Ambliopia Anisotropia
Oleh:
Nadia Afifah
2018012132
Perceptor:
dr. Aryanti Ibrahim, Sp.M
Cahaya akan mengalami proses refraksi di beberapa perbatasan, yaitu di antara udara
dan permukaan anterior kornea, antara permukaan posterior kornea dan aqueous
humour, antara aqueous humour dan permukaan anterior lensa, serta antara
permukaan posterior lensa dan vitreous humour. Proses ini akan memfokuskan
berkas cahaya tepat di retina, sehingga memberikan gambaran yang fokus. Apabila
berkas cahaya tidak jatuh tepat di retina, maka gambaran penglihatan akan tampak
kabur atau tidak fokus.23
Kelainan refraksi adalah suatu kelainan dimana sinar sejajar dijatuhkan tidak
tepat di retina dalam keadaan mata yang tidak berakomodasi. Kelainan refraksi
terbagi menjadi miopia, hipermetropia dan astigmatisma. Miopia adalah
kelainan refraksi dimana sinar sejajar jatuh di depan retina dalam keadaan mata
yang tidak berakomodasi.2
Anisometropia adalah perbedaan kekuatan refraksi lensa sferis atau silinder lebih
dari 1.00 D antara mata kanan dan kiri. Perbedaan refraksi tersebut menyebabkan
bayangan buram terbentuk pada mata sehingga mengganggu perkembangan
neurofisiologi normal, jaras penglihatan dan korteks visual.1,3,4 Anisometropia
yang tidak tertangani dapat menyebabkan ambliopia, dimana suatu keadaan
tajam penglihatan tidak dapat mencapai maksimal dengan koreksi terbaik tanpa
disertai adanya kelainan organik. Ambliopia anisometropia disebabkan
karena adanya kelainan refraksi yang asimetris dan berbeda secara klinis
pada kedua mata. Keadaan tersebut dapat menyebabkan bayangan jatuh tidak
jernih pada salah satu mata. Walaupun ambliopia hanya mengenai 2-3%
populasi, tapi apabila dibiarkan akan sangat merugikan bagi kehidupan
penderita. Prevalensi ambliopia yang terdeteksi pada anak-anak
diperkirakan antara 0,2-5,4% dan pada dewasa antara 0,35-3,6%. Pasien dengan
usia kurang dari 45 tahun yang mengalami kehilangan penglihatan lebih
banyak disebabkan oleh ambliopia daripada semua penyakit okular dan trauma.2-6
1.2 Tujuan
Tujuan dari penyusunan referat ini adalah sebagai berikut.
a. Mengetahui definisi, etiologi, klasifikasi, dan gejala klinis dari ambliopia
anisometri.
b. Mengetahui cara mendiagnosis serta tatalaksana dari ambliopia anisometri.
c. Memberikan informasi dan menjadi salah satu sumber bacaan mengenai penyakit
amblyopia anisometropia
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Ambliopia
2.1.1 Definisi
Ambliopia berasal dari bahasa Yunani yaitu amblyos (tumpul) dan opia
(penglihatan). Dikenal juga dengan "lazy eye" atau mata malas. Ambliopia
merupakan suatu keadaan mata dimana tajam penglihatan tidak mencapai
optimal sesuai dengan usia dan intelegensinya walaupun sudah
dikoreksi kelainan refraksinya. Pada ambliopia terjadi penurunan tajam
penglihatan unilateral atau bilateral disebabkan kehilangan pengenalan
bentuk, interaksi binokular abnormal, atau keduanya, dimana tidak ditemukan
kausa organik dan pada pemeriksaan fisik mata dan pada kasus yang
keadaan baik, dapat dikembalikan fungsinya dengan pengobatan.23,24
Ambliopia ini dapat tanpa kelainan organik dan dapat pula dengan
kelainan organik yang tidak sebanding dengan visus yang ada. Biasanya
ambliopia disebabkan oleh kurangnya rangsangan untuk meningkatkan
perkembangan penglihatan. Suatu kausa ekstraneural yang menyebabkan
menurunnya tajam penglihatan (seperti katarak, astigmat, strabismus, atau
suatu kelainan refraksi unilateral atau bilateral yang tidak dikoreksi)
merupakan mekanisme pemicu yang mengakibatkan suatu penurunan visual
pada orang yang sensitif.25,26
Bila ambliopia ini ditemukan pada usia dibawah 6 tahun dapat dilakukan
1. Perkembangan tajam penglihatan dari 20/200 (6/60) hingga 20/20 (6/6), pada
waktu lahir hingga 3-5 tahun.
2. Periode yang sangat beresiko tinggi untuk terjadinya ambliopia deprivasi,
yaitu diusia beberapa bulan usia 7-8 tahun.
3. Periode dimana kesembuhan ambliopia masih dapat dicapai, yaitu sejak
terjadinya deprivasi sampai usia remaja atau bahkan dewasa.
Penglihatan yang yang baik harus jernih, bayangan terfokus pada kedua
mata. Bila bayangan kabur pada satu mata, atau bayangan tersebut tidak
sama pada kedua mata, maka jaras penglihatan tidak dapat melihat dengan
baik, bahkan dapat memburuk. Bila hal ini terjadi, otak akan “mematikan”
mata yang tidak fokus dan orang tersebut akan bergantung pada satu mata
untuk melihat.
2.1.3 Klasifikasi Ambliopia
Ambliopia Strabismik
Ambliopia yang terjadi akibat juling lama (biasanyan juling ke dalam pada anak
sebelum penglihatan tetap. Pada keadaan ini terjadi supresi pada mata tersebut
untuk mencegah gangguan penglihatan (diplopia). Kelainan ini disebut sebagai
ambliopia stabismik dimana kedudukan bola mata tidak sejajar sehingga hanya
satu mata yang diarahkan pada benda yang dilihat. 7,8,9,11,12
Fiksasi silang (menggunakan mata kiri untuk melirik kekanan dan mata kanan untuk
melirik ke kiri) merupakan anti uji ambliopia strabismik. Bila kondisi ini terjadi maka
tidak akan terdapat ambliopia. Ambliopia strabismik dapat pulih kembali pada usia di
bawah 9 tahun dengan menutup total mata yang baik. Penyulit strabismik ambliopia
bila mata baru mengalami juling akan terjadi keluhan diplopia. Bila terjadi berlagsung
lama dapat terjadi korespondensi retina yang abnormal. Korespondensi retina abnormal
terjadi bila korteks serebri sudah dapat menyesuaikan diri terdapat 2 titik yang tidak
sekorespoden menjadi satu titik yang sekoresponden. Akibatnya walaupun kedudukan
mata tetap dalam posisi juling tidak didapatkan keluhan diplopia atau melihat ganda.
Juling akan sukar diatasi bila sudah menjadi ambliopia atau sudah terjadi
korespondensi retina yang abnormal. Pada ambliopia dapat terjadi ambliopia supresi
akibat proses mental dimana bayangan pada satu mata diabaikan.
Fiksasi Eksentrik
Secara klinis bukti adanya fiksasi eksentrik, dapat dideteksi degan melihat reflex kornea
pada mata ambliopia tidak pada posisi sentral, dimana ia memfiksasi cahaya, dengan
mata dominan ditutup. Umumnya tajam penglihatan adalah 20/200 (6/60) atau lebih
buruk lagi. Penggunaan region nonfoveal untuk fiksasi tidak dapat disimpulakan sebagai
penyebab utama menurunnya penglihatan pada mata yang ambliopia. Mekanisme
fenomena ini masih belum diketahui.
Ambliopia Anisometropik
Ambliopia anisometropik terjadi akibat terdapatnya kelainan refraksi kedua mata yang
berbeda jauh. Akibat anisometropik mata bayangan benda pada kedua tidak sama besar
yang menimbulkan banyangan pada retina secara relatif diluar focus bila dibandingkan
dengan mata lainnya. Bayangan yang lebih buram akan disupres biasanya pada mata
yang lebih ametropik. Beda refraksi mata yang besar menyebabkan terbentuknya
bayangan kabur pada satu mata. Ambliopia yang terjadi akibat ketidakmampuan mata
berdifusi, akibat terdapatnya perbedaan refraksi antara kedua mata, astigmat unilateral
yang menyebabkan bayangan benda menjadi kabur.11,12
Ambliopia yang terjadi akibat perbedaan refraksi kedua mata besar atau lebih dari 2,5
dioptri, mengakibatkan gangguan fungsi penglihatan binokular tunggal, demikian pula
terjadi pada unilateral astigmatisme sehingga bayangan menjadi kabur. Pada mata sferis
maka dapat tidak terjadi bila mata yang lebih berat minusnya dipakai untuk melihat
dekat sedang yang normal dipakai untuk melihat jauh (terjadi melihat alternatif).
Ambliopia Deprivasi
Telah diketahui bahwa penderita ambliopia sulit untuk mengidentifikasi huruf yang
tersusun linear (sebaris) dibandingkan dengan huruf yang terisolasi, maka dapat kita
lakukan dengan meletakkan balok disekitar huruf tunggal. Hal ini disebut “Crowding
Phenomenon”.13
Terkadang mata ambliopia dengan tajam penglihatan 20/20 (6/6) pada huruf isolasi dapat
turun hingga 20/100 (6/30) bila ada interaksi bentuk (countour interaction). Perbedaan
yang besar ini terkadang muncul juga sewaktu pasien yang sedang diobati control, dimana
tajam penglihatannya jauh lebih baik pada huruf isolasi daripada huruf linear. Oleh Karena
itu, ambliopia belum dikatakan sembuh hingga tajam penglihatan linear kembali normal.
Menentukan tajam penglihatan mata ambliopia pada anak adalah pemeriksaan yang paling
penting. Walaupun untuk mendapatkan hasil pemeriksaan yang dapat dipercaya sulit pada
pasien anak-anak tapi untungnya penatalaksanaan ambliopia sangat efektif dan efisien pada
anak-anak.
Anak yang sudah mengetahui huruf balok dapat di tes dengan kartu Snellen standar. Untuk
Nonverbal Snellen, yang banyak digunakan adalah tes “E” dan tes “HOTV”. Tes lain
adalah dengan symbol LEA. Bentuk ini mudah bagi anak ± 1 tahun (todler), dan mirip
dengan konfigurasi huruf Snellen. Caranya sama dengan tes HOTV.7,13
Tes ini digunakan untuk membedakan ambliopia fungsional dan organic. Filter densitas
netral (Kodak No.96, ND 2.00 dan 0,50) dengan densitas yang cukup untuk
menurunkan tajam penglihatan mata normal dari 20/20 (6/6) menjadi 20/40 (6/12)
ditempatkan didepan mata yang ambliopik. Bila pasien menderita ambliopia tajam
penglihatan dengan NDF tetap sama dengan visus semula atau sedikit membaik.13
Jika ada ambliopia organik, tajam penglihatan menurun dengan nyata bila
digunakan filter, misalnya 20/100 (6/30) menjadi hitung jari atau lambaian tangan.
Keuntungan tes ini bisa, digunakan untuk skrining secara cepat sebelum, dikerjakan terapi
oklusi, apabila penyebab ambliopia tidak jelas.
Pada pasien ambliopia, sifat fiksasi haruslah ditentukan. Peglihatan sentral terletak
pada foveal; pada fiksasi eksentrik ditandai dengan tajam penglihatan 20/200 (6/60)
atau lebih buruk lagi. Tidak cukup hanya dengan menentukan sifat fiksasi hanya pada
posisi cahaya corneal. Fiksasi didiagnosis dengan menggunakan visusskops. Dan
dapat diokumentasikan dengan camera fundus Zepiess. Tes lain dapat dengan tes tutup
alternat untuk fiksasi eksentik bilateral.13
Visuskop
Posisi tanda asterisk di fundus pasien dicatat. Pengujian ini diulang beberapa kali utuk
menentukan ukuran daerah fiksasi eksentrik. Pada fiksasi sentral, tanda asterisk terletak
di fovea. Pada fiksasi eksentrik, mata akan bergeser sehingga asterisk bergerak ke
daerah ekstrafoveal dan fiksasi retina.
Tes tutup alternat (Alternat Cover Test) untuk fiksasi eksentrik bilateral
Fiksasi eksentrik bilateral adalah suatu kelainan yang jarang dijumpai dan terjadi pada
pasien-pasien ambliopia kongenital kedua belah mata dan dalam hal ini pada penyakit
macula bilateral dalam jangka lama. Misalnya bila kedua mata eksotropia atau esotarmia,
maka bila matakontrlateral ditutup, maka yang satunya tetap pada posisi semula,
tidak ada usaha untuk refraksi bayangan. Tes visuskop akan menunjukan adanya
fiksasi eksentrik pada kedua belah mata.13
2.1.5. Penatalaksanaan
Ambliopia pada kebanyakan kasus, dapat ditatalaksana dengan efektif selama satu
decade pertama. Lebih cepat tindakan terapeutik dilakukan, semkin besar pula peluang
keberhasilannya. Bila pada awal terapi berhasil, tidak menjamin penglihatan optimal
akan tetap bertahan, maka para klinis harus tetap waspada dan bersiap untuk
melakukan pentalaksanaan hingga penglihatan “matang” (sekitar 10 tahun).7,9,13
Penatalaksaan ambliopia meliputi:
Pengangkatan Katarak
Katarak yang dapat menyebabkan ambliopia harus segera dioperasi, tidak perlu
ditunda-tunda. Pengangkatan katarak kongenital pada usia 2-3 bulan pertama
kehidupan, sangat penting dilakukan agar penglihatan kembali pulih dengan optimal. Pada
kasus katarak bilateral, interval operasi yang pertama dan kedua setidaknya tidak lebih
dari 1-2 minggu. Terbentuknya katarak traumatika berat dan akut pada anak dibawah 6
tahun harus diangkat dalam beberapa minggu setelah kejadian trauma, bila
memungkinkan. Yang mana katarak traumatika itu sangat bersifat ambliopiogenik.
Kegagalan dalam “menjernihkan” media, memperbaiki optikan, dan penggunaan regular
mata yang terluka, akan mengakibatkan ambliopia berat dalam beberapa bulan, selambat-
lambatnya pada usia 6 hingga 8 tahun.13
Koreksi Refraksi
Bila ambliopia disebabkan kelainan refraksi atau anisometropia, maka dapat diterap
dengan kacamata atau lensa kontak. Ukuran kacamata untuk mata ambliopia diberi
dengan koreksi penuh dengan sikloplegia. Bila dijumpai myopia tinggi unilateral, lensa
kontak merupaka pilihan, karena bila memakai kacamata akan terasa berat dan
penampilannya (estetika) buruk.9
1. Oklusi
Terapi oklusi sudah dilakukan sejak abad ke-18 dan merupakan terapi pilihan, yang
keberhasilannya baik dan cepat, dapat dilakukan oklusi penuh waktu (full time) atau
paruh waktu (part-time).9,13
Ada dua aturan/standard full-time patching diberi selama 1 minggu untuk setiap
tahun usia, misalnya penderita ambliopia pada mata kanan berusia 3 tahun harus
memakai full-time patch selama 3 minggu, lalu dievaluasi kembali. Hal ini
untuk menghindarkan terjadinya ambliopia pada mata yang baik.
b. Oklusi Part-Time
Oklusi part-time adalah oklusi selama 1-6 jam per hari, akan member hasil sama
dengan oklusi full-time. Durasi interval buka dan tutup patch-nya tergantung
dari derajat ambliopia. Ambliopia Treatment Studies (ATS) telah membantu dalam
penjelasan peranan full-time patching dibanding part-time. Studi tersebut
menunjukkan, pasien usia 3-7 tahun dengan ambliopia berat (tajam penglihatan
antara 20/100 = 6/30 dan 20/400 = 6/120), full-time patching member efek
sama dengan penutupan selama 6 jam per hari. Dalam studi lain, patching 2
jam/hari menunjukan kemajuan tajam penglihatan hampir sama dengan patching
6 jam/hari pada ambliopia sedang/moderate (tajam penglihatan lebih baik dari
20/100) pasien usia 3-7 tahun. Dalam studi ini, patching dikombinasi dengan
aktivitas melihat dekat selama 1 jam/hari.7,9,13
Idealnya, terapi ambliopia diteruskan hingga terjadi fiksasi alternat atau tajam
penglihatan dengan Snellen linear 20/20 (6/6) pada masing-masing mata. Hasil
ini tidak selalu dapat dicapai. Sepanjang terapi terus menunjukkan kemajuan,
maka penatalaksanaan harus tetap diteruskan.
2. Degradasi Optikal
Pendekatan ini mempunyai beberapa keuntungan disbanding dengan oklusi, yaitu tidak
mengiritasi kulit dan lebih apik dilihat dari segi kosmetis. Dengan atropinisasi, anak sulit
untuk “menggagalkan” metode ini. Evaluasinya juga tidak perlu sesering oklusi. Metode
pilihan lain yang prinsipnya sama adalah dengan memberikan lensa positif dengan
ukuran tinggi (fogging) atau filter. Metode ini mencegah terjadinya efek samping
farmakologik atropine. Keuntungan lain dari metode atropinisasi dan metode non-oklusi
pada pasien dengan mata yang lurus (tidak strabismus) adalah kedua mata dapat
bekerjasama, jadi memungkinkan penglihatan binokular.7,9,13
BAB III
LAPORAN KASUS
3.2 ANAMNESIS
Keluhan Utama:
Penglihatan mata kanan kabur tanpa disertai mata merah sejak 1 tahun yang lalu.
Keluhan Tambahan:
Mata lelah, berair dan terasa pusing bila membaca terlalu lama di papan tulis
Awalnya pasien mengeluh kekaburan pandangan ini dirasakan kurang lebih satu tahun yang
lalu, namun kaburnya tidak seberat seperti sekarang. Sebelumnya pasien tidak pernah
menggunakan kacamata, dan pasien baru menyadari pandangannya semakin kabur sejak tiga
minggu yang lalu ketika tempat duduknya disekolah dipindah dibelakang yang sebelumnya
pasien duduk paling depan. Pasien mengeluhkan mata lelah, berair dan pusing bila membaca
tulisan di papan terlalu lama. Pasien sering memicingkan matanya agar dapat melihat lebih
jelas. Pasien melihat lebih jelas bila mata sebelah kanannya ditutup.
Keluhan penglihatan ganda disangkal oleh pasien. Riwayat kecelakaan yang mengenai mata
sebelumnya di sangkal, riwayat operasi mata sebelumnya disangkal. Bapak pasien memiliki
riwayat rabun jauh.
Status Generalis
KEPALA
Wajah : Simetris, normocephal, lesi (-)
Rambut : Warna hitam, persebaran merata, tidak mudah dicabut
Hidung : Pernafasan cuping hidung (-), epistaksis (-/-)
Mulut : Bibir sianosis (-), bibir kering (-)
Kesan : Dalam batas normal
Leher
Trakea : Pembesaran kelenjar getah bening (-)
KGB : Tidak ada pembesaran KGB leher
Kesan : Dalam batas normal
THORAKS
PARU
Inspeksi : Normochest, pergerakan dinding dada kanan-kiri simetris
Palpasi : Fremitus taktil kanan = fremitus taktil kiri
Perkusi : Sonor pada seluruh lapangan paru
Auskultasi : Vesikuler (+/+), wheezing (-/-), ronkhi (-/-)
Kesan : Pemeriksaan jantung dalam batas normal
JANTUNG
Inspeksi : Iktus kordis tidak tampak
Palpasi : Iktus kordis teraba pada ICS 5 midclavicula sinistra
Perkusi : B atas jantung normal
Auskultasi : Bunyi jantung I-II reguler, murmur(-), gallop(-)
Kesan : Pemeriksaan paru dalam batas normal
ABDOMEN
Inspeksi : Datar, lesi (-)
Auskultasi : Bising usus (+) 8x/menit
Perkusi : Timpani
Palpasi : Nyeri tekan (-)
Kesan : Pemeriksaan abdomen dalam batas normal
EKSTREMITAS
Superior : oedem (-/-), teraba hangat, CRT <2s
Inferior : oedem (-/-), teraba hangat, CRT <2s
Kesan : Dalam batas normal
STATUS OFTALMOLOGIS
OD OS
4/60 PH 6/12 VISUS 6/6
Orthoforia POSISI BOLA MATA Orthoforia
N TIO N
Eksoftalmus (-), endoftalmus (-), BULBUS OCULI Eksoftalmus (-), endoftalmus (-),
strabismus (-), nystagmus (-) strabismus (-), nystagmus (-)
Dalam batas normal SUPERSILIA Dalam batas normal
Edema (-), Hiperemis (-), Sekret (-), PALPEBRA Edema (-), Hiperemis (-), Sekret (-),
Trikiasis (-) SUPERIOR Trikiasis (-)
Edema (-), Hiperemis (-), Sekret (-), PALPEBRA Edema (-), Hiperemis (-), Sekret (-),
Trikiasis (-) INFERIOR Trikiasis (-)
Dalam batas normal SILIA Dalam batas normal
00 00
00 00
Baik ke segala arah Baik ke segala arah
+ +
+ + + +
+ + LAPANG PANDANG + uhkjhk +
+ + + +
+ +
KONJUNGTIVA
Injeksi (-), sekret (-) Injeksi (-), sekret (-)
BULBI
KONJUNGTIVA
Injeksi (-) Injeksi (-)
FORNIKS
KONJUNGTIVA
Injeksi (-), Sekret (-) Injeksi (-), Sekret (-)
TARSAL
Injeksi (-) ikterik (-) SKLERA Injeksi (-) ikterik (-)
Jernih, infiltrat (-), sikatrik (-) KORNEA Jernih, infiltrat (-), sikatrik (-)
Dalam COA Dalam
Kripta jelas, Sinekia (-) IRIS Kripta jelas, Sinekia (-)
Bulat, regular, Refleks cahaya (+) PUPIL Bulat, regular, Refleks cahaya (+)
Jernih LENSA Jernih
Tidak dilakukan pemeriksan FUNDUSKOPI Tidak dilakukan pemeriksan
(+)
CROWDING
Penurunan tajam penglihatan dari (-)
PHENOMENA
huruf isolasi ke huruf dalam baris
3.4 RESUME
Pasien An. laki-laki usia 14 tahun dengan dengan keluhan keluhan Penglihatan kabur pada mata
kanan tanpa disertai mata merah sejak 1 tahun yang lalu. Sebelumnya pasien tidak pernah
menggunakan kacamata, dan pasien baru menyadari pandangannya semakin kabur sejak tiga
minggu yang lalu ketika tempat duduknya disekolah dipindah dibelakang yang sebelumnya
pasien duduk paling depan. Pasien mengeluhkan mata lelah, berair dan pusing bila membaca
tulisan di papan terlalu lama. Pasien sering memicingkan matanya agar dapat melihat lebih
jelas. Pasien melihat lebih jelas bila mata sebelah kanannya ditutup. Keluhan penglihatan ganda
disangkal oleh pasien. Riwayat kecelakaan yang mengenai mata sebelumnya di sangkal, riwayat
operasi mata sebelumnya disangkal. Bapak pasien memiliki riwayat rabun jauh
Pemeriksaan ophtalmologi didapatkan VOD 4/60 maju dengan pinhole namun terbatas sampai
6/12 dan VOS 6/6. Crowding Phenomena OD (+) →Penurunan tajam penglihatan dari huruf
isolasi ke huruf dalam baris
3.7 PENATALAKSANAAN
Komunikasi, Informasi, Edukasi (KIE)
Memberikan Informasi mengenai penyakit pada matanya, hasil pemeriksaan dan rencana
terapi
Memberitahu keluarga dan pasien bahwa penyakit ini juga dapat dipengaruhi oleh factor
keturunan.
Kontrol rutin ke dokter spesialis mata.
Terapi
Terapi farmakologi:
Artificial tears eyedrops 3x1 tetes ODS
Terapi nonfarmakologi non operatif :
Koreksi penglihatan dengan kacamata untuk jarak jauh OD -3.50 dan OS plano
Edukasi:
Kacamata selalu dipakai saat melakukan aktivitas sehari-hari
Terapi oklusi dengan penutup (patch), mata dominan ditutup agar mata yang amblyopia
lebih dipakai untuk melihat
Membaca dalam ruangan dengan penerangan cukup
Membaca jangan dengan posisi tiduran
1. Cantor LB. Clinical optics. Dalam: Course BSaC, editor. San Fransisco:
American Academy Of Ophthalmology; 2018-2019.
2. Kuntadi W, Widadi SS, Hartono. Amblyopia among iunior high school students.
Ophthalmologica Indonesiana. 2015; 41(3).
3. Tailor V, Bossi M, Greenwood JA, Dahlmann-Noor A. Childhood amblyopia:
current management and new trends. British Medical Bulletin. 2016; 119: 75-86.
4. Richard London BW. Patients with amblyopia and strabismus. In: Benjamin WJ,
editor. Borish's clinical refraction. 2nd ed. Missouri: Elsevier Inc.; 2006.
5. Valeria Mocanu RH. Prevalence and risk factors of Amblyopia among refractive
errors in an Eastern European population. Medicina. 2018; 54(6):1-11.
6. Opthalmology AAO. Pediatric ophthalmology and strabismus. Dalam: Cantor,
editor. Basic and Clinical Science Course. San Fransisco: Elsevier; 2018-2019.
7. American Academy of Ophthalmology. Chapter 5: Amblyopia; Section 6; Basic
and Clinical Science Course; 2004-2005.
8. McConaghy JR, McGuirk R. Amblyopia: detection and treatment. Am Fam
Physician. 2019; 100 (12): 745-50.
9. Park SH. Current management of childhood amblyopia. Korean J Ophthalmol.
2019; 33 (6): 557-68.
10. Yen KG. Amblyopia; 2018.
11. Greenwald MJ, Parks MM. Duane’s clinical ophthalmology. Philadelphia: J.B.
Lippincott Company; 1983.
12. Estu D. Ambliopia. Dalam: Sitorus RS, Sitompul R, Widyawati S, Bani AP,
editor. Buku ajar oftalmologi. Jakarta: Badan Penerbit FKUI; 2017.
13. Langston DP. Manual of ocular diagnosis and therapy. 5th Edition. Philadelphia:
Lippincott Wlliams & Wilkins
14. Bowling B. Kanski’s clinical ophthalmology a systematic approach. Sydney:
Elsevier; 2016.
15. Marjean A. Taylor KTWR, Polasky M. Patients with anisometropia and
aniseikonia. Dalam: Benjamin WJ, editor. Borish's clinical Refraction. 2nd ed.
Missouri: Elsevier Inc; 2006.
16. Courtney L, Kraus SMC. New advances in amblyopia therapy I: Binocular
therapies and pharmacologic augmentation. British Journal of Ophthalmology.
2018; 102: 1492-6.
17. Ophthalmology AAO. Amblyopia preferred practice pattern. San Francisco:
Elsevier Inc; 2017.
18. Bradfield YS. Identification and treatment of amblyopia. American Family
Physician Journal. 2013; 87 (5): 348-52.
19. Michael W. Rouse JSC, Cotter SA, Press LJ, Tannen BM. Optometric clinical
practice guideline care of the patient with amblyopia. Dalam: Association AO,
editor. St. Louis; 2004.
20. Andrew T. Astle PVM, Webb BS. Can human amblyopia be treated
in adulthood. Dalam: Group EPF, editor. Nottingham: Strabismus Author
manuscript; 2011.
21. Miller D. Review of moxifloxacin hydrochloride ophthalmic solution in
the treatment of bacterial eye infections. Clinical Ophthalmology. 2008; 2 (1): 77-91.
22. Johnson ME, Murphy PJ, Boulton M. Effectiveness of sodium
hyaluronate eyedrops in the treatment of dry eye. Graefe's Arch Clin Exp
Ophthalmol. 2006; 244: 109-12.
23. Guyton AC, Hall JE. Textbook of medical physiology. 11th ed. Philadelphia:
Elsevier Inc; 2006:613-50.
24. Tortora GJ, Derrickson B. Principles of anatomy and physiology. 12th ed.
United States of America: John Wiley & Sons, Inc; 2008.
25. Ilyas S, Yulianti SR. Ilmu penyakit mata. 5th ed. Jakarta: Balai Penerbit Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia; 2014:64-90.
26. Perhimpunan Dokter Speliasis Mata Indonesia (PERDAMI). Panduan
manajemen klinis PERDAMI. Jakarta: CV Ondo; 2006;9-15.