Oleh:
Pembimbing:
dr. Ibrahim, Sp.M (K)
Referat
Judul:
Astigmatisme Miopia Compositus
Oleh:
Miranda Jamaiyah
712021022
Telah dilaksanakan pada bulan November 2023 sebagai salah satu syarat dalam
mengikuti Kepaniteraan Klinik Senior di SMF Ilmu Penyakit Mata Rumah Sakit
Muhammadiyah Palembang Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah
Palembang.
ii
KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Allah SWT atas segala rahmat dan karunia-Nya sehingga
penulis dapat menyelesaikan Referat yang berjudul “Astigmatisme Miopia
Compositus” sebagai salah satu syarat untuk mengikuti Kepaniteraan Klinik
Senior di SMF Ilmu Penyakit Mata Rumah Sakit Muhammadiyah Palembang
Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Palembang.
Shalawat dan salam selalu tercurah kepada Rasulullah Muhammad SAW
beserta para keluarga, sahabat, dan pengikutnya sampai akhir zaman.
Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan rasa hormat dan terima
kasih kepada:
1. dr. Ibrahim, Sp.M(K) selaku pembimbing Kepaniteraan Klinik Senior di
SMF Ilmu Penyakit Mata Rumah Sakit Muhammadiyah Palembang
Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Palembang, yang telah
memberikan masukan, arahan, serta bimbingan dalam penyelesaian referat
ini
2. Rekan-rekan co-assistensi dan perawat atas bantuan dan kerjasamanya.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa dalam penyusunan referat ini masih
banyak terdapat kesalahan dan kekurangan. Oleh karena itu, segala saran dan
kritik yang bersifat membangun sangat kami harapkan.
Semoga Allah SWT memberikan balasan pahala atas segala amal yang
telah diberikan dan semoga referat ini dapat bermanfaat bagi semua dan
perkembangan ilmu pengetahuan kedokteran. Semoga selalu dalam lindungan
Allah SWT. Amin.
Penulis
iii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL
HALAMAN PENGESAHAN ........................................................................ ii
KATA PENGANTAR .................................................................................... iii
DAFTAR ISI ................................................................................................... iv
BAB I. PENDAHULUAN .......................................................................... 1
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA ................................................................ 2
BAB III. KESIMPULAN .............................................................................. 18
iv
BAB I
PENDAHULUAN
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Yang termasuk media refraksi antara lain kornea, pupil, lensa, dan
vitreous. Media refraksi targetnya di retina sentral (macula). Gangguan media
refraksi menyebabkan visus turun (baik mendadak aupun perlahan). Bagian
2
berpigmen pada mata: uvea bagian iris, warna yang tampak tergantung pada
pigmen melanin di lapisan anterior iris.4
Hasil pembiasan sinar pada mata ditentukan oleh media penglihatan
yang terdiri atas kornea, aqueous humor (cairan mata), lensa, badan vitreous
(badan kaca), dan panjangnya bola mata. Pada orang normal susunan
pembiasan oleh media penglihatan dan panjang bola mata sedemikian
seimbang sehingga bayangan benda setelah melalui media penglihatan
dibiaskan tepat di daerah makula lutea. Mata yang normal disebut sebagai
mata emetropia dan akan menempatkan bayangan benda tepat di retinanya
pada keadaan mata tidak melakukan akomodasi atau istirahat melihat jauh.1
a. Kornea
Kornea (Latin cornum=seperti tanduk) adalah selaput bening mata,
bagian selaput mata yang tembus cahaya. Kornea merupakan lapisan jaringan
yang menutupi bola mata sebelah depan dan terdiri atas 5 lapis, yaitu:1
1. Epitel
• Tebalnya 50 µm, terdiri atas 5 lapis selepitel tidak bertanduk yang
saling tumpang tindih; satu lapis sel basal, sel poligonal dan sel gepeng.
• Pada sel basal sering terlihat mitosis sel, dan sel muda ini terdorong ke
depan menjadi lapis sel sayap dan semakin maju ke depan menjadi sel
gepeng, sel basal berikatan erat berikatan erat dengan sel basal di
sampingnya dan sel poligonal di depannya melalui desmosom dan
makula okluden; ikatan ini menghambat pengaliran air, eliktrolit, dan
glukosa yang merupakan barrier.
• Sel basal menghasilkan membran basal yang melekat erat kepadanya.
Bila terjadi gangguan akan mengakibatkan erosi rekuren.
• Epitel berasal dari ektoderm permukaan
2. Membran Bowman1
• Terletak di bawah membran basal epitel kornea yang merupakan
kolagen yang tersusun tidak teratur seperti stroma dan berasal dari
bagian depan stroma.
• Lapisan ini tidak mempunyai daya regenerasi
3
3. Stroma1
• Terdiri atas lamel yang merupakan susunan kolagen yang sejajar
satu dengan lainnya, pada permukaan terlihat anyaman yang teratur
sadangkan dibagian perifer serat kolagen ini bercabang; terbentuknya
kembali serat kolagen memakan waktu lama yang kadang-kadang
sampai 15 bulan. Keratosit merupakan sel stroma kornea yang
merupakan fibroblas terletak di antara serat kolagen stroma. Diduga
keratosit membentuk bahan dasar dan serat kolagen dalam
perkembangan embrio atau sesudah trauma.
4. Membran Descement1
• Merupakan membran aselular dan merupakan batas belakang stroma
kornea dihasilkan sel endotel dan merupakan membran basalnya
• Bersifat sangat elastis dan berkembang terus seumur hidup,
mempunyai tebal 40 µm.
5. Endotel1
• Berasal dari mesotelium, berlapis satu,bentuk heksagonal, besar 20-40
µm. Endotel melekat pada membran descement melalui hemi
desmosom dan zonula okluden
b. Aquoeus Humor
Aqueous humor mengandung zat-zat gizi untuk kornea dan lensa,
keduanya tidak memiliki pasokan darah. Adanya pembuluh darah di kedua
struktur ini akan mengganggu lewatnya cahaya ke fotoreseptor. Aqueous
humor dibentuk dengan kecepatan 5 ml/hari oleh jaringan kapiler di dalam
korpus siliaris, turunan khusus lapisan koroid di sebelah anterior. Cairan ini
mengalir ke suatu saluran di tepi kornea dan akhirnya masuk ke darah. Jika
aqueous humor tidak dikeluarkan sama cepatnya dengan pembentukannya
(sebagai contoh, karena sumbatan pada saluran keluar), kelebihan cairan akan
tertimbun di rongga anterior dan menyebabkan peningkatan tekanan
intraokuler (“di dalam mata”). Keadaan ini dikenal sebagai glaukoma.
Kelebihan aqueous humor akan mendorong lensa ke belakang ke dalam
4
vitreous humor, yang kemudian terdorong menekan lapisan saraf dalam retina.
Penekanan ini menyebabkan kerusakan retina dan saraf optikus yang dapat
menimbulkan kebutaan jika tidak diatasi.5
c. Lensa
Jaringan ini berasal dari ektoderm permukaan yang berbentuk lensa di
dalam bola mata dan bersifat bening. Lensa di dalam bola mata terletak di
belakang iris dan terdiri dari zat tembus cahaya (transparan) berbentuk seperti
cakram yang dapat menebal dan menipis pada saat terjadinya akomodasi.1
Lensa berbentuk lempeng cakram bikonveks dan terletak di dalam bilik
mata belakang. Lensa akan dibentuk oleh sel epitel lensa yang membentuk
serat lensa di dalam kapsul lensa. Epitel lensa akan membentuk serat lensa
terus-menerus sehingga mengakibatkan memadatnya serat lensa di bagian
sentral lensa sehingga membentuk nukleus lensa. Bagian sentral lensa
merupakan serat lensa yang paling dahulu dibentuk atau serat lensa yang
tertua di dalam kapsul lensa. Di dalam lensa dapat dibedakan nukleus
embrional, fetal dan dewasa. Di bagian luar nukleus ini terdapat serat lensa
yang lebih muda dan disebut sebagai korteks lensa. Korteks yang terletak di
sebelah depan nukleus lensa disebut sebagai korteks anterior, sedangkan
dibelakangnya korteks posterior. Nukleus lensa mempunyai konsistensi lebih
keras dibanding korteks lensa yang lebih muda. Di bagian perifer kapsul lensa
terdapat zonula Zinn yang menggantungkan lensa di seluruh ekuatornya pada
badan siliar.1
d. Badan Vitreous
Badan vitreous menempati daerah mata di balakang lensa. Struktur ini
merupakan gel transparan yang terdiri atas air (lebih kurang 99%), sedikit
kolagen, dan molekul asam hialuronat yang sangat terhidrasi. Badan vitreous
mengandung sangat sedikit sel yang menyintesis kolagen dan asam
hialuronat. Peranannya mengisi ruang untuk meneruskan sinar dari lensa ke
retina. Kebeningan badan vitreous disebabkan tidak terdapatnya pembuluh
5
darah dan sel. Pada pemeriksaan tidak terdapatnya kekeruhanbadan vitreous
akan memudahkan melihat bagian retina pada pemeriksaan oftalmoskopi.1
Vitreous humor penting untuk mempertahankan bentuk bola mata yang
sferis.5
6
2.2.2 Miopia
Miopia adalah suatu keadaan mata yang mempunyai kekuatan
pembiasan sinar yang berlebihan atau kerusakan refraksi mata sehingga sinar
sejajar yang datang dibiaskan di depan retina dimana sistem akomodasi
berkurang. Pasien dengan miopia akan menyatakan melihat lebih jelas bila
dekat sedangkan melihat jauh kabur atau pasien adalah rabun jauh. Pasien
miopia mempunyai punctum remotum (titik terjauh yang masih dilihat jelas)
yang dekat sehingga mata selalu dalam atau berkedudukan konvergensi yang
akan menimbulkan keluhan astenopia konvergensi. Bila kedudukan mata ini
menetap maka penderita akan terlihat juling ke dalam atau esotropia.1,3,6
Pada mata dengan miopia tinggi akan terdapat kelainan pada fundus
okuli seperti degenerasi makula, degenerasi retina bagian perifer,dengan
miopik kresen pada papil saraf optik. Pengobatan pasien dengan miopia
adalah dengan memberikan kaca mata sferis negative terkecil yang
memberikan ketajaman penglihatan maksimal. Bila pasien dikoreksi dengan -
3.0 memberikan tajam penglihatan 6/6, dan demikian juga bila diberi -3.25,
maka sebaiknya diberikan lensa koreksi -3.0 agar untuk memberikan istirahat
mata dengan baik sesudah dikoreksi.3,6 Miopia dapat diklasifikasikan
berdasarkan klinis, derajat, dan onset terjadi, diantaranya:3
Berdasarkan klinis miopia dibedakan menjadi miopia simpleks,
nokturnal, pseudomiopia, degeneratif, atau terinduksi. Miopia simpleks
terjadi karena gangguan pada kekuatan optik kornea atau lensa ataupun yang
lebih jarang karena panjang aksial bola mata yang berlebihan. Miopia
simpleks merupakan bentuk yang paling sering dan biasanya kurang dari 6
dioptri. Miopia nokturnal terjadi karena kurangnya cahaya sehingga mata
berakomodasi lebih kuat dan terjadi gangguan kontras untuk stimulus
akomodasi pada keadaan gelap tersebut. Pseudomiopia terjadi karena
peningkatan kemampuan refraktif akibat overstimulasi akomodasi mata atau
spasme otot siliar. Miopia degeneratif terjadi karena perubahan degeneratif
segmen posterior biasanya sering akibat sekuela retinal detachment atau
glaukoma. Miopia induksi terjadi akibat paparan obat, gula darah, atau
7
sklerosis nuklear lensa yang biasanya reversibel.1,6 Berdasarkan derajat
miopia dibagi menjadi ringan (1-3 dioptri), sedang (3-6 dioptri), atau berat
(lebih dari -6 dioptri).1 Berdasarkan onset terjadinya miopia dibedakan
menjadi kongenital (terjadi pada bayi), miopia onset muda (pada pasien <20
tahun), onset waktu dewasa muda (20-40 tahun), dan dewasa lanjut (>40
tahun).1 Untuk mengoreksi miopia digunakan lensa cekung agar sinar jatuh
tepat pada retina.
8
mungkin menimbulkan keluhan (astenovergen). Mungkin juga posisi
konvergensi itu menetap, sehingga terjadi strabismus konvergen (estropia).
Apabila terdapat myopia pada satu mata jauh lebih tinggi dari mata yang lain
dapat terjadi ambliopia pada mata yang myopianya lebih tinggi. Mata
ambliopia akan bergulir ke temporal yang disebut strabismus divergen
(eksotropia).1
Tanda yang dijumpai pada pemeriksaan untuk miopia simpleks adalah
pada segmen anterior ditemukan bilik mata yang dalam dan pupil yang relatif
lebar. Kadang-kadang ditemukan bola mata yang agak menonjol dan pada
segmen posterior biasanya terdapat gambaran yang normal atau dapat disertai
kresen myopia (myopic cresent) yang ringan di sekitar papil saraf optik. Pada
miopia patologik dapat dijumpai gambaran pada segmen anterior serupa
dengan myopia simpleks sedang gambaran yang ditemukan pada segmen
posterior berupa kelainan-kelainan pada:
- Badan kaca : dapat ditemukan kekeruhan berupa pendarahan atau
degenarasi yang terlihat sebagai floaters, atau benda-benda yang
mengapung dalam badan kaca. Kadang-kadang ditemukan ablasi
badan kaca yang dianggap belum jelas hubungannya dengan keadaan
myopia
- Papil saraf optic: terlihat pigmentasi peripapil, kresen myopia, papil
terlihat lebih pucat yang meluas terutama ke bagian temporal. Kresen
myopia dapat ke seluruh lingkaran papil sehingga seluruh papil
dikelilingi oleh daerah koroid yang atrofi dan pigmentasi yang tidak
teratur
- Makula: berupa pigmentasi, kadang-kadang ditemukan pendarahan
subretina pada daerah makula
- Retina bagian perifer: berupa degenersi kista retina bagian perifer
- Seluruh lapisan fundus yang tersebar luas berupa penipisan koroid dan
retina. Akibat penipisan ini maka bayangan koroid tampak lebih jelas
dan disebut sebagai fundus tigroid.1,6
9
2.2.3 Hipermetropia
2.2.4 Astigmatisma
Astigmatisma adalah keadaan dimana terjadi penglihatan yang kabur
karena sinar dari arah berbeda-beda difokuskan pada titik yang berbeda. Hal
ini disebabkan karena perbedaan kelengkungan kornea yang bervariasi.
Astigmatisma ringan dapat tanpa gejala namun astigmatisma yang berat dapat
menyebabkan penglihatan kabur, mata lelah, dan sakit kepala.6,8
Astigmatisma diklasifikasikan berdasarkan bentuk dan tipe,
berdasarkan bentuk terbagi atas astigmatisma regular dan irregular. Pada
astigmatisma regular terdapat meridian utama yang saling tegak lurus yang
10
masing-masing memiliki daya bias terkuat dan terlemah, sedangkan pada
astigmatisma irregular didapatkan titik fokus yang tidak beraturan.
Pembagian berdasarkan tipe terbagi menjadi 5, yaitu:1
1) Astigmatisma hipermetropia simplek, salah satu meridian utama
emetropia dan miridian utama lainnya hipermetropia.
11
2) Astigmatisma miopia simplek, salah satu meridian utama emetropia dan
miridian utama lainnya miopia.
3) Astigmatisma hipermetropia kompositus, kedua meridian utama
hipermetropia dengan derajat yang berbeda.
4) Astigmatisma miopia kompisitus, kedua meridian utama miopia dengan
derajat yang berbeda.
5)
Astigmatisma mikstus, satu meridian utama hipermetropia dan meridian
utama lain miopia
12
Pembedahan refraktif biasanya dijalani oleh penderita yang penglihatannya
tidak dapat dikoreksi dengan kacamata atau lensa kontak dan penderita yang
tidak dapat menggunakan kacamata atau lensa kontak.7,9
Beberapa operasi untuk memperbaiki kelainan refraksi adalah laser in
situ keratomileusis (LASIK), photorefractive keratectomy (PRK),
intracorneal ring segments (INTACS), conductive keratoplasty (CK), phakic
intraocular lenses, clear lensectomy, radial dan astigmatic keratotomy.7,9
13
Pada operasi refraksi, pasien myopia dengan –5,00 dioptri atau lebih
dan ketebalan kornea kurang dari 500 μm bukan merupakan kandidat yang
cocok untuk operasi Laser In-Situ Keratomileusis (LASIK) disebabkan
karena inadekuat dari lapisan kornea dan risiko timbulnya haze. Ada pasien
dimana dengan LASIK mungkin dapat dilakukan, tetapi keterbatasan dalam
mendeteksi area ablasi yang kecil pada pemeriksaan pachymetry, dan sebagai
hasilnya dapat terjadi glare dan halo yang merupakan komplikasi dari LASIK.
Jika terjadinya haze setelah PRK pada pasien myopia lebih dari –5,00 dioptri
dapat dicegah dengan lensa sferis (SE), maka tidak ada kekhawatiran lagi
mengenai ketebalan kornea, area ablasi dan bahkan aberasi karena flap
setelah prosedur LASIK. Haze yang terjadi setelah PRK disebabkan karena
proses penyembuhan luka pada kornea.10
Walaupun PRK adalah prosedur singkat dan langsung mengenai sasaran,
namun tetap membutuhkan perencanaan yang meliputi evaluasi dan tes mata.
Salah satu tes yang sangat diperlukan adalah topografi kornea, yang akan
memperlihatkan gambaran kornea secara visual sehingga dokter spesialis
mata dapat menentukan langkah terbaik dalam membentuk kornea yang
sesuai dengan hasil keinginan pasien. Dokter juga akan melakukan
pemeriksaan fisik, meninjau rekam medis pasien, dan merundingkan instruksi
pra-bedah PRK, seperti melepas atau tidak lagi menggunakan lensa kontak
selama minimal tiga minggu sebelum menjalani prosedur PRK. Bedah PRK
tidak memerlukan bius total, namun pasien biasanya diberi zat penenang dan
obat tetes mata agar menjadi mati rasa.11,12
Selama prosedur berlangsung, pasien akan berbaring di meja bedah.
Mikroskop khusus akan ditempatkan di depan mata agar dokter dapat melihat
kornea dengan jelas. Kemudian, laser excimer akan digunakan untuk ablasi
permukaan mata yang terdiri dari sel epithelium. Dokter akan memperbaiki
jaringan kornea berdasarkan kelainan refraksi dan hasil yang diharapkan
pasien. Prosedur biasanya berlangsung satu jam bagi setiap mata. Setelah itu,
mata akan ditutup perban agar sel dapat segera beregenerasi dan sehat
kembali. Perban akan dibuka pada sesi perawatan pasca prosedur pertama,
14
yang akan dijadwalkan empat hari kemudian. Dibandingkan dengan LASIK,
PRK memiliki komplikasi dan resiko yang lebih kecil, karena tidak
melibatkan intervensi pada jaringan flap. Namun, rasa nyeri, tidak nyaman,
dan penglihatan kabur akan terus berlangsung selama tiga bulan. Beberapa
pasien ada yang mengeluh mengenai mata kering. Keluhan ini bisa bersifat
permanen atau hanya sementara, serta terdapat bintang-bintang atau lingkaran
cahaya (halo) dan goresan permanen pada kornea, yang membuat pandangan
menjadi kabur.11,12
15
mikrometer, saat operasi sedang berlangsung, sistem komputer melacak
pergerakan mata pasien 60 hingga 4000 kali perdetik, tergantung dari sistem
yang digunakan, kemudian menepatkan posisi laser pada peletakan yang
presisi. Sistem modern saat ini bahkan secara otomatis langsung
memfokuskan berkas laser tepat pada posisi visual axis pada mata pasien, dan
akan berhenti dengan sendirinya apabila pergerakan mata diluar jangkauan
kemampuan sistem, dan akan lanjut dengan sendirinya apabila mata pasien
telah berada di posisi yang tepat. Banyaknya jaringan yang dipindahkan
tergantung dari tingkat kerusakan sistem refraksi mata pada miopi,
hipermetropi atau astigmatis.13
Bagian lapisan luar dari kornea atau epitelium, merupakan jaringan
yang lunak, hidup, terus memperbarui diri (regenerasi), dan dapat pulih
secara sempurna apabila terjadi iritasi atau disayat untuk keperluan operasi
mata tanpa kehilangan kejernihannya dari keadaan semula. Bagian lapisan
yang lebih dalam disebut stroma kornea, terbentuk sebelum epitelium, dan
memiliki kemampuan regenerasi jauh lebih lambat dan terbatas dibanding
lapisan epitelium. Bagian ini, merupakan bagian yang diubah pada tindakan
operasi mata dengan LASIK maupun PRK/LASEK. Apabila bagian ini
dibentuk ulang oleh tindakan diatas menggunakan laser atau mikrokeratome
(sayatan halus), maka bagian ini akan mempertahankan bentuk tersebut
tanpa terjadi perubahan bentuk semula.14 LASIK dilakukan dalam 3 langkah,
yaitu :13
1. Pembuatan Sayatan (Flap)
Sebuah ring penahan dan pembentuk kornea dipasang pada mata,
menahan posisi mata agar tidak bergerak. Prosedur ini pada beberapa
kasus menyebabkan perdarahan minor pada pembuluh darah halus pada
mata, yang akan sembuh dengan sendirinya dalam beberapa hari setelah
operasi. Setelah mata tertahan pada posisinya, maka sayatan epitellium
akan dibentuk. Proses pembuatan sayatan menggunakan mikrokeratom,
sebuah pisau bedah halus berketebalan beberapa mikrometer, atau
menggunakan femtosecond laser. Setelah sayatan terbentuk, lapisan
16
sayatan diangkat, meninggalkan lapisan dibawahnya, yaitu stroma,
lapisan tengah dari kornea.
2. Laser Remodelling
Langkah kedua ialah menggunakan excimer laser, yang memiliki
panjang gelombang sebesar 195 nm untuk merubah bentuk dari stroma
kornea. Laser menguapkan (vaporized) jaringan stroma yang ingin
dibentuk ulang (remodelling) dengan ketelitian yang amat tinggi
tanpa membahayakan jaringan lain disekitarnya. Tidak ada pemanasan
dan pembakaran, maupun pemotongan nyata yang terjadi pada stroma
yang dibentuk ulang, sehingga tidak ada rasa sakit sama sekali pada saat
operasi. Beberapa pasien hanya mengeluhkan rasa tak nyaman. Lapisan
yang diambil saat penguapan jaringan hanya beberapa mikrometer
ketebalannya. Perlakuan penguapan jaringan dalam kornea (stroma)
pada LASIK menghasilkan kecepatan dalam operasi, hasil yang
maksimal dan sedikit atau bahkan tak ada rasa sakit yang dihasilkan.
Laser excimer, terutama laser argon flourida dengan panjang gelombang
193nm, dapat menguapkan jaringan dengan sangat bersih nyaris tanpa
merusak sel–sel disekitar atau dibawah potongan. Dengan menggunakan
pulsasi multipel dan ukuran titik (penembak) yang berubah secara
progresif untuk menguapkan lapis demi lapisan kornea yang tipis,
pembentukan ulang kontur retina dengan bantuan komputer
(fotorefraktif keratectomy/PRK) dapat memperbaiki kelainan refraksi
astigmatisme dan miopia sedang dengan tepat dan tampaknya permanen.
Saat ini, manufaktur laser excimer menggunakan pelacak posisi mata
yang mengikuti gerakan mata sebanyak 4000 kali perdetik, kemudian
memusatkan gelombang laser dengan akurat pada daerah yang akan di
remodelling. Gelombang laser yang digunakan berkisar antara 1
milijoule (mJ) selama 10 sampai 20 nanodetik.
3. Reposisi Flap
Setelah laser remodelling lapisan jaringan stroma, lapisan epiltelium
yang diangkat perlahan-lahan dikembalikan ke tempatnya semula, yaitu
17
diatas lapisan stroma yang telah di bentuk ulang, kemudian dicek ulang
terdapatnya gelembung udara, debris (kotoran halus), dan memastikan
bahwa lapisan epitellium telah terpasang secara tepat. Lapisan tersebut
akan menempel dengan sendirinya, dan akan menyatu dengan lapisan
stroma (sembuh) sampai waktu panyembuhan telah usai
18
BAB III
KESIMPULAN
19
DAFTAR PUSTAKA
1. Ilyas, S. Anatomi dan Fisiologi Mata. Ilmu Penyakit Mata untuk Dokter
Umum dan Mahasiswa Kedokteran. Edisi ke 3. Balai Penerbit FK UI. 2010.
2. Ilyas, S., dan Yulianti, S. R. Ilmu Penyakit Mata Edisi Kelima. Jakarta: Badan
Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2019.
3. Steven, C.S., Jan, A.V., Stephen, J.H., Keith, A.H. 2015. Wavefront-Guided
Photorefractive Keratectomy with The Use of a New Hartmann-Shack
Aberrometer in Patients with Myopia and Compound Myopic Astigmatism.
Journal of Ophtalmology: Hindawi Publishing Corporation.
4. Riordan-Eva P, White OW. Optik dan refraksi. In: Vaughan DG, Asbury T,
Riordan-Eva P, editor. Oftalmologi Umum. 14ed. Jakarta: EGC; 2000.389-
406
5. Marieb EN, Hoehn K. 2015. Human anatomy & physiology. Edisi kesepuluh.
Boston: Pearson Education, Inc.
6. Sherwood L. 2016. Human physiology from cell to systems. Edisi kesembilan.
Kanada : Cengage Learning.
7. McLeod SD, et al. Preferred Practice Patterns American Academy of
Ophthalmology. American Academy of Ophthalmology Refractive
Management [cited on 2021 Jan 1]. Available from:
http://one.aao.org/CE/PracticeGuidelines
8. Olitsky SE, Hug D, Plummer L, Stass-Isern M. Abnormalities of refraction
and accommodation. In: Kliegman RM, Behrman RE, Jenson HB, Stanton
BF, eds. Nelson Textbook of Pediatrics. 19th ed. Philadelphia, PA: Elsevier
Saunders; 2011: bab 612.
9. Astigmatism. American Optometric Association. [cited on 2021 Jan 1].
Available from: www.aoa.org
10. Bower KS, Weichel ED, Kim TJ. Overview of refractive surgery. American
Academy of Family Physician. October 2001. [cited on 2021 Jan 1].
Available from: www.aafp.org
11. Hashemi H, Fatehi F. Results of photorefractive Keratometry (PRK) for high
myopia in Noor Clinic of Tehran. The Journal of School of Medicine.
2000;58:24– 28.
20
12. Rashad KM. Laser in situ keratomileusis for myopic astigmatism. J Refract
Surg. 2009;15:653–660. [PubMed]
13. Winker Von Mohrenfels C, Reischl U, Lohmann CP. Corneal haze after
photorefractive keratectomy for myopia: role of collagen IV mRNA typing as
a predictor of haze. J Cataract Refract Surg. 2002;28:1446–1451. doi:
10.1016/S0886-3350(02)01273-7. [PubMed]
14. Reinstein, D. Z., T. J. Archer, dan M. Gobbe. 2012. The history of LASIK.
Journal of Refractive Surgery. 28(4): 291-98.
15. Binder, P.S., R. L. Lindstrom , dan R. D. Stulting. 2010. Keratoconus and
Corneal Ectasia After LASIK. Journal of Refractive Surgery . 21: 749-753
21