Anda di halaman 1dari 21

REFERAT

“Neuritis Optik”

Oleh :

Yunia Rohmatullaelah

121810074

Pembimbing :

dr. Binto Akturusiano, Sp.M

KEPANITERAAN KLINIK DEPARTEMEN ILMU PENYAKIT MATA

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SWADAYA GUNUNG


JATI

RSUD WALED KABUPATEN CIREBON

2022

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT karena atas rahmat dan karunia-
Nya penulis dapat menyelesaikan referat yang berjudul “Neuritis Optik”. Laporan ini dibuat
untuk memenuhi salah satu syarat Kepaniteraan Klinik Departemen Ilmu Penyakit Mata.

Penyusunan referat ini dapat terselesaikan tak lepas dari pihak-pihak yang telah
banyak membantu penulis dalam merampungkan laporan ini. Untuk itu, penulis
mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada dr. BINTO AKTURUSIANO,
Sp.M atas bimbingannya selama penulis menyelesaikan referat. Terima kasih juga penulis
sampaikan pada rekan – rekan coass.

Penulis menyadari bahwa laporan ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu,
kritik dan saran yang dapat membangun laporan ini kedepannya sangat penulis harapkan
demi perbaikan materi penulisan dan menambah wawasan penulis.

Cirebon, Juli 2022

Penulis

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL.................................................................................... i

KATA PENGANTAR................................................................................. ii

DAFTAR ISI................................................................................................ iii

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang...................................................................................... 1

1.2 Tujuan Penulisan.................................................................................... 1

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi dan Fisiologi............................................................................ 2

2.1.1 Lapisan Retina............................................................................. 2

2.1.2 Nervus Optikus............................................................................ 3

2.1.3 Lesi Saraf Optik........................................................................... 5

2.2 Definisi dan Klasifikasi.......................................................................... 7

2.3 Epidemiologi.......................................................................................... 7

2.4 Etiologi................................................................................................... 7

2.5 Patogenesis............................................................................................. 8

2.6 Gejala dan Tanda................................................................................... 9

2.7 Diagnosis................................................................................................ 10

2.8 Diagnosis Banding................................................................................. 12

2.9 Penatalaksanaan..................................................................................... 13

2.10 Komplikasi........................................................................................... 14

iii
2.11 Prognosis ............................................................................................. 15

BAB III KESIMPULAN ............................................................................. 16

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................. 17

iv
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG


Mata merupakan organ yang mengandung reseptor penglihatan pada salah satu
bagiannnya yang disebut retina. Retina merupakan reseptor permukaan untuk
informasi visual. Sebagaimana ditunjukan oleh asal embriologis umum, retina dan
jaras-jaras penglihatan anterior (nervus optikus, kiasma optikus dan traktus optikus)
merupakan bagian dari kesatuan otak yang utuh, yang menyediakan sebagian besar 
input sensoris total.
Retina dan jaras-jaras penglihatan anterior sering memberi petunjuk diagnostik
penting untuk berbagai gangguan sistem saraf pusat. Penyakit intrakranial sering
menyebabkan gangguan penglihatan karena ada nya kerusakan atau tekanan pada
salah satu bagian dari jaras-jaras optikus. Pada pembahasan ini akan dijelaskan
kerusakan yang mengenai nervus optikus karena peradangan.
Neuritis optik adalah peradangan atau demielinisasi saraf optikus akibat
berbagai macam penyakit. Neuritis optik diklasifikasikan menjadi dua yaitu papilitis
dan neuritis retrobulbar. Papilitis adalah pembengkakan diskus yang disebabkan oleh
peradangan lokal di nervus saraf optik intraokular dan dapat terlihat dengan
pemeriksaan funduskopi. Sedangkan tipe neuritis retrobulbar merupakan suatu
peradangan di nervus saraf optik ekstraokular/intraorbital yang terletak pada bagian
belakang bola mata, sehingga tidak tampak kelainan diskus optik dengan
oftalmoskop, tetapi terjadi penurunan tajam penglihatan.1,2

1.2 TUJUAN PENULISAN


Tujuan penyusunan referat ini adalah untuk mengetahui secara umum mengenai
definisi, anatomi, fisiologi, klasifikasi, patofisiologi, manifestasi klinis, serta
penatalaksanaan pada neuritis optik.

1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 ANATOMI DAN FISIOLOGI
2.1.1 Lapisan Retina

Gambar 1. Lapisan retina

Komponen yang paling utama dari retina adalah sel-sel reseptor sensoris
atau fotoreseptor dan beberapa jenis neuron dari jaras penglihatan. Lapisan
terdalam (neuron pertama) retina mengandung fotoreseptor (sel batang dan sel
kerucut) dan dua lapisan yang lebih superfisial mengandung neuron bipolar
(lapisan neuron kedua) serta sel-sel ganglion (lapisan neuron ketiga). 1,2,3
Sel batang berfungsi dalam proses penglihatan redup dan gerakan
sementara sel kerucut berperan dalam fungsi penglihatan terang, penglihatan
warna, dan ketajaman penglihatan. Sel batang memiliki sensitivitas cahaya yang
lebih tinggi daripada sel kerucut dan berfungsi pada penglihatan perifer. Sel
kerucut mampu membedakan warna dan memiliki fungsi penglihatan sentral.
Badan sel dari reseptor-reseptor ini mengeluarkan tonjolan (prosesus) yang
bersinaps dengan sel-sel ganglion retina. Akson sel-sel ganglion membentuk
2
lapisan serat saraf pada retina dan menyatu membentuk saraf optikus. 1,3

2.1.2 Nervus Optikus

Gambar 2. Jaras nervus optikus


Nervus optikus bermula dari optik disk dan berlanjut sampai ke kiasma
optikum, dimana ke dua nervus tersebut menyatu. Lebih awal lagi merupakan
kelanjutan dari lapisan neuron retina, yang terdiri dari axon-axon dari sel
ganglion. Serat ini juga mengandung serat aferen untuk reflex pupil. Secara
morfologi dan embriologi, nervus optikus merupakan saraf sensorik. Tidak seperti
saraf perifer nervus optikus tidak dilapisi oleh neurilema sehingga tidak dapat
beregenerasi jika terpotong. Serat nervus optikus mengandung 1,0-1,2 juta serat
saraf. 4
Bagian nervus optikus
Nervus optikus memiliki panjang sekitar 47-50 mm, dan dapat di bagi
mejadi 4 bagian :
 Intraocular (1 mm) : menembus sklera (lamina kribrosa), koroid dan
masuk ke mata sebagai papil disk.

3
 Intraorbital (30 mm) : memanjang dari belakang mata sampai ke foramen
optik. Lebih ke posterior, dekat dengan foramen optik, dikelilingi oleh
annulus zinn dan origo dari ke empat otot rektus. Sebagian serat otot
rektus superior berhubungan dengan selubung saraf nervus optikus dan
berhubungan dengan sensasi nyeri saat menggerakkan mata pada neuritis
retrobulbar. Secara anterior, nervus ini dipindahkan dari otot mata oleh
lemak orbital.
 Intrakanalikular (6-9 mm) : sangat dekat dengan arteri oftalmika yang
berjalan inferolateral dan melintasi secara oblik, dan ketika memasuki
mata dari sebelah medial. Ini juga menjelaskan kaitan sinusitis dengan
neuritis retrobulbar. 
 Intrakranial (10 mm) : melintas di atas sinus kavernosus kemudian
menyatu membentuk kiasma optikum. 1, 4
Selubung meningeal
Piamater, arachnoid, dan duramater melapisi otak dan berlanjut ke
nervus optikus. Di kanalis optik duramater menempel langsung ke tulang
sekitarnya. Ruang subarachnoid dan ruang subdural merupakan kelanjutan dari
bagian otak juga. 1, 4
Vaskularisasi nervus optikus
 Permukaan optic disk didarahi oleh kapiler-kapiler dari arteri retina.
Daerah prelaminar terutama di suplai dari sentripetal cabang cabang
dari peripailari koroid dan sebagian kontibusi dari pembuluh darah dari lamina
cribrosa. 1, 4
Lamina kribrosa disuplai dari cabang arteri siliaris posterior dan arteri
circle of zinn. Bagian retrolaminar nervus optikus di suplai dari sentrifugal
cabang-cabang arteri retina sentral dan sentripetal cabang-cabang pleksus yang
dibentuk dari arteri koroidal, circle of zinn, arteri retina sentral, dan arteri
oftalmika. 1, 4

4
Gambar 3. Vaskularisasi Nervus Optikus

2.1.3 Lesi Saraf Optik


Ditandai dengan hilangnya penglihatan atau kebutaan lengkap pada sisi yang
terkena dengan hilang nya refleks cahaya langsung pada sisi ipsilateral dan reflek
tidak langsung pada sisi kontralateral. 3, 4
Penyebab umum dari lesi saraf optik adalah: optik atrofi, trauma pada
saraf optik, neuropati optik, dan neuritis optikus akut.

Gambar 4. Defek Visual

5
1. Lesi melalui bagian proksimal saraf optic
Gambaran penting dari lesi tersebut yaitu hemianopsia ipsilateral dan
kontralateral, hilangnya refleks cahaya langsung pada sisi yang terkena
dan reflek cahaya tidak langsung pada sisi kontralateral. 1, 3, 4
2. Lesi kiasma sentral
Dicirikan oleh hemianopsia bitemporal dan kelumpuhan refleks pupil.
Biasanya diahului oleh atrofi optik pada sebagian akhir nervus optikus.
Penyebab umum lesi kiasma pusat adalah suprasellar aneurisma, tumor
kelenjar hipofise, kraniofaringioma, meningioma suprasellar, glioma
ventrikel ketiga, hidrosefalus akibat obstruktif ventrikel tiga, dan kiasma
arachnoiditis kronis. 1, 3, 4
3. Lesi kiasma lateral
Gambaran menonjol pada lesi ini yaitu hemianopia binasal dengan
kelumpuhan refleks pupil. Penyebab umum dari lesi tersebut diantaranya
penggelembungan dari ventrikel ketiga yang menyebabkan tekanan pada
setiap sisi kiasma dan ateroma dari carotis atau arteri communican
posterior. 1, 3, 4
4. Lesi saluran optic
Ditandai dengan hemianopia homonim terkait dengan reaksi pupil
kontralateral (Reaksi Wernicke). Lesi ini biasanya diahului oleh atrofi
optik pada sebagian akhir nervus optikus dan mungkin berhubungan
dengan kelumpuhan saraf ketiga kontralateral serta hemiplegik ipsilateral.
Penyebab umum lesi ini diantaranya lesi sifilis, tuberkulosis, dan
aneurisma dari serebeli atas atau arteri serebral posterior. 1, 3, 4
5. Lesi badan genikulatam lateral
Lesi ini mengakibatkan hemianopia homonim dengan refleks pupil
minimal, dan mungkin berakhir dengan atrofi optik parsial. 1, 3, 4
6. Lesi radiasi optic
Gambaran berbeda-beda tergantung pada lokasi lesi. Keterlibatan radiasi
optik total mengakibatkan hemianopsia homonim total. Hemianopia
kuadrantik inferior (pie on the floor) terjadi pada lesi lobus parietal
(mengandung serat unggul radiasi optik). Hemianopia kuadrantik superior
(pie on the sky) dapat terjadi setelah lesi dari lobus temporal (mengandung
6
serat radiasi optik inferior). Biasanya lesi dari radiasi optik terjadi akibat
oklusi pembuluh darah, tumor primer dan sekunder, serta trauma. 1, 3, 4
7. Lesi korteks visual
Kerusakan makula homonim pada lesi ujung korteks oksipital yang dapat
terjadi sebagai akibat cedera kepala atau cedera ditembak senapan.
Refleks cahaya pupil normal dan atrofi optik tidak diikuti lesi korteks
visual. 1, 3, 4

2.2 Definisi dan Klasifikasi

Neuritis optik adalah radang nervus optikus; penyakit ini dapat diklasifikasikan
ke dalam bentuk :
- intraokular, yang mengenai bagian saraf bola mata (papillitis)
- retrobulbar, yang mengenai bagian saraf di belakang bola mata1,2,5

2.3 Epidemiologi
Studi epidemiologi menunjukan kejadian neuritis optikus berkisar 4-5 per
100.000 populasi, dengan insidensi tertinggi pada populasi yang tinggal di dataran tinggi,
seperti Amerika Utara dan Eropa bagian barat, dan terendah pada daerah ekuator.
Sedangkan dari segi ras, ras kaukasian lebih banyak terkena dibanding ras lain. Pada
predileksi umur dewasa muda 20-45 tahun, neuritis optikus biasanya bersifat unilateral
dan lebih banyak pada wanita (3:1). Sedangkan neuritis optik pada anak lebih jarang
terjadi, yaitu hanya kurang lebih 5% kasus, biasanya bersifat bilateral, timbul palpitis,
dan mempunyai kecenderungan menjadi sklerosis multipel lebih rendah. 3,6

2.4 Etiologi
a. Demielinatif1
o Idiopatik
o Sklerosis multiple
o Neuromielitis optika (penyakit Devic’s)
b. Diperantarai imun1
- Neuritis optik pascainfeksi virus (morbili, mumps, cacar air, influenza,
mononukleosis infeksiosa)

7
- Neuritis optik pascaimunisasi
- Ensefalomielitis diseminata akut
- Polineuropati idiopatik akut (sindrom Guillain-Barre)
- Lupus eritematosus sistemik
- Penyakit leber
c. Infeksi langsung1
- Herpes zoster, sifilis, tuberkulosis, crytococcosis, cytomegalovirus
d. Neuropati optik granulomatosa1
- Sarkoidosis
- Idiopatik
e. Penyakit peradangan sekitar1
- Peradangan intraocular
- Penyakit orbita
- Penyakit sinus, termasuk mukormikosis
- Penyakit intracranial: meningitis, ensefalitis
f. Intoksikasi racun eksogen3
 tobacco, etil alkohol, metil alkohol
g. penyakit metabolic7
 diabetes, anemia, kehamilan, avitaminosis

2.5 Patogenesis
Dasar patologi penyebab neuritis optikus paling sering adalah inflamasi
demielinisasi dari saraf optik. Patologi yang terjadi sama dengan yang terjadi pada
multipel sklerosis (MS) akut, yaitu adanya plak di otak dengan  perivascular  cuffing,
edema pada selubung saraf yang bermielin, dan pemecahan mielin.7, 8
Inflamasi pada endotel pembuluh darah retina dapat mendahului demielinisasi
dan terkadang terlihat sebagai retinal vein sheathing. Kehilangan mielin dapat melebihi
hilangnya akson.7, 8
Dipercaya bahwa demielinisasi yang terjadi pada neuritis optikus diperantarai
oleh imun, tetapi mekanisme spesifik dan antigen targetnya belum diketahui. Aktivasi
sistemik sel T diidentifikasi pada awal gejala dan mendahului perubahan yang terjadi
didalam cairan serebrospinal. Perubahan sistemik kembali menjadi normal mendahului
perubahan sentral (dalam 2-4 minggu). Aktivasi sel T menyebabkan pelepasan sitokin
8
dan agen-agen inflamasi yang lain. Aktivasi sel B melawan protein dasar mielin tidak
terlihat di darah perifer namun dapat terlihat di cairan serebrospinal pasien dengan
Neuritis optikus. Neuritis optikus juga berkaitan dengan kerentanan genetik, sama seperti
MS. Terdapat ekspresi tipe HLA tertentu diantara pasien neuritis optikus. 7, 8
2.6 Gejala dan Tanda
Keluhan utama pada neutiris optikus adalah sama, baik pada papilitis, dimana
saraf yang terkena terletak intraokular, maupun pada neuritis retrobulbar yang mengenai
saraf ekstra okular. 3
Gambaran akut
- Gejala neuritis optik biasanya monokular, namun dapat mengenai kedua mata
terutama pada anak-anak. 2, 6
- Hilangnya penglihatan tiba-tiba selama beberapa jam sampai beberapa hari 2, 6
- Nyeri pada mata
Nyeri ringan di dalam atau sekitar mata terdapat pada lebih dari 90% pasien. Nyeri
tersebut dapat terjadi sebelum atau bersama-sama dengan hilangnya penglihatan dan
berlangsung selama beberapa hari. Rasa sakit akan bertambah bila bola mata ditekan
dan disertai sakit kepala. 2 Pergerakan okular terutama gerakan ke atas dan ke bawah
juga dapat memperberat nyeri ini karena perlekatan sejumlah serat otot rektus superior
dengan duramater. 2, 6
- Defek pupil aferen (afferent pupillary defect)

Gambar 5. Defek pupil aferen


Selalu terjadi pada neuritis optik bila mata yang lain tidak ikut terlibat. Adanya defek
pupil aferen ini ditunjukkan dengan pemeriksaan swinging light test (Marcus-Gunn
pupil). Marcus-Gunn positif ialah apabila pada mata yang sehat diberi cahaya, maka
terjadi miosis pada kedua mata. Namun bila cahaya dipindahkan pada mata yang
sakit, maka kedua pupil akan melebar. 2, 6, 9
- Defek lapang pandang
Pada neuritis optik, lapang penglihatan perifer menyempit secara konsentris, terdapat
9
skotoma sentral dengan bermacam tebal dan besarnya. Dapat pula berbentuk
sekosentral atau para sentral. 2, 6
- Buta warna pada mata yang terkena, terjadi pada 88% pasien. 2, 6, 9
Gambaran Kronik 
Walaupun telah terjadi penyembuhan secara klinis, tanda neuritis optik masih
dapat tersisa. Tanda kronik dari neuritis optik yaitu:
- Kehilangan penglihatan secara persisten. Kebanyakan pasien neuritis optik mengalami
perbaikan penglihatan dalam 1 tahun. 2, 6
- Defek pupil aferen relatif tetap bertahan pada 25% pasien dua tahun setelah gejala
awal. 2, 6
- Desaturasi warna, terutama warna merah. Pasien dengan desaturasi warna merah akan
melihat warna merah sebagai pink, atau orange bila melihat dengan mata yang
terkena. 2, 6
- Fenomena Uhthoff yaitu terjadinya eksaserbasi temporer dari gangguan penglihatan
yang timbul dengan peningkatan suhu tubuh. Olahraga dan mandi dengan air panas
merupakan pencetus klasik. 2, 6
- Diskus optik terlihat mengecil dan pucat, terutama didaerah temporal. Pucatnya diskus
meluas sampai batas diskus ke serat retina peripapil. 2, 6

2.7 Diagnosis
Anamnesis 1, 7, 8
1. Penglihatan yang kabur (visus turun) mendadak
2. Adanya bintik buta
3. Perbedaan subjektif pada terangnya cahaya
4. Persepsi warna yang terganggu
5. Kekaburan penglihatan ketika beraktivitas dan meningkatnya suhu dan berkurang jika
beristirahat.
6. Rasa sakit pada mata yang mengganggu dan lebih sering pada tipe neuritis retrobulbar
daripada tipe papilitis.
7. Gejala berlangsung sementara pada salah satu mata (pada pasien dewasa). Sedangkan
pada pasien anak, biasanya mengenai kedua mata. Terdapat riwayat demam atau
imunisasi sebelumnya pada anak akan mendukung diagnosis.
Pemeriksaan Fisik 1, 7, 8
10
1. Pemeriksaan visus. Hilangnya visus dapat ringan (20/30), sedang (20/60), maupun
berat (20/70).
2. Pemeriksaan lapang pandang, biasanya berupa skotoma sentral atau sentrosekal.
Namun setelah 7 bulan, 51 % kasus memiliki lapangan pandang yang normal.
3. Refleks pupil. Defek aferen pupil terlihat dengan refleks cahaya langsung yang
menurun atau hilang.
4. Penglihatan warna berkurang.
5. Adaptasi gelap mungkin menurun.
Pemeriksaan penunjang 1, 6, 7, 8
1. Funduskopi
- Pemeriksaan funduskopi pada papilitis terlihat gambaran hiperemia dan edema
diskus optik sehingga membuat batas diskus tidak jelas. Pada papil terlihat
perdarahan, eksudat star figure yang menyebar dari papil ke makula, dengan
perubahan pada pembuluh darah retina dan arteri menciut dengan vena yang
melebar. Kadang-kadang terlihat edema papil yang besar yang menyebar ke retina.
Edema papil tidak melebihi 2-3 dioptri.

Gambar 6. Edema nervus optikus pada neuritis optikus


- 60% pasien dengan neuritis retrobulbar memiliki gambaran funduskopi yang
normal. Hal ini menyebabkan adanya suatu istilah “The patient sees nothing and the
doctor sees nothing”. Namun apabila prosesnya sangat destruktif, dapat berakhir
sebagai optik atrofi dan papil menjadi pucat, tak berbatas tegas, dan matanya buta.
- Perdarahan peripapil, jarang pada neuritis optik tetapi sering menyertai papilitis
karena neuropati optik iskemik anterior.
- Tanda lain adanya inflamasi pada mata yang terdeteksi pada pemeriksaan
funduskopi yaitu: perivenous sheathing.
11
2. MRI (magnetic resonance imaging)
MRI diperlukan untuk melihat nervus optikus dan korteks serebri. Hal ini dilakukan
terutama pada kasus-kasus yang diduga terdapat sklerosis multipel.
3. Pungsi lumbal dan pemeriksaan darah
Dilakukan untuk melihat adanya proses infeksi atau inflamasi.
4. Slit lamp
Adanya sel radang pada vitreous
5. Visually evoked response (VER) terganggu dan menunjukan penurunan amplitude dan
perlambatan waktu transmisi.

2.8 Diagnosis Banding2,3


Neuritis Optik Papiledema Neuropati Optik
Iskemik

Gejala Visus Visus sentral hilang Visus tidak hilang; Defek akut lapang
cepat, progresif, kegelapan yang pandang; ketajaman
jarang ketajaman transien bervariasi – turun
dipelihara akut

Lain Bola mata pegal; Sakit kepala, mual, Biasanya nihil;


sakit bila digerakkan; muntah, tanda fokal
sakit alis atau orbita neurologis lain

Sakit bergerak Ada Tidak ada Tidak ada

Bilateral Jarang pada orang Selalu bilateral Khas unilateral pada


dewasa; sering pada stadium akut
anak-anak

Gejala Tidak ada isokoria Tidak ada isokoria Tidak ada isokoria

Pupil Reaksi sinar Reaksi normal Reaksi sinar


menurun pada sisi menurun pada sisi
neuritis infark disk

Penglihatan warna Turun Normal

Ketajaman visus Biasanya menurun Normal Bervariasi

Lapang pandang Skotoma sentral Membesar; ada blind Skotoma sentral


spot

Sel badan kaca Ada Tidak ada Tidak ada

12
Funduskopi

- Media Keruh pada posterior Bening Bening


vitreous

- Warna Hiperemis Merah Pucat


diskus
- Pinggir Kabur Kabur Kabur
diskus
- Edema Biasanya tidak 2-6 diopter Bengkak
diskus melebihi 3 diopter

- Edema Ada Ada Ada


peripapillary
- Perdarahan Biasanya tidak ada Jelas Jelas
retina
- Retinal Kurang jelas Sangat jelas Jelas
exudate
- Makula Macular star bisa ada Macular star bisa ada Tidak ada

Prognosis visus Visus biasanya Baik dengan Prognosis buruk


kembali normal atau menghilangkan kausa untuk kembali
tingkat fungsional tekanan intra-kranial

Fluorescein Kebocoran zat Vertical oval pool zat Ada kebocoran zat
angiography kontras sedikit kontras akibat kontras di
kebocoran peripapillary

2.9 Penatalaksanaan 
Pasien tanpa riwayat Multiple Sclerosis atau Neuritis optikus :
1. Dari hasil MRI bila terdapat minimum 1 lesi demielinasi tipikal :
Regimen selama 2 minggu :
a. 3 hari pertama diberikan Methylprednisolone 1mg/kgBB/hari i.v
b. 11 hari setelahnya dilanjutkan dengan Prednisolone 1mg/kgBB/hari oral
c. Tapering off dengan cara 20 mg prednisone oral untuk hari pertama (hari ke 15
sejak pemberian obat) dan 10 mg prednisone oral pada hari ke-2 sampai ke-4
d. Dapat diberikan Ranitidine 150 mg oral untuk profilaksis gastritis6,10,11
Menurut Neuritis optikus Treatment Trial (ONTT) pengobatan dengan steroid
dapat menurunkan progresivitas Multiple sclerosis selama 3 tahun. Terapi steroid
hanya mempercepatkan pemulihan visual tapi tidak meningkatkan hasil pemulihan
pandangan visual. 11
2. Dari hasil MRI bila 2 atau lebih lesi demielinasi :
13
a. Menggunakan regimen yang sama dengan yang di atas.
b. Merujukan pasien ke spesialis neurologi untuk terapi interferon -1
intramuskular seminggu sekali selama 28 hari.
c. Metilprednisolon IV (1 g per hari, dosis tunggal atau dosis terbagi selama 3
hari) diikuti dengan prednison oral (1 mg/kg BB/hari selama 11 hari kemudian 4
hari tappering off ). Tidak menggunakan oral prednisolone sebagai terapi primer
karena dapat meningkatkan resiko rekuren atau kekambuhan. 6,10,11
3. Dengan tidak ada lesi demielinasi dari hasil MRI :
a. Risiko terjadi MS rendah, kemungkinan terjadi sekitar 22% setelah 10 tahun
kemudian
b. Intravena steroid dapat digunakan untuk mempercepatkan pemulihan visual
c. Biasanya tidak dianjurkan untuk terapi kecuali muncul gangguan visual pada
mata kontralateral
d. MRI lagi dalam 1 tahun kemudian6,10,11
Mitoxantrone, suatu agen kemoterapi dan terapi antibiotik di monoklonal telah
memberikan hasil yang menjanjikan bagi penyakit kambuhan-remisi (relapsing-
remitting  disease) yang progresif dan sulit diatasi. 10

2.10 Komplikasi
Kehilangan penglihatan pada neuritis optik dapat terjadi permanen. Neuritis
retrobulbar mungkin terjadi walaupun merupakan suatu neuritis optik yang terjadi
cukup jauh di belakang diskus optikus.6, 7
Neurits optik yang disebabkan oleh sklerosis multipel memiliki ciri khas
kekambuhan dan remisi. Disabilitas yang menetap cenderung meningkat pada setiap
kekambuhan. Peningkatan suhu tubuh dapat memperparah disabilitas (fenomena
Uhthoff) khususnya gangguan penglihatan. 6, 7

2.11 Prognosis
Penyembuhan pada neuritis optik berjalan secara bertahap. Pada banyak
pasien neuritis optik, fungsi visual mulai membaik 1 minggu sampai 3 minggu setelah
onset penyakit walau tanpa pengobatan. Namun sisa defisit dalam penglihatan warna,
kontras, serta sensitivitas adalah hal yang umum. Kelainan tajam penglihatan (15-
30%), sensitivitas kontras (63-100%), penglihatan warna (33-100%), lapang pandang
14
(62-100%), stereopsis (89%), terang gelap (89–100%), reaksi pupil aferen (55–92%),
diskus optikus (60–80%), dan visual-evoked potential (63–100%). Rekurensi dapat
terjadi pada mata yang lain, kira-kira 30% dalam 5 tahun. 1, 6
Penglihatan akhir pada pasien yang mengalami neuritis optik dengan sklerosis
multiple lebih buruk dibanding dengan pasien neuritis optik idiopatik.3,7
Biasanya visus yang buruk pada episode akut penyakit berhubungan dengan
hasil akhir visus yang lebih buruk juga, namun kadang kehilangan persepsi cahaya
pun dapat diikuti dengan kembalinya visus ke 20/20. Hasil akhir visus yang buruk
juga dihubungkan dengan panjangnya lesi yang terkena, khususnya jika terlibatnya
nervus dalam kanalis optikus.3,7
Tiap kekambuhan akan menyebabkan pemulihan yang tidak sempurna dan
memperburuk penglihatan. 3,7

15
BAB III
KESIMPULAN

Neuritis optikus merupakan keadaan inflamasi saraf optik , demielinisasi yang


menyebabkan kehilangan penglihatan secara akut dan biasanya melibatkan satu mata
(monokular). Terdapat subtipe dari neuritis optikus, yaitu neuritis retrobulbar dan papilitis.
Neuritis optikus tidak berdiri sendiri, namun disebabkan oleh berbagai macam
penyakit/keadaan. Salah satunya adalah multipel sklerosis (MS), suatu penyakit demielinasasi
sistem saraf pusat.
Pasien mengeluh adanya pandangan berkabut atau visus yang kabur, adanya bintik
buta, perbedaan subjektif pada terangnya cahaya, persepsi warna yang terganggu. Pada anak,
biasanya gejala bersifat mendadak mengenai kedua mata. Sedangkan pada orang dewasa,
neuritis optikus seringkali unilateral. Adanya defek pupil aferen relatif merupakan gambaran
umum dari neuritis optikus. Diskus optik terlihat hiperemis dan membengkak.
 Pengobatan neuritis optikus dapat dilakukan dengan pemberian kombinasi steroid
oral, intravena, serta interferon -1 intramuscular disesuaikan dengan tingkat keparahan
penyakit. Selain itu, mitoxantrone juga dapat diberikan untuk mengobati penyakit
kekambuhan-remisi yang progresif dan sulit diobati.
Proses penyembuhan dan pemulihan ketajaman penglihatan terjadi pada 92% pasien.
Jarang yang mengalami kehilangan penglihatan yang progresif. Meskipun demikian,
penglihatan tidak dapat sepenuhnya kembali normal.

16
DAFTAR PUSTAKA

1. Vaughan & Asbury. 2000. Oftalmologi Umum Edisi 17. Jakarta: Widya Medika. p.268,
274-287.
2. Ilyas Sidharta. 2006. Ilmu Penyakit Mata Edisi ke 5. Jakarta: Balai Penerbit Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia. p.179-188.
3. Khurana A.K. 2007. Comprehenshive Opthalmology 4th Edition. New Delhi: New Age
International (P) Ltd. p288-96.
4. American Academy of Opthalmology. 2008. Section 5 Neuro-Opthalmology. San
Fransisco : LEO. p.25-26.
5. Dorland, W.A Newman. 2002. Kamus Kedokteran Dorland Edisi 29. Jakarta : EGC
6. Erhan Ergene, MD. Adult Optic Neuritis.http://emedicine.medscape.com/article/1217083
7. Perhimpunan Dokter Ahli Mata Indonesia. 1984. “Neuritis Optik” dalam Ilmu Penyakit
Mata. Airlangga Universitas Press. p.108-110
8. Osborne B, Balcer LJ. Optic neuritis : Pathophysiology, Clinical Features, and
Diagnosis. http://www.uptodate.com/opticneuritis
9. Wijana Nana S,D,. 1993. Ilmu Penyakit Mata, Cetakan ke 6. Jakarta: Abdi Tegal. p.332-
342.
10. American Academy of Ophtalmology Staff. Neuro-Ophtalmology : American Academy
of Ophtalmology staff, editor. 2009. Neuro-Ophtalmology. Basic and Clinical Science
Course Section. 5. San fransisco The Foundation of American Academy
of Ophtalmology. p.28-31, 128-146.
11. The Wilis Eye Manual : Office and Emergency Room Diagnosis and Treatment of Eye
Disease. 2008. P250-52.

17

Anda mungkin juga menyukai