Anda di halaman 1dari 25

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Hifema merupakan keadaan dimana terdapat darah di dalam bilik mata depan,
yaitu daerah diantara kornea dan iris yang dapat terjadi akibat trauma yang merobek
pembuluh darahh iris atau badan siliar dan bercampur dengan aqueous humor. Hifema
sendiri juga dapat terjadi akibat iatrogenic maupun terjadi secara spontan.

Angka kejadian dari hifema traumatic diperkirakan 12 kejadian per 100.000


populasi, dengan pria terkena tiga sampai lima kali lebih sering daripada wanita.
Lebih dari 70 persen dari hifema traumatic terdapat pada anak-anak dengan angka
kejadian tertinggi antara umur 10 sampai 20 tahun.

Hifema sendiri dapat menyebabkan terjadinya penurunan tajam penglihatan


bahkan apabila tidak ditangani dengan baik dapat menyebabkan berbagai komplikasi.
Komplikasi yang sering terjadi pada hifema adalah perdarahan sekunder, glaukoma
sekunder dan hemosiderosis di samping komplikasi dari trauma yang
menyebabkannya berupa dislokasi dari lensa, ablatio retina, katarak dan iridodialysis.
Glaukoma sekunder dapat terjadi karena adanya kumpulan darah pada bilik mata
depan dapat menyebabkan peningkatan Tekanan Intra Okular, selain itu umpulan
darah ini akan membuat kornea tidak lagi menjadi jernih dan terjadilah kerusakan
korena.
BAB II
LAPORAN KASUS

2.1 IDENTITAS PASIEN


No. RM : 972669
Tanggal : 10 Oktober 2019
Nama : Tn. A
Umur : 52 tahun
Alamat : sipin
Pekerjaan : Guru

2.2 ANAMNESIS
Anamnesis dilakukan secara Autoanamnesis dengan pasien pada tanggal 10
oktober 2019

Keluhan Utama : Mata kanan nyeri sejak 2 hari SMRS

Anamnesa Khusus : Pasien laki-laki usia 52 tahun datang dengan keluhan mata
kanan nyeri sejak 2 hari SMRS. Keluhan dialami pasien setelah sebelumnya terpukul
raket saat bermain badminton. Pasien tidak mengalami perdarahan maupun penurunan
kesadaran. Pasien hanya merasakan nyeri pada mata kanannya, disertai dengan mata
merah dan pengelihatan yang sedikit kabur. Nyeri kepala dialami pasien disertai
adanya perasaan silau. Keluhan nyeri pada mata dirasakan hilang timbul, namun
kemudian dirasakan menetap dan memberat saat 1 hari SMRS. Pasien sempat
melakukan pengobatan sendiri dengan obat tetes mata “CENDO LYTEERS” dan
obat anti nyeri namun tidak ada perbaikan.

Anamnesa Keluarga :
- Tidak ada keluarga pasien yang mengalami hal yang sama
- Riwayat penyakit hipertensi di keluarga disangkal
- Riwayat penyakit diabetes di keluarga disangkal

Riwayat Penyakit Dahulu

1
- Pasien belum pernah mengalami hal yang sama sebelumnya
- Riwayat penyakit hipertensi disangkal
- Riwayat penyakit diabetes disangkal
- Riwayat glaukoma disangkal
- Riwayat operasi mata disangkal
- Riwayat pemakaian kacamata diakui pasien (+2.50 dioptri ODS)

Riwayat Sosial Ekonomi


Pasien bekerja sebagai guru dan tinggal bersama anak dan istrinya

2.3 PEMERIKSAAN FISIK

Vital Sign

Keadaan umum : Tampak sakit sedang


Kesadaran : Compos Mentis
GCS : E4M6V5
Tekanan Darah : 120/70 mmHg
Nadi : 70 x/menit
Pernafasan : 24 x/menit
Suhu : 36,8 0C

PEMERIKSAAN VISUS DAN REFRAKSI

Visus OD OS
SC 0,4 0,7
CC - -
STN - -
Koreksi - -
ADD - -
Posisi Bola Mata Ortotropia Ortotropia

2
Gerakan bola mata Baik kesegala arah Baik kesegala arah

OD OS

OD OS
Palpebra Superior Tenang Tenang
Palpebra Inferior Tenang Tenang
Margo Palpebra Tenang Tenang
Silia Tumbuh teratur , Tumbuh teratur,
madarosis (-), Trikiasis (-) madarosis (-),Trikiasis (-)
Ap. Lakrimalis Refluks (-) Refluks (-)
Konj. Tarsalis Hiperemis (+) Tenang
Superior
Konj. Tarsalis Hiperemis (+) Tenang
inferior
Konj. Bulbi Injeksi Siliar (+) Injeksi Tenang
Konjungtiva (+)
Kornea Jernih Jernih
BMD Sedang, Darah (+) pada 1/3 Sedang

3
BMD, Koagulum (+)
Pupil Bulat, sentral, isokhor Bulat, sentral, isokhor
Diameter pupil ± 3 mm ± 3 mm
Reflex cahaya
 Direct + +
 Indirect + +
Iris Coklat, Kripti (+), Sinekia (-) Coklat, Kripti (+), Sinekia (-)
Lensa Jernih Jernih

2.4 DIAGNOSIS KERJA


Hifema OD Grade I ec Trauma tumpul

2.5 DIAGNOSIS BANDING


-

2,6 TERAPI
Nonfarmakologis :
 Bed rest dengan elevasi kepala 300-450 (posisi semifowler)
Farmakologis :
 Prednisolon Ed 6 x 1 gtt
 Cyclopentolate Ed 2 x 1 gtt
 Asam Tranexamat 500 mg 3 x 1 tab
 Natrium Diklofenak 50 mg 2 x 1 tab

2.7 PROGNOSIS
Quo Ad Vitam : Ad Bonam
Quo Ad Functionam : Dubia Ad Bonam
Quo Ad Sanactionam : Ad Bonam

4
BAB III
ANALISA KASUS

Pasien laki-laki usia 52 tahun datang dengan keluhan mata kanan nyeri sejak 2
hari SMRS. Keluhan dialami pasien setelah sebelumnya terpukul raket saat bermain
badminton. Pasien tidak mengalami perdarahan maupun penurunan kesadaran. Pasien
hanya merasakan nyeri pada mata kanannya, disertai dengan mata merah dan
pengelihatan yang sedikit kabur. Nyeri kepala dialami pasien disertai adanya perasaan
silau. Keluhan nyeri pada mata dirasakan hilang timbul, namun kemudian dirasakan
menetap dan memberat saat 1 hari SMRS. Pemeriksaan oftamologi pasien BMD :
Darah (+) pada 1/3.
Dari hasil anamnesa dan pemeriksaan paisen didiagnosa Hifema OD Grade I
ec Trauma tumpul pasien mendapatkan terapi Nonfarmakologis, Bed rest dengan
elevasi kepala 300-450 (posisi semifowler) dan terapi Farmakologis Prednisolon Ed 6
x 1 gtt, Cyclopentolate Ed 2 x 1 gtt,Asam Tranexamat 500 mg 3 x 1 tab, Natrium
Diklofenak 50 mg 2 x 1 tab

2.1. ANATOMI SUDUT BILIK MATA DEPAN


Sudut bilik mata depan dibentuk oleh jaringan korneosklera dengan
pangkal iris1. Ciri-ciri anatomis utama sudut ini adalah2:
1. Garis Scwalbe, yang menandai berakhirnya endotel kornea.
2. Anyaman trabekula, yang terletak di atas kanal Schlemm. Pada potongan
melintang, anyaman ini tampak berbentuk segitiga dengan dasar yang
mengarah ke corpus ciliare. Anyaman ini tersusun atas lembar-lembar
berlubang jaringan kolagen dan elastik, yang membentuk suatu filter
dengan pori yang semakin mengecil ketika mendekati kanal Sclemm.
Bagian dalam anyaman ini yang menghadap ke bilik mata depan, dikenal
sebagai anyaman uvea, sedangkan bagian luar yang berada di dekat kanal
Sclemm disebut anyaman korneoscleral. Serat-serat longitudinal otot siliris
menyisip ke dalam anyaman trabekula tersebut.
3. Taji sklera (scleral spur) merupakan penonjolan sklera ke arah dalam di
antara corpus ciliare dan kanal Sclemm, tempat iris dan corpus ciliare
menempel.

5
Gambar 1. Anatomi bilik mata depan dan jaringan sekitarnya3

Selain ketiga struktur di atas, ada dua struktur lain yang juga membentuk
bilik mata depan yaitu iris dan korpus siliaris. Iris merupakan bagian uvea sebagai
perpanjangan korpus siliaris ke anterior. Iris terletak bersambungan dengan
permukaan anterior lensa dan memisahkan bilik mata depan dengan bilik mata
belakang. Fungsinya untuk mengatur cahaya yang masuk ke mata.
Iris adalah perpanjangan dari corpus siliaris ke anterior. Iris berupa
permukaan pipih dengan apertura bulat yang terletak di bagian tengah, pupil. Iris
terletak bersambungan dengan permukaan anterior lensa, memisahkan bilik mata
depan dan bilik mata belakang, yang masing – masing berisi aquaous humor. Di
dalam stroma iris terdapat sfingter dan otot – otot dilator. Kedua lapisan
berpigmen pekat pada permukaan posterior iris merupakan perluasan neuroretina
dan lapisan epitel pigmen retina ke arah anterior.1,3
Perdarahan iris berasal dari circulus major iris. Kapiler – kapiler iris
mempunyai lapisan endotel yang tidak berlubang sehingga normalnya tidak
membocorkan fluoresein yang disuntikan secara intravena. Persarafan sesoris iris
melalui serabut – serabut dalam nervi seliaris.3
Iris mengendalikan banyaknya cahaya yang masuk ke dalam mata. Ukuran
pupil pada prinsipnya ditentukan oleh keseimbangan antara konstriksi akibat

6
aktivitas parasimpatis yang dihantarkan oleh nervus occulomotorius (N.III) dan
dilatasi yang ditimbulkan oleh aktivitas simpatis.3

Gambar 2. Sudut bilik mata depan4

2.2.FISIOLOGI AQUOUS HUMOR


2.2.1. Produksi Cairan Aquous
Cairan aquos diproduksi oleh korpus siliaris, tepatnya dari plasma darah di
jaringan kapiler proccesus siliaris. Sebagai cairan yang mengisi bilik mata depan,
cairan aquos berfungsi untuk menjaga tekanan intraokuler, memberi nutrisi ke
kornea dan lensa dan juga memberi bentuk ke bola mata anterior. Volumenya
sekitar 250 µL dengan jumlah yang diproduksi dan dikeluarkan setiap harinya
berjumlah 5 mL/hari. Cairan ini bersifat asam dengan tekanan osmotik yang lebih
tinggi dibandingkan plasma. Komposisi cairan aquos kurang lebih mirip dengan
plasma, kecuali bahwa cairan ini memiliki konsentrasi askorbat, piruvat, laktat
dan klorida yang lebih tinggi. Sedangkan konsentrasi protein, urea, glukosa,
natrium bikarbonat dan karbon dioksida cairan aquos lebih rendah dari plasma.1
Kecepatan produksi cairan aquos diukur dalam satuan mikroliter per menit
(µL/menit). Para peneliti di Amerika Serikat melakukan penelitian terhadap 300
orang dengan tekanan intraokuler normal yang berusia antara 3 sampai 38 tahun
dengan menggunakan teknik penyaringan (scan) fluorofotometri. Dalam
penelitian tersebut didapat bahwa kecepatan rata-rata aliran cairan aquos pada jam
8.00 – 16.00 berkisar antara 2,75 ± 0.63 µL/menit sehingga didapat batas normal
produksi cairan aquos sekitar 1,8 –4,3 µL/menit. Kecepatan ini dalam sehari dapat

7
bervariasi yang disebut dengan variasi diurnal yaitu kecepatan selama tidur ±1,5
kali lebih cepat dari pada pagi hari.4

2.2.2. Produksi Cairan Aquous


Cairan aquos yang dihasilkan korpus siliaris berada di bilik mata
belakang. Cairan ini kemudian akan mengalir melalui pupil masuk ke bilik mata
depan. Aliran cairan aquos di dalam bilik mata depan mengarah ke perifer, ke
arah anyaman trabekula yang berfungsi sebagai saringan dan masuk ke dalam
kanal Schlemm. Saluran efferen kanal Schlemm terdiri dari ± 300 saluran
pengumpul dan 12 vena aquos yang akan mengalirkan cairan ke dalam vena
episklera. Jalur ini dikenal sebagai sistem kanalikuli atau sistem konvensional
yang mengalirkan ± 83-69% cairan aquos. Sejumlah 5-15% sisanya keluar
melalui sistem uveoskleral yaitu di antara berkas otot siliaris dan sela-sela sklera.
Jalur alternatif ini disebut sistem ekstrakanalikuli atau sistem unkonvensional.3

2.3. HIFEMA
2.3.1. Definisi
Hifema merupakan keadaan dimana terdapat darah di dalam bilik mata
depan, yaitu daerah di antara kornea dan iris, yang dapat terjadi akibat trauma
tumpul yang merobek pembuluh darah iris atau badan siliar dan bercampur
dengan humor aqueus (cairan mata) yang jernih.1,2 Darah yang terkumpul di
bilik mata depan biasanya terlihat dengan mata telanjang. Walaupun darah yang
terdapat di bilik mata depan sedikit, tetap dapat menurunkan penglihatan.3
Pasien akan mengeluh sakit, disertai dengan epifora dan blefarospasme.
Penglihatan pasien akan sangat menurun. Kadang-kadang terlihat iridoplegia
dan iridodialisis. Pasien akan mengeluh sakit disertai dengan epifora dan
blefarospasme.1
Gaya-gaya kontusif sering merobek pembuluh darah di iris dan merusak
sudut bilik mata depan. Darah di dalam aqueous dapat membentuk suatu lapisan
yang dapat terlihat (hifema). Glaukoma akut terjadi bila anyaman trabekular
tersumbat oleh fibrin dan sel atau bila pembentukan bekuan darah menimbulkan
bokade pupil.3

8
2.3.2. Epidemiologi
Menurut satu studi yang dilakukan di Amerika Serikat, kejadian hifema,
terutama hifema traumatik, diperkirakan sebanyak 12 kasus per 100.000 orang
populasi. Anak-anak dan remaja usia 10-20 tahun memiliki persentase penderita
terbanyak, yaitu sebesar 70%.2 Hifema lebih sering terjadi pada pria
dibandingkan wanita dengan perbandingan 3 : 1.1.5

2.3.3. Etiologi
Hifema umumnya disebabkan oleh trauma tumpul pada mata. Trauma
tumpul tersebut mengenai bagian bola mata yang terekspos ke dunia luar tanpa
perlindungan tulang orbita. Oleh karena itu, benda-benda yang cukup kecil
seperti bola kecil, paintball, batu kerikil, atau peluru airgun merupakan
penyebab trauma tersering yang dapat menimbulkan hifema.6 Akan tetapi, hal
ini tidak menutupi kemungkinan objek yang lebih besar dibandingkan tulang
orbita untuk mengakibatkan trauma pada mata selama memiliki elastisitas yang
cukup untuk mengenai bagian yang terekspos tadi.6,7
Sebagian kecil hifema terjadi oleh karena hal selain trauma tumpul
tersebut diatas. Hifema dapat terjadi sebagai komplikasi post-operasi
intraokuli.5
Selain itu, dapat pula terjadi hifema secara spontan, yang biasanya dapat
disebabkan oleh pecahnya neovaskularisasi pada iris. Hifema spontan karena
neovaskularisasi ini dapat ditemukan pada pasien diabetes mellitus, sikatriks,
uveitis, dan neoplasma okular seperti retinoblastoma.8

2.3.4. Klasifikasi
Berdasarkan penyebabnya hifema dibagi menjadi10:
1. Hifema traumatika adalah perdarahan pada bilik mata depan yang
disebabkan pecahnya pembuluh darah iris dan badan silier akibat
trauma pada segmen anterior bola mata
2. Hifema akibat tindakan medis
3. Hifema akibat inflamasi yang parah pada iris dan badan silier,
sehingga pembuluh darah pecah.
4. Hifema akibat kelainan sel darah atau pembuluh darah
5. Hifema akibat neoplasma

9
Berdasarkan waktu terjadinya, hifema dibagi atas 2 yaitu3:
1. Hifema primer, timbul segera setelah trauma hingga hari ke 2.
2. Hifema sekunder, timbul pada hari ke 2-5 setelah terjadi trauma.

Berdasarkan Standardization of Uveitis Nomenclatur, secara tampilan


klinis hifema dibagi menjadi beberapa grade10:
1. Grade I : darah mengisi kurang dari sepertiga BMD (58%)
2. Grade II : darah mengisi sepertiga hingga setengah BMD (20%)
3. Grade III : darah mengisi hampir total BMD (14%)
4. Grade IV : darah memenuhi seluruh BMD (8%)

Gambar 3 . Klasifikasi Hifema11

10
2.3.5. Patofisiologi
HIFEMA TRAUMATIKA
Terdapat 2 mekanisme yang diduga menyebabkan terjadinya hifema.
Mekanisme pertama adalah mekanisme dimana kekuatan trauma menyebabkan
kontusi sehingga terjadi robekan pada pembuluh darah iris dan badan silier yang
rentan rusak. Mekanisme kedua adalah trauma tumpul menyebabkan kompresi
bola mata, disertai peregangan limbus, dan perubahan posisi dari iris atau lensa.
Hal ini dapat meningkatkan tekanan intraokuler secara akut dan berhubungan
dengan kerusakan jaringan pada sudut matasehingga menyebabkan ruptur
pembuluh darah pada iris dan badan silier.12

Gambar 4. Mekanisme Perdarahan akibat Trauma Tumpul Mata13

Perdarahan pada bilik mata depan mengakibatkan teraktivasinya


mekanisme hemostasis dan fibrinolisis. Peningkatan tekanan intraokular,
spasme pembuluh darah, dan pembentukan fibrin merupakan mekanisme
pembekuan darah yang akan menghentikan perdarahan. Bekuan darah ini
dapat meluas dari bilik mata depan ke bilik mata belakang. Bekuan darah ini
biasanya berlangsung hingga 4-7 hari. Setelah itu, fibrinolisis akan terjadi.
Setelah terjadi bekuan darah pada bilik mata depan, maka plasminogen akan
diubah menjadi plasmin oleh aktivator kaskade koagulasi. Plasmin akan
memecah fibrin, sehingga bekuan darah yang sudah terjadi mengalami
disolusi. Produk hasil degradasi bekuan darah, bersama dengan sel darah
merah dan debris peradangan, keuar dari bilik mata depan menuju jalinan
trabekular dan aliran uveaskleral.5, 14
Perdarahan dapat terjadi segera sesudah trauma yang disebut
perdarahan primer. Perdarahan primer dapat sedikit dapat pula banyak.

11
Perdarahan sekunder biasanya timbul pada hari ke 5 setelah trauma.
Perdarahannya biasanya lebih hebat daripada yang primer. Oleh karena itu
seseorang dengan hifema harus dirawat sedikitnya 5 hari. Dikatakan
perdarahan sekunder ini terjadi karena resorpsi daribekuan darah terjadi terlalu
cepat sehingga pembuluh darah tak mendapat waktu yang cukup untuk
regenerasi kembali.7
Penyembuhan darah pada hifema dikeluarkan dari BMD dalam bentuk
sel darah merah melalui sudut BMD menuju kanal schlem sedangkan sisanya
akan diabsorbsi melalui permukaan iris. Penyerapan pada iris dipercepat
dengan adanya enzim fibrinolitik di daerah ini.Sebagian hifema dikeluarkan
setelah terurai dalam bentuk hemosiderin. Bila terdapat penumpukan dari
hemosiderin ini, dapat masuk ke dalam lapisan kornea, menyebabkan kornea
menjadi bewarna kuning dan disebut hemosiderosis atau imbibisi kornea, yang
hanya dapat ditolong dengan keratoplasti. Imbibisio kornea dapat dipercepat
terjadinya oleh hifema yang penuh disertai glaukoma.14
Adanya darah pada bilik mata depan memiliki beberapa temuan klinis
yang berhubungan. Resesi sudut mata dapat ditemukan setelah trauma tumpul
mata. Hal ini menunjukkan terpisahnya serat longitudinal dan sirkular dari otot
siliar. Resesi sudut mata dapat terjadi pada 85 % pasien hifema dan berkaitan
dengan timbulnya glaukoma sekunder di kemudian hari. Iritis traumatik,
dengan sel-sel radang pada bilik mata depan, dapat ditemukan pada pasien
hifema. Pada keadaan ini, terjadi perubahan pigmen iris walaupun darah sudah
dikeluarkan. Perubahan pada kornea dapat dijumpai mulai dari abrasi endotel
kornea hingga ruptur limbus. Kelainan pupil seperti miosis dan midriasis dapat
ditemukan pada 10 % kasus. Tanda lain yang dapat ditemukan adalah
siklodialisis, iridodialisis, robekan pupil, subluksasi lensa, dan ruptur zonula
zinnii. Kelainan pada segmen posterior dapat meliputi perdarahan vitreus,
jejas retina (edema, perdarahan, dan robekan), dan ruptur koroid. Atrofi papil
dapat terjadi akibat peninggian tekanan intraokular. 13

HIFEMA AKIBAT TINDAKAN MEDIS


Mekanisme terjadinya hifema karena pembedahan sebagai berikut 10:
▪ Perdarahan intraoperatif disebabkan oleh trauma pada badan siliar atau
iris. Dapat ditemukan pada iridektomi perifer, ekstraksi katarak,

12
siklodialisis dan prosedur filtrasi (iridektomi perifer laser khususnya
YAG laser).
▪ Hifema pada postoperatif awal karena dilatasi mendadak dari
pembuluh darah uvea yang mengalami trauma dari spasme
sebelumnya, atau karena adanya perdarahan konjungtiva yang masuk
ke bilik mata depan karena adanya saluran baru postoperasi.
▪ Perdarahan pada masa postoperatif lanjutan berasal dari
neovaskularisasi karena proses penyembuhan setelah insisi pada
korneasklera. Neovaskularisasi ini mudah rapuh karena trauma minor.
Erosi kronis pada iris juga dapat menjadi penyebab hifema.

HIFEMA AKIBAT INFLAMASI


Inflamasi yang parah pada iris, sel darah yang abnormal dan kanker
mungkin juga bisa menyebabkan perdarahan pada BMD. Trauma tumpul
dapat merobek pembuluh darah iris atau badan siliar. Gaya-gaya kontusif akan
merobek pembuluh darah iris dan merusak sudut BMD. Tetapi dapat juga
terjadi secara spontan atau pada patologi vaskuler okuler. Darah ini dapat
bergerak dalam ruang BMD, mengotori permukaan dalam kornea. 12

HIFEMA AKIBAT NEOPLASMA


Hifema pada kasus tumor intraokular atau neovaskularisasi berkaitan
dengan kerapuhan pembuluh darah baru yang terbentuk karena iskemia yang
memicu peningkatan pembentukannya. Hifema pada kasus ini akan muncul
secara spontan tanpa perlu menunggu adanya trauma, karena pembuluh darah
baru tersebut dapat pecah sewaktu-waktu dengan iritasi minimal.13

2.3.6. Manifestasi Klinik


Seperti yang kita ketahui, bilik mata depan merupakan salah satu media
refraksi pada mata. Oleh karena itu, apabila terdapat darah pada bilik mata
depan, refraksi cahaya dari dunia luar akan terganggu dan secara langusng
ketajaman penglihatan seseorang pun akan menurun. Tingkat penurunan ini
tergantung pada banyaknya darah di dalam bola mata. Penurunan dapat bersifat
ringan hingga tingkat hand movement ataupun light perception.10
Adanya darah yang mengisi bilik mata depan dapat meningkatkan

13
tekanan intraokular secara langsung karena adanya peningkatan volume cairan
di dalam bilik mata depan, sehingga menyebabkan kondisi glaukoma sekunder.
Mekanisme lain terjadinya glaukoma sekunder adalah karena adanya gumpalan
darah, eritrosit, atau fibrin yang menempel pada trabecular meshwork sehingga
menghambat aliran masuk humor aquos ke dalam saluran tersebut. Dapat juga
terjadi trauma pada trabecular meshwork ini berkaitan dengan trauma penyebab
hifema sehingga terjadi peningkatan tekanan intraokular akut.7 Gejala yang
berkaitan dengan peningkatan tekanan intraokular, seperti nyeri pada mata,
nyeri kepala, atau fotofobia juga dapat muncul.9
Menurut suatu studi, peningkatan tekanan intraokular (TIO) lebih dari
21 mmHg terjadi pada 32% pasien dengan hifema. Tekanan yang tinggi ini
juga memiliki keterkaitan grade hifema yang tinggi (3 atau 4). Pasien yang
sebelumnya sudah memiliki faktor predisposisi glaukoma akan semakin mudah
mengalami glaucoma.9
Pengamatan TIO sangat penting untuk menentukan langkah tatalaksana
lanjutan. Selama fase akut hifema, seringkali ditemukan peningkatan TIO yang
disebabkan oleh mekanisme diatas. Peningkatan TIO akut ini dapat diikuti oleh
periode TIO normal ataupun di bawah normal setelah 24 jam pertama
kejadian hingga hari ke-6. Fenomena ini terjadi karena produksi humor aquos
yang berkurang dan adanya uveitis. Hal ini juga dapat meningkatkan kejadian
perdarahan sekunder. Seiring dengan pulihnya badan siliar, TIO akan kembali
meningkat.13
Terdapat beberapa kondisi tertentu pada hifema yang tidak akan
menyebabkan peningkatan TIO kedua, seperti pada hifema lebih dari 75% bilik
mata depan. Pada kondisi ini, onset peningkatan TIO terjadi bersamaan dengan
kemunculan hifema dan akan bertahan sampai hifema mengalami resolusi.
Apabila terdapat segmen di bagian bilik mata depan yang tidak dapat diperbaiki
atau terbentuknya sinekia anterior perifer, atau peningkatan TIO yang terus
berlanjut hingga melebihi hari ke-6, pasien akan mengalami glaukoma.10, 13
Dapat pula ditemukan ghost cell pada glaukoma karena komplikasi
hifema dengan perdarahan vitreus, dengan peningkatan TIO yang bertahan
sekitar 2 minggu sampai 3 bulan setelah trauma. Ghost cells merupakan bentuk
residu eritrosit yang kehilangan hemoglobin di vitreus setelah terjadinya
perdarahan. Hal ini disebabkan ghost cell yang menghambat trabecular

14
meshwork.15
Gejala penyerta lain yang dapat muncul pada hifema adalah kemunculan
perdarahan sekunder. Perdarahan sekunder mungkin disebabkan ole hlisis dan
retraksibekuan dan fibrin, yang berfungsi sebagai penyumbat pembuluh darah
yang mengalami ruptur di awal trauma. Perdarahan sekunder ini dapatmemicu
oleh peningkatan TIO dan pewarnaan kornea. Perdarahan sekunder terjadi pada
25% dari seluruh pasien hifema, dengan insiden terjadinya perdarahan sekunder
yang lebih tinggi pada hifema grade 3 dan 4.10
Perdarahan sekunder di bilik mata depan bisa dideteksi dengan melihat
adanya peningkatan jumlah darah secara nyata di bilik mata depan.Perdarahan
sekunder umumnya terjadi pada rentang waktu hari ke-2 hingga hari ke-7
setelah trauma, dengan kemungkinan tersering terjadi pada hari ke-3 atau ke-4.
Pada hifema grade 3 dan 4, dimana darah dari hifema berwarna gelap, akan
muncul darah berwarna cerah di bagian perifer, tersering pada hari ke-4 hingga
ke-6. Akan tetapi, hal ini belum tentu merupakan perdarahan sekunder dapat
juga merupakan hasil dari disolusi clotting awal.1,10
Pasien akan mengeluh nyeri pada mata disertai dengan epifora dan
blefarospasme. Penglihatan pasien akan sangat menurun, bila ditemukan kasus
hifema sebaiknya dilakukan pemeriksaan secara teliti keadaan mata luar.1
Ditemukan darah di dalam bilik mata yang terlihat dengan mata
telanjang bila jumlahnya cukup banyak. Bila pasien duduk, hifema akan
terlihat terkumpul di bagian bawah BMD, perdarahan yang mengisi setengah
bilik mata depan dapat menyebabkan gangguan visus dan kenaikan tekanan
intraokuler, sehingga mata tereasa sakit oleh karena glaucoma. Jika hifema
mengisi seluruh bilik mata depan, rasa sakit bertambah dan penglihatan lebih
menurun lagi. Pada iris dapat ditemukan robekan atau iridodialysis dan
iridoplegia. 1,10
Pada hifema karena trauma, jika diemukan penurunan tajam
penglihatan segera, maka harus dipikirkan kerusakan seperti luksasi lensa,
ablasi retina, udem macula.2

2.3.7. Diagnosis dan Diagnosis Banding


Anamnesis
Pasien hifema umumnya akan datang dengan keluhan perdarahan atau

15
adanya darah pada bagian tengah mata. Keluhan tersebut dapat disertai dengan
nyeri pada mata, gangguan penglihatan,dan sensitif terhadap cahaya. Bila
terdapat riwayat trauma, perlu ditanyakan mekanisme kejadian, jenis objek yang
mengenai mata, arah terjadinya benturan, dan penggunaan pelindung mata saat
kejadian. Riwayat penyakit mata perlu ditanyakan, terutama mengenai penyakit
yang memengaruhi tekanan intraokuler. Riwayat indakan embedahan atau laser
pada mata juga harus ditanyakan untuk mengetahui kemungkinan hifema
operatif. Riwayat penyakit lain seperti diabetes, hemoglobinopati, atau sickle
cell disease juga perlu untuk ditanyakan untuk menentukan etiologi dan
tatalaksana.1,7,8

Pemeriksaan Fisis dan Pemeriksaan Oftamologis


Pemeriksaan oftamologis dilakukan secara menyeluruh, meliputi
pemeriksaan visus, lapang pandang, gerakan bola mata, mata bagian anterior
dan posterior,serta TIO. Pemeriksaan dengan gonioskopi tidak dianjurkan
karena meningkatkan risiko perdarahan ulang. Pemeriksaan pada mata bagian
anterior diharapkan bisa memberikan assesment mengenai grading hifema.12

Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang dilakukan lebih untuk menemukan etiologi atau
menyingkirkan diagnosis banding. Yang akan dinilai meliputi kondisi mata
bagian posterior, adneksamata, dan orbita. Pemeriksaan yang umum dilakukan
berupa ultrasonografi (USG) mata atau CT-scan untuk melihat adanya tumor
intraokuler. Dapat juga dilakukan angiografi pada iris untuk melihat adanya
neovaskularisasi meskipun sangat jarang dilakukan. Pemeriksaan laboratorium
jarang dilakukan, kecuali pemeriksaan darah untuk melihat adanya sickle cell
disease.10

Diagnosis Banding
Beberapa diagnosis banding yang dapat memberikan gambaran seperti
hifema adalah12:
▪ Herpes simpleks keratitis
▪ Komplikasi glaukoma
▪ Manifestasi sickle cell disesase

16
▪ Xanthogranuloma juvenil

2.3.8. Tatalaksana
Biasanya hifema akan hilang sempurna. Bila perjalanan penyakit tidak
berjalan demikian maka sebaiknya penderita dirujuk. Walaupun perawatan
penderita hifema traumatik ini masih banyak diperdebatkan, namun pada
dasarnya adalah :7
1) Menghentikan perdarahan atau menghindarkan timbulnya perdarahan
sekunder.
2) Mengeliminasi darah dari bilik depan bola mata
3) Merawat dan mengobati jaringan sekitarnya
4) Meminimalisasi kerusakan lebih lanjut lagi.

Prinsip pengobatan hifema dapat dilakukan antara lain dengan:


1. Tirah baring (bedrest total)3,7,8
Penderita ditidurkan dalam keadaan terlentang dengan posisi kepala
diangkat (diberi alas bantal ) dengan elevasi kepala 30º - 45 º (posisi
semifowler). Hal ini akan mengurangi tekanan darah pada pembuluh darah
iris serta memudahkan evaluasi jumlah perdarahannya. Ada banyak
pendapat dari banyak ahli mengenai tirah baring sempurna ini sebagai
tindakan pertama yang harus dikerjakan bila menemui kasus traumatik
hifema. Bahkan beberapa penelitian menunjukkan bahwa dengan tirah
baring kesempuranaan absorbsi dari hifema dipercepat dan sangat
mengurangi timbulnya komplikasi perdarahan sekunder. Istirahat total ini
harus dipertahankan minimal 5 hari mengingat kemungkinan perdarahan
sekunder. Hal ini sukar dilakukan, terlebih pada anak-anak, sehingga kalau
perlu diikat tangan dan kakinya ketempat tidur dan pengawasan dilakukan
dengan sabar.

2. Bebat Mata10,13
Mengenai pemakaian bebat mata, masih belum ada persesuaian
pendapat diantara para ahli. Penggunaan bebat mata pada mata yang
terkena trauma yaitu untuk mengurangi pergerakan bola mata yang sakit.

17
3. Medikamentosa3,12
Tetes mata steroid dapat diberikan jangka pendek bersama dengan
dilatasi pupil. Steroid dapat menurunkan resiko perdarahan ulang, Steroid
dapat diberikan secara sistemik dengan dosis 40 mg/hari. Beberapa
penelitian mengisyaratkan bahwa pengguanaan asam aminokaproat oral
untuk menstabilkan pembentukan pembekuan darah dan menurunkan resio
perdarahan ulang. Dosisnya adalah 100 mg/kgBB setiap 4 jam sampai
maksimum 30g/ hari selama 5 hari. Kortikosteroid topical untuk
mengurangi inflamasi dan mencegah iritis/iridosiklitis
Sikloplegik/midriatik untuk mengurangi rasa sakit dan risiko
terjadinya sinekia posterior. Pemberian sikloplegik dapat menstabilkan
blood-aqueous barrier, meningkatkan kenyamanan pasien, dan
memfasilitasi evaluasi segmen posterior. Tetapi ternyata atropin topikal
tidak memiliki efek menguntungkan dalam mengurangi kejadian
perdarahan ulang, resorpsi darah, atau perbaikan visus.
Analgesik bila perlu, berupa asetaminophen atau codein, bergantung
pada tingkatnyeri yang dirasakan pasien
Agen antifibrinolitik seperti asam aminokaproattopical dan/atau oral
serta asam traneksamat oral untuk mengurangi risiko perdarahan ulang.
Dosis untuk asam aminokaproat adalah 50 mg/kgBB setiap 4 jam,
maksimal 30 gram/hari selama 5 hari. Dosis untuk asam traneksamat
adalah 25 mg/kgBB, 3 kali sehari selama 6 hari. Kontraindikasi pada
gangguan clotting intravaskuler dan kehamilan.
Tissueplasminogen activator untuk fibrinolisis clotting yang stagnan.
Dosis tPA adalah 10 mikrogram, diberikan injeksi intrakamera.
Terapi antiglaukoma jika dibutuhkan, seperti dengan pemberian
asetazolamid atau beta-blocker seperti timolol.
Jika timbul glaucoma, maka penatalaksanaan mencakup pemberian
timolol 0,25% atau 0,5% dua kali sehari; asetazolamid 4 x 250 mg
Dapat digunakan obat hiperosmotik seperti gliserin 50% yang
diberikan larutan secara oral dengan dosis efektif 4 kali perhri 1 – 1,5
gr/kgBB atau 1cc per kgBB. Gliserin ini dapat dicampur dengan jeruk
nipis agar tidak terlalu manis. Gliserin ini harus diminum sekaligus, bila
tidak gliserin ini tidak efektif. Gliserin dapat digunakan untuk menurunkan

18
TIO dalam 30 – 90 menitsetelah pemberian, dan akan bekerja selama 5 – 6
jam.

4. Tindakan bedah 1,7,10


Perawatan cara ini akan dikerjakan bila ditemukan glaukoma
sekunder, tanda imbibisi kornea atau hemosiderosis cornea. Dan tidak ada
pengurangan dari tingginya hifema dengan perawatan non-operasi selama
3 - 5 hari. Untuk mencegah atrofi papil saraf optik dilakukan pembedahan
bila tekanan bola mata maksimal > 50 mmHg selama 5 hari atau tekanan
bola mata maksimal > 35 mmHg selama 7 hari. Untuk mencegah imbibisi
kornea dilakukan pembedahan bila tekanan bola mata rata-rata > 25
mmHg selama 5 hari atau bila ditemukan tanda-tanda imbibisi kornea.
Intervensi bedah biasanya diindikasikan pada atau setelah 4 hari. Dari
keseluruhan indikasinya adalah sebagai berikut:
 Elevasi TIO > 50 mmHg selama 5 hari
 Elevasi TIO > 35 mmHg selama 7 hari.
 Untuk mencegah imbibisi kornea dilakukan pembedahan bila
tekanan bola mata rata-rata > 25 mmHg selama 5 hari atau bila
ditemukan tanda-tanda imbibisi kornea.
 Perdarahan yang masih bertahan selama > 10 hari untuk
mencegah sinekia anterior perifer
 Hifema mengisi lebih dari ½ COA yang menetap lebih dari 8-9
hari (untuk mencegah peripheral anterior synechiae)
 Pada pasien dengan sickle cell disease dengan hifema berapapun
ukurannya dengan tekanan Intra ocular lebih dari 35 mmHg lebih
dari 24 jam. Jika Tekanan Inta Ocular menetap tinggi 50 mmHg
atau lebih selama 4 hari, pembedahan tidak boleh ditunda. Suatu
studi mencatat atrofi optic pada 50 persen pasien dengan total
hifema ketika pembedahan terlambat. Corneal bloodstaining
terjadi pada 43% pasien. Pasien dengan sickle cell
hemoglobinopathi diperlukan operasi jika tekanan intra ocular
tidak terkontrol dalam 24 jam.

19
Tindakan bedah yang dikerjakan adalah :1,7, 14
1. Parasentesis
Parasentesis merupakan tindakan pembedahan dengan
mengeluarkan cairan/darah dari bilik depan bola mata dengan teknik
sebagai berikut : dibuat insisi kornea 2 mm dari limbus ke arah
kornea yang sejajar dengan permukaan iris. Biasanya bila dilakukan
penekanan pada bibir luka maka koagulum dari bilik mata depan
akan keluar. Bila darah tidak keluar seluruhnya maka bilik mata
depan dibilas dengan garam fisiologis. Biasanya luka insisi kornea
pada parasentesis tidak perlu dijahit. Parasentese dilakukan bila TIO
tidak turun dengan diamox atau jika darah masih tetap terdapat
dalam BMD pada hari 5-9.
2. Dengan cara seperti melakukan ekstraksi katarak dengan membuka
korneoscleranya sebesar 1200

2.3.9. Komplikasi
Komplikasi dari hifema traumatik berkaitan erat dengan retensi darah
di bilik mata depan. Komplikasi yang dapat terjadi antara lain sinekia posterior,
sinekia anterior perifer, pewarnaan kornea (corneal bloodstaining), dan atrofi
optik. Komplikasi lainnya melibatkan kerusakan segmen posterior seperti ruptur
koroid, ablasio retino, perdarahan vitreus, dan dialisis zonular.10
1. Sinekia Posterior
Sinekia posterior atau adhesi iris terhadap lensadapat terjadi pada
pasien dengan hifema traumatik karena efek dari terjadinya iritis atau
iridosiklitis. Akan tetapi, komplikasi ini jarang terjadi pada pasien
yang mendapat tatalaksana dengan baik. Sinekia posterior lebih
banyak terjadi pada pasien hifema yang menjalani evakuasi lewat
pembedahan.12
2. Sinekia Anterior Perifer
Sinekia anterior perifer, dimana iris menempel ke kornea, sering
terjadi pada pasien dengan hifema yang menetap pada periode yang
panjang, biasanya mencapai 9 hari atau lebih. Hal ini disebabkan
oleh adanya iritis kronik akibat trauma awal atau adanya iritis
kimiawikarena adanya darah di bilik mata depan.12 Kemungkinan

20
penyebab lainnya adalah adanya bekuan di sudut bilik yang
mengakibatkan fibrosis trabecular meshwork sehingga menutup
sudut tersebut.
3. Pewarnaan Kornea (Corneal Bloodstaining)
Pewarnaan kornea / corneal bloodstaining / hemosiderosis kornea
terutama terjadi pada pasien dengan hifema total dan terkait pula
dengan peningkatan TIO. Kemungkinan kemunculan komplikasi ini
berhubungan dengan faktor-faktor yang mempengaruhi integritas
endotel seperti14:
▪ Kondisi endotel kornea awal
▪ Trauma bedah pada endotel
▪ Banyaknya bekuan yang mengalami kontak dengan endotel
▪ Peningkatan TIO berkepanjangan
Pewarnaan kornea lebih sering terjadi pada pasien dengan hifema
total yang bertahan selama minimal 6 hari berturut-turut, diikuti
dengan peningkatan TIO lebih dari 25mmHg. Komplikasi ini lebih
jarang terjadi pada hifema sebagian ataupun hifema dengan TIO
normal, meskipun masih dapat terjadi pada kondisi hifema pada
pasien dengan kerusakan endotel.10
Proses penyembuhan pewarnaan kornea membutuhkan waktu
beberapa bulan. Secara umum, pewarnaan kornea dimulai dari
sentral dan kemudian menyebar ke bagian perifer endotel kornea.
Proses resolusi dari komplikasi ini merupakan kebalikan dari proses
inisiasi. Resolusi akan dimulai dari bagian perifer kemudian menuju
ke tengah.14

Gambar 5. Pewarnaan Kornea 14

21
4. Atrofi Optik
Atrofi optik disebabkan oleh peningkatan TIO, baik akut maupun
kronik. Atrofi optik nonglaukomatosa yang terjadi pada pasien
hifema dapat disebabkan oleh trauma inisial ataupun periode transien
dari peningkatan TIO.7, 10

2.3.10. Prognosis
Prognosis visus akhir pasien dengan hifema bergantung kepada tiga
faktor utama, yaitu kerusakan organ mata lain, apakah terjadi perdarahan
sekunder, serta apakah terjadi komplikasi layaknya glaukoma.7,12 Lebih dari
75% pasien dengan hifema memiliki visus akhir > 20/40.7 Besar hifema tidak
memengaruhi prognosis hifema. Perdarahan berulang sering dihubungkan
dengan terjadinya peningkatan tekanan intraokuler, blood staining,
indikasioperasi, dan visus akhir yang buruk. Namun, sebenarnya penurunan
visus pada pasien hifema lebih dipengaruhi oleh kerusakan segmen posterior
(terutama retina) dibanding gangguan pada segmen anterior.5

22
DAFTAR PUSTAKA

1. Ilyas S. Ilmu Penyakit Mata. Edisi ketiga. Jakarta: FKUI; 2014

2. Kanski J . Clinical Ophtalmology. Sixth Edition. USA: Elsevier; 2007

3. Vaughan D, Riordan-Eva P, et al. Vaughan & Ashbury’s General Opthalmology.


17th edition. New York: McGraw-Hill Professional; 2007

4. The McGraw-Hill Company. Clinical Assesment in Glaucoma. USA: McGraw-


Hill Company; 2003 [diakses pada 13 Januari 2017]. Tersedia pada :
http://www.oculist.net/

5. Wolters K. Traumatic hyphema: Epidemiology, anatomy, patophysiology.


[diakses pada 13 Januari 2017]. Tersedia pada : http://www.uptodate.com/

6. McCourt EA. Pediatric traumatic hyphema: a review of 138 consecutive cases. J


AAPOS. [diakses pada 14 Januari 2016]. Tersedia pada : www.medline.gov

7. Edwards WC, Layden WE. Traumatic hyphema. A report of 184 consecutive


cases. Am J Ophthalmol. [diakses pada 13 Januari 2016]. Tersedia pada :
www.medlineplus.gov

8. Podolsky MM, Srinivasan BD. Spontaneous hyphema secondary to vascular tuft


of pupillary margin of the iris. Arch Ophthalmol. [diakses pada 13 Januari 2016]
Tersedia pada : www.ncbi.nlm.nih.gov

9. Hoskins HD. Secondary glaucoma. Heilman K, Richardson KT, eds. Glaucoma:


Conceptions of a Disease, Pathogenesis, Diagnosis Therapy. Philadelphia Pa: WB
Saunders; 1978. 376. . [diakses pada 13 Januari 2016] Tersedia pada :
www.ncbi.nlm.nih.gov

10. Sheppard JD. Hyphema. [diakses pada 13 Januari 2016] Tersedia pada : URLL:
//medicine.medscape.com

11. Wolters K. Traumatic Hyphema. [diakses pada 13 Januari 2016] Tersedia pada :
http://www.uptodate.com/

23
12. Paul R. Hyphema. [diakses pada 13 Januari 2016] Tersedia pada :
http://cms.revoptom.com/handbook/sect4f.htm pada tanggal 14 Januari 2017
pukul 20.00.

13. Kuhn F, Morris R, Witherspoon CD. Ocular trauma: principles and practice. New
York: Thieme Medical Publishers; 2002.

14. J. D. Brodrick, 1972, Corneal blood staining after hyphaema. Brit. J_. Ophthal. (I
972) vol 56, p: 589

15. Surbhi B. Ghost Cells Glaucoma. http://eyewiki.aao.org/Main_Page

24

Anda mungkin juga menyukai