HIPOPION
Disusun Oleh :
Pitantio Sagi Syahputra
712022011
Pembimbing :
dr. Fera Yunita Rodhiyaty, Sp. M (K)
Referat
Judul :
Hipopion
Disusun Oleh :
Pitantio Sagi Syahputra
712022011
Telah dilaksanakan pada bulan Maret 2023 sebagai salah satu syarat dalam
mengikuti Kepaniteraan Klinik di Departemen Ilmu Penyakit Mata Rumah Sakit
Muhammadiyah Palembang Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah
Palembang.
Puji Syukur kehadirat Allah SWT, Zat Yang Maha Indah dengan segala
keindahan-Nya, Zat Yang Maha Pengasih dengan segala Kasih Sayang-Nya,
yang terlepas dari segala sifat lemah semua makhluk.
Alhamdulillah berkat kekuatan dan pertolongan-Nya penulis dapat
menyelesaikan referat yang berjudul “Hipopion” sebagai salah satu syarat dalam
mengikuti kegiatan Kepaniteraan Klinik Senior (KKS) Fakultas Kedokteran
Universitas Muhammadiyah Palembang di Bagian Ilmu Penyakit Mata Rumah
Sakit Muhammadiyah Palembang.
Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan rasa hormat dan terima
kasih kepada :
1. dr Fera Yunita Rodhiaty, Sp.M (K) selaku pembimbing Kepaniteraan
Klinik Senior di Bagian Ilmu Penyakit Mata Rumah Sakit Umum Daerah
Palembang BARI
2. Orang tua dan saudara tercinta yang telah banyak membantu dengan doa
yang tulus dan memberikan bantuan moral maupun spiritual.
3. Rekan-rekan co-assistensi atas bantuan dan kerjasamanya.
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan referat ini masih banyak
kesalahan dan kekurangan. Oleh karena itu, segala saran dan kritik yang bersifat
membangun sangat kami harapkan.
Semoga Allah SWT memberikan balasan pahala atas segala amal yang telah
diberikan dan semoga laporan ini dapat bermanfaat bagi semua dan
perkembangan ilmu pengetahuan kedokteran. Semoga selalu dalam lindungan
Allah SWT. Amin.
Penulis
iii
iv
DAFTAR ISI
HALAMAN PENGESAHAN................................................................................ii
KATA PENGANTAR..........................................................................................iii
DAFTAR ISI..........................................................................................................iv
BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................1
1.1 Latar Belakang.......................................................................................1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA............................................................................3
2.1 Anatomi palpebra..................................................................................3
2.1.1 Saluran Lakrimal...........................................................................7
2.2 Hipopion..................................................................................................9
2.2.1 Definisi.............................................................................................9
2.2.2 Etiologi dan Faktor Resiko............................................................9
2.2.3 Epidemiologi.................................................................................10
2.2.4 Patofisiologi...................................................................................10
2.2.5 Gejala Klinik................................................................................11
2.2.6 Diagnosis Banding........................................................................12
2.2.7 Tatalaksana...................................................................................14
2.2.8 Komplikasi....................................................................................15
2.2.9 Prognosis.......................................................................................15
BAB III KESIMPULAN......................................................................................16
3.1 Kesimpulan...........................................................................................16
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................17
v
BAB I
PENDAHULUAN
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.1 Kornea
Kornea adalah jaringan transparan, yang ukurannya
sebanding dengan kristal sebuah jam tangan kecil. Kornea ini
disisipkan ke sklera di limbus, lengkung melingkar pada
persambungan ini disebut sulkus skleraris. Kornea dewasa rata-
rata mempunyai tebal 0,52 mm di tengah, sekitar 0,65 di tepi, dan
diameternya sekitar 12,5 mm dari anterior ke posterior, kornea
mempunyai lima lapisan yang berbeda-beda. 9
2
Gambar 2.2 Anatomi Kornea10
1. Lapisan epitel
2. Membran Bowman
3
Lapisan Bowman adalah lapisan yang terkuat dan
terbentuk dari lapisan fibril kolagen yang tersusun secara random.
Ketebalan lapisan ini sekitar 8-14 mikro meter. Bila
terjadi luka yang mengenai bagian ini maka akan digantikan
dengan jaringan parut karena tidak memiliki daya regenerasi.
3. Jaringan Stroma
4
Transparansi kornea juga ditentukan dengan menjaga
kandungan air di stroma sebesar 78%.
4. Membran Descement
5. Endotel
5
2. Lensa Mata
Berbentuk bikonveks, avaskular, dengan ketebalan 4mm
dan diameter 9mm. kekuatan refraksi lensa adalah 20 Dioptri.
Lensa terdiri darei 65% air dan 35% protein.
2.2 Hipopion
2.2.1 Definisi
Hipopion didefinisikan sebagai pus steril yang terdapat
pada bilik mata depan. Hipopion dapat terlihat sebagai lapisan
putih yang mengendap di bagian bawah bilik mata depan karena
adanya gravitasi
6
Faktor resiko dari terbentuknya Hioppion adalah sebagai
berikut:
1. Keratitis dan Ulkus Kornea
Apabila terjadi peradangan hebat tapi belum terjadi perforasi dari
ulkus, maka toksin dari peradangan kornea dapat sampai ke iris
dan badan siliar, dengan melalui membran Descemet, endotel
kornea ke cairan bilik mata depan. Dengan demikian iris dan
badan siliar mengalami peradangan dan timbulah kekeruhan di
cairan bilik mata depan disusul dengan terbentuknya hipopion.
2. Uveitis Anterior
Peradangan yang terjadi dari iris dan badan siliar menyebabkan
penurunan permeabilitas dari blood-aqueous barrier sehingga
terjadi peningkatan protein, fibrin dan sel radang dalam cairan
aqueous. Dari proses tersebut dapat terbentuk hipopion. Uveitis
dengan hipopion antara lain dapat didadasari oleh leprosy,
leukemia, sifillis, toksokariasis, infeksi bakteri endogen dan
timbunan protein lensa15,16
3. Sindrom Behcet
Hipopion merupakan salah satu gejala yang termasuk dalam
sindrom behcet. Sindrom ini terdiri dari trias yang meliputi
inflamasi ocular, ulkus oral dan ulkus genital Manifestasi
infestasi ocular terbanyak adalah berupa hipopion.17
Penyebab non infeksius
Selain sindrom Behcet dan penyakit lain yang mendasari
hipopion antara lain sistemik lupus eritomatosus (SLE), limfoma,
leukemia, sarkoidosis. Selain itu, hipopion juga dpat muncul
sebagai salah satu dari TASS (Toxic Anterior Segment Syndrome)
yang dapat terjadi setelah proses pembedahan. TASS muncul
karena agen toksis non infeksius terkait proses pembedahan,
seperti:
OVD (Ophthalmic Viscosurgical Devices)
Talcum pada sarung tangan
7
Salep mata topical
Perubahan pH dan osmolaritas cairan intraokuler
Detergen
Lidocain gel dan gel anstetik
Antiseptic topical
Kontaminan pada pemasangan IOL
Di samping hal tewrsebut, hipopion juga dapat muncul
setelah injeksi intravitreal Triamsinolon asetonid seperti pada pasien
Uveitis19.
2.2.3 Epidemiologi
Berdasarkan sebuah studi tahun 2015, prevalensi dari
Behcet’s disease per 100.000 populasi di beberapa negara Asia
adalah 13,5 di Jepang, 20 di Suadi Arabia, 17 di Irak, 80 di Iran
dan 421 di Turki. Berbeda dengan negeara di Eropa dimana
prevalensi per 100.000 populasi hanya 4,9 di Sweden dan 2,26 di
Jerman. Hal ini dikarenakan epidemiologi dari Behcet’s disease
mengikuti geografi dari jalur perdagangan Silk Road dari Jepang
ke Timur tengah.[11] Sedangkan prevalensi sarkoidosis
berdasarkan sebuah penelitian di Jepang hanyalah 1,01 per
100.000
populasi.[12] Berdasarkan studi di Amerika, ditemukan sebanyak
124 pasien dengan HLA-B27 positif dari 2.320 populasi dimana
dari 1.021 populasi ras non hispanic white terdapat 79 kasus
HLA-B27 positif.[13] Di sisi lain, setiap tahunnya terdapat
dekitar 15 juta kasus ulkus kornea di negara berkembang.
Prevalensi ulkus kornea di Amerika sendiri adalah 27,6 kasus per
100.000
populasi. Berdasarkan sebuah studi cohort pada 5000 pasien
dengan uveitis, sebanyak 0,83% dari kasus uveitis juga
mengalami hipopion
8
2.2.4 Patofisiologi
Struktur yang berhubungan dengan hipopion adalah iris dan
badan siliar. Radang iris dan badan siliar menyebabkan penurunan
permeabilitas dari blood-aqueous barrier sehingga terjadi
peningkatan protein, fibrin dan sel radang dalam cairan aqueous,
sehingga memberikan gambaran hipopion. Hipopion juga dapat
muncul sebagai manifestasi ocular pada ALL sebagai hasil
infiltrasi langsung sel leukemik akibat dari respon hematologis
yang abnormal terhadap infeksi oportunis21.
Adanya pus di bilik mata depan biasanya memberikan
gambaran lapisan putih. Karena pus bersifat lebih berat dari cairan
Aquous, maka pus akan mengendap dibagian bawah bilik mata
depan. Kuantitas dari hipopion biasanya berhubungan dengan
virulensi dari organism penyebab dan daya tahan dari jarinfan yang
terinfeksi itu sendiri. Beberapa organism menghasilkan pus lebih
banyak dan lebih cepat seperti Pneumokokkus, Pseudomonas
aeruginosa, Streptokokkyus pyogene, dan Gonokokku.22. Hipopion
yang berwarna kehijauan biasanya disebabkan oleh infeksi
Pseudomonas. Sedangkan hipopion yang berwarna kekuningan
bisanya disebabkan oleh jamur.
Hipopion pada ulkus fungal biasanya dapat terinfeksi
karena jamur dapat menembus membran Descemet. Bakteri
memproduksi hipopion lebih cepat dari jamur sedangkan infeksi
virus tidak menyebabkan hipopion. Apabila ditemukan hipopion
pada infeksi virus, biasanya disebabkan adanya infeksi sekunder
oleh bakteri.4
9
Beberapa mengalami penurunan visus atau lapang pandang,
tergantung dari beratnya penyakit utama yang diderita.
Gejala obyektif biasanya ditemukan aqueous cell and flare, eksudat
fibrinous, sinekia posterior dan keratitis presipitat.2,3
10
2. Ghost Cell Glaukoma
Merupakan glaukoma sekunder sudut terbuka dimana
trabecular meshwork mengalami obstruksi oleh sel darah
merah yang terdegenerasi, disebut “ghost cells”. Biasanya
didahului oleh trauma.
2.2.7 Tatalaksana
Penanganan hippoion membutuhkan konsultasi segera ke
spesialis mata. Penangan dapat berupa drainase, antibiotic topical,
intravitreal, maupun parenteral. Terapi yang lebih spesifik biasanya
bergantung dari penyakit utama yang m,enyebabkan hipopion.
Terapi yang lebih spesifik biasanya tergantung dari
penyakit utama yang menyebabkan hipopion. Apabila terjadi
inflamasi, dapat diberikan kortikosteroid.
Anti inflamasi yang biasanya digunakan adalah
kortikosteroid, dengan dosis sebagai berikut:
Dewasa : Topikal dengan dexamethasone 0,1 % atau prednisolone
1 %.
Bila radang sangat hebat dapat diberikan subkonjungtiva atau
periokuler
Dexamethasone phosphate 4 mg (1 ml)
Prednisolone succinate 25 mg (1 ml)
Triamcinolone acetonide 4 mg (1 ml)
Methylprednisolone acetate 20 mg
Cycloplegic dapat diberikan dengan tujuan untuk
mengurangi nyeri dengan memobilisasi iris, mencegah terjadinya
perlengketan iris dengan lensa anterior ( sinekia posterior ), yang
akan mengarahkan terjadinya iris bombe dan peningkatan tekanan
intraocular, menstabilkan blood-aqueous barrier dan mencegah
terjadinya protein leakage (flare) yang lebih jauh. Agent
cycloplegics yang biasa dipergunakan adalah atropine 0,5%, 1%,
11
2%, homatropine 2%, 5%, Scopolamine 0,25%, dan cyclopentolate
0,5%, 1%, dan 2%.8
Bila didapatkan infeksi sekunder seperti yang terjasi setelah
trauma kornea, diberikan terapi sesuai penyebab. Infeksi oleh
bakteri dengan gentamisin. Infeksi sekunder pada kornea oleh
jamur lebih sulit diterapi secara topical karena antifungi yang
efektif tidak banyak, bioavailibilitas rendah, toksisitas okuler tinggi
dan kemampuan menembus kornea intak yang kurang.
Hipopion yang muncul akibat keratitis fungal dapat diterapi
dengan Natamicyn topical dan bila tidak berhasil maka dapat
diberikan Amfoterisin B intrakameral. Hipopion pada ulkus karena
jamur memebutuhkan waktu lebih lama untukkkk terbentuk,
kental, bewarna kekuningan dan mengan dung jamur.
Penanganan hipopion pada ulkus kornea pada dasarnya
adalah sama dengan ulkus lain dan seharusnya ditangani sebagai
suatu kegawatan. Pasien MRS dan diberi antibiotic tetes atau dapat
pula injeksi antibiotik subkonjungtival. Bila memungkinkan,
bandage lens dan occusert juga digunakan. Semua kasus hipopion
seharusnya mendapat terapi Atropin sulfat 1% dalam bentuk salep.
Secar garis besar, penanganan hipopion pada ulkus kornea
berupa23:
MRS
Atropinisasi
Kombinasi sinergis dua antibiotic
berspektrum luas dalam bentuk tetes mata
Corneal scrapping
Bila etiologi telah diketahui secara pasti,
maka antibiotic diganti denan pengobatan yang sesuai dengan
kausanya.
12
2.2.8 Komplikasi
Komplikasi hipopion dapat berupa endoftalmitis kronik dan
kehilangan penglihatan secara permanen. Selain itu struktur dari
hipopion yang mengandung fibrin, merupakan reaksi tubuh terhada
inflamasi. Tetapi fibrin-fibrin ini dapat menyebabkan terjadinya
perlengketan antara iris dan lensa (sinekia posterior) Bila seluruh
pinggir iris melekat pada lensa disebut seklusio pupil, sehingga
cairan dari cop tidak dapat melalui pupil untuk masuk ke coa, iris
terdorong ke depan, disebut iris bombe dan menyebabkan sudut
coa sempit sehingga timbul glaukoma sekunder.
2.2.9 Prognosis
Hipopion adalah gejala klinis yang muncul sebagai suatu
respon inflamasi yang berat. Sel darah putih dapat diserap sendiri
atau diabsorpsi sepenuhnya. Tetapi prognosis bergantung pada
proses yang mendasari (penyakit) dan komplikasi yang dapat
terjadi.1
13
BAB III
KESIMPULAN
3.1 Kesimpulan
Kalazion adalah pus steril yang terdapat pada bilik mata depan yang
terlihat sebagai lapisan putih yang mengendap di bagian bawah bilik mata
depan.
. Penyakit ini ditandai dengan gejala berupa benjolan pada kelopak mata
tanpa diserta nyeri selama berminggu-minggu. Kadang-kadang,
pembengkakan terus membesar dan dapat menekan bola mata dan
menyebabkan sedikit buram. Penyakit ini merupakan self-limiting.
Kompres hangat selama beberapa kali dalam sekali dapat membantu.
Apabila pada kasus kronik yang tidak membaik dengan penanganan
konservatif, dapat diberikan injeksi kortikosteroid untuk membantu
kalazion dengan ukutan kecil. Kalazion berukuran besar sebaiknya
dilakukan kuretase dan drainase
14
DAFTAR PUSTAKA
15