Anda di halaman 1dari 15

Hubungan penggunaan kontak lensa dengan ulkus

kornea : Sebuah laporan kasus


Trinh Khuu, OD, FAAO
Aurora Denial, OD, FAAO

Abstrak
Ulserasi kornea, atau keratitis ulseratif merupakan luka terbuka pada mata. Hal ini
ditandai dengan terpisahnya jaringan epitelium dan stroma dan dapat terjadi
inflamasi serta infeksi pada daerah tersebut. Laporan kasus ini membahas
diagnosis dan tatalaksana dari ulserasi kornea yang berkaitan dengan penggunaan
kontak lensa termasuk diagnosis banding, faktor resiko dan terapi farmakologi
untuk ulserasi kornea. Topik ini penting karna kemungkinan terjadinya
komplikasi okuli yang luas dapat meningkar setelah penggunaan kontak lensa.

Latar belakang
Ulserasi kornea atau dikenal dengan keratitis ulseratif dan keratitis infeksius,
merupakan kasus tersering yang dikaitkan dengan penggunaan kontak lens yang
salah. Laporan kasus berikut melibatkan wanita suku afrika-amerika berusia 30
tahun yang mengalami ulserasi kornea setelah menggunakan kontak lensa saat
tertidur. Laporan kasus ini mendiskusikan mengenai diagnosis banding, faktor
resiko dan terapi farmakologi untuk ulserasi kornea sebagaimana teori yang ada
untuk kepentingan informasi bagi para klinisi. Kasus ini penting sebagai pedoman
pembelajaran bagi siswa tahum pertama, kedua, ketiga dan ke-empat. Siswa tahun
kedua dapat menggunakan kasus ini sebagai bahan pembahasan untuk anatomi
okuli dan terapi, siswa tahun ketiga dan keempat dapat mempelajari perawatan
berulang bagi penderita ulserasi kornea akibat penggunaan kontak lensa dimulai
dari diagnosis aawal hingga terapi dan edukasi pada pasien terkait pencegahan.
Topik ini penting untuk diajarkan karna potensi hilangnya pengelihatan setelah
ulserasi kornea.

Pedoman pembahasan siswa


Deskripsi kasus
Pasien GG, seorang afrika-amerika 30 tahun dirujuk dari puskesmas pada tanggal
28 Januari 2006 dengan keluhan nyeri pada mata kanan. Pasien mengatakan
bahwa pasien tertidur dengan menggunakan kontak lensa 2 malam sebelum masuk
rumah sakit dan pada pagi harinya tidak ada keluhan pada mata. Pasien tetap
menggunakan kontak lensa hingga pada saat siang hari ia melepasnya, pasien
mulai mengeluhkan gangguan pada matanya. Pasien merasa matanya seperti
terbakar, merah, perih, dan mata kanan sensitif terhadap cahaya. Pasien juga
mengeluhkan seperti ada benda asing pada mata. Pasien tidak ada menggunakan
obat tetes mata dan tidak ada keluhan keluarnya discharge dari mata. Pasien
menyangkal adanya trauma atau riwayat operasi pada matanya dan pasien juga
menyatakan tidak ada riwayat bepergian ke daerah panas dan lembab. Pasien tidak

1
pernah berenang menggunakan kontak lensa atau menggunakan air keran untuk
membersihkan kontak lensa.
Pasien menggunakan kontak lensa terakhirnya dan tidak mengetahui merek dari
kontak lensa nya dan cairan yang digunakan. Karna pasien tidak menyimpan
kotak lensa kontak, pasien tidak bisa membawa kotak tersebut pada kunjungan
selanjutnya. Pasien tidak ingat nama atau lokasi dari dokter mata terakhirnya.
Pasien biasa menggunakan lensa kontak selama 10 jam per hari dan menggantinya
setiap 2 bulan. Hal ini merupakan kali kedua pasien tertidur menggunakan lensa
kontak.
Riwayat penyakit pasien antara lain asma, depresi, ekzema dan rinitis alergi
kronis. Selama ini pasien mengonsumsi indometachin, hydrocortison cream,
albuterol, albuterol dan tablet hydroxyzine hydrochloride. Pasien bukan seorang
perokok dan menyangkal adanya alergi obat. Pasien menyangkal adanya riwayat
penyakit mata sebelumnya, operasi mata dan penyakit pembuluh darah dan
diabetes. Pasien masuk dengan visus mata kanan 20/25 dan mata kiri 20/20.
Pasien mengaku saat ini mata kanan pasien lebih kabur dari biasanya. Pupil kanan
dan kiri bulat, refleks cahaya pada kedua mata positif. Pemeriksaan menggunakan
slit lamp, pada segmen anterior mata, didapatkan bulu mata bersih, kelenjar
meibom stasis, terdapat konjungtiva hiperemis grade 1 pada mata kanan dan
konjungtiva tenang pada mata kiri. Terdapat defek epitelial berwarna putih
seukuran 0.5 mm, berbentuk bulat dan dalam pada tepian stroma bagian
nasoinferior OD. Gambaran defek terlihat pada Gambar.1. Bukan merupakan
gambar dari pasien.

Gambar 1. Contoh ulkus kornea

Dengan menggunakan strip fluorescein sodium sebanyak 0.6 mg pada mata kanan
dan kiri untuk menandai defek pada mata kanan. Terdapat pula edema kornea
grade 2 pada mata kanan yang mengenai lapisan epitel berukuran sedikit lebih
besar dari 0.5 mm, namun tidak didapatkan hipopion pada mata kanan maupun
kiri. Pada bilik mata depan OD, didapatkan gambaran cells dan flares namun bilik
depan OS, jernih. Pada iris, sudut iris dan lensa dalam batas normal pada kedua
mata. Satu tetes cairan fluorescein sodium/cairan mata benoxinate diberikan pada
mata kiri dan kanan, kemudian tekanan intraokuli kedua mata diukur pada pukul
10.10 pagi. Menggunakan tonometri Goldmann, didapatkan tekanan intra okuli
kanan 13 mmHg dan kiri 13 mmHg. Diagnosis sementara pada saat ini adalah
ulkus kornea OD. Data dari hasil pemeriksaan tanggal 28 Januari 2006 tertera
pada tabel 1.

2
OD OS

Distance VA with glasses 20/25 20/20

Pupils Pupils equal, round and PERRL


reactive to light (PERRL) Negative APD
Negative afferent
pupillary defect (APD)
Significant anterior segment findings Grade 1 conjunctival Clear
hyperemia
Round, deep, well-
demarcated white
epithelial defect with
stromal excavation
~ 0.5 mm in size slightly
inferior nasal to visual
axis
Grade 2 corneal edema
No hypopyon
Fluorescein staining Positive staining Clear
depicted an excavated
corneal defect

Anterior chamber Grade 2 cells and flare Clear

Intraocular pressures (GAT) @ 10:10 a.m. 13 mmHg 13 mmHg

Tabel 1. Keadaan awal

Follow Up pertama : 31 Januari 2006


Pasien melewatkan pemeriksaan pada 24 jam pertama, namun kembali pada
tanggal 31 Januari 2006, 3 hari setelah kunjungan pertama. Pasien mengatakan
bahwa keluhan merah, nyeri dan iritasi pada OD memberat sekira 50%. Sesuai
dengan resep pada kunjungan pertama, pasien mendapatkan moxifloxacin
(Vigamox) 5 kali sehari OD, dan cyclopentolate (Cyclogyl) bila diperlukan OD.
Pasien juga menggunakan obat yang dibeli bebas Walgreen’s artificial tears, 3
kali sehari sesuai rekomendasi apoteker ditoko tersebut. Pasien mengatakan tidak
ada keluhan pada pengelihatan sejak pemeriksaan mata terakhir.
Visus pasien saat ini adalah OD: 20/30 + 2 dengan koreksi dan OS: 20/20. Pupil
simetris bulat kiri dan kanan, refleks cahaya positif. Pemeriksaan menggunakan
slit lamp, pada segmen anterior mata, didapatkan bulu mata bersih, kelenjar
meibom cenderung stasis, terdapat konjungtiva hiperemis grade 1+ pada mata
kanan dan konjungtiva tenang pada mata kiri. Terdapat defek epitelial berwarna
putih seukuran 0.5 mm, berbentuk bulat dan dalam pada tepian stroma bagian
nasoinferior OD. Dengan menggunakan strip fluorescein sodium sebanyak 0.6
mg, didapatkan erosi epitelial punctata inferior pada kedua mata dan daerah
ulserasi OD tidak terwarna. Struktur lain termasuk iris, sudut bilik, dan lensa sama
seperti kunjungan pertama. Reaksi kedua pada bilik mata anterior telah baik.
Tekanan intra okuli OD adalah 12 mmHg dan OS 12 mmHg pada pukul 9.30 pagi.
Data dari hasil pemeriksaan fisik ini tertera pada tabel 2.

3
OD OS

Distance VA with glasses 20/30+2 20/20

Pupils Pupils equal, round and PERRL


reactive to light (PERRL) Negative APD
Negative afferent
pupillary defect (APD)
Significant anterior segment findings Grade 1+conjunctival Clear
hyperemia
Corneal scar ~0.5 mm
slightly inferior nasal to
visual axis
Fluorescein staining Inferior punctate Inferior punctate
epithelial erosion (PEE) epithelial erosion (PEE)
No staining in area of
ulcer
Anterior chamber Clear Clear

Intraocular pressures (GAT) @ 9:30 a.m. 12 mmHg 12 mmHg

Tabel 2. Follow up #1 Tanggal 31 Januari 2006

Asesmen pasien saat ini adalah ulkus kornea OD dengan skar pada stroma dan
uveitis sekunder OD. Pasien diminta untuk melanjutkan moxifloxacin 2 kali
sehari OD dan menghentikan cyclopentolates. Pasien juga diminta untuk berhenti
menggunakan air mata buatan Walgreen dan mulai menggunakan TheraTears (air
mata buatan bebas preservative pada kedua mata untuk manajemen keratitis
punktata superfisial. Pasien diminta kembali lagi pada hari ketiga atau saat
muncul keluhan perburukan atau nyeri.

Follow-Up kedua: 3 Februari 2006


Pasien kembali 3 hari setelah pemeriksaan kedua. Pasien mengatakan
pengelihatan mulai tak kabur, tidak ada nyeri, kemerahan, maupun mata berair
pada mata kanan. Pasien masih mengonsumsi moxifloxacin 5 kali sehari, dosis
terakhir yang diminum yaitu 30 menit sebelum kunjungan ke rumah sakit. Pasien
juga masih menggunakan air mata buatan yang dianjurkan. Pasien menyatakan
tidak ada perubahan pada kesehatan sejak kunjungan terakhir.
Visus saat ini dengan koreksi adalah OD : 20/25 +1 dan OS : 20/20. Pupil bulat
simetris kiri dan kanan dengan refleks cahaya langsung tak langsung positif.
Pemeriksaan menggunakan slit lamp, pada segmen anterior mata, didapatkan bulu
mata bersih, kelenjar meibom dalam batas normal, dan konjungtiva tenang pada
kedua mata. Skar kornea berukuran 0.5 mm terlihat pada bagian inferior nasal
aksis visual OD. Dengan menggunakan strip fluorescein sodium sebanyak 0.6 mg,
didapatkan erosi epitelial punctata inferior pada kedua mata dan tear breakup time
pada kedua mata sangat cepat. Struktur lainnya termasuk iris, sudur, bilik depan
mata dan lensa dalam batas normal. Tekanan intra okular pada pemeriksaan ini
adalah OD: 10 mmHg dan OS: 10 mmHg pada pukul 13.20. Pemeriksaan
lensometri didapatkan OD: sferis -5,25 dan OS: sferis -5,00. Data dari hasil
pemeriksaan ini terdapat pada tabel 3.

4
OD OS

Distance VA with glasses 20/25+1 20/20

Pupils Pupils equal, round and PERRL


reactive to light (PERRL) Negative APD
Negative afferent
pupillary defect (APD)
Significant anterior segment findings Corneal scar ~ 0.5 mm Clear
in size inferior nasal to
visual axis

Fluorescein staining Clear Clear

Anterior chamber Clear Clear

Intraocular pressures (GAT) @ 1:20 p.m. 10 mmHg 10 mmHg

Tabel 3. Follow up #2 Tanggal 3 Februari 2006

Diagnosis saat ini adalah skar stroma akibat ulkus kornea karna penggunaan
kontak lensa OD dan kelenjar meibom stasis dengan mata kering sekunder ODS.
Pasien diminta berhenti menggunakan moxifloxacin dan melanjutkan air mata
buatan pada kedua mata. Pasien dianjurkan untuk mengompres hangat kedua mata
sebagai tatalaksana kelenjar meibom stasis. Pasien diminta untuk kembali setelah
2 minggu untuk evaluasi secara komprehensif dan penyesuaian lensa kontak.
Pasien diminta untuk tidak menggunakan lensa kontak hingga kunjungan
berikutnya. Pasien juga diberi edukasi resiko yang mungkin terjadi bila
menggunakan kontak lensa dan bagaimana perawatan kontak lensa yang baik.
Jika terdapat keluhan pada mata, pasien dapat kembali sebelum 2 minggu.
Sayangnya, pasien tidak kembali setelah 2 minggu.

Objek Pembelajaran
Pada kesimpulan dari diskusi kasus, siswa diharapkan dapat :
1. Mendeskripsikan anatomi dari kornea mata dan metabolismenya serta
kaitannya dengan infeksi mikroba dan akibatnya.
2. Mendeskripsikan etiologi dan diagnosis banding dari ulkus kornea.
3. Mendeskripsikan bukti yang diperlukan untuk mendiagnosis suatu ulkus
kornea akibat infeksi
4. Mengidentifikasi faktor resiko penyebab ulkus kornea
5. Mengidentifikasi pilihan terapi, termasuk standar perawatan, dan implikasi
rencana terapi dan pengobatan sesuai bukti
6. Menentukan pilihan lensa kontak yang sesuai sesudah penyembuhan ulkus
kornea
7. Membedakan ulkus kornea infeksi dan inflamasi

Konsep
1. Patofisiologi ulkus kornea, termasuk invasi bakteri terhadap respon sel dan
jaringan
2. Imunologis alami tubuh dalam responnya terhadap invasi bakteri

5
3. Peran terapi dalam meningkatkan respon tubuh dalam melawan
mikroorganisme
4. Peran lensa kontak dalam metabolisme kornea dan peningkatan kerentanan
kornea

Topik diskusi
1. Anatomi dari cornea mata
a. Lapisan kornea
b. Aliran darah kornea
c. Aktifitas metabolik kornea
d. Luka pada kornea
2. Etiologi dan diagnosis banding dari ulkus kornea
a. Membedakan infeksi karna bakteri, jamur, acanthamobic dan
herpes
b. Bagaimana cara bakteri menginvasi jaringan
c. Gejala dan tanda
3. Bukti dalam penegakan diagnosis
a. Riwayat penggunaan kontak lensa
b. Pemeriksaan fisik dan tanda dari ulkus kornea
c. Pola pewarnaan ulkus kornea
d. Kegunaan kultur, kapan melakukan kultur, dan kapan tidak
memerlukan kultur
e. Inflamasi vs infeksi
4. Faktor resiko ulkus kornea
a. Kurangnya asupan oksigen akibat penggunaan lensa kontak, bahan
dari lensa kontak, pertukaran oksigen pada penggunaan lensa
kontak versus kebutuhan oksigen pada kornea
b. Perawatan lensa kontak dan tempat penyimpanan sekali pakai
termasuk penggunaan cairan desinfeksi yang salah
c. Peran mata kering, blepharitis, faktor immunocompromised dalam
meningkatkan faktor resiko ulkus kornea
d. Peran dari lingkungan dan faktor lain, seperti umur, jenis kelamin
dan rokok dalam meningkatkan resiko ulkus kornea
e. Soft contact lens vs. Gas permeable contact lens
5. Pilihan terapi
a. Terapi farmakologi, termasuk penggunaan obat diluar indikasi,
cara kerja obat, penggunaan steroid, dosis dan perawatan standar,
serta perbedaan dari floroquinolones
b. Edukasi pasien
c. Komplikasi dan implikasi
6. Penggunaan kontak lensa setelah sembuh dari ulkus kornea
a. Kapan mulai menggunakan lagi lensa kontak, kapan menyesuaikan
ulang lensa kontak
b. Edukasi pasien
c. Gas permeable contact lens vs. Soft contact lense.

6
Pedoman pembelajaran
Tinjauan pustaka
Ulkus kornea, berpotensial menyebabkan gangguan pengelihatan, masih
merupakan penyakit yang jarang ditemui saat ini. Angka kejadian dari keratitis
ulseratif karna penggunaan lensa kontak dipercaya hampir mendekati 71.000
kasus pertahun, dengan rata-rata 1.7 ulkus pertahun perdokter. Suatu ulkus kornea
yang disebabkan oleh kerusakan epitel kornea dan/atau stroma dapat menjadi
pintu masuk bagi mikro organisme.2 Meskipun sering muncul unilateral, ulkus
kornea dapat muncul bilateral dengan berbagai variasi ukuran dan beratnya.1
Demografi pasien termasuk usia muda dan yang tinggal negara berkembang,
kedua nya merupakan penduduk yang suka menggunakan lensa kontak.3Ulkus
kornea lebih sering muncul pada pria karna resiko yang lebih tinggi untuk terjadi
trauma okuli pada pria.6,9Penyebab dari ulkus korena antara lain bakteri, jamur,
parasir atau jamur, dan mengetahui penyebab dari ulkus kornea berguna bagi
tatalaksana ulkus kornea tersebut. Faktor resiko lain yang tidak terlalu sering yaitu
trauma, mata kering, exposurekeratopathy dan gangguan kelainan pada kelopak
mata.4 Penanganan yang tertunda atau kasus yang tidak ditangani, khususnya
ulkus kornea pada pusat aksis visual, dapat menjadi serius dan mengancam
pengelihatan.5
Faktor resiko utama dalam terbentuknya ulkus kornea adalah penggunaan lensa
kontak semalaman dan resiko akan lebih meningkat lagi dengan penggunaan yang
terus menerus saat malam hari.6,7 Lingkungan saat mata tertutup menyebabkan
stres metabolik pada kornea karna adanya perangkap bakteri dari robekan yang
menyebabkan bakteri patogen mengivasi daerah yang rentan yakni kornea.8 Saat
ada kontak antara lensa dan kornea ketika mata tertutup, kornea menjadi
hipoksia.6,9 Lensa kontak dengan bahan silikon hidrogel (yang memiliki DK lebih
tinggi) telah diciptakan dalam beberapa tahun terakhir untuk meningkatkan
permeabilitas oksigen dan mengurangi hipoksia pada kornea yang berperan dalam
pembentukan ulkus kornea.9,12
Sebagai tambahan, penggunaan lensa kontak semalaman, menjadi faktor resiko
ulkus kornea apabila penggunaannya kurang bersih, menggunakan cairan rumah
tangga untuk mencucinya, penggunaan cairan lensa kontak berulang, penggunaan
air keran untuk membersihkan wadah penyimpanan tanpa pengeringan yang baik,
penggunaan wadah penyimpanan yang buruk seperti tidak mengganti wadah
secara rutin dan menunda penggantian kontak lensa.11,15,16 Faktor lingkungan
seperti iklim, suhu, mempengaruhi resiko terjadinya ulkus kornea. Sebagai
contoh, insiden terjadinya infeksi bakteri gram positif meningkat pada daerah
dengan temperatur tinggi13 dan pada negara berkembang, angka kejadian keratitis
mikrobiologi pada pengguna lensa kontak lebih tinggi.2 Sebuah penelitian
menunjukkan 30% peningkatan keratitis mikrobiologi di daerah berkembang.2
Sebagai tambahan untuk faktor resiko, merupakan hal yang sangat penting untuk
memahami hubungan antara anatomi kornea dan ulkus. Kornea terdiri dari 5
lapisan, yaitu: epitelium, Membrana Bowman’s, Stroma, Membran Descemet’s,
dan endotelium.17 Dibanding yang lainnya, stroma membentuk 90% kornea.

7
Stroma memiliki gudang senjata sebagai pertahanan, termasuk film air mata anti
mikroba dan ikatan antar sel yang kuat dari epitel kornea. Dalam pembentukan
keratitis mikrobal, suatu organisme harus mempenetrasi hingga ke lapisan
stroma.11 Skar dapat terjadi jika defek mencapai lapisan stroma atau lapisan yang
lebih jauh lagi. Suatu ulkus kornea dapat terjadi dengan berbagai macam ukuran,
kedalaman, dan keparahan. Hal ini dapat terlihat jelas dengan iluminasi yang
berbeda pada slit lamp. Awal mulanya, iluminasi dengan penyebaran luas
digunakan untuk melokalisir dan menentukan lesi secara kasar. Kemudian,
iluminasi parallelopiped dapat melihat lesi secara tiga dimensi dan sesi optik
dapat digunakan untuk menentukan kedalaman dari lesi. Pewarnaan sodium
fluorescein berguna untuk menandai area yang defek pada epitelium. Fluorescein
positif ditandai dengan adanya warna yang meliputi bentuk lesi.
Kultur kornea diindikasikan pada beberapa kasus. Kutur diperlukan saat ukuran
ulkus kornea besar dari 2 mm atau lebih dari 1/3 tebal kornea, terletak ditengah
aksis visual, dan terjadi pada populasi beresiko (lansia, immunocompromised)
atau pada pasien yang tidak respon terhadap antibiotik.7 Kultur kornea diperlukan
dalam banyak kasus untuk menentukan organisme penyebab ulkus kornea. Kultur
juga perlu dilakukan pada lensa kontak dan cairan lensa pasien.1,15 Sebuah
penelitian menunjukkan bahwa 67% dari kultur kornea negatif, memperlihatkan
hasil positif pada kultur lensa kontak.1
Walaupun cairan multifungsi terbaru dengan formula no-rub telah diciptakan
untuk meningkatkan kepuasan pasien, hal ini tidak memberi efek untuk melawan
beberapa mikroba, seperti Achantamoeba dan Fusarium. Kejadian luar biasa dari
Keratitis Fusarium terjadi di Amerika pada Juni 2005 hingga Juli 2006, dimana
terdapat 164 kasus yang terbukti dan berhubungan dengan penggunaan
MoistureLoc cairan multifungsi.13,16 Penelitian juga menemukan bahwa
kebanyakan ulkus kornea terkait lensa kontak disebabkan oleh bakteri (60%),
diikuti jamur (38%), dan Achantamoeba (2%).5 Kebanyakan kasus yang
ditemukan, bakteri yang paling sering adalah Pseudomonas
17,18,19
aeruginosa. Pseudomonas tumbuh subur karena ia bertahan pada lingkungan
lembab pada wadah penyimpan lensa kontak dan cairan lensa kontak, dan dapat
dengan cepat merusak kornea.1 Bakteri lain yang juga dapat menyebabkan ulkus
kornea yaitu, Staphylococcus aureus, Streptococcus pneumoniae, Serratia
marcescens, dan Moraxella sp.20
Diagnosis banding dari keratitis ulseratif antara lain mata merah terkait lensa
kontak (CLARE), keratitis infiltratif, ulkus kornea, contact lens peripheral ulcer
(CLPU), dan keratitis mikroba.

 CLARE merupakan keratitis inflamatori unilateral yang bersifat akut


terkait dengan kolonisasi bakteri gram negatif pada lensa kontak
(umumnya Pseudomonas). Pasien biasanya menggunakan lensa hidrogel
dan saat bangun mengeluhkan nyeri pada mata, mata berair, penurunan
visus, dan fotofobia. Pada kasus yang berat, terdapat infiltrasi kornea
hingga regio mid-perifer. Umumnya pada kasus ini, pemakaian lensa
kontak dihentikan.11,15 Karena itu, keratitis steril lebih jinak dan biasanya
tidak bersamaan dengan terjadinya penurunan visus. Angka kejadian dari

8
keratitis steril terkait penggunaan lensa kontak adalah 1 sampai 7% per
tahun.6
 Keratitis infiltratif merupakan respon seluler dimana infiltrat kornea atau
multipel diskret dari sel sel inflamasi menginvasi kornea. Biasanya muncul
didaerah dekat limbus, namun tetap bisa muncul dimana saja. Umumnya
berkaitan dengan penggunaan lensa kontak yang berlebihan dan baru
muncul pada kemudian hari. Tatalaksana terbaik ialah menghentikan
penggunaan lensa kontak.15
 Ulkus kornea merupakan istilah utama dari keadaan inflamasi atau infeksi
yang ditandai dengan kemerahan, nyei, dan kadang terjadi penurunan
visius. Contoh dari ulkus kornea termauk CLPU inflamatif atau infeksi
mikroba, jamur atau keratitis Achantamoeba. Pada ulkus kornea karna
infeksi, bakteri gram positif dan gram negatif dapat berkolonisasi pada
permukaan kornea. Gejala yang muncul mulai dari ringan hingga berat.
Tatalaksana terbaik ada dengan antibiotik spektrum luas.7
o CLPU merupakan inflamasi unilateral yang biasanya berhubungan
dengan penggunaan lensa slikin hidrogel dalam waktu lama. Ditandai
dengan ulkus abu-abu keputihan, steril, terletak tepi kornea-limbus. Hal
ini biasanya karena kolonisasi pada permukaan lensa kontak oleh
bakteri patogen gram positif, biasanya Staphylococcus aureus atau
Staphylococcus epidermidis. Hal ini biasanya terbatas pada epitelium
dan tidak berhubungan dengan bilik mata depan. Gejala dapat ringan
hingga sedang. Menghentikan penggunaan lensa kontak, umumnya
membantu penyembuhan.11,15 Dapat pula ditatalaksana dengan
antibiotik topikal atau steroid.6
o Keratitis mikroba merupakan infeksi serius dari kornea yang ditandai
dengan ekskavasi lapisan epitel kornea, membrana Bowman’s, dan
stroma dengan infiltrasi dan nekrosis jaringan.15Hal ini dapat
menyebabkan kebutaan dengan resiko 0.3 hingga 3.6 per 10.000.8
Angka kejadian dari 1.8 sampai 2.44 per 10.000 pengguna lensa kontak
per tahun.13 Resiko dapat meningkat pada pengguna lenda kontak soft
dibanding rigid gas permeable lenses (2/3 banding 1/3).13 Setidaknya
10% dari infeksi menyebabkan kebutaan pada kedua atau satu mata.14
Gejala yang muncul biasanya berat dan dapat mengancam pengelihatan.
Umumnya berkaitan dengan bakteri Pseudomonas spp, bakteri gram
negatif. Tatalaksana terbaik adalah dengan pemberian antibiotik
spektrum luas seperti generasi ke-empat fluoroquinolon.15
Tatalaksana dari ulkus kornea termasuk menyingkirkan agen penyebab, sering
diartikan sebagai menghentikan penggunaan lensa kontak. Kompres dingin dapat
dilakukan untuk mengurangi gejala. Pasien harus dinasehati untuk tidak
menyentuk atau menggosok mata dan untuk menjaga kebersihan mata dengan
baik, termasuk mencuci tangan lebih sering. Pasien mungkin akan membeli obat
secara bebas seperti asetaminofen atau ibuprofen untuk meredakan nyeri.14
Tatalaksana paling efektif adalah obat tetes mata. Dulu, aminoglikosida seperti
gentamisin dan tobramisin sering digunakan.14 Walaupun keduanya mampu
mengobati infeksi akibat bakteri gram negatif dengan baik, namun juga
menunjukkan reaksi hipersensitivitas yang signifikan pada beberapa kasus.14 Saat

9
ini, fluorokuinolon (generasi 1,2,3 dan 4) lebih banyak digunakan. Obat tetes
seperti cyclopentolate mungkin digunakan untuk mengurangi nyeri dan
inflamasi.14 Penggunaan steroid pada keratitis bakterial masih diperdebatkan.18
Beberapa mengatakan penggunaan steroid topikal mengurangi kerusakan jaringan
dan pembentukan skar, yang lainnya takut bahwa steroid akan mengurangi respon
imun dari kornea dan memperlama infeksi.21 Sebuah penelitian menemukan
bahwa penggunaan steroid dapat menunda re-epitelisasi kornea, namun tidak
menunjukkan perbedaan yang nyata pada tajam pengelihatan dan ukuran luka. 20
Dalam kasus terburuk, transplantasi kornea dapat diindikasikan bila ulkus
menyebabkan perforasi kornea.19
Generasi kedua fluorokuinolon, ciprofloksasin 0,3% (Ciloxan), adan oflokssasin
0,3% (Ocuflox), diperkenalkan pada tahun 90-an dan disetujui oleh FDA sebagai
terapi untuk konjungtivitis bakterial dan keratitis.22 Walaupun merupakan antiotik
spektrum luas dengan target bakteri gram positif dan negatif, efektifitasnya
semakin berkurang karna resistensi bakteri.22 Ciprofloksasin dianggap sebagai
obat paling efektif untuk bakteri gram negatif seperti Pseudomonas aeruginosa
dan bakteri gram negatif yang telah resisten terhadap banyak obat.14
Generasi ketiga fluorokuinolon levofloksasin 0.5% (Quixin) diperkenalkan pada
tahun 2000 dan lebih larut dalam air dibanding ofloksasin dalam pH netral,
artinya levofloksasin memiliki konsentrasi yang lebih tinggi di okuli dan memiliki
efikasi klinis yang lebih baik. Levofloksasin telah meningkatkan aktifitas dalam
melawan Stertococci dibandingkan dengan generasi kedua fluorokuinolon.
Formulasi terbaru dari levofloksasin dengan konsentrasi 1.5% lebih tinggi (Iquix)
juga telah disetujui FDA.24 Walaupun konsentrasi hambat minimum (MIC) dari
kedua konsentrasi levofloksasin tersebut sama, peningkatan konsentrasi dari
levofloksasin 1.5% dapat meningkatkan penetrasi levofloksasin ke jaringan
okuli.22 MIC adalah konsentrasi minimal dari suatu antibiotik yang akan
menghambat pertumbuhan mikroorganisme setelah inkubasi. Dua fluorokuinolon
terbaru, diperkenalkan pada tahun 2003, moxifloksasin 0,5% (Vigamox) dan
gatifloksasin 0,3% (Zymar) secara statistik lebih poten dibanding Quixin dalam
melawan bakteri gram positif dan memiliki potensi yang sama dalam kebanyak
kasus infeksi bakteri gram negatif. Sebuah penelitian menemukan bahwa
moxifloksasin memiliki median MIC lebih rendah dalam mengisolasi bakteri
gram positif dibanding gatifloksasin.24 Bagaimanapun, moxifloksasin dan
gatifloksasin sama sama poten untuk mengisolasi bakteri gram negatif.22
Walaupun moxifloksasin dan gatifloksasin tidak disetujui oleh FDA sebagai terapi
dari ulkus kornea bakterial, keduanya tetap dijadikan standar terapi.23 Perbedaan
besar dari fluorokuinolon ini adalah fluorokuinolon generasi kedua dan ketiga
beraksi pada satu enzim replikasi DNA sedangkan generasi keempat
fluorokuinolon beraksi pada dua enzim replikasi DNA. Hal ini menurunkan
kemungkinan terjadinya resistensi bakteri.24
Terdapat beberapa alasan mengapa moxifloksasin dinilai lebih efektid dan dipilih
sebagai terapi (dalam kasus ini) dibandingkan gatifloksasin dan fluorokuinolon
generasi kedua. Penelitian menunjukkan bahwa moxifloksasin lebih baik saat
penetrasi ke kornea dan aqueous humor dibandingkan gatifloksasin.6 Selain itu,
moxifloksasin juga memiliki MIC 10 kali lipat untuk bakteri sedangkat

10
gatifloksasin tidak memilikinya.25 Hal ini berarti moxifloksasin lebih bakteriosidal
dan berpenetrasi kedalam aqueos humor dengan dosis 4 kali sehari.25
Moxifloksasin juga 8-16 kali lebih poten dalam melawan bakteri gram positif
dibanding generasi sebelumnya.26 Moxifloksasin ditemukan resisten pada bakteri
Methicilin Resistant Staphylococcus Aueus (MRSA). Moxifloksasin merupakan
antibiotik spektrum luas dan sangan baik untuk melawan bakteri gram negatif
seperti Pseudomonas aeruginosa. Walaupun dalam sejarahnya ciprofloksasin
merupakan pilihan untuk Pseudomonas, ia tidak berpenetrasi sebaik
moxifloksasin.26 Moxiflosasin dibedakan dengan gatifloksasin karena molekul
bifasik, artinya ia dapat larut dalam air maupun lemak.26 Hal ini memungkinkan
untuk mencapai konsentrasi tertinggi pada mata. Terakhir, moxifloksasin lebih
jarang bersifat toksik bagi kornea dan konjungtiva dibanding fluorokuinolon
generasi lain.22
Sejak pasien ini tertangani, fluorokuinolon baru, besifloksasin 0,6% larutan mata
(Besivance), juga telah tersedia. Obat ini merupakan fluorokuinolon generasi ke
empat yang telah disetujui oleh FDA pada tahun 2009 sebagai terapi pada
konjungtivitis bakterial.27 Obat ini merupakan fluorokuinolon pertama yang
khusus digunakan untuk mata. Dalam kata lain, obat ini tidak memiliki efek
sistemik.28 Penelitian menunjukkan bahwa besifloksasin jarang menyebabkan
resistensi bakteri dibanding fluorokuinolon jenis lain.29 Hal ini disebabkan obat
ini tergolong baru, dan dibutuhkan banyak penelitian untuk menentukan resistensi
dan efikasinya.

Diskusi
Pengumpulan informasi
Pada kasus diatas, seorang wanita muda dilaporkan mengeluhkan nyeri pada mata
dan kemerahan pada satu mata. Klinisi yang cerdas harus mempertanyakan
keadaan secara jeli terkait keluhan dan penggunaan lensa kontak atau trauma yang
terjadi pada mata baru-baru ini. Klinisi juga harus mengetahui jenis lensa kontak
yang digunakan dan cairan pembersih lensa yang digunakan sebagai faktor
terjadinya infeksi. Sayangnya dalam kasus ini, pasien tidak mengetahui jenis lensa
kontak yang digunakan dan cairan pembersih lensa yang digunakan. Padahal
informasi ini sangat berguna, namun klinisi dituntut untuk memberi keputusan
yang beralasan dengan informasi yang tersedia.

Konfirmasi dari diagnosis


Diagnosis saat kunjungan pertaa adalah ulkus kornea dengan uveitis sekunder
karna penggunaan lensa kontak yang berlebihan OD. Diagnosis ditegakkan karena
pada pasien menyatakan mata merah mendadak dan nyeri setelah tertidur dengan
menggunakan lensa kontak. Diagnosis lainnya yang mungkin telah disingkirkan.
Herpes simpleks disingkirkan karena pada pewarnaan, tidak didapatkan adanya
pola dendritikal. Keratitis jamus juga disingkirkan karena tidak adanya riwayat
trauma amta sebelumnya dan tidak ada gambaran tepi berbulu. Keratitis
Achantamoeba disingkirkan karena pasien tidak memiliki riwayat berenang
menggunakan lensa kontak dan tidak sedang bepergian ke daerah lembab dan
hangat baru-baru ini. Proses dalam menegakkan diagnosis membutuhkan

11
justifikasi terhadap diagnosis dan penyingkiran terhadap diagnosis lain yang
berpotensi menjadi diagnosis.

Tatalaksana
Terapi dengan aantibiotik harus bersifat agresif dan dimulai sesegera mungkin
pada kebanyakan kasus untuk mengeradikasi mikroba yang berpotensi sebagai
penyebab. Pasien diminta kembali setelah 24 jam dari kunjungan awal namun
karena klinik tidak beroperasi pada akhir pekan, pasien kembali pada hari Senin
berikutnya. Pasien disarankan untuk ke instalasi gawat darurat jika didapatkan
keluhan yang memburuk saat akhir pekan tersebut. Pada kasus ini, kultur tidak
dilakukan karena ukuran ulkus kornea yang kecil dan tidak terletak di aksis visual
serta pasien merespon terhadap terapi yang diberikan. Walaupun kultur kornea
direkomendasikan sebelum pemberian antibiotik, standar pelayanan sesuai
pedoman dari American Optometric Association mengatakan tidak perlu kultur
untuk memulai terapi.30

Edukasi pasien
Pasien dinasehati untuk membuang lensa kontaknya dan tidak menggunakan lensa
kontak hingga ulkus kornea dinyatakan sembuh. Follow up yang ketat penting
dilakukan untuk mencegah kerusakan yang cepat akibat invasi mikronba pada
kornea. Pada kunjungan pertama, resep yang diberikan adalah moxifloksasin 0,5%
cairan tetes mata yang digunakan per 30 menit OD pada hari pertama dan
digunakan per jam OD pada 2 hari selanjutnya. Cyclopentolat 1% tetes mata OD
diberikan untuk melunakkan reaksi pada bilik mata depan, mencegah sinekia
posterior, dan mengurangi nyeri pada mata. Moxifloksasin dipilih daripada
fluorokuinolon genersai kedua karena spektrumnya yang lebih luas dan angka
resistensi yang masih rendah serta dosis nya yang kecil. Moxifloksasin lebih
dipilih dari pada getifloksasin karena masa kerjanya yang lebih lama dan penetrasi
pada kornea yang lebih dalam.24Selain itu, angka kejadian toksisitasnya rendah
dan bebas bahan pengawet.31 Besifloksasin juga merupakan pilihan yang baik
karena jadwal penggunaan nya yang rendah.

Follow-up
Pasien diinstruksikan untuk pegi ke instalasi gawat darurat jika terjadi perburukan
kondisi atau berkurangnya pengelihatan pada akhir pekan. Perjanjian kunjungan
diganti ke hari Senin karena pada akhir pekan, klinik tidak beroperasi. Pasien juga
diingatkan mengenai penurunan pengelihatan yang dapat terjadi setelah
penyembuhan ulkus kornea.

Penyembuhan dari ulkus


Lensa kontak dapat digunakan lagi ketika ulkus kornea telah dinyatakan sembuh.
Penting untuk memilih lensa kontak dengan permeabilitas oksigen yang tinggi,
seperti lensa silikon hidrogel. Banyak faktor, seperti konten oksigen dan jadwal
penggantian, yang harus dipertimbangkan dalam memilih lensa kontak baru.
Acuvue Oasys, PureVision, atau Ciba Night & Day merupakan pilihan yang
cocok untuk digunakan karena bahan dasar lensa tersebut adalah silikon hidrogel

12
yang memiliki permeabilitas oksigen yang tinggi dan telah disetujui untuk
digunakan saat tidur.6,11Walaupun tidur menggunakan lensa kontak tidak
direkomendasikan, umumnya pasien masih tetap melakukannya. Dengan begitu,
sangat penting untuk menggunakan lensa kontak yang permeabilitasnya terhadap
oksigen tinggi. Dalam kasus ini, Acuvue Oasys dipilih karen selain terbuat dari
silikon hidrogel, ia juga diganti per 2 minggu. Alternatif lain, jika pasien ingin
menggunakan madalitas lain adalah menggunakan lensa kontak harian. Salah satu
contohnya adaha 1-Day Acuvue TruEye, lensa silikon hidrogel pertama yang
digunakan per hari. Diproduksi pada Juni 2010 di Amerika Serikat. Penggantian
lensa kontak secara rutin mencega terbentuknya timbunan protein pada
permukaan lensa. Dengan begitu, penting untuk mengedukasi pasien mengenai
jadwal penggantian lensa kontak mereka. Sebagai tambahan, penting untuk
mengedukasi pasien bagaimana cara pearawata yang baik termasuk pembersihan
lensa dan cairan pembersih yang digunakan serta wadah penyimpanan lensa yang
baiknya diganti secara berkala. Pasien harus dinasehati untuk tidak berlebihan
dalam menggunakan lensa kontak dan tidak tidur dengan menggunakan lensa
kontak. Alternatif lain yang dapat digunakan adalah rigid contact lenses.
Sebagaimana diilustrasikan pada kasus, terapi ulkus kornea tidak hanyak
menyingkirkan benda asing namun juga membutuhkan agen lain seperti antibiotik
topikal, kultur bila diperlukan, penggantian bahan lensa kontak dan modifikasi
perawatan lensa kontak.

Kesimpulan
Kasus ini mendemonstrasikan pentingnya menggali riwayat penyakit dan
pemeriksaan fisik yang jeli dalam mendiagnosis ulkus kornea. Dalam kasus yang
ringan, ulkus kornea dapat ditegakkan hanya dengan observasi. Pada kasus
sedang, dimana ulkus terletak pada aksis visual atau pasien tidak merespon
dengan terapi awal, diperlukan kultur kornea. Prognosis bergantung pada cepat
nya penegakan diagnosis dan tatalaksana. Penatalaksanaan harus bersifat agresif
dan dapat dimodifikasi hingga ulkus menyembuh. Klinisi harus mampu mengubah
terapi jika dalam 24 jam pertama tidak terjadi penyembuhan. Kebutuhan pasien
lainnya yaitu resep dan pemilihan lensa kontak yang baru. Klinisi harus
mengedukasi pasien mengenai penyebab dari ulkus kornea, dan bila perlu minta
pasien untuk berhenti menggunakan lensa kontak. Secara khusus, klinisi harus
meninjau regimen untuk perawatan lensa, termasuk merekomendasikan jadwal
penggantian lensa kontak, penggantian wadah penyimpan lensa kontak secara
berkala, tidak berenang menggunakan lensa kontak, desinfeksi yang adekuat
untuk lensa dan menghindari penggunaan air keran untuk membersihkan lensa.7
Harapannya, dengan edukasi pasien yang baik dan perkembangan lensa kontak
berserta bahan dan cairannya, akan ada pengurangan yang signifikan dari angka
kejadian dan keparahan kasus keratitis ulseratif.

13
Referensi
1. Mela EK, Giannelou IP, JohnKX, Sotirios GP. Ulcerative keratitisin
contact lens wearers. Eye & Contact Lens.2003;29(4):207-209.
2. Bharathi MJ, Ramakrishnan R, Meenakshi R, Kumar CS, Padmavathy S,
Mittal S.Ulcerative keratitis
associatedwithcontactlenswear.IndianJofOphthalmol. 2007;55:64-67.
3. GreenM,ApelA,StapletonF.Risk factorsandcausativeorganismsin
microbial keratitis. Cornea. Jan 2008;27(1):22-27.
4. Kaiser P, Friedman N, Pineda R.fte Massachusetts Eye and Ear Infirmary
Illustrated Manual of Ophthalmology 2nd Ed. Philadelphia:
Saunders2004.
5. Sirikul T, Prabriputaloong T,Smathivat A, Chuck R,Vongthongsri A
Predisposing factors and etiologicdiagnosisofulcerativekeratitis. Cornea.
April2008;27(3):283- 287.
6. Keay L, Stapleton F, Schein O.Epidemiology of contact-lens
relatedinflammationandmicrobial keratitis:a20-yearperspective.Eye &
Contact Lens. 2007;33(6):346- 353.
7. Mah-Sadorra JH, Yavuz GA,NajjarDM,LaibsonPR,RapuanoCJ, Cohen
EJ. Trends in contact lens related corneal ulcers. Cornea.Jan
2005;24(1)51-58.
8. Holden BA, Sweeney DF, SankaridurgPR,CarntN,EdwardsK, Stretton S,
Stapleton F.Microbial keratitis and vision loss with con- tact lenses. Eye
& Contact Lens. 2003;29:131-134.
9. Das S, Sheorey H, Taylor HR, Vajpayee RB. Association between cultures
of contact lens and corneal scraping in contact lens-
relatedmicrobialkeratitis.ArchOphthalmol. Sept2007;125(9):1182-1185.
10. PinnaA,UsaiD,SechiL,Molicotti P, Zanetti S, Carta A. Detection of
virulence factors in pseudomonasaeruginosastrainsisolatedfrom contact
lens-associated cornealulcers.Cornea. April 2008;27(3):320- 326.
11. Sweeney D, Naduvilath T. Are inflammatory events a marker for an
increased risk of microbial keratitis? Eye & Contact Lens.
2007;33(6):383-387.
12. Morgan PB, Efron N, Hill EA, Raynor MK, Whiting MA, Tullo AB.
Incidence of keratitis of varying severity among contact lens wearers. Br
J Ophthalmol. 2005;89:430-436.
13. Moriyama AS, Hofling Lima AL. Contact lens-associated microbial keratitis.
Arq Bras Oftalmol. 2008;71(6 supl):32-36.
14. Mills TJ. Corneal ulceration and ulcerativekeratitis.RetrievedSept 15,
2008 http://emedicine.med-scape.com/article/798100-over- view.
15. Silbert, JA. Corneal infiltrative complications associated with contact lens
wear. Review of Optometry. April2004;141(04):1CE8CE.
16. Patel A, Hammersmith K. Contact lens related microbialkeratitis: recent
outbreaks. Current Opinion in Ophthalmology. July 2008;19(4):302-306.
17. Robertson DM, Cavanagh HD. The clinical and cellular basis of
contactlens relatedcornealinfections.ClinOphthalmol. 2008;2(4):907- 917.
18. Ali N, Ali M.Bilateralsimultaneous infectious keratitis secondary to contact
lens wear: An unusual case report with rare organisms. Eye & Contact Lens.

14
2007;33(6):338- 340.
19. Keay L, Edwards K, Naduvilath T, Forde K, Stapleton F. Factors affecting
the morbidity of contact lens-related microbial keratitis:A population
study. Ophthalmology and Vision Science. Oct 2006;47(10):4302-4308.
20. Green MD, Apel AJ, Naduvilath T, Stapleton FJ. Clinical outcomes of
keratitis. Clinical andExperiemental Ophthalmology. 2007;35:421- 426.
21. Srinivasan M, Lalitha P,Mahalakshmi R, Prajna NV, Mascarenhas J,
Chidambaram JD, Lee S, Hong KC, Zegans M, Glidden DV, McLeod S,
Whitcher JP, Lietman TM, Acharya NR.Corticosteroids for bacterial
corneal ulcers.Br. J. Ophthalmol.2009;93;198-202.
22. Scoper S.Review of third and fourth generation fluoroquinolones in
ophthalmology: in-vitro and in-vivo efficacy. Advfter. 2008;25(10):979-
994.
23. Sowka JW, Gurwood AS, Kabat AG. Fourth generation fluoro- quinolones
and bacterial keratitis. Handbook of Ocular Disease Man- agement.
March2006;25A-26A.
24. Duggiral A, Joseph J, Sharma S, Nutheti R, Garg P, Das T. Activity of
newer fluoroquinolonesagainst Gram-positive andGram-negative
bacteriaisolatedfromocularinfec- tions:aninvitrocomparison.Indi- an J
Ophthalmol.2007;55:15-19.
25. McCulley JP, Surratt G, Shine W. 4th generation fluoroquinolone
penetration into aqueous humor in humans. InvestOphthalmolVis.
Sci.44Abstract4927-B251Vol2.
26. Katz, HR. Vigamox safely treats corneal ulcers. Retrieved April 16,
2009http://www.eyeworld.org/ew- weeksupplementarticle.php?id=12.
27. Chang MH, Fung HB. Besifloxacin: a topical fluoroquinolone for the
treatment of bacterial conjunctivitis. Clinfter. March 2010;32(3):454-471.
28. ComstockTL,KarpeckiPM,Morris TW, Zhang JZ. Besifloxacin: a novel
antiinfective for the treatment of bacterial conjunctivitis. ClinOpthalmol.
April2010;4:215- 225.
29. McDonald M, Blondeau JM.Emerging antibioticresistance
inocularinfectionsandtheroleof fluoroquinolones. J Cataract Refract Surg.
Sept 2010;36(9):1588- 1598.
30. American OptometricAssociation; Optometric Clinical Practice
Guideline: Care of the Contact Lenses Patient. St.Louis, MO.Re- trieved
December 14, 2010Avail- ablehttp://www.aoa.org/docu- ments/CPG-
19.pdf40-46.
31. Kabat AG. How to manageocular infection. Review of Optometry
April2007;144(11):100-101.

15

Anda mungkin juga menyukai