Anda di halaman 1dari 21

REFERAT

TRAUMA KIMIA MATA

Pembimbing:

dr. Hj. Rr. Supiyanti, Sp. M

Disusun Oleh:

Murry Agusthin Tehusyarana

2165050102

KEPANITERAAN KLINIK MATA


RUMAH SAKIT UMUM DAERAH DR. CHASBULLAHABDULMAJID
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN INDONESIA
PERIODE 18 APRIL – 28 MEI 2022
JAKARTA
2022

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat dan
pertolonganNya penulis dapat menyelesaikan referat ini. Referat ini disusun untuk
memenuhi tugas kepaniteraan klinik bagi CoAss Universitas Kristen Indonesia yang
sedang menjalani kepaniteraan klinik di departemen Mata Rumah Sakit Umum Daerah
dr. Chasbullahabdulmajid Kota Bekasi.

Terima kasih penulis ucapkan kepada dr. Hj. Rr. Supiyanti, Sp. M, yang telah
bersedia meluangkan waktu untuk membimbing dan mengarahkan penulis dalam
menyelesaikan referat ini.

Penulis menyadari bahwa referat ini masih jauh dari sempurna dan memiliki
banyak keterbatasan. Oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang
bersifat membangun dari semua pihak.

Demikian yang dapat penulis sampaikan, akhir kata semoga referat ini dapat
berguna bagi penulis maupun pembaca sekalian. Kiranya Tuhan memberkati kita
semua.

Bekasi,11 Mei 2022

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR............................................................................................... i

DAFTAR ISI .............................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN .................................................................................... 1

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................... 2

II.1 Anatomi Mata..................................................................................... 2


II.2 Trauma Kimia .................................................................................... 8

BAB III KESIMPULAN.............................................................................................17

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................18

ii
BAB I
PENDAHULUAN

Menurut data WHO, trauma kimia pada mata mengakibatkan sebanyak 19 juta pasien
mengalami kebutaan pada satu mata dan sekitar 1,6 juta pasien mengalami kebutaan pada kedua
matanya. Selain itu, WHO menyebutkan bahwa trauma pada mata juga mengakibatkan 2 juta
pasien mengalami penurunan visus pada kedua matanya pasca trauma kimia pada mata. Dari
keseluruhan kasus trauma pada mata, kasus trauma kimia menyumbang prevalensi sebesar 84%.1

Statistik internasional menemukan bahwa pada negara berkembang terdapat 80% orang
mengelami trauma kimia pada mata yang disebabkan oleh paparan industry atau pekerjaan. Di
Norwegia utara dilaporkan 14% penyebab trauma kimia pada mata disebabkan karena empedu
ikan.2

Pada penelitian di India tahun 2019, terdaapatr 728 kasus keseluruhan trauma ocular
dimana 102 kasus (13,04%) kasus trauma kimia pada mata. Dari 102 kasus trauma kimia
terdapat 73,5% adalah laki-laki dan 26,5% adalah perempuan dimana usia 10 tahun 3,9%, usia
11 tahun sampai 20 tahun 18,6% dan 21 tahun sampai 30 tahun 30,4% serta 31 tahun sampai 40
tahun 33,3%, 41 tahun sampai 50 tahun 8,9%, 51 tahun sampai 60 tahun 4,9%.3

Prevalensi trauma kimia pada mata di Singapura terdapat 25 kasus dimana pada laki-laki
terdapat 0,9% dan pada perempuan terdapat 0,5% serta dalam kelompok usia dimana usia 40
tahun hingga 49 tahun 1,1% , usia 50 tahun hingga 59 tahun 0,8%, 60 tahun hingga 69 tahun
0,6% serta pada usia 70 tahun keatas terdapar 0,2% .4

Menurut epidemiologi yang disusun oleh Rumah Sakit Mata Teheran,Iran didapatkan
trauma mata terbanyak adalah trauma mata kimia sebesar 22% dimana lebih sering terjadi pada
kelompok masyarakat dengan ekonomi rendah sehingga dapat dilihat perbedaan kasus trauma
kimia pada mata lebih banyak pada laki-laki dibandingkan perempuan.5

Berdasarkan latar belakang diatas dibuatlah sebuah karya ilmiah referat dengan judul
“Trauma Kimia” dimana memberi peluang untuk mengetahui, mempelajari, dan memberikan
informasi mengenai trauma kimia pada mata, serta tujuan pengambilan judul ini mengetahui
tatalaksana dan penanganan trauma kimia pada mata.

1
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II.1 ANATOMI MATA


Orbita berasal dari kata “orbit” yang berarti lingkaran. Apabila dilihat secara anatomis,
mata berbentuk oval dan membentuk suatu struktur piramida yang mengarah ke dalam orbita.
Terdapat dua fisura yang melewati bagian atas dan bawah dinding orbita, yaitu fissurae
orbitalis superior dan fissurae orbitalis inferior. Dengan adanya kedua fisura tersebut, mata
dapat dilalui oleh banyak serabut persarafan dan pembuluh darah.6 Mata dapat mengatur
seberapa banyak jumlah cahaya masuk, mengatur fokus penglihatan pada objek jauh maupun
dekat, dan memproses serta memproses gambaran tersebut menuju otak. Mata terdiri dari
berbagai macam struktur seperti sklera, konjungtiva, kornea, pupil, iris, lensa, vitreus, dan
retina. Selain itu terdapat struktur-struktur tambahan seperti palpebra, apparatus lakrimal, dan
otot-otot penggerak bola mata. Terdapat dua cairan yang berada di dalam mata, yaitu aqueos
humor dan vitreus humor. Keseluruhan struktur tersebut, masing-masing memiliki peranan
dan fungsi kerjanya tersendiri.7

a. Rongga Orbita
Rongga orbita tersusun atas kumpulan 7 tulang pembentuk. Tulang tersebut adalah os.
Etmoid, os. Frontalis, os. Maksila, os. Palatina, os. Sfenoid, os. Zigomatikum, dan os.
Lakrimal. Pada tepi rongga hidung terletak rongga orbita yang bentuknya menyerupai
pyramid. Antara medial dan lateral dinding orbita terbentuk suatu sudut sebesar 45 D
̊ inding
orbita tersusun atas tulang:
 Superior : os. Frontalis
 Inferior : os. Zigomatikum, os. Maksila, os. Palatina
 Lateral : os. Frontalis, os. Zigomatikum, os. Sfenoid
 Nasal : os. Maksila, os. Lakrimal, os. Etmoid
Pada bagian puncak dari rongga orbita terdapat suatu lubang yang disebut sebagai
foramen optik. Foramen optik ini dilalui oleh berbagai macam struktur seperti N.Optikus,
pembuluh darah, dan nervus simpatis pleksus carotid. Fisura orbita superior dilewati oleh
cabang N. Trigeminus seperti N. lakrimal, N.frontalis, dan N. Nasosiliaris. Selain itu,

2
Fisura orbita superior juga dilewati oleh N.Troklearis, N. Okulomotorius, N. Abdusen.
Arteri dan Vena oftalmika juga melalui struktur tersebut. Sedangkan, fisura orbita inferior
dilewati oleh persarafan yang berasa dari bagian bawah rongga orbita, N. zigomatikum,
dan pembuluh darah arteri. Pada rongga orbita terdapat suatu fosa yang bernama fosa
lakrimal. Fosa lakrimal ini berfungsi sebagai tempat penyangga kelenjar lakrimalis.8

Gambar 2.1 Anatomi Rongga Orbita

b. Palpebra
Palpebra merupakan suatu struktur yang memiliki fungsi proteksi terhadap bola mata.
Palpebra melindungi bola mata dari trauma dan mencegah terjadinya kekeringan pada mata.
Bagian anterior palpebra memiliki lapisan kulit tipis sedangkan pada bagian posteriornya dilapisi
oleh konjungtiva tarsal. Pada palpebra terdapat berbagai macam kelenjar, seperti kelenjar

3
minyak, kelenjar keringat, kelenjar Zeis, dan kelenjar Meibom. Pada sekitar palpebra terdapat M.
orbicularis okuli yang berfungsi untuk menutup palpebra. Untuk membuka mata, otot yang
berperan adalah M. Levator palpebra yang diinervasi oleh N. Okulomotorius. Palpebra mendapat
suplai pembuluh darah yang berasal dari a. palpebra. Sedangkan, untuk persarafannya palpebra
superior dipersarafi oleh N. Trigeminus rami frontalis dan palpebra inferior berasal dari N.
Trigeminus cabang maksilaris.8

c. Konjungtiva
Konjungtiva adalah suatu lapisan epitel tipis dan transparan yang melapisi palpebra
posterior dan melapisi sklera. Konjungtiva berfungsi sebagai penghasil musin yang merupakan
suatu zat komponen film air mata. Film air mata diproduksi oleh sel Goblet yang berada pada
konjungtiva dan bersifat membasahi kornea mata. Konjungtiva memiliki 3 jenis bagian, yaitu
konjungtiva tarsal, konjungtiva bulbi, dan konjungtiva forniks. Konjungtiva berubah bentuk
menjadi epitel kornea pada area di sekitar limbus. Konjungtiva tarsal merupakan konjungtiva
yang melapisi palpebra bagian posterior. Konjungtiva bulbi terdapat pada anterior sklera dan
bersifat mudah digerakan. Konjungtiva forniks adalah konjungtiva peralihan yang berada di
antara konjungtiva tarsal dan konjungtiva bulbi.8

4
Gambar 2.2 Anatomi Konjungtiva

d. Kornea
Kornea merupakan suatu selaput pada mata yang bersifat bening transparan, dan
avaskular. Kornea mempunyai 5 lapisan penyusun, terdiri dari epitel, membran bowman, stroma,
membran Descement, dan Endotel. Epitel tersusun atas 5 lapisan epitel, tidak bertanduk, dan
berfungsi sebagai barrier. Membran Bowman berada di bawah lapisan epitel dan tersusun atas
kolagen yang tidak dapat beregenerasi. Lapisan ketiga yaitu lapisan stroma merupakan lapisan
kornea paling tebal, tersusun atas lamel dan sel keratosit. Selanjutnya, Membran Descement
adalah suatu membran aselular dan bersifat sangat elastis. Endotel kornea merupakan lapisan
yang terdalam dan terdiri dari satu lapis sel berbentuk heksagonal. Kornea diinervasi oleh N.
Siliaris Longus dan N. Nasosiliaris. Apabila terjadi trauma pada endotel kornea maka akan
terjadinya gangguan pompa endotel yang menyebabkan edema pada kornea.10

Gambar 2.3 Lapisan kornea

e. Sklera
Sklera merupakan jaringan ikat yang kenyal dan memberikan bentuk pada mata,
merupakan bagian terluar yang melindungi bola mata. Sklera bersifat kaku dan tipis. Sklera
berhubungan dengan kornea melalui limbus sklera.8,9

f. Pupil
Pupil dapat membesar maupun mengecil sesuai dengan jumlah cahaya yang masuk.
Dilatasi pupil diatur oleh M. dilator pupillae melaluli rangsang saraf simpatis. Sedangkan pada
5
saat kondisi cahaya terang, melalui saraf parasimpatis akan mengkonstriksikan M. constrictor
pupillae untuk mengecilkan pupil.10

g. Uvea
Uvea adalah suatu jaringan yang mengandung pembuluh darah dan terdiri dari iris,
corpus siliaris, dan koroid. Iris berfungsi sebagai pengontrol jumlah cahaya masuk ke dalam
mata dan memberikan warna pada mata. Corpus siliaris berfungsi sebagai penghasil aquos
humor. Terdapat struktur otot siliaris yang berfungsi untuk pengaturan akomodasi lensa. Koroid
adalah struktur yang banyak mengandung vaskular. Koroid terletak pada segmen uvea posterior
di antara retina dan sklera. Koroid memiliki fungsi sebagai struktur yang memberikan suplai
nutrisi untuk retina.8

h. Lensa
Lensa mata merupakan struktur yang berbentuk seperti cakram bikonveks dan bersifat
transparan atau bening, kenyal, dan lentur. Lensa terletak pada posterior iris dan dapat
melakukan proses akomodasi melalui kontraksi dan relaksasi dari zonula zinii dan otot siliaris
pada korpus siliaris. Struktur lensa terbagi atas nucleus, korteks, dan kapsul lensa.8

i. Badan kaca
Badan kaca atau vitreus terletak di posterior lensa dan di anterior dari retina. Vitreus
memiliki jaringan mirip dengan kaca bening dan komposisi airnya sebanyak 90%. Fungsi dari
vitreus adalah untuk menjaga agar bola mata tetap berbentuk bulat dan sebagai media refraksi
melanjutkan cahaya ke retina.8

j. Retina
Retina merupakan struktur mata yang terdiri dari reseptor-reseptor berbentuk sel batang
dan sel kerucut untuk berikatan dengan rangsang cahaya. Retina tersusun atas 10 lapisan, yaitu
lapis epitel berpigmen, fotoreseptor, membrane limitan eksterna, inti luar, pleksiform luar, inti
dalam, pleksiform dalam, sel ganglion, serabut saraf, dan membrane limitans interna. Retina
mendapat suplai vaskular dari cabang a. oftalmika, a. retina sentralis, dan koroid.8

6
II. 2 TRAUMA KIMIA
II.2.1 DEFINISI
Trauma kimia pada mata adalah suatu trauma yang terjadi pada mata karena terpaparnya
zat kimia yang bersifat asam atau basa dan dapat merusak kornea, konjungtiva, dan segmen
anterior mata. Bahan kimia dikatakan bersifat asam bila mempunyai pH < 7 dan dikatakan
bersifat basa bila mempunyai pH > 7. Trauma kimia dapat mengganggu baik secara anatomis
maupun gangguan fungsi. Trauma kimia merupakan kasus emergensi oftalmologi serta dapat
menurunkan tajam penglihatan hingga kebutaan pada pasien.11

II.2.2 ETIOLOGI
Trauma kimia dapat dikelompokan menjadi dua jenis yaitu, trauma kimia asam dan
trauma kimia basa. Bahan-bahan kimia ini dapat ditemukan pada produk rumah tangga,
perindustrian dan zat kimia dalam laboratorium, diantaranya adalah sebagai berikut12,13 :

Bahan Penyebab Kimia Basa :

 Amonia : pupuk dan cairan pembersih


 Natrium Hidroksida : pembersih saluran dan airbag mobil
 Kalium hidroksida : kaustik soda
 Magnesium Hidroksida : bahan kembang api

7
 Kalsium Hidroksida : kapur dinding dan semen

Bahan penyebab Kimia Asam

 Asam Sulfat : Air aki , Pembersih Indust


 Asam Sulfid : Bahan pemutih, Bahan pendingin, Pengawet buah
 Asam Hidroflorik : Bahan pemutih kaca, Pemisah mineral, Alkilasi bensin,
Produksi silicon
 Asam Cuka : Cuka 4-10%, Biang cuka 80%, Asam asetat glasial
 Asam Kromik : industri verkrom Larutan 31-38%
 Asam Hidroklorik : Larutan 31-38%

II.2.3 PATOFISIOLOGI
A. Trauma Basa
Basa terdisosiasi menjadi ion hidroksil dan kation dipermukaan bola mata. Ion hidroksil
membuat reaksi saponifikasi pada membran sel asam lemak, sedangkan kation berinteraksi
dengan kolagen stroma dan glikosaminoglikan. Jaringan yang rusak ini menstimulasi respon
inflamasi, yang merangsang pelepasan enzim proteolitik, sehingga memperberat kerusakan
jaringan. Interaksi ini menyebabkan penetrasi lebih dalam melalui kornea dan segmen anterior.
Hidrasi lanjut dari glikosaminoglikan menyebabkan kekeruhan kornea. Kolagenase yang
terbentuk akan menambah kerusakan kolagen kornea. Berlanjutnya aktivitas kolagenase
menyebabkan terjadinya perlunakan kornea. Hidrasi kolagen menyebabkan distorsi dan
pemendekan fibril sehingga terjadi perubahan pada jalinan trabekulum yang selanjutnya dapat
menyebabkan peningkatan tekanan intraokular.

B. Trauma Asam
Trauma asam dipisahkan dalam dua mekanisme, yaitu ion hidrogen dan anion dalam kornea.
Molekul hidrogen merusak permukaan okular dengan mengubah pH, sementara anion merusak
dengan cara denaturasi protein, presipitasi dan koagulasi. Koagulasi protein umumnya mencegah
penetrasi yang lebih lanjut dari zat asam, dan menyebabkan tampilan ground glass dari stroma
korneal yang mengikuti trauma akibat asam. Sehingga trauma pada mata yang disebabkan oleh
zat kimia asam cenderung lebih ringan daripada trauma yang diakibatkan oleh zat kimia basa.

8
II.2.4 DERAJAT TRAUMA KIMIA PADA MATA
Derajat keparahan dari kasus trauma kimia bergantung pada 3 hal yaitu area kontak
dengan permukaan okuli, sejauh mana zat dapat melakukan penetrasi, dan bergantung pada
derjat sel punca limbus. Klasifikasi derajat ini juga menentukan prognosis pasien. Selain itu,
klasifikasi derajat trauma juga dilakukan untuk memilih penatalaksaan yang sesuai dengan
kondisi pasien. Terdapat berbagai macam jenis pengklasifikasian derajat trauma seperti
klasifikasi hughes, klasifikasi thoft, klasifikasi Roper Hall.13

klasifikasi hughes

9
Gambar 2.4 klasifikasi hughes

klasifikasi thoft

10
klasifikasi Roper Hall

Gambar 2.5 klasifikasi Roper Hall

11
II.2.5 DIAGNOSIS
Trauma kimia pada mata dapat didiagnosis dengan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan
pemeriksaanpenunjang dan juga melihat gejala-gejala klinis pada pasien.14

Pertanyaan anamnesis

 Terdapat Riwayat terpajan bahan kimia


 Bahan kimia penyebab?
 Kapan terjadinya dan lamanya kontak?
 Sudah dilakukan apa saja pasca trauma?
 Jika sudah dilakukan pembilasan, pembilasan dilakukan berapa lama?
 Dapat ditanyakan jenis kecelakaannya
 Gejala yang dirasakan pasien: nyeri, penurunan penglihatan, fotofobia, mata
merah, rasa terbakar, rasa mengganjal pada mata, adanya halo.

Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan fisik dilakukan setelah irigasi pada mata yang terpapar sudah dapat
menetralkan pH mata. Pemeriksaan visus dilakukan pertama kali dan selanjutnya dilakukan
pemeriksaan fisik lokalis mata.

 Kerusakan berupa jaringan parut, edema, kemosis kelopak mata


 Inflamasi konjungtiva
 Iskemia perilimbus
 Kekeruhan kornea
 Keratitis pungtata
 Perforasi kornea jarang terjadi. Terjadi pada trauma berat saat minggu ke-2
 Reaksi inflamasi COA -> flare dan sel.
 Peningkatan tekanan intraocular
 Luka bakar derajat 1 pada jaringan sekitar

12
Pemeriksaan Penunjang

Pada kasus trauma kimia mata baik karena zat asam ataupun zat basa, pemeriksaan
penunjang yang dapat dilakukan adalah pemeriksaan pH mata secara berkala. Pengecekan pH
mata dapat menggunakan kertas lakmus. Apabila kertas lakmus tidak tersedia di sarana
pengobatan, dapat digunakan strip urin dipstick. Strip urin dipstick sebelumnya dipotong terlebih
dahulu hingga indicator pengukuran pH berada di paling ujung agar memudahkan pemeriksaan.
Selain itu pada terutama pada trauma basa dapat dilakukan pemeriksaan segmen posterior mata
menggunakan funduskopi direk ataupun indirek. Jika tersedia, pemeriksaan fluorescein bisa
dilakukan untuk melihat apakah adanya defek pada epitel kornea.

II.2.6 DIAGNOSIS BANDING


Trauma kimia pada mata dapat didiagnosis banding dengan beberapa penyakit mata lainnya
seperti:

 Keratokonjungtivitis atopik
 Abrasi konjungtiva
 Abrasi kornea
 Ulkus Kornea 27
 Keratokonjungtivitis epidemik
 Erosi kornea rekuren
 Korpus alienum kornea
 Korpus alienum konjungtiva
 Hemoragik konjungtivitis akut.

II.2.7 TATALAKSANA
Trauma kimia memerlukan tata laksana segera karena termasuk kasus kegawatdaruratan.
Tujuan tata laksana awal adalah untuk menghilangkan bahan penyebab sebersih mungkin. Yang
dapat dilakukan yaitu:

A. Fase Kejadian (Immediate)

1. Irigasi mata, Sebelum dilakukan irigasi pasien dapat diberikan anestesi topical terlebih
dahulu. Tujuan pemberian anestesi topical agar saat dilakukan irigasi pasien tenang dan
nyaman sehingga pembersihan bahan kimia lebih maksimal. Irigasi atau pembilasan
dilakukan segera. Irigasi sangat dianjurkan menggunakan laruta normal salin NaCl 0,9%
atau Ringer laktat selama 15- 30 menit. Apabila tidak tersedia, maka air keran dapat
dipakai untuk irigasi karena sifatnya emergensi untuk mencegah kerusakan lebih lanjut.
13
Irigasi juga dilakukan pada konjungtiva tarsal dengan cara melakukan eversi palpebra
superior. Irigasi harus menjangkau seluruh permukaan okuli termasuk konjungtiva
forniks.
2. Tunggu 5 menit pasca irigasi diberhentikan. Cek pH mata dengan kertas lakmus. Seperti
yang telah dijelaskan di atas, Apabila kertas lakmus tidak tersedia di sarana pengobatan
dapat digunakan strip urin dipstick. Strip urin dipstick sebelumnya dipotong terlebih
dahulu hingga indicator pengukuran pH berada di paling ujung agar memudahkan
pemeriksaan.
3. Jika pH masih 7 Lanjutkan irigasi pada mata selama 15-30 menit sampai pH netral.
4. Setelah pH netral Lakukan pemeriksaan fisik mata. Setelahnya diberikan obat-obatan
seperti:

B. Fase Akut (sampai hari ke-7)


Tujuan dilakukannya Tindakan pada fase akut ini adalah untuk mencegah
terjadinya penyulit yang akan mungkin terjadi. Prinsip yang digunakan adalah sebagai
berikut:

14
 Mempercepat re-epitelisasi kornea Bisa diberikan asam askorbat atau
Vitamin C. Tujuan diberikan vitamin C adalah sebagai kofaktor untuk
membentuk kolagen. Selain itu diberikan juga air mata buatan.
 Mengontrol peradangan
 Mencegah infiltrasi sel radang
 Mencegah terbentuknya enzim kolagenase
 Mencegah infeksi sekunder
 Mencegah meningkatnya tekanan intraocular
 Suplemen/antioksidan
 Tindakan pembedahan

C. Fase Pemulihan Dini ( Early Repair hari ke 7-21 )


Tujuan tindakan fase ini adalah untuk membatasi terjadinya penyulit lanjut.
Masalah yang dapat dihadapi:
 Gangguan re-epitelisasi kornea
 Gangguan fungsi palpebra
 Sel goblet yang hilang
 Ulserasi stroma kornea perforasi kornea
D. Fase Pemulihan Akhir ( setelah hari ke-21 )
Tujuan pada fase ini adalah untuk rehabilitasi penglihatan. Prinsipnya:
 Mengoptimalkan fungsi jaringan mata
 Pembedahan (apabila sampai fase ini re-epitelisasi gagal)

Pembedahan dimaksudkan untuk memperbaiki posisi forniks, revaskularisasi


dari limbus, dan memperbaiki populasi sel-sel limbus. Macammacam
prosedur bedah adalah sebagai berikut:

 Penjahitan limbus dan kapsul Tenon yang dikembangkan Tujuan dari


tindakan ini adalah revaskularisasi limbus dan menghindari terjadinya
ulkus kornea
 Transplantasi stem sel limbus

15
Transplantasi dapat dilakukan secara autograft yaitu dari mata pasien
yang masih sehat atau secara allograft (donor). Tujuannya untuk
mengembalikan epitel kornea.

 Graft Membran amnion


Tujuan dilakukannya prosedur ini adalah untuk mempercepat
reepitelisasi dan menghambat terjadinya fibrosis jaringan.

BAB III

KESIMPULAN

Trauma kimia mata merupakan salah satu keadaan darurat oftalmologi. Trauma mata
adalah trauma pada mata akibat terpaparnya bahan kimia bersifat asam ataupun bahan kimia basa
yang dapat mengganggu fungsi anatomis hingga fungsi penglihatan.

WHO menyebutkan bahwa trauma pada mata juga mengakibatkan 2 juta pasien
mengalami penurunan visus pada kedua matanya pasca trauma kimia pada mata 84%. Trauma
kimia basa bersifat lebih bahaya dibanding trauma kimia asam karena bersifat lipofilik sehingga
dapat melakukan proses saponifikasi pada asam lemak di membrane sel. Proses saponifikasi
membuat zat basa dapat berpenetrasi lebih dalam lagi dan dapat mencapai retina.

Tata laksana pertama pada trauma kimia yang dilakukan adalah irigasi mata hingga pH
mata pasien mencapai netral. Lalu selanjutnya dapat dilakukan pemeriksaan fisik dan diberikan
medika mentosa seperti antibiotic topical, antibiotic oral, kortikosteroid topical, siklopegik, asam
askorbat oral, dan diberikan terapi glaucoma jika terdapat peningkatan TIO.

16
DAFTAR PUSTAKA

1. Centers for Disease Control and Prevention. Work-Related Eye Injuries. June 2000
accessed August 2019.

2. Dr Bishnu Prasad Mishra et al. Incidence and Management of Chemical Injuries of


Eye.06 june 2019

3. Soleiman M, Naderan M. Management Strategies of Ocular Chemical Burns: Current


Perspectives. Clinical Ophthalmology 2020:14 2687–2699. University of Medical
Sciences Tehran, Iran.

4. Guyton, Arthur C dan John E. Hall. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta: EGC.
2011.p303-77.

5. Rita Sitorus, Ratna Sitompul, Syska Widyiawati, dkk. Buku Ajar Oftalmologi. Edisi
pertama. Jakarta: Badan Pnerbit fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2017. P482-
91

6. Rodiah Rahmawati. Trauma Kimia. Medan: Departemen ilmu Kesehtan mata Fakultas
kedokteran Universitas Sumatera Utara. 2014
7. Subbagio S, et al. 2019. Trauma Kimia Asam Okuli Dextra. J Agromedicine Volume 6
No.1

8. Singh P, et al. 2013. Ocular Chemical Injuries And Their Management. Oman Journal of
Ophthalmology, Vol. 6, No. 2

9. Trief Daniella, et al. 2020. Chemical (Alkali and Acid) Injury of the Conjunctiva and
Cornea. Amarecian Academy Of Ophthamology.

10. Serafina Subagio, Muhammad Yusran, Rani Himayani. Trauma Kimia Asam Okuli
Dekstra. Journal Agromedicine. Vol. 6 (1). Juni 2019. P221222
17
11. Calgary University. Guide to Understanding Disease Chemical Eye Injury: Pathogenesis
and Clinical Findings. Canada. 2015 dapat diakses melalui
https://calgaryguide.ucalgary.ca/chemical-eye-injury-pathogenesis-andclinical-findings/

12. Lauralee, Sherwood. Fisiologi Manusia: dari sel ke sistem. Ed. 8. Jakarta: EGC.
2017.p530-69.

13. Rodiah Rahmawati. Trauma Kimia. Medan: Departemen ilmu Kesehtan mata Fakultas
kedokteran Universitas Sumatera Utara. 2014

14. Mark Ventocilla, Andrew Dhal, Simon Law, dkk. Ophtalmology Approach to Chemical
Burns. Medscape Journal Drugs and Disease Ophtalmology. 08 Oktober 2019

18

Anda mungkin juga menyukai