PTOSIS
Oleh:
Woro Nurul Sandra Anindhita, S.Ked.
712018069
Pembimbing:
dr. Septiani Nadra Indawaty, Sp.M
Refera
Judul:
PTOSIS
Oleh:
Woro Nurul SA, S.Ked
712018069
Telah dilaksanakan pada bulan Mei 2021 sebagai salah satu syarat dalam
mengikuti Kepaniteraan Klinik Senior di SMF Ilmu Penyakit Mata Rumah Sakit
Umum Daerah Palembang BARI Fakultas Kedokteran Universitas
Muhammadiyah Palembang.
ii
KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Allah SWT atas segala rahmat dan karunia-Nya sehingga
penulis dapat menyelesaikan Referat yang berjudul “PTOSIS” sebagai salah satu
syarat untuk mengikuti Kepaniteraan Klinik Senior di SMF Ilmu Penyakit Mata
Rumah Sakit Umum Daerah Palembang BARI Fakultas Kedokteran Universitas
Muhammadiyah Palembang.
Shalawat dan salam selalu tercurah kepada Rasulullah Muhammad SAW beserta
para keluarga, sahabat, dan pengikutnya sampai akhir zaman.
Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan rasa hormat dan terima kasih
kepada:
1. dr. Septiani Nadra Indawaty, Sp.M selaku pembimbing Kepaniteraan
Klinik Senior di SMF Ilmu Penyakit Mata Rumah Sakit Umum Daerah
Palembang BARI Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah
Palembang, yang telah memberikan masukan, arahan, serta bimbingan
dalam penyelesaian referat ini.
2. Rekan-rekan co-assistensi dan perawat atas bantuan dan kerjasamanya.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa dalam penyusunan referat ini masih banyak
terdapat kesalahan dan kekurangan. Oleh karena itu, segala saran dan kritik yang
bersifat membangun sangat kami harapkan.
Semoga Allah SWT memberikan balasan pahala atas segala amal yang telah
diberikan dan semoga referat ini dapat bermanfaat bagi semua dan perkembangan
ilmu pengetahuan kedokteran. Semoga selalu dalam lindungan Allah SWT. Amin.
Penulis
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL
HALAMAN PENGESAHAN.................................................................................ii
KATA PENGANTAR............................................................................................iii
DAFTAR ISI...........................................................................................................iv
BAB I. PENDAHULUAN.......................................................................................1
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA.............................................................................2
2.1. Anatomi dan Fisiologi Palpebra................................................................2
2.2. Ptosis.........................................................................................................3
a. Definisi................................................................................................9
b. Etiologi................................................................................................9
c. Epidemiologi.......................................................................................9
d. Klasifikasi............................................................................................9
e. Patofisiologi.......................................................................................15
f. Gambaran klinis................................................................................15
g. Diagnosis...........................................................................................17
h. Diagnosis banding.............................................................................22
i. Tatalaksana........................................................................................22
j. Prognosis...........................................................................................28
k. komplikasi.........................................................................................28
BAB III. KESIMPULAN.......................................................................................29
DAFTAR PUSTAKA 31
BAB I
PENDAH
ULUAN
Kelopak mata yang disebut juga palpebra merupakan lipatan kulit yang terdapat
dua buah untuk tiap mata. Ia dapat digerakkan untuk menutup mata, dengan ini
melindungi bola mata terhadap trauma dari luar yang bersifat fisik atau kimiawi serta
membantu membasahi kornea dengan air mata pada saat berkedip. Dalam keadaan
terbuka, kelopak mata memberi jalan masuk sinar ke dalam bola mata yang dibutuhkan
untuk penglihatan. Membuka dan menutupnya kelopak mata dilaksanakan oleh otot-otot
tertentu dengan persarafannya masing-masing.1
Ptosis (Blepharoptosis) merupakan keadaan jatuhnya kelopak mata (Drooping eye
lid), dimana dimana kelopak mata atas (palpebra superior) turun di bawah posisi normal
saat membuka mata yang dapat terjadi unilateral atau bilateral.2,3,4,5 Posisi normal
palpebra superior adalah ditengah-tengah antara limbus superior dan tepian atas pupil.
Ini dapat bervariasi 2 mm jika kedua palpebra simetris.5
Ptosis terutama terjadi akibat tidak baiknya fungsi m. levator palpebra,
lumpuhnya saraf ke III untuk levator palpebra atau dapat pula terjadi akibat jaringan
penyokong bola mata yang tidak sempurna, sehingga bola mata tertarik ke belakang atau
enoftalmus. Kelopak mata yang turun akan menutupi sebagian pupil sehingga penderita
mengkompensasi keadaan tersebut dengan cara menaikkan alis matanya atau
menghiperekstensikan kepalanya. Bila ptosis menutupi pupil secara keseluruhan maka
keadaan ini akan mengakibatkan ambliopia. Pada ptosis kongenital, selain menyebabkan
ambliopia, juga dapat menimbulkan strabismus.5,6
Sampai saat ini insidens ptosis belum pernah dilaporkan. Ptosis kongenital
biasanya tampak segera setelah lahir maupun pada tahun pertama kelahiran. 3 Ptosis yang
didapat (acquired) dapat terjadi pada setiap kelompok usia, tetapi biasanya ditemukan
pada usia dewasa tua.7
Berdasarkan onsetnya ptosis dibagi menjadi ptosis kongenital dan ptosis didapat
(acquired). Berdasarkan etiologinya ptosis dapat dibagi menjadi miogenik, aponeurotik,
neurogenik, mekanikal dan traumatik.8 Sedangkan menurut derajatnya ptosis dibagi
menjadi ptosis ringan jika batas kelopak mata atas menutupi kornea < 2 mm, ptosis
sedang jika batas kelopak mata atas menutupi kornea 3 mm dan ptosis berat jika batas
kelopak mata atas menutupi kornea > 4 mm.9
Blepharoptosis merupakan penyebab penting dari kehilangan penglihatan. Mengingat
penatalaksanaan ptosis tergantung dari etiologi dan derajat ptosis maka perlu diketahui lebih
jelas tentang etiologi dan derajat ptosis. Menurut etiologinya, pada ptosis kongenital (myogenic
etiology) dilakukan pembedahan (memperpendek) otot levator yang lemah serta aponeurosisnya
atau menggantungkan palpebra pada otot frontal. Jenis operasi untuk ptosis kongenital adalah
reseksi levator eksternal. Pada ptosis yang didapat (aponeurotic etiology), misalnya pada
myastenia gravis dilakukan koreksi penyebab. Jika koreksi penyebab tidak mungkin, maka
kelopak mata diperpendek menurut arah vertikalnya (jika fungsi levator baik) atau diikatkan ke
frontal (jika fungsi levator buruk). Prosedur Fasenella-Servat lebih sering digunakan untk kasus
ptosis yang didapat.10,11
Sedangkan menurut derajatnya, untuk ptosis ringan yang tidak didapati kelainan kosmetik
dan tidak terdapat kelainan visual seperti ambliopia, strabismus dan defek lapang pandang, lebih
baik dibiarkan saja dan tetap diobservasi. Bila akan dilakukan operasi, prosedur Fasenella-Servat
diindikasikan untuk ptosis ringan. Pada kasus ptosis moderat diindikasikan pembedahan dengan
teknik reseksi levator eksternal. Sedangkan pada ptosis berat, frontalis sling merupakan
pendekatan yang paling baik.10,11
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Retraktor Palpebra
Retraktor palpebra berfungsi membuka palpebra. Mereka dibentuk oleh kompleks
muskulofasial, dengan komponen otot rangka dan polos, dikenal sebagai kompleks levator
palpebra superior. Di palpebra superior, bagian otot rangka adalah levator palpebra superioris,
yang berasal dari apeks orbita dan berjalan ke depan dan bercabang menjadi sebuah aponeurosis
dan bagian yang lebih dalam yang mengandung serat-serat otot polos dari muskulus Muller
(tarsalis superior). Levator dipasok cabang superior dari nervus okulomotorius (N.III). Darah ke
levator palpebrae superioris datang dari cabang muskular lateral dari arteri oftalmika.14
Persarafan Sensoris
Persarafan sensoris ke palpebra datang dari divisi pertama dan kedua dari nervus
trigeminus (N.V). Nervus lakrimalis, supraorbitalis, supratrokhlearis, infratrokhlearis dan nasalis
eksterna kecil adalah cabang-cabang dari divisi oftalmika dari nervus kelima. Nervus
infraorbitalis, zigomaticofacialis, zigomaticotemporalis merupakan cabang-cabang dari divisi
maksilaris (kedua) nervus trigeminus.14
Pembuluh Darah dan Limfe
Pasokan darah ke palpebra datang dari arteri lakrimalis dan oftalmika melalui cabang-
cabang palpebra lateral dan medialnya. Anastomosis antara arteri palpebra lateralis dan medialis
membentuk arcade tarsal yang terletak di dalam jaringan areolar submuskular.14
Drainase vena dari palpebra mengalir ke dalam vena oftalmika dan vena-vena yang
mengangkut darah dari dahi dan temporal. Vena-vena itu tersusun dalam pleksus pra- dan pasca
tarsal.14
Pembuluh limfe dari segmen lateral palpebra berjalan ke dalam nodus pra-auricular dan
parotis. Pembuluh limfe dari sisi medial palpebra mengalirkan isinya ke dalam limfonodus
submandibular.14
2.2 Ptosis
A. Definisi
Ptosis merupakan keadaan jatuhnya kelopak mata (Drooping eye lid ), dimana
kelopak mata atas tidak dapat diangkat atau terbuka sehingga celah kelopak mata menjadi
lebih kecil dibandingkan dengan keadaan normal.1 Normalnya fissura palpebra memiliki
lebar 9 mm. Posisi normal palpebra superior adalah ditengah-tengah antara limbus superior
dan tepian atas pupil. Ini dapat bervariasi 2 mm jika kedua palpebra simetris.5
B. Etiologi
Ptosis terutama terjadi akibat tidak baiknya fungsi m. levator palebra, lumpuhnya
saraf ke III untuk levator palpebra atau dapat pula terjadi akibat jaringan penyokong bola
mata yang tidak sempurna, sehingga bola mata tertarik ke belakang atau enoftalmus.
Penyebab ptosis adalah miogenik, aponeurotik, neurogenik, mekanikal, dan traumatik.
Ptosis juga dapat terjadi pada miastenia gravis pada satu mata atau kedua mata.6,8
C. Epidemiologi
Sampai saat ini insidensi ptosis belum pernah dilaporkan. Ptosis kongenital dapat
mengenai seluruh ras, angka kejadian ptosis sama antara pria dan wanita. Ptosis kongenital
biasanya tampak segera setelah lahir maupun pada tahun pertama kelahiran. Frekuensi
ptosis kongenital di Amerika Serikat belum dilaporkan secara resmi. Namun, pada sekitar
70% dari kasus yang diketahui, ptosis kongenital mempengaruhi hanya satu mata. 3 Ptosis
yang didapat (acquired) dapat terjadi pada setiap kelompok usia, tetapi biasanya ditemukan
pada usia dewasa tua.7
D. Klasifikasi
Berdasarkan Onset
Secara garis besar ptosis dapat dibedakan atas 2, yaitu :
A. Kongenital
Sebagian besar kasus ptosis kongenital akibat gangguan pembentukan jaringan
muskulus levator (myogenic etiology).8,15
Dapat terjadi dalam bentuk:
1. Unilateral : kegagalan perkembangan dan innervasi abnormal otot levator palpebra.
Bila cukup berat dapat menyebabkan ambliopia dan harus segera ditangani dengan
pembedahan. Dapat menyertai Marcus Gunn syndrome (kelainan nervus III dan
nervus V), dimana kontraksi m.levator palpebra terjadi bila rahang membuka ke
samping pada sisi yang berlawanan.
2. Bilateral : infantile myastenia gravis atau anak dari ibu yang menderita Myastenia
gravis.
3. Ptosis yang menyertai Sturge Weber, von Recklinghausen syndrome dan alkohol
fetal syndrome.18
B. Didapat (Acquired)
Ptosis didapat terjadi akibat penurunan regangan atau disinsersi aponeurosis levator
(aponeurotic abnormality).8,15 Dapat terjadi pada keadaan:
1. Terkait dengan penyakit muskular, kelainan neurologis, faktor mekanik. Pada
beberapa kasus memerlukan penanganan secepatnya.
2. Myastenia Gravis
3. Botulinism
4. Paralisis n. III akibat trauma, tumor, degenerative CNS disease, lesi vaskular.
5. Distrofi miotonik.
6. Tumor, trauma, jaringan sikatrik pada palpebra.
7. Horner’s Syndrom (ptosis, miosis dan dishidrosis ipsilateral).18
Tabel 1. Perbandingan Blefaroptosis 6
Kongenital Myogenik Acquired Aponeurotik
Ptosis Ptosis
Palpebral fissure Ptosis ringan- berat Ptosis ringan- berat
height
Upper eyelid Lemah atau tidak ada pada Lebih tinggi dari normal
crease
posisi normal
Levator function Berkurang Hampir normal
On downgaze Eyelid lag Eyelid drop
Berdasarkan Etiologi
1. Ptosis Myogenik
Kongenital
Akibat dari gangguan perkembangan (maldevelopment) muskulus levator dengan
karakteristik penurunan fungsi levator, kelopak mata tertinggal, dan kadang-kadang
lagoftalmus. Congenital Myogenic Ptosis dengan fenomena Bell yang buruk atau
strabismus vertikal kemungkinan mengindikasikan gangguan perkembangan
konkomitan pada muskulus rektus superior.8,15
Didapat
Ptosis ini jarang ditemukan, merupakan akibat dari kelainan muskuler lokal atau
menyeluruh, seperti distrofi muskuler, eksternal oftalmoplegia progresif kronik,
miastenia grafis, atau distrofi okulofaringeal. 8,15
Distrofi muskuler
Ditemukan ptosis dan kelemahan muka. Gejala lainnya adalah katarak,
kelainan pupil, botak frontal, atrofi testes dan diabetes.5
Oftalmoplegia eksternal menahun progresif
Adalah penyakit neuromuskuler herediter progresif lambat, yang mulai
dipertengahan kehidupan. Semua otot ekstra okuler termasuk levator dan otot-
otot ekspresi muka berangsur-angsur terkena. Biasanya bersifat bilateral,
simetris dan progresif ptosis. Namun reaksi pupil dan akomodasi normal. Untuk
dapat mengangkat palpebra biasanya pasien menggunakan M. Frontalis. Pada
Sindroms Kearns Sayre ophtalmoplegia disertai retinitis pigmentosa dan blok
jantung.5
Myasthenia gravis
Suatu gangguan neuro muskular yang diduga disebabakan oleh adanya
antibodi terhadap reseptor asetilkolin pada neuro muskular jungtion. Merupakan
myogenik ptosis yang bilateral dan asimetris. Ptosis yang terjadi sering
bersamaan dengan diplopia . Muskulus orbikularis okuli juga sering terkena.
Kedut palpebra Cogan kadang-kadang ada – saat menggerakkan mata dari
pandangan ke bawah ke posisi primer, palpebra superior berkedut ke atas.5
2. Ptosis Aponeurotika
Kongenital
Akibat kegagalan insersi aponeurosis pada posisi normal di permukaan anterior
tarsus.8,15
Didapat
Akibat kelemahan, perlepasan, atau disinsersi aponeurosis levator dari kedudukan
noramal. Umumnya terdapat cukup sisa perlekatan ke tarsus yang dapat
mengangkat palpebra saat melihat keatas. Tetap tersisanya perlekatan aponeurosis
levator ke kulit dan muskulus orbikularis menghasilkan lipatan palpebra yang
sangat tinggi, dapat pula terjadi penipisan palpebra dimana bayangan iris tampak
terbayang melalui kulit palpebra superior. Mekanisme ptosis pada operasi mata,
blepharochalasis, kehamilan dan penyakit Grave umumnya akibat kerusakan pada
aponeurosis.5,8,15
3. Ptosis Neurogenik
Kongenital
Disebabkan karena adanya defek neurogenik yang terjadi pada saat perkembangan
embrio. Ptosis ini jarang ditemukan dan sering berhubungan dengan kelumpuhan
nervus kranial III kongenital, horner sindrom congenital, atau Marcus Gunn jaw-
winking sindrom.8,15
Didapat
Disebabkan karena putusnya hubungan persarafan normal yang paling sering terjadi
akibat sekunder dari kelumpuhan nervus kranial III didapat, sindrom horner atau
miastenia grafis didapat.8,15
Sindrom Marcus Gunn
Pada sindrom Marcus Gunn (“fenomena berkedip-rahang”), mata membuka
saat mandibula dibuka atau menyimpang ke sisi berlawanan. Muskulus levator
yang mengalami ptosis disarafi oleh cabang-cabang motorik nervus trigeminus
dan nervus okulomotorius.5
Sindroma Horner
Blepharoptosis yang terjadi adalah akibat berkurangnya inervasi simpatis
ke otot – otot muller palpebra superior yang terkadang juga diikuti pada
palpebra inferior yang jika kedua palpebra mengalami ptosis akan beradampak
berkurangnya lebar vertikal fisura palpebra yang sering disalah diagnosis
dengan enophthalmos.5
Penyebab sindrom horner adalah fraktur vertebra servikalis, tabes dorsalis ,
siringomelia . tumor corda servikal. Paralisis otot Muller hampir selalu
berkaitan dengan sindroma Horner dan biasanya didapat. Jarang ada ptosis di
bawah 2 mm, dan ambliopia tidak pernah terjadi.5
4. Ptosis Mekanikal
Ptosis mekanikal biasanya terjadi akibat neoplasma yang mendorong palpebra superior
ke inferior, hal ini dapat disebabkan oleh kelainan kongenital seperti neuroma
fleksiform, hemangioma, atau oleh neoplasma didapat seperti khalazion besar, basal sel
atau squamous sel karsinoma. Edema setelah operasi atau trauma dapat menyebabkan
ptosis mekanikal sementara.8,15
5. Ptosis Traumatik
Ptosis Traumatik terjadi akibat trauma tajam dan tumpul pada muskulus atau
aponeurosis levator. Seperti pada laserasi palpebra superior dan prosedur bedah saraf
orbital. Pada kasus ptosis traumatic penderita harus diobservasi selama 6 bulan sebelum
melakukan koreksi ptosis karena kadang-kadang dapat sembuh spontan.8,15
Pseudoptosis
Ada beberapa kondisi yang dapat menyebabkan pseudoptosis, termasuk hipertropia,
enoftalmos, mikroftalmos, anofthalmos, ptisis bulbi, defek sulkus superior akibat trauma,
atau kasus lainnya.8,15
Tabel 2. Klasifikasi Ptosis Menurut Beard.5
Kelainan perkembangan levator Simplek
Kelemahan rektus superior
Ptosis miogenik lain Sindrom blepharophimosis
Ophtalmoplegia eksternal progresif menahun
Sindrom okulofaringeal
Distrofi muskular progresif
Miastenia Gravis
Fibrosis kongenital dari muskulus ekstraokuler
Ptosis aponeurotik Ptosis senilis
Ptosis herediter berkembang lambat
Stress atau trauma aponeurosis levator
Pasca operasi katarak
Lokal trauma lainnya
Blepharochalasis
Berhubungan dengan kehamilan
Berhubungan dengan penyakit Grave
Ptosis neurogenik Lesi nervus okulomotor
Sindrom Horner
Migrain Ofthalmoplegi
Multipel Sklerosis
Sindrom Marcuss Gunn
Ptosis misdireksi nervus III
Pasca trauma oftalmoplegi
Ptosis mekanik
Terlihat seperti ptosis Akibat hipotropia
Akibat dermatochalasis
Akibat berkurangnya jaringan
penyokong posterior kelopak mata
Gambar 3.1 Chin-up posture due to congenital ptosis of the left eye.
Gambar 3.2 Congenital ptosis of the left eye partially obstructing the left pupillary axis.
Gambar 3.3 Congenital ptosis of the right eye.
G. Diagnosis
Diagnosis ptosis dapat ditegakkan. Berdasarkan pada anamnesa dan pemeriksaan
yang tepat maka selain diagnosis, juga dapat diketahui kausa dari ptosis dan derajat
beratnya ptosis sehingga dapat ditentukan tindakan dan penanganan yang tepat.
Anamnesis:
Identitas
Onset ptosis
Faktor yang mengurangi atau pemicu
Riwayat keluarga
Sejak pertama muncul apakah meningkat, berkurang atau konstan.
Hubungannya dengan:
Gerakan rahang
Gerakan mata yang abnormal
Postur kepala yang abnormal
Riwayat trauma atau pembedahan sebelumnya
Foto lama dari wajah dan mata pasien dapat dijadikan dokumentasi untuk
melihat perubahan pada mata. 14,20
Pasien mengeluh sulit mengangkat kelopak mata atasnya sehingga lapangan pandang
pasien jadi berkurang (kesulitan membuka mata secara normal dan adanya gangguan
penglihatan). Pasien mengeluhkan matanya seperti mata malas, jatuhnya/menutupnya
kelopak mata atas yang tidak normal. Peningkatan produksi air mata. Iritasi pada mata
karena kornea terus tertekan kelopak mata. Pada anak akan terlihat guliran kepala ke arah
belakang untuk mengangkat kelopak mata agar dapat melihat jelas.
Pemeriksaan Oftalmologi
Secara fisik, ukuran bukaan kelopak mata pada ptosis lebih kecil dibanding mata
normal. Ptosis biasanya mengindikasikan lemahnya fungsi dari otot levator palpebra
superior (otot kelopak mata atas). Rata – rata lebar fisura palpebra/celah kelopak mata
pada posisi tengah adalah berkisar 9 mm, panjang fisura palpebra berkisar 28 mm. Rata –
rata diameter kornea secara horizontal adalah 12 mm, tetapi vertikal adalah 11 mm. Bila
tidak ada deviasi vertikal maka refleks cahaya pada kornea berada 5,5 mm dari batas
limbus atas dan bawah. Batas kelopak mata atas biasanya menutupi 1.5 mm kornea
bagian atas, sehingga batas kelopak mata atas di posisi tengah seharusnya 4 mm diatas
reflek cahaya pada kornea.17
Pemeriksaan-pemeriksaan tersebut meliputi:
1. Palpebra Fissure Height
Jarak antara margo palpebra superior dan inferior pada posisi penglihatan primer.15
2. Margin-Reflex Distance
Margin-Reflex Distance 1 (MRD 1)
Jarak antara tengah refleks cahaya pupil dan margin kelopak mata atas dengan
pada posisi primer. Hasil pengukuran 4 - 5 mm dianggap normal.20
Gambar 3.5 Pemeriksaan Margin-Reflex Distance 1 (MRD 1).
Margin-Reflex Distance 2 (MRD 2)
Jarak antara pusat refleks cahaya pupil dan margin kelopak mata bawah pada posisi
primer. Jumlah MRD1 dan MRD2 sama dengan palpebra fissure height.8
Te Measureme Normal
st nt
PF palpebral fissure vertical 9 mm
PFd palpebral fissure vertical in downgaze 2-4 mm
MRD1 light reflex to upper lid margin 4-5 mm
MRD2 light reflex to lower lid margin 4-5 mm
MRD3 margin to corneal light reflex in upgaze
BLF upper lid margin from down gaze to upgaze 12-18 mm
MCD on down gaze lid margin to crease 7-10 mm
MFD on primary gaze lid margin to crease 4-5 mm
MLD margin to 6 oclock limbus in upgaze 9 mm
lag Lagophthalmos 0 mm
1. Ilyas, Sidharta. Ptosis. Dalam: Ilmu Penyakit Mata. Edisi ketiga. Jakarta: FKUI, 2007;
hal: 100.