Anda di halaman 1dari 14

BST

HIPERMETROPIA DAN PRESBIOPIA

Oleh:

Fildzah Sharfina, S.Ked

NIM : 71 2019 085

Pembimbing:
dr. Fera Yunita Rodhiyati, Sp.M

DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA


RUMAH SAKIT UMUM DAERAH PALEMBANG BARI
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PALEMBANG
2022
No. Kelainan Refraksi Gambar
1. Hipermetropia
S/ Penglihatan kabur apabila
melihat dalam jarak dekat, mata
lelah, pada anak-anak dapat
dijumpai strabismus konvergen

O/ Bilik mata depan dangkal


visus menurun → gunakan S
+0,50, visus membaik, tambah
S+ sampai visus 6/6

A/ Hipermetropia

P/
 Bila foria/tropia tak ada, gunakan
lensa sferis + terkuat yang bisa
memberikan tajam penglihatan
terbaik
 Bila foria/tropia ada, koreksi
hipermetropia total, jika perlu:
kacamata bifokal

2. Presbiopia
S/ Usia tua, hanya mampu
membaca dalam waktu singkat,
penglihatan kabur, berair,
astenopia, menyipitkan mata saat
membaca, kelelahan atau
mengantuk saat membaca dekat
dan saat membaca membutuhkan
cahaya yang lebih terang
O/ hanya berkaitan dengan
akomodasi (penuaan)

A/ Presbiopia

P/ Kacamata sferis + sesuai umur


pasien
● + 1.0 D untuk usia 40 tahun
● + 1.5 D untuk usia 45 tahun
● + 2.0 D untuk usia 50 tahun
● + 2.5 D untuk usia 55 tahun
● + 3.0 D untuk usia 60 tahun
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Hipermetropia
2.1.1 Definisi
Kelainan hipermetropia atau rabun dekat merupakan keadaan gangguan
kekuatan pembiasan mata saat sinar sejajar jauh tidak cukup dibiaskan
sehingga titik fokusnya terletak di belakang retina. Pada hipermetropia sinar
sejajar difokuskan di belakang makula lutea.
Hipermetropia atau far-sightendess adalah kelainan refraksi apabila
berkas sinar yang berjalan sejajar masuk ke dalam mata dalam keadaan
istirahat tanpa adanya akomodasi, dibiaskan membentuk bayangan di
belakang retina.

2.1.2 Epidemiologi
Prevalensi hipermetropia menurun dengan adanya peningkatan usia,
3,8% pada usia 7 tahun menjadi 1% saat berusia 15 tahun. Penelitian dikota
Qazvin Iran menunjukkan dari 5903 siswa berumur 7-15 tahun dengan
penderita hypermetropia lebih banyak pada jenis kelamin perempuan 56,74%
dan laki-laki 43,26%.

2.1.3 Etiologi
Hipermetropia disebabkan oleh beberapa hal, yaitu:
1. Sumbu utama bola mata yang terlalu pendek
Sumbu utama bola mata yang terlalu pendek biasanya terjadi
karena mikropthalmia, retinitis sentralis, atau ablasio retina
(lapiran retina lepas lari ke depan titik fokus cahaya tidak tepat
dibiaskan) ini salah satu penyebab hipermetropia.
2. Gangguan-gangguan refraksi pada kornea, aqueus humor, lensa dan
vitreus humor
Gangguan yang dapat menyebabkan hipermetropia adalah
perubahan pada komposisi kornea dan lensa sehingga kekuatan
refraksi menurun dan perubahan pada komposisi aqueus humor dan
vitreus humor. Misal pada penderita Diabetes Melitus terjadi
hipermetropiajika kadar gula darah dibawah normal.
3. Kelengkungan kornea dan lensa tidak kuat
Kelengkungan kornea ataupun lensa berkurang sehingga bayangan
difokuskan dibelakang retina.
4. Perubahan posisi lensa
Dalam hal ini, posisi lensa menjadi lebih posterior. Sering terjadi
pada trauma atau afakia pasca trauma

Terdapat 3 bentuk hipermetropia:


1. Hipermetropia kongenital, diakibatkan bola mata pendek atau kecil.
2. Hipermetropia simple, biasanya merupakan lanjutan hipermetropia
anak yang tidak berkurang pada perkembangan nya jarang melebihi
>5 dioptri.
3. Hipermetropia didapat, umum didapat setelah bedah pengeluaran
lensa pada katarak (afakia).

Ada beberapa tingkatan pada hypermetropia berdasar besarnya dioptri:


1. Hipermetropia ringan: Spheris +0.25 D s/d Spheris +3.00 D
2. Hipermetropia sedang: Spheris +3.25 D s/d Spheris +6.00 D
3. Hipermetropia berat : > +6.25 D

Hipermetropia dikenal dalam bentuk:


1. Hipermetropia manifes: Hipermetropia manifes di dapatkan tanpa
siklopegik, yang dapat dikoresi dengan kacamata positif maksimal
yang memberikan tajam penglihatan normal. Hipermetropia ini
terdiri atas hipermetropia absolut di tambah dengan hipermetropia
fakultatif .
2. Hipermetropia manifes absolut: Kelainan refraksi tidak di imbangi
dengan akomodasi dan memerlukan kacamata positif untuk melihat
jauh.
3. Hipermetropia manifes fakultatif: Kelainan hipermetropia dapat di
imbangi dengan akomodasi ataupun dengan kacamata positif.
Pasien yang hanya mempunyai hipermetropia fakultatif akan
melihat normal tanpa kacamata, bila di berikan kacamata positif
memberikan penglihatan normal maka otot akomodasinya akan
istirahat.
4. Hipermetropia laten: Dimana kelainan hipermetropia tanpa
sikloplegia (atau dengan obat yang melemahkan akomodasi)
diimbangi seluruhnya dengan akomodasi. Hipermetropia laten
sehari-hari diatasi pasien dengan akomodasi terus-menerus.
Hipermetropia hanya dapat diukur bila diberikan siklopegia. Makin
muda makin besar komponen hipermetropia laten seseorang. Makin
tua seseorang akan terjadi kelemahan akomodasi sehingga
hipermetropia laten menjadi hipermetropia fakultatif dan kemudian
akan menjadi hipermetropia absolut.
5. Hipermetropia total: Hipermetropia laten dan manifes yang
ukurannya di dapatkan sesudah di berikan sikloplegia.

2.1.4 Patogenesis
Gangguan hipermetropia adalah gangguan yang ditandai dengan
kesulitan untuk melihat benda yang letaknya dekat (close objects) dimana
sinar sejajar yang datang dibiaskan di belakang retina.
Hal ini terjadi karena terlalu pendeknya bola mata atau terlalu lemahnya
sistem lensa bila muskulus siliaris berelaksasi. Dalam keadaan ini berkas
cahaya sejajar tidak cukup dibelokkan oleh sistem lensa sampai tepat di
retina.

2.1.5 Gejala Klinis


Gejala yang ditemukan pada hipermetropia adalah penglihatan dekat
dan jauh kabur, sakit kepala, silau dan kadang rasa juling atau lihat ganda.
Pasien hipermetropia sering disebut sebagai pasien rabun dekat. Pasien
dengan hipermetropia apapun penyebabnya akan mengeluh matanya lelah dan
sakit karna terus-menerus harus berakomodasi untuk melihat atau
memfokuskan bayangan yang terletak dibelakang makula agar terletak
didaerah macula lutea. Keadaan ini disebut astenopia akomodatif. Akibat
terus menerus berakomodasi, maka bola mata bersama-sama melakukan
konvergensi dan mata akan sering terlihat mempunyai kedudukan esotropia
atau juling kedalam.

2.1.6 Tatalaksana
Mata dengan hipermetropia akan memerlukan lensa cembung untuk
mematahkan sinar lebih kuat kedalam mata. Koreksi hipermetropia adalah
diberikan koreksi lensa positif maksimal yang memberikan tajam penglihatan
normal. Hipermetropia sebaiknya diberikan kacamata lensa positif terbesar
yang masih memberikan tajam penglihatan maksimal.
Diberikan koreksi hipermetropia manifest dimana tanpa sikloplegia
didapatkan ukuran lensa positif maksimal yang memberikan tajam
penglihatan normal (6/6). Bila terdapat juling kedalam atau esotropia
diberikan kacamata koreksi hipermetropia total. Bila terdapat tanda atau bakat
juling keluar (eksotopia) maka diberikan kacamata positif kurang.
Pada pasien dengan hipermetropia sebaiknya diberikan kacamata sferis
positif terkuat atau lensa positif terbesar yang masih memberikan tajam
penglihatan maksimal. Bila pasien dengan S+3.00 ataupun dengan S+3.25
memberikan ketajaman penglihatan 6/6, maka diberikan kacamata S+3.25.
Hal ini untuk memberikan istirahat pada mata. Pada pasien dimana
akomodasi masih sangat kuat atau pada anak-anak, maka sebaiknya
pemeriksaan dilakukan dengan memberikan sikloplegik atau melumpuhkan
otot akomodasi. Dengan melumpuhkan otot akomodasi, maka pasien akan
mendapatkan koreksi kacamatanya dengan mata yang istirahat.
Pasien muda dengan hipermetropia tidak akan memberikan keluhan
karena matanya masih mampu melakukan akomodasi kuat untuk melihat
benda dengan jelas. Pada pasien yang banyak membaca atau mempergunakan
matanya, terutama pada usia yang telah lanjut, akan memberikan keluhan
kelelahan setelah membaca.
2.1.7 Komplikasi
Penyulit yang dapat terjadi pada pasien dengan hypermetropia adalah
esotropia dan glaukoma. Esotropia atau juling ke dalam terjadi akibat pasien
selamanya melakukan akomodiasi. Glaukoma sekunder terjadi akibat
hipertrofi otot siliar pada badan siliar yang akan mempersempit sudut bilik
mata.

2.1.8 Prognosis
Quo ad vitam : Dubia ad bonam
Quo ad fungsionam : Dubia ad bonam
Quo ad sanationam : Dubia ad bonam

2.2 Presbiopia
2.2.1 Definisi
Presbiopia merupakan gangguan penglihatan yang berkaitan dengan
usia. Hilangnya daya akomodasi yang terjadi bersamaan dengan proses
penuaan pada semua orang disebut presbiopia. Seseorang dengan mata
emetrop (tanpa kesalahan refraksi) akan mulai merasakan ketidakmampuan
membaca huruf kecil atau membedakan benda-benda kecil yang terletak
berdekatan pada usia sekitar 44-46 tahun. Gagal penglihatan dekat akibat usia,
berhubungan dengan penurunan amplitudo akomodasi atau peningkatan
punctum proximum.

Pada usia muda, lensa mata masih lunak dan lentur, sehingga bentuknya
bisa berubah-ubah guna memfokuskan objek dekat dan objek jauh. Setelah
berusia 40 tahun, lensa menjadi lebih kaku. Lensa tidak dapat dengan mudah
merubah bentuknya sehingga lebih sulit untuk membaca pada jarak dekat. Hal
ini merupakan suatu keadaan yang normal, yang disebut dengan presbiopia.
Presbiopia bisa terjadi bersamaan dengan miopia, hipermetropia maupun
astigmatisma. Kelainan ini terjadi pada mata normal berupa gangguan
perubahan kencembungan lensa yang dapat berkurang akibat berkurangnya
elastisitas lensa sehingga terjadi gangguan akomodasi.

2.2.2 Epidemiologi
Gangguan refraksi presbiopia terjadi pada individu dengan usia diatas
40 tahun yang merupakan usia produktif dalam melakukan aktivitas sehari-
hari. Kecenderungan kepemilikan dan pemakaian alat bantu/koreksi
penglihatan jauh (kaca mata atau lensa kontak) meningkat sesuai
pertambahan umur, prevalensi tertinggi pada kelompok umur 55-64 tahun,
tetapi menurun kembali pada kelompok penduduk lanjut usia (65 tahun
keatas). Hal ini mungkin berkaitan dengan produktivitas penduduk lanjut usia
yang cenderung menurun, sehingga kebutuhan memiliki penglihatan jarak
jauh yang optimal juga berkurang.

2.2.3 Faktor Risiko


Faktor risiko presbiopia yaitu:
1. Usia >40 tahun
2. Pekerjaan
3. Jenis kelamin
4. Trauma atau ocular disease
5. Penyakit sistemik
6. Obat-obatan
2.2.4 Etiologi
Presbiopia terjadi disebabkan oleh:
1. Kelemahan otot akomodasi
2. Lensa mata tidak kenyal atau berkurang elastisitasnya akibat
sklerosis lensa

2.2.5 Patogenesis
Pada mekanisme akomodasi yang normal terjadi peningkatan daya
refraksi mata karena adanya perubahan keseimbangan antara elastisitas
matriks lensa dan kapsul sehingga lensa menjadi cembung. Dengan
meningkatnya umur maka lensa menjadi keras (sklerotik) dan kehilangan
elastisitasnya untuk menjadi cembung, dengan demikian kemampuan melihat
dekat makin berkurang.

2.2.6 Gejala Klinis


Penderita presbiopia memiliki keluhan berupa:
1. Mata lelah, berair, dan sering terasa pedas setelah beraktivitas
menggunakan penglihatan jarak dekat
2. Keterlambatan dokus mata pada jarak dekat atau jauh
3. Sakit kepala
4. Asthenopia
5. Sering menyipitkan mata
6. Kebutuhan akan cahaya terang unutk membaca
7. Diplopia

2.2.7 Penegakkan Diagnosis


a. Anamnesis
Anamnesa gejala dan tanda presbiopi. Keluhan pasien terkait presb
iopi dapat bermacam-macam, misalnya pasien merasa hanya mamp
u membaca dalam waktu singkat, merasa cetakan huruf yang dibac
a kabur atau ganda, kesulitan membaca tulisan huruf dengan cetaka
n kualitas rendah, saat membaca membutuhkan cahaya yang lebih t
erang atau jarak yang lebih jauh, saat membaca merasa sakit kepala
dan mengantuk.

b. Pemeriksaan Oftamologi
- Pemeriksaan Tajam Penglihatan
Dilakukan di kamar yang tidak terlalu terang dengan Kartu Snell
en, dengan cara:
1. Pasien duduk dengan jarak 6 m dari kartu snellen dengan satu
mata ditutup.
2. Pasien diminta membaca huruf yang tertulis di kartu, mulai da
ri baris paling atas ke bawah, dan ditentukan baris terakhir yan
g masih dapat dibaca seluruhnya dengan benar.
3. Bila pasien tidak dapat membaca baris paling atas ( terbesar ),
maka dilakukan uji hitung jari dari jarak 6 m.
4. Jika pasien tidak dapat menghitung jari pada jarak 6 m, maka j
arak dapat dikurangi satu meter, sampai maksimal jarak pengu
ji dengan pasien satu meter.
5. Jika pasien tidak dapat melihat, dilakukan uji lambaian tangan
dari jarak satu meter.
6. Jika pasien tetap tidak bisa melihat lambaian tangan, dilakuka
n uji dengan arah sinar Jika penglihatan sama sekali tidak men
genal adanya sinar, maka dikatakan penglihatannya adalah nol
(0) atau buta total.
Penilaian :
Tajam penglihatan normal adalah 6/6. Berarti pasien dapat
membaca seluruh huruf dalam kartu snellen dengan benar. Bila b
aris yang dapat dibaca seluruhnya bertanda 30, maka dikatakan t
ajam penglihatan 6/30. Berarti ia hanya dapat melihat pada jarak
6 m yang oleh orang normal huruf tersebut dapat dilihat pada jar
ak 30 m. Bila dalam uji hitung jari, pasien hanya dapat melihat a
tau menentukan jumlah jari yang diperlihatkan pada jarak 3 m,
maka dinyatakan tajam penglihatan 3/60. Jari terpisah dapat dili
hat orang normal pada jarak 60 m.
Orang normal dapat melihat gerakan atau lambaian tangan
pada jarak 300 m. Bila mata hanya dapat melihat lambaian tanga
n pada jarak 1 meter, berarti tajam penglihatan adalah 1/300. Bil
a mata hanya mengenal adanya sinar saja, tidak dapat melihat la
mbaian tangan, maka dikatakan sebagai 1/~. Orang normal dapat
melihat adanya sinar pada jarak tidak berhingga.
c. Pemeriksaan Presbiopia
Untuk usia lanjut dengan keluhan dalam membaca, dilanjutkan den
gan pemeriksaan presbiopia. Cara :
1. Dilakukan penilaian tajam penglihatan dan koreksi kelainan refr
aksi bila terdapat myopia, hipermetropia, atau astigmatisma, ses
uai prosedur di atas.
2. Pasien diminta membaca kartu baca pada jarak 30-40 cm ( jarak
baca)
3. Diberikan lensa mulai +1 dinaikkan perlahan-lahan sampai terba
ca huruf terkecil pada kartu baca dekat dan kekuatan lensa ini dit
entukan.
4. Dilakukan pemeriksaan mata satu per satu.

2.2.8 Tatalaksana
Presbiopia dikoreksi dengan menggunakan lensa plus untuk m
engatasi daya fokus otomatis lensa yang hilang. Pada pasien presbi
opia kacamata atau adisi diperlukan untuk membaca dekat yang ber
kekuatan tertentu:
 + 1.0 D untuk usia 40 tahun
 + 1.5 D untuk usia 45 tahun
 + 2.0 D untuk usia 50 tahun
 + 2.5 D untuk usia 55 tahun
 + 3.0 D untuk usia 60 tahun
Karena jarak baca biasanya 33 cm, maka adisi + 3.0 dioptri ad
alah lensa positif terkuat yang dapat diberikan pada seseorang. Pem
eriksaan adisi untuk membaca perlu disesuaikan dengan kebutuhan
jarak kerja pasien pada waktu membaca. Pemeriksaan sangat subje
ktif sehingga angka – angka di atas tidak merupakan angka yang te
tap.
Kacamata baca memiliki koreksi-dekat di seluruh aperture kac
amata sehingga kacamata tersebut baik untuk membaca, tetapi me
mbuat benda-benda jauh menjadi kabur. Untuk mengatasi ganggua
n ini, dapat digunakan kacamata yang bagian atasnya terbuka dan ti
dak terkoreksi untuk penglihatan jauh. Kacamata bifokus melakuka
n hal serupa tetapi memungkinkan untuk koreksi kalainan refraksi
yang lain. Kacamata trifokus mengoreksi penglihatan jauh disegme
n atas, penglihatan sedang di segmen tengah, dan penglihatan dekat
di segmen bawah. Lensa progresif juga mengoreksi penglihatan de
kat, sedang, dan jauh tetapi dengan perubahan daya lensa yang pro
gresif dan bukan bertingkat.

2.2.9 Prognosis
Hampir semua pasien presbiopia dapat berhasil dalam mengguna
kan salah satu pilihan penatalaksanaan. Dalam beberapa kasus (misal
nya, pasien presbiopia yang baru menggunakan kacamata, pemakai le
nsa kontak, pasien yang memiliki riwayat kesulitan beradaptasi denga
n koreksi visual), tambahan kunjungan untuk tindak lanjut mungkin d
iperlukan. Selama kunjungan tersebut, dokter mata dapat memberikan
anjuran kepada pasien, verifikasi resep lensa dan penyesuaian bingkai
Kadang-kadang, perubahan dalam desain lensa diperlukan.
14

Anda mungkin juga menyukai