ABRASI KORNEA
Oleh :
dr. David Jubeleum Siregar
Pembimbing :
dr. Mardiana
1
BAB 1
PENDAHULUAN
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
3
menghambat pengaliran air, elektrolit dan glukosa yang merupakan barrier.
Sel basal menghasilkan membrane basal yang melekat erat kepadanya. Bila
terjadi gangguan akan menghasilkan erosi rekuren.
2. Membran Bowman
Terletak dibawah membrana basal epitel kornea yang merupakan
kolagenyang tersusun tidak teratur seperti stroma dan berasal dari bagian
depan stroma. Lapisan ini tidak mempunyai daya regenerasi.
3. Jaringan Stroma
Terdiri atas lamelar yang merupakan susunan kolagen yang sejajar satu
dengan yang lainnya, Pada permukaan terlihat anyaman yang teratur sedang
dibagian perifer serat kolagen ini bercabang; terbentuknya kembali serat
kolagen memakan waktu lama yang kadang-kadang sampai 15 bulan.
Keratosit merupakan sel stroma kornea yang merupakan fibroblas terletak
diantara serat kolagen stroma. Diduga keratosit membentuk bahan dasar dan
serat kolagen dalam perkembangan embrio atau sesudah trauma.
4. Membran Descement
Merupakan membrana aselular dan merupakan batas belakang stroma
kornea. Bersifat sangat elastis dan berkembang terus seumur hidup,
mempunyai tebal 40 µm.
5. Endotel
Berasal dari mesotelium, berlapis satu, bentuk heksagonal, besar 20-40
µm. Endotel melekat pada membran descement melalui hemidosom dan
zonula.
4
Gambar 2.2 Lapisan kornea 4
Kornea berfungsi sebagai membran pelindung dan media yang dilalui
berkas cahaya menuju retina. Sifat tembus cahayanya disebabkan strukturnya
yang uniform,avaskuler dan deturgenses. Deturgenses, atau keadaan dehidrasi
relatif jaringan kornea,dipertahankan oleh suatu pompa bikarbonat aktif pada
endotel dan oleh fungsi sawar epitel dan endotel.5
Endotel lebih penting daripada epitel dalam mekanisme dehidrasi dan
cedera kimiawi atau fisik pada endotel jauh lebih berat daripada cedera pada
epitel. Kerusakan sel-sel endotel menyebabkan edema kornea dan hilangnya sifat
transparan. Sebaliknya, cedera pada epitel hanya menyebabkan edema lokal
sesaat stroma kornea yang akan menghilang bila sel-sel epitel telah beregenerasi.3
Kornea dipersarafi oleh banyak saraf sensorik terutama berasal dari saraf
siliar longus, saraf nasosiliar, saraf ke V.Saraf siliar longus berjalan supra koroid,
5
masuk kedalam stroma kornea, menembus membran Bowman melepaskan
selubung Schwannya. Bulbus Krause untuk sensasi dingin ditemukan diantaranya.
Sumber nutrisi kornea adalah pembuluh-pembuluh darah limbus, humour aquous,
dan air mata. Kornea superfisial juga mendapat oksigen sebagian besar dari udara
luar. 6
6
2.5 Diagnosis abrasi kornea
Diagnosis abrasi kornea ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan
oftalmologi dan pemeriksaan penunjang, sebagai berikut:7
1. Anamnesis
Pada anamnesis yang didapatkan adanya riwayat trauma tumpul dengan
gejala-gejala seperti rasa nyeri pada mata, fotopobia, rasa mengganjal,
blefarospasme, pengeluaran air mata berlebihan dan visus yang menurun.
2. Pemeriksaan oftalmologi
3. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan slit lamp pada area yang sama dengan cahaya biru setelah mata
ditetesi fluorescein dilakukan untuk mengetahui area yang terkena abrasi (akan
berwarna hijau).
Dalam waktu satu jam setelah trauma, sel epitel parabasilar mulai membelah
dan bermigrasi ke seluruh denudation area hingga mencapai sel yang bermigrasi
lainnya, kemudian contact inhibition menghentikan migrasi lebih jauh. Secara terus-
menerus sel basal di sekitar bermitosis untuk menutup defek. Meskipun abrasi kornea
yang luas biasanya ditutup oleh sel epitel yang bermigrasi dalam 24-48 jam, tapi
7
penyembuhan yang lengkap termasuk restorasi ketebalan epitel dan reformasi fibril
membutuhkan waktu 4-6 minggu.9
Apabila penyembuhan epitel tidak terjadi secara baik kerusakan dapat terjadi
hingga pada daerah membrane descemen. Dengan keadaan seperti itu, maka akan
terjadi pelepasan pada lapisan kornea hingga terjadi Recurrent corneal erosion (RCE)
dalam beberapa bulan atau hingga beberapa tahun.8
2.8 Prognosa
Pada pengobatan topical umumnya dengan prognosis yang baik.
Penyembuhan pada lapisan kornea ini dapat terjadi dalam beberapa hari (dengan
kecepatan 1 sampai 2 mm per hari) dan tidak menyebabkan kerusakan penglihatan
secara permanen.8
8
IDENTITAS PASIEN
Nama : An W Pendidikan :
Umur : 4 tahun Agama : Islam
Jenis Kelamin : Perempuan Status : Belum
menikah
Alamat : kebun lado MRS : 30-07-
2015
Pekerjaan :- MR :
00896966
Riwayat Pengobatan:
9
- Pasien sebelumnya belum pernah berobat ke dokter
PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan Umum : Baik
Kesadaran : Komposmentis
Vital Sign : TD : mmHg
N : 83 x/i
RR : 18 x/i
S : 36,5 ºC
Pembesaran KGB preauriculer : tidak ditemukan
STATUS OPTHALMOLOGI
OD OS
Tidak dilakukan Visus Tanpa Koreksi Tidak dilakukan
Tidak dikoreksi Visus Dengan Koreksi Tidak dikoreksi
Orthoporia Posisi Bola Mata Orthoporia
10
+ Refleks fundus +
Sulit dinilai Media Jernih
Bulat, batas tegas. C/D 0.3.
Sulit dinilai Papila
aa/vv 2/3
Sulit dinilai Retina Normal
Sulit dinilai Makula Refleks (+)
Gambar
KESIMPULAN/RESUME :
An.W,4 tahun keluhan mata kanannya nyeri/sakit sejak 1 hari sebelum masuk
rumah sakit. Trauma benda (+). Mata kanan palpebra edema (+) dan hiperemis (+),
kornea tampak putih arah jam 7 dengan ukuran 2x1 mm dan dengan Tes Flouresen
didapatkan hijau (+) arah jam 7
Diagnosis kerja:
Abrasi kornea OD e.c trauma thermis
Terapi :
- Cendo floxa (ofloxacin 3mg) eye drop ,6 x OD
- Cendo hyalub ( Sodium hyaluronate) eye drop, 6 x OD
-
Anjuran kepada pasien :
- Jaga kebersihan mata
- Jangan menggosok – gosok mata
11
- Tetes obat teratur
Prognosis
Quo ad vitam : Ad bonam
Quo ad functionam : Ad bonam
Quo ad kosmetikum : Ad bonam
12
DAFTAR PUSTAKA
1. Kanski JJ. Clinical ophthalmology a systematic approach. 6th Ed.
Philadelphia: Elsevier; 2008. p. 854.
2. American academy of ophthalmology. External disease and cornea: Basic and
clinical science course. Section8. San Francisco: American academy of
ophthalmology; 2010. p. 372
3. Wijaya N. Kornea dalam ilmu penyakit mata. Ed 6. Semarang: Universitas
Diponegoro; 1993.p.189.
4. Heller JL. Eye. A.D.A.M. MedlinePlus: May 2015. Available from:
www.nlm.nih.gov
5. Sherwood L. Fisiologi manusia dari sel ke sistem. Ed 2. Jakarta: EGC; 2001.
p.160.
6. Ilyas S. Ilmu penyakit mata. Ed 3. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia; 2010.p.4-167.
7. Ilyas HS, Yulianti SR. Ilmu penyakit mata. Edisi 4. Jakarta: Fakultas
Kedokteran UI; 2013. h. 266-7.
8. Verma A. Corneal abrasion. Medscape: Updated Feb 20 2014. [Online].
http://emedicine.medscape.com/refarticle/1195402-overview.
9. Kumar P, Clark M. Kumar& Clark’s: Clinical Medicine. 8th Edition.
Philadelphia: Elsevier; 2012. p. 1059-60.
13