
Lakrimasi (-)
Sekret (-)
Hiperemis (-)
Sekret (-)
Hiperemis (-)
Normal
Normal
Jernih
Normal
Coklat, kripte (+)
jernih
Normal
Jernih
Normal
Coklat, kripte (+)
jernih
Normal
Mekanisme
Muskular
B . PALPASI
PALPASI
Tensi Okuler
Nyeri Tekan
Massa Tumor
Glandula
Preaurikuler
OD
Tn
(-)
(-)
OS
Tn
(-)
(-)
Pembesaran (-)
Pembesaran (-)
C. Tonometri
D. Visus
E. Campus visual
F. Colour sense
G. Light sense
Light Projection
OD
OS
+
+
+
+
H. Penyinaran oblik
PEMERIKSAAN
Konjungtiva
Kornea
Bilik Mata Depan
Iris
Pupil
Lensa
Nistagmus
OD
Hiperemis (-)
Jernih
Normal
Coklat, kripte (+)
Bulat, sentral, RC (+)
jernih
-
OS
Hiperemis (-)
Jernih
Normal
Coklat, kripte (+)
Bulat, sentral, RC (+)
jernih
-
I. Pemeriksaan lain :
Hirchberg Test : OD 70 Exotropia,
OS 00
Cover Test
: N = Exophoria
D : Ortho
Fusi = Normal
Diplopia = Tidak ada
Supresi = Tidak ada
FOD : Refleks fundus (+), papil N. II batas tegas, CDR 0,3, A/V 2/3, makula
refleks fovea (+).
FOS
: Refleks fundus (+), papil N. II batas tegas, CDR 0,3, A/V 2/3, makula
refleks fovea (+).
3
K. Slit lamp
L. Tes Flouresence
M. Gonioskopi
N. USG Mata
O. Laboratorium
Resume
Seorang perempuan 9 tahun datang ke poli mata RSP bersama ibunya dengan keluhan
penglihatan kabur yang sudah dialami sejak kurang lebih 3 tahun yang lalu. Dirasakan kabur
pada saat melihat jauh maupun dekat. Saat di kelas pasien duduk pada deret ke-3 dan tidak
dapat melihat tulisan di papan tulis dengan jelas. Penglihatan ganda tidak ada. Mata tidak
tampak juling. Jika pasien menonton tv harus selalu dengan jarak yang dekat. Riw. Pasien
pernah berobat ke dokter Spesialis mata sekitar 6 bulan yang lalu dan didiagnosis dengan
Ambliopia serta telah mendapatkan terapi tutup mata dan kaca mata.
Riwayat keluarga menderita penyakit yang sama tidak ada.
Pemeriksaan visus: VOD = 20/150 S+ 3.50, C- ),75 AX 1800 20/70 F (Kaca mata
N. Diagnosis
OD Ambliopia Refraktif + Compound Hipermetrop Astigmat
O. Penatalaksanaan
4
: Bonam
Quo ad Sanam
: Dubia
Quo ad Visam
: Dubia
BAB I
PENDAHULUAN
6
BAB II
TINJAUAN KEPUSTAKAAN
7
1. DEFINISI
Ambliopia adalah suatu keadaan mata dimana tajam penglihatan tidak mencapai
optimal sesuai dengan usia dan intelegensinya walaupun sudah dikoreksi kelainan
refraksinya. Ambliopia berasal dari bahasa Yunani yaitu amblyos (tumpul) dan opia
(penglihatan). Dikenal juga dengan lazy eye atau mata malas. Amblyopia merupakan suatu
keadaan dimana pemeriksa tidak melihat apa apa dan terkadang pasien hanya dapat melihat
sangat sedikit. 1
2. ANATOMI DAN FISIOLOGI
refraksi kemudian difokuskan diretina. Kemudian diretina akan terjadi potensial aksi
sehingga menghasilkan impuls listrik yang kemudian akan dihantarkan ke thalamus melalui
nervus optik ke korpus geniculatum lateral di thalamus. Tetapi sebelum sampai akan terjadi
persilangan di chiasma optikum sehingga mata kiri dan kanan dapat saling berhubungan. Dari
korpus geniculatum lateral kemudian nantinya akan dihantarkan rangsangannya ke koteks di
lobus occipital yang berperan dalam fungsi penglihatan.2
Tajam penglihatan pada kedua mata sesudah dikoreksi refraksi anomalinya tidak
terlalu berbeda dan tidak terdapat aniseikonia.
Otot-otot penggerak kedua bola mata seluruhnya dapat bekerja sama dengan baik,
yakni dapat menggulirkan kedua bola mata sehingga kedua sumbu penglihatan
menuju pada benda yang menjadi pusat perhatiannya.
Susunan saraf pusatnya baik, yakni sanggup menfusi dua bayangan yang datang
dari kedua retina menjadi satu bayangan tunggal.
Bayi yang baru lahir, faal penglihatan belum normal, visus hanya dapat
membedakan terang dan gelap saja. Adanya perkembangan umur, visus juga ikut
10
berkembang. Pada usia 5-6 tahun, visus mencapai maksimal. Perkembangan yang pesat
mulai saat kelahiran sampai tahun-tahun pertama. Bila tidak ada anomali
refraksi/kekeruhan media/kelainan retina maka visus tetap sampai hari tua. Tajam
penglihatan normal berarti fiksasi dan proyeksi normal sehingga mampu membedakan:2
1
bentuk benda
warna
intensitas cahaya
mata menjadi
strabismus.2
3. EPIDEMIOLOGI
Ambliopia adalah suatu masalah kesehatan masyarakat yang penting oleh karena
menyebabkan penderitaan seumur hidup. Usaha-usaha untuk mengatasinya memerlukan
11
biaya yang besar, kedisiplinan yang tinggi dari dokter dan pasiennya, juga waktu yang lama.
Prevalensi ambliopia di Amerika Serikat sulit untuk ditaksir dan berbeda pada tiap literatur,
berkisar antara 1 3,5 % pada anak yang sehat sampai 4 5,3 % pada anak dengan problema
mata. Hampir seluruh data mengatakan sekitar 2 % dari keseluruhan populasi menderita
ambliopia. Di Cina, menurut data bulan Desember tahun 2005, sekitar 3 5 % atau 9 hingga
5 juta anak menderita ambliopia.3
Di Indonesia , suatu penelitian dengan sampel Murid-murid kelas 1 SD di kotamadya
bandung, menunjukkan angka prevalensi Ambliopia berkisar 1,56 % . Pada sebuah penelitian
di Yogyakarta , didapatkan bahwa insidensi Ambliopia pada anak di kawasan perkotaan
adalah sebesar 0,25% sedangkan di pedesaaan sebesar 0,20%.1
Tidak ada perbedaan insidensi berdasarkan jenis kelamin dan ras. Usia terjadinya
ambliopia yaitu pada periode kritis dari perkembangan mata. Resiko meningkat pada anak
yang perkembangannya terlambat, prematur dan / atau dijumpai adanya riwayat keluarga
ambliopia.1
4. PATOFISIOLOGI
Pada ambliopia didapati adanya kerusakan penglihatan sentral, sedangkan daerah
penglihatan perifer dapat dikatakan masih tetap normal. Studi eksperimental pada binatang
serta studi klinis pada bayi dan balita, mendukung konsep adanya suatu periode kritis yang
peka dalam berkembangnya keadaan amblyopia. Periode kritis ini sesuai dengan
perkembangan sistem penglihatan anak yang peka terhadap masukan abnormal yang
diakibatkan oleh rangsangan deprivasi, strabismus, atau kelainan refraksi yang signifikan.4
Secara umum, periode kritis untuk ambliopia deprivasi terjadi lebih cepat dibanding
strabismus maupun anisometropia. Lebih lanjut, waktu yang dibutuhkan untuk terjadinya
ambliopia ketika periode kritis lebih singkat pada rangsang deprivasi dibandingkan
strabismus ataupun anisompetropia. Periode kritis tersebut adalah :1,4
1. Perkembangan tajam penglihatan dari 20/200 (6/60) hinga 20/20 (6/6), yaitu pada saat lahir
sampai usia 3 5 tahun.
2. Periode yang beresiko (sangat) tinggi untuk terjadinya ambliopia deprivasi, yaitu di usia
beberapa bulan hingga usia 7 8 tahun.
3. Periode dimana kesembuhan ambliopia masih dapat dicapai, yaitu sejak terjadinya
deprivasi sampai usia remaja atau bahkan terkadang usia dewasa.
12
yang akhirnya akan terjadi dominasi pusat penglihatan kortikal oleh mata yang berfiksasi dan
lama kelamaan terjadi penurunan respon terhadap input dari mata yang tidak berfiksasi. 4,6
Penolakan kronis dari mata yang berdeviasi oleh pusat penglihatan binokular ini
tampaknya merupakan faktor utama terjadinya amblyopia strabismik. Pengaburan bayangan
foveal oleh karena akomodasi yang tidak sesuai, dapat juga menjadi factor tambahan. Hal
tersebut di atas terjadi sebagai usaha inhibisi atau supresi untuk menghilangkan diplopia dan
konfusi. Konfusi adalah melihat 2 objek visual yang berlainan tapi berhimpitan, satu di atas
yang lain. 4,6
Ketika kita menyebut ambliopia strabismik, kita langsung mengacu pada esotropia,
bukan eksotropia. Perlu diingat, tanpa ada gangguan lain, esotropia primer-lah (bukan
eksotropia) yang sering diasosiasikan dengan ambliopia . Hal ini disebabkan karena
eksotropia sering berlangsung intermiten dan / atau deviasi alternat dibanding deviasi
unilateral konstan, yang merupakan prasyarat untuk terjadinya ambliopia. 4,6
FIKSASI EKSENTRIK
Fiksasi eksentrik mengacu kepada penggunaan regio nonfoveal retina terus menerus
untuk penglihatan monokular oleh mata amblyopia. Fiksasi eksentrik terdapat sekitar 80%
dari penderita ambliopia. Fiksasi eksentrik ringan (derajat minor), hanya dapat dideteksi
dengan uji khusus seperti visuskop. Hal ini banyak dijumpai pada penderita ambliopia
strabismik dan hilangnya tajam penglihatan ringan. Secara klinis bukti adanya fiksasi
eksentrik, dapat dideteksi dengan melihat reflex kornea pada mata ambliopia yang tidak
berada pada posisi sentral, dimana ia memfiksasi cahaya dengan mata dominan ditutup.
Umumnya tajam penglihatan adalah 20/200 (6/60) atau lebih buruk lagi. Penggunaan regio
nonfoveal untuk fiksasi tidak dapat disimpulkan sebagai penyebab utama menurunnya
penglihatan pada mata yang ambliopia. Mekanisme fenomena ini masih belum diketahui. 4,6
AMBLIOPIA ANISOMETROPIK
Terbanyak kedua setelah ambliopia strabismik adalah amblyopia anisometropik.
Terjadi ketika adanya perbedaan refraksi antara kedua mata yang menyebabkan lama
kelamaan bayangan pada satu retina tidak fokus. Jika bayangan di fovea pada kedua mata
berlainan bentuk dan ukuran yang disebabkan karena kelainan refraksi yang tidak sama
antara kiri dan kanan, maka terjadi rintangan untuk fusi. Lebih lebih fovea mata yang lebih
14
Fusi ditentukan oleh fungsi sensoris dari retina yaitu bagaimana retina menyatukan bayangan
dari mata kanan dan kiri sehingga menjadi 1 bayangan di otak, dan fungsi motoris yaitu
bagaimana refleks pergerakan bola mata untuk mendapatkan binocular fusion. Dengan kata
lain pemeriksaan yang dilakukan adalah untuk menilai adanya deviasi bola mata atau tidak.7
1
17
Sehingga dengan kata lain ingin melihat fungsi fiksasi mata. 1,8
4
Tes Hirscberg: untuk mengukur derajat tropia, pemeriksaan reflek cahaya dari senter
pada pupil.
Cara :
a
Letakkan sebuah senter pada jarak 12 inci (kira-kira 30 cm) cm di depan setinggi
kedua mata pederita.
Keterangan:
-
Tes Krimsky: mengukur sudut deviasi dengan meletakkan ditengah cahaya refleks
kornea dengan prisma sampai reflek cahaya terletak disentral kornea.
19
7. PENATALAKSANAAN
Ambliopia, pada kebanyakan kasus, dapat ditatalaksana dengan efektif selama satu
dekade pertama. Lebih cepat tindakan terapeutik dilakukan, maka akan semakin besar pula
peluang keberhasilannya. Bila pada awal terapi sudah berhasil, hal ini tidak menjamin
penglihatan optimal akan tetap bertahan. Maka para klinisi harus tetap waspada dan bersiap
untuk melanjutkan penatalaksanaan hingga penglihatan matang (sekitar umur 10
tahun).4,6,7,8
bilateral, interval operasi pada mata yang pertama dan kedua sebaiknya tidak lebih dari 1- 2
minggu. Terbentuknya katarak traumatika berat dan akut pada anak dibawah umur 6 tahun
harus diangkat dalam beberapa minggu setelah kejadian trauma, bila memungkinkan. Yang
mana katarak traumatika itu sangat bersifat amblyopiogenik. 1,4,6,7,8
Kegagalan dalam menjernihkan media, memperbaiki optikal, dan penggunaan
regular mata yang terluka, akan mengakibatkan ambliopia berat dalam beberapa bulan,
selambat lambatnya pada usia 6 hingga 8 tahun. 1,4,6,7,8
Koreksi Refraksi
Bila ambliopia disebabkan kelainan refraksi atau anisometropia, maka dapat diterapi
dengan kacamata atau lensa kontak. Ukuran kaca mata untuk mata amblyopia diberi dengan
koreksi penuh dengan penggunaan sikloplegia. Bila dijumpai myopia tinggi unilateral, lensa
kontak merupakan pilihan, karena bila memakai kacamata akan terasa berat dan
penampilannya (estetika) buruk. Karena kemampuan mata ambliopia untuk mengatur
akomodasi cenderung menurun, maka ia tidak dapat mengkompensasi hyperopia yang tidak
dikoreksi seperti pada mata anak normal. Koreksi aphakia pada anak dilakukan segera
mungkin untuk menghindarkan terjadinya deprivasi penglihatan akibat keruhnya lensa
menjadi defisit optikal berat. 1,4,6,7,8
Ambliopia anisometropik dan ambliopia isometropik akan sangat membaik walau
hanya dengan koreksi kacamata selama beberapa bulan.
Oklusi dan Degradasi Optikal
1. Oklusi
Terapi oklusi sudah dilakukan sejak abad ke-18 dan merupakan terapi pilihan,yang
keberhasilannya baik dan cepat, dapat dilakukan oklusi penuh waktu (full time) atau paruh
waktu (part-time). 1,4,6,7,8
21
Pendekatan ini mempunyai beberapa keuntungan dibanding dengan oklusi, yaitu tidak
mengiritasi kulit dan lebih apik dilihat dari segi kosmetis. Dengan atropinisasi, anak sulit
untuk menggagalkan metode ini. Evaluasinya juga tidak perlu sesering oklusi. 1,4,6,7,8
Metode pilihan lain yang prinsipnya sama adalah dengan memberikan lensa positif
dengan ukuran tinggi (fogging) atau filter. Metode ini mencegah terjadinya efek samping
farmakologik atropine. Keuntungan lain dari metode atropinisasi dan metode non-oklusi pada
pasien dengan mata yang lurus (tidak strabismus) adalah kedua mata dapat bekerjasama, jadi
memungkinkan penglihatan binokular. 1,4,6,7,8
Waktu yang diperlukan untuk lamanya terapi tergantung pada hal berikut :
1.
2.
3.
4.
Derajat ambliopia
Pilihan terapeutik yang digunakan
Kepatuhan pasien terhadap terapi yang dipilih
Usia pasien
Semakin berat ambliopia, dan usia lebih tua membutuhkan penatalaksanaan yang lebih
lama. Oklusi full-time padabayi dan balita dapat memberi perbaikan ambliopia strabismik
berat dalam 1 minggu atau kurang. Sebaliknya, anak yang lebih berumur yang memakai
penutup hanya seusai sekolah dan pada akhir minggu saja, membutuhkan waktu 1 tahun atau
lebih untuk dapat berhasil.
9. KEKAMBUHAN (REKURENSI)
Bila penatalaksanaan amblopia dihentikan setelah perbaikan penuh atau masih
24
sebagian tercapai, sekitar setengah dari pasien-pasien akan mengalami kekambuhan, yang
selalu dapat disembuhkan lagi dengan usaha terapeutik baru. Kegagalan dapat dicegah
dengan memakai pengaturan pada penglihatan, seperti patching selama 1 3 jam per hari,
penalisasi optikal dengan kacamata, atau penalisasi farmakologik dengan atropine selama 1
atau 2 hari per minggu. Pengaturan ini diteruskan hingga ketajaman penglihatan telah stabil
tanpa terapi lain selain kacamata biasa. Keadaan ini perlu tetap dipantau secara periodic
sampai usia 8 10 tahun. Selama penglihatan tetap stabil, interval kunjungan untuk followup dapat dilakukan tiap 6 bulan. 1,4,6,7,8
10. PROGNOSIS
Setelah 1 tahun, sekitar 73% pasien menunjukkan keberhasilan setelah terapi oklusi
pertama. Bila penatalaksanaan dimulai sebelum usia 5 tahun, visus normal dapat tercapai. Hal
ini semakin berkurang seiring dengan pertambahan usia. Hanya kesembuhan parsial yang
dapat dicapai bila usia lebih dari 10 tahun.
Faktor resiko gagalnya penatalaksanaan ambliopia adalah sebagai berikut :
o Jenis Ambliopia : Pasien dengan anisometropia tinggi dan pasien dengan kelainan organik,
prognosisnya paling buruk. Pasien dengan ambliopia strabismik prognosisnya paling baik.
o Usia dimana penatalaksanaan dimulai : Semakin muda pasien maka prognosis semakin
baik.
o Dalamnya ambliopia pada saat terapi dimulai : Semakin bagus tajam penglihatan awal pada
mata ambliopia, maka prognosisnya juga semakin baik.
25
Daftar Pustaka
1. Gunawan W. Gangguan penglihatan pada anak karna amblyopia dan penanganannya.
Pidato pengukuhan guru besar FK UGM. Jogjakarta : 2007
2. Khurana A.K. Anatomy and development of the eye. In Khurana A.K, editor.
Comprehensive ophthalmology. 4th ed. New Age International: India. 2007.
3. Yulianti Kuswandari, Hamidah M. Ali. Hubungan antara besarnya anisometropia dengan
kedalaman penglihatan binokuler dan ambliopia pada anak usia sekolah di unit rawat
jalan mata rsu dr. Soetomo Surabaya. Jurnal Oftalmologi Indonesia Vol. 5, No. 1, April
2007 : Hal. 58 64.
4. Ilyas Sidarta, Yulianti R. Strabismus. In: Ilyas Sidarta, Yulianti R, editors. Ilmu Penyakit
Mata. 5th ed. Badan penerbit FK UI. Jakarta: 2014. p. 265-273
5. Khaw PT, Shah P, Elkington AR. Squint. In: Khaw PT, Shah P, Elkington AR, editors.
ABC of Eyes. 4th ed. 2004. BMJ Group : England. p. 64-67
6. Khaw, Crick. Squinting eyes (Strabismus). In: Khaw, Crick, editors. A textbook of
Clinical Ophtalmology. 3rd ed. 2003. World Scientific : London. p. 223
26
7. Lang. Optic And refractif errors. In: lang, editors. Ophtalmology: A Short textbook.
2000. Thieme: stutgart. p.444
8. Michael WR, et all. Care of the patient with Amblyopia. American Optometric
Association. 2004. USA.
27