Anda di halaman 1dari 26

Referat

Kelainan Refraksi

Pembimbing :
dr. Santi Wuriyani, Sp.M

Disusun oleh :
Yosua Fernanda (112020034)

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT MATA


PERIODE 19 APRIL –22 MEI 2021
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA
RS PANTI WILASA Dr.Cipto (PWDC)

1
BAB I
PENDAHULUAN

Kelainan refraksi atau ametropia merupakan suatu kondisi defek optis yang
mengganggu proses terbentuknya sebuah focus di retina oleh berkas-berkas cahaya yang
masuk ke mata, kelainan ini terbagi menjadi myopia, hyperopia atau hypermetropia dan
astigma.1 Kelainan refraksi yang tidak terkoreksi merupakan penyebab tersering dari
gangguan pengelihatan.2
Menurut WHO penyebab gangguan pengelihatan terbanyak diseluruh dunia adalah gangguan
refraksi yang tidak terkoreksi (42%), diikuti oleh katarak (33%) dan glaucoma (2%). Sebesar
18% tidak dapat ditentukan dan 1% adalah gangguan pengelihatan sejak masa kanak-kanak.
Data dari Vision 2020, suatu program Kerjasama antara international Agency for the
Prevention of Blindness (IAPB) dan WHO, menyatakan bahwa pada tahun 2006 diperkirakan
153 juta penduduk dunia mengalami gangguan visus akibat kelainan refraksi yang tidak
terkoreksi dengan kacamata. Lensa kontak atau dengan Tindakan bedah. Dari 153 juta orang
tersebut, sedikitnya 13 juta diantaranya adalah anak-anak usia 5-15 tahun dimana prevalensi
tertinggi terjadi di Asia Tenggara.2
Di Indonesia prevalensi kelainan refraksi menempati urutan pertama pada penyakit
mata. Kelainan refraksi mata merupakan gangguan mata yang sering terjadi pada seseorang.
Gangguan ini terjadi ketika mata tidak dapat melihat/focus dengan jelas pada satu area
terbuka sehingga pandangan menjadi kabur dan untuk kasus yang parah, gangguan ini dapat
menjadikan visual impairment (melemahnya pengelihatan). Kelainan refraksi yang umum
terjadi antara lain myopia (rabun jauh), hypermetropia (rabun dekat) dan astigmatisme. Selain
itu, gangguan presbiopia kadang juga dimasukkan ke dalam golongan kelainan refraksi.3

Keadaan kelainan refraksi yang tidak ditangani secara sungguh-sungguh akan terus
berdampak negatif pada perkembangan kecerdasan anak dan proses pembelajarannya yang
selanjutnya juga mempengaruhi mutu, kreativitas dan produktivitas angkatan kerja. Hal ini
akan mempengaruhi kualitas kehidupan masyarakat, dalam rangka mewujudkan manusia
Indonesia yang cerdas, produktif, maju, mandiri, dan sejahtera lahir batin karena kesehatan
indera penglihatan ini merupakan syarat penting untuk meningkatkan kualitas sumber daya
manusia. Maka dari itu, pencegahan dan pemeriksaan mata rutin sangat penting dilakukan
untuk deteksi dini kelainan refraksi. Kelainan refraksi ini dapat dikoreksi dengan
menggunakan kacamata, lensa kontak, maupun dengan cara operasi.
BAB II

DAFTAR PUSTAKA

Media Refraksi
Hasil pembiasan sinar pada mata dipengaruhi oleh media penglihatan yang terdiri atas
kornea, aqueous humor (cairan mata), lensa, badan vitreous (badan kaca), dan panjangnya
bola mata. Pada orang normal, susunan pembiasan oleh media penglihatan dan panjang bola
mata sedemikian seimbang sehingga bayangan benda setelah melalui media penglihatan
dibiaskan tepat di daerah makula lutea. Mata yang normal disebut sebagai mata
emetropia dan akan menempatkan bayangan benda tepat di retinanya pada keadaan mata
tidak melakukan akomodasi atau istirahat melihat jauh.4,5
Ametropia adalah suatu keadaan mata dengan kelainan refraksi sehingga pada mata
yang dalam keadaan istirahat memberikan fokus yang tidak terletak pada retina. Ametropia
dapat ditemukan dalam bentuk kelainan refaksi seperti, miopia (rabun jauh), hipermetropia
(rabun dekat), dan astigmat. Hasil pembiasan sinar pada mata ditentukan oleh media
penglihatan yang terdiri atas kornea, cairan mata, lensa, benda kaca, dan panjangnya bola
mata.4
Dikenal beberapa titik di dalam bidang refraksi seperti Pungtum Proksimum
merupakan titik terdekat dimana seseorang masih dapat melihat dengan jelas, sedangkan
Pungtum Remotum adalah titik terjauh dimana seseorang masih dapat melihat dengan jelas,
titik ini merupakan titik dalam ruang yang berhubungan dengan retina atau foveola bila mata
istirahat.4,5

Anatomi Media Refraksi1,4,5

Mata memiliki seperangkat komponen optik yang mampu membiaskan sinar yang
melaluinya. Komponen optik tersebut adalah sistem lensa, terdiri atas kornea, Aqueous
humour pada anterior chamber, lensa, dan vitreous humour pada posterior chamber.
Pembiasan sistem lensa bersifat konvergen menuju ke retina. Konvergensi pembiasan sistem
lensa menjamin tajam pengihatan (visus) normal manusia. Hasil pembiasan sinar pada mata
ditentukan oleh media refraksi yang terdiri atas kornea, aquous humour, lensa, badan kaca,
dan panjangnya bola mata.
Gambar 2.1 Anatomi Refraksi4
Kornea
Kornea adalah jaringan transparan serta avascular di bagian tengahnya, dan merupakan
organ refraksi kuat yang membelokkan sinar masuk ke dalam mata, dengan indeks refraksi
1.376 serta jari-jari kelengkungan 7,8 mm. Karena terletak paling depan, kornea memiliki
kekuatan dioptric terbesar yaitu 42.25 D, yang merupakan 74% dari seluruh kekuatan dioptri
bola mata.
Secara makroskopis, area di pinggir kornea dapat dikenali sebagai limbus, yang
merupakan daerah peralihan dari sklera ke kornea. Struktur limbus terdiri dari lapisan sel
punca pluripotent yang berperan pada regenerasi epitel kornea. Pada limbus terdapat arteri
sirkulus limbus, pembuluh darah yang tumbuh secara radier, yang berperan memberikan
nutrisi pada kornea bagian perifer. Inflasmasi pada kornea dan struktur mata di dalamnya
ditandai dengan pelebaran pembuluh darah ini.
Kornea terdiri dari beberapa lapis jaringan yang menutup bola mata bagian depan yaitu
epitel, membran bowman, stroma, membran descement dan endotel.1
Lapisan-lapisan kornea adalah sebagai berikut :
a. Epitel
Tebalnya 50 µm, terdiri atas 5 lapis sel epitel tidak bertanduk yang saling tumpang
tindih; satu lapis sel basal, sel poligonal dan sel gepeng. Pada sel basal sering terlihat mitosis
sel dan sel muda ini terdorong ke depan menjadi lapis sel sayap dan semakin maju ke depan
menjadi sel gepeng, sel basal berikatan erat dengan sel basal di sampingnya dan sel poligonal
di depannya melalui desmosom dan makula ikluden; ikatan ini menghambat pengaliran air,
elektrolit dan glukosa yang merupakan barrier. Sel basal menghasilkan membran basal yang
melekat erat kepadanya. Bila terjadi gangguan akan mengakibatkan erosi rekuren. Epitel
berasal dari ektoderm permukaan.
b. Membran Bowman
stroma dan berasal dari bagian depan stroma. Lapis ini tidak mempunyai daya
regenerasi Membran Bowman merupakan lapisan jernih aseluler yang merupakan bagian
stroma yang berubah, terletak di bawah membran basal epitel kornea yang merupakan
kolagen yang tersusun tidak teratur seperti.

c. Stroma
Stroma kornea menyusun sekitar 90% ketebalan kornea. Terdiri atas jaringan lamela
serat kolagen yang sejajar satu dengan lainnya, pada permukaan terlihat anyaman yang teratur
sedang di bagian perifer serat kolagen yang bercabang; terbentuknya kembali serat kolagen
memakan waktu lama yang kadang-kadang sampai 15 bulan. Lamela terletak di dalam suatu
zat dasar proteoglikan terhidrasi bersama dengan keratosit yang menghasilkan kolagen dan
zat dasar. Keratosit merupakan sel stroma kornea yan merupakan fibroblas terletak di antara
serat kolagen stroma. Diduga keratosit membentuk bahan dasar dan serat kolagen dalam
perkembangan embrio atau sesudah trauma.

d. Membran Descement
Merupakan suatu membran aselular dan merupakan batas belakang stroma kornea
dihasilkan sel endotel dan merupakan membran basalnya. Bersifat sangat elastik dan
berkembang terus seumur hidup, mempunyai tebal 40 µm.

e. Endotel
Berasal dari mesotelium, berlapis satu, bentuk heksagonal besar 20-40µm. endotel-
endotel pada membran descement melalui hemidesmosom dan zonula okluden. Berperan
dalam mempertahankan deturgesensi stroma korrnea. Reparasi endotel terjadi hanya dalam
wujud pembesaran dan pergeseran sel-sel, dengan sedikit pembelahan sel. Kegagalan fungsi
endotel akan mengakibatkan edema kornea.
Kornea berfungsi sebagai membran pelindung dan ‘jendela‟ yang dilalui oleh berkas
cahaya saat menuju retina. sifat tembus cahaya kornea disebabkan oleh strukturnya yang
uniform, avaskular, dan deturgesens. Deturgesens, atau keadaan dehidrasi relatif jaringan
kornea dipertahankan oleh pompa bikarbonat aktif pada endotel dan oleh fungsi sawar epitel
dan endotel. Endotel lebih penting daripada epitel dalam hal mekanisme dehidrasi, dan
kerusakan pada endotel jauh lebih serius dibandingkan epitel. Kerusakan endotel akan
mengakibatkan edema kornea dan kehilangan sifat transparannya, yang cenderung bertahan
lama karena terbatasnya potensi regenerasi endotel.

Aquous Humour
Sudut bilik mata depan terletak pada pertautan antara kornea perifer dan pangkal iris.
Ciri-ciri anatomis utama sudut ini adalah garis Schwalbe, anyaman trabekula dan taji sklera.
Sudut bilik mata depan atau camera oculi anterior bagian anteriornya berbatasan dengan
kornea, dan bagian posteriornya berbatasan dengan iris. Bagian central camera oculi anterior
memiliki kedalaman sekitar 2,5 mm. Camera oculi anterior berisi cairan aqueus ±0.25ml.
Aqueous humour mengandung zat-zat gizi untuk kornea dan lensa, keduanya tidak memiliki
pasokan darah. Adanya pembuluh darah di kedua struktur ini akan mengganggu lewatnya
cahaya ke fotoreseptor. Aqueous humour dibentuk dengan kecepatan 5 ml/hari oleh jaringan
kapiler di dalam korpus siliaris, turunan khusus lapisan koroid di sebelah anterior. Cairan ini
mengalir ke suatu saluran di tepi kornea dan akhirnya masuk ke darah.

Lensa
Lensa adalah suatu struktur bikonveks, avaskular, tak berwarna, transparan, dan
berbentuk biconveks. Lensa tergantung pada zonula zinii di belakang iris, zonula
menghubungkannya dengan corpus ciliare. Di sebelah anterior lensa terdapat aqueous
humour, disebelah posteriornya vitreous. Kapsul lensa adalah membran semipermeabel yang
akan memperbolehkan air dan elektrolit masuk. Di sebelah depan terdapat selapis epitel
subkapsular. Nukleus lensa lebih keras daripada korteksnya. Nukleus dan korteks terbentuk
dari lamelae konsentris yang panjang. Masing-masing serat lamelar mengandung sebuah inti
gepeng. Lensa ditahan oleh zonula zinii yang tersusun atas banyak fibril yang berasal dari
permukaan korpus siliare dan menyisip ke dalam ekuator lensa. Tidak ada saraf, serat nyeri
atau pembuluh darah pada lensa.
Diameter dari lensa ±9-10mm, dengan ketebalan yang bervariasi antara ±3,5 – 5mm, dan
mempunyai berat sekitar 135 – 255mg. Lensa mempunyai dua permukaan permukaan
posteriornya(radius curvaturanya 10mm) lebih conveks dibandingkan dengan permukaan
anteriornya (radius curvaturanya 6mm). Kedua permukaan ini kemudian bertemu di equator.
Lensa memiliki indeks refraktif 1.39 dengan kekuatan 15 – 16 dioptri. Kekuatan akomodasi
lensa berbeda – beda berdasarkan usianya.
Vitreous Humour
Vitreous humour merupakan suatu struktur yang lembek, transparan dan berbentuk
seperti jeli, yang mengisi 4/5 bagian posterior cavum bola mata, dan memiliki volume 4ml.
vitreous bersifat hidrofilik dan memiliki fungsi optic. Selain itu vitreous berfungsi untuk
menyalurkan nutrisi kedalam lensa dan retina.Struktur vitreous yang normal terdiri dari serat
kolagen dan diselingi oleh lapisan lapisan asam hialuronat.

Fisiologi Pengelihatan

Penglihatan terjadi saat sinar cahaya ditangkap oleh sel-sel yang sensitif terhada
cahaya yaitu sel fotoreseptor retina, dengan syarat media refraksi seperti kornea, aqueous
humor, lensa, badan vitreus jernih. Proses melihat tidak hanya peran fotoreseptor dari retina,
tetapi merupakan suatu kerjasama neural yang melibatkan otak.4,5,6

Kornea bersama dengan tear film nenjadi lapisan pertama yang dilalui oleh cahaya
dan merupakan komponen refraktif utama dari mata. Total kekuatan refraktif kornea/tear film
adalah 43.1 dioptri. Selanjutnya cahaya akan melalui aqueous humor yakni cairan yang
berada di bilik mata depan, media transparan antara kornea dan lensa, dengan indeks refraksi
rendah. Media refraksi berikutnya yang terpenting adalah lensa. Lensa berbentuk bikonveks,
suatu struktur yang transparan terletak di belakang iris. Lensa memberikan kekuatan refraktif
sebesar 15 dioptri dari total kekuatan optik mata, memungkinkan gambaran retina yang jelas
untuk objek jarak jauh maupun dekat. Kemudian cahaya akan melewati badan vitreus, yaitu
jel transparan yang membentuk 80% dari volume bola mata. Vitreus mempertahankan
kejernihan gambar objek yang dilihat dikarenakan struktur fibriler kolagen teratur di dalam
matriks hyaluronic acid yang meminimalisasi hamburan cahaya, sebelum akhirnya jatuh
tepat di retina.6

Emetropia1,4

Mata dengan sifat emetropia adalah mata tanpa adanya kelainan reftraksi pembiasan
mata dan berfungsi normal. Pada mata ini daya bias adalah normal, dimana sinar jauh
difokuskan sempurna di daerah makula lutea tanpa bantuan akomodasi. Bila sinar sejajar
tidak difokuskan pada makula lutea disebut ametropia. Mata emetropia akan mempunyai
penglihatan normal atau 6/6 atau 100 %. Bila media penglihatan seperti kornea, lensa, dan
badan kaca keruh maka sinar tidak dapat diteruskan makula lutea. Pada keadaan media
penglihatan keruh maka penglihatan tidak akan 100 % atau 6/6.

Keseimbangan dalam pembiasan sebagian besar ditentukan oleh dataran depan dan
kelengkungan kornea dan panjangnya bola mata. Kornea mempunyai daya pembiasan sinar
terkuat dibanding bagian mata lainnya. Lensa memegang peranan membiaskan sinar terutama
pada saat melakukan akomodasi atau bila melihat benda yang dekat. Panjang bola mata
seseorang dapat berbeda-beda. Bila terdapat kelainan pembiasan sinar oleh kornea (mendatar,
mencembung) atau adanya perubahan panjang (lebih panjang, lebih pendek) bola mata maka
sinar normal tidak dapat terfokus pada makula. Keadaan ini disebut sebagai ametropia yang
dapat berupa miopia, hipermetropia, atau astigmat.

Kelainan lain pada pembiasan mata normal adalah gangguan perubahan


kecembungan lensa yang dapat berkurang akibat berkurangnya elastisitas lensa sehingga
terjadi gangguan. Gangguan akomodasi dapat terlihat pada usia lanjut sehingga terlihat
keadaan yang disebut presbiopia.

Akomodasi1,4

Adalah kemampuan lensa untuk mencembung yang terjadi akibat kontraksi otot
siliar. Akibat akomodasi daya pembiasan lensa bertambah kuat sesuai dengan kebutuhan,
makin dekat benda makin kuat mata harus berakomodasi (mencembung). Kekuatan
akomodasi diatur oleh refleks akomodasi.

Gambar 2.2 Akomodasi mata4


Refleks akomodasi akan bangkit bila mata melihat kabur dan pada waktu melihat
dekat. Bila benda terletak jauh bayangan akan terletak pada retina. Bila benda tersebut
didekatkan maka bayangan akan bergeser ke belakang retina. Akibat benda ini didekatkan
penglihatan menjadi kabur, maka mata akan berakomodasi dengan mencembungkan lensa.
Kekuatan akomodasi ditentukan dengan satuan Dioptri (D), lensa 1 D mempunyai titik fokus
pada jarak 1 meter. Dikenal beberapa teori akomodasi seperti :

o Teori akomodasi Hemholtz : zonula Zinn kendor akibat kontraksi otot siliar sirkuler,
mengakibatkan lensa yang elastis menjadi cembung dan diater menjadi kecil.
o Teori akomodasi Thsernig : dasarnya adalah bahwa nukleus tidak dapat berubah
bentuk sedang, yang dapat berubah bentuk adalah bagian lensa yang superfisial atau
korteks lensa. Ketika akomodasi terjadi tegangan pada zonula Zinn sehingga nukleus
lensa terjepit dan bagian lensa superfisial di depan nukleus mencembung.
.

Ametropia1,4

Suatu keadaan pembiasan mata dengan panjang bola mata yang tidak seimbang. Hal
ini akan terjadi akibat kelainan kekuatan pembiasan sinar media penglihatan atau kelainan
bentuk bola mata. Pada ametropia, sinar cahaya paralel tidak jauh pada fokus di retina pada
mata dalam keadaan istirahat. Diperlukan perubahan refraksi untuk mendapatkan penglihatan
yang jelas, dikenal berbagai bentuk ametropia, seperti :

Ametropia aksial , terjadi akibat sumbu optik bola mata lebih panjang, atau lebih
pendek sehingga bayangan benda difokuskan di depan atau di belakang retina.

Ametropia refraktif, akibat kelainan sistem pembiasan sinar di dalam mata. Bila daya
bias kuat maka bayangan benda terletak di depan retina (miopia) atau bila daya bias kurang
maka bayangan benda akan terletak di belakang retina (hipermetropia).
Ametropia dapat disebabkan kelengkungan kornea atau lensa yang tidak normal
(ametropia kurvatur) atau indeks bias abnormal (ametropia indeks) di dalam mata, ametropia
dapat ditemukan dalam bentuk-bentuk kelainan :

2.6.1 Miopia1,6,7,8

Bila bayangan yang terletak jauh difokuskan didepan retina oleh mata yang tidak
berakomodasi, mata tersebut mengalami mopia. Bila mata berukuran lebih Panjang daripada
normal, kelainan yang terjadi disebut myopia aksial. Apabila unsur- unsur pembias lebih
refraktif dibandingkan dengan rata-rata, kelainan yang terjadi disebut myopia kurvatura atau
myopia refraktif . Jika objek digeser lebih dekat dari 6 meter, bayangan akan bergerak
mendekati retina dan terletak lebih focus. Titik tempat bayanganterlihat paling tajam
fokusnya di retina disebut “titik jauh”.

Gambar 2.3 Miopia7

Lensa sferis konkaf (minus) biasanya digunakan untuk mengoreksi bayangan pada
myopia. Lensa ini memundurkan bayangan ke retina. Dikenal beberapa bentuk miopia
seperti:

a) Miopia refraktif, bertambahnya indeks bias media penglihatan seperti pada


katarak intumesen dimana lensa menjadi lebih cembung sehingga pembiasan lebih
kuat. Sama dengan miopia bias dimana terjadi akibat pembiasan media penglihatan
kornea dan lensa terlalu kuat.
b) Miopia aksial : akibat panjangnya sumbu bola mata, dengan kelengkungan
kornea dan lensa yang abnormal.
Menurut derajat beratnya miopia dibagi dalam :

a) Miopia ringan : dimana miopia kecil daripada 1-3 dioptri


b) Miopa sedang : dimana miopia lebih antara 3-6 dioptri
c) Miopia berat/ tinggi : dimana miopia lebih besar dari 6

dioptri Menurut perjalanan miopia dikenal dengan bentuk :

a) Miopia stasioner : miopia yang menetap setelah dewasa


b) Miopia progresif : miopia bertambah terus pada usia dewasa akibat bertambah
panjangnya bola mata.
c) Miopia maligna : miopia yang berjalan progresif, yang dapat mengakibatkan
ablasio retina dan kebutaan atau sama dengan Miopia pernisiosa = miopia
maligna = miopia degeneratif. Miopia jenis ini biasanya bila miopia lebih dari
6 dioptri disertai kelainan pada fundus okuli dan pada panjangnya bola mata
sampai terbentuk stafiloma postikum yang terletak di bagian temporal papil
disertai dengan atrofi korioretina. Atrofi ini berjalan kemudian setelah
terjadinya atrofi sklera dan kadang-kadang terjadi ruptur membran Bruch yang
dapat menimbulkan rangsangan untuk terjadinya neovaskularisasi subretina.

Pada miopia, dapat terjadi bercak fuch berupa hiperplasi pigmen epitel dan perdarahan,
atrofi lapis sensoris retina luar, dan dewasa akan terjadi degenarsi papil saraf optik.
Pasien dengan miopia akan menyatakan melihat jelas bila dekat, sedangkan melihat jauh
kabur atau biasanya disebut rabun jauh.

Miopia derajat tinggi menimbulkan peningkatan kerentanan terhadap


gangguan-gangguan retina degeneratif, termasuk pelepasan retina.

Menurut etiologinya myopia diklasifikasikan sebagai berikut,

1) Miopia aksial : karena sumbu aksial mata lebih panjang dari normal
2) Miopia kurvatura : karena kurvatura kornea atau lensa lebih kuat dari normal
3) Miopia indeks : karena indeks bias mata lebih tinggi dari normal
Menurut gambaran klinisnya myopia diklasifikasikan sebagai berikut.

1. Miopia kongenital

Miopia yang sudah terjadi sejak lahir, namun biasanya didiagnosa saat
usia 2-3 tahun, kebanyakan unilateral dan bermanifestasi
anisometropia. Jarang terjadi bilateral.

Miopia bilateral sering berhubungan dengan kelainan kongenital lain


seperti katarak kongenital, mikrophtalmus. Miopia kongenital sangat
perlu dikoreksi lebih awal.

2. Miopia Simplek

Jenis myopia ini paling banyak terjadi. Jenis ini berkaitan dengan
gangguan fisiologi. Tidak berhubungan dengan penyakit mata lainnya.
Miopia ini meningkat 2% pada usai 5 tahun sampai 14% pada usia 15
tahun. Karena banyak ditemukan pada anak usia sekolah maka disebut
juga dengan “school myopia”.

Gejala klinis

Gejala utamanya kabur melihat jauh, sakit kepala disertai juling, cenderung
memicingkan mata bila melihat jauh. Mengernyitkan matanya untuk mencegah aberasi sferis
atau mendapatkan efek pinhole (lubang kecil).

Diagnosa

Tes Pin Hole dilakukan untuk mengetahui apakah penglihatan yang buram
disebabkan oleh kelainan refraksi atau bukan. Setelah itu dilakukan pemeriksaan refraksi
untuk menentukan kelainannya dan juga besar koreksi yang diperlukan, seperti yang sudah
dijelaskan pada bab sebelumnya.
Koreksi pada mata dengan miopia dilakukan dengan memberi lensa minus atau
negatif yang ukurannya teringan dengan tajam penglihatan terbaik. Koreksi dapat dilakukan
dengan pemberian kacamata atau lensa kontak. Selain itu bisa juga dilakukan tindakan
operasi dengan metode-metode berikut:
a. Laser-assisted in-situ keratomileusis (LASIK)

b. Laser-assisted subepithelial keratectomy (LASEK)

c. Photorefractive keratectomy (PRK)

Refraksi Subyektif

Dengan menggunakan metode Trial and Error, jarak pemeriksaan 6 meter / 5 meter / 20
feet, digunakan kartu snellen yang diletakkan setinggi mata penderita, mata diperiksa satu
persatu, ditentukan visus / tajam penglihatan masing-masing mata, bila visus tidak 6/6
dikoreksi dengan lensa sferis negatif.

Refraksi obyektif :

a) Retinoskopi : dengan lensa kerja + 2.00 pemeriksa mengamati refleks fundus


yang bergerak berlawanan dengan arah gerakan retinoskop kemudian dikoreksi
dengan lensa sferis negatif sampai tercapai netralisasi.
b) Autorefraktometer (komputer)

Penatalaksanaan

1. Kacamata

Koreksi dengan lensa sferis negatif terlemah yang menghasilkan tajam penglihatan
terbaik.

2. Lensa kontak

Untuk : anisometropia dan miopia tinggi

3. Bedah refraktif

a. Bedah refraktif kornea : tindakan untuk merubah kurvatura permukaan anterior


kornea (Excimer laser, operasi lasik)
b. Bedah refraktif lensa : tindakan ekstraksi lensa jernih, biasanya diikuti dengan
implantasi lensa intraokuler.

Komplikasi
1. Ablasio retina terutama pada miopia tinggi. Ini merupakan komplikasi tersering.
Biasanya disebabkan karena didahului dengan timbulnya hole pada daerah
perifer retina akibat proses-proses degenerasi di daerah ini.8
2. Strabismus

Strabismus esotropia terjadi karena pada pasien myopia memiliki pungtum


remotum yang dekat sehingga mata selalu dalam atau kedudukan konvergensi.
Bila kedudukan mata ini menetap , maka penderita akan terlihat juling ke dalam
atau esotropia. Bila terdapat juling keluar, mungkin fungsi satu mata telah
berkurang atau terdapat amblyopia.2

3. Ambliopia terutama pada miopia dan anisometropia

Ambliopia anisometropik terjadi Ketika adanya perbedaan refraksi antara kedua


mata yang menyebabkan lama kelamaan bayangan pada satu retina tidak focus.9

Hipermetropia1,4,6

Gambar 2.4 Hipermetropia6


Hipermetropia adalah keadaan mata yang tidak berakomodasi
memfokuskan bayangan di belakang retina. Hipermetropia terjadi jika kekuatan
yang tidak sesuai antara panjang bola mata dan kekuatan pembiasan kornea dan
lensa lemah sehingga titik fokus sinar terletak di belakang retina dalam keadaan
mata beristirahat (tidak berakomodasi). Hipermetropia dapat disebabkan :

a) Hipermetropia sumbu atau hipermetropia aksial merupakan kelainan refraksi


akibat bola mata pendek, atau sumbu anteroposterior yang pendek.
b) Hipermetropia kurvatur : dimana kelengkungan kornea atau lensa kurang
sehinga bayangan difokuskan di belakang retina.
c) Hipermetropia refraktif : dimana terdapat indeks bias yang kurang pada sistem
optik mata.

Hipermetropia dikenal dalam bentuk :

1) Hipermetropia manifes

Hipermetropia yang dapat dikoreksi dengan kacamata positif maksimal yang


memberikan tajam penglihatan normal. Hipermetropia ini terdiri atas hipermetropia
absolut ditambah dengan hipermetropia fakultatif. Hipermetropia manifes didapatkan
tanpa siklopegik dan hipermetropia yang dapat dilihat dengan koreksi kacamata
maksimal.

2) Hipermetropia absolut

Kelainan refraksi tidak diimbangi dengan akomodasi dam memerlukan kacamata


positif untuk melihat jauh. Biasanya hipermetropia laten yang ada berakhir dengan
hiermetropia yang abssolut ini. Hipermetropia manifes yang tidak memakai tenaga
akomodasi sama sekali disebut hieprmetropia absolut, sehingga jumlah hipermetropia
fakultatif dengan hipermetropia absolut adalah hpermetropia manifes.

3) Hipermetropia fakultatif
Kelainan hipermetropia dapat diimbangi dengan akomodasi ataupun denga kacamata
positif. Pasien yang hanya mempunyai hieprmetropia fakultatif akan melihat normal
tanpa kacamata yang bila diberikan kacamata positif yang memberikan penglihatan
normal maka otot akomodasinya akan mendapatkan istirahat. Hipermetropia manifes
yang masih memakai tenaga akomodasi disebut sebagai hipermetropia fakultatif.

4) Hipermetropia laten

Kelainan tanpa siklopegia atau dengan obat yang melemahkan akomodasi diimbangi
seluruhnya dengan akomodasi. Hipermetropia jenis ini hanya dapat diukur bila
diberikan siklopegia, makin muda makin besar komponen hipermetropia laren
seseorang. Makin tua seseorang akan terjadi kelemahan akomodasi sehingga
hipermetropia laten menjadi fakultatif dan kemudia menjadi absolut. Hipermetropia
sehari-hari diatasi pasien dengan akomodasi terus-menerus, terutama bila pasien
masih muda dan daya akomodasinya masih kuat.

5) Hipermetropia total

Hipermetropia yang ukurannya didapatkan sesudah diberikan siklopegia.

Hipermetropia berdasarkan besar kelainan refraksi, dibagi :

1. Hipermetropia ringan : ʃ + 0.25 s/d ʃ + 3.00


2. Hipermetropia sedang : ʃ + 3.25 s/d ʃ + 6.00
3. Hipermetropia berat : ʃ + 6.25 atau lebih

Patofisiologi

a) Hipermetropia aksial karena sumbu aksial mata lebih pendek dari normal
b) Hipermetropia kurvatura karena kurvatura kornea atau lensa lebih lemah dari normal
c) Hipermetropia indeks karena indeks bias mata lebihrendah dari normal

Gejala klinis

1. Penglihatan jauh kabur, terutama pada hipermetropia 3D atau lebih, hipermetropia


pada orang tua dimana amplitudo akomodasi menurun.
2. Penglihatan dekat kabur lebih awal, terutama bila lelah, bahan cetakan kurang terang
atau penerangan kurang.
3. Sakit kepala terutama daerah frontal, makin kuat pada penggunaan mata yang lama
dan membaca dekat.
4. Penglihatan tidak enak ( asthenopia akomodatif = eye strain ) terutama bila melihat
pada jarak yang tetap dan diperlukan penglihatan jelas pada jangka waktu yang lama,
misalnya menonton TV.
5. Mata sensitif terhadap sinar
6. Perasaan mata juling karena akomodasi yang berlebihan akan diikuti konvergensi
yang berlebihan pula.

Diagnosa

Refraksi subyektif : metode “Trial and Error”

 Jarak pemeriksaan 6 meter / 5 meter / 20 feet digunakan kartu snellen yang diletakkan
setinggi mata penderita.
 Mata diperiksa satu persatu
 Ditentukan visus / tajam penglihatan masing-masing mata
 Pada dewasa dan bila visus tidak 6/6 dikoreksi dengan lensa sferis positif.
 Pada anak-anak dan remaja dengan visus 6/6 dan keluhan asthenopia akomodativa
dilakukan tes siklopegik, kemudian ditentukan koreksinya.

Refraksi obyektif

 Retinoskop

Dengan lensa kerja ʃ + 2.00, pemeriksa mengamati refleks fundus yang bergerak
searah gerakan retinoskop (with movement), kemudian dikoreksi dengan lensa sferis
positif sampai tercapai netralisasi.

 Autorefraktometer
Penatalaksanaan

 Kacamata

Koreksi dengan lensa sferis positif terkuat yang menghasilkan tajam penglihatan
yang terbaik.

 Lensa kontak

Untuk anisometropia dan hipermetropia tinggi

 Bedah Refraktif

Laser-assisted subepithelial keratectomy (LASEK)


Photorefractive keratectomy (PRK)
Conductive keratoplasty (CK)

Komplikasi

 Esotropia pada hipermetropia > 2.0 D


 Ambliopia terutama hipermetropia dan anisotropia. Hipermetropia merupakan
penyebab tersering ambliopia pada anak dan bisa bilateral.

Astigmatisma4,7,10

Astigmatisma adalah keadaan dimana terdapat variasi pada kurvatur kornea atau lensa
pada meridian yang berbeda yang mengakibatkan berkas cahaya tidak difokuskan
pada satu titik. Astigmat merupakan akibat bentuk kornea yang oval seperti telur, makin
lonjong bentuk kornea makin tinggi astigmat mata tersebut. Dan umumnya setiap orang
memiliki astigmat yang ringan. Hal ini disebabkan karena kelengkungan (kurvatura) dan
kekuatan refraksi permukaan kornea (kongenital atau akuisita akibat kecelakaan, peradangan
kornea ataupun operasi) dan atau lensa berbeda-beda di antara berbagai meridian, sehingga
terdapat lebih dari satu titik focus. Astigmatisma berbeda dari kelainan refraksi sferik yang
kurvatura dan kekuatan refraksinya seragam disetiap meridian; pada kelainan sferik hanya
terdapat satu titik fokus . Klasifikasi Astigmatisma
1. Astigmatisma Reguler
Astigmatisma regular merupakan astigmatisma yang memperlihatkan kekuatan
pembiasan bertambah atau berkurang perlahan-lahan secara teratur dari satu
meridian ke meridian berikutnya. Bayangan yang terjadi dengan bentuk yang
teratur dapat berbentuk garis, lonjong atau lingkaran.

Etiologi
a. Corneal astigmatisme
Abnormalitas kelengkungan kornea

b. Lenticular astigmatisme
Jarang. Bisa akibat :

 Kurvatur - abnormalitas kelengkungan lensa


 Posisional – peralihan atau posisi lensa yang oblik
 Indeks – indeks bias yang bervariasi pada meridian yang berbeda
 Retinal – posisi macula yang oblik.
Klasifikasi
a. Simple astigmatism, dimana satu dari titik fokus di retina. Fokus lain
dapat jatuh di dapan atau dibelakang dari retina, jadi satu meridian
adalah emetropik dan yang lainnya hipermetropia atau miopia. Yang
kemudian ini dapat di rumuskan sebagai Simple hypermetropic
astigmatism dan Simple myopic astigmatism.
b. Compound astigmatism, dimana tidak ada dari dua focus yang jatuh tepat
di retina tetapi keduanya terletak di depan atau dibelakang retina. Bentuk
refraksi kemudian hipermetropi atau miop. Bentuk ini dikenal dengan
Compound hypermetropic astigmatism dan Compound miopic
astigmatism.
c. Mixed Astigmatism, dimana salah satu focus berada didepan retina dan
yang lainnya berda dibelakang retina, jadi refraksi berbentuk
hipermetrop pada satu arah dan miop pada yang lainnya

19
21

Gambar 2.5 Jenis astigmatisma

Apabila meridian-meridian utamanya saling tegak lurus dan sumbu- sumbunya


terletak di dalam 20 derajat horizontal dan vertical, maka astigmatisme ini dibagi
menjadi astigmatism with the rule (astigmatisme direk), dengan daya bias yang lebih besar
terletak di meridian vertikal, dan astigmatism against the rule (astigmatisma inversi) dengan
daya bias yang lebih besar terletak dimeridian horizontal. Astigmatisme lazim lebih sering
ditemukan pada pasien berusia muda dan astigmatisme tidak lazim sering pada orang tua.

2. Astigmatisma Irreguler
Astigmatisma yang terjadi tidak memiliki 2 meridian saling tegak lurus. Astigmat
ireguler dapat terjadi akibat kelengkungan kornea pada meridian yang sama berbeda
sehingga bayangan menjadi ireguler. Pada keadaan ini daya atau orientasi meridian
utamanya berubah sepanjang bukaan pupil. Astigmatisma ireguler bisa terjadi akibat
infeksi kornea, trauma dan distrofi atau akibat kelainan pembiasan

Diagnosis

Diagnosa ditegakkan berdasarkan anamnesa dan pemeriksaan fisik. Pasien akan


datang dengan gejala klinis seperti yang tersebut di atas. Pada pemeriksaan fisik,terlebih
dahulu dilakukan pemeriksaan dengan menggunakan kartu Snellen. Periksa kelainan refraksi
miopia atau hipermetropia yang ada, tentukan22
tajam penglihatan.Dengan menggunakan juring
atau kipas astigmat, garis berwarna hitam yang disusun radial dengan bentuk semisirkular
dengan dasar yang putih merupakan pemeriksaan subyektif untuk menilai ada dan besarnya
derajat astigmat.Keadaan dari astigmatisma irregular pada kornea dapat dengan
mudah di temukan dengan melakukan observasi adanya distorsi bayangan pada kornea.

20
Cara ini dapat dilakukan dengan menggunakan Placido‟s Disc di depan mata. Bayangan yang
terlihat melalui lubang di tengah piringan akan tampak mengalami perubahan bentuk. Karena
sebagian besar astigmatisma disebabkan oleh kornea, maka dengan mempergunakan
keratometer, derajat astigmat dapat diketahui, sehingga pada saat dikoreksi untuk
mendapatkan tajam penglihatan terbaik hanya dibutuhkan lensa sferis saja.

Gambar 2.6 Kipas Astigmat10

Gejala klinis
Seseorang dengan astigmat akan memberikan keluhan : melihat jauh kabur sedang
melihat dekat lebih baik, melihat ganda dengan satu atau kedua mata, melihat benda yang
bulat menjadi lonjong, penglihatan akan kabur untuk jauh ataupun dekat, bentuk benda yang
dilihat berubah, mengecilkan celah kelopak, sakit kepala, mata tegang dan pegal, mata dan
fisik lelah. Koreksi mata astigmat adalah dengan memakai lensa dengan kedua kekuatan yang
berbeda. Astigmat ringan tidak perlu diberi kaca mata.

Penatalaksanaan

 Astigmastisme reguler diberikan kacamata sesuai kelainan yang didapatkan yaitu


dikoreksi dengan lensa silinder negatif atau positif dengan atau tanpa kombinasi lensa
sferis.
 Astigmastisme irreguler bila ringan bisa dikoreksi dengan lensa kontak keras, tetapi
bila berat bisa dilakukan transplantasi kornea.

Presbiopia4,6

21
Presbiopia adalah perkembangan normal yang berhubungan dengan usia, yaitu
akomodasi untuk melihat dekat perlahan-lahan berkurang. Presbiopia terjadi akibat penuaan
lensa (lensa makin keras sehingga elastisitas berkurang) dan daya kontraksi otot akomodasi
berkurang. Mata sukar berakomodasi karena lensa sukar memfokuskan sinar pada saat
melihat dekat. Seseorang dengan mata emetropik (tanpa kesalahan refraksi) akan mulai
merasakan ketidakmampuan membaca huruf kecil atau membedakan benda-benda kecil yang
terletak berdekatan pada sekitar usia 44-46 tahun. Hal ini semakin buruk pada cahaya yang
termaram dan biasanya lebih nyata pada pagi hari atau apabila subyek lelah. Banyak orang
mengeluh mengantuk apabila membaca. Gejala-gejala ini meningkat sampai usia 55 tahun,
kemudian stabil tetapi menetap.

Gambar 2.7 Presbiopia6

Akibat gangguan akomodasi ini maka pada pasien berusia lebih dari 40 tahun akan
memberikan keluhan setelah membaca yaitu berupa mata lelah, berair dan sering terasa
pedas. Pada pasien presbiopia kacamata atau adisi diperlukan untuk membaca dekat yang
berkekuatan tertentu, biasanya :

+1.0 D untuk usia 40 tahun

+ 1.5 D untuk usia 45 tahun

+ 2.0 D untuk usia 50 tahun

+ 2.5 D untuk usia 55 tahun

+ 3.0 D untuk usia 60 tahun

Perlu diingat bahwa kekuatan lensa plus untuk koreksi presbiopia ini harus
ditambahkan kepada kekuatan lensa koreksi jauhnya, sehingga disebut dengan menggunakan

22
awalan add (singkatan dari kata addisi). Sebagai contoh, apabila refraksi subjektif mata

23
kanan pasien adalah S-3.00 D, dan untuk membaca diperlukan addisi S+1.00 D, maka untuk
keperluan membaca mata kanan memerlukan lensa dengan kekuatan S-2.00 D (S-3.00 D)
ditambah dengan S+1.00 D).5

Patofisologi

Pada mekanisme akomodasi normal terjadi peningkatan daya refraksi mata karena
adanya perubahan keseimbangan antara elastisitas matriks lensa dan kapsul sehingga lensa
menjadi cembung. Dengan meningkatnya umur maka lensa menjadi lebih keras (sklerosis)
dan kehilangan elastisitasnya untuk menjadi cembung, dengan demikian kemampuan melihat
dekat makin kurang.

Gejala klinis

Karena daya akomodasi berkurang maka titik dekat makin menjauh dan pada awalnya
akan kesulitan waktu membaca dekat huruf dengan cetakan kecil. Dalam upayanya untuk
membaca lebih jelas maka penderita cenderung menegakkan punggungnya atau menjauhkan
obyek yang dibacanya sehingga mencapai ttik dekatnya dengan demikian obyek dapat dibaca
lebih jelas.

Diagnosis

 Penderita terlebih dahulu dikoreksi penglihatan jauhnya dengan metoda “Trial and
Error” hingga visus mencapi 6/6.
 Dengan mengoreksi jauhnya kemudian secara binokuler ditambahkan lensa sferis
positif dan diperiksa dengan menggunakan kartu “Jaeger” pada jarak 0,33 meter.

Penatalaksanaan

Diberikan penambahan lensa sferis positif sesuai pedoman umur yaitu 40 tahun (umur
rata-rata) diberikan tambahan sferis + 1.00 dan setiap 5 tahun diatasnya ditambahkan lagi
sferis +0.50. lensa sferis (+) yang ditambahkan dapat diberikan dalam berbagai cara :

 Kacamata baca untuk melihat dekat saja


 Kacamata bifokal untuk melihat jauh dan dekat

24
 Kacamata progresif dimana tidak ada batas bagian lensa untuk melihat jauh dan
melihat dekat.

Jika koreksi jauhnya tidak dapat mencapai 6/6 maka penambahan lensa sferis (+)
tidak terikat pada pedoman umur, tetapi boleh diberikan seberapun sampai dapat membaca
cukup memuaskan.

PROGNOSIS
Prognosis dari kelainan refraksi akan baik bila dapat terkoreksi dengan lensa yang
tepat. Koreksi pada kelainan refraksi dilakukan sedini mungkin untuk mengindari penurunan
kualitas hidup seseorang. Selain menggunakan kecamata dapat menggunakan metode lain
baik penggunaan kontak lens maupun dilakukan terapi pembedahan (LASIK).

KESIMPULAN
Kelainan refraksi atau ametropia merupakan suatu kondisi defek optis yang
mengganggu proses terbentuknya sebuah focus di retina oleh berkas-berkas cahaya yang masuk
ke mata, kelainan ini terbagi menjadi myopia, hyperopia atau hypermetropia dan astigma.
Kelainan refraksi ini dapat terjadi karena kelainan atau gangguan pada media refraksi mata,
bentuk bola mata, maupun bawaan lahir, bisa di diagnosis dan diatasi, mulai dari pengecekan
anamnesis, pemeriksaan visus, pemeriksaan fisik, pemeriksaan penunjang yang dibutuhkan, dan
cara penatalaksanaannya serta edukasi dan prognosis. Dengan pendiagnosisan dan
penatalaksanaan yang tepat dan cepat prognosis pada pasien biasanya baik atau Bonam, karena
kelainan refraksi merupakan proses yang akan semakin memburuk (Progresif) jika tidak di
diagnosis dan di tatalaksana dengan cepat dan baik, pada penatalaksanaan biasanya di berikan
gunakan kaca mata, kontak lens dan operasi mata.

25
DAFTAR PUSTAKA

1. Vaughan DG, Asbury T, Riordan – Eva P. Oftalmology umum ed.14. Jakarta: Widya
Medika; 2007
2. World Health Organization (WHO). Visual impairment and blindness.
http://www.who .int/mediacentre/cacsheets/fs282/en/#. 2017 diunduh 10 Desember
2020
3. Ismandari F. INFODATIN:Pusat data dan informasi kementerian Kesehatan RI.
Jakarta: Kementerian Kesehatan RI Pusat Data dan Informasi; 2018
4. Ilyas S. Ilmu penyakit mata. Ed-5. Jakarta : Badan Penerbit Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia; 2018
5. Sitorus RS. Buku ajar: Oftalmology. Ed-1. Jakarta : Badan Penerbit Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia; 2017
6. Suharjo, Nugroho A ., Winarti T.Ilmu Kesehatan mata : Refraksi ed-. Yogyakarta :
Universitas Gadjah Mada; 2017 p;142-159
7. Sherwin Justin C. Update on the epidemiology and genetics of myopic refractive
error. diunduh dari : https://www.medscape.com/viewarticle/779114_3 pada tanggal
13 Desember 2020
8. Widodo A. Miopia patologi. Jurnal Oftalmologi Indonesia Volume 5 No 1 April
2007; h.19-26 diunduh dari : http://journal.unair.ac.id/filerPDF/TinjPus3.pdf pada
tanggal 14 Desember 2020
9. Albert D. Amblyopia. Albert & Jacobiec‟s Principles and practice of ophthalmology
E-book Chapter 300. Saunders Elsevier.2008
10. Permatasari F,dkk. Keluhan mata silau pada penderita astigmatisma
dibandingkan dengan myopia. Mutiara Medika Volume 13 No 2 Mei 2013;
p.127-131 di unduh pada tanggal 16 Desember 2020

26

Anda mungkin juga menyukai