MANAJEMEN AMBLIOPIA
0
PENDAHULUAN
Ambliopia adalah penurunan tajam penglihatan baik unilateral atau bilateral yang
tidak dapat dikoreksi dengan kacamata dan tidak ditemukan kelainan organik yang dapat
dilihat dengan pemeriksaan oftalmoskopi maupun pada jalur visual posterior.(1,4,8,11)
Ambliopia disebabkan oleh abnormalitas atau gangguan pengalaman visual pada masa
awal kehidupan, antara lain akibat : (1)
1. Strabismus
2. Anisometropia atau isometropia
3. Kelainan lain yang menurunkan kualitas transmisi bayangan dari mata ke otak
/ deprivasi visual
Ambliopia merupakan cacat penglihatan terbanyak yang ditemukan pada masa
kanak-kanak (childhood) dibandingkan dengan penyebab lain. Keadaan ini sebenarnya
berpotensi untuk kembali normal jika dideteksi dan diterapi lebih awal, selama masa
sensitif perkembangan sistem penglihatan.(7,16,17) Prevalensi ambliopia pada masa kanak-
kanak di Amerika Utara ditemukan 2-4 %.(1)
Diantara berbagai penyebab yang dapat menimbulkan ambliopia (kelainan
refraksi baik anisometropia atau isometropia, strabismus dan deprivasi), pada suatu
penelitian yang dilakukan oleh Shaw dkk di Singapore pada tahun 1981 didapatkan
ambliopia strabismus 45 %, kombinasi ambliopia strabismus dan anisometropia 35 %,
ambliopia anisometropia 17 %, dan ambliopia deprivatif 3 %. (16) Keadaan-keadaan
tersebut dapat mengakibatkan melemahnya penglihatan foveal.
Penting untuk mengenal atau mendiagnosa ambliopia lebih awal karena pada
sebagian besar kasus, visual loss atau resiko untuk timbulnya ambliopia dapat dicegah
atau dapat dicapai perbaikan yang bermakna terhadap ketajaman penglihatan dengan
intervensi yang tepat.(1,10) Akan tetapi kadang-kadang tidak terjadi perbaikan walaupun
dibawah kondisi ideal.(2,20)
Tujuan pengobatan ambliopia adalah mengusahakan agar penglihatan mata yang
ambliopia menjadi jelas pada usia sedini mungkin. Prinsip penanganan ambliopia adalah
memaksakan sipasien agar tergantung secara visuil pada mata yang telah berkurang
ketajamannya. Metode yang biasanya digunakan untuk mencapai hal ini adalah dengan
mengoklusi mata yang memiliki ketajaman yang lebih baik. Namun terdapat metode-
1
metode lain, seperti penalisasi, pleoptik, CAM vision stimulator, terapi dengan filter
merah dan terapi sistemik.(14,17)
Terdapat beberapa langkah dalam pengobatan ambliopia yaitu : menyingkirkan
berbagai penyebab hambatan pandangan, mengoreksi kelainan refraksi dan memaksa
memakai mata yang visusnya jelek dengan membatasi penggunaan mata yang lebih baik.
(1,11,21)
Kurangnya ketaatan terhadap jadwal pengobatan (mengintip melalui penutup atau
kurangnya pengawasan oleh orang tua) dapat menjadi faktor kegagalan terapi. (2) Hasil
terapi tergantung oleh berbagai faktor diantaranya jenis ambliopia, visus awal, kepatuhan
dan usia dimulainya terapi.(19)
KLASIFIKASI (6,10,11)
1. Ambliopia Strabismik
2. Ambliopia Anisometropik
2
3. Ambliopia Deprivasi
Istilah lama yang digunakan untuk ambliopia deprivasi adalah ambliopia ex.
anopsia atau difuse ambliopia yang kadang-kadang masih dipakai. Biasanya
disebabkan oleh opasitas media kongenital atau early acquired. Merupakan
bentuk paling bahaya merusak dan sukar diterapi. Hilangnya visus akibat
deprivasi unilateral lebih berat dibandingkan deprivasi bilateral (dengan derajat
yang sama). Penyebab dari deprivasi adalah ptosis komplit, kekeruhan kornea,
katarak kongenital, deprivasi iatrogenik dan kekeruhan media lainnya. Katarak
kongenital padat yang terletak disentral ukuran lebih 3mm pada anak usia
dibawah 6 tahun harus dipertimbangkan dapat menyebabkan ambliopia berat. Jika
anak usia diatas 6 tahun dengan katarak yang sama (acquired) umumnya kurang
berbahaya.(1,20)
4. Ambliopia Oklusi
PENGOBATAN
Penanganan awal penting guna mendapatkan ketajaman visual yang baik pada pada
pasien-pasien ambliopia. Strategi dasar pada penanganan ambliopia adalah pertama
mendapatkan gambaran retina yang jelas dan kemudian mengoreksi mata yang dominan.
Koreksi mata yang dominan didapatkan dengan memaksakan fiksasi mata yang ambliop
3
dengan pemakaian “patch” atau mengaburkan penglihatan dari mata yang baik.(21) Visus
pada ambliopia tidak akan membaik secara spontan tanpa terapi yang efektif. (4)
1. Ekstraksi Katarak
Ekstraksi lensa yang mengalami kekeruhan kongenital dalam 2-3 bulan pertama
kehidupan memerlukan perbaikan penglihatan yang optimal. Pada kasus katarak yang
simetris bilateral, interval antara operasi mata pertama dengan kedua tidak lebih dari
1-2 minggu. Pada katarak traumatik usia kurang dari 6 tahun harus dilakukan
ekstraksi dalam minggu-minggu pertama setelah trauma.(1)
2. Koreksi Refraksi
4
3. Terapi Oklusi (1,6,8,20)
Terapi oklusi pertama kali digunakan sebagai terapi ambliopia yaitu pada
tahun 1722 dan merupakan terapi standar dan paling utama yang digunakan untuk
ambliopia.(9,18) Cara dan lamanya terapi oklusi sangat individual.
Terapi oklusi lebih mudah dilakukan pada bayi dibandingkan anak-anak.(16)
Mata yang baik ditutup untuk merangsang mata yang mengalami ambliopia. Oklusi
tergantung pada umur pasien, penyebab ambliopia dan beratnya ambliopia. Apabila
terdapat kelainan refraksi yang cukup signifikan, diberikan juga koreksi kacamata. (2,8)
Oklusi dapat dilakukan dengan adhesive patches ditujukan untuk menghindarkan
ketidakpatuhan pasien dengan mengintip.
Prinsip terapi oklusi : penutupan 1 minggu setiap tahun usia dan dilakukan
pengecekan terhadap visus kedua mata. Visus, terutama pada anak yang sangat muda
sebaiknya diperiksa setiap beberapa minggu pada kedua mata untuk memastikan
bahwa tidak terjadi ambliopia oklusi saat penutupan . Jika visus yang baik atau
alternating fiksasi tercapai oklusi dijadikan part-time, contoh 6 jam perhari diikuti
setiap 2-3 bulan sampai tepat waktu untuk dilakukan operasi kosmetik jika
dibutuhkan. Postoperatif pasien sebaiknya diikuti dengan sering selama fase part-
time oklusi karena ambliopia dapat juga terjadi walaupun sudah dilakukan operasi.(9,15)
Terapi aktif pada oklusi merupakan hal tambahan yang penting dalam
penaganan ambliopia. Terapi aktif dapat dilakukan dirumah berupa permainan
menghubungkan titik-titik, merangkai tasbih, membaca, menulis dan bermain
komputer. Terapi aktif ini dapat menunjang terapi oklusi karena: tidak saja membantu
masalah ketidakpatuhan pada terapi oklusi saja tetapi juga membantu akomodasi dan
fiksasi. Ternyata dalam suatu penelitian francois dan James mendapatkan bahwa tidak
terdapat perbedaan visus antara terapi oklusi saja dengan terapi oklusi ditambah
dengan terapi aktif, hanya saja didapatkan pada terapi oklusi dengan terapi aktif
perbaikan visus 2 bulan lebih cepat.(16) Pada penelitian lain, untuk ambliopia
strabismus, terapi oklusi lebih efektif (74%) dibandingkan hanya dengan terapi
kacamata saja (59%).(3)
Pada beberapa penelitian terhadap binatang, para peneliti mendapatkan bahwa
binatang-binatang yang diletakkan pada ruang gelap total selama beberapa bulan
5
tidaklah mendapat ambliopia yang berat dan perkembangan visuil mereka hanya
sedikit terperngaruh. Sebuah penelitian oleh Hoyt pada neonatus dengan
hiperbilirubinemia yang diterapi dengan lampu bilirubin; dimana mereka diberi patch
secara bilateral dari beberapa hari hingga 2 minggu menunjukkan bahwa mereka
tidak mengalami peningkatan insidens ambliopia maupun strabismus. Pada sebuah
laporan yang lain, seorang neonatus yang mendapat pemakaian patch bilateral
selama17 hari setelah perdarahan vitreus berat dan hifema selama 2 minggu. Follow
up nya pada usia 3 tahun menunjukkan ketajaman penglihatan 20/30 pada masing-
masing mata dan adanya esoforia akomodatif ringan dengan fusi yang bagus. Karena
itu dianjurkan pembatasan pemakaian patch secara bilateral untuk maksimal 2-3
minggu.(21)
Terapi awal standar adalah penutupan terus menerus. Pada beberapa kasus
hanya digunakan penutupan sesetengah waktu apabila ambliopianya tidak terlalu
berat atau anak terlalu muda. Penutupan terus-menerus dapat dilakukan sampai
beberapa minggu ( setara dengan usia anak dalam tahun ) tanpa resiko penurunan
penglihatan pada mata yang baik. Terapi oklusi dilanjutkan selama ketajaman
penglihatan membaik (kadang-kadang sampai setahun). Penutupan sebaiknya
tidak terus-menerus lebih dari 4 bulan apabila tidak terdapat kemajuan.(2)
6
Penutupan mata sepanjang waktu pada mata yang terkena dimaksudkan untuk
menutup mata sepanjang waktu pada saat pasien terjaga. Ini merupakan kekuatan
yang paling besar dalam penanganan ambliopia dengan cara memaksa mata yang
rusak. Kacamata dengan penutup atau lensa kontak opaque khusus dapat
digunakan sebagai alternatif untuk penutupan sepanjang waktu jika iritasi kulit
atau gesekan ringan menjadi masalah yang berarti, artinya pengawasan tertutup
menjamin bahwa kacamata berada pada tempatnya secara konsisten.
b. Stadium Pemeliharaan
7
2. Lensa
Anak-anak biasanya menerima oklusi lensa dan tidak menarik kaca
matanya guna mengintip dibalik lensa penutup bila ketajaman pada mata
ambliopia lebih baik dari 20/60 (6/18). Ini merupakan bentuk oklusi yang lebih
disukai pada anak-anak yang menggunakan kaca mata dan yang memiliki
ketajaman paling kurang 20/50 (6/15). Penutup Lindre yang melekat pada
belakang lensa kaca mata dengan lapisan karet halus yag menghalangi sinar
masuk pada mata yang dioklusi, tidak lebih baik dibanding hanya sekedar
menutupi lensa dengan perekat.
3. Lensa Kontak
Lensa kontak paling sering digunakan pada pasien-pasien dengan afakia
atau anisometropia derajat tinggi. Namun, lensa kontak keras bukanlah metoda
yang praktis guna mengontrol ambliopia strabismus. Kemungkinan lensa kontak
akan menjadi sebuah metode oklusi yang praktis dengan pengembangan sebuah
lensa lunak yang menutupi keseluruhan kornea dan menutup mata karena
keopakannya, dimana ia dapat ditinggalkan dimata secara aman untuk
sepanjang hari kerja.
Tujuan terapi oklusi adalah guna menajamkan kemampuan fiksasi atau
tajam penglihatan pada kedua mata. Bila penglihatan tidak terperbaiki dalam 6
bulan, terapi tidak dilanjutkan. Bila penglihatan telah maksimal diperbaiki dan
terapi pentupan dihentikan, terdapat sebuah kemungkinan 50 % kembalinya
ambliopia. Penting guna mengenal munculnya kembali ambliopia secara cepat
dan memulai oklusi paruh waktu. Sekali gambaran ini tampak pada seorang
pasien, oklusi paruh waktu dilanjutkan hingga mencapai usia 9 tahun. Kemudian
ketajaman penglihatan biasanya akan menetap seumur hidup.
Ketidakpatuhan pasien dalam terapi oklusi biasanya disebabkan oleh rasa tidak
nyaman, poor vision, dan kecemasan sosial. Kegagalan dalam terapi ini umumnya
berhubungan langsung dengan kurangnya pengetahuan mengenai batasan waktu
untuk terapi yang efektif atau critical period.
8
4. Penalisasi (2,6,20)
9
Penalisasi atropin biasanya memerlukan hipermetropia + 3.00 D/lebih pada mata
yang sehat guna mencapai kekaburan yang signifikan untuk menukar fiksasi. Adalah
penting untuk dicatat bahwa pengaburan mata yang baik menuju ketajaman visual
yang lebih rendah dibanding mata yang ambliop tidak menjamin sebuah pertukaran
fiksasi menuju mata yang ambliop. Penalisasi pada anak kecil dapat menimbulkan
ambliop yang reversal, hingga pasien usia 4 tahun/ lebih muda harus dufollow up
ketat bila menjalani terapi penalisasi atropin.
5. Pleoptik
Pleoptik merupakan suatu metoda penanganan fiksasi eksentris yang
berhubungan dengan ambliopia yang berat. Sebuah cincin cahaya yang terang
diarahkan disekitar fovea guna membutakan secara temporer atau mensaturasi
fotoreseptor-fotoreseptor disekeliling fovea. Ini mengeliminasi penglihatan dari titik
fiksasi eksentris dan memaksakan fiksasi menuju fovea. Terapi pleoptik diberikan
beberapa waktu dalam seminggu guna memperkuat terapi oklusi. Kebanyakan dokter
mendapati bahwa pleoptik tidak lebih baik dibanding terapi oklusi standar. (6,12,21)
7. Terapi sistemik
10
ini diteliti perbandingan penggunaan L-dopa saja, penggunaan L-dopa
denga 3 jam oklusi perhari dan L-dopa dengan oklusi sepanjang waktu,
ternyata didapatkan tidak ada perbedaan antara ketiga kelompok ini
2. Cytikolin ( cystidin-5-diphosphocholine)
Obat ini lebih jarang digunakan sebagai terapi karena pemberian
nya dengan injeksi intamuskular sehingga obat ini kurang dianjurkan
dibandingkan dengan terapi lain
8. Filter Merah
Metoda ini digunakan untuk pengobatan ambliopia dengan fiksasi eksentrik. Cara
kerjanya yaitu pada mata yang sehat dilakukan oklusi total kemudian pada mata yang
ambliop dipasang filter merah pada kacamata.(12)
KOMPLIKASI TERAPI
11
KEPATUHAN
Kepatuhan merupakan kunci keberhasilan dari terapi ambliopia sehingga jika hal
ini tidak dilakukan akan menurunkan efektifitas terapi. Alasan ketidakpatuhan ini
disebabkan oleh : penurunan visus, iritasi kulit dan alasan psikososial. Terapi topikal
farmakologi merupakan terapi yang angka kepatuhannya cukup baik, pemberian obat
tetes hanya 1 kali sehari.(17)
Ketidakpatuhan pada regimen terapi yang kurang menyenangkan merupakan
masalah yang umum yang dapat memperlama waktu terapi. Jika terdapat kesulitan pada
metoda terapi tertentu, cari alternatif bentuk terapi lain. Keluarga yang kurang
memotivasi diberikan pengertian pentingnya terapi tersebut, beritahu jika terapi
dikerjakan dengan rutin dan tepat lama-kelamaan usaha yang dibutuhkan tiap harinya
makin berkurang. Masalah yang timbul pada anak bervariasi tergantung umur.
Memberitahu tujuan dan menawarkan hadiah akan lebih berhasil, atau bisa juga bermain
dengan patch (misal mendekorasi patch tiap hari). Bisa juga anak disuruh langsung oleh
dokternya .(1)
PROGNOSA
Prognosa ambliopia tergantung pada usia pasien, tingkat beratnya ambliopia dan
jenis ambliopia. Semakin awal ambliopianya terjadi, dan semakin lama ia tidak diterapi,
maka semakin buruk prognosanya. Tiap kasus harus dievaluasi secara individual guna
memastikan apakah anak tadi terlalu tua guna menjalani terapi ambliopia. Perbaikan
ketajaman penglihatan harus didokumentasikan bila si anak diterapi pada masa akhir
kanak-kanak setelah usia 8 tahun.(21)
DAFTAR PUSTAKA
12
1. American Academy of Ophthalmology. Amblyopia. In: Pediatric Ophthalmology
and Strabismus. 2005-2006;6:63-70
2. Asbury T, Burke MJ. Srabismus. In: General Ophthalmology. London; 1992.p.239
3. Cleary M. Efficacy of Occlusion for Strabismic Ambliopia : can An Optimal
Duration be Identified? In: British Journal of Ophthalmology. 2000;84:572-578
4. Dorey SE, Adams GGm Lee JP, Sloper JJ. Intensive Occlusion Therapy for
Ambliopia. In: British Journal of Ophthalmology. 2001;85:310-313
5. Fleck BW. Ambliopia terapi. In: British Journal of Ophthalmology. 2003;87:255-
256
6. Helveston. EM, Ellis FD. Amblyopia. In:Pediatric Ophthalmology Practice.
London;1984.p.77-89
7. Hoyt C. Ambliopia. In: British Journal of Ophthalmology. 2000;84:944-945
8. Kanski J. Strabismus. In: Clinical Ophthalmology. Oxford; 1999.p. 518-519
9. Langston DP, Stromberg A. Extraocular Muscle, Strabismus and Nystagmus. In:
Manual of Ocular Dignosis an Therapy. Boston;1996.p.319
10. Mallah MK, Chakravarthy U, Hart PM. Ambliopia: is Visual Loss Permanent? In:
British Journal of Ophthalmology. 2000;84:952-956
11. Moody EA. Ambyopia. In: Pediatric Ophthalmology. London.p.185-191
12. Muslim, Sastradiwirya I. Pengobatan Ambliopia. Naskah Lengkap KPPIM IV dan
Diskusi Ilmiah Perdami XII.. Padang;1986.p.32-39
13. Nolan AF, McCann A, O’Keefe M. Atropine Panalisation versus Occlusion as the
Primary Treatement for Ambliopia. In: British Journal of Ophthalmology.
1997;87:54-57
14. Noorden GK. Penilaian Status Sensorik. Atlas Strabismus. EGC.
Jakarta;1988.p.78 Wong TY. Open Angle Glaukcomas. In: The Ophthalmology
Examination Riview. Singapore; 2001.p.63
15. Park MM. Treatment of the Sensorial Adaptations and Amblyopia. In; Ocular
Motility and Strabismus. New York;1975.p.95-98
16. Quah BL, Tay MT, Lee LK. A Study of Amblyopia in 18-19 Year Old Males. In:
Singapore Med J. 1991; Vol32: 126-129
17. Repka.MX. Amblyopia Management. In: Pediatric Ophthalmology and
Strabismus. London. Third Edition.2005.p.862-867
18. Stewart CE, Fielder AR, Stephens DA, Moseley MJ. Design of the Monitored
Occlusion Tretement of ambliopia Study (MOTAS). In: British Journal of
Ophthalmology. 2002;86:915-919
19. Tan JHY, Thomson JR, Gottlob I. Diffrences in the Management of Ambliopia
Between European Countries. In : British Journal of Ophthalmology.
2003;87:291-296
20. Wong TY. Amblyopia. In: The Ophthalmology Examination Riview. Singapore;
2001.p.379-381
21. Wright KW. Visual Development, Amblyopia and Sesory Adaptations. In;
Pediatric ophthalmology and Strabismus. Ohio. 1995.p.130-131
13