Anda di halaman 1dari 33

REFERAT

UVEITIS

Oleh :

Isna Arlina
15710271

Pembimbing

dr. M. Tauhid Rafi’i, Sp.M


dr. Pinky Endriana Heliasanty, Sp.M
dr. Miftakhur Rochmah, Sp.M

BAGIAN SMF ILMU PENYAKIT MATA


RUMAH SAKIT UMUM DAERAH SIDOARJO
2017
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena
atas berkat dan rahmatNya, penulis dapat menyelesaikan referat dengan judul
“Uveitis”.Penyusunan referat ini untuk memenuhi tugas kepaniteraan klinik di SMF
Ilmu Penyakit Mata di RSUD Sidoarjo.

Penulis berharap referat ini akan berguna bagi kita semua, khususnya bagi
dokter muda yang sedang menjalani kepaniteraan klinik untuk memperlancar
studinya. Pada kesempatan ini penulis sampaikan terima kasih kepada :

 dr. M. Tauhid Rafi’i, Sp. M


 dr. Pinky Endriana Heliasanty, Sp. M
 dr. Miftakhur Rochmah, Sp, M

yang telah meluangkan waktu untuk membimbing dan membantu dalam


menyelesaikan referat ini.

Penulis menyadari bahwa penulisan referat ini masih jauh dari sempurna,
Oleh karena itu penulis mengharapkan segala masukan serta kritik dan saran-saran
dari pembaca yang sangat diharapkan guna memperbaiki referat ini.

Sidoarjo, 02 Mei 2017

Penulis

ii
DAFTAR ISI

Kata Pengantar ................................................................................................... ii


Daftar Isi .......................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN ................................................................................. 1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ....................................................................... 2
2.1 Definisi........ ................................................................................................. 2
2.2. Anatomi dan Fisiologi Uvea ....................................................................... 2
2.3 Epidemiologi. ............................................................................................... 7
2.4 Etiologi ...... .................................................................................................. 7
2.5 Patofisiologi ................................................................................................. 7
2.6 Klasifikasi .................................................................................................... 8
2.7 Manifestasi Klinis ........................................................................................ 17
2.8 Pemeriksan Penunjang ................................................................................. 19
2.9 Diagnosis Banding ....................................................................................... 19
2.10 Komplikasi ................................................................................................. 20
2.11. Penatalaksanaan ........................................................................................ 21
2.12 Prognosis .................................................................................................... 22
BAB III LAPORAN KASUS........................................................................... . 23
BAB IV PEMBAHASAN.................................................................................. 28
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................... 29

iii
BAB I
PENDAHULUAN

Uveitis termasuk dalam kelompok penyakit ocular inflammatory disease yang


ditandai dengan proses peradanganpada uvea. Uvea merupakan bagian mata yang
memilikipigmen dan pembuluh darah serta terbagi menjadi iris, badansilier dan
koroid.Salah satu komplikasi uveitis yang palingditakutkan adalah kebutaan. Uveitis
merupakan lima besarpenyebab kebutaan di negara berkembang selain
diabetes,kelainan degeneratif pada retina, kelainan kongenital dan trauma.1
Berdasarkan struktur okular yang terlibat, Internasional Uveitis Study Group
mengklasifikasikan uveitis menjadi uveitis anterior, uveitis intermediate, uveitis
posterior, dan panuveitis. Pada anterior uveitis.peradangan melibatkan iris (iritis),
badan siliar anterior (cyclitis), atau keduanya (iridosiklitis). Uveitis intermediate
melibatkan badan silier posterior (pars palanitis). Uveitis posterior mengacu
peradangan yang melibatkan koroid (choroditis), retina (retinitis), baik
(chororetinitis), atau pembuluh retina (vaskulitis retina). Sedangkan panuveitis
melibatkan semua tiga bagian dari uvea .2
Pada umunya uveitis banyak terjadi pada usia 20-50 tahun dan berpengaruh
pada 10-20% kasus kebutaan yang tercatat di negara-negara maju. Uveitis lebih
banyak ditemukan pada negara berkembang dibandingkan negara maju karena lebih
tingginya prevalensi infeksi yang bisa mempengaruhi mata, seperti toksoplasmosis
dan tuberkolosis pada negara-negara berkembang.3
Pengobatan uveitis didasarkan pada presentasi klinis dan agen
infeksi.Pengobatan dengan kortikosteroid efektif dalam mengendalikan peradangan
dan meningkatkan penglihatan.2
Dalam kesempatan ini, akan dibahas lebih dalam mengenai epidemiologi,
etiologi, patogenesis, klasifikasi, manifestasi klinis, pemeriksaan penunjang,
diagnosis banding, komplikasi, tata laksana, dan prognosis dari uveitis.

1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Uveitis adalah peradangan atau inflamasi yang terjadi pada lapisan traktus
uvea yang meliputi peradangan pada iris, korpus siliaris dan koroid.Peradangan ini
dapat mengenai satu atau lebih bagian dari traktus uvea.Pada umumnya radang pada
intra okular disebut uveitis. Uvea merupakan lapisan vaskular mata yang tersusun atas
banyak pembuluh darah yang memberikan nutrisi kepada mata dan membatasi bagian
mata yang lain, maka jika terjadi inflamasi pada lapisan ini dapat mengancam
penglihatan.3

2.2 Anatomi dan Fisiologi Uvea


Uvea merupakan lapisan vaskular mata yang terdiri atas tiga bagian, yaitu iris,
badan silier, dan koroid:

Gambar 2.1. Traktus Uvea.2


a. Iris
Iris merupakan suatu membran lanjutan dari badan siliar ke
anterior.Permukaan iris pipih dengan apertura bulat yang disebut pupil. Iris

2
memisahkan bilik mata depan dan bilik mata belakang, yang masing-masing
berisi aquos humor. Iris mempunyai kemampuan mengatur masuknya cahaya
ke dalam bola mata secara otomatis.Reaksi pupil ini merupakan juga indikator
untuk fungsi simpatis (midriasis) dan parasimpatis (miosis).Pada iris terdapat
dua muskulus yang mengatur besarnya pupil, yaitu:4
1. Musculus dillatator pupillae untuk melebarkan pupil.
2. Musculus spincter pupillae untuk mengecilkan pupil.
Iris tersusun oleh jaringan ikat longgar yang mengandung pigmen dan
kaya akan pembuluh darah. Vaskularisasi darah ke iris adalah dari arteri
circularis mayor.Sedangkan persarafannya melaului serat-serat di dalam
nervus siliaris. Iris terdiri dari 3 lapisan yaitu:5
1. Lapisan anterior yang terdiri dari fibroblast, melanosit, dan kolagen.
2. Lapisan tengah (stroma) yang terdiri sel berpigmen dan non pigmen,
matriks kolagen, mukopolisakarida, pembuluh darah, saraf, dan otot
spingter pupilae.
3. Lapisan posterior yang terdiri dari otot dilatator pupillae dan sel
berpigmen.

Gambar 2.2 Lapisan Iris.6

3
b. Badan siliar
Pada potongan melintang, badan siliar berbentuk segitiga membentang
ke depan dari ujung anterior koroid ke pangkal iris (sekitar 6 mm). Badan
siliar terbagi menjadi dua bagian yaitu:5
1. Pars plicata (2mm) merupakan zona anterior yang berombak-ombak.
2. Pars plana (4mm) merupakan zona posterior yang datar.
Pada bagian pars plicata terdapat prosesus siliaris yang terbentuk dari
kapiler-kapiler dan vena yang bermuara ke vena-vena korteks. Dari prosesus
siliaris keluar serat-serat fibrilin zonula zinii yang berinsersio pada kapsul
lensa.5
Korpus siliaris dilapisi oleh dua lapis sel epitel kuboid. Lapisan luar
merupakan lanjutan lapisan epitel pigmen retina dan kaya akan pigmen.
Sedangkan lapisan dalam merupakan lanjutan lapisan reseptor retina tetapi
tidak sensitive terhadap cahaya, dan tidak berpigmen.3
Prosesus siliaris dan epitel siliaris berfungsi sebagai pembentuk humor
aquos. Humor aquos mengalir dari bilik mata belakang ke bilik mata depan
melewati celah pupil, lalu masuk ke dalam jaringan trabekula di dekat limbus
dan akhirnya masuk ke dalam kanal Schlemm. Dari kanal Schlemm humor
aquos masuk ke pleksus sklera dan akhirnya bermuara ke sistem vena.3
Di dalam badan siliar terdapat 3otot akomodasi yang tersusun secara
longitudinal, radial, dan sirkuler.Fungsi otot siliar adalah untuk akomodasi.
Kontraksi dan relaksasi otot-otot ini akan mengakibatkan kontraksi dan
relaksasi dari kapsula lentis, sehingga lensa menjadi cembung atau kurang
cembung untuk mengatur penglihatan dekat dan jauh.3, 4

4
Gambar 2.3 Badan Siliar.7

c. Koroid
Koroid merupakan segmen posterior uvea, yang terletak di antara retina
dan sklera. Koroid terdiri dari 4 lapisan, yaitu:3
1. Epikhoroid, merupakan lapisan koroid terluar yang tersusun dari serat-
serat kolagen dan elastin.
2. Lapisan pembuluh, merupakan lapisan yang paling tebal tersusun dari
pembuluh darah dan melanosit.
3. Lapisan koriokapiler, merupakan lapisan yang terdiri atas pleksus kapiler,
jarring-jaring halus serat elastin dan kolagen, fibroblas, dan melanosit.
Kapiler ini berasal dari arteri koroidalis yang mensuplai nutrisi untuk
bagian luar retina.
4. Lamina elastika, meupakan lapisan koroid yang berbatasan dengan epitel
pigmen retina.
Koroid di sebelah dalam dibatasi oleh membran Bruch dan di sebelah
luar oleh sklera. Koroid melekat erat ke posterior di tepi nervus optikus,
sedangkan pada anterior bersambung dengan badan siliar.3

5
Gambar 2.4 Lapisan koroid.8

Vaskularisasi uvea dibedakan antara bagian anterior yang divaskularisasi oleh


2 buah arteri siliar posterior longus yang masuk menembus sclera di temporal dan
nasal dekat tempat masuk saraf optik dan 7 buah arteri siliar anterior, yang terdapat 2
pada setiap otot superior, medial inferior, dan satu pada otot rektus lateral. Arteri siliar
anterior dan posterior ini bergabung menjadi satu membentuk arteri sirkularis mayor
pada badan siliar uvea posterior mendapat vaskularisasi dari 15-20 buah arteri siliar
posterior brevis yang menembus sclera di sekitar tempat masuk saraf optik.9
Persarafan uvea didapatkan dari ganglion siliar yang terletak antara bola mata
dengan otot rektus lateral, 1 cm di depan foramen optik, yang menerima 2 akar saraf
di bagian posterior, yaitu:9
a. Saraf sensoris
Saraf yang berasal dari saraf nasosiliar mengandung serabut sensoris untuk
kornea, iris, dan badan siliar.
b. Saraf simpatis
Saraf simpatis membuat pupil berdilatasi, yang berasal dari saraf simpatis
yang melingkari arteri karotis, mempersarafi pembuluh darah uvea dan untuk
dilatasi pupil.
c. Akar saraf motor
Akar saraf motor akan memberikan saraf parasimpatis untuk mengecilkan
pupil.

6
2.3 Epidemiologi
Insiden uveitis pada populasi 100.000 orang adalah 15 kasus pertahun. Di
Amerika terdapat 2,3 juta orang penderita uveitis dimana kasus barunya ditemukan
sebanyak 45.000 pertahun. Uveitis juga menyebabkan 10% kebutaan.10

Uveitis dapat terjadi pada semua usia, tetapi rata-rata terjadi pada usia 40
tahun. Uveitis anterior adalah jenis yang paling sering dijumpai sebesar 90% dari
kasus uveitis. Sedangkan uveitis intermediate, posterior dan panuveitis hanya sebesar
10 sampai 15%.2

2.4 Etiologi
Penyebab terjadinya uveitis antara lain:11
a. Berdasarkan spesifitas penyebab
1. Spesifik/infeksi
Dapat disebabkan oleh virus, bakteri, fungi, parasit.
2. Non spesifik/non infeksi/reaksi hipersensitivitas
Hipersensitivitas terhadap mikroorganisme atau antigen yang masuk ke
dalam tubuh dan merangsang reaksi antigen antibodi dengan predileksi
pada traktus uvea.
b. Berdasarkan cara masuknya infeksi
1. Eksogen
Dapat disebabkan oleh trauma, operasi, dan iatrogenik.
2. Endogen
Merupakan fokal infeksi ditempat lain organ tubuh dan reaksi autoimun.

2.5. Patofisiologi
Badan siliar berfungsi sebagai pembentuk cairan bilik mata (humoraqueus)
yang memberi makanan kepada lensa dan kornea.Dengan adanya peradangan di iris
dan badan siliar, maka timbulah hiperemi perikorneal yang aktif, pembuluh darah
melebar, permeabilitas pembuluh darah meningkat dan pembentukan cairan iris

7
bertambah.Edema pada pupil ini mengakibatkan refleks pupil menurun sampai hilang,
akibatnya pupil miosis. Bilik mata depan keruh akibat adanya akumulasi sel radang
yang membentuk flare. Pada proses akut dapat terjadi hipopion dan hifema. Sel
radang juga dapat melekat ke endotel kornea berupa keraticprecipitate. Selain itu, sel
radang, fibrin, dan fibroblast dapat menyebabkan iris melekat pada kapsul lensa
anterior (sinekia posterior) dan pada endotel kornea (sinekia anterior). Jika terjadi
proses lebih lanjut, sel radang, fibrin, dan fibroblast ini dapat mentup pupil sehingga
terjadi seklusio pupil/oklusio pupil. Bila terjadi oklusio pupil, maka akan terjadi
gangguan aliran aquos humor sehingga terjadi peningkatan TIO dan menjadi
glaucoma sekunder. Selain itu, sinekia posterior juga dapat mengganggu metabolisme
lensa, sehingga lensa menjadi keruh dan terjadi katarak komplikata.3
Jika peradangan ini menyebar luas dapat menyebabkan endoftalmitis atau
panoftalmitis bahkan mengenai mata sebelahnya.3

2.6 Klasifikasi
a. Klasifikasi Anatomi
1. Uveitis Anterior
Uveitis anterior merupakan inflamasi yang meliputi iritis (peradangan
yang terbatas pada bilik mata depan), iridosiklitis (peradangan yang terbatas
pada bilik mata depan dan badan siliar anterior), keratouveitis (peradangan
iris yang melibatkan kornea), sklerouveitis (peradangan iris yang melibatkan
sclera) dan siklitis anterior (peradangan pada badan sliar anterior). Uveitis
anterior dapat disebabkan oleh trauma dan paling banyak disebabkan oleh
sindrom idiopatik pasca infeksi viral seperti sindrom yang berkaitan dengan
HLA-B27, arthritis, HSV, dan VZ.Uveitis anterior adalah bentuk yang
paling umum terjadi dan biasanya unilateral dengan onset akut.Gejala klasik
dari uveitis anterior akut terdapat trias khas yaitu nyeri, merah, dan
photophobia. Pada banyak kasus ditemukan keraticprecipitate, yaitu
kumpulan sel radang berwarna putih yang melekat pada endotel kornea.
Kornea mungkin menjadi oedem akut karena adanya disfungsi

8
endothelial.Bilik mata depan menunjukan respon selular dan flare (protein
bebas yang lepas dari iris dan badan siliar yang meradang). Pada kasus berat
dapat menunjukkan protein koagulasi di aquos humor dan kadang terjadi
hipopion (tumpukan sel radang di sudut inferior) dan hifema (migrasi sel-sel
darah merah). Iris dapat mengalami perlengketan dengan kapsul lensa
anterior (sinekia posterior) atau dengan kornea perifer (sinekia anterior).3, 12

Gambar 2.5Keratic precipitatate.13

Gambar 2.6Flare.14

9
Gambar 2.7 Hipopion.15

Gambar 2.8 Hifema.16

10
Gambar 2. 9 Sinekia posterior.16

2. Uveitis Intermediate
Uveitis intermediate merupakan inflamasi yang meliputi siklitis posterior
ataupars planitis atau uveitis perifer. Uveitis intermediate adalah
jenisperadangan intraokular terbanyak kedua.Uveitis intermediate dapat
disebabkan oleh berbagai kondisi, misalnya sarcoidosis, vitritis kronik, dan
multiple sklerosis.Uveitis intermediate khasnya bilateral dan mengenai
pasien pada dewasa muda.Tande uveitis intermediate yang terpenting adalah
peradangan vitreus.Gejala khas meliputi floaters dan penglihatan
kabur.Nyeri, mata merah, dan photophobia biasnya tidak ada atau hanya
sedikit.Pada pemeriksaan di dapatkan vitritis dengan kondensat vitreus yang
melayang (snowball) atau menyelimuti pars plana inferior dan badan siliare
(snowbanking).Peradangan pada bilik mata depan hampir selalu ringan dan
jarang terjadi sinekia posterior. Komplikasi uveitis intermediate yang
tersering adalah edema makula kistoid, dan katarak subkapsular. Pada kasus
berat dapat terjadi pelepasan membran siklitik dan ablatio retina.3

11
Gambar 2.10Snowball.17

Gambar 2.11Snowbanking.18

3. UveitisPosterior
Uveitis posterior merupakan inflamasi yang meliputi retinitis, koroiditis,
vaskulitis retina, dan papilitis yang terjadi sendiri-sendiri atau bersamaan.
Uveitis posterior sering terjadi bersamaan dengan salah satu penyakit seperti
AIDS, TB, pasien dengan penggunaan kortikosteroid atau imunosupresif
jangka panjang, dan infeksi okular karena bakteri, jamur, dan parasit. Gejala
yang timbul umunya berupa floaters, kehilangan lapang pandang atau
scotoma, atau penurunan tajam penglihatan yang mungkin parah.Lesi pada

12
segmen posterior mata dapat fokal maupun difus. Lesi umumnyaberawal
tenang, namun ada yang disertai kekeruhan vitreus dan kehilangan
penglihatan secara tiba-tiba.12

Gambar 2.12 Choroiditis pada pasien AIDS.18

Gambar 2.13 Retinitis pada pasien AIDS dengan (A) Cytomegalovirus (B)
Varicella Zoster Virus (C) Herpes Zoster Virus (D) Toxoplasmosis.18

4. Panuveitis/Uveitis Difus
Panuveitis merupakan kondisi inflamasi yang terdapat infiltrat sel kurang
lebih merata dari semua unsur di traktus uvea, yang meliputi uveitis anterior,
intermediate, dan posterior yang terjadi bersamaan. Infeksi TB, sarkodosis,
dan sifilis harus dipertimbangkan pada pasien-pasien panuveitis.3

13
b. Perjalanan penyakit
1. Akut
Bila gejala berlangsung selama 6 minggu atau kurang, kemudian sembuh
sempurna.11
2. Rekuren
Lama peradangan antara uveitis akut dan kronik, ada kekambuhan tetapi ada
fase kesembuhan.11
3. Kronis
Peradangan berulang, berlangsung lebih dari 6 minggu, tanpa penyembuhan
sempurna antara serangan yang pertama dan kekambuhan.11

c. Reaksi radang
1. Uveitis non granulomatosa
Merupakan infiltrat yang terdiri dari sel plasma dan limfosit dengan
sedikit sel mononuklear.Uveitis non granulomatosa terutama timbul di
bagian anterior traktus uvealis, yaitu iris dan korpus siliaris.Pada kasus berat
dapat terbentuk bekuan fibrin besar atau hipopion di dalam bilik mata depan.
Uveitis non granulomatosa umumnya tidak ditemukan organisme patogen,
diduga peradangan ini adalah akibat hipersensitivitas.3, 12
Pada bentuk non granulomatosa onsetnya akut, nyeri, fotofobia, dan
pandangan kabur.Terdapat kemerahan sirkum korneal yang disebabkan oleh
dilatasi pembuluh darah limbus. Pupil mengecil dan mungkin terdapat
kumpulan fibrin di bilik mata depan. Jika terdapat sinekia posterior maka
pupil tampak tidak teratur.3

14
Gambar 2.14 Uveitis non granulomatosa.19

2. Granulomatosa
Merupakan infiltrat yang terdiri dari sel epiteloid dan makrofag.Terdapat
kelompok nodular sel raksasa yang dikelilingi limfosit di daerah yang
terkena.Uveitis granulomatosa adalah adanya invasi mikroba aktif ke
jaringan oleh bakteri.Dapat mengenai uvea bagian anterior maupun
posterior.Infiltrat dominan sel limfosit, adanya agregasi makrofag dan sel-sel
raksasa multinukleus. Pada kasus berat dapat terbentuk bekuan fibrin besar
atau hipopion di kamera okuli anterior.3
Pada bentuk granulomatosa, biasaya onsetnya tidak terlalu kelihatan,
penglihatan kabur, nyeri minimal, fotofobia tidak seberat bentuk non
granulomatosa, dan mata memerah difus di daerah sirkum korneal. Pupil
sering mengecil dan menjadi tidak teratur karena terbentuk sinekia
posterior.KP berupa “mutton fat” besar-besar terlihat di permukaan posterior
kornea. Tampak kemerahan flare dan sel-sel di bilik mata depan, dan nodul
yang terdiri atas kelompok sel-sel putih di tepian pupil iris (nodul koeppe).
Nodul serupa diseluruh stroma iris disebut nodul busacca.3, 12

15
Gambar 2.15 Uveitis granulomatosa.20

Gambar 2.16Nodulkoeppe.20

Tabel1 Perbedaan Uveitis Non Granulomatosa dan Granulomatosa.3


Non Granulomatosa Granulomatosa
Onset Akut Tersembunyi
Nyeri Nyata Tidak ada atau ringan
Photophobia Nyata Ringan
Penglihatan kabur Sedang Nyata

16
Merah Nyata Ringan
sirkumkorneal
Keratic precipitates Putih halus Kelabu besar (mutton fat)
Pupil Kecil dan tidak teratur Kecil dan tidak teratur
Sinekia posterior Kadang-kadang Kadang-kadang
Noduli iris Tidak ada Kadang-kadang
Lokasi Uvea anterior Uvea anterior, posterior atau
difus
Perjalanan Akut Kronik
penyakit
Kekambuhan Sering Kadang-kadang

2.7 Manifestasi Klinis


a. Uveitis anterior
1. Keluhan
a) Mata merah
b) Nyeri
Nyeri disebabkan oleh iritasi saraf siliar bila melihat cahaya dan
penekanan saraf siliar bila melihat dekat.
c) Fotofobia
Fotofobia disebabkan arena pasme siliar dan kelainan kornea.
d) Penglihatan kabur
Kabur dapat disebabkan oleh karena pengendapan fibrin, edema kornea,
kekeruhan aquos humor karena eksudasi sel radang dan fibrin, serta juga
dapat disebabkan oleh kekeruhan lensa.
e) Blefarospasme
Blefarospasme sering terjadi saat mata teriritasi karena saat teriritasi
mata menimbulkan rasa tidak nyaman.
f) Epifora
Epifora disebabkan oleh iritasi saraf pada kornea dan siliar.

17
2. Pemeriksaan fisik
a) Palpebra
Palpebra dapat normal atau edema disertai ptosis ringan
b) Konjungtiva
Konjungtiva hiperemi
c) Kornea
Perikorna hiperemi, dan terdapat keraticprecipitate.
d) Bilik mata depan
Bilik mata depan keruh karena flare, dapat disertai hipopion atau hifema
jika sangat akut. Sudut bilik mata depan dangkal jika ada iris bombe, dan
menjadi dalam jika ada sinekia posterior.
e) Iris
Iris edema dan warna jadi lebih pucat.Kadang terdapat nodulkoeppe dan
nodulbusacca. Terdapat sinekia posterior, seklusio iris, oklusio iris,
f) Pupil
Pupil miosis, bentuk tidak teratur, refleks lambat sampai negatif disertai
nyeri. Pupil mengecil akibat rangsangan proses peradangan pada otot
spincter pupil dan adanya edema stroma iris.
g) Lensa
Lensa keruh terutama jika ada katarak komplikata dan terdapat pigmen
iris jika pernah terjadi sinekia posterior yang telah lepas.
b. Uveitis intermediete
1. Keluhan
a) Penglihatan kabur
b) Floaters
2. Pemeriksaan fisik
Secara umum segmen anterior tenang dan kadang terdapat flare di bilik mata
depan. Dapat ditemukan sel dan eksudat pada korpus vitreus.

18
c. Uveitis posterior
1. Keluhan
a) Penglihatan kabur
b) Floaters pada lapang pandang yang semakin banyak
c) Kadang disertai fotopsia
2. Pemeriksaan fisik
Secara umum segmen anterior tidak didapatkan kelainan yang berarti.Tidak
ada hiperemi perikornea. Dengan oftalmoskopterdapat kekeruhan pada
vitreus humor dan jika retina masih terlihat, akan tampak fokal pucat disertai
pigmen-pigmen. Dengan lensa kotak 3 cermin Goldman akan terlihat adanya
pars planitis sebagai fokal kepucatan dengan pigmen-pigmen.

2.8 Pemeriksaan Penunjang


Pemeriksaan laboratorium umumnya tidak dilakukan jika dengan pengobatan
non spesifik memberikan respon yang baik. Bagi penderita yang tidak memberikan
respon pengobatan non spesifik yang baik dan pada kasus yang berulang dapat
dilakukan pemeriksaan tes untuk mencari kemungkinan TBC, toxoplasmosis, sifilis,
arthritis reumathoid, dan pemeriksaan HLA-B27 untuk mencari penyebab autoimun.3

2.9 Diagnosis Banding


a. Konjungtivitis Akut
b. Glaukoma Akut

Tabel 2 Diagnosis Banding.3


Uveitis Akut Konjungtivitis Akut Glaukoma Akut
Insidensi Sering Sangat sering Jarang
Sekret Tidak ada Sedang - banyak Tidak ada
Visus Kabur Normal Sangat kabur
Nyeri Sedang Tidak ada Berat

19
Injeksi Terutama Difus, lebih ke arah Terutama
konjungtiva sirkumkornea fornices sirkumkornea
Kornea Biasanya jernih Jernih Berkabut
Ukuran pupil Miosis Normal Midriasis
Refleks pupil Lambat Normal Negatif
TIO Normal Normal Tinggi
Sediaan Tidak ada Organisme penyebab Tidak ada
hapusan organisme organisme

2.10 Komplikasi
a. Komplikasi karena radang
1. Katarak komplikata
Katarak komplikata terjadi akibat adanya edema pada iris dan adanya sel
radang, fibrin, dan fibroblas yang mengakibatkan lekatnya iris pada kapsul
lensa bagian anterior yang disebut sinekia posterior.Keadaan ini
mengakibatkan metabolisme lensa terganggu sehingga timbul
katarak.Pengobatan katarak komplikata adalah ekstraksi katarak bila radang
sudah tenang dan visus terganggu karena kataraknya.11
2. Glaukoma sekunder
Glaukoma sekunder sudut terbuka dapat terjadi akibat endapan sel radang
yang disertai edema pada iris dan trabekula sehingga pembuangan aquos
humor terganggu akibat sumbatan. Selain itu juga dapa terjadi glaucoma
sudut tertutup akibat sinekia posterior total ditambah sel-sel radan yang
melekat pada permukaan iris dan lensa sehingga terjadi seklusio pupil, terjadi
gangguan aquos humor dari bilik mata belakang ke bilik mata depan,
sehingga aquos humor akan tertumpuk di bilik mata belakang dan mendorong
iris ke depan yang akan tampak sebagai iris bombans yang menumpuk sudut
bilik mata depan sehingga menjadi glaukoma sekunder sudut tertutup.

20
Pengobatannya dengan obat yang menurunkan tekanan intra okuler, bila tidak
berhasil dapat dilakukan operasi filtering.11
3. Sinekia posterior
Harus dilakukan tindakan pencegahan untuk mencegah terjadinya sinekia,
dengan pemberian obat tetes mata midriatik siklopegik kuat.11
3. Iris atrofi, neovaskularisasi pada iris (rubeosis iridis) terutama pada keadaan
kronis.11
4. Gangguan daya akomodasi akibat kerusakan badan siliar.11
5. Ablatio retina
Biasanya terjadi sebagai komplikasi uveitis pada lanjut. Vitreus humor
tampak sebagai membran yang terdiri dari jaringan ikat dengan
neovaskularisasi yang berasal dari sistem retina yang disebut retina
proliferans. Bila rmembran ini mengkerut dapat menarik retina sehingga
retina robek yang mengakibatkan ablatio retina.3

b. Komplikasi karena pengobatan


Pengobatan uveitis biasanya dengan kortikosteroid yang dalam waktu
jangka lama dapat menyebabkan timbulnya katarak maupun glaukoma, dan
pemberian sistemik juga dapat menyebabkan fullmoonface, hipertensi, reaksi
pada kulit, dan steoforosis.11

2.11 Penatalaksanaan
Terapi pada uveitis bertujuan untuk menghilangkan nyeri dan inflamasi pada
mata, serta mencegah kerusakan struktur okular, terutama pada makula dan saraf
optik, yang dapat menyebabkan kehilangan penglihatan permanen.11
Terapi utama pada uveitis adalah pemberian kortikosteroid dan agen
midriatik/sikloplegik.11
Pada uveitis anterior steroid diberikan dalam bentuk tetes mata, namun steroid
topikal tidak berpenetrasi dengan efektif ke segmen posterior. Maka, uveitis posterior

21
diterapi dengan steroid sistemik atau steroid yang disuntikkan ke dasar orbita atau ke
dalam ruang subtenon.11
a. Terapi non spesifik11
1. Midriatikum/sikloplegik
 Sulfas atropine 1%
 Homatropin 2%
 Scopolamin 0.2%
 Cyclopentolate 1%
Midriatikum-sikloplegik berfungsi untuk merelaksasikan pada otot-otot iris
dan badan siliar, mengurangi hiperemi dan mencegah timbulnya sinekia
posterior atau melepas sinekia posterior bila sudah terjadi.Bila pupil sudah
lebar, pemberian cukup 1 kali/hari.Pemberian Atropin dihentikan 10 hari
setelah mata tenang.
2. Kortikosteroid
a) Topikal: dapat berupa tetes mata, diberikan tiap 1-2 jam atau salep mata
diberikan 4 kali/hari. Paling baik jika diberikan secara injeksi peri-okular.
b) Sistemik: bila radang cukup berat, diberikan dengan dosis tinggi yang
kemudian dikurangi bila sudah terlihat hasil pengobatannya.
3. Kompres hangat
Kompres hangat untuk mengurangi rasa nyeri dan juga untuk meningkatkan
sirkulasi darah sehingga reasorbsi sel-sel radang lebih cepat.
4. Kacamata hitam
Kaca mata hitam untuk mengurangi fotofobi akibat pupil yang lebar karena
pemberian atropin
b. Terapi spesifik11
Terapi spesifik tergantung dari penyebab utamanya. Pengobatan untuk
uveitisnya sendiri, sama seperti pada nonspesifik, ditambah pengobatan untuk
penyebab primernya.

22
c. Terapi komplikasi11
1. Sinekia anterior dan posterior
Untuk mencegah atau mengobati sinekia anterior dan posterior dapat
diberikan midriatikum seperti Atropin 1%.
2. Glaukoma sekunder
Jika terjadi glaukoma dapat diberikan terapi konservatif seperti, Timolol
0,25%-0,5% sebanyak 1 kali/hari, acetazolamide 250mg 1 kali/hari. Bila
tidak ada perbaikan dengan pemberian obat dapat dilakukan operasi filtering.
3. Katarak komplikata
Terapi yang diperlukan adalah dengan pembedahan ekstraksi katarak.

2.12 Prognosis
Perjalanan penyakit dan prognosis uveitis tergantung pada banyak hal, seperti
derajat keparahan, lokasi, dan penyebab keradangan.Secara umum, peradangan berat
perlu waktu lebih lama untuk sembuh serta lebih sering menyebabkan kerusakan intra
okular dan kehilangan penglihatan dibandingkan peradangan ringan atau sedang.
Selain itu, uveitis anterior cenderung lebih cepat merespon pengobatan dibandingkan
uveitis intermediet, posterior, atau difus. Keterlibatan retina, koroid, dan nervus
optikus cenderung memberi prognosis yang lebih buruk.3
Uveitis umumnya berulang, penting bagi pasien untuk melakukan pemeriksaan
berkala dan cepat mewaspadai bila terjadi keluhan pada matanya.Tetapi tergantung di
mana letak eksudat dan dapat menyebabkan atropi. Apabila mengenai daerah makula
dapat menyebabkan gangguan penglihatan yang serius.3

23
BAB III
LAPORAN KASUS

3.1 Identitas Penderita


Nama : Ny. Setyowati
Umur : 40 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Suku : Jawa
Pekerjaan : IRT
Agama : Islam
Status : Menikah
Alamat : Sidoarjo
Tanggal pemeriksaan : 02 Mei 2017

3.2 Anamnesis
Keluhan utama:
Mata kanan merah

Riwayat penyakit sekarang:


Mata kanan merah sejak 2 minggu yang lalu, pandangan kabur +, nyeri +, silau
saat terkena cahaya, tidak gatal, tidak bengkak, tidak mblobok, tidak ngeres,
tidak nrocoh,tidak ada riwayat trauma, tidak ada melihat bayangan hitam yang
melayang-layang.

Riwayat penyakit dahulu:


Tidak pernah sakit seperti ini sebelumnya, riwayat DM dan hipertensi
disangkal, tidak ada riwayat batuk kronis.

Riwayat penggunaan obat:


Tetes mata insto

24
Riwayat penyakit keluarga:
Tidak ada keluarga yang sakit seperti ini.

3.3 Pemeriksaan Fisik


a. Status Generalis
Keadaan umum : Cukup
Kesadaran : Compos mentis
Tekanan darah : tidak dilakukan
Nadi : tidak dilakukan
Suhu : tidak dilakukan
RR : tidak dilakukan
b. Status Lokalis

OD OS
Visus 5/10 5/10
Palpebra Superior Edema (-) Edema (-)
et Inferior Ekimosis (-) Ekimosis (-)
Konjungtiva Hiperemi (-) Hiperemi (-)
Tarsus Superior Hipertrofi papil dan folikel Hipertrofi papil dan folikel
et Inferior (-) (-)
Edema (-) Edema (-)
Sekret (-) Sekret (-)
Konjungtiva Bulbi CVI (+) CVI (-)
PCVI (-) PCVI (-)
Pterigium (-) Pterigium (-)
Pinguecula (-) Pinguecula (-)
Kornea Erosi (-) Erosi (-)
Keruh (-) Keruh (-)

25
Infiltrat (-) Infiltrat (-)
Ulkus (-) Ulkus (-)
KP (+) KP (-)
Bilik Mata Depan Flare (-) Flare (-)
Hipopion (-) Hipopion (-)
Hifema (-) Hifema (-)
Iris Edema (-) Edema (-)
Refleks pupil (+) Refleks pupil (+)
Sinekia posterior (+) Sinekia posterior (-)
Lensa Keruh (+) Keruh (-)
Segmen iris (+) Segmen iris (-)
TIO 5/5,5 5/5,5

3.4 Resume
Ny. S datang ke Poli Mata RSUD Sisoarjo dengan keluhan mata kanan merah sejak 2
minggu yang lalu, pandangan kabur +, nyeri +, silau saat terkena cahaya, tidak gatal,
tidak bengkak, tidak mblobok, tidak ngeres, tidak nrocoh, tidak ada riwayat trauma,
tidak ada melihat bayangan hitam yang melayang-layang. Tidak pernah sakit seperti
ini sebelumnya, riwayat DM dan hipertensi disangkal, tidak ada riwayat batuk kronis,
Riwayat penggunaan obat: Insto Pada pemeriksaan fisik lokalis Okulo Dextra di
dapatkan: Visus 5/10, CVI (+), keraticprecipitate (+),sinekia posterior (+), segmen
iris (+).

3.5 Diagnosis
OD Uveitis Anterior Akut

Different Diagnosis:
OD Konjungtivitis Akut
OD Keratitis
OD Glaukoma Akut

26
3.6 Penatalaksanaan
Planning diagnostik: -
Planning medikamentosa:
a. Terapi non spesifik
Sulfas Atropin 1% Ed 3 dd gttI OD
Cendo Methasone Ed 3 dd I OD
Tab Methylprednisolon 8 mg 3 dd I

Planning monitoring:
Kontrol kembali ke poli mata 5 hari untuk melihat perkembangan gejala klinis
dan jika timbul efek samping obat

Planning edukasi:
Menjelaskan tentang penyakitnya.
Menjelaskan efek samping obat kepada pasien untuk tidak menggunakan obat
dalam jangka waktu lama tanpa adanya indikasi, karena dapat menyebabkan
komplikasi.

27
BAB IV
PEMBAHASAN

Diagnosa pasien ditegakkan berdasarkan anamnesa dan pemeriksaan


fisik.Berdasarkan anamnesa didapatkan mata kana merah sejak 2 minggu yang lalu,
Pandangan kabur +, nyeri +, silau saat terkena cahaya, tidak gatal, tidak bengkak,
tidak ada riwayat trauma.Tidak pernah sakit seperti ini sebelumnya, riwayat DM dan
hipertensi disangkal, tidak ada riwayat batuk kronis.
Keluhan mata merah akibat peradangan pada traktus uvea yang mengakibatkan
hiperemi perikornea.Mata terasa nyeri akibat iritasi saraf siliar bila melihat cahaya
dan penekanan saraf siliar bila melihat dekat.Silau saat terkena cahaya karena
disebabkannya spasme siliar. Pandangan kabur terjadi karena adanya pengendapan
fibrin dan sel radang pada humor aquous, tetapi bisa juga karena kekeruhan lensa
Pada pemeriksaan fisik mata kanan didapatkan penurunan visus yaitu
5/10.Pemeriksaan dengan senter di dapatkan hiperemi perikornea dan refleks pupil (+)
normal. Pada pemeriksaan dengan slit lamp di dapatkan keraticprecipitate, dan
segmen iris pada lensa. Keraticprecipitate terjadiakibat menempelnya sel radang pada
endotel kornea. Segmen iris yang terdapat pada lensa menunjukkan bahwa terjadi
sinekia posterior.
Maka dari anamnesa dan pemeriksaan fisik diatas dapat disimpulkan pasien
menderita uveitis akut. Terapi non spesifik berupa pemberian midriatikum dan
kortikosteroid.Midriatikum dapat berupa atropin 1% yang berfungsi merelaksasikan
pada otot iris dan badan siliar, mengurangi hiperemi dan melepas sinekia posterior
yang sedang terjadi. Kortikosteroid dapat diberikan topical maupun sistemik untuk
mengurangiproses inflamasi.

28
DAFTAR PUSTAKA

1. Hertanto, M. Perkembangan Tata Laksana Uveitis: dari Kortikosteroid


hingga Imunomodulator. J Indon Med Assoc, 2011; (6); 61; 235 p.

2. Murtaza M; Muthusamy P; Hussain SS; Shimmi SC; Sein MM.Uveitis:


Pathogenesis, Clinical presentations and Treatment.IOSR Journal Of
Pharmacy; 2014; (12); 4; 42 p.

3. Vaughan, DG; Asbury, T; Riordan-Eva, P. Oftalmologi Umum. Edisi 17.


Jakarta. Widya Medika. 2000; 150-62.

4. Guyton, AC; Hall, JE. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 9. Jakarta. EGC;
1997.

5. Jusuf, AA. Sistem Penglihatan. 2010. Available from URL:


www.staff.ui.ac.id/internal/132015140/material/SISTEMPENGLIHATAN.do
c

6. Managed Care Eye Institute. Iris. Available from URL:


http://teaching.pharmacy.umn.edu/courses/eyeAP/Eye_Anatomy/CoatsoftheE
ye/Iris.htm

7. Encyclopedia of Science. Ciliary Body. Available from URL:


http://www.daviddarling.info/encyclopedia/C/ciliary_body.html

8. Eva, PR. Anatomy and Embriology of the Eye. 2003. The Mac Grow Hill
Companies. http://www.oculist.net/others/ebook/generalophthal/server-
java/arknoid/amed/vaughan/co_chapters/ch001/ch001_print_chapter.html

9. Ilyas, S; Yulianti SR. Ilmu Penyakit Mata. Edisi 5. Jakarta. Fakultas


Kedokteran Universitas Indonesia; 2014.

10. Indraswati, E; Anie, M; Suhendro, G. Trans Limbal Lansectomy of


Untreatable Uveitis in Juvenile Rheumatoid Arthritis Patient. Jurnal
Oftalmologi Indonesia; 2007; (1); 5; 78 p.

29
11. Soewono, W. Diktat Kuliah: Ilmu Penyakit Mata. Jilid 2. Surabaya. Sie Bursa
Senat Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga. 1992-1993.

12. Rao, NA; Blackman, HJ; Franklin, RM; Meisler, D; Sheppard, JD.
Intraocular Inflamation and Uveitis. Section 9. San Fransisco. American
Academy of Ophthalmology; 1995-1996.

13. Karanth, A. Overview of Uveitis. Available from URL:


http://es.slideshare.net/ophthalclass/overview-of-uveitis-part2-clinical-
features/9

14. EmDocs. Appearance of Cells and Flare in Acute Iritis. Available from URL:
http://www.emdocs.net/questions/appearance-cell-flare-acute-iritis/

15. Rollero, PB. Hipopion: Definicion y Sintomas. Available from URL:


http://www.informacionopticas.com/hipopion-definicion-y-sintomas/

16. Medscape. HyphemaGlaucoma. Available from URL:


http://emedicine.medscape.com/article/1206635-overview

17. Goldstein, DA; Tessler, HH. Classification, Symptoms, and Signs of Uveitis.
Available from URL:
http://www.oculist.net/downaton502/prof/ebook/duanes/pages/v4/v4c032.htm
l

18. StudyBlue. Uveitis. Available fromURL:


https://www.studyblue.com/notes/note/n/uveitis/deck/9039516

19. Hogan, MJ. Signs and Symptoms of Uveitis. Available from URL:
https://www.scienceopen.com/document/vid/4a33fcb8-b70e-4eee-adf5-
7fe223a10a1c

20. Farber, M. Granulomatous Inflamation. Available from URL:


http://www.oculist.net/downaton502/prof/ebook/duanes/pages/v9/v9c004.htm
l

30

Anda mungkin juga menyukai