Anda di halaman 1dari 16

REFERAT

AMBLIOPIA

Pembimbing :

dr. Binto Akturusiano, Sp.M

Disusun Oleh :

Ajeng Salsabilla
121810021

Program Pendidikan Profesi Dokter Departemen Ilmu Penyakit Mata

Rumah Sakit Umum Daerah Waled

Universitas Swadaya Gunung Jati

Cirebon

2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT, karena dengan rahmat dan karunia-Nya
penulis dapat menyelesaikan Referat yang berjudul “Ambliopia”. Referat ini ditulis
untuk menambahkan pengetahuan dan wawasan mengenai Ambliopia yang
merupakan salah satu syarat dalam mengikuti Kepaniteraan Klinik di Bagian Ilmu
Kesehatan Mata Fakultas Kedokteran UGJ Cirebon.

Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terimakasih kepada dokter


pembimbing, dr. Binto Akturusiano, Sp.M yang telah meluangkan waktu untuk
membimbing dan memberikan pengarahan dalam referat ini dari awal hingga selesai.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa referat ini masih jauh dari


kesempurnaan. Oleh karena itu penulis sangant mengharapkan kritik yang
membangun dan saran demi perbaikan dimasa yang akan datang. Semoga referatini
dapat berguna bagi kita semua.

Cirebon, Juli 2022

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI................................................................................. …..……….
BAB I PENDAHULUAN................................................................................. 1

1.1 Latar Belakang............................................................................................. 1

BAB II PEMBAHASAN................................................................................... 2

2.1 Definisi......................................................................................................... 3

2.2 Epidemiologi................................................................................................ 3

2.3 Faktor Risiko................................................................................................ 3

2.4 Etiologi......................................................................................................... 4

2.6 Klasifikasi..................................................................................................... 4

2.5 Patofisiologi.................................................................................................. 5

2.7 Manifestasi Klinis........................................................................................ 6

2.8 Tatalaksana.................................................................................................. 8

2.9 Pencegahan.................................................................................................. 10

2.10 Prognosis................................................................................................... 11

BAB III KESIMPULAN..................................................................................12

DAFTAR PUSTAKA.......................................................................................13

ii
BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Ambliopia adalah suatu kondisi mata yang ditandai dengan penurunan visus
unilateral atau bilateral yang telah dikoreksi maksimal, tanpa adanya kelainan
pada struktur bola mata maupun pada jalur visual.1 Prevalensi kejadian ambliopia
pada beberapa penelitian global hasilnya bervariasi dari 0,2 hingga 6,2% pada
anak-anak dan 1,44 - 5,6% pada orang dewasa. Prevalensi ambliopia meningkat
hingga empat kali lipat pada kelahiran prematur, kecil menurut usia kehamilan,
perkembangan terhambat, dan adanya riwayat keluarga dengan ambliopia.2
Ambliopia dapat terjadi juga karena adanya faktor risiko dari ibu selama
hamil diantaranya ialahusia ibu saat hamil (≥ 35 tahun), riwayat merokok atau
bekerja di lingkungan mengandung zat toksik saat hamil, dan indeks massa tubuh
ibu kurang dari 18 sebelum masa konsepsi. Klasifikasi ambliopia dibagi ke dalam
beberapa kategori dengan nama yang sesuai dengan penyebabnya yaitu ambliopia
strabismik, ambliopia anisometropik, ambliopia isometropia dan ambliopia
deprivasi.2
Keluhan yang dirasakan penderita ambliopia diantaranya, berkurangnya
penglihatan pada salah satu mata, menurunnya tajam penglihatan terutama pada
fenomena crowding, adanya anisokoria, tidak mempengaruhi penglihatan warna
dan biasanya daya akomodasi menurun.3 Pada pemeriksaan tajam penglihatan,
fenomena crowding merupakan tanda khas ambliopia, yaitu kesulitan
mengidentifikasi huruf jika huruf tersebut ditampilkan dalam satu barisan linear
bersama huruf-huruf lain seperti pada bagan Snellen, dibandingkan jika
huruf ditampilkan secara individual.2
Tingkat kesuksesan terapi ambliopia meningkat jika dilakukan intervensi dini
terutama pada masa sensitif perkembangan sistem penglihatan anak. Tujuan terapi
adalah mendapatkan penglihatan jelas dan mencapai tajam penglihatan yang

1
2

seimbang antara kedua mata, walaupun pada beberapa kasus mungkin tidak dapat
tercapai.2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Ambliopia adalah kondisi dimana terjadinya penurunan tajam penglihatan
yang terjadi unilateral atau bilateral, walaupun dengan koreksi tajam penglihatan
terbaik yang tidak berhubungan dengan kelainan struktural anatomi mata ataupun
jaras penglihatan. Ambliopia biasanya melibatkan tajam penglihatan sentral,
sedangkan penglihatan perifer biasanya tidak terganggu atau normal. Ambliopia
merupakan penyebab penurunan tajam penglihatan yang paling sering ditemukan
pada anak.2
2.2 Epidemiologi
Prevalensi ambliopia secara global diperkiran sekitar 0,2%-6,2%. The Avon
Longitudinal Study of Parents and Children (ALSPAC) dari inggris mengatakn
bahwa satu dari 30 anak yang berusia 7 tahun menderita ambliopia. Dari
penelitian dengan jumlah sampel 1231 anak-anak didapatkan hasil penelitian ialah
35 sampel atau 2,8% mengalami ambliopia dengan 18 sampel 51.4% di diagnosis
megalami unilateral ambliopia.4 Di Indonesia sendiri didapatkan prevalensi
ambliopia pada siswa kelas 1 sekolah dasar (SD) di Kotamadya Bandung pada
tahun 1989 sebesar 1,56%. Penelitian mengenai ambliopia pada 2268 siswa SD
usia 7-13 tahun di Yogyakarta pada tahun 2008 mendapatkan hasil ambliopia
1,5%. Prevalensi ambliopia lebih tinggi terjadi pada negara berkembang.5
2.3 Faktor Risiko
Faktor risiko ambliopia antara lain:2,4
 Kelahiran prematur
 Kecil menurut usia kehamilan
 Skor APGAR kurang dari 7
 Perkembangan terhambat, dan

3
4

 Riwayat keluarga dengan ambliopia.

Faktor risiko dari ibu:2

 Usia ibu saat hamil (≥ 35 tahun)


 Riwayat merokok atau bekerja di lingkungan mengandung zat
toksik saat hamil, dan
 Indeks massa tubuh ibu kurang dari 18 sebelum
masa konsepsi.
2.4 Etiologi
Penyebab ambliopia diantaranya ialah strabismus (50%), kelainan refraksi
yang tidak setara (anisometropia) (17%), kombinasi strabismus dan anisometropia
(30%), ametropia (<3%), deprivasi stimulus atau penglihatan (3%), serta
gangguan organik pada retina atau saraf optic (<3%).2
2.5 Klasifikasi Ambliopia
1) Ambliopia Strabismik
Keadaan mata juling atau deviasi salah satu mata menyebabkan pembentukan
bayangan pada kedua mata berbeda, sehingga tidak terjadi fusi.2 Dimana
kedudukan bola mata tidak sejajar sehingga hanya satu mata yang diarahkan
pada benda yang dilihat. Ambliopia strabismik ditemukan pada penderita
esotropia dan jarang pada mata dengan ekstropia. Ambliopia strabismik dapat
pulih dkembali pada usia dibawah 9 tahun dengan cara menutup total mata
yang normal.3
2) Ambliopia Refraktif
Ambliopia refraktif disebabkan oleh pembentukan bayangan yang tidak fokus
pada retina secara konsisten pada satu atau kedua mata. Penglihatan membaik
setelah beberapa bulan menggunakan kacamata koreksi.2,3
3) Ambliopia Anisometropik
Ambliopia terjadi jika terdapat perbedaan refraksi antara kedua mata
setidaknya 1 D menyebabkan kedua mata sulit menyatukan bayangan
5

(binocular single vision) karena salah satu bayangannya lebih kabur. Mata
dengan status kelainan refraksi lebih tinggi membutuhkan usaha fokus lebih
besar untuk membentuk bayangan yang jelas pada retina, sehingga sering
dibiarkan dalam keadaan tidak fokus. Penglihatan kabur ini apabila kronis
akan menimbulkan ambliopia.2
4) Ambliopia Isoametropik
Ambliopia isoametropik atau disebut juga ambliopia ametropik bilateral
merupakan jenis ambliopia yang jarang; terjadi pada anak-anak dengan
kelainan refraksi hampir sama besar pada kedua mata walaupun sudah
dikoreksi maksimal. Penurunan penglihatan terjadi pada kedua mata karena
akomodasi sering tidak adekuat untuk membentuk gambaran yang jelas pada
retina, menyebabkan perkembangan subnormal korteks visual.2
5) Ambliopia Deprivasi
Kejadian ambliopia deprivasi sangat jarang; terjadi apabila terdapat hambatan
atau obstruksi sepanjang aksis penglihatan seperti kekeruhan media refrakta
(kornea keruh, katarak, perdarahan vitreus), blefaroptosis, atau tumor palpebra
pada masa kritis perkembangan korteks visual. Walaupun kasus kejadian
ambliopia akibat deprivasi kurang dari 3%, jenis ambliopia ini merupakan
yang terberat dan sulit diterapi dibandingkan jenis ambliopia lain.2
2.6 Patofisiologi
Pada saat lahir, sistem penglihatan belum terbentuk sempurna. Tajam
penglihatan akan membaik dan stereopsis terbentuk pada beberapa bulan pertama
masa kehidupan. Mielinasi saraf optik, perkembangan korteks visual, dan
pertumbuhan nucleus genikulatum lateral terjadi dalam 2 tahun pertama.
Sedangkan fovea, bagian retina yang sensitif terhadap rangsangan visual akan
mencapai perkembangan sempurna pada usia sekitar 4 tahun. Masa kehidupan 7
sampai 8 tahun pertama merupakan masa yang sensitif untuk perkembangan
sistem visual; disebut juga sebagai masa kritis.2
6

Perkembangan jaras penglihatan pada sistem saraf pusat memerlukan otak


untuk menerima gambaran yang sama jelas dan fokus dari kedua mata. Gangguan
atau terhambatnya perkembangan jaras penglihatan akibat perangsangan visual
abnormal akan menimbulkan ambliopia. Dasar fisiologi ambliopia terletak pada
perubahan morfologi korteks visual dan nukleus genikulatum lateral. Gangguan
korteks visual merupakan dasar fenomena “crowding” pada pemeriksaan optotip,
yaitu penderita lebih bisa mengidentifikasi huruf jika ditampilkan satu per satu
daripada dalam satu barisan linear bersama huruf lainnya.2

Gambar 1. Penglihatan penderita ambliopia


2.7 Manifestasi Klinis
Pada anamnesis, perlu ditanyakan pada orang tua adanya riwayat strabismus
atau ambliopia dalam keluarga, tortikolis (posisi kepala abnormal), nistagmus,
menyipitkan satu mata atau strabismus pada anak.2 Terdapat beberapa tanda pada
mata dengan ambliopia, diantaranya:3
 Berkurangnya penglihatan pada salah satu mata
 Menurunnya tajam penglihatan terutama pada fenomena crowding
7

 Adanya anisokoria
 Tidak mempengaruhi penglihatan warna
 Biasanya daya akomodasi menurun

Gambar 2. Tanda penderita ambliopia

Pemeriksaan Ambliopia
1) Uji Crowding Phenomena3
 Penderita diminta membaca huruf pada Snellen Chart sampai huruf
terkecil yang dibuka satu persatu atau diisolasi.
 Kemudian isolasi huruf dibuka dan pasien disuruh melihat sebaris
huruf yang sama.
 Bila terjadi penurunan tajam penglihatan dari huruf isolasi ke huruf
dalam baris maka ini disebut adanya fenomena “crowding” pada mata
tersebut.
2) Uji Denisti Filter Netral3
 Dasar uji adalah diketahui bahwa pada mata yang ambliopia secara
fisiologik berada dalam keadaan beradaptasi gelap, sehingga bila mata
ambliopia dilakukan uji penglihatan dengan intensitas sinar yang
direndahkan tidak akan terjadi penurunan tajam penglihatan.
 Dilakukan dengan memakai filter yang perlahan-lahan digelapkan
sehingga tajam penglihatan pada mata normal turun 50% namun pada
8

mata amblyopia fungsional tidak akan atau hanya sedikit menurunkan


tajam penglihatan.

Pemeriksaan refleks cahaya dan pemeriksaan cover/uncover digunakan untuk


deteksi strabismus. Pemeriksaan filter densitas netral digunakan untuk
membedakan ambliopia dengan penyakit organik (misalnya adanya sikatriks
retina karena toksoplasma). Ambliopia didiagnosis berdasarkan adanya
penurunan tajam penglihatan yang tidak dapat dikoreksi maksimal disertai
adanya faktor risiko ambliopia dan tanpa abnomalitas struktur okuler.2

Pada pemeriksaan tajam penglihatan, fenomena crowding merupakan tanda


khas ambliopia, yaitu kesulitan mengidentifikasi huruf jika huruf tersebut
ditampilkan dalam satu barisan linear bersama huruf-huruf lain seperti pada
bagan Snellen, dibandingkan jika huruf ditampilkan secara individual. Selain itu,
ambliopia dapat dicurigai apabila pada anak usia 3,5 hingga 5 tahun memiliki
koreksi tajam penglihatan terbaik kurang dari 20/40, anak usia 5 tahun dan lebih
memiliki koreksi tajam penglihatan terbaik kurang dari 20/32, atau terdapat
perbedaan koreksi tajam penglihatan terbaik pada kedua mata setidaknya 2 baris
atau lebih pada pemeriksaan optotip.2

2.8 Tatalaksana
Tingkat kesuksesan terapi ambliopia meningkat jika dilakukan intervensi dini
terutama pada masa sensitif perkembangan sistem penglihatan anak. Tujuan terapi
adalah mendapatkan penglihatan jelas dan mencapai tajam penglihatan yang
seimbang antara kedua mata, walaupun pada beberapa kasus mungkin tidak dapat
tercapai. Terapi ambliopia pada anak-anak mencakup langkah-langkah sebagai
berikut:2
 Menghilangkan penyebab terhalangnya aksis penglihatan
 Mengoreksi setiap kelainan refraksi
9

 Merangsang pemakaian mata bermasalah dengan cara membatasi


penggunaan mata normal/ dominan dengan oklusi dan penalisasi.

1) Terapi Oklusi
Teapi oklusi merupakan terapi utama yang diterapkan pada penderita
ambliopia. Mata yang normal ditutup untuk merangsang mata yang
mengalami ambliopia. Dikenal dua stadium terapi ambliopia yang berhasil:
perbaikan awal dan pemeliharaan ketajaman penglihatan yang telah
membaik.6 Selama dioklusi, mata harus tetap dirangsang dengan membaca.
Visus kedua mata juga harus selalu dipantau, karena mungkin terjadi
ambliopia pada mata yang dioklusi.2
a. Stadium Awal
Penutupan terus-menerus telah menjadi terapi awal tradisional
meskipun Amblyopia Treatment Study menunjukkan bahwa penutupan
terus-menerus mungkin tidak diperlukan untuk mendapatkan terapi yang
efektif. Pada beberapa kasus hanya diterapkan penutupan paruh-waktu bila
usia anak terlalu muda dan ambliopia tidak parah. Sebagai pedoman,
penutupan terus-menerus dapat dilakukan sampai beberapa minggu-setara
dengan usia anak dalam tahun-tanpa resiko penurunan penglihatan pada
mata yang baik. Terapi oklusi dilanjutkan selama ketajaman penglihatan
membaik. Selama lebih dari 4 bulan tidak perlu dilanjutkan bila tidak ada
perbaikan.6
b. Stadium Pemeliharaan
Terdiri atas penutupan paruh-waktu yang dilanjutkan setelah fase
perbaikan untuk mempertahankan penglihatan terbaik yang mungkin,
melewati usia yang kemungkinan kekambuhan ambliopinya besar.6
10

Gambar 3. Terapi oklusi pada penderita ambliopia


2) Penalisasi
Penalisasi merupakan teknik untuk mengaburkan penglihatan pada
mata sehat dengan menggunakan obat, manipulasi kacamata atau keduanya
dengan tujuan merangsang penggunaan mata ambliopia. Penalisasi
farmakologi yang sering digunakan adalah tetes mata atropin 1%. Tetes mata
atropin 1% menghambat sementara inervasi parasimpatis otot siliaris dan
pupil menyebabkan tidak adanya akomodasi dan dilatasi pupil. Beberapa efek
samping sistemik akibat atropin yang perlu diperhatikan antara lain demam,
takikardi, delirium, mulut dan kulit kering, kulit kemerahan, iritabilitas dan
kejang.2
Penalisasi dan oklusi mata memiliki efektivitas yang sama. Selain
penalisasi farmakologi, terdapat juga penalisasi optik menggunakan kacamata
atau lensa kontak untuk mengaburkan mata sehat. Penalisasi optik dapat
digunakan bersamaan dengan penalisasi farmakologi. Seperti pada terapi
oklusi, pemantauan visus mata sehat perlu dilakukan untuk mencegah
ambliopia pada mata sehat.2
2.9 Pencegahan
Cara terbaik untuk mencegah ambliopia adalah dengan menguji ketajaman
penglihatan semua anak pada masa pra sekolah. Orangtua dapat
melakukanpemeriksaan ini dirumah, dengan kartu “E” buta huruf. Hal ini kadang-
kadang juga dikenal dengan “Uji Mata Rumah”. Doktern anak dan pihak-pihak
lain yang bertanggung jawab menangani anak harus memeriksa ketajaman
penglihatan sebelum usia 4 tahun.6
11

Fotorefraksi dikatakan berguna untuk menskrining adanya anisometropia,


ametropia, astigmatisme, dan strabismus pada anak pra sekolah. Setiap anak yang
terlihat mengalami strabismus setelah usia 3 bulan harus diperiksa oleh dokter
mata.6

2.10 Prognisis
Prognosis ambliopia adalah dubia karena pengembalian penglihatan normal
pada mata ambliopia tergantung beberapa faktor antara lain usia pertama kali
terjadi ambliopia, penyebab, tingkat keparahan, durasi ambliopia, riwayat dan
respons terhadap terapi sebelumnya, dan kepatuhan dalam menjalankan terapi.
Terapi pada masa kritis perkembangan korteks visual akan memberi prognosis
yang lebih baik. Prognosis lebih buruk apabila terdapat faktor yang berkaitan
dengan risiko tinggi kegagalan terapi seperti ketidakpatuhan dalam melakukan
oklusi.2
BAB III

KESIMPULAN

Ambliopia merupakan penyebab penurunan tajam penglihatan yang paling


sering pada anak dan diperkirakan menjadi penyebab utama penurunan tajam
penglihatan monokular pada orang berusia kurang dari 60 tahun. Ambliopia banyak
disebabkan oleh strabismus dan anisoametropia. Ambliopia deprivasi akibat
kekeruhan media penglihatan jarang terjadi, tetapi merupakan kasus berat. Diagnosis
dan tata laksana ambliopia sejak dini sangat penting untuk mencegah perburukan
tajam penglihatan.

Paradigma dasar terapi ambliopia mencakup menghilangkan penyebab


terhalangnya aksis penglihatan, koreksi kelainan refraksi yang ada, diikuti dengan
terapi untuk merangsang penggunaan mata ambliopia. Penghentian terapi harus
dilakukan secara perlahan-lahan untuk mencegah rekurensi ambliopia. Prognosis
tergantung pada faktor usia, penyebab, tingkat keparahan, durasi ambliopia, dan
respons terhadap terapi.

12
DAFTAR PUSTAKA

1. Fitri S. Visual Outcome Ambliopia Refraktif Yang Mendapat Cam Vision


Stimulator Di RS. M. Djamil Padang Januari-Desember 2017. Jurnal
Kesehatan Andalas; 2019.
2. Yuliana J. Aspek Klinis Ambliopia. Denpasar; Vol 49. No 1. Tahun 2022.
3. Ilyas S, Yulianti SR. Ilmu Penyakit Mata. Universitas Indonesia Publishing.
Jakarta; 2022.
4. Mocanu V, Horhat R. Prevalence and Risk Factors of Amblyopia among
Refractive Errors in an Eastern European Population. Mediciana; 2018.
5. Saputri FE, Tongku Y, Poluan H. Angka kejadian ambliopia pada usia
sekolah di SD Negeri 6 Manado. Jurnal e-Clinic (eCl), Volume 4, Nomor 2, Juli-
Desember 2016.
6.

13

Anda mungkin juga menyukai