DEMAM TIFOID
Penyusun:
Dwi Puspita Sari, S.Ked
712019017
Pembimbing:
dr. Halimah, Sp.A
FAKULTAS KEDOKTERAN
2020
HALAMAN PENGESAHAN
Referat
Oleh
Nurisma
Maulisa,
S.Ked
7120200
01
Palembang, Desember
2020
Pem
bimb
ing,
ii
dr. Halimah, Sp.A
iii
KATA PENGANTAR DAN UCAPAN TERIMA KASIH
Puji syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat dan
rahmat-Nya, saya bisa menyelesaikan referat ini. Penulisan referat ini dilakukan
dalam rangka memenuhi syarat dalam mengikuti kegiatan Kepaniteraan Klinik di
Departemen Ilmu Penyakit Mata RSUD Palembang BARI pada Fakultas
Kedokteran Universitas Muhammadiyah Palembang. Saya menyadari bahwa,
tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak, dari masa kepaniteraan klinik
sampai pada penyusunan laporan kasus ini, sangatlah sulit bagi saya untuk
menyelesaikan laporan kasus ini. Oleh karena itu, saya mengucapkan terima kasih
kepada:
1) dr. Fera Yunita Rodhiyanti, Sp.M selaku pembimbing yang telah
menyediakan waktu, tenaga, dan pikiran untuk mengarahkan saya dalam
penyusunan referat ini;
2) Orang tua dan keluarga saya yang telah memberikan bantuan dukungan
material dan moral; dan
3) Sahabat yang telah banyak membantu saya dalam menyelesaikan laporan
kasus ini.
Akhir kata, saya berharap Tuhan Yang Maha Esa berkenan membalas segala
kebaikan semua pihak yang telah membantu. Semoga referat ini membawa
manfaat bagi pengembangan ilmu.
Penulis
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang................................................................................1
v
BAB III KESIMPULAN................................................................................30
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................31
vi
BAB I
PENDAHULUAN
peradangan ini terjadi karena adanya proses imunologis, atau karena suatu infeksi.
Trauma lokal juga dapat mencetuskan proses peradangan tersebut. Skleritis sering
Serikat diperkirakan 6 kasus per 10.000 populasi penduduk. Dari kasus skleritis
skleritis posterior. Skleritis lebih sering dijumpai pada wanita, pada umumnya
sekitar umur 20-60 tahun. Hampir separuh dari kasus skleritis terjadi secara
bilateral. Dari data internasional, tidak ada distribusi geografis yang pasti
gangguan kolagen vaskular dan gejala bertambah hingga beberapa bulan. Angka
morbiditas ditentukan oleh penyakit primer skleritis itu sendiri dan penyakit
sistemik yang menyertai. Rasio antara perempuan dan laki-laki adalah 1,6:1.
Berdasarkan umur skleritis biasanya terjadi pada usia 11-87 tahun, dan rata-rata
Adapun gejala-gejala umum yang biasa terjadi pada skleritis yaitu rasa
nyeri berat yang dapat menyebar ke dahi, alis, dan dagu. Rasa nyeri ini terkadang
dapat membangunkan dari tidur akibat sakitnya yang sering kambuh. Pergerakan
bola mata dan penekanan pada bulbus okuli juga dapat memperparah rasa nyeri
1
tersebut. Rasa nyeri yang berat pada skleritis dapat dibedakan dari rasa nyeri
ringan yang terjadi pada episkleritis yang lebih sering dideskripsikan pasien
sebagai sensasi benda asing di dalam mata. Selain itu terdapat pula mata merah
tergantung pada penyakit yang mendasarinya. Oleh karena itu perlu diagnosis
pemberian NSAIDs ini. Apabila terapi ini tidak menunjukkan respon yang baik
selama 1-2 minggu, dapat diberikan Prednison oral 0,5-1,5 mg/kg/hari. Pada kasus
antibiotik spesifik.3,4,5
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Sklera yang juga dikenal sebagai bagian putih bola mata, merupakan
kelanjutan dari kornea. Sklera berwarna putih buram dan tidak tembus cahaya,
merupakan dinding bola mata yang paling keras dengan jaringan pengikat yang
tebal, yang tersusun oleh serat kolagen, jaringan fibrosa dan proteoglikan dengan
berbagai ukuran. Pada anak-anak, sklera lebih tipis dan menunjukkan sejumlah
pigmen, yang tampak sebagai warna biru. Sedangkan pada dewasa karena
Sklera dimulai dari limbus, dimana berlanjut dengan kornea dan berakhir
pada kanalis optikus yang berlanjut dengan dura. Enam otot ekstraokular
3
disisipkan ke dalam sklera. Jaringan sklera menerima rangsangan sensoris dari
mempunyai dua cabang, yang pertama pada permukaan dimana pembuluh darah
tersusun melingkar, dan yang satunya lagi yang lebih di dalam, terdapat pembuluh
bola mata posterior. Sklera kemudian dilanjutkan oleh duramater dan kornea,
untuk menentukan bentuk bola mata, penahan terhadap tekanan dari luar dan
oleh banyak saraf dan pembuluh darah yang melewati foramen skleralis posterior.
Pada cakram optikus, 2/3 bagian sklera berlanjut menjadi sarung dural, sedangkan
1/3 lainnya berlanjut dengan beberapa jaringan koroidalis yang membentuk suatu
penampang yakni lamina kribrosa yang melewati nervus optikus yang keluar
melalui serat optikus atau fasikulus. Kedalaman sklera bervariasi mulai dari 1 mm
pada kutub posterior hingga 0,3 mm pada penyisipan muskulus rektus atau
akuator.3,4
Gambar 2. Sklera
4
Sklera mempunyai 2 lubang utama yaitu:6
nervus optikus. Pada foramen ini terdapat lamina kribosa yang terdiri dari
foramen sklerasis posterior. Serabut saraf optikus lewat lubang ini untuk
menuju ke otak.
Secara histologis, sklera terdiri dari banyak pita padat yang sejajar dan
tebal 10-16 μm dan lebar 100-140 μm, yakni episklera, stroma, lamina fuska dan
Pendukung dasar dari sklera adalah adanya aktifitas sklera yang rendah dan
vaskularisasi yang baik pada sklera dan koroid. Hidrasi yang terlalu tinggi pada
sclera menyebabkan kekeruhan pada jaringan sklera. Jaringan kolagen sklera dan
perbandingan yang normal sehingga terjadi hubungan antara bola mata dan socket.
5
Perbandingan ini sering terganggu sehingga menyebabkan beberapa penyakit yang
2.2. Skleritis
ditandai oleh destruksi kolagen, sebukan sel dan kelainan vaskular yang
2.2.2. Epidemiologi
ini. Penyakit ini dapat terjadi unilateral atau bilateral, dengan onset perlahan atau
insiden skleritis tidak bergantung pada geografi maupun ras. Wanita lebih banyak
proses imunologi yakni terjadi reaksi tipe IV (hipersensitifitas tipe lambat) dan
tipe III (kompleks imun) dan disertai penyakit sistemik. Pada beberapa kasus,
mungkin terjadi invasi mikroba langsung, dan pada sejumlah kasus proses
6
imunologisnya tampaknya dicetuskan oleh proses-proses lokal, misalnya bedah
7
Karena sklera terdiri dari jaringan ikat dan serat kolagen, skleritis
adalah gejala utama dari gangguan vaskular kolagen pada 15% dari kasus.
terdiri dari antibody IgG dengan antigen. Hipersensitivitas tipe III terbagi
menjadi reaksi lokal (reaksi Arthus) dan reaksi sistemik. Reaksi lokal
FcgammaRIII adalah reseptor dengan daya ikat rendah dan juga karena
ambang batas aktivasi melalui reseptor ini lebih tinggi dari pada untuk
8
granul dan membuat kerusakan pada endotelium dan membran basement
lokasi seperti kulit, ginjal, atau sendi. Contoh paling sering dari
dan glomerulonefritis.11
peptida yang sesuai berikatan dengan MHC kelas II, kemudian mengalami
kontak dengan sell TH1 yang berada dalam jaringan. Aktivasi dari sel T
makrofag, sel T lainnya, dan juga kepada netrofil. Konsekuensi dari hal ini
adalah adanya infiltrasi seluler yang mana sel mononuklear (sel T dan
Degradasi enzim dari serat kolagen dan invasi dari sel-sel radang
9
dan nekrosis yang akan menyebabkan penipisan pada sklera dan perforasi
pada penyakit auto imun secara umum merupakan faktor predisposisi dari
Interaksi tersebut adalah bagian dari sistem imun aktif dimana dapat
muncul antibodi spesifik sklera dalam serum pasien dengan tipe skleritis
non infeksius. 10
10
Tabel 1. Non sklera spesifik autoantibodi
11
Kemunculan spesifik autoantibodi pada kornea, iris, kristalin, dan
makrofag dan limfosit T CD-4, yang mana biasanya tidak ditemukan pada
sklera normal.10
sklera, yaitu deposisi kompleks imun di kapiler episklera, sklera dan venul
peradangan pada skleritis dapat menyebar pada bagian anterior atau bagian
posterior mata.
seluler.10
12
Skeleritis dapat di klasifikasikan menjadi skleritis anterior dan
skleritis posterior:13,14
1. Skleritis Anterior
sebesar 40% dan skleritis anterior nodular terjadi sekitar 45% setiap tahunnya.
Skleritis nekrotik terjadi sekitar 14% yang biasanya berbahaya. Bentuk spesifik
walaupun penyebab klinis dan prognosis diperkirakan berasal dari suatu inflamasi.
Berbagai varian skleritis anterior kebanyakan jinak dimana tipe nodular lebih
Ditandai dengan adanya satu atau lebih nodul radang yang eritem, tidak
13
dapat digerakkan, dan nyeri pada sklera anterior. Sekitar 20% kasus
sebagai akibat dari imflamasi pada fokal area akibat insisi sklera atau
limbus.11(1050pdf)
14
terlihat jelas. Apabila disertai dengan inflamasi kornea, dikenal
sebagai sklerokeratitis.
2. Skleritis Posterior
skleritis anterior. Biasanya skleritis posterior ditandai dengan rasa nyeri dan
perlengketan cincin koroid, massa di retina, udem nervus optikus dan udem
makular. Inflamasi skleritis posterior yang lanjut dapat menyebabkan ruang okuli
anterior dangkal, proptosis, pergerakan ekstra ocular yang terbatas dan retraksi
kelopak mata bawah. Terdapat perataan dari bagian posterior bola mata,
penebalan lapisan posterior mata (koroid dan sklera), dan edema retrobulbar. Pada
dan papiledema.3
15
Gambar 6. Skleritis Posterior
2.2.6. Diagnosis
fisik dan
a. Anamnesis
Pada saat anamnesis perlu ditanyakan keluhan utama pasien, perjalanan penyakit,
pembedahan juga perlu pemeriksaan dari semua sistem pada tubuh. Gejala-gejala
dapat meliputi rasa nyeri, mata berair, fotofobia, spasme, dan penurunan
ketajaman penglihatan. Tanda primernya adalah mata merah. Nyeri adalah gejala
yang paling sering dan merupakan indikator terjadinya inflamasi yang aktif..
Nyeri timbul dari stimulasi langsung dan peregangan ujung saraf akibat adanya
inflamasi. Karakteristik nyeri pada skleritis yaitu nyeri terasa berat, nyeri tajam
menyebar ke dahi, alis, rahang dan sinus, pasien terbangun sepanjang malam,
kambuh akibat sentuhan. Nyeri dapat hilang sementara dengan penggunaan obat
analgetik. Mata berair atau fotofobia pada skleritis tanpa disertai sekret
16
dari skleritis ke struktur yang berdekatan yaitu dapat berkembang menjadi
Gambar 7. Skleritis
kasus.410
dan ibandronate.
17
6. Post pembedahan pada mata
Pemeriksaan umum pada kulit, sendi, jantung dan paru – paru dapat
Pemeriksaan Sklera10
o Pemeriksaan Daylight
Area berwarna hitam, abu – abu, atau coklat yang dikelilingi oleh
18
menghasilkan sequestrum berwarna putih di tengah, dan di kelilingi
anterior scleritis.
episklera. Pada tepi anterior dan posterior cahaya slit lamp bergeser
episklera.2
kasus.
19
o Dapat ditemukan tahanan gerakan mata, sensitivitas pada palpasi
dan proptosis.
c. Pemeriksaan Penunjang
20
Gambar 7. B-Scan Ultrasonography pada skleritis posterior menunjukkan adanya
akumulasi cairan pada kapsul tenon
2.2.7. Diagnosa Banding
a. Episkleritis
Episkleritis adalah reaksi radang jaringan ikat vaskular yang terletak antara
toksik, alergik, bagian dari infeksi, serta dapat juga terjadi secara spontan dan
eritema hanya terjadi pada episklera, yaitu perbatasan antara sklera dan
konjungtiva. Episkleritis mempunyai onset yang lebih akut dan gejala yang
21
Gambar 8. Episkleritis
Keluhan pasien episkleritis berupa mata kering, rasa nyeri ringan, dan rasa
warna merah ungu di bawah konjungtiva. Bila benjolan ini ditekan dengan kapas
atau ditekan pada kelopak di atas benjolan, maka akan timbul rasa sakit yang
dapat menjalar ke sekitar mata. Terlihat mata merah satu sektor yang disebabkan
dapat mengecil bila diberi fenilefrin 2,5% topikal. Sedangkan pada skleritis,
melebarnya pembuluh darah sklera tidak dapat mengecil bila diberi fenilefrin
2,5% topikal.
22
Gambar 9. Pelebaran pembuluh darah sklera yang tidak mengecil dengan
pemberian fenilefrin 2,5% topikal.
23
Tabel 3. Perbandingan episkleritis dengan skleritis
2.2.8. Penatalaksanaan
skleritis yang tidak infeksius, pengobatan pada skleritis yang infeksius, serta
24
konsultasi kepada bagian terkait apabila dicurigai ada penyakit sistemik yang
menyertai.
gastrointestinal.
o Necrotizing scleritis
25
Jika gagal, pengobatan imunomodulator dapat digunakan.
apabila terjadi kerusakan hebat akibat invasi langsung mikroba, atau pada
terapi skleritis, tetapi tandur semacam itu tidak jarang mencair kecuali
26
Tabel 4. Penatalaksanaan skleritis
27
28
Skema Panduan Penatalaksanaan Pasien dengan Skleritis
2.2.9.Komplikasi
vaskularisasi dalam dengan atau tanpa pengaruh kornea. Uveitis adalah tanda
buruk karena sering tidak berespon terhadap terapi. Kelainan ini sering disertai
oleh penurunan penglihatan akibat edema makula. Dapat terjadi galukoma sudut
terbuka dan tertutup. Juga dapat terjadi glaukom akibat steroid. 1,8
uveitis atau keratitis sklerotikan. Pada skleritis akibat terjadinya nekrosis sklera
atau skleromalasia maka dapat terjadi perforasi pada sklera. Penyulit pada kornea
dapat dalam bentuk keratitis sklerotikan, dimana terjadi kekeruhan kornea akibat
terletak dekat skleritis yang sedang meradang. Hal ini terjadi akibat gangguan
susunan serat kolagen stroma. Pada keadaan ini tidak pernah terjadi
berupa menjadi jernihnya kornea yang dimulai dari bagian sentral. Sering bagian
2.2.10.Prognosis
spondiloartropati atau pada SLE biasanya relatif jinak dan sembuh sendiri dimana
termasuk tipe skleritis difus atau skleritis nodular tanpa komplikasi pada mata.
29
Skleritis pada penyakit Wagener adalah penyakit berat yang dapat menyebabkan
buta permanen dimana termasuk tipe skleritis nekrotik dengan komplikasi pada
mata. Skleritis pada rematoid artritis atau polikondritis adalah tipe skleritis difus,
nodular atau nekrotik dengan atau tanpa komplikasi pada mata. Skleritis pada
penyakit sistemik selalu lebih jinak daripada skleritis dengan penyakit infeksi atau
autoimun. Pada kasus skleritis idiopatik dapat ringan, durasi yang pendek, dan
lebih respon terhadap tetes mata steroid. Skleritis tipe nekrotik merupakan tipe
yang paling destruktif dan skleritis dengan penipisan sklera yang luas atau yang
BAB III
30
KESIMPULAN
ditandai oleh destruksi kolagen, sebukan sel dan kelainan vaskular yang
penyakit baik penyakit autoimun ataupun penyakit sistemik, infeksi, trauma dan
dan skleritis posterior. Gejala-gejala pada skleritis dapat meliputi rasa nyeri, mata
penyebabnya.
31
DAFTAR PUSTAKA
2. Foulks GN, Langston DP. Cornea and External Disease. In: Manual of
Ocular Diagnosis and Therapy. Second Edition. United States of America:
Library o Congress Catalog. 1988; 111-6
3. Ilyas, S. Ilmu Penyakit Mata Edisi Ketiga. Jakarta: Balai Penerbit FKUI,
2008. 118-20
32
11. Scott O et all. Haemophilus influenzae associated scleritis. Br J
Ophthalmol 1999;83:410–413
12. Zainah A, Donald T H T, and S-P Chee. Necrotising scleritis after bare
sclera excision of pterygium. Br J Ophthalmol 2000;84:1050–1052
13. Srikant K S, Sujata D, Savitri S and Kalyani S. Clinico-Microbiological
Profile and Treatment Outcome of Infectious Scleritis: Experience from a
Tertiary Eye Care Center of India. International Journal of
Inflammation:2012:1-8
14. Jacquelin M, et all. Comparative study of ophthalmological and
serological manifestations and the therapeutic response of patients with
isolated scleritis and scleritis associated with systemic diseases. Arq Bras
Oftalmol . 2011;74(6):405-9
33