Anda di halaman 1dari 25

Referat

ASTIGMATISME MIOPIA COMPOSITUS

Oleh:

Miranda Jamaiyah, S.Ked


NIM 712021022

Pembimbing:
dr. Ibrahim, Sp.M (K)

SMF ILMU PENYAKIT MATA


RUMAH SAKIT MUHAMMADIYAH PALEMBANG
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PALEMBANG
2023
HALAMAN PENGESAHAN

Referat

Judul:
Astigmatisme Miopia Compositus

Oleh:
Miranda Jamaiyah
712021022

Telah dilaksanakan pada bulan November 2023 sebagai salah satu syarat dalam
mengikuti Kepaniteraan Klinik Senior di SMF Ilmu Penyakit Mata Rumah Sakit
Muhammadiyah Palembang Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah
Palembang.

Palembang, November 2023


Pembimbing

dr. Ibrahim, Sp.M(K)

ii
KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Allah SWT atas segala rahmat dan karunia-Nya sehingga
penulis dapat menyelesaikan Referat yang berjudul “Astigmatisme Miopia
Compositus” sebagai salah satu syarat untuk mengikuti Kepaniteraan Klinik
Senior di SMF Ilmu Penyakit Mata Rumah Sakit Muhammadiyah Palembang
Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Palembang.
Shalawat dan salam selalu tercurah kepada Rasulullah Muhammad SAW
beserta para keluarga, sahabat, dan pengikutnya sampai akhir zaman.
Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan rasa hormat dan terima
kasih kepada:
1. dr. Ibrahim, Sp.M(K) selaku pembimbing Kepaniteraan Klinik Senior di
SMF Ilmu Penyakit Mata Rumah Sakit Muhammadiyah Palembang
Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Palembang, yang telah
memberikan masukan, arahan, serta bimbingan dalam penyelesaian referat
ini
2. Rekan-rekan co-assistensi dan perawat atas bantuan dan kerjasamanya.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa dalam penyusunan referat ini masih
banyak terdapat kesalahan dan kekurangan. Oleh karena itu, segala saran dan
kritik yang bersifat membangun sangat kami harapkan.
Semoga Allah SWT memberikan balasan pahala atas segala amal yang
telah diberikan dan semoga referat ini dapat bermanfaat bagi semua dan
perkembangan ilmu pengetahuan kedokteran. Semoga selalu dalam lindungan
Allah SWT. Amin.

Palembang, November 2023

Penulis

iii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL
HALAMAN PENGESAHAN ........................................................................ ii
KATA PENGANTAR .................................................................................... iii
DAFTAR ISI ................................................................................................... iv
BAB I. PENDAHULUAN .......................................................................... 1
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA ................................................................ 2
BAB III. KESIMPULAN .............................................................................. 18

DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 19

iv
BAB I
PENDAHULUAN

Gangguan refraksi atau ammetropia merupakan gangguan yang banyak


diderita populasi di dunia. Kelainan refraksi adalah keadaan bayangan tegas tidak
dibentuk pada retina. Secara umum, terjadi ketidakseimbangan sistem penglihatan
pada mata sehingga menghasilkan bayangan yang kabur. Sinar tidak dibiaskan
tepat pada retina, tetapi dapat di depan atau di belakang retina dan tidak terletak
pada satu titik fokus. Kelainan refraksi dapat diakibatkan terjadinya kelainan
kelengkungan kornea dan lensa, perubahan indeks bias, dan kelainan panjang
sumbu bola mata. Jenis kelainan refraksi diantaranya miopia, hipermetropia dan
astigmatisma.1
Koreksi terhadap kelainan refraksi dapat dilakukan dengan penggunaan
kacamata, lensa kontak dan pada keadaan tertentu kelainan refraksi dapat diatasi
dengan pembedahan pada kornea antara lain keratotomi radial, Photorefractive
Keratectomy (PRK), Laser Asissted In situ Interlamelar Keratomilieusis
(LASIK).1
PRK (Photorefractive Keratectomy) adalah prosedur rawat jalan non-invasif
dengan bantuan teknologi laser untuk menyembuhkan gangguan refraktif atau
masalah pembiasan mata, seperti astigmatisma, rabun jauh (myopia) dan rabun
dekat (hypermetropia). Prosedur ini akan menyingkirkan sel epithelium (lapisan
bening yang berada di permukaan mata) dan memperbaiki jaringan kornea.2

1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi Mata


Bola mata (bulbus oculi terdapat di dalam rongga orbita yang
melindungi bola mata. Bola mata digerakkan oleh otot okular. Struktur lain
yang berhubungan dengan mata yaitu otot, fascia, alis mata, kelopak mata,
konjungtiva, dan apparatus lacrimal. Bola mata diselubungi oleh lemak, tetapi
terdapat selubung membranosa yang memisahkan bola mata dari lemak yaitu
fascia bulbi. Mata terbagi menjadi dua segmen yaitu segmen anterior yang
transparan dan merupakan 1/6 bagian bola mata serta segmen posterior yang
merupakan 5/6 bagian bola mata. Struktur yang terdapat pada mata dari
anterior ke posterior yaitu konjungtiva, kornea, sklera, iris, aquaeus humor,
lensa, uvea, badan siliar, vitreus humor, choroid, retina, dan saraf optik.1,3

Gambar 2.1 Anatomi Mata3

Yang termasuk media refraksi antara lain kornea, pupil, lensa, dan
vitreous. Media refraksi targetnya di retina sentral (macula). Gangguan media
refraksi menyebabkan visus turun (baik mendadak aupun perlahan). Bagian

2
berpigmen pada mata: uvea bagian iris, warna yang tampak tergantung pada
pigmen melanin di lapisan anterior iris.4
Hasil pembiasan sinar pada mata ditentukan oleh media penglihatan
yang terdiri atas kornea, aqueous humor (cairan mata), lensa, badan vitreous
(badan kaca), dan panjangnya bola mata. Pada orang normal susunan
pembiasan oleh media penglihatan dan panjang bola mata sedemikian
seimbang sehingga bayangan benda setelah melalui media penglihatan
dibiaskan tepat di daerah makula lutea. Mata yang normal disebut sebagai
mata emetropia dan akan menempatkan bayangan benda tepat di retinanya
pada keadaan mata tidak melakukan akomodasi atau istirahat melihat jauh.1
a. Kornea
Kornea (Latin cornum=seperti tanduk) adalah selaput bening mata,
bagian selaput mata yang tembus cahaya. Kornea merupakan lapisan jaringan
yang menutupi bola mata sebelah depan dan terdiri atas 5 lapis, yaitu:1
1. Epitel
• Tebalnya 50 µm, terdiri atas 5 lapis selepitel tidak bertanduk yang
saling tumpang tindih; satu lapis sel basal, sel poligonal dan sel gepeng.
• Pada sel basal sering terlihat mitosis sel, dan sel muda ini terdorong ke
depan menjadi lapis sel sayap dan semakin maju ke depan menjadi sel
gepeng, sel basal berikatan erat berikatan erat dengan sel basal di
sampingnya dan sel poligonal di depannya melalui desmosom dan
makula okluden; ikatan ini menghambat pengaliran air, eliktrolit, dan
glukosa yang merupakan barrier.
• Sel basal menghasilkan membran basal yang melekat erat kepadanya.
Bila terjadi gangguan akan mengakibatkan erosi rekuren.
• Epitel berasal dari ektoderm permukaan
2. Membran Bowman1
• Terletak di bawah membran basal epitel kornea yang merupakan
kolagen yang tersusun tidak teratur seperti stroma dan berasal dari
bagian depan stroma.
• Lapisan ini tidak mempunyai daya regenerasi

3
3. Stroma1
• Terdiri atas lamel yang merupakan susunan kolagen yang sejajar
satu dengan lainnya, pada permukaan terlihat anyaman yang teratur
sadangkan dibagian perifer serat kolagen ini bercabang; terbentuknya
kembali serat kolagen memakan waktu lama yang kadang-kadang
sampai 15 bulan. Keratosit merupakan sel stroma kornea yang
merupakan fibroblas terletak di antara serat kolagen stroma. Diduga
keratosit membentuk bahan dasar dan serat kolagen dalam
perkembangan embrio atau sesudah trauma.
4. Membran Descement1
• Merupakan membran aselular dan merupakan batas belakang stroma
kornea dihasilkan sel endotel dan merupakan membran basalnya
• Bersifat sangat elastis dan berkembang terus seumur hidup,
mempunyai tebal 40 µm.
5. Endotel1
• Berasal dari mesotelium, berlapis satu,bentuk heksagonal, besar 20-40
µm. Endotel melekat pada membran descement melalui hemi
desmosom dan zonula okluden

b. Aquoeus Humor
Aqueous humor mengandung zat-zat gizi untuk kornea dan lensa,
keduanya tidak memiliki pasokan darah. Adanya pembuluh darah di kedua
struktur ini akan mengganggu lewatnya cahaya ke fotoreseptor. Aqueous
humor dibentuk dengan kecepatan 5 ml/hari oleh jaringan kapiler di dalam
korpus siliaris, turunan khusus lapisan koroid di sebelah anterior. Cairan ini
mengalir ke suatu saluran di tepi kornea dan akhirnya masuk ke darah. Jika
aqueous humor tidak dikeluarkan sama cepatnya dengan pembentukannya
(sebagai contoh, karena sumbatan pada saluran keluar), kelebihan cairan akan
tertimbun di rongga anterior dan menyebabkan peningkatan tekanan
intraokuler (“di dalam mata”). Keadaan ini dikenal sebagai glaukoma.
Kelebihan aqueous humor akan mendorong lensa ke belakang ke dalam

4
vitreous humor, yang kemudian terdorong menekan lapisan saraf dalam retina.
Penekanan ini menyebabkan kerusakan retina dan saraf optikus yang dapat
menimbulkan kebutaan jika tidak diatasi.5

c. Lensa
Jaringan ini berasal dari ektoderm permukaan yang berbentuk lensa di
dalam bola mata dan bersifat bening. Lensa di dalam bola mata terletak di
belakang iris dan terdiri dari zat tembus cahaya (transparan) berbentuk seperti
cakram yang dapat menebal dan menipis pada saat terjadinya akomodasi.1
Lensa berbentuk lempeng cakram bikonveks dan terletak di dalam bilik
mata belakang. Lensa akan dibentuk oleh sel epitel lensa yang membentuk
serat lensa di dalam kapsul lensa. Epitel lensa akan membentuk serat lensa
terus-menerus sehingga mengakibatkan memadatnya serat lensa di bagian
sentral lensa sehingga membentuk nukleus lensa. Bagian sentral lensa
merupakan serat lensa yang paling dahulu dibentuk atau serat lensa yang
tertua di dalam kapsul lensa. Di dalam lensa dapat dibedakan nukleus
embrional, fetal dan dewasa. Di bagian luar nukleus ini terdapat serat lensa
yang lebih muda dan disebut sebagai korteks lensa. Korteks yang terletak di
sebelah depan nukleus lensa disebut sebagai korteks anterior, sedangkan
dibelakangnya korteks posterior. Nukleus lensa mempunyai konsistensi lebih
keras dibanding korteks lensa yang lebih muda. Di bagian perifer kapsul lensa
terdapat zonula Zinn yang menggantungkan lensa di seluruh ekuatornya pada
badan siliar.1

d. Badan Vitreous
Badan vitreous menempati daerah mata di balakang lensa. Struktur ini
merupakan gel transparan yang terdiri atas air (lebih kurang 99%), sedikit
kolagen, dan molekul asam hialuronat yang sangat terhidrasi. Badan vitreous
mengandung sangat sedikit sel yang menyintesis kolagen dan asam
hialuronat. Peranannya mengisi ruang untuk meneruskan sinar dari lensa ke
retina. Kebeningan badan vitreous disebabkan tidak terdapatnya pembuluh

5
darah dan sel. Pada pemeriksaan tidak terdapatnya kekeruhanbadan vitreous
akan memudahkan melihat bagian retina pada pemeriksaan oftalmoskopi.1
Vitreous humor penting untuk mempertahankan bentuk bola mata yang
sferis.5

e. Panjang Bola Mata


Panjang bola mata menentukan keseimbangan dalam pembiasan.
Panjang bola mata seseorang dapat berbeda-beda. Bila terdapat kelainan
pembiasan sinar oleh karena kornea (mendatar atau cembung) atau adanya
perubahan panjang (lebih panjang atau lebih pendek) bola mata, maka sinar
normal tidak dapat terfokus pada mekula. Keadaan ini disebut sebagai
ametropia yang dapat berupa miopia, hipermetropia, atau astigmatisma.1

2.2 Kelainan Refraksi


2.2.1 Definisi
Kelainan refraksi (ammetropia) merupakan gangguan yang terjadi
dimana sinar paralel yang masuk pada mata yang tidak berakomodasi tidak
terfokus pada retina. Yang termasuk gangguan refraksi yaitu miopia,
hipermetropia, dan astigmatisma. Miopia terjadi karena cahaya yang datang
berfokus di depan retina sedang hipermetropia terjadi karena cahaya berfokus
di belakang retina. Astigmatisma terjadi jika cahaya yang masuk ke mata
tidak disokuskan pada satu titik fokus. Astigmatisma dapat terjadi karena
gangguan pada kornea, lensa, atau retina. Namun yang paling sering adalah
karena gangguan pada kornea. Gangguan refraksi yang dikatakan ringan
sampai sedang adalah miopia yang kurang dari 6.0 D, hipermetropia yang
kurang dari 3.0 D, dan astigmatisma regular yang kurang dari 3.0 D. jika
lebih dari batasan tersebut dikelompokkan sebagai gangguan refraktif berat.
1,3,6

6
2.2.2 Miopia
Miopia adalah suatu keadaan mata yang mempunyai kekuatan
pembiasan sinar yang berlebihan atau kerusakan refraksi mata sehingga sinar
sejajar yang datang dibiaskan di depan retina dimana sistem akomodasi
berkurang. Pasien dengan miopia akan menyatakan melihat lebih jelas bila
dekat sedangkan melihat jauh kabur atau pasien adalah rabun jauh. Pasien
miopia mempunyai punctum remotum (titik terjauh yang masih dilihat jelas)
yang dekat sehingga mata selalu dalam atau berkedudukan konvergensi yang
akan menimbulkan keluhan astenopia konvergensi. Bila kedudukan mata ini
menetap maka penderita akan terlihat juling ke dalam atau esotropia.1,3,6
Pada mata dengan miopia tinggi akan terdapat kelainan pada fundus
okuli seperti degenerasi makula, degenerasi retina bagian perifer,dengan
miopik kresen pada papil saraf optik. Pengobatan pasien dengan miopia
adalah dengan memberikan kaca mata sferis negative terkecil yang
memberikan ketajaman penglihatan maksimal. Bila pasien dikoreksi dengan -
3.0 memberikan tajam penglihatan 6/6, dan demikian juga bila diberi -3.25,
maka sebaiknya diberikan lensa koreksi -3.0 agar untuk memberikan istirahat
mata dengan baik sesudah dikoreksi.3,6 Miopia dapat diklasifikasikan
berdasarkan klinis, derajat, dan onset terjadi, diantaranya:3
Berdasarkan klinis miopia dibedakan menjadi miopia simpleks,
nokturnal, pseudomiopia, degeneratif, atau terinduksi. Miopia simpleks
terjadi karena gangguan pada kekuatan optik kornea atau lensa ataupun yang
lebih jarang karena panjang aksial bola mata yang berlebihan. Miopia
simpleks merupakan bentuk yang paling sering dan biasanya kurang dari 6
dioptri. Miopia nokturnal terjadi karena kurangnya cahaya sehingga mata
berakomodasi lebih kuat dan terjadi gangguan kontras untuk stimulus
akomodasi pada keadaan gelap tersebut. Pseudomiopia terjadi karena
peningkatan kemampuan refraktif akibat overstimulasi akomodasi mata atau
spasme otot siliar. Miopia degeneratif terjadi karena perubahan degeneratif
segmen posterior biasanya sering akibat sekuela retinal detachment atau
glaukoma. Miopia induksi terjadi akibat paparan obat, gula darah, atau

7
sklerosis nuklear lensa yang biasanya reversibel.1,6 Berdasarkan derajat
miopia dibagi menjadi ringan (1-3 dioptri), sedang (3-6 dioptri), atau berat
(lebih dari -6 dioptri).1 Berdasarkan onset terjadinya miopia dibedakan
menjadi kongenital (terjadi pada bayi), miopia onset muda (pada pasien <20
tahun), onset waktu dewasa muda (20-40 tahun), dan dewasa lanjut (>40
tahun).1 Untuk mengoreksi miopia digunakan lensa cekung agar sinar jatuh
tepat pada retina.

Gambar 2.2 Koreksi dengan Lensa Cekung3

Faktor risiko terjadinya miopia adalah terdapat riwayat keluarga yang


menderita miopia, terdapat miopia waktu retinoskopi nonsikloplegik pada
bayi, penurunan emetropia waktu masuk sekolah, esoforia dekat, gangguan
kurvatura kornea, aksis yang terlalu panjang, dan gangguan temporer retina
waktu anak-anak. 1,6
Etiologi yang mungkin untuk miopia simpleks adalah diturunkan dari
orang tua atau melihat dekat yang terlalu sering, untuk miopia nokturnal
karena level signifikan untuk akomodasi fokus gelap, pada pseudomiopia
karena gangguan akomodasi, eksoforia berat, atau agen agonis kolinergik.
Pada miopia degenerasi karena diturunkan, retinopati, dan gangguan cahaya
ketika melewati media okular. Pada miopia terinduksi karena katarak yang
berhubungan dengan ketuaan, kadar gula adrah yang tinggi, atau paparan
obat seperti sulfonamide. 1,6
Gejala yang banyak dikeluhkan adalah pandangan kabur. Penglihatan
untuk jauh kabur, sedangkan untuk dekat jelas. Jika derajat miopianya terlalu
tinggi, sehingga letak pungtum remotum kedua mata terlalu dekat, maka
kedua mata selalu harus melihat dalam posisi kovergensi, dan hal ini

8
mungkin menimbulkan keluhan (astenovergen). Mungkin juga posisi
konvergensi itu menetap, sehingga terjadi strabismus konvergen (estropia).
Apabila terdapat myopia pada satu mata jauh lebih tinggi dari mata yang lain
dapat terjadi ambliopia pada mata yang myopianya lebih tinggi. Mata
ambliopia akan bergulir ke temporal yang disebut strabismus divergen
(eksotropia).1
Tanda yang dijumpai pada pemeriksaan untuk miopia simpleks adalah
pada segmen anterior ditemukan bilik mata yang dalam dan pupil yang relatif
lebar. Kadang-kadang ditemukan bola mata yang agak menonjol dan pada
segmen posterior biasanya terdapat gambaran yang normal atau dapat disertai
kresen myopia (myopic cresent) yang ringan di sekitar papil saraf optik. Pada
miopia patologik dapat dijumpai gambaran pada segmen anterior serupa
dengan myopia simpleks sedang gambaran yang ditemukan pada segmen
posterior berupa kelainan-kelainan pada:
- Badan kaca : dapat ditemukan kekeruhan berupa pendarahan atau
degenarasi yang terlihat sebagai floaters, atau benda-benda yang
mengapung dalam badan kaca. Kadang-kadang ditemukan ablasi
badan kaca yang dianggap belum jelas hubungannya dengan keadaan
myopia
- Papil saraf optic: terlihat pigmentasi peripapil, kresen myopia, papil
terlihat lebih pucat yang meluas terutama ke bagian temporal. Kresen
myopia dapat ke seluruh lingkaran papil sehingga seluruh papil
dikelilingi oleh daerah koroid yang atrofi dan pigmentasi yang tidak
teratur
- Makula: berupa pigmentasi, kadang-kadang ditemukan pendarahan
subretina pada daerah makula
- Retina bagian perifer: berupa degenersi kista retina bagian perifer
- Seluruh lapisan fundus yang tersebar luas berupa penipisan koroid dan
retina. Akibat penipisan ini maka bayangan koroid tampak lebih jelas
dan disebut sebagai fundus tigroid.1,6

9
2.2.3 Hipermetropia

Hipermetropia (hiperopia) terjadi ketika cahaya difokuskan di


belakang retina, disebut juga dengan rabun dekat. Usia individu dan derajat
hiperopia menentukan sejauh mana kemampuan mata untuk mengakomodasi.
Pada hiperopia dengan derajat kecil, jarak dan penglihatan jarak dekat pada
orang yang berusia lebih muda sering kali jelas, tetapi mereka mungkin
mengalami gejala asthenopik (kelelahan) pada mata yang sering ditandai
dengan ketidaknyamanan visual atau sakit kepala. Individu dengan hiperopia
yang tidak dikoreksi dapat mengalami berbagai gejala visual, termasuk
penglihatan kabur, asthenopia, disfungsi binokular, ambliopia, dan / atau
strabismus. Pengobatan dengan menggunakan kacamata lensa cembung
(positif). 2

Mata hipermetropia lebih pendek daripada normal. Cahaya dari objek


jarak dekat (misalnya ketika membaca buku), tidak dapat terfokus secara
jelas pada retina.1

Gambar 2.3 Koreksi dengan Lensa Cembung3

2.2.4 Astigmatisma
Astigmatisma adalah keadaan dimana terjadi penglihatan yang kabur
karena sinar dari arah berbeda-beda difokuskan pada titik yang berbeda. Hal
ini disebabkan karena perbedaan kelengkungan kornea yang bervariasi.
Astigmatisma ringan dapat tanpa gejala namun astigmatisma yang berat dapat
menyebabkan penglihatan kabur, mata lelah, dan sakit kepala.6,8
Astigmatisma diklasifikasikan berdasarkan bentuk dan tipe,
berdasarkan bentuk terbagi atas astigmatisma regular dan irregular. Pada
astigmatisma regular terdapat meridian utama yang saling tegak lurus yang
10
masing-masing memiliki daya bias terkuat dan terlemah, sedangkan pada
astigmatisma irregular didapatkan titik fokus yang tidak beraturan.
Pembagian berdasarkan tipe terbagi menjadi 5, yaitu:1
1) Astigmatisma hipermetropia simplek, salah satu meridian utama
emetropia dan miridian utama lainnya hipermetropia.

11
2) Astigmatisma miopia simplek, salah satu meridian utama emetropia dan
miridian utama lainnya miopia.
3) Astigmatisma hipermetropia kompositus, kedua meridian utama
hipermetropia dengan derajat yang berbeda.
4) Astigmatisma miopia kompisitus, kedua meridian utama miopia dengan
derajat yang berbeda.
5)
Astigmatisma mikstus, satu meridian utama hipermetropia dan meridian
utama lain miopia

2.2.5 Manifestasi Klinis


Gejala utama gangguan refraksi adalah penglihatan yang kabur melihat
objek jauh, dekat, atau keduanya. Terkadang tonus musculus ciliaris yang
terlalu kuat dapat menyebabkan sakit kepala. Mata yang dipaksa untuk
melihat dapat menyebabkan terjadinya ocular surface desiccation, iritasi mata,
gatal, mata lelah, sensasi terdapat benda asing, dan kemerahan. Menyipitkan
mata ketika membaca dan sering berkedip atau menggosok mata merupakan
gejala gangguan refraksi pada anak. Penglihatan kabur harus didiagnosis
banding dengan kelainan mata lainnya. Penting untuk dibedakan apakah mata
kabur mengenai satu atau dua mata, apakah pupil normal, bagaimana afferent
pupillary defect (APD), apakah lensa koreksi atau pinhole meningkatkan
penglihatan. Penglihatan kabur monookuler dengan APD dapat diduga optic
neuritis, neuropati, atau atrophi. Penglihatan kabur binokular dengan
perbaikan jika melihat memakai lensa atau pinhole menunjukkan kelainan
refraksi.1,6

2.3 Bedah Refraksi


Pembedahan dan terapi laser bisa digunakan untuk memperbaiki miopia,
hipermetropia dan astigmata. Tetapi prosedur tersebut biasanya tidak mampu
memperbaiki penglihatan sebaik kacamata dan lensa kontak. Sebelum
menjalani prosedur tersebut, sebaiknya penderita mendiskusikannya dengan
seorang ahli mata dan mempertimbangkan keuntungan serta kerugiannya.

12
Pembedahan refraktif biasanya dijalani oleh penderita yang penglihatannya
tidak dapat dikoreksi dengan kacamata atau lensa kontak dan penderita yang
tidak dapat menggunakan kacamata atau lensa kontak.7,9
Beberapa operasi untuk memperbaiki kelainan refraksi adalah laser in
situ keratomileusis (LASIK), photorefractive keratectomy (PRK),
intracorneal ring segments (INTACS), conductive keratoplasty (CK), phakic
intraocular lenses, clear lensectomy, radial dan astigmatic keratotomy.7,9

2.3.1 Photorefractive Keratectomy (PRK)


Bedah PRK (Photoreactive Keratectomy) adalah prosedur rawat jalan
non-invasif dengan bantuan teknologi laser untuk menyembuhkan gangguan
refraktif atau masalah pembiasan mata, seperti astigmatisma, rabun jauh
(myopia) dan rabun dekat (hyperopia). Prosedur ini akan menyingkirkan sel
epithelium (lapisan bening yang berada di permukaan mata) dan memperbaiki
jaringan kornea.2,7
Bedah PRK seringkali disamakan dengan Laser In-Situ Keratomileusis
(LASIK), karena keduanya adalah prosedur pengobatan tanpa bedah untuk
menangani gangguan refraktif. Namun, kedua prosedur ini jelas berbeda
karena prosedur LASIK tidak akan menggunakan teknik ablasi pada
permukaan sel tetapi hanya akan menyisakan flap. Jika pasien memiliki gaya
hidup aktif atau pekerjaan, PRK pilihan yang lebih tepat dibandingkan
dengan LASIK karena pada PRK tidak dilakukan flap pada kornea seperti
pada LASIK dan bedah lainnya. Berikut beberapa persyaratan untuk dapat
dilakukan PRK:7
1. Usia lebih dari sama dengan 18 tahun (diatas 21 tahun lebih ideal karena
penglihatan cenderung berhenti berubah)
2. Ketajaman penglihatan tidak berubah selama 1 tahun
3. Kelainan refraktif yang termasuk kelainan yang dapat dikoreksi dengan
PRK
4. Kornea baik, dan kesehatan mata menyeluruh baik.

13
Pada operasi refraksi, pasien myopia dengan –5,00 dioptri atau lebih
dan ketebalan kornea kurang dari 500 μm bukan merupakan kandidat yang
cocok untuk operasi Laser In-Situ Keratomileusis (LASIK) disebabkan
karena inadekuat dari lapisan kornea dan risiko timbulnya haze. Ada pasien
dimana dengan LASIK mungkin dapat dilakukan, tetapi keterbatasan dalam
mendeteksi area ablasi yang kecil pada pemeriksaan pachymetry, dan sebagai
hasilnya dapat terjadi glare dan halo yang merupakan komplikasi dari LASIK.
Jika terjadinya haze setelah PRK pada pasien myopia lebih dari –5,00 dioptri
dapat dicegah dengan lensa sferis (SE), maka tidak ada kekhawatiran lagi
mengenai ketebalan kornea, area ablasi dan bahkan aberasi karena flap
setelah prosedur LASIK. Haze yang terjadi setelah PRK disebabkan karena
proses penyembuhan luka pada kornea.10
Walaupun PRK adalah prosedur singkat dan langsung mengenai sasaran,
namun tetap membutuhkan perencanaan yang meliputi evaluasi dan tes mata.
Salah satu tes yang sangat diperlukan adalah topografi kornea, yang akan
memperlihatkan gambaran kornea secara visual sehingga dokter spesialis
mata dapat menentukan langkah terbaik dalam membentuk kornea yang
sesuai dengan hasil keinginan pasien. Dokter juga akan melakukan
pemeriksaan fisik, meninjau rekam medis pasien, dan merundingkan instruksi
pra-bedah PRK, seperti melepas atau tidak lagi menggunakan lensa kontak
selama minimal tiga minggu sebelum menjalani prosedur PRK. Bedah PRK
tidak memerlukan bius total, namun pasien biasanya diberi zat penenang dan
obat tetes mata agar menjadi mati rasa.11,12
Selama prosedur berlangsung, pasien akan berbaring di meja bedah.
Mikroskop khusus akan ditempatkan di depan mata agar dokter dapat melihat
kornea dengan jelas. Kemudian, laser excimer akan digunakan untuk ablasi
permukaan mata yang terdiri dari sel epithelium. Dokter akan memperbaiki
jaringan kornea berdasarkan kelainan refraksi dan hasil yang diharapkan
pasien. Prosedur biasanya berlangsung satu jam bagi setiap mata. Setelah itu,
mata akan ditutup perban agar sel dapat segera beregenerasi dan sehat
kembali. Perban akan dibuka pada sesi perawatan pasca prosedur pertama,

14
yang akan dijadwalkan empat hari kemudian. Dibandingkan dengan LASIK,
PRK memiliki komplikasi dan resiko yang lebih kecil, karena tidak
melibatkan intervensi pada jaringan flap. Namun, rasa nyeri, tidak nyaman,
dan penglihatan kabur akan terus berlangsung selama tiga bulan. Beberapa
pasien ada yang mengeluh mengenai mata kering. Keluhan ini bisa bersifat
permanen atau hanya sementara, serta terdapat bintang-bintang atau lingkaran
cahaya (halo) dan goresan permanen pada kornea, yang membuat pandangan
menjadi kabur.11,12

2.3.2 Laser In Situ Keratomileusis (LASIK)


LASIK (Laser Insitu Keratomileusis) adalah salah satu operasi
refraksi untuk memperbaiki kelainan refraksi pada mata seperti miopia,
hipermetropia, dan astigmatisma. Lasik merupakan jenis yang paling
sering digunakan dan paling terkenal dibandingkan operasi dengan
bantuan laser lainnya, seperti PRK (photorefractive keratectomy). Jenis
ini umumnya tergolong aman dan menghasilkan penanganan yang lebih
efektif untuk jenis kelainan penglihatan yang lebih besar. Secara spesifik,
LASIK melibatkan fungsi dan kemampuan dari laser untuk merubah
bentuk kornea secara permanen. LASIK telah memperbaiki secara total
kelainan pada mata dan mengurangi ketergantungan pada kacamata dan
lensa kontak.13
LASIK meggunakan laser disebut ultraviolet excimer laser, alat ini
menggunakan panjang gelombang (λ) 193 nm dalam pembedahan lasik
sehingga energi yang di emisikan sebesar: E = hf = hc/ Dengan
frekuensi dan energi tertentu, laser digunakan untuk memindahkan sejumlah
jaringan pada kornea mata. LASIK merubah secara permanen bentuk dari
bagian sentral anterior pada kornea dengan memanfaatkan laser jenis excimer
untuk mengablate (mengikis suatu bagian dari jaringan hidup dengan
penguapan) sebagian kecil dari lapisan jaringan stroma kornea yang berada di
bagian depan mata, tepat dibawah lapisan jaringan epitelium kornea. Agar
tidak terjadi kesalahan operasi dan untuk menambah ketelitian hingga satuan

15
mikrometer, saat operasi sedang berlangsung, sistem komputer melacak
pergerakan mata pasien 60 hingga 4000 kali perdetik, tergantung dari sistem
yang digunakan, kemudian menepatkan posisi laser pada peletakan yang
presisi. Sistem modern saat ini bahkan secara otomatis langsung
memfokuskan berkas laser tepat pada posisi visual axis pada mata pasien, dan
akan berhenti dengan sendirinya apabila pergerakan mata diluar jangkauan
kemampuan sistem, dan akan lanjut dengan sendirinya apabila mata pasien
telah berada di posisi yang tepat. Banyaknya jaringan yang dipindahkan
tergantung dari tingkat kerusakan sistem refraksi mata pada miopi,
hipermetropi atau astigmatis.13
Bagian lapisan luar dari kornea atau epitelium, merupakan jaringan
yang lunak, hidup, terus memperbarui diri (regenerasi), dan dapat pulih
secara sempurna apabila terjadi iritasi atau disayat untuk keperluan operasi
mata tanpa kehilangan kejernihannya dari keadaan semula. Bagian lapisan
yang lebih dalam disebut stroma kornea, terbentuk sebelum epitelium, dan
memiliki kemampuan regenerasi jauh lebih lambat dan terbatas dibanding
lapisan epitelium. Bagian ini, merupakan bagian yang diubah pada tindakan
operasi mata dengan LASIK maupun PRK/LASEK. Apabila bagian ini
dibentuk ulang oleh tindakan diatas menggunakan laser atau mikrokeratome
(sayatan halus), maka bagian ini akan mempertahankan bentuk tersebut
tanpa terjadi perubahan bentuk semula.14 LASIK dilakukan dalam 3 langkah,
yaitu :13
1. Pembuatan Sayatan (Flap)
Sebuah ring penahan dan pembentuk kornea dipasang pada mata,
menahan posisi mata agar tidak bergerak. Prosedur ini pada beberapa
kasus menyebabkan perdarahan minor pada pembuluh darah halus pada
mata, yang akan sembuh dengan sendirinya dalam beberapa hari setelah
operasi. Setelah mata tertahan pada posisinya, maka sayatan epitellium
akan dibentuk. Proses pembuatan sayatan menggunakan mikrokeratom,
sebuah pisau bedah halus berketebalan beberapa mikrometer, atau
menggunakan femtosecond laser. Setelah sayatan terbentuk, lapisan

16
sayatan diangkat, meninggalkan lapisan dibawahnya, yaitu stroma,
lapisan tengah dari kornea.
2. Laser Remodelling
Langkah kedua ialah menggunakan excimer laser, yang memiliki
panjang gelombang sebesar 195 nm untuk merubah bentuk dari stroma
kornea. Laser menguapkan (vaporized) jaringan stroma yang ingin
dibentuk ulang (remodelling) dengan ketelitian yang amat tinggi
tanpa membahayakan jaringan lain disekitarnya. Tidak ada pemanasan
dan pembakaran, maupun pemotongan nyata yang terjadi pada stroma
yang dibentuk ulang, sehingga tidak ada rasa sakit sama sekali pada saat
operasi. Beberapa pasien hanya mengeluhkan rasa tak nyaman. Lapisan
yang diambil saat penguapan jaringan hanya beberapa mikrometer
ketebalannya. Perlakuan penguapan jaringan dalam kornea (stroma)
pada LASIK menghasilkan kecepatan dalam operasi, hasil yang
maksimal dan sedikit atau bahkan tak ada rasa sakit yang dihasilkan.
Laser excimer, terutama laser argon flourida dengan panjang gelombang
193nm, dapat menguapkan jaringan dengan sangat bersih nyaris tanpa
merusak sel–sel disekitar atau dibawah potongan. Dengan menggunakan
pulsasi multipel dan ukuran titik (penembak) yang berubah secara
progresif untuk menguapkan lapis demi lapisan kornea yang tipis,
pembentukan ulang kontur retina dengan bantuan komputer
(fotorefraktif keratectomy/PRK) dapat memperbaiki kelainan refraksi
astigmatisme dan miopia sedang dengan tepat dan tampaknya permanen.
Saat ini, manufaktur laser excimer menggunakan pelacak posisi mata
yang mengikuti gerakan mata sebanyak 4000 kali perdetik, kemudian
memusatkan gelombang laser dengan akurat pada daerah yang akan di
remodelling. Gelombang laser yang digunakan berkisar antara 1
milijoule (mJ) selama 10 sampai 20 nanodetik.
3. Reposisi Flap
Setelah laser remodelling lapisan jaringan stroma, lapisan epiltelium
yang diangkat perlahan-lahan dikembalikan ke tempatnya semula, yaitu

17
diatas lapisan stroma yang telah di bentuk ulang, kemudian dicek ulang
terdapatnya gelembung udara, debris (kotoran halus), dan memastikan
bahwa lapisan epitellium telah terpasang secara tepat. Lapisan tersebut
akan menempel dengan sendirinya, dan akan menyatu dengan lapisan
stroma (sembuh) sampai waktu panyembuhan telah usai

Gambar 2.4 Reposisi Flap13

18
BAB III
KESIMPULAN

1. Gangguan Refraksi (Ammetropia) merupakan gangguan yang terjadi dimana


sinar paralel yang masuk pada mata yang tidak berakomodasi tidak terfokus
pada retina. Yang termasuk gangguan refraksi yaitu miopia, hipermetropia,
dan astigmatisma.
2. Miopia Astigmatisme Compositus adalah salah satu jenis dari astigmatisma,
dengan karakteristik kedua meridian utamanya adalah miopia dengan derajat
yang berbeda.
3. Penatalaksanaan yang dapat dilakukan untuk mengoreksi kelainan refraksi
(MAC) adalah penggunaan kacamata, lensa kontak, bedah refraktif.
4. Bedah refraktif yang sering dijumpai adalah PRK dan LASIK, dimana
keduanya sama-sama bertujuan untuk memperbaiki gangguan refraksi pada
mata. Namun keduanya memiliki metode yang berbeda.
5. Photorefractive keratectomy (PRK) lebih banyak disukai karena memiliki
efek samping/komplikasi yang minimal jika dibandingkan dengan tindakan
LASIK.

19
DAFTAR PUSTAKA

1. Ilyas, S. Anatomi dan Fisiologi Mata. Ilmu Penyakit Mata untuk Dokter
Umum dan Mahasiswa Kedokteran. Edisi ke 3. Balai Penerbit FK UI. 2010.
2. Ilyas, S., dan Yulianti, S. R. Ilmu Penyakit Mata Edisi Kelima. Jakarta: Badan
Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2019.
3. Steven, C.S., Jan, A.V., Stephen, J.H., Keith, A.H. 2015. Wavefront-Guided
Photorefractive Keratectomy with The Use of a New Hartmann-Shack
Aberrometer in Patients with Myopia and Compound Myopic Astigmatism.
Journal of Ophtalmology: Hindawi Publishing Corporation.
4. Riordan-Eva P, White OW. Optik dan refraksi. In: Vaughan DG, Asbury T,
Riordan-Eva P, editor. Oftalmologi Umum. 14ed. Jakarta: EGC; 2000.389-
406
5. Marieb EN, Hoehn K. 2015. Human anatomy & physiology. Edisi kesepuluh.
Boston: Pearson Education, Inc.
6. Sherwood L. 2016. Human physiology from cell to systems. Edisi kesembilan.
Kanada : Cengage Learning.
7. McLeod SD, et al. Preferred Practice Patterns American Academy of
Ophthalmology. American Academy of Ophthalmology Refractive
Management [cited on 2021 Jan 1]. Available from:
http://one.aao.org/CE/PracticeGuidelines
8. Olitsky SE, Hug D, Plummer L, Stass-Isern M. Abnormalities of refraction
and accommodation. In: Kliegman RM, Behrman RE, Jenson HB, Stanton
BF, eds. Nelson Textbook of Pediatrics. 19th ed. Philadelphia, PA: Elsevier
Saunders; 2011: bab 612.
9. Astigmatism. American Optometric Association. [cited on 2021 Jan 1].
Available from: www.aoa.org
10. Bower KS, Weichel ED, Kim TJ. Overview of refractive surgery. American
Academy of Family Physician. October 2001. [cited on 2021 Jan 1].
Available from: www.aafp.org
11. Hashemi H, Fatehi F. Results of photorefractive Keratometry (PRK) for high
myopia in Noor Clinic of Tehran. The Journal of School of Medicine.
2000;58:24– 28.
20
12. Rashad KM. Laser in situ keratomileusis for myopic astigmatism. J Refract
Surg. 2009;15:653–660. [PubMed]
13. Winker Von Mohrenfels C, Reischl U, Lohmann CP. Corneal haze after
photorefractive keratectomy for myopia: role of collagen IV mRNA typing as
a predictor of haze. J Cataract Refract Surg. 2002;28:1446–1451. doi:
10.1016/S0886-3350(02)01273-7. [PubMed]
14. Reinstein, D. Z., T. J. Archer, dan M. Gobbe. 2012. The history of LASIK.
Journal of Refractive Surgery. 28(4): 291-98.
15. Binder, P.S., R. L. Lindstrom , dan R. D. Stulting. 2010. Keratoconus and
Corneal Ectasia After LASIK. Journal of Refractive Surgery . 21: 749-753

21

Anda mungkin juga menyukai