Anda di halaman 1dari 8

AMBLIOPIA ANISOMETROPIA YANG TIDAK TERKOREKSI PADA PASIEN

DEWASA

Abstract
Introduction: Anisometropic amblyopia develops when unequal refractive errors
in the two eyes causes the image on one retina to be chronically defocused. This
condition is thought to result partly from the direct effect of image blur on visual
acuity development in the involved eye and partly from interocular competition.
Unless strabismus is present, the eyes of a child with anisometropic amblyopia
look normal, typically causing a delay in detection and treatment.
Case report: A 14 year-old girl came to Refraction Clinic of Cicendo National
Eye Hospital with chief complaint of blurred vision on left eye since 12 years ago.
On the examination, the visual acuity was 1,0 on the right eye and the best
corrected visual acuity was 0,05 with correction S+5,50 C-1,75 x 20 on the left
eye. She was diagnosed as having compound hyperopic astigmatism on the left
eye with anisometropic amblyopia. She was given the best correction with
cyclopegic, 4-6 hours patching per day on the right eye, given consent about the
condition of her eyes, and suggested for a 1-month follow-up.
Conclusion: This case illustrates the refractive manifestation in adult with
untreated amblyopia anisometropia during childhood. Wide education about
early managements is needed for parents, as well as further studies on treatments
for adult amblyopia.

I. Pendahuluan
Ambliopia anisometropia terjadi ketika kelainan refraksi yang tidak sama di
dua mata menyebabkan gambar pada satu retina menjadi tidak terfokus. Kondisi
ini diduga akibat efek langsung dari bayangan buram yang terbentuk pada
pengembangan ketajaman visual di mata yang terlibat dan dari kompetisi
interokular atau inhibisi. Derajat relatif ringan dari hipermetropia atau
anisometropia (1-2 D) sudah dapat menginduksi ambliopia ringan. Anisometropia
ringan (kurang dari -3 D) biasanya tidak menyebabkan ambliopia, tetapi myopia
unilateral tinggi (-6 D atau lebih besar) sering mengakibatkan ambliopia dengan
kehilangan penglihatan berat. Bila tidak terdapat strabismus, mata anak dengan
ambliopia anisometropia terlihat normal sehingga sering menyebabkan
keterlambatan dalam deteksi dan pengobatan.1
Laporan ini memberikan gambaran kasus seorang pasien dewasa dengan
ambliopia anisometropia yang terjadi akibat kelainan refraksi yang tidak

1
2

terkoreksi ketika masa kanak-kanak.

II. Laporan kasus


Seorang perempuan berusia 14 tahun datang ke Poliklinik Refraksi Rumah
Sakit Mata Cicendo Bandung pada tanggal 5 Oktober 2015 dengan keluhan utama
mata kiri terasa buram sejak 8 tahun yang lalu. Keluhan dirasakan saat melihat
jauh maupun dekat, bila menutup mata kanan pasien harus membaca dari jarak
sangat dekat dengan mata kiri. Aktivitas dengan menggunakan penglihatan kedua
mata tidak ada keluhan. Saat ini pasien duduk di kelas 9 dan tidak mengalami
masalah dengan pelajaran. Pasien tidak pernah memakai kacamata atau
memeriksakan mata sebelumnya. Ayah pasien menggunakan kacamata plus sejak
kecil. Riwayat juling dan keluhan yang sama pada keluarga tidak ada. Riwayat
trauma, operasi, serta keluhan mata lainnya tidak ada. Kelainan bawaan lain tidak
ada.
Pemeriksaan mata didapatkan visus dasar OD 1,0, OS 2/60. Koreksi jauh
dengan pupil kecil untuk OD plano, sementara untuk OS didapatkan S+5,50 C-
1,75 x 20 = 0,05. Pemeriksaan RM OD: S-0,25, OS: S+5,75 C-1,75 x 8. Dengan
koreksi siklopegik didapatkan OD plano, OS S+5,75 C-1.50 x 20 = 0,05.
Pemeriksaan RM dengan pupil lebar didapatkan OS S+6,50 C-2.00 x 17. Visus
dekat 0,8 M/30 cm unaided maupun aided. Pemeriksaan sensitifitas kontras OD
1,25%, sedangkan OS 10% pada jarak 3 meter. Pemeriksaan Amsler’s Grid ODS:
skotoma (-), metamorfopsia (-). Pemeriksaan Ishihara ODS 14/14. Pemeriksaan
lapangan pandang ODS dengan Bernel dan tes konfrontasi normal. Pupillary
distance 60/58. Pemeriksaan segmen anterior dan segmen posterior pada kedua
mata dalam batas normal. Pemeriksaan gerak bola mata normal ke segala arah.
Dari pemeriksaan Hirschberg didapatkan eksotropia 7° pada mata kiri. Pada tes
cover-uncover didapatkan deviasi di mata kiri. Pemeriksaan stereoskopis dengan
menggunakan TNO dan Titmus test didapatkan hasil pasien tidak dapat mengenali
3000 seconds of arc. Dari pemeriksaan Worth’s Four Dot Test terdapat supresi
pada mata kiri. Pemeriksaan penunjang yang dilakukan adalah pengukuran
panjang aksial bola mata, yaitu mata kanan 23,26 mm dan mata kiri 21,37 mm.
3

Pasien didiagnosis dengan astigmat hipermetropia compositus OS dan


ambliopia anisometropa. Pasien diberikan kacamata dengan ukuran koreksi
terbaik dengan siklopegik, oklusi mata kanan selama 4-6 jam sehari, edukasi
mengenai kondisi mata pasien serta dikonsulkan ke Unit Pediatrik Oftalmologi
dan Strabismus.

Gambar 2.1 Tes Hirschberg tanggal 6 Oktober 2015

Pada tanggal 8 Oktober 2015, pasien datang ke Poliklinik Refraksi untuk


dikonsulkan ke Unit Pediatrik Oftalmologi dan Strabismus. Pemeriksaan koreksi
serta segmen anterior kedua mata pasien didapatkan hasil yang sama dengan
pemeriksaan 5 Oktober 2015, kecuali pada pemeriksaan cover-uncover tidak
didapatkan deviasi. Di Unit Pediatrik Oftalmologi dan Strabismus pasien
didiagnosis dengan eksoforia dan astigmat hipermetropia compositus OS dan
amblyopia anisometropia, serta disarankan untuk pemakaian kacamata, oklusi 4-6
jam sehari pada mata kanan, dan observasi deviasi dan sensoris setelah 2 bulan
pemakaian kacamata. Pasien disarankan kontrol 1 bulan pertama setelah
mendapatkan kacamata dan melakukan oklusi ke Poliklinik Refraksi.

III. Diskusi
Anisometropia adalah suatu keadaan di mana terdapat perbedaan kekuatan
refraksi pada kedua mata sebesar 1 dioptri atau lebih. Anisometropia dapat
4

disebabkan oleh kelainan status refraksi, trauma intraokuler, maupun operasi


intraokuler. Anisometropia dibagi menjadi 3 tingkat yaitu anisometropia kecil
(perbedaan refraksi lebih kecil dari 1,5D), anisometropia sedang (perbedaan
refraksi antara 1,5-2,5 D), dan anisometropia besar (perbedaan refraksi lebih besar
dari 2,5D). Anisometropia yang tidak terkoreksi dapat menyebabkan perbedaan
pembentukan visual pada kedua mata dan merupakan faktor resiko utama
terjadinya amblyopia. 2,3
Ambliopia didefinisikan sebagai kehilangan tajam penglihatan baik unilateral
maupun bilateral yang tidak disebabkan keadaan patologis dan tidak dapat
dikoreksi dengan koreksi refraksi biasa. Penyebab terjadinya amblyopia adalah
ketidakmampuan sistem visual untuk untuk menangani bayangan yang berbeda
dari kedua mata sebagai akibat adanya interaksi binokular yang abnormal.
Perbedaan ini dapat disebabkan oleh keadaan refraktif, strabismus, katarak, atau
oklusi.4
Dalam ambliopia refraktif, bayangan yang terbentuk di retina terdegradasi

karena buram. Ambliopia yang disebabkan anisometropia hipermetropik adalah

salah satu bentuk ambliopia refraktif yang paling umum. Hipermetropia terjadi
ketika mata tidak memiliki kekuatan bias yang mencukupi untuk panjang
aksialnya. Pada hipermetropia terjadi sinar berjalan sejajar pada sumbu utama
mata dibiaskan di belakang retina dalam keadaan tidak berakomodasi.
Hipermetropia dapat disebabkan karena panjang aksial bola mata yang pendek
yang disebut hipermetropia aksial, atau karena daya pembiasan media refraksi
(kornea, lensa, humor akuos, korpus vitreum) yang terlalu lemah yang disebut
hipermetropia refraktif. Hipermetropia dapat dibagi berdasarkan derajat, yaitu
ringan (0.00 s/d +3.00 D), sedang (+3.12 D s/d +5.00 D) dan berat (> +5.00 D).
Anisometropia hipermetropik sebesar +1.00 D dapat menyebabkan gangguan
pada fusi sentral dan mengakibatkan amblyopia pada mata yang lebih
hipermetropik. Penglihatan sentral pada mata yang lebih hipermetropik tidak

digunakan baik dalam penglihatan jauh maupun dekat.4,5


Pasien datang dengan keluhan mata kiri buram saat melihat jauh maupun dekat.
5

Dalam pemeriksaan didapatkan perbedaan kekuatan refraksi yang jauh antara


mata kanan dan kiri, dengan mata kanan emetropia dan tajam penglihatan mata
kiri 0,05 dengan koreksi terbaik. Dari pemeriksaan didapatkan panjang aksial bola
mata kiri di bawah normal yaitu 21,37 mm. Hipermetropia pada pasien ini muncul
pada masa anak-anak, namun pasien tidak memeriksakan mata ataupun
mendapatkan koreksi kacamata sejak keluhan muncul. Keadaan hipermetropia di
mata kiri pasien yang tidak terkoreksi dalam jangka waktu lama menyebabkan
bayangan yang terbentuk pada mata kiri jatuh tidak di retina. Hal ini
menimbulkan buram dalam jangka waktu yang lama sehingga mecetuskan
keadaan ambliopia refraktif.
Dari pemeriksaan juga didapatkan eksotropia 7° pada mata kiri. Pada tes
cover-uncover pertama didapatkan deviasi di mata kiri. Hasil pemeriksaan
menunjukkan bahwa penglihatan stereoskopis pasien tidak terbentuk dan adanya
supresi pada mata kiri.
Exotropia adalah deviasi atau penyimpangan ke luar dari sumbu visual satu
atau kedua mata yang didapati secara konstan atau berselang. Istilah ini juga
digunakan untuk menggambarkan deviasi luar laten yang disebut exoforia. Pasien
yang memiliki exotropia intermiten memiliki spektrum yang meluas dari yang
mudah terdisosiasi hingga yang sangat sulit terdisosiasi. Dengan demikian, ada
kontinum dari pasien yang memiliki bentuk exodeviasi. Sebagian besar pasien
dengan exotropia memiliki gangguan konvergensi fusional.6
Fusi merupakan penyatuan kortikal dari objek penglihatan dari kedua mata
menjadi persepsi tunggal. Fusi terjadi karena adanya stimulasi simultan dari area
korespondensi retina. Bayangan retina dapat berfusi jika bayangan-bayangan
tersebut mempunyai ukuran, bentuk, dan kejernihan yang sama.1,7
Penglihatan stereoskopis terjadi ketika perbedaan retina terlalu besar untuk
memungkinkan superimposisi sederhana atau fusi dari dua arah visual tetapi tidak
cukup besar untuk memperoleh diplopia. Stereoskopis merupakan bentuk paling
tinggi dari penglihatan binokular. Stereoskopis adalah penglihatan dengan
persepsi kedalaman dan menghasilkan persepsi tiga dimensi. Koordinasi gerakan
6

bola mata, saraf aferen dan kualitas bayangan yang baik dari kedua fovea
merupakan syarat terjadinya penglihatan stereoskopis.1,8-10
Pada anisometropia dengan perbedaan lebih dari 2.5 dioptri antara kedua mata
maka akan menghasilkan perbedaan bayangan sebesar 5%, yang mengakibatkan
terganggunya fusi. Hal ini terjadi pada pasien yang memiliki perbedaan refraksi
yang jauh antara mata kanan dengan mata kiri. Pada pemeriksaan binokular,
kedua mata pasien gagal membentuk penglihatan stereoskopis.2,3
Pasien tidak pernah mendapatkan koreksi untuk mata kiri yang terasa buram
sejak usia 8 tahun. Pada anak-anak yang masih mengalami perkembangan
penglihatan binokuler diperlukan koreksi penuh untuk kelainan refraksinya,
sehingga mencegah terjadinya ambliopia. Seringkali dikatakan bahwa terapi
ambliopia lebih berhasil pada pasien yang lebih muda, terutama berusia kurang
dari 7 tahun.3,11,12
Meskipun demikian, pasien tetap diberikan terapi dengan koreksi penuh dan
oklusi sebagai stimulasi. The Pediatric Eye Disease Investigator Group (PEDIG)
melaporkan bahwa oklusi atau patching selama 2-6 jam sehari dapat memperbaiki
tajam penglihatan pada pasien berusia 13-17 tahun yang belum pernah diterapi
sebelumnya. Chen dan kawan-kawan melaporkan bahwa terdapat perbaikan pada
grup berusia 4 tahun hingga di atas 18 tahun yang diberikan terapi patching.12,13
Pasien telah diberikan edukasi mengenai keadaan mata kiri, penglihatan
binokular, serta terapi dan disarankan untuk kontrol baik ke Poliklinik Refraksi
maupun Poliklinik Pediatrik Oftalmologi dan Strabismus.

IV. Simpulan
Mata anak dengan ambliopia anisometropia sering terlihat normal sehingga
menyebabkan keterlambatan dalam deteksi dan pengobatan. Selain
mengakibatkan turunnya tajam penglihatan ketika dewasa, gangguan ini dapat
mengakibatkan terganggunya penglihatan binokular. Pencegahan secara dini perlu
dilakukan. Penelitian lebih lanjut mengenai terapi ambliopia pada dewasa sangat
dibutuhkan.
7

DAFTAR PUSTAKA

1. American Academy of Ophthalmology. Pediatric Ophthalmology and


Strabismus. Section 6. San Fransisco: American academy of ophthalmology;
2011. San Fransisco. 2011-2012
2. Kulp, Marjean A Taylor, Raasch, Thomas W., Polasky, Michael. Patients
with Anisometropia and Aniseikonia. Dalam: Borish’s Clinical Refraction,
edisi ke 2. Missouri: Butterworth Heinemann; 2006. hlm. 1479-1508
3. American Academy of Ophthalmology. Clinical optics. Section 3. San
Fransisco: American academy of ophthalmology; 2011. San Fransisco. 2011-
2012. hlm. 113-64
4. London, Richard, Wick, Bruce. Patients with Amblyopia and Strabismus.
Dalam: Borish’s Clinical Refraction, edisi ke 2. Missouri: Butterworth
Heinemann; 2006. hlm. 1461-78
5. Rosenfield, Mark. Refractive Status of the Eye. Dalam: Borish’s Clinical
Refraction, edisi ke 2. Missouri: Butterworth Heinemann; 2006. hlm. 3-29
6. Yanoff M, Duker J S. Ophthalmology. Edisi ke 4. Philadelpia: Elsevier; 2014.
Hlm 1214-16
7. Kanski JJ, Bowling B. Clinical opthalmology: a systematic approach. Edisi
ke-7. Philadelphia: Elsevier; 2011. hlm. 741-54
8. Santiago APD , Clarke MP. The clinical approach to strabismus. Dalam: Hoyt
CS, Taylor D, editor. Pediatric ophthalmology & strabismus. Edisi ke- 4.
Philadelphia: Elsevier; 2013. hlm. 745-6
9. Barret BT. Assessment of binocular vision and accommodation. Dalam:
Elliott DB, editor. Clinical procedure in primary eye care. Edisi ke-4.
Philadelphia: Elsevier; 2014. hlm. 190-6
10. Schwartz SH. Visual perception: a clinical orientation. Edisi ke-4. New York:
Appleton & Lange; 2010. hlm. 236-7
8

11. Eva RP, Whitcher JP. Optics and refraction. Vaughan and Asbury’s general
ophthalmology. London: The McGraw-Hill Companies; 2007. Hal 389-400.

12. Repka, Michael X. Amblyopia management. Dalam: Hoyt CS, Taylor D,


editor. Pediatric ophthalmology & strabismus. Edisi ke- 4. Philadelphia:
Elsevier; 2013. hlm. 726-32
13. Chen Po-Liang, Chen Jiann-Torng, Fu Joa-Jing, Chien Ke-Hung, Lu Da-
Wen. A pilot study of anisometropic amblyopia improved in adults and
children by perceptual learning: an alternative treatment to patching. Ophthal.
Physiol. Opt. 2008 28: 422–428

Anda mungkin juga menyukai