Anda di halaman 1dari 14

BAB II

PEMBAHASAN

A. Definisi Hipermetropia
Hipermetropia juga dikenal dengan istilah hyperopia atau rabun dekat
(farsightedness). Hipermetropia adalah keadaan mata yang tidak
berakomodasi memfokuskan bayangan di belakang retina.

Gambar 2.3 Hipermetropia


B. Etiologi Hipermetropia
Kekuatan optik mata terlalu rendah (biasanya karena mata terlalu
pendek) dan sinar cahaya paralel mengalami konvergensi pada titik di
belakang retina. Penyebab utama hipermetropia adalah panjangnya bola mata
yang lebih pendek. Akibat bola mata yang lebih pendek bayangan benda akan
difokuskan di belakang retina.
Sebab atau jenis hipermetropia:
Hipermetropia sumbu atau hipermetropia aksial merupakan kelainan
refraksi akibat bola mata pendek atau sumbu anteroposterior yang
pendek.
Hipermetropia kurvatur, dimana kelengkungan kornea atau lensa kurang
sehingga bayangan difokuskan di belakang retina.
Hipermetropia indeks refraktif, dimana terdapat indeks bias yang kurang
pada system optik mata, misalnya pada usia lanjut lensa mempunyai
indeks refraksi lensa yang berkurang.
Perpindahan mundur lensa seperti pada dislokasi posterior lensa.
Tidak adanya lensa atau afakia. Ini adalah contoh klasik pada
hipermetropia tinggi

C. Klasifikasi Hipermetropia
Hipermetropia dikenal dalam bentuk:
1. Hipermetropia manifes, ialah hipermetropia yang dapat dikoreksi
dengan kaca mata positif maksimal yang memberikan tajam penglihatan
normal. Hipermetropia ini terdiri atas hipermetropia absolut ditambah
dengan hipermetropia fakultatif.
2. Hipermetropia absolute, dimana kelainan refraksi tidak diimbangi
dengan akomodasi dan memerlukan kaca mata positif untuk melihat
jauh.
3. Hipermetropia fakultatif, dimana kelainan hipermetropia dapat
diimbangi dengan akomodasi ataupun dengan kaca mata positif. Pasien
yang hanya mempunyai hipermetropia fakultatif akan melihat normal
tanpa kaca mata. Bila diberikan kaca mata positif yang memberikan
penglihatan normal maka otot akomodasinya akan mendapatkan
istirahat. Hipermetropia manifest yang masih memakai tenaga
akomodasi disebut sebagai hipermetropia fakultatif.
4. Hipermetropia laten, dimana kelainan hipermetropia tanpa siklopegia
(atau dengan obat yang melemahkan akomodasi) diimbangi seluruhnya
dengan akomodasi. Hipermetropia laten hanya dapat diukur bila
diberikan siklopegia. Makin muda makin besar komponen hipermetropia
laten seseorang. Makin tua seseorang akan terjadi kelemahan akomodasi
sehingga hipermetropia laten menjadi hipermetropia fakultatif dan
kemudian menjadi hipermetropia absolut. Hipermetropia laten sehari-
hari diatasi pasien dengan akomodasi terus-menerus, terutama bila
pasien masih muda dan daya akomodasinya masih kuat.
5. Hipermetropia total, hipermetropia yang ukurannya didapatkan sesudah
diberikan siklopegia.
D. Faktor Risiko Hipermetropia
1.
Usia
Faktor risiko hipermetropi secara klinis yang mempengaruhi
adalah kombinasi keturunan dan variasi biologis. Kedua faktor secara
prevalensi dan banyaknya terjadi pada usia dini anak-anak. Setelah usia
dini, kejadian hipermetropi berkurang. Peningkatan insiden hipermetropi
juga terjadi pada orang dewasa dengan presbiopi, seperti manifestasi laten
hiperopia sebagai hasil dari kehilangan tonus otot siliaris dan akomodasi
seperti perubahan konfigurasi lensa kristalin pada presbiopi.
2.
Merokok
Merokok disaat hamil meningkatkan risiko terjadinya hipermetropi
pada anak usia pra sekolah. Pada studi lain, anak dengan orang tua yang
merokok (satu atau kedua orang tua) lebih berisiko menderita hipermetropi
dibandingkan anak dengan orang tua tidak merokok.
3. Faktor Lainnya
Hipermetropi patologis berhubungan dengan penyakit dibaetes
melitus, penggunaan kontak lensa, dan intraocular, tumor orbitalm dan
inflamasi.

E. Patofisiologi Hipermetropia
Keseimbangan dalam pembiasan sebagian besar ditentukan oleh
dataran depan dan kelengkungan kornea serta panjangnya bola mata.
Kornea mempunyai daya pembiasan sinar terkuat dibanding media
penglihatan mata lainnya. Lensa memegang peranan terutama pada saat
melakukan akomodasi atau bila melihat benda yang dekat. Panjang bola
mata seseorang berbeda-beda. Bila terdapat kelainan pembiasan sinar oleh
kornea (mendatar, mencembung) atau adanya perubahan panjang (lebih
panjang, lebih pendek) bola mata, maka sinar normal tidak dapat terfokus
pada retina. Keadaan ini disebut sebagai ametropia.
Pada pasien dengan hipermetropia, panjang bola mata atau sumbu
anteroposterior lebih pendek sehingga bayangan akan dibiaskan di
belakang retina. Selain itu, indeks bias pada media refraksi seperti lensa
berkurang. Keluhan akan bertambah dengan bertambahnya umur yang di
akibatkan melemahnya otot siliar untuk akomodasi dan berkurangnya
kelengkungan kornea atau lensa sehingga bayangan akan di fokuskan di
belakang retina.

Gambar 2.4 Patofiologi


hipermetropi. Mata Normal (A).
Sumbu anteroposterior atau panjang
bola mata yang memendek pada
hipermetropia (B).

F. Manifestasi Klinis
Hipermetropia
Pada pasien dengan
hipermetropia gejala yang muncul tergantung usia dan derajat kelainan
refraksi. Hipermetropia sukar melihat dekat dan tidak sukar melihat jauh.
Melihat dekat akan lebih kabur dibandingkan dengan melihat sedikit lebih
dijauhkan. Biasanya pada usia muda tidak banyak menimbulkan masalah
karena dapat diimbangi dengan melakukan akomodasi.
Bila hipermetropia lebih dari + 3.00 dioptri maka tajam penglihatan
jauh akan terganggu. Sesungguhnya sewaktu kecil atau baru lahir mata lebih
kecil dan hipermetropia. Dengan bertambahnya usia maka kemampuan
berakomodasi untuk mengatasi hipermetropia ringa berkurang. Pasien
hipermetropia hingga + 2.00 dengan usia muda atau 20 tahun masih dapat
melihat jauh dan dekat tanpa kaca mata dengan tidak mendapatkan kesukaran.
Pada usia lanjut dengan hipermetropia, terjadi pengurangan kemampuan untuk
berakomodasi pada saat melihat dekat ataupun jauh.
Pasien dengan hipermetropia apapun penyebabnya akan mengeluh
matanya lelah dan sakit karena terus-menerus harus berakomodasi untuk
melihat atau memfokuskan bayangan yang terletak di belakang makula agar
terletak di daerah makula lutea. Keadaan ini disebut astenopia akomodatif.
Akibat terus-menerus berakomodasi, maka bola mata bersama-sama
melakukan konvergensi dan mata akan sering terlihat mempunyai kedudukan
esotropia atau juling ke dalam.
Pasien muda dengan hipermetropia tidak akan memberikan keluhan
karena matanya masih mampu melakukan akomodasi kuat untuk melihat
benda dengan jelas. Pada pasien yang banyak membaca atau mempergunakan
matanya, terutama pada usia yang telah lanjut, akan memberikan keluhan
kelelahan setelah membaca. Keluhan tersebut berupasakit kepala, mata terasa
pedas dan tertekan.
Keluhan mata yang harus berakomodasi terus untuk dapat melihat jelas
adalah:
Mata lelah
Sakit kepala
Penglihatan kabur melihat dekat
Pada usia lanjut seluruh titik fokus akan berada di belakang retina
karena berkurangnya daya akomodasi mata dan penglihatan akan berkurang.

G. Diagnosis Hipermetropia
Diagnosis hipermetropia dapat ditegakkan melalui anamnesis dan
pemeriksaan fisik mata yang tepat.

Anamnesis
Dari anamnesis didapatkan gejala yang bervariasi, tergantung pada
usia pasien dan derajat gangguan refraksi. Gejala dapat dikelompokkan
sebagai berikut:
1. Asimtomatik. Gangguan refraksi yang relatif kecil pada pasien
yang masih muda biasanya dapat dikoreksi dengan upaya
akomodasi yang ringan dan tidak menimbulkan gejala.
2. Gejala as thenopic. Pada saat hipermetropia dapat dikoreksi
sepenuhnya hingga penglihatan kembali normal namun
menimbulkan gejala asthenopic, yaitu: kelelahatnmata, sakit kepala
pada bagian frontal atau fronto-temporal, mata berair, dan fotofobia
ringan. Gejala ini timbul ketika bekerja pada jarak dekat dan
meningkat saat malam.
3. Gangguan penglihatan dengan gejala asthenopic. Ketika derajat
hipermetropia tinggi sehingga tidak bisa dikoreksi dengan upaya
akomodasi, pasien mengeluh sulit melihat dekat daripada jauh dan
terdapat gejala asthenopic karena upaya akomodasi.
4. Gangguan penglihatan saja. Ketika derajat hipermetropia sangat
tingi sehingga pasien tidak dapat berakomodasi, terutama pada
pasien dewasa. Terdapat gangguan penglihatan untuk jarak dekat.
Hipermetropia yang tidak dapat dikoreksi dengan akomodasi
disebut juga hipermetropia manifes. Hal ini merupakan salah satu
penyebab ambliopia deprivasi pada anak-anak dan dapat bilateral.
Pemeriksaan Fisik
1. Ukuran bola mata tampak lebih kecil.
2. Kornea berukuran lebih kecil daripada normal.
Pemeriksaan Hipermetropi
a. Tujuan
Pemeriksaan bertujuan untuk mengetahui lensa positif yang
diperlukan untuk mengkoreksi tajam penglihatan sehingga tajam
penglihatan menjadi normal atau tercapai tajam penglihatan terbaik.
b. Dasar
Mata hipermetropia mempunyai kekuatan lensa positif yang
kurang sehingga sinar sejajar tanpa akomodasi di fokus belakang
retina. Lensa positif dapat menggeser bayangan ke depan, sehingga
pada hipermetropia bayangan dapat jatuh tepat pada retina.
c. Alat
1. Kartu Snellen
2. Gagang lensa coba
3. Satu set lensa coba
d. Teknik
1. Pasien duduk menghadap kartu Snellen pada jarak 6 meter.
2. Lensa coba dipasang pada pasien. Pemeriksaan satu mata
bergantian dan mata yang lain ditutup.
3. Pasien diminta untuk membaca kartu Snellen mulai dari huruf
terbesar yang terdapat di atas dan diteruskan ke huruf terkecil
yang terdapat di bawah yang masih dapat terbaca.
4. Lensa positif terkecil ditambah pada mata yang diperiksa dan
bila tampak lebih jelas oleh pasien lensa positif tersebut
ditambah kekuatannya perlahan-lahan dan diminta membaca
huruf pada baris lebih bawah.
5. Ditambah kekuatan lensa sampai terbaca huruf -huruf pada
baris 6/6
6. Ditambah lensa positif +0,,25 dan ditanyakan lagi apakah
masih dapat melihat huruf-huruf di atas.
7. Mata yang lain dilakukan dengan cara yang sama
e. Nilai
Pada pasien hipermetropi diberikan lensa sferis positif terbesar yang
memberikan tajam penglihatan terbaik.
f. Ophtalmoskopi
1. CoA relatif dangkal
2. Pada pemeriksaan fundus optik disk tampak lebih kecil. Retina
bersinar lebih terang ketika reflek cahaya.

H. Pengobatan
Untuk memperbaiki kelainan refraksi adalah dengan mengubah
system pembiasan dalam mata. Pada hipermetropia, mata tidak mampu
mematahkan sinar terutama untuk melihat dekat. Mata dengan
hipermetropia memerlukan lensa cembung atau konveks untuk mematah
sinar lebih kuat ke dalam mata. Pengobatan hipermetropia adalah diberikan
koreksi hipermetropia manifest dimana tanpa sikloplegia didapatkan ukuran
lensa positif maksimal yang memberikan tajam penglihatan normal (6/6).
Pada pasien dengan hipermetropi sebaiknya diberikan kaca sferis
positif terkuat yang masih memberikan tajam penglihatan maksimal.
Pada pasien dimana akomodasi masih sangat kuat, maka sebaiknya
pemeriksaan dilakukan dengan memberikan siklopegia.
Koreksi kelainan refraksi dapat berupa :
a. Penggunaan kacamata
Pada pasien dengan hipermetrop sebaiknya diberikan kacamata
sferis positif terkuat atau lensa positif terbesar yang memberikan
pengihatan maksimal. Bila pasien dengan +3.0 ataupun dengan 3.25
memberikan tajam penglihatan 6/6, maka diberikan kacamata 3.25. Hal ini
dilakukan untuk memberikan istirahat pada mata. Pada pasien dengan daya
akomodasi masih sangat kuat atau pada anak-anak, maka pemeriksaan
sebaiknya dilakukan dengan memberikan sikloplegia atau melumpuhkan
otot akomodasi. Dengan melumpuhkan otot akomodasi maka pasien akan
mendapatkan koreksi kacamata pada saat mata tersebut beristirahat.13
b. Pemakaian lensa kontak
Lensa kontak merupakan lensa yang langsung ditempatkan pada
kornea, dibuat dari badan ringan karena diameternya kecil bisa dibuat
tipis.
Keuntungan penggunaan lensa kontak ini adalah :
1. Pada kelainan refraksi berat, penglihatan melalui lensa kontak
praktis tidak berubah sedangkan dengan kacamata dengan lensa
plus atau minus yang berat akan melihat semua lebih besar atau
lebih kecil
2. Dengan lensa kontak luas lapang pandang tidak berubah, sedang
dengan kacamata lapangan pandang menciut
3. Pandangan astigmatisme kornea kecil, pemakaian lensa kontak
keras akan mengkoreksi astigmatisme.
4. Perubahan besar bayangan sedikit
5. Untuk kosmetik
Kerugian penggunaan lensa kontak :
1. Mata lebih rentan terhadap infeksi apabila pemakaian kurang
mengindahkan kebersihan atau karena lingkungan sekitar yang
kurang bersih
2. Lebih mudah terjadi erosi pada mata, terutama lensa kontak
dipakai terlalu lama atau dipakai tidak teratur.
Bila terdapat juling ke dalam atau esotropia, diberikan kaca mata
koreksi hipermetropia total. Bila terdapat tanda atau bakat juling keluar
(eksoforia) maka diberikan kaca mata koreksi positif kurang.Bila terlihat
tanda ambliopia diberikan koreksi hipermetropia total. Mata ambliopia tidak
terdapat daya akomodasi.
Koreksi lensa positif kurang berguna untuk mengurangkan berat
kaca mata dan penyesuaian kaca mata. Biasanya resep kaca mata
dikurangkan 1-2 dioptri kurang daripada ukuran yang didapatkan dengan
pemberian sikloplegik. Bila pasien dengan + 3.0 ataupun dengan + 3.25
memberikan ketajaman penglihatan 6/6, maka diberikan kaca mata + 3.25.
Hal ini untuk memberikan istirahat pada mata akibat hipermetropia
fakultatifnya diistirahatkan dengan kaca mata (+).4
Pada pasien dimana akomodasi masih sangat kuat atau pada anak-
anak, maka sebaiknya pemeriksaan dilakukan dengan memberikan
sikloplegik atau melumpuhkan otot akomodasi. Dengan melumpuhkan otot
akomodasi, maka pasien akan mendapatkan koreksi kaca matanya dengan
mata yang istirahat. Pada pasien diberikan kaca mata sferis positif terkuat
yang memberikan penglihatan maksimal.
c. Koreksi Bedah
Bedah refraksi merupakan suatu prosedur bedah atau laser yang
dilakukan pada mata untuk merubah kekuatan refraksinya dan tidak terlalu
bergantung pada kacamata atau lensa kontak. Kekuatan refraksi mata
ditentukan oleh kekuatan kornea, kedalaman COA, kekuatan lensa dan axial
length bola mata. Kekuatan refraksi normal adalah 64D, dan kornea
manusia bertanggung jawab terhadap dua pertiga dari kekuatan refraksi
mata (+ 43D), dan sepertiga sisanya oleh lensa. Sehingga kesalahan refraksi
dapat dikoreksi dengan merubah dua komponen utama refraksi, yaitu kornea
dan lensa. Namun, manipulasi kekuatan kornea masih merupakan metoda
yang sering dilakukan untuk merubah kekuatan refraksi. Bedah refraksi
merupakan suatu prosedur bedah atau laser yang dilakukan pada mata untuk
merubah kekuatan refraksinya dan tidak terlalu bergantung pada kacamata
atau lensa kontak. Kekuatan refraksi mata ditentukan oleh kekuatan kornea,
kedalaman COA, kekuatan lensa dan axial length bola mata. Kekuatan
refraksi normal adalah 64D, dan kornea manusia bertanggung jawab
terhadap dua pertiga dari kekuatan refraksi mata (+ 43D), dan sepertiga
sisanya oleh lensa. Sehingga kesalahan refraksi dapat dikoreksi dengan
merubah dua komponen utama refraksi, yaitu kornea dan lensa. Namun,
manipulasi kekuatan kornea masih merupakan metoda yang sering
dilakukan untuk merubah kekuatan refraksi.
Prosedur yang dianjurkan para ahli dalam penatalaksanaan
hipermetrop, yaitu Laser Thermal Keratoplasty (LTK), Photorefractife
Keratectomy (PRK) dan LASIK.
1. Laser Thermal Keratoplasty (LTK)
Laser holmium:yttrium-aluminium-garnet (Ho:YAG) merupakan
laser yang mendapat izin FDA untuk laser thermal keratoplasty.
Mempunyai panjang gelombang 2100 nm dan kedalaman penetrasi kornea
480-530 pm, yaitu sekitar 80-90% dari kedalaman kornea sehingga
terhindar dari kerusakan endotel.
Terdapat dua tipe prosedur, yaitu sistim kontak dan sistim non
kontak. Pada sistim kontak, energi laser disampaikan pada pola tertentu di
perifer komea individu dengan menggnakan suatu hand held fiber optic
probe. Sedangkan pada sistim non kontak, energi laser disampaikan pada
pola oktagonal simetris dengan menggunakan slit lamp delivery sistem.
2. Photorefraktive Keratektomi (PRK)
Pada PRK, excimer iaser diarahkan langsung mengablasi stroma
kornea dan epitel untuk mengkoreksi kesalahan refraksi. Prinsip dari
koreksi PRK hipermetrop adalah meninggikan (steepen) kurvatura kornea
anterior dan membentuk ulang (recontouring) kornea. Menurut FDA,PRK
dapat untuk terapi hipermetrop sampai +6 D. Stabilitas dicapai antara 3-6
bulan setelah operasi Q'3'7'14) Menurut Gulani, PRK telah sukses
mengobati hipermetrop, tapi karena masalah regresi, menginduksi
astigmat, dan kaburnya kornea, sehingga pemakaiannya terbatas pada
hipermetrop ringan.
Pasien yang menjalani PRK Hipermetrop sebaiknya di
informasikan mengenai waktu penyembuhan epitei yang lebih larna,
karena zona ablasi yang lebih besar seperti penunrnan sementara dari visus
setelah dikoreksi dalam minggu sampai bulan pertama, kemudian
bertambah baik dengan waktu. 'Corneal epithelial iron ring' pemah
dilaporkan setelah PRK Hipermetrop. Suatu flap yang tebal dipotong
mengikuti stromal bed kornea ke depan dan menambah kekuatan dioptri
kornea.
3. LASIK (I-aser In Situ Keratomileusis)
LASIK merupakan bedah refralisi yang popular saat ini dan dapat
digunakan untuk mengobati hipermetrop derajat rendah sampai tinggi
dengan hasil yang memuaskan. FDA merekomendasikan LASIK untuk
koreksi hipermetrop sampai +6.00D. Hipermetrop LASIK (H-LASIK)
dilakukan dengan bentuk ablasi annular di daerah perifer kornea untuk
meninggikan daerah sentral kornea dan mendapatkan efek kekuatan
refraksi yang diinginkan. Masalah awal dari terapi hipermetrop meliputi
menurrnnya stabilitas dan prediktabilitas dibandingkan dengan terapi
untuk miop seperti hilangnya visus setelah koreksi terbaik. Namun dengan
bertambahnya zona optikal dan zona perifer, seperti peningkatan sentrasi
dengan bantuan alat, penelitian LASIK hipermetrop jangka panjang
menunjukkan dampak yang lebih baik.
Hasil dari LASIK hipermetrop cukup baik dan relatif stabil dalam
6 bulan post operasi. Stabilitas refraksi refraksi terjadi pada l-2 minggu
post operasi dan tetap stabil dalam 6 bulan.
Komplikasi dari LASIK antara lain adalah instabilitas kornea,
kornea kabur, penumnan visus dan dry eye. Pada penelitian Gulani, tidak
didapatkan kekaburan kornea yang signifikan, desentrasi, astigmat
iregular, atau inflamasi. Epitelial ingroMh dijumpai pada3 kasus, tapi
ringan dan terbatas di perifer. Sedangkan Jin G tidak mendapatkan
komplikasi intraoperasi yang serius, pada 9%o, epitelial yang memerlukan
terdapat pada 2 mata.
I. Komplikasi Hipermetropia
1. Blepharitis atau kalazion
Muncul karena infeksi yang disebabkan karena berulang kali
menggosok mata, untuk mereduksi dari kecapekan dan kelelahan.
2. Strabismus konvergen akomodasi
Biasanya muncul pada anak-anak karena kegunaan akomodasi
berlebihan. Esotropia terjadi pada pasien selamanya melakukan
akomodasi
3. Ambliopia
Biasanya karena anisometropia , strabismus, atau ametropik.
Hipermetropia adalah penyebab ambliopia tersering pada anak dan bias
bilateral.
4. Glaukoma sudut tertutup.
Mata yang hipermetropia kecil dengan ruangan kamera anterior okuli
yang dangkal. Karena peningkatan ukuran lensa, mata lebih rentan untuk
mendapat glaukoma sudut tertutup akut. Glaukoma sekunder terjadi akibat
hipertrofi otot siliar pada badan siliar yang akan mempersempit sudut bilik
mata.

J. Prognosis
Hipermetropi fisiologis tidak berlangsung progresif, sehingga
prognosis saat membuat diagnosis cukup baik. Prognois pasien hipermetropi
dengan ambliopia atau strabismus tidak menentu. Koreksi optik yang tepat
hampir selalu memberikan kenyamanan pada pasien.10
BAB III
PENUTUP

Kesimpulan
- Hipermetropia atau rabun dekat merupakan keadaan gangguan kekuatan
pembiasan mata dimana sinar sejajar jauh tidak cukup dibiaskan sehingga
titik fokusnya terletak di belakang retina.
- Hipermetropia sukar melihat dekat dan tidak sukar melihat jauh. Melihat
dekat akan lebih kabur dibandingkan dengan melihat sedikit lebih
dijauhkan.
- Faktor risiko hipermetropia adalah usia, riwayat merokok, serta beberapa
penyakit seperti dibaetes melitus, penggunaan kontak lensa, dan
intraocular, tumor orbital dan inflamasi.
- Diagnosis hipermetropia ditegakkan melalui anamnesa dan pemeriksaan
fisik. Dari anamnesa ditemukan adanya gejala yang bervariasi tergantung
pada usia pasien dan derajat gangguan refraksi.
- Hipermetropi dapat dikoreksi dengan menggunakan lensa yang sesuai.
Dan perkembangan ilmu pengetahuan menyediakan modalitas terapi
pembedahan untuk penatalaksanaan kelainan-kelainan refraksi.
DAFTAR PUSTAKA

1. Ilyas S. Ilmu penyakit mata edisi ketiga. 2010. Jakarta: Balai Penerbit
FKUI.
2. The Cornea. Diunduh dari http://www.hybridcornea.org/aboutcornea.htm
pada tanggal 11 Februari 2015.
3. Refraksi Cahaya pada Mata. Diunduh dari
http://www.medicinesia.com/kedokteran-dasar/penginderaan-kedokteran-
dasar/refraksi-cahaya-pada-mata/ pada tanggal 11 Februari 2015.
4. Skuta GL, Cantor LB, Cioffi GA. 2013. Clinical Optics Sec 3. Singapore:
American Academy of Ophtalmology. pp: 89.
5. Moore BD, Ausgburger AR, Ciner EB, Cockrell DA, Fern KD, Harb E.
Optometric clinical practice guidline. American Optometric Association.
2008: 8-9,27-8
6. Guyton, Arthur C, Hall E. 2008. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta:
EGC
7. Borooah, Shyamanga, Wright M, Dhillon B. 2012. Pocket Tutor
Ophtalmology. New Delhi: JP Medical
8. Hypermetropia. Diunduh dari http://link.springer.com pada tanggal 11
Februari 2015.

Anda mungkin juga menyukai