Anda di halaman 1dari 34

REFERAT

“MIOPIA”

Disusun oleh:
Salsabil Almas Khairana
1102015213

Pembimbing :
dr. Devi Chyntia Sari, Sp.M
dr. Ade Irawan, Sp.M

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT MATA


RUMAH SAKIT UMUM DAERAH CILEGON
PERIODE 8 FEBRUARI - 27 FEBRUARI 2021

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS YARSI


KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum wa Rahmatullahii wa Barakatuuh


Salam sejahtera bagi kita semua
Puji dan syukur senantiasa penulis ucapkan kehadirat Tuhan yang Maha Esa
yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya kepada penulis sehingga referat
dengan judul “Miopia” yang disusun dalam rangka memenuhi persyaratan
kepaniteraan klinik bagian Mata di RSUD Kota Cilegon ini dapat diselesaikan.
Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-
besarnya kepada :
1. dr. Devi Cynthia Sari, Sp.M dan dr. Ade Irawan Sp. M selaku dokter
pembimbing dalam kepaniteraan klinik bagian Mata ini.
2. Staff dan Paramedik yang bertugas di poli dan kamar operasi RSUD Kota
Cilegon yang telah membantu penulis dalam kegiatan klinik sehari-hari.
Penulis sadar masih banyaknya kekurangan dari referat ini. Maka dari itu,
penulis menerima kritik serta saran yang bersifat membangun sehingga referat ini
dapat lebih baik lagi. Semoga referat ini dapat bermanfaat dan menambah
pengetahuan dalam bidang Mata khususnya dan bidang kedokteran yang lain pada
umumnya. Aamiin Ya Rabbal Alamin.

Cilegon, Februari 2021

Penulis

1
BAB 1
PENDAHULUAN

Miopia atau rabun jauh merupakan suatu bentuk kelainan refraksi dimana
sinar-sinar sejajar akan dibiaskan pada suatu titik di depan retina pada mata tanpa
akomodasi. Prevalensi penderita miopia di asia mencapai 70 – 90 %, dan angka
rata-ratanya meningkat di seluruh kelompok etnik. Kemudian, penelitian yang
pernah dilakukan di Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia menunjukkan,
dari 300 anak-anak sekolah di perkotaan, 15% di antaranya mengalami kelainan
refraksi.1
Miopia dapat disebabkan karena panjang bola mata anteroposterior terlalu
besar atau karena kekuatan pembiasan media refraksi yang terlalu kuat. Penyebab
utamanya adalah genetik, namun faktor lingkungan juga dapat mempengaruhi
seperti kekurangan gizi dan vitamin, membaca serta bekerja dengan jarak terlalu
dekat dan waktu lama.1
Pada penderita miopia, akan mengatakan melihat lebih jelas bila dekat
bahkan terlalu dekat, sedangkan melihat jauh kabur. Kadang kepala terasa terasa
sakit atau mata terasa lelah, misalnya saat berolah raga atau mengemudi.1,2
Pengobatan yang dapat diberikan pada pasien miopia adalah koreksi
kacamata dengan menggunakan lensa sferis konkaf (negative) yang memberikan
ketajaman penglihatan maksimal. Lensa sferis negatif ini dapat mengoreksi
bayangan pada miopia dengan cara memindahkan bayangan mundur tepat ke
retina.1,2

Maksud dari penulisan ini adalah untuk lebih memahami dan mengerti
tentang miopia agar para penderita miopia dapat melakukan aktifitas sehari-hari
dengan maksimal.

2
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

A. Anatomi Refraksi Mata

Gambar 1. Anatomi Mata


Hasil pembiasan sinar pada mata ditentukan oleh media penglihatan yang
terdiri atas kornea, aqueous humor (cairan mata), lensa, vitreous humor (badan
kaca), dan panjang bola mata. Pada orang normal susunan pembiasan oleh
media penglihatan dan panjang bola mata sedemikian seimbang sehingga
bayangan benda setelah melalui media penglihatan dibiaskan tepat di daerah
makula lutea.1
 Kornea
Kornea (Latin cornum = seperti tanduk) adalah selaput bening mata,
bagian selaput mata yang tembus cahaya. Kornea merupakan lapisan jaringan
yang menutupi bola mata sebelah depan dan terdiri atas 5 lapis, yaitu:
1. Epitel
 Tebalnya 50 Mikrometer, terdiri atas 5 lapisan sel epitel tidak
bertanduk yang saling tumpang tindih; satu lapisan sel basal, sel
poligonal dan sel gepeng

3
 Pada sel basal sering terlihat mitosis sel, dan sel muda ini terdorong ke
depan menadi lapis sel sayap dan semakin maju ke depan menjadi sel
gepeng, sel basal berikatan erat dengan sel basal di sampingnya dan sel
poligonal di depannya melalui desmosom dan makula okluden; ikatan
ini menghambat pengaliran air, elektrolit, dan glukosa yang merupakan
barrier.
 Sel basal menghasilkan membran basal yang melekat erat kepadanya.
Bila terjadi gangguan akan mengakibatkan erosi rekuren.
 Epitel berasal dari ektoderm permukaan
2. Membran Bowman
 Terletak di bawah membran basal epitel kornea yang merupakan
kolagen yang tersusun tidak teratur seperti stroma dan berasal dari
bagian depan stroma
 Lapisan ini tidak mempunyai daya regenerasi
3. Stroma
 Menyusun 90% ketebalan kornea
 Terdiri atas lamel yang merupakan susunan kolagen yang sejajar satu
dengan lainnya, pada permukaan terlihat anyaman yang teratur sedang
di bagian perifer serat kolagen ini bercabang; terbentuknya kembali
serat memakan waktu lama yang kadang-kadang sampai 15 bulan.
Keratosit merupakan sel stroma kornea yang merupakan fibroblas
terletak antara serat kolagen stroma. Diduga keratosit membentuk
bahan dasar dan serat kolagen dalam perkembangan embrio atau
sesudah trauma
4. Membran Descemet
 Merupakan membran asellular dan merupakan batas belakang stroma
kornea dihasilkan sel endotel dan merupakan membran basalnya
 Bersifat sangat elastik dan berkembang terus seumur hidup,
mempunyait tebal 40 mikrometer

4
5. Endotel
 Berasal dari mesotelium, berlapis satu, bentuk heksagonal, besar 20-40
mikrometer. Endotel melekat pada membran descement melalui
hemidesmosom dan zonula okluden.
Trauma atau penyakit yang merusak endotel akan mengakibatkan sistem
pompa endotel terganggu sehingga dekompensasi endotel dan terjadi edema
kornea, endoel tidak mempunyai daya regenerasi. Pembiasan sinar terkuat
dilakukan oleh kornea, dimana 40 dioptri dari 50 dioptri pembiasan sinar,
masuk kornea.

Gambar 2. Anatomi Kornea

 Aqueous Humor (Cairan Mata)


Aqueous Humor mengandung zat-zat gizi untuk kornea dan lensa,
keduanya tidak memiliki pasokan darah. Adanya pembuluh darah di kedua
struktur ini akan menganggu lewatnya cahaya fotoreseptor. Aqueous humor
dibentuk dengan kecepatan 5 ml/hari oleh jaringan kapiler di dalam korpus
siliaris, turunan khusus lapisan koroid di sebelah anterior. Cairan ini mengalir
ke suatu saluran di tepi kornea dan akhirnya masuk ke darah. Jika aqueous
humor tidak dikeluarkan sama cepatnya dengan pembentukannya (sebagai
contoh, karena sumbatan pada saluran keluar), kelebihan cairan akan
tertimbun di rongga anterior dan menyebabkan peningkatan tekanan
intraokuler dimana keadaan ini dikenal sebagai galukoma. Kelebihan aqueous

5
humor akan mendorong lensa ke belakang, ke dalam vitreous humor, yang
kemudian terdorong menekan lapisan saraf dalam retina. Penekanan ini
menyebabkan kerusakan retina dan saraf optikus yang dapat menimbulkan
kebutaan jika tidak diatasi.2
 Lensa
Jaringan ini berasal dari ektoderm permukaan yang berbentuk lensa di
dalam mata dan bersifat bening. Lensa di dalam bola mata terletak di belakang
iris yang terdiri dari zat tembus cahaya berbentuk seperti cakram yang dapat
menebal dan menipis pada saat terjadinya akomodasi.
Lensa berbentuk lempeng cakram bikonveks dan terletak di dalam bilik
mata belakang. Lensa akan dibentuk oleh sel epitel lensa yang membentuk
serat lensa di dalam kapsul lensa. Epitel lensa akan membentuk serat lensa
terus-menerus sehingga mengakibatkan memadatnya serat lensa di bagian
sentral lensa sehingga membentuk nukleus lensa. Bagian sentral lensa
merupakan serat lensa tertua di dalam kapsul lensa. Di dalam lensa dapat
dibedakan nukleus embrional fetal, dan dewasa. Di bagian luar nukleus ini
terdapat serat lensa yang lebih muda dan disebut sebagai korteks lensa.
Korteks yang terletak di sebelah depan nukleus lensa disebut sebagai korteks
anterior, sedang dibelakangnya korteks posterior. Nukleus lensa mempunyai
konsistensi lebih keras dibanding korteks lensa yang lebih muda. Di bagian
perifer kapsul lensa terdapat zonula zinn yang menggantukan lensa diseluruh
ekuatronya pada badan siliar.
Secara fisiologik lensa mempunyai sifat tertentu, yaitu:
 Kenyal atau lentur karena memegang peranan terpenting dalam
akomodasi untuk menjadi cembung
 Jernih atau transparan karena diperlukan sebagai media penglihatan
 Terletak di tempatnya
Keadaan patologik lensa ini dapat berupa:
 Tidak kenyal pada orang dewasa yang akan mengakibatkan presbiopia
 Keruh atau yang disebut katarak

6
 Tidak berada di tempat atau subluksasi dan dislokasi

Gambar 3. Anatomi Lensa

 Vitreous Humor (Badan Kaca)


Vitreous humor merupakan suatu jaringan seperti kaca bening yang
terletak antara lensa dengan retina. Badan kaca bersifat semi cair di dalam
bola mata. Mengandung air sebanyak 90% sehingga tidak dapat lagi menyerap
air. Sesungguhnya fungsi vitreous humor sama dengan fungsi aqueous humor,
yaitu mempertahankan bola mata agar tetap bulat. Peranannya mengisi ruang
untuk meneruskan sinar dari lensa ke retina. Vitreous humor melekat pada
bagian tertentu jaringan bola mata. Perlekatan itu terdapat pada bagian yang
disebut ora serata, pars plana dan papil saraf optik. Kebeningan vitreous
humor disebabkan tidak terdapatnya pembuluh darah dan sel.
 Panjang Bola Mata
Panjang bola mata menentukan keseimbangan dalam pembiasan. Panjang
bola mata seseorang dapat berbeda-beda. Bila terdapat kelainan pembiasan
sinar oleh karena kornea (mendatar atau cembung) atau adanya perubahan
panjang (lebih panjang atau lebih pendek) bola mata, maka sinar normal tidak
dapat terfokus pada makula. Keadaan ini disebut sebagai ametropia yang dapat
berupa miopia, hipermetropia, atau astigmatisma. Panjang bola mata yaitu
diukur dari permukaan anterior kornea dengan retina sensoris, dan dinyatakan
dalam satuan mm. Mempunyai nilai normal yaitu 22-24,5 mm.3

B. Fisiologi Refraksi Cahaya


Sinar/cahaya adalah suatu bentuk radiasi elektromagnetik yang terdiri dari

7
paket-paket energi mirip partikel yang dinamai foton yang berjalan dalam
bentuk gelombang. Jarak antara dua puncak gelombang dikenal sebagai
panjang gelombang. Panjang gelombang dalam spektrum elektromagnetik
berkisar dari 10-14 m hingga 104 m. Foto reseptor di mata hanya peka terhadap
panjang gelombang antara 400 dan 700 nanometer. Karena itu cahaya tampak
hanyalah sebagian kecil dari spektrum elektromagnetik total. Gelombang
cahaya mengalami divergensi (memancar keluar) ke semua arah dari setiap
sumber cahaya. Gerakan maju suatu gelombang cahaya dalam arah tertentu
dikenal sebagai berkas cahaya. Berkas cahaya divergen yang mencapai mata
harus dibelokkan ke dalam agar dapat difokuskan kembali ke suatu titik (titik
fokus) di retina peka cahaya agar diperoleh bayangan akurat sumber cahaya
(Gbr 4).2

Gambar 4. Pemfokusan Berkas Sinar Divergen

Sinar berjalan lebih cepat melalui udara daripada melalui media transparan
misalnya air dan kaca. Arah berkas berubah jika cahaya tersebut mengenai
permukaan medium baru dalam sudut yang tidak tegak lurus. Berbeloknya
berkas sinar dikenal sebagai refraksi (pembiasan). Pada permukaan lengkung
seperi lensa, semakin besar kelengkungan, semakin besar derajat pembelokan
dan semakin kuat lensa. Ketika suatu berkas mengenai permukaan lengkung
suatu benda dengan densitas lebih besar, maka arah refraksi bergantung pada
sudut kelengkungannya. Permukaan konveks (cembung) menyebabkan
konvergensi berkas sinar, membawa berkas-berkas tersebut lebih dekat satu
sama lain (Gambar 5). Karena konvergensi penting untuk membawa suatu
bayangan ke titik fokus, maka permukaan refraktif mata berbentuk konveks.

8
Permukaan konkaf (cekung) membuyarkan berkas sinar (divergensi) (Gbr 6).

Gambar 5. Lensa dengan permukaan konveks Gambar 6. Lensa dengan permukaan konkaf

Fungsi utama mata adalah memfokuskan berkas cahaya dari lingkungan ke


sel batang dan sel kerucut, sel fotoreseptor retina. Fotoreseptor kemudian
mengubah energi cahaya menjadi sinyal listrik untuk ditransmisikan ke SSP.
Bagian saraf dari retina terdiri dari tiga lapisan sel peka rangangan: (1)
Lapisan paling luar (dekat dengan koroid) mengandung sel batang dan sel
kerucut, yang ujung-ujung peka cahayanya menghadap ke koroid, (2) lapisan
tengah, mengandung sel bipolar, (3) lapisan dalam, mengandung sel ganglion.
Akson-akson sel ganglion menyatu untuk membentuk saraf optik, yang keluar
dari retina tidak tepat dari bagian tengah. Titik di retina tempat saraf optik
keluar dan pembuluh darah berjalan disebut diskus optikus. Bagian ini sering
disebut sebagai blind spot (bintik buta) (Gambar 1); tidak ada bayangan yang
dapat dideteksi di bagian ini karena tidak adanya sel kerucut dan sel batang.
Sinar harus melewati lapisan ganglion dan bipolar sebelum mencapai
fotoreseptor di semua bagian retina kecuali di fovea. Di fovea, yaitu cekungan
yang terletak tepat ditengah retina, lapisan sel ganglion dan bipolar tersisih ke
tepi sehingga cahaya langsung mengenai fotoreseptor. Gambaran ini, disertai
oleh kenyataan bahwa hanya sel kerucut (dengan ketajaman atau kemampuan
diskriminatif yang lebih besar daripada sel batang) ditemukan pada bagian ini,
menyebakan fovea menjadi titik dengan penglihatan yang paling jelas. Pada
kenyataan, fovea memiliki konsentrasi sel kerucut tertinggi di retina. Daerah
tepat di sekitar fovea, makula lutea juga memiliki konsentrasi sel kerucut yang
tinggi dan ketajaman lumayan. Namun, ketajaman makula lebih rendah

9
daripada fovea, karena adanya lapisan sel ganglion dan bipolar di atas makula.

C. Akomodasi
Pada keadaan normal cahaya tidak berhingga akan terfokus pada retina,
demikian pula bila benda jauh didekatkan, maka dengan adanya daya
akomodasi benda dapat difokuskan pada retina atau makula lutea. Dengan
berakomodasi, maka benda pada jarak yang berbeda-beda akan terfokus pada
retina. Akomodasi adalah kemampuan lensa untuk mencembung yang terjadi
akibat kontraksi otot siliar. Otot soliris adalah suatu cincin melingkar otot
polos yang melekat ke lensa melalui ligamentum suspensorium.
Ketika otot siliaris melemas, ligamentum suspensorium menegang, dan
ligamentum ini menarik lensa menjadi bentuk gepeng dan kurang refraktif.
Sewaktu otot ini berkontraksi, kelilingnya berkurang sehingga tegangan pada
ligamentum suspensorium berkurang. Ketika tarikan ligamentum
suspensorium pada lensa berkurang, lensa menjadi lebih bulat karena
elastisitas inherennya. Meningkatnya kelengkungan karena lensa menjadi
lebih bulat akan meningkatkan kekukatan lensa dan lebih membelokkan
berkas sinar. Pada mata normal, otot siliaris melemas dan lensa menggepeng
untuk melihat jauh, tetapi otot ini berkontraksi agar lensa menjadi lebih
konveks dan lebih kuat untuk melihat dekat. Otot siliaris dikontrol oleh sistem
saraf otonom, dengan stimulasi simpatis menyebabkan relaksasi dan stimulasi
parasimpatis menyebabkannya berkontraksi. Kekuatan akomodasi akan
meningkat sesuai dengan kebutuhan, makin dekat benda makin kuat harus
berakomodasi (mencembung).1,2
Mata akan berakomodasi bila bayangan benda difokuskan di belakang
retina. Bila sinar jauh tidak difokuskan pada retina seperti pada mata dengan
kelainan refraksi hipermetropia maka mata tersebut akan berakomodasi terus-
menerus walaupun letak bendanya jauh, dan pada keadaan ini diperlukan
fungsi akomodasi yang baik. Dengan bertambahnya usia, maka akan
berkurang pula daya akomodasi akibat berkurangnya elastisitas lensa sehingga

10
lensa akan sukar mencembung. Keadaan berkurangnya daya akomodasi pada
usia lanjut disebut presbiopi.
Gangguan penglihatan yang umum dijumpai adalah berpengelihatan dekat
(miopia) dan berpenglihatan jauh (hiperopia). Pada mata normal (emetropia)
sumber cahaya difokuskan di retina tanpa akomodasi, sementara dengan
akomodasi kekuatan lensa ditingkatkan untuk membaca sumber cahaya dekat
ke fokus (Gambar 7). Pada miopia, bola mata terlalu panjang atau lensa terlalu
kuat, maka sumber cahaya dekat dibawa ke fokus di retina tanpa akomodasi
(meskipun akomodasi dalam keadaan normal digunakan untuk melihat benda
dekat), sementara sumber cahaya jauh terfokus di depan retina dan tampak
kabur (Gambar 8). Karena itu, orang dengan miopia memiki penglihatan dekat
yang baik daripada penglihatan jauh, suatu keadaan yang dapat diperbaiki
dengan lensa konkaf. Pada hiperopia, bola mata terlalu pendek atau lensa
terlalu lemah. Benda jauh difokuskan di retina hanya dengan akomodasi,
sedangkan benda dekat terfokus dibelakang retina bahkan dengan akomodasi,
dan karenanya, tampak kabur (Gambar 9). Karena itu orang dengan hiperopia
memiliki penglihatan jauh lebih baik daripada penglihatan dekat, suatu
keadaan yang dapat dikoreksi dengan lensa konveks.

Gambar 7. Mata normal (Emetropia)

11
Gambar 8. Mata berpenglihatan dekat (Miopia)

Gambar 9. Mata berpenglihatan jauh (Hiperopia)

D. Tajam Penglihatan atau Visus

Gambar 10. Snellen Chart

12
Visus adalah perbandingan jarak seorang terhadap huruf optotip Snellen
yang masih bisa ia lihat jelas dengan jarak seharusnya yang bisa dilihat mata
normal. Baik buruknya visus ditentukan oleh alat optik, sel-sel reseptor cahaya
di retina, lintasan visual, dan pusat penglihatan serta pusat kesadaran. Fakta
emperis menunjukan bahwa mata kita bisa melihat sesuatu pada jarak tertentu;
jari bisa dilihat jelas hingga jarak 60 meter, lambaian tangan hingga 300
meter, cahaya jauh tak terhingga.1
Pemeriksaan tajam penglihatan merupakan pemeriksaan fungsi mata.
Gangguan penglihatan memerlukan pemeriksaan untuk mengetahui sebab
kelainan mata yang mengakibatkan turunnya tajam penglihatan. Penglihatan
dapat dibagi menjadi penglihatan sentral dan perifer. Ketajaman penglihatan
sentral diukur dengan memperlihatkan objek dalam berbagai ukuran yang
diletakkan pada jarak standart mata, misalnya kartu Snellen. Sedangkan
penglihatan perifer yaitu kemampuan menangkap adanya benda, gerakan, atau
warna objek diluar garis langsung penglihatan.
Biasanya pemeriksaan tajam penglihatan dapat dilakukan dengan kartu
Snellen dan bila penglihatan kurang maka tajam penglihatan diukur dengan
menentukan kemampuan melihat jumlah jari (hitung jari) ataupun proyeksi
sinar. Kartu Snellen ditentukan dengan melihat kemampuan mata membaca
huruf-huruf berbagai ukuran pada jarak baku untuk kartu. Hasilnya dinyatakan
dengan angka pecahan seperti 20/20 untuk penglihatan normal. Pada keadaan
ini mata dapat melihat huruf pada jarak 20 kaki yang seharusnya dapat dilihat
pada jarak tersebut.
Pemeriksaan tajam pengihatan dilakukan pada mata tanpa atau dengan
kaca mata. Setiap mata diperiksa terpisah. Biasakan memeriksa tajam
penglihatan kanan terlebih dahulu kemudian kiri dan sebaiknya dilakukan
pada jarak 5 atau 6 meter, karena pada jarak ini mata akan melihat benda
dalam keadaan beristirahat atau tanpa akomodasi.
Dengan kartu Snellen dapat ditentukan tajam penglihatan atau kemampuan
seseorang, seperti:

13
 Bila tajam penglihatan 6/6 maka berarti ia dapat melihat huruf pada jarak 6
meter, yang oleh orang normal huruf tersebut dapat dilihat pada jarak 6
meter
 Bila pasien hanya dapat membaca pada huruf baris yang menunjukan
angka 30, berarti tajam penglihatan pasien adalah 6/30
 Bila tajam penglihatan adalah 6/60 berarti ia hanya dapat terlihat pada
jarak 6 meter yang oleh orang normal huruf tersebut dapat dilihat pada
jarak 60 meter
 Bila pasien tidak dapat mengenal huruf terbesar pada kartu Snellen maka
dilakukan uji hitung jari. Jari dapat dilihat terpisah oleh orang normal pada
jarak 60 meter
 Bila pasien hanya dapat melihat atau menentukan jumlah jari yang
diperlihatkan pada jarak 3 meter, maka dinyatakan tajam penglihatannya
3/60, dengan pengujian ini tajam penglihatan hanya dapat dinilai sampai
1/60 yang berarti hanya dapat menghitung jari pada jarak 1 meter
 Orang normal dapat melihat lambaian tangan pada jarak 300 meter. Bila
mata hanya dapat melihat lambangan tangan pada jarak 1 meter, berarti
tajam penglihatannya adalah 1/300
 Kadang-kadang mata hanya dapat mengenal adanya sinar saja dan tidak
dapat melihat lambaian tangan. Keadaaan ini disebut sebagai tajam
penglihatan 1/~, sedangkan orang normal dapat meihat adanya sinar pada
jarak tak berhingga
 Bila penglihatan sama sekali tidak mengenal adanya sinar maka dikatakan
penglihatannya adalah 0 (nol) atau buta total
Bila seseorang diragukan apakah penglihatannya berkurang akibat
kelainan refraksi yang disebabkan oleh banyaknya berkas sinar tak terfokus
yang masuk ke pupil dan mencapai retina sehingga mengakibatkan
terbentuknya bayangan yang tidak terfokus tajam, maka dilakukan uji pinhole
yang bertujuan untuk mencegah sebagian besar berkas tak terfokus yang
memasuki mata. Hanya sejumlah kecil berkas sejajar-sentral yang bisa

14
mencapai retina sehingga dihasilkan bayangan yang lebih tajam. Bila dengan
uji pinhole penglihatan lebih baik, maka berarti ada kelainan refraksi yang
masih dapat dikoreksi dengan kacamata. Bila penglihatan berkurang dengan
diletakkannya pinhole di depan mata berarti ada kelainan organik atau
kekeruhan media penglihatan yang mengakibatkan penglihatan menurun.
E. PEMERIKSAAN VISUS
1. Pemeriksaan Refraksi
Pemeriksaan refraksi terdiri dari 2 yaitu refraksi subyektif dan refraksi
obyektif. Refraksi subyektif tergantung respon pasien untuk mendapatkan
koreksi refraksi yang memberikan tajam penglihatan terbaik.
2. Optotipi Snellen
Visus adalah jarak kemampuan melihat atau ketajaman penglihatan
seseorang, yang dinilai sebelum dan sesudah koreksi dengan cara menilai
kemampuan melihat optotipi atau menghitung jari atau gerakan tangan.
 Jarak pemeriksaan sebaiknya adalah 6 meter
 Tajam peglihatan diperiksa satu persatu, mata kanan lebih dahulu kemudian
mata kiri
pembilang
 Tajam penglihatan dinyatakan dengan: penyebut

 Visus 6/6 pada jarak 6m dapat melihat huruf yang seharusnya terlihat pada
jarak 6m
 Visus 6/10 - pada jarak 6m hanya dapat melihat huruf yang seharusnya dapat
dilihat pada jarak 10m.
 Hitung jari digunakan bila visus kurang dari 6/60, pada orang normal jari
dapat dilihat terpisah jarak 60m
 Visus 1/60 - hanya dapat menghitung jari pada jarak l meter.
 Bila tidak dapat melihat jari pada jarak l m, maka dilakukan dengan cara uji
lambaian tangan.
 Visus 1/300 - hanya dapat melihat lambaian tangan pada jarak l m.

15
 Bila lambaian tangan juga tidak terlihat, dilakukan penilaian dengan pen light
pada mata pasien (light perception). Pada orang normal dapat melihat adanya
sinar pada jarak tak terhingga.
 Visus l/∞ - hanya dapat melihat gelap dan terang saja.
 Bila pasien tidak dapat mengenali adanya sinar, maka dikatakan penglihatanya
adalah 0 (nol) atau buta total.
Refraksi obyektif dilakukan dengan retinoskopi. Mayoritas retinoskopi
menggunakan sistem proyeksi streak yang dikembangkan oleh Copeland.
Retinoskopi dilakukan saat akomodasi pasien relaksasi dan pasien disuruh
melihat ke suatu benda pada jarak tertentu yang diperkirakan tidak
membutuhkan daya akomodasi.
Idealnya, pemeriksaan kelainan refraksi dilakukan saat akomodasi mata
pasien istirahat. Pemeriksaan mata sebaiknya dimulai pada anak sebelum usia
5 tahun. Pada usia 20 – 50 tahun dan mata tidak memperlihatkan kelainan,
maka pemeriksaan mata perlu dilakukan setiap 1 – 2 tahun. Setelah usia 50
tahun, pemeriksaan mata dilakukan setiap tahun.

3. Pemeriksaan Tajam Penglihatan Dekat


Pemeriksaan ini dapat dilakukan apabila seorang pasien mempunyai
keluhan penglihatan dekat terutama saat membaca. Untuk dapat melakukan
pemeriksaan dekat harus dilakukan pemeriksaan dan koreksi penglihatan jauh.
Seorang pasien yang memerlukan lensa kacamata untuk membaca, pasien
tersebut juga harus menggunakan lensa kacamata kacamata penglihatan jauh
disaat melakukan pemeriksaan jarak dekat. Pemeriksaan ini memberikan
gambaran bahwa pasien memiliki presbiopia murni. 3
Pemeriksaan dilakukan dengan cara pasien memegang kartu yang
disediakan untuk tes pada jarak yang ditentukan, sebagai contoh : Rosenbaum
pocket vision screener. Jarak yang digunakan biasanya 14 inch atau 35 cm.
Pemeriksa menutup salah satu mata pasien, kemudian mata yang lainnya

16
membaca karakter yang tersedia di kartu. Kemudian dilakukan lagi untuk mata
yang belum diperiksa.
Ukuran huruf dan jarak tes yang dilakukan sangat bervariasi. Untuk
menghindari kesalahpahaman, keduanya harus dicata dengan baik ; contoh : J5
pada 14 in, J3 pada 40 cm. Di mana J disebut Jaeger. Pemeriksaan tersebut
dianggap benar ketika tes dapat dilakukan pada jarak yang telah ditentukan,
pada umumnya jarak yaitu 33 cm. apabila pemeriksaan standar dengan kartu
ini tidak tersedia, dapat dipakai bahan lain seperti buku telefon atau koran.
Setiap ukuran dan jarak harus selalu dicatat.
Pada umumnya, penambahan sferis positis disesuaikan dengan umur
pasien yang bertambah sferis +0,25 setiap 2 tahun.
 40 tahun : S+1,00  50 tahun : S+2,00

 42 tahun : S+1,25  52 tahun : S+2,25


 55 tahun : S+2,50
 45 tahun : S+1,50
 57 tahun : S+2,75
 47 tahun : S+1,75
 60 tahun ke atas : S+3,00

4. Penurunan Tajam Penglihatan dan Disabilitas Penglihatan


Penurunan tajam penglihatan menggambarkan suatu kondisi mata individu
yang bersangkutan. Dua individu berbeda dengan penurunan tajam
penglihatan yang diukur dengan kartu Snellen dapat memberikan tingkat
kerusakan fungsional yang sangat berbeda. 3
Kriteria kelainan tajam penglihatan berdasarkan ICD 10:
 Moderate Visual Impairment
Tajam penglihatan terbaik setelah koreksi adlah kurang dari 20/60 sampai
20/160.
 Severe Visual Impairment
Tajam penglihatan terbaik setelah koreksi hanya mencapai visus kurang
dari 20/160 sampai 20/400 atau diameter lapang pandang adalah 20o atau
kurang.

17
 Profound Visual Impairment
Tajam penglihatan terbaik setelah koreksi hanya mencapai visus kurang
dari 20/400 samapi 20/1000, atau diameter lapang pandang adalah 10o
atau kurang.
 Near-total Vision Loss
Tajam penglihatan terbaik setelah dikoreksi hanya mencapai visus 20/1250
atau kurang.
 Total Blindness No light perception.

F. KELAINAN REFRAKSI
Kelainan refraksi adalah keadaan bayangan tegas tidak dibentuk pada
retina. Secara umum, terjadi ketidakseimbangan sistem penglihatan pada mata
sehingga menghasilkan bayangan yang kabur. Sinar tidak dibiaskan tepat pada
retina, tetapi dapat di depan atau di belakang retina dan tidak terletak pada
satu titik fokus. Kelainan refraksi dapat diakibatkan terjadinya kelainan
kelengkungan kornea dan lensa, perubahan indeks bias, dan kelainan panjang
sumbu bola mata.
Pada emetropia, daya bias mata adalah normal, di mana sinar jauh
difokuskan sempurna di makula lutea tanpa bantuan akomodasi. Bila sinar
sejajar tidak difokuskan pada makula lutea disebut ametropia. Mata emetropia
akan mempunyai penglihatan normal atau 6/6 atau 100%..1
Ametropia adalah suatu keadaan mata dengan kelainan refraksi sehingga
pada mata yang dalam keadaan istirahat memberikan fokus yang tidak terletak
pada retina. Ametropia dapat ditemukan dalam bentuk kelainan miopia (rabun
jauh), hipermetropia (rabun dekat), dan astigmat.1
Panjang bola mata seseorang berbeda-beda. Bila terdapat kelainan
pembiasan sinar oleh kornea (mendatar atau mencembung) atau adanya
perubahan panjang (lebih panjang atau lebih pendek) bola mata maka sinar
normal tidak akan terfokus pada makula. Keadaan ini disebut ametropia

18
(anomali refraksi) yang dapat berupa miopia, hipermetropia, atau
1
astigmatisme.

G. MIOPIA
1. Definisi
Miopia adalah salah satu bentuk kelainan refraksi dimana sinar yang
datang sejajar dari jarak yang tak berhingga difokuskan di depan retina saat
mata tidak berakomodasi. Pasien dengan myopia akan menyatakan melihat
lebih jelas bila dekat sedangkan melihat jauh kabur atau pasien adalah rabun
jauh. Pasien miopia mempunyai pungtum remotum (titik terjauh yang masih
dilihat jelas) yang dekat sehingga mata selalu dalam atau berkedudukan
konvergensi yang akan menimbulkan keluhan astenopia konvergensi. Bila
kedudukan mata ini menetap maka penderita akan terlihat juling ke dalam atau
esotropia.
Pada mata dengan miopia tinggi akan terdapat kelainan pada fundus okuli
seperti degenerasi makula, degenerasi retina bagian perifer,dengan myopik
kresen pada papil saraf optik. Pengobatan pasien dengan miopia adalah
dengan memberikan kaca mata sferis negative terkecil yang memberikan
ketajaman penglihatan maksimal. Bila pasien dikoreksi dengan -3.0
memberikan tajam penglihatan 6/6, dan demikian juga bila diberi -3.25, maka
sebaiknya diberikan lensa koreksi -3.0 agar untuk memberikan istirahat mata
dengan baik sesudah dikoreksi.1
Pada miopia tinggi sebaiknya koreksi dengan sedikit kurang atau under
correction. Lensa kontak dapat dipergunakan pada penderita myopia. Pada
saat ini myopia dapat dikoreksi dengan tindakan bedah refraksi pada kornea
atau lensa. Penyulit yang dapat timbul pada pasien dengan miopia adalah
terjadinya ablasi retina dan juling. Juling esotropia atau juling ke dalam
biasanya mengakibatkan mata berkonvergensi terus-menerus. Bila terdapat
juling ke luar mungkin fungsi satu mata telah berkurang atau terdapat
ambliopia.1

19
Gambar 11. Miopia

2. Klasifikasi
2.1 Klasifikasi Berdasarkan Etiologi
1. Miopia aksial
Miopia tipe ini disebabkan oleh diameter anteroposterior bola mata
yang bertambah panjang. Komponen refraktif lainnya berada dalam batas
normal.4
2. Miopia refraksional
Miopia ini disebabkan kelainan pada komponen-komponen refraktif
pada mata. Menurut Borish, miopia refraktif dapat disubklasifikasikan
menjadi :
a. Curvature myopia
Terdapat peningkatan pada satu atau lebih kelengkungan permukaan
refraktif mata, terutama kornea
b. Index myopia
Terjadi perbedaan indeks refraksi dari satu atau lebih media okuler.
3. Miopia posisional
Terjadi akibat posisi lensa yang anterior.
Myopia akibat akomodasi yang berlebihan
2.2 Klasifikasi Berdasarkan Onset
1. Juvenile-Onset Myopia (JOM)
JOM didefinisikan sebagai miopia dengan onset antara 7-16 tahun yang
disebabkan terutama oleh karena pertumbuhan sumbu aksial dari bola mata
yang fisiologis. Esophoria, astigmatisma, prematuritas, riwayat keluarga dan

20
kerja berlebihan yang menggunakan penglihatan dekat merupakan faktor-
faktor risiko yang dilaporkan oleh berbagai penelitian. Pada wanita,
peningkatan prevalensi miopia terbesar terjadi pada usia 9-10 tahun,
sementara pada laki-laki terjadi pada usia 11-12 tahun. Semakin dini onset
dari miopia, semakin besar progresi dari miopianya. Miopia yang mulai
terjadi pada usia 16 tahun biasanya lebih ringan dan lebih jarang ditemukan.
Progresi dari miopia biasanya berhenti pada usia remaja ( ♂pada usia 16
tahun, ♀ pada usia 15 tahun).
2. Adult-Onset Myopia (AOM)
AOM dimulai pada usia 20 tahun. Miopia yang terjadi pada usia 20
sampai 40 tahun disebut sebagai early adult onset myopia, sedangkan
myopia yang terjadi setelah usia 40 tahun disebut late adult onset myopia.
Kerja mata yang berlebihan pada penglihatan dekat merupakan faktor risiko
dari perkembangan miopia.

2.3 Klasifikasi Miopia Berdasarkan Derajat


Berdasarkan derajat beratnya, miopia dapat diklasifikasikan menjadi:
 Miopia ringan < -3,00 D
 Miopia sedang -3,00 s/d -6,00 D
 Miopia berat -6,00 s/d -9,00 D
 Miopia sangat berat >-9,00 D

2.4 Klasifikasi Miopia Berdasarkan Gambaran Klinis


1. Miopia Kongenital
Miopia yang sudah terjadi sejak lahir, namun biasanya didiagnosa saat
usia 2-3 tahun, kebanyakan unilateral dan bermanifestasi anisometropia.
Jarang terjadi bilateral.4
Miopia kongenital sering berhubungan dengan kelainan congenital lain
seperti katarak congenital, mikrophtalmus, aniridia, megalokornea. Miopia
kongenital sangat perlu dikoreksi lebih awal.

21
2. Miopia simplek
Jenis miopia ini paling banyak terjadi, jenis ini berkaitan dengan
gangguan fisiologi, tidak berhubungan dengan penyakit mata lainnya.
Miopia ini meningkat 2 % pada usia 5 tahun sampai 14 % pada usia 15
tahun. Kerena banyak ditemukan pada anak usia sekolah maka disebut juga
dengan ”School Myopia”.
Etiologi
Suatu variasi biologi normal dari perkembangan mata, yang mana bisa
berhubungan maupun tidak berhubungan dengan genetik.
a. Tipe axial
Variasi fisiologis dari perkembangan bola mata atau dapat berhubungan
dengan neurologi prekok pada masa anak-anak.
b. Tipe kurvatural
Terjadi karena variasi perkembangan bola mata. Hal ini dikarenakan
kebiasaan diet pada masa anak-anak ada dilaporkan tanpa kesimpulan yang
belum terbukti.
c. Genetik
Genetik berperan dalam variasi biologis pada pertumbuhan bola mata,
dengan faktor resiko;
 Jika kedua orang tua miopi prevalensi terjadinya miopi pada anaknya
sekitar 20 %
 Jika salah satu dari orang tua menderita miopi maka prevalensi anaknya
menderita miopi sekitar 10%.
 Jika salah satu orang tua tidak ada menderita miopi,prevalensi miopi
pada anak sekitar 5 %.
d. Teori bekerja dengan penglihatan yang sangat dekat.
Teori ini mengatakan bahwa, miopi dapat terjadi karena kebiasaan kerja
dengan pandangan yang sangat dekat, namun pada kenyataannya teori ini
belum terbukti secara pasti.

22
Gejala Klinis
Gejala subjektif :
 Penglihatan jauh kabur merupakan gejala utama.
 Gejala astenopia pada pasien miopi derajat ringan
 Anak sering menyipitkan mata,merupakan hal yang sering dikeluhkan
oleh orang tua.
Gejala objektif :
 Bola mata yang besar dan menonjol.
 Kamera okuli anterior lebih dalam dari normal.
 Pupil yang lebih lebar
 Fundus normal, namun miopia kresen temporal bisa terlihat tetapi
jarang.
 Biasanya terjadi saat usia 5 – 10 tahun dan meningkat sampai usia 18-20
tahun. Dengan rata rata – 0.5 ± 0.3 per tahun.
3. Miopia patologis/ degenerative
Miopia yang terjadi karena kelainan pada bagian mata lain seperti
adanya pendarahan pada badan kaca, pigmentasi pada retina dan peripapil.
Miopia patologis sudah terjadi saat usia 5 – 10 tahun, yang berefek saat usia
dewasa muda yang mana hal ini berhubungan dengan perubahan degeneratif
pada mata.
Miopia patologis suatu hasil dari pertumbuhan yang cepat dari panjang
axial bola mata. Untuk menerangkan terjadinya kelainan aksial bola mata
banyak teori yang dikemukakan, namun belum ada hipotesis memuaskan
yang bisa menerangkan terjadinya patologi itu. Namun demikian patologi ini
berhubungan dengan herediter dan pertumbuhan bola mata.
4. Herediter
Sekarang telah dipastikan bahwa genetik merupakan faktor mayor
sebagai etiologi kelainan ini. Progresif miopia yang bersifat familial, banyak
terjadi pada bangsa Cina, Arab dan Jepang. Namun jarang ditemukan pada

23
bangsa Afrika dan Sudan. Ini menunjukkan hubungan herediter yang
mempengaruhi pertumbuhan retina dalam perkembangan miopi.
5. Proses Pertumbuhan secara umum
Proses pertumbuhan ini merupakan faktor minor pada perkembangan
miopia, Perpanjangan dari segmen posterior bola mata terjadi hanya
sepanjamg masa pertumbuhan aktif dan diperkirakan berhenti saat
pertumbuhan aktif berhenti. Disini ada beberapa faktor seperti nutrisi,
defisiensi, gangguan hormon, dan penyakit yang terjadi saat pertumbuhan
aktif sehingga mempengaruhi perkembangan miopia.

Gambar 12. Pemanjangan bola mata

Gejala Klinis
Gejala subjektif :
 Kabur bila melihat jauh, penurunan visus umumnya lebih parah
dibanding dengan miopi simplek.
 Keluhan lain seperti melihat sesuatu berwarna hitam melayang pada
penglihatannya, hal ini berhubungan dengan degenerasi vitreus.
 Rabun pada malam hari dapat dikeluhkan pada penderita dengan miopi
tinggi.
Gejala objektif :
 Gambaran pada segmen anterior serupa dengan myopia simpleks

24
 Gambaran yang ditemukan pada segmen posterior berupa kelainan-
kelainan pada
o Badan kaca : dapat ditemukan kekeruhan berupa pendarahan atau
degenarasi yang terlihat sebagai floaters, atau benda-benda yang
mengapung dalam badan kaca. Kadang-kadang ditemukan ablasi badan
kaca yang dianggap belum jelas hubungannya dengan keadaan myopia
o Papil saraf optic : terlihat pigmentasi peripapil, kresen myopia, papil
terlihat lebih pucat yang meluas terutama ke bagian temporal. Kresen
myopia dapat ke seluruh lingkaran papil sehingga seluruh papil
dikelilingi oleh daerah koroid yang atrofi dan pigmentasi yang tidak
teratur.

Gambar 13. Gambaran fundus pada miopia

 Degenerasi pada retina dan koroid yang terjadi pada miopi tinggi. Ditandai
dengan plak berwarna keputihan pada makula dengan sedikit pigmen yang
mengelilinginya. Foster fuchs spot dapat terlihat di makula.

Gambar 14. Gambaran fundus pada miopia

25
 Seluruh lapisan fundus yang tersebar luas berupa penipisan koroid dan
retina. Akibat penipisan ini maka bayangan koroid tampak lebih jelas
dan disebut sebagai fundus tigroid.1

3. Komplikasi
Beberapa kelainan yang dapat timbul pada miopi anatar lain seperti
strabismus divergens, ablasio retina, perdarahan badan kaca, dan
perdarahan koroid.
Komplikasi dari miopia patologi, yakni miopia tinggi yang terkait
dengan perubahan patologi terutama di segmen posterior mata.
Tingginya derajat miopia ini disebabkan peningkatan panjang aksial
bola mata:6
a. Stafiloma Posterior
Merupakan penonjolan dari dinding mata bagian posterior. Hal ini
diduga karena pada kasus miopia tinggi terdapat elongasi axis yang
berkonsekuensi terjadinya penarikan pada dinding posterior.
1. Dome-shaped Macula
Dikarakteristikan dengan penonjolan ke arah anterior pada makula.

Gambar 15. Dome-shaped makula


2. Retinal Atrophy
Merupakan suatu kondisi dimana koroid dan retina mengalami
kerusakan. Elemen-elemen retina mengalami proses peregangan dan
menurunnya suplai darah, arteri vena retina tampak lebih lurus, retina
akan mengalami penipisan. Atrofi retina yang kemudian akan menjadi
skotoma yaitu defek lapang pandang.

26
3. Penipisan koroid dan sklera
Adanya konvergensi yang berlebihan, akomodasi yang terus menerus
dan kontraksi muskulus orbikularis okuli akan mengakibatkan tekanan
intra okuler meningkat yang selanjutnya menimbulkan peregangan
sklera. Selain itu pada akomodasi dimana terjadi kontraksi muskulus
ciliaris akan menarik koroid, sehingga menyebabkan atropi.
4. Perubahan Pada Area Makula
Terdapat penipisan pada retina, kehilangan selsel rods dan sel-sel cones
serta area makula lebih datar. Terjadi degenerasi kistik serta atrofi.
Perubahan yang sering terjadi pada area makula adalah bintik Fuchs,
bintik ini merupakan degenerasi terlokalisir, terkait dengan pertumbuhan
jaringan neovaskular koroid menjadi ruang epitel pigmen subretina dan
proliferasi epithelium pigmen retina pada jaringan. Pemunculan bintik
biasanya terkait dengan pendarahan dari jaringan neovaskuler.
Gambaran oftalmoskopis bintik Fuchs Koroid bervariasi. Pada tahap
awal (sebelum perdarahan), tampak gambaran sebagai bintik gelap,
bulat atau oval dan elevated, batas tegas, dikelilingi retina yang tampak
normal. Warnanya bisa tampak abu-abu, hijau keabu-abuan atau merah
keabu-abuan, tergantung keberadaan jaringan lain. Ukurannya bisa lebih
kecil atau lebih besar dari discus opticus. stroma koroid dan
menurunnya sirkulasi pembuluh Perubahan lain pada makula adalah
macular holes. Ini disebabkan oleh efek traksi dari vitreoretinal.5

4. Penatalaksanaan
a. Nonfarmakologi:
Contoh: Kaca mata dan lensa kontak
Penanganan miopia dapat berupa koreksi dengan lensa sferis
negatif terkecil. Untuk miopia ringan-sedang, diberikan koreksi penuh
yang harus dipakai terus menerus baik untuk penglihatan jauh maupun
dekat. Namun, untuk kasus-kasus orang dewasa dengan derajat

27
presbiobi yang kurang lebih sama dengan miopianya, dapat
menggunakan lensa khusus untuk presbiopi, atau saat membaca dapat
melepaskan kaca mata lensa sferis negatifnya.7
Pada miopia tinggi, mungkin untuk penglihatan jauh diberikan
pengurangan sedikit dari koreksi penuh (2/3 dari koreksi penuh) untuk
mengurangi efek prisma dari lensa yang tebal. Untuk penderita >40
tahun, harus dipikirkan derajat presbiopianya, sehingga diberikan
kacamata dengan koreksi penuh untuk jauh, untuk dekatnya dikurangi
dengan derajat presbiopianya.6,7,8
Selain mengoreksi dengan lensa sferis negatif, terdapat beberapa hal
yang penting diperhatikan untuk menjaga kesehatan mata. Diusahakan
cukup tidur, pekerjaan dekat dikurangi, banyak bekerja di luar, jangan
membaca terus menerus, penggunaan alat-alat elektronik harus dibatasi.
Kemudian, kacamata harus selalu dipakai, penerangan lampu yang baik
terutama saat membaca, dari atas dan belakang, membaca dalam posisi
kepala tegak jangan membungkuk. 9
Terdapat beberapa pilihan operasi yang saat ini digunakan sebagai terapi
dari miopia antara lain, incisional corneal surgery (RK), ablative
corneal surgery (PRK, LASIK, LASEK, Intra-LASIK), keratoplasty
(FTK, LTK, CK). Pemilihan tekhnik operasi dapat membuat penderita
miopia untuk tidak menggunakan kacamata maupun lensa kontak.
Namun, dilakukan operasi bukan berarti menghambat progresifitas
miopia sehingga sangat mungkin dilakukan operasi hingga dua kali.
Tatalaksana pada miopia patologi juga dapat dilakukan koreksi dengan
kacamata maupun lensa kontak. Pada miopia patologi, tindakan operatif
kornea tidak disarankan, misal tindakan LASIK, namun implantasi IOL
merupakan tindakan bedah yang disarankan. Tindakan lain, dapat
dilakukan vitrectomy, macular scleral buckling, laser fotocoagulation
dan edukasi terhdap pasien.10

28
Gambar 16. Koreksi pada Mata Miopia
Kacamata, kontak lensa, dan operasi refraksi adalah beberapa pilihan
untuk mengobati gejala-gejala visual pada pada penderita miopia. Dalam ilmu
keratologi kontak lensa yang digunakan adalah kontak lensa yang keras atau
kaku untuk pemerataan kornea yang berfungsi untuk mengurangi miopia.

b. Terapi Pembedahan
1. Radial Keratotomy
Untuk membuat insisi radial yang dalam pada pinggir kornea dan
ditinggalkan 4 mm sebagai zona optik. Pada penyembuhan insisi ini terjadi
pendataran dari permukaan kornea sentral sehingga menurunkan kekuatan
refraksi. Prosedur ini sangat bagus untuk miopi derajat ringan dan sedang.
Kelemahan
Kornea menjadi lemah, bisa terjadi ruptur bola mata jika terjadi trauma
setelah RK, terutama bagi penderita yang berisiko terjadi trauma tumpul,
seperti atlet, tentara. Bisa terjadi astigmat irreguler karena penyembuhan
luka yang tidak sempurna,namun jarang terjadi. Pasien Post RK juga dapat
merasa silau saat malam hari.

29
Gambar 17. Radial keratotomy
2. Photorefractive Keratectomy (PRK)
Pada teknik ini zona optik sentral pada stroma kornea anterior
difotoablasi dengan menggunakan laser excimer (193 nm sinar UV) yang
bisa menyebabkan sentral kornea menjadi flat. Sama seperti RK, PRK bagus
untuk miopi -2 sampai -6 dioptri.4
Kelemahan
 Penyembuhan postoperatif yang lambat
 Keterlambatan penyembuhan epitel menyebabkan keterlambatan
pulihnya penglihatan dan pasien merasa nyeri dan tidak nyaman selama
beberapa minggu.
 Dapat terjadi sisa kornea yang keruh yang mengganggu penglihatan
 PRK lebih mahal dibanding RK

Gambar 18. Photorefractive keratotomy


3. Laser in-situ Keratomileusis (LASIK)4
Pada teknik ini, pertama sebuah flap setebal 130-160 mikron dari
kornea anterior diangkat. Setelah Flap diangkat, jaringan midstroma secara

30
langsung diablasi dengan tembakan sinar excimer laser , akhirnya kornea
menjadi flat. Sekarang teknik ini digunakan pada kelainan miopi yang lebih
dari - 12 dioptri.
Kriteria pasien untuk LASIK
 Umur lebih dari 20 tahun.
 Memiliki refraksi yang stabil,minimal 1 tahun.
 Motivasi pasien
 Tidak ada kelainan kornea dan ketebalan kornea yang tipis merupakan
kontraindikasi absolut LASIK.

Gambar 19. LASIK

Keuntungan LASIK
 Minimimal atau tidak ada rasa nyeri post operatif
 Kembalinya penglihatan lebih cepat dibanding PRK.
 Tidak ada resiko perforasi saat operassi dan ruptur bola mata karena
trauma setelah operasi,
 Tidak ada gejala sisa kabur karena penyembuhan epitel.
 Baik untuk koreksi miopi yang lebih dari -12 dioptri.
Kekurangan LASIK
 LASIK jauh lebih mahal
 Membutuhkan skill operasi para ahli mata.
 Dapat terjadi komplikasi yang berhubungan dengan flap, seperti flap
putus saat operasi, dislokasi flap postoperatif, astigmat irreguler.

31
BAB 3
KESIMPULAN

Pada miopia, dalam keadaan tanpa akomodasi, sinar sejajar yang datang
dari jarak tak terhingga akan difokuskan di depan retina, sehingga pada retina
didapatkan lingkaran difus dan bayangan kabur. Prevelensi miopia baik di dunia
maupun di Indonesia sangat tinggi dan diprediksikan bahwa pada tahun 2050,
prevelansi miopia dapat mencapai 49,8% dengan prevelansi miopia tinggi 9,8%.
Terdapat beberapa teori yang menjadi etiopatogenesis miopia antara lain
teori aksial yang menyatakan bahwa status refraksi tergantung pada sumbu bola
mata yang lebih panjang. Kemudian, teori genetik, teori kurvatura, terdapat juga
miopia patologis yang ditandai dengan miopia tinggi yang terkait dengan
perubahan patologi terutama di segmen posterior mata. Pada miopia patologi,
dapat terjadi komplikasi-komplikasi yang mengancam penglihatan, antara lain
perubahan pada area makula, atrofi retina, dan penipisan koroid-sklera.
Orang dengan miopia umumnya penglihatan buram ketika melihat jauh.
Tatalaksana pada miopia dapat dilakukan koreksi dengan lensa sferis negatif (-).
Penting juga dilakukan pemeliharaan mata seperti mengurangi penggunaan alat-
alat elektronik, mengurangi durasi membaca, dan membaca di tempat terang.

32
DAFTAR PUSTAKA

1. Ilyas S.Ilmu Penyakit Mata. Edisi ke – 3. Balai Penerbit FKUI. Jakarta.


2009. Hal 72-82.
2. Ilyas S. Ikhtisar Ilmu Penyakit Mata. Balai Penerbit FKUI. Jakarta. 2009.
Hal 319 – 330.
3. Artini W, Hutauruk JA, Yudisianil. Pemeriksaan Dasar Mata. Balai Penerbit
FKUI. Jakarta. 2011. Hal 34 -36.
4. Khurana AK. Comprehensive Ophtalmology. Edisi ke – 4. New Age
International. New Delhi. Hal 19 – 39.
5. Langston, D.P; Manual of Ocular Diagnosis and Therapy; 5th Edition;
Lippincott Wlliams & Wilkins; Philadelphia; p 344-346.
6. Yasushi I. Overview of the complications of high myopia. The journal of
retinal and vitreous disease. 2017;37:2347-2350.
7. Vaughan, Asbury. Oftalmologi umum. anatomi & embriologi mata:
Glaukoma. Edisi ke-17. Jakarta: EGC; 2015. hal.1-228.
8. Dunaway, D dan lan Berger. Worldwide Distribution Of Visual Refractive
Errors And What To Expect At A Particular Location, Presentation to the
International Society for Geographic and Epidemiologic Ophthalmology.
[online]. www. Infocusonline.org. [20 Februari 2021].
9. Liesegang TJ. Skuta GL. Cantor LB. Optic of the Human Eye In Clinical
Optic. Chapter 3. American Academy of Ophthalmology. San Fransisco.
2014: pp.116 – 117.
10. Damian C, Zepita. Myopia: incidence, pathogenesis, management and new
possibilities of treatment. Russian Ophthalmological Journal. 2014; 1:96–
101.

33

Anda mungkin juga menyukai