Anda di halaman 1dari 30

BAGIAN ILMU KESEHATAN MATA REFERAT

FAKULTAS KEDOKTERAN JANUARI 2019


UNIVERSITAS TADULAKO

OD MAKULA KORNEA

OLEH

Nama : Riswandha

NIM : N 111 17 070

Pembimbing Klinik : dr. Dachruddin Ngatimin, Sp.M., M.Kes

DISUSUN DALAM RANGKA UNTUK MEMENUHI TUGAS


KEPANITERAAN KLINIK
DI BAGIAN ILMU KESEHATAN MATA
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS TADULAKO
PALU
2019
LEMBAR PENGESAHAN

Yang bertanda tangan di bawah ini menyatakan bahwa :

Nama : Riswandha
NIM : N 111 17 070
Judul Referat : OD Makula Kornea

Telah menyelesaikan tugas dalam rangka kepaniteraan klinik pada bagian Ilmu
Kesehatan Mata Fakultas Kedokteran Universitas Tadulako.

Pembimbing Klinik Dokter Muda

dr. Dachruddin Ngatimin, Sp.M.,M.Kes Riswandha

ii
DAFTAR ISI

SAMPUL ............................................................................................................. i
LEMBAR PENGESAHAN ................................................................................ ii
DAFTAR ISI ......................................................................................................iii
BAB I – PENDAHULUAN ................................................................................ 1
BAB II – TINJAUAN PUSTAKA ...................................................................... 2
2.1 Anatomi dan Fisiologi ....................................................................... 2
2.2 Sikatriks Kornea ................................................................................ 9
A. Definisi ......................................................................................... 9
B. Epidemiologi .............................................................................. 10
C. Etiologi ....................................................................................... 10
D. Klasifikasi .................................................................................. 11
E. Diagnostik ................................................................................... 11
F. Penatalaksanaan .......................................................................... 12
G. Prognosis .................................................................................... 13
2.3 Pemeriksaan Flurosen ..................................................................... 14
2.4 Serum Autolog ................................................................................ 14
BAB III – LAPORAN KASUS ........................................................................ 17
BAB IV – PEMBAHASAN .............................................................................. 24
BAB V – KESIMPULAN ................................................................................. 25
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................... 26

iii
BAB I
PENDAHULUAN

Berbagai penyebab kebutaan mempunyai kepentingan relatif yang


berbeda-beda sesuai dengan tingkat perkembangan sosial daerah yang diteiiti. Di
negara-negara berkembang, katarak adalah penyebab utama kebutaan; trakoma,
lepra, onkosersiasis, dan xeroftalmia juga merupakan penyebab yang penting.
Ulkus kornea juga sering menjadi penyebab kebutaan satu mata di negara-negara
berkembang. Di negara-negara maju, kebutaan sedikit banyak berkaitan dengan
proses penuaan.1
Kornea adalah struktur kompleks yang, serta memiliki pelindung peran,
bertanggung jawab untuk sekitar tiga perempat optik kekuatan mata. Kornea
normal bebas dari pembuluh darah; nutrisi disediakan dan produk metabolisme
dihilangkan melalui aqueous humor posterior dan air mata anterior. kornea adalah
jaringan yang paling padat dipersarafi dalam tubuh, dan kondisi seperti abrasi dan
keratopati bulosa berhubungan dengan rasa sakit, fotofobia, dan lakrimasi refleks;
subepitel dan pleksus saraf stroma yang lebih dalam keduanya dipersarafi oleh
divisi pertama dari saraf trigeminal. Sikatrik kornea dapat menimbulkan gangguan
penglihatan mulai dari kabur sampai dengan kebutaan. Sikatrik kornea dapat
bentuk ringan (nebula), sedang (makula) dan berat (leukoma).2,3
Struktur kornea sangat teratur dan disatukan dalam arsitektur dengan
struktur dan integrasi fungsional yang memediasi transparansi dan penglihatan.
Penyakit dan cedera adalah penyebab paling umum kedua dari kebutaan yang
mempengaruhi lebih dari 10 juta orang di seluruh dunia. Sembilan puluh persen
kebutaan adalah permanen karena jaringan parut dan vaskularisasi. Jaringan parut
disebabkan melalui respons seluler fibrotik, menyembuhkan jaringan, tetapi gagal
mengembalikan transparansi.4

1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi Dan Fisiologi Mata


2.1.1 Definisi
Mata adalah struktur bulat berisi cairan yang dibungkus oleh tiga
lapisan. Dari bagian paling luar hingga paling dalam, lapisanJapisan
tersebut adalah (l) sklera/kornea; (2) koroid/ badan siliaris/iris; dan (3)
retina. Sebagian besar bola mata ditutupi oleh suatu lapisan kuat
jaringan ikat.5

Gambar 1. Bola mata anterior View.6


2.1.2 Anatomi mata
Palpebra melindungi mata dari cedera dan cahaya berlebihan
dengan gerakan menutup. Palpebra superior lebih besar dan lebih
mudah bergerak daripada palpebra inferior, dan kedua palpebra saling
bertemu di angulus oculi medialis dan lateralis. Fissura palpebrae
adalah celah berbentuk elips di antara palpebra superior dan inferior dan
merupakan pintu masuk ke dalam saccus conjunctivalis. Bila mata
ditutup, palpebra superior menutup cornea dengan sempurna. Bila mata
dibuka dan menatap lurus ke depary palpebra superior hanya menutupi
pinggir atas cornea. Palpebra inferior terletak tepat di bawah comea

2
bila mata dibuka, dan hanya naik sedikit bila mata ditutup. Permukaan
superfisial palpebra ditutupi oleh kulit dan permukaan dalamnya
diliputi oleh membrana mucosa yang disebut conjunctiva. Bulu mata
berukuran pendek dan melengkung, terdapat pada pinggir bebas
palpebra, dan tersusun dalam dua atau tiga baris pada batas mucocutan.
Glandula sebacea (glandula Zeis) bermuara langsung ke dalam folikel
bulu mata. Glandula ciliaris (glandula Moll) merupakan modifikasi
kelenjar keringa! yang bermuara secara terpisah di antara bulu mata
yang berdekatan. Glandula tarsalis adalah modifikasi kelenjar sebacea
yang panjang, yang mengalirkan sekretnya yang berminyak ke pinggir
palpebra; muaranya terdapat di belakang bulu mata.7
sklera, yang membentuk bagian putih mata. Di sebelah anterior,
lapisan luar terdiri dari kornea transparan, yang dapat ditembus oleh
berkas cahaya untuk masuk ke interior mata. Lapisan tengah di bawah
sklera adalah khoroid, yang berpigmen banyak dan mengandung
banyak pembuluh darah yang memberi nutrisi bagi retina. Lapisan
koroid di sebelah anterior mengalami spesialisasi membentuk badan
siliaris dan iris, yang akan segera kita bahas. Lapisan paling dalam di
bawah koroid adalah retina, yang terdiri dari lapisan berpigmen di
sebelah luar dan lapisan jaringan saraf di sebelah dalam. Yang terakhir,
mengandung sel batang (rods) dan sel kerucut (cones), fotoreseptor
yang mengubah energi cahaya menjadi impuls saraf. Seperti dinding
hitam sebuah studio foto, pigmen di koroid dan retina menyerap sinar
setelah sinar mengenai retina untuk mencegah pantulan atau
pembuyaran sinar di dalam mata. Bagian interior mata terdiri dari dua
rongga berisi cairan yang dipisahkan oleh sebuah lensa elips, yang
semuanya uansparan agar cahaya dapat menembus mata dari kornea
hingga ke retina. Rongga posterior (belakang) yang lebih besar antara
lensa dan retina mengandung bahan setengah cair mirip gel, humor
vitreirs. Humor vitreus penting unruk mempertahankan bentuk bola
mata agar terap bulat. Rongga anterior antara kornea dan lensa

3
mengandung cairan jernih encer, humor aquosus. Humor aguosus
membawa nutrien untuk kornea dan lensa, yaitu dua struktur yang tidak
memiliki aliran darah. Adanya pembuluh darah di struktur-struktur ini
akan mengganggu lewatnya cahaya ke fotoreseptor. Humor aquosus
dihasilkan dengan kecepatan sekitar 5 ml/hari oleh suatu jaringan
kapiler di dalam badan siliar, suatu turunan klusus lapisan koroid
anterior. Cairan ini mengalir ke suatu kanalis di tepi kornea dan
akhirnya masuk ke darah.5

Gambar. Anatomi Mata7


Terdapat enam otot-otot volunter yang berjalan dari dinding
posterior cavitas orbitalis ke bola mata. Otot-otot itu adalah musculus
rectus superior, musculus rectus inferior, musculus rectus medius,
musculus rectus lateral, serta musculus obliquus superior dan musculus
obliquus inferior.7
Otot-otot intrinsik tidak volunter adalah musculus ciliaris dan
musculus constrictor serta musculus dilatator papillae. Otototot ini tidak
ikut berperan pada gerakan bola mata dan akan dibicarakan kemudian.7

4
Gambar 3. Otot pada mata8
2.1.3 Embriologi
Kornea adalah jaringan transparan yang ukuran dan strukturnya
sebanding dengan kristal sebuah jam tangan kecil. Kornea ini disisipkan
ke dalam sklera pada limbus, lekukan melingkar pada sambungan ini
disebut sulcus scleralis. Kornea dewasa rata-rata mempunyai tebal 550
pm di pusatnya (terdapat variasi menurut ras); diameter horizontalnya
sekitar L1,75 mm dan vertikalnya 10,6 mm. Dari anterior ke posterior,
kornea mempunyai lima lapisan yang berbeda-beda.1
Mata berkembang dari tiga lapisan embrional primitif: ektoderm
permukaan, termasuk derivatnya-crista neuralis; ektoderm neural; dan
mesoderm. Endoderm tidak ikut dalam pembentukan mata. Mesenkim,
yang berasal dari mesoderm atau crista neuralis, adalah istilah untuk
jaringan ikat embrional. Sebagian besar mesenkim di kepala dan leher
berasal dari crista neuralis. Ektoderm permukaan membentuk lensa;
kelenjar Iakrimal; epitel kornea, konjungtiva, dan kelenjar-kelenjar
adneksa; serta epidermis palpebra. Crista neuralis, yang berasal dari
ektoderm permukaan di daerah tepat di sebelah plica neuralis (neural
folds) ektoderm neural, berfungsi membentuk keratosit kornea, endotel
kornea dan anyaman trabekula, stroma iris dan koroid, musculus
ciliaris, fibroblas sklera, vitreus, dan meninges nervus opticus. Crista
neuralis juga terlibat dalam pembentukan tulang dan tulang rawan
orbita, jaringan ikat dan saraf orbita, otot-otot ekstraokular, dan lapisan-
lapisan su bepidermal palpebra. Ektoderm neural menghasilkan vesikel
optik dan cawan optik sehingga berfungsi membentuk retina dan epitel

5
pigmen retina, lapisan-lapisan berpigmen dan tidak berpigmen epitel
siliaris, epitel posterior, musculus dilator dan sphincter pupillae pada
iris, dan serat-serat nervus opticus dan glia. Mesoderm berkontribusi
membentuk vitreus, otot-otot palpebra dan ekstraokular, serta endotel
vaskular orbita dan okular.1

Gambar 4.embriologi mata9

Gambar 5. embriologi mata9


Perkembangan mata dimulai pada awal minggu ke-4 dengan
terbentuknya vesikel optik di area prosensefalik yang akan menjadi
diensefalon. Sejak permulaan, polus anterior melipat kedalam
membentuk optic cup primitif. Epitel pigmen retina berasal dari
potongan lapisan luar optic cup, sedangkan potongan anteriornya
menjadi corpus ciliare dan iris. Lapisan dalam optic cup berkembang
menjadi retina. Pada zona kontak antara optic cup dan epitel
permukaan, vesikel lensa terbentuk sebagai bagian lapisan epitel di atas
optic cup. Vesikel lensa mengalami translokasi di bawah lapisan epitel

6
tersebut. Ektoderm juga merupakan asal cornea dan conjunctiva.
Sebagian besar komponen lain pada mata tengah dan luar berasal dari
mesenkim. Jaringan pembuluh darah (dengan kontribusi oleh A.
hyloidea) pada awalnya mengelilingi primordium lensa yang di
kemudian hari akan hilang. Puntung proksimat A. Hylaoidea menjadi
A. Centralis retinae.9

Gambar 6.Perkembangan embriologi mata10

Gambar 7. Embriologi Mata9

7
2.1.4 Kornea
Kornea adalah selaput bening mata, bagian selaput mata yang
tembus cahaya, merupakan lapis jaringan yang menutup bola mata.11
Kornea terdiri atas lima lapisan. Berturut-turut dari luar ke dalam
adalah:12
a. Epitel berlapis gepeng tanpa lapisan tanduk
Epitel permukaan berlapis tidak bertanduk, dengan lima atau enam
lapisan sel yang membentuk sekitar 10% ketebalan kornea. Sejumlah
besar gambaran mitosis terdapat di lapisan basa1, terutama di dekat
tepi kornea, yang menggambarkan besarnya kapasitas pembaruan
dan perbaikan sel. Sel epitel permukaan yang pipih memiliki
mikiovili dan lipatan yang menonjol ke dalam lapisan protektif atau
lapisan air mata yang terdiri atas lipid, glikoprotein dan air dengan
ketebalan sekitar 7 ;rm. Sebagai upaya perlindungan liiry epitel
kornea juga memiliki salah satu persarafan sensoris terbanyak dari
jaringan lain. Membran basal epitel ini sangat tebal (8-12 prm) dan
berperan pada stabilitas dan kekuatan kornea, yang membantu
melindungi infeksi stroma di bawahnya.13
b. Membran Bowman
Lapis stroma bagian luar, homogen
c. Stroma
Transparan, jaringan ikat kolagen padat beraturan mengandung
fibroblas dan terkadang sel limfoit, menyusun sebagian besar kornea.
d. Membran Descemet
Suatu laminabasalis yang tebal
e. Endotel komea
endotel yang sebenarnya, suatu epitel selapis gepeng sampai kubis
Kornea berfungsi sebagai membran pelindung dan "jendela" yang
dilalui oleh berkas cahaya saat menuju retina. Sifat tembus cahaya
kornea disebabkan oleh strukturnya yang uniform, avaskular, dan
deturgesens. Deturgesens, atau keadaan dehidrasi relatif jaringan

8
kornea, dipertahankan oleh "pompa" bikarbonat aktif pada endotel dan
oleh fungsi sawar epitel dan endotel. Endotel lebih penting daripada
epitel dalam mekanisme dehidrasi, dan kerusakan pada endotel jauh
lebih serius dibandingkan kerusakan pada epitel. Kerusakan sel-sel
endotel menyebabkan edema kornea dan hilangnya sifat transparan,
yang cenderung bertahan lama karena terbatasnya potensi perbaikan
fungsi endotel. Kerusakan pada epitei biasanya hanya menyebabkan
edema lokal sesaat pada stroma kornea yang akan menghilang dengan
regenerasi sel-sel epitel yang cepat.1

Gambar 8. Histologi Kornea3


2.2 Sikatriks Kornea

2.2.1 Definisi

Kata 'kekeruhan kornea' secara harfiah berarti kehilangan


transparansi kornea yang normal, yang dapat terjadi pada banyak syarat.
Oleh karena itu, istilah 'kornea opacity 'digunakan terutama untuk
hilangnya transparansi kornea karena jaringan parut.14

Sikatrik kornea dapat menimbulkan gangguan penglihatan mulai


dari kabur sampai dengan kebutaan. Secara klinis ditemui dalam
katagori ringan disebut nebula, kekeruhannya halus dan sukar terlihat
dengan senter. Katagori sedang berbentuk makula, kekeruhannya
berwarna putih berbatas tegas mudah terlihat dengan senter sedangkan

9
sikatrik berat disebut leukoma kekeruhannya berwarna putih padat
terlihat jelas oleh mata.2

2.2.2 Epidemiologi

Gangguan mata yang mengenai kornea dapat menyebabkan


kebutaan. Kebutaan kornea biasanya mengenai usia produktif berbeda
dengan katarak yang terkena pada usia tua. Kebutaan kornea merupakan
penyebab kebutaan kedua didunia setelah katarak. Prevalensi kebutaan
kornea bervariasi dari satu negara ke negara lain tergantung dari
penyakit mata endemik yang pernah terjadi. Prevalensi kebutaan kornea
dapat disebabkan oleh: Infeksi terutama trakoma dan lepra, selain itu
dapat juga disebabkan oleh onkosersiasis dan oftalmia neonatorum.
Selain itu faktor nutrisi terutama defisiensi vitamin A dapat
menimbulkan pelunakan dari kornea yang fase penyembuhannya
membentuk sikatrik kornea. Namun dengan berhasilnya Program
Kesehatan Masyarakat dalam mengontrol infeksi trakoma dan defisiensi
vitamin A maka terjadi penurunan kebutaan karena penyakit tersebut.2

Prevalensi sikatrik kornea pada dua mata lebih tinggi dibanding


satu mata tertinggi ditemui di sumatera Barat sedangkan sikatrik kornea
satu mata distribusinya hampir merata disetiap daerah. Seiring dengan
pertambahan usia terlihat prevalensi sikatrik kornea juga meningkat.
Hal ini berkaitan dengan paparan risiko pekerjaan yang berkaitan
dengan trauma kornea juga meningkat. Pada kelompok petani sikatrik
kornea dijumpai paling tinggi dan tidak ada perbedaan pada satu dan
dua mata. Mengingat negara kita negara agraris dan sebagian besar
mata pencarian penduduknya bertani maka kecenderungan trauma
tumbuhan berupa daun padi, kulit padi, serpihan daun kelapa dan getah
tanaman, juga trauma lumpur pada kornea yang berawal dari infeksi
yang tidak tertangani dengan baik menjadi ulserasi kornea yang
berakhir dengan terbentuknya sikatrik kornea.2

2.2.3 Etiologi

Seperti kita ketahui trauma tumbuhan cenderung membawa


serpihan jamur yang menempel dipermukaan kornea, sehingga dalam
penanganannya dibutuhkan terapi anti jamur, sedangkan tetes mata
tersebut sulit didapat didaerah-daerah yang jauh dari jangkauan ahli
mata. Akibatnya mereka datang sudah dalam bentuk ulserasi kornea.
Hal ini perlu perhatian kita bersama. Dari hasil penelitian kecil yang
pernah dilakukan oleh Suratmin terungkap pada pekerja penderes karet,

10
sering terjadi trauma tatal (campuran kimia latex stimulan, getah basah-
keringdan kotoran yang menempel pada kulit pohon serta ulit pohon
karet) yang mana insidennya mencapai 3.17%t (dari 100 penderita
pekerja perkebunan penderita trauma tatal), yang menyebabkan
ulserasi kornea dan menimbulkan sikatrik kornea.2 Penyebab dari
sikatrik kornea:14

1. Kekeruhan bawaan dapat terjadi sebagai perkembangan anomali atau


setelah trauma kelahiran.
2. Luka kornea yang sembuh.
3. Ulkus kornea yang sembuh.
2.2.4 Klasifikasi

Secara klinis ditemui dalam katagori ringan disebut nebula,


kekeruhannya halus dan sukar terlihat dengan senter. Katagori sedang
berbentuk makula, kekeruhannya berwarna putih berbatas tegas mudah
terlihat dengan senter sedangkan sikatrik berat disebut leukoma
kekeruhannya berwarna putih padat terlihat jelas oleh mata.2

2.2.5 Diagnosis

Keburaman kornea dapat menyebabkan hilangnya penglihatan


(ketika okupasi padat meliputi area pupil) atau penglihatan buram
(karena efek astigmatik). Jenis okupasi kornea Tergantung pada
kepadatan, okupasi kornea dinilai seperti nebula, makula, dan leucoma.
Tipe-tipe sikatriks kornea:14
1. Keburaman kornea nebula. Ini adalah opacity yang samar yang
dihasilkan karena bekas luka yang dangkal Lapisan Bowman dan
stroma superfisial . Nebula tipis dan difus yang menutupi area pupil
lebih banyak mengganggu penglihatan daripada leucoma
terlokalisasi jauh dari area pupil. Selanjutnya, nebula menghasilkan
lebih banyak ketidaknyamanan pasien karena gambar kabur karena
tidak teratur astigmatisme daripada leucoma yang sepenuhnya
memotong sinar cahaya.14
2. Opacity kornea makula. Ini semi padat opacity dihasilkan ketika
jaringan parut melibatkan setengah stroma kornea.14
3. Opacity kornea Leucomatous (leucoma simplex). Ini adalah opacity
putih pekat yang dihasilkan karena jaringan parut lebih dari setengah
stroma.14

11
Gambar 9. Tipe-tipe sikatriks kornea14

4. Adherent leucoma: Ini terjadi ketika penyembuhan terjadi setelah


perforasi kornea dengan penahanan iris.14
5. permukaan kornea. Terkadang permukaan kornea adalah tertekan di
tempat penyembuhan (karena kurang jaringan berserat); bekas luka
seperti itu disebut segi.14
6. Kerectasia. Dalam kondisi ini kelengkungan kornea adalah
meningkat di situs opacity (tonjolan karena bekas luka rendah).14
7. Staphyloma anterior. Sebuah ectasia dari psuedocornea (bekas luka
terbentuk dari eksudat terorganisir dan jaringan fibrosa ditutupi
dengan epitel) yang hasil setelah total pengelupasan kornea, dengan
iris diplester di belakangnya disebut anterior staphyloma.14

2.2.6 Tatalaksana

1. iridektomi optik. Ini dapat dilakukan dalam beberapa kasus dengan


kornea makula atau leucomatous sentral kekeruhan, asalkan penglihatan
membaik dengan pelebaran pupil.14

2. Keratoplasty memberikan hasil visual yang baik di kasus tanpa


komplikasi dengan kekeruhan kornea, di mana iridektomi optik tidak
banyak digunakan.14

12
Gambar 10.teknik jahitan pada kornea.15,16

3. Phototherapeutic keratectomy (PTK) dilakukan dengan laser excimer


berguna dalam kasus permukaan (nebular) pada kekeruhan kornea.14

4. Lensa kontak berwarna. memberi sangat baik penampilan kosmetik


di mata dengan bekas luka jelek tidak memiliki potensi untuk melihat.
Sekarang ini dianggap sebagai opsi terbaik, bahkan melebihi dan di atas
tatooing untuk keperluan kosmetik.14

5. Tato bekas luka. Itu dilakukan untuk kosmetik tujuan di masa lalu.
Ini hanya cocok untuk bekas luka dalam mata yang tanpa penglihatan
yang bermanfaat. Untuk tato Tinta hitam India, emas atau platinum
dapat digunakan. Untuk melakukan tato, pertama-tama, epitel menutupi
opacity dihilangkan di bawah topikal anestesi (2 persen atau 4 persen
xylocaine). Kemudian selembar kertas isap dengan ukuran dan bentuk
yang sama, direndam dalam emas klorida 4 persen (untuk warna
cokelat) atau 2 persen platinum klorida (untuk warna gelap) diterapkan
di atasnya. Setelah 2-3 menit potongan filter kertas dihilangkan dan
beberapa tetes segar larutan hidrazin hidrat disiapkan (2 persen)
menuangkannya. Terakhir, mata diirigasi dengan normal salin dan
ditambal setelah pemberian antibiotik dan salep mata atropin.14

13
2.2.7 Prognosis

Saat ini sikatrik kornea terjadi disebabkan oleh trauma berupa


trauma tajam, tumpul dan kimia. Selain itu infeksi yang disebabkan
oleh virus, bakteri, jamur dan protozoa yang tidak tertangani dengan
baik cenderung menjadi ulkus kornea dan juga komplikasi dari
penggunaan obat-obat mata secara tradisional. Infeksi tidak tertangani
dengan baik dapat terjadi ulkus kornea, ulkus dapat mencapai sampai
kelapisan stroma kornea akibat dari penyembuhannya terbentuk sikatrik
kornea berupa kekeruhan kornea sehingga tajam penglihatan dapat
menurun. Penurunan tajam penglihatan sangat ditentukan oleh letak,
luas, serta kepadatan jaringan sikatrik yang terjadi, irregularitas
permukaan Kornea dan cekungan yang terjadi. Bila sikatrik kornea
telah mengganggu penglihatan tidak ada pengobatan yang dapat
dilakukan kecuali keratoplasti atau pencangkokan kornea, hal ini juga
tidak mudah karena membutuhkan waktu sebab donor kornea masih
sulit didapat.2

2.3 Pemeriksaan Flurosen

Uji fluoresein ( untuk melihat adanya defek epitel kornea ). Kertas


fluoresein yang dibasahi terlebih dahulu dengan garam fisiologik diletakkan
pada sakus konjungtiva inferior. Penderita diminta untuk menutup matanya
selama 20 detik, beberapa saat kemudian kertas diangkat. Dilakukan irigasi
konjungtiva dengan garam fisiologis dilihat permukaan kornea bila terlihat
warna hijau dengan sinar biru berarti ada kerusakan epitel kornea misalnya
terdapat pada keratitis superfisial epitelial, tukak kornea, dan erosi kornea.
Defek kornea akan terlihat berwarna hijau pada kornea. Pada keadaan ini
disebut uji fluoresein positif.11

2.4 Serum Autologous

Penggunaan serum otologus merupakan pendekatan terapeutik yang


direkomendasikan untuk mengobati beberapa jenis penyakit. Pada umumnya
penyakit tersebut bersifat kronis, menahun bahkan dapat bertahan seumur
hidup. Perkembangan serum otolugus berawal dari penggunaan autologus
cell theraphy (ACT) yang memiliki kemampuan yang besar dalam proses
peremajaan. Serum otologus pertama kali digunakan pada tahun 1985 untuk
pemulihan permukaan okular mata yang rusak akibat transplantasi
konjungtival. Penggunaan serum otologus dalam bentuk tetes mata
merupakan pendekatan terapeutik yang direkomendasikan untuk mengobati
kerusakan permukaan okular seperti pada kerusakan epitelial mata yang
menetap (persistent epithelial defect/PED) dan Keratoconjuctivitis sicca

14
(KCS) atau yang sering disebut dengan penyakit mata kering (dry eye). Sejak
saat itu pengobatan dengan serum otologus diaplikasikan secara luas dalam
bidang kedokteran modern seperti ortopedi, dermatologi, bedah plastik, dan
kosmetika.17

Gambar 11. perbedaan serum autolog dan cairan air mata18

Pengobatan serum otologus memberikan hasil klinis yang lebih baik


karena tidak menimbulkan reaksi alergi, memperkecil risiko terjadi reaksi
immunologi secara sistemik, mencegah reaksi ketidakcocokan serta
menghindari penularan penyakit. Serum otologus tersebut mengandung faktor
pertumbuhan seperti epidermal growth factor (EGF) dan transforming growth
factor beta (TGF-β), fibronektin, vitamin E dan vitamin A. Serum otologus
juga mengandung immunoglobulin seperti IgG, IgA, lisozim dan faktor
suplemen yang bersifat bakterisida. EGF yang terdapat dalam serum otologus
dapat menstimulasi proses migrasi dan proliferasi keratinosit pada proses re-
epitelisasi dalam penyembuhan luka. Re-epitelisasi merupakan komponen
penting dalam proses penyembuhan luka dan dipergunakan sebagai parameter
keberhasilan penyembuhan. Tanpa proses reepitelisasi, proses penyembuhan
luka tidak akan terjadi. EGF disekresi oleh trombosit, makrofag dan fibroblas,
serta berperan dalam paracrine fashion pada sel epitel. Epidermal growth
factor juga memegang peranan penting dalam pembentukan granulasi
jaringan dan secara in vitro dapat merangsang migrasi dan proliferasi
keratinosit. Terapi luka dengan EGF topikal akan meningkatkan proses
penyembuhan luka dan mempersingkat waktu penyembuhan.17

Gambar 12. pengobatan dengan serum autolog19

15
Tetes mata serum otologus terdiri atas komponen air mata esensial
seperti transforming growth factor, vitamin A, lisosim, fibronektin, vitamin
C, imunoglobulin A, dan epithelial growth factor yang berperan penting
dalam menjaga kesehatan permukaan mata. Direkomendasikan sebagai terapi
gangguan permukaan bola mata seperti MKSS, MKBSS yang berkaitan
dengan graftversus- host disease, keratitis neurotropik, defek epitel persisten,
keratokonjungtivitis superior limbik, dan mata kering post-LASIK. Sejumlah
20-50% pasien mengalami perbaikan gejala setelah penggunaan serum
autologus selama 4-8 hari.20

16
BAB III
LAPORAN KASUS

A. IDENTITAS
Nama : NS
Umur : 22 tahun
Jenis Kelamin : perempuan
Agama : Hindu
Pekerjaan : Pelayan
Alamat : sausu

B. ANAMNESIS
Keluhan Utama :
Penglihatan kabur
Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien masuk ke poli mata rumah sakit anuntaloko dengan keluhan
penglihatan kabur, pasien merasa kabur sejak 3 minggu yang lalu.
Penglihatan kabur dirasakan pada salah satu matanya yaitu pada mata
kanan. Pada awalnya pasien merasa matanya tiba-tiba merah, dan seterusnya
menjadi kabur. Pasien sudah memberikan obat tetes mata yang di beli di
apotik tanpa resep dan anjuran dari dokter dan ke tempat praktek bidan,
bidan tersebut memberikan cairan infus di mata yang kabur tersebut namun
tidak ada perubahan setelah diberikan terapi tersebut. Dilingkungan sekitar
pasien tidak ada yang merasakan keluhan tersebut. Pasien alergi makan
ayam dan cuaca dingin. pasien juga merasakan gatal pada kelopak mata dan
nyeri kepala. Pasien tidak pernah mengalami benturan pada daerah mata dan
kepala, tidak mengalami adanya kemasukan benda asing pada matanya.
Riwayat Penyakit Mata Sebelumnya :
Tidak ada
Riwayat Penyakit Lain :
Tidak ada

17
Riwayat Trauma :
Tidak ada
Riwayat Penyakit Mata dalam Keluarga :
Tidak ada yang menderita penyakit mata dalam keluarga dan juga
tidak ada yang menggunakan kacamata dalam keluarga. Riwayat DM dan
hipertensi tidak ad dalam keluarga.

C. PEMERIKSAAN FISIK
Status Generalis :
Keadaan Umum : Sakit sedang
Kesadaran : Composmentis
Tanda Vital
- Tekanan Darah : Tidak dilakukan pengukuran
- Nadi : tidak dilakukan pengukuran
- Pernapasan : 20 x/m
- Suhu : tidak dilakukan pengukuran
Status Oftalmologis OD OS
Visus
- Tajam Penglihatan 1/300 6/6,6
- Koreksi - -
- Addisi - -
- Distansia Pupil Tidak diperiksa Tidak diperiksa
- Kacamata lama - -

Inspeksi:
Kedudukan Bola mata:
- Eksoftalmus - -
- Endoftalmus - -
- Deviasi - -
- Gerakan Bola mata Baik ke semua arah Baik ke semua arah

18
Supra Silia
- Warna Hitam Hitam
- Letak Simetris Simetris

Palpebra superior dan


inferior
- Edema - -
- Nyeri tekan - -
- Ektropion - -
- Entropion - -
- Trikiasis - -
- Sikatriks - -
- Ptosis - -

Konjungtiva tarsal
palpebral inferior
- Hiperemis - -
- Sikatriks - -
- Korpus alienum - -

Konjungtiva bulbi
- Secret - -
- Injeksi konjuntiva - -
- Injeksi siliar - -
- Injeksi episklera - -
- Hiperemis - -
- Perdarahan
subkonjuntiva - -
- Pterygium - -
- Nodul - -

19
System lakrimalis
- Punctum Terbuka Terbuka

Kornea
- Kejernihan keruh Jernih
- Permukaan Cembung Cembung
- Infiltrate - -
- Ulkus - -
- Arcus senilis - -
- Edema - -

Bilik mata depan


- Kedalaman Normal Normal
- Kejernihan Jernih Jernih
- Hifema - -
- Hipopion - -

Iris
- Warna Coklat kehitaman Coklat Kehitaman
- Kripte + +
- Sinekia - -

Pupil
- Letak Sentral Sentral
- Bentuk Bulat Bulat
- Ukuran 2 mm 2 mm
- RCL + +
- RCTL + +

Lensa
- Kejernihan Jernih Jernih

20
Palpasi
- Nyeri tekan - -
- Massa tumor - -
- Tensi okuli Tidak dilakukan Tidak dilakukan

Lapang pandang Normal Normal


- Test konfrontasi Tidak dilakukan Tidak dilakukan

Tes buta warna Tidak dilakukan Tidak dilakukan

Oftalmoskopi Tidak dilakukan Tidak dilakukan

Slit lamp
- Palpebra Normal Normal
- Silia Normal Normal
- Konjungtiva Normal Normal
- Kornea Tampak makula Normal
centralis

- COA Normal Normal


- Iris Normal Normal
- Pupil Normal Normal
- Lensa Normal Normal

Status Lokalis:
a) Regio OD Kornea: Tampak makula centralis pada kornea mata sebelah
kanan. Pada Kornea oculi sinistra tampak keruh (-), bentuk cembung.

21
OD
D. RESUME
Pasien masuk ke poli mata rumah sakit anuntaloko dengan keluhan
penglihatan kabur, pasien merasa kabur sejak 3 minggu yang lalu.
Penglihatan kabur dirasakan pada mata kanan. Pada awalnya pasien merasa
matanya tiba-tiba merah, dan seterusnya menjadi kabur. Pasien sudah
memberikan obat tetes mata yang di beli di apotik tanpa resep dan anjuran
dari dokter dan ke tempat praktek bidan, bidan tersebut memberikan cairan
infus di mata yang kabur tersebut namun tidak ada perubahan setelah
diberikan terapi tersebut. Dilingkungan sekitar pasien tidak ada yang
merasakan keluhan tersebut. Pasien alergi makan ayam dan cuaca dingin.
pasien juga merasakan gatal pada kelopak mata dan nyeri kepala. Riwayat
trauma pada kepala(-) dan mata (-). Riwayat keluarga (-) merasakan
penyakit yang sama. Riwayat Corpus alineum (-).
Pada pemeriksaan fisik didapatkan pasien KU: Sedang, N = 80 x/m, R
= 20 x/m, S = 36,5 C. Pemeriksaan tambahan menggunakan slit lamp
didapatkan Status Oftalmologis ditemukan Regio OD Kornea Tampak
makula centralis pada kornea mata sebelah kanan. Kornea pada oculi
sinistra tampak jernih (+), bentuk cembung.
E. DIAGNOSIS
OD Macula Cornea
F. PENATALAKSANAAN
 Medikamentosa
Topikal  Levocin Ed 6x1 gtt OD
Sanbe tears Ed 4 x 1 gtt OD
Oral  Doksisiklin 1 x 100 mg

22
 Non medikamentosa
Memberikan Edukasi :
1. Menjaga higenitas mata.
2. Tidak menggunakan soft lens.

G. PROGNOSIS
Quo ad vitam : Dubia et Malam
Quo ad sanam : Dubia et Malam
Quo ad functionam : Dubia et Malam
H. DOKUMENTASI

Gambar 13. OD Makula Kornea

23
BAB IV
PEMBAHASAN
kasus ini didiagnosis dengan OD makula kornea, penatalaksanaan
diagnosis berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang.
Anamnesis didapatkan Pasien masuk ke poli mata rumah sakit anuntaloko dengan
keluhan penglihatan kabur, pasien merasa kabur sejak 3 minggu yang lalu.
Penglihatan kabur dirasakan pada salah satu matanya yaitu pada mata kanan. Pada
awalnya pasien merasa matanya tiba-tiba merah, dan seterusnya menjadi kabur.
Pasien sudah memberikan obat tetes mata yang di beli di apotik tanpa resep dan
anjuran dari dokter dan ke tempat praktek bidan, bidan tersebut memberikan
cairan infus di mata yang kabur tersebut namun tidak ada perubahan setelah
diberikan terapi tersebut. Dilingkungan sekitar pasien tidak ada yang merasakan
keluhan tersebut. Pasien alergi makan ayam dan cuaca dingin. pasien juga
merasakan gatal pada kelopak mata dan nyeri kepala. Pasien tidak pernah
mengalami benturan pada daerah mata dan kepala, tidak mengalami adanya
kemasukan benda asing pada matanya.
Pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. didapatkan Pada
pemeriksaan fisik didapatkan pasien KU: Sedang, N = 80 x/m, R = 20 x/m, S =
36,5 C. Pemeriksaan Status Oftalmologis menggunakan alat slit lamp ditemukan
Regio OD Kornea Tampak makula centralis pada kornea mata sebelah kanan.
Kornea pada oculi sinistra tampak Jernih (+), bentuk cembung.
Pada pasien dilakukan penatalaksanaan Medikamentosa Topikal Levocin
Eye drops 6x1 gtt OD, Sanbe tears Eye drops 4 x 1 gtt OD, dan Oral berupa
Doksisiklin 1 x 100 mg, untuk Non medikamentosa Memberikan Edukasi :
Menjaga higenitas mata, Tidak menggunakan soft lens.
Prognosis pada pasien Dubia Et malam dimana pada kasus dengan
sikatriks kornea dan Penurunan tajam penglihatan sangat ditentukan oleh letak,
luas, serta kepadatan jaringan sikatrik yang terjadi, irregularitas permukaan
Kornea dan cekungan yang terjadi. Bila sikatrik kornea telah mengganggu
penglihatan tidak ada pengobatan yang dapat dilakukan kecuali keratoplasti atau
pencangkokan kornea.2

24
BAB V
KESIMPULAN

1. Berbagai penyebab kebutaan mempunyai kepentingan relatif yangberbeda-


beda sesuai dengan tingkat perkembangan sosial daerah yang diteiiti. Di
negara- negara berkembang, katarak adalah penyebab utama kebutaan;
trakoma, lepra, onkosersiasis, dan xeroftalmia juga merupakan penyebab
yang penting. Ulkus kornea juga sering menjadi penyebab kebutaan satu
mata di negara-negara berkembang.
2. Sikatrik kornea dapat menimbulkan gangguan penglihatan mulai dari
kabur sampai dengan kebutaan. Secara klinis ditemui dalam bentuk
nebula, makula, dan leukoma.
3. Umumnya Penyebab dari sikatrik kornea adalah Kekeruhan bawaan
(kongenital) dapat terjadi sebagai perkembangan anomali atau setelah
trauma kelahiran, Luka kornea yang sembuh dan Ulkus kornea yang
sembuh.
4. Penanganan pada sikatrik kornea berdasarkan dari penyebabnya misalnya
disebakan oleh trauma, infeksi, atau luka/ulkus pada kornea, namun jika
terjadi kebutaan dapat dilakukan tindakan operasi.
5. Prognosis baik dan buruknya pada kasus sikatrik kornea berdasarkan
tingkat ketebalan dari sikatriknya, yaitu nebula, makula, dan leukoma.
Umumnya jika terjadi kebutaan cara satu-satunya adalah dilakukan
tindakan operasi.

25
DAFTAR PUSTAKA
1. Riordan-eva P, Witcher JP. Vaughan & Asbury: Oftamologi Umum Edisi 17.
Jakarta: EGC; 2009.
2. Erry. Distribusi dan Karakteristik kornea di Indonesia, Riskesdas 2007.
Media Litbang Kesehatan: 2012; Vol 22. No 1.
3. Wilson SI. et al. Control of Scars Tissue Formation in the Cornea: Strategies
in Clinical and Corneal Tissue Engineering. J. Funct. Biomater.: 2012; vol 3
pp 642-687.
4. Bowling B. Kanski’s Clinical Ophthalmology ed 8. ELSEVIER. 2016.

5. Sherwood Lauralee. Fisiologi Manusia Dari Sel Ke Sistem edisi eenam.


Jakarta: EGC; 2011.

6. Agur AMR. Grant’s Atlas of Anatomy Ed 12th. Philadelphia: Lippincott


Williams & Wilkins; 2009.
7. Snell RS. Anatomi Klinis Berdasarkan sistem. Jakarta: EGC. 2011.
8. Netter FH. Atlas of Human Anatomy ed 6. Elsavier. 2014

9. Paulsen F. & Waschke J. Sobotta jilid 3: Kepala, Leher, dan Neuroanatomi.


Jakarta: EGC. 2012.
10. Skuta GL. et. al. Fundamental And Principles of Ophthalmology. Amerika:
American Academi of Ophthalmology.2008.
11. Ilyas Sidarta, Yulianti Rahayu.S. Ilmu Penyakit Mata Edisi Kelima. Jakarta:
Badan penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2015.

12. Gartner LP.& Hiatt JL. Atlas Berwarna Histologi ed 5. Tanggerang: Binarupa
Aksara. 2012.
13. Mescher AL. Histologi Dasar Junqueira Teks & Atlas. Jakarta: EGC. 2011
14. Khurana AK. Comprehensive Ophthalmology Ed 4. New Age International
(P) Limited. 2007.
15. Reinhard T. & Larkin F.Corneal and Externa Eye Disease. German: Springer.
2006.

26
16. Kim SJ. Wee WR. Lee JH. Kim MK. The Effect of Different Suturing
Techniques on Astigmatism after Penetrating Keratoplasty. J Korean med:
2008; vol 23. Pp 1015-1019.
17. Agung SS. Maksum IP. Subroto T. Serum Otologus dan Human Epidermal
Growth Factor (hEGF) Mempercepat Proliferasi dan Migrasi Keratinosit pada
Proses Re-Epitelisasi.MKB: 2016; 48(4). Pp 205-210.
18. Maksum IP. Subroto T. Dkk. Stabilization Of Vitamin A Using Vitamin E AS
Antioxidant In Lyophilized autologous Serum and Its Antibacterial
Properties. International Research Journal of Pharmacy: 2018; 9 (7). Pp 79-84.
19. Semeraro F. Forbice E. Braga O. Bova A. 2014. Evaluation of the efficacy of
50% Autologous Serum Eye Drops in Different Ocular Surface Pathologies.
Hindawi Publishing Corporation: 2014. Pp 1-10.
20. Elvira. Wijaya VN. Penyakit Mata Kering. CDK:2018. Pp 192-196.

27

Anda mungkin juga menyukai