KELAINAN REFRAKSI
DIAJUKAN KEPADA :
dr. Devi Cynthia Sari, SpM
DISUSUN OLEH :
Anisa Ramadhanti
030.12.106
0
Periode 26 Maret – 27 April 2018
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas karunia-
Nyalah, penulis dapat menyelesaikan referat yang berjudul “kelainan refraksi” dengan
baik. Penulisan referat ini merupakan salah satu syarat mengikuti ujian Program
Pendidikan Profesi di bagian Ilmu Penyakit Mata RSUD Cilegon. Penulis berharap
penelitian dan dapat dipergunakan dengan sebaik-baiknya oleh berbagai pihak yang
berkepentingan.
kepada:
1. dr. Devi Cynthia Sari, SpM selaku dokter pembimbing yang telah memberikan
bimbingan dalam penyusunan referat ini.
2. Teman-teman serta semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan referat ini.
Penulis sadar sepenuhnya bahwa dalam penyusunan referat ini masih banyak
dijumpai kekurangan. Oleh karena itu, segala masukan yang bersifat membangun dari
Penulis
1
BAB I
PENDAHULUAN
Kelainan refraksi adalah keadaan bayangan tegas tidak dibentuk pada retina. Secara
umum, terjadi ketidak seimbangan sistem penglihatan pada mata sehingga menghasilkan
bayangan yang kabur. Sinar tidak dibiaskan tepat pada retina, tetapi dapat di depan atau
di belakang retina dan tidak terletak pada satu titik fokus. Kelainan refraksi dapat
diakibatkan terjadinya kelainan kelengkungan kornea dan lensa, perubahan indeks bias,
dan kelainan panjang sumbu bola mata. Ametropia adalah suatu keadaan mata dengan
kelainan refraksi sehingga pada mata yang dalam keadaan istirahat memberikan fokus
yang tidak terletak pada retina. Ametropia dapat ditemukan dalam bentuk kelainan
miopia (rabun jauh), hipermetropia (rabun dekat), dan astigmat.
Sekitar 148 juta atau 51% penduduk di Amerika Serikat memakai alat pengkoreksi
gangguan refraksi, dengan penggunaan lensa kontak mencapai 34 juta orang.1 Angka
kejadian rabun jauh meningkat sesuai dengan pertambahan usia. Jumlah penderita rabun
jauh di Amerika Serikat berkisar 3% antara usia 5-7 tahun, 8% antara usia 8-10 tahun,
14% antara usia 11-12 tahun dan 25% antara usia 12-17 tahun. 1 Pada etnis tertentu,
peningkatan angka kejadian juga terjadi walupun persentase tiap usia berbeda. Etnis Cina
memiliki insiden rabun jauh lebih tinggi pada seluruh usia. Studi nasional Taiwan
menemukan prevalensi sebanyak 12% pada usia 6 tahun dan 84 % pada usia 16-18
tahun. Angka yang sama juga dijumpai di Singapura dan Jepang.1
2
BAB II
ANATOMI DAN FISIOLOGI
Yang termasuk media refraksi adalah kornea, aqueous humor, lensa, dan vitreous
humor. Media refraksi targetnya di retina sentral (makula). Gangguan pada media refraksi
akan menyebabkan penurunan visus.
1. Kornea
Kornea adalah selaput bening mata, bagian selaput mata yang tembus cahaya. 1
Kornea tidak mengandung pembuluh darah, berbentuk cembung dengan jari -
jari sekitar 8mm, lebih tebal di perifer berbanding di sentral dan mempunyai
3
indeks refraksi 1.3771.2 Kornea merupakan lapisan jaringan yang menutupi bola
mata sebelah depan dan terdiri atas 5 lapis, yaitu :1
a. Epitel
Tebalnya 50 μm, terdiri atas 5 lapis selepitel tidak bertanduk yang
saling tumpang tindih; satu lapis sel basal, sel poligonal dan sel
gepeng.
Pada sel basal sering terlihat mitosis sel, dan sel muda ini
terdorong ke depan menjadi lapis sel sayap dan semakin maju ke
depan menjadi sel gepeng, sel basal berikatan erat berikatan erat
dengan sel basal di sampingnya dan sel poligonal di depannya
melalui desmosom dan makula okluden; ikatan ini menghambat
pengaliran air, elektrolit, dan glukosa yang merupakan barrier.
Sel basal menghasilkan membran basal yang melekat erat
kepadanya. Bila terjadi gangguan akan mengakibatkan erosi
rekuren.
Epitel berasal dari ektoderm permukaan.
b. Membran Bowman
Terletak di bawah membran basal epitel kornea yang merupakan
kolagen yang tersusun tidak teratur seperti stroma dan berasal dari
bagian depan stroma.
Lapisan ini tidak mempunyai daya regenerasi.
Mempertahankan bentuk kornea.
c. Stroma
Terdiri atas lamel yang merupakan susunan kolagen yang sejajar
satu dengan lainnya, pada permukaan terlihat anyaman yang teratur
sadangkan dibagian perifer serat kolagen ini bercabang;
terbentuknya kembali serat kolagen memakan waktu lama yang
kadang-kadang sampai 15 bulan. Keratosit merupakan sel stroma
kornea yang merupakan fibroblas terletak di antara serat kolagen
stroma. Diduga keratosit membentuk bahan dasar dan serat
kolagen dalam perkembangan embrio atau sesudah trauma.
4
Bersifat higroskopis yag menarik air. Kadar air diatur oleh fungsi
pompa sel endotel dan penguapan oleh epitel.
d. Membran Descement
Merupakan membran aselular dan merupakan batas belakang
stroma kornea dihasilkan sel endotel dan merupakan membran
basalnya.
Bersifat sangat elastis dan berkembang terus seumur hidup,
mempunyai tebal 40 μm.
e. Endotel
Berasal dari mesotelium, berlapis satu, bentuk heksagonal, besar
20-40 μm. Endotel melekat pada membran descement melalui
hemi desmosom dan zonula okluden.
Lapisan terpenting untu mempertahankan kejernihan kornea.
Mengatur cairan dalam stroma.
Tidak mempunyai daya regenerasi.
Kornea dipersarafi oleh banyak saraf sensoris terutama berasal dari saraf
siliar longus, saraf nasosiliar, saraf V. Saraf siliar longus berjalan supra koroid,
masuk ke dalam stroma kornea, menembus membran Bowman, melepaskan
selubung Schwannnya. Seluruh lapis epitel dipersarafi sampai kepada kedua lapis
terdepan tanpa ada akhir saraf. Bulbus Krause untuk sensasi dingin ditemukan di
daerah limbus. Daya regenerasi saraf sesudah dipotong di daerah limbus terjadi
dalam waktu 3 bulan.1
5
2. Aqueous Humor (Cairan Mata)
Aqueous humor merupakan cairan yang terdapat pada bilik mata yang
mengandung zat-zat gizi untuk kornea dan lensa, keduanya tidak memiliki
pasokan darah. Adanya pembuluh darah di kedua struktur ini akan mengganggu
lewatnya cahaya ke fotoreseptor. Aqueous humor dibentuk dengan kecepatan 5
ml/hari oleh jaringan kapiler di dalam korpus siliaris, turunan khusus lapisan
koroid di sebelah anterior. Cairan ini mengalir ke suatu saluran di tepi kornea
yaitu sinus venosus ataupun Canal of Schlemm dan akhirnya masuk ke darah. Jika
aqueous humor tidak dikeluarkan sama cepatnya dengan pembentukannya,
kelebihan cairan akan tertimbun di rongga anterior dan menyebabkan peningkatan
tekanan intraokuler. Keadaan ini dikenal sebagai glaukoma. Kelebihan aqueous
humor akan mendorong lensa ke belakang ke dalam vitreous humor, yang
kemudian terdorong menekan lapisan saraf dalam retina. Penekanan ini
menyebabkan kerusakan retina dan saraf optikus yang dapat menimbulkan
kebutaan jika tidak diatasi.
3. Lensa
Jaringan ini berasal dari ektoderm permukaan yang berbentuk lensa di
dalam bola mata dan bersifat bening. Lensa di dalam bola mata terletak di
belakang iris dan terdiri dari zat tembus cahaya (transparan) berbentuk seperti
cakram yang dapat menebal dan menipis pada saat terjadinya akomodasi.1
Lensa berbentuk lempeng cakram bikonveks dan terletak di dalam bilik
mata belakang. Lensa akan dibentuk oleh sel epitel lensa yang membentuk serat
lensa di dalam kapsul lensa. Epitel lensa akan membentuk serat lensa terus-
menerus sehingga mengakibatkan memadatnya serat lensa di bagian sentral lensa
sehingga membentuk nukleus lensa. Bagian sentral lensa merupakan serat lensa
yang paling dahulu dibentuk atau serat lensa yang tertua di dalam kapsul lensa. Di
dalam lensa dapat dibedakan nukleus embrional, fetal dan dewasa. Di bagian luar
nukleus ini terdapat serat lensa yang lebih muda dan disebut sebagai korteks
lensa. Korteks yang terletak di sebelah depan nukleus lensa disebut sebagai
korteks anterior, sedangkan dibelakangnya korteks posterior. Nukleus lensa
mempunyai konsistensi lebih keras dibanding korteks lensa yang lebih muda. Di
6
bagian perifer kapsul lensa terdapat zonula Zinn yang menggantungkan lensa di
seluruh ekuatornya pada badan siliar.1
Secara fisiologis lensa mempunyai sifat tertentu, yaitu :1
Kenyal atau lentur karena memegang peranan terpenting dalam
akomodasi untuk menjadi cembung.
Jernih atau transparan karena diperlukan sebagai media
penglihatan.
Terletak ditempatnya, yaitu berada antara posterior chamber dan
vitreous body dan berada di sumbu mata.
Keadaan patologik lensa ini dapat berupa :1
Tidak kenyal pada orang dewasa yang mengakibatkan presbiopia,
Keruh atau apa yang disebut katarak
Tidak berada di tempat atau subluksasi dan dislokasi.
Lensa orang dewasa dalam perjalanan hidupnya akan menjadi bertambah
besar dan berat.1
7
(lebih panjang atau lebih pendek) bola mata, maka sinar normal tidak dapat
terfokus pada makula. Keadaan ini disebut sebagai ametropia yang dapat berupa
miopia, hipermetropia, atau astigmatisma.
2.2.1 Akomodasi
Akomodasi adalah kesanggupan mata untuk memperbesar daya
pembiasannya. Akomodasi dipengaruhi oleh serat-serat sirkuler mm. siliaris.
Fungsi serat-serat sirkuler adalah mengerutkan dan relaksasi serat-serat zonula
yang berorigo di lembah-lembah di antara prosesus siliaris. Otot ini mengubah
8
tegangan pada kapsul lensa, sehingga lensa dapat mempunyai berbagai fokus baik
untuk objek dekat maupun yang berjarak jauh dalam lapangan pandang. Mata akan
berakomodasi bila bayangan benda difokuskan di belakang retina.1
Ada beberapa teori mengenai mekanisme akomodasi, antara lain :1
1. Teori Helmholtz
Di mana zonula Zinn kendor akibat kontraksi otot silar sirkuler,
mengakibatkan lensa yang elastic menjadi cembung.
2. Teori Thsernig
Dasarnya adalah bahwa nucleus lensa tidak dapat berubah bentuk sedang
yang dapat berubah bentuk adalah bagian lensa superfisial atau korteks
lensa. Pada waktu akomodasi terjadi tegangan pada zonula Zinn
sehingga nucleus lensa terjepit dan bagian lensa superfisial di depan
nucleus akan mencembung.
Punctum remotum (R) adalah titik terjauh yang dapat dilihat dengan nyata
tanpa akomodasi. Pada emetrop letak R adalah tak terhingga. Punctum
proksimum (P) adalah titik terdekat yang dapat dilihat dengan akomodasi
maksimal. Daerah akomodasi adalah daerah di antara titik R dan titik P. Lebar
akomodasi (A) adalah tenaga yang dibutuhkan untuk melihat daerah akomodasi.
Lebar akomodasi dinyatakan dengan dioptri, besarnya sama dengan kekuatan
lensa konfeks yang harus diletakkan di depan mata yang menggantikan
akomodasi untuk punctum proksimum.
Terdapat tiga trias akomodasi yaitu mata yang konvergen, lensa yang
9
mencembung dan pupil yang miosis.3
A = 1/P – 1/R
BAB III
PEMERIKSAAN VISUS
10
3.1 Pemeriksaan Refraksi
Pemeriksaan refraksi terdiri dari 2 yaitu refraksi subyektif dan refraksi
obyektif. Refraksi subyektif tergantung respon pasien untuk mendapatkan koreksi
refraksi yang memberikan tajam penglihatan terbaik.
11
Bila pasien tidak dapat mengenali adanya sinar, maka dikatakan
penglihatanya adalah 0 (nol) atau buta total.
12
Pemeriksaan dilakukan dengan cara pasien memegang kartu yang disediakan
untuk tes pada jarak yang ditentukan, sebagai contoh : Rosenbaum pocket vision
screener. Jarak yang digunakan biasanya 14 inch atau 35 cm. Pemeriksa menutup
salah satu mata pasien, kemudian mata yang lainnya membaca karakter yang tersedia
di kartu. Kemudian dilakukan lagi untuk mata yang belum diperiksa.
Ukuran huruf dan jarak tes yang dilakukan sangat bervariasi. Untuk
menghindari kesalahpahaman, keduanya harus dicata dengan baik ; contoh : J5 pada
14 in, J3 pada 40 cm. Di mana J disebut Jaeger. Pemeriksaan tersebut dianggap benar
ketika tes dapat dilakukan pada jarak yang telah ditentukan, pada umumnya jarak
yaitu 33 cm. apabila pemeriksaan standar dengan kartu ini tidak tersedia, dapat
dipakai bahan lain seperti buku telefon atau koran. Setiap ukuran dan jarak harus
selalu dicatat.
Pada umumnya, penambahan sferis positis disesuaikan dengan umur pasien
yang bertambah sferis +0,25 setiap 2 tahun.
40 tahun : S+1,00
42 tahun : S+1,25
45 tahun : S+1,50
47 tahun : S+1,75
50 tahun : S+2,00
52 tahun : S+2,25
55 tahun : S+2,50
57 tahun : S+2,75
60 tahun ke atas : S+3,00
13
Tajam penglihatan terbaik setelah koreksi adlah kurang dari 20/60 sampai
20/160.
Severe Visual Impairment
Tajam penglihatan terbaik setelah koreksi hanya mencapai visus kurang
dari 20/160 samapai 20/400 atau diameter lapang pandang adalah 20o atau
kurang.
Profound Visual Impairment
Tajam penglihatan terbaik setelah koreksi hanya mencapai visus kurang
dari 20/400 samapi 20/1000, atau diameter lapang pandang adalah 10o
atau kurang.
Near-total Vision Loss
Tajam penglihatan terbaik setelah dikoreksi hanya mencapai visus 20/1250
atau kurang.
Total Blindness
No light perception.
BAB IV
14
KELAINAN REFRAKSI
4.1 Definisi
Kelainan refraksi adalah keadaan bayangan tegas tidak dibentuk pada retina.
Secara umum, terjadi ketidakseimbangan sistem penglihatan pada mata sehingga
menghasilkan bayangan yang kabur. Sinar tidak dibiaskan tepat pada retina, tetapi
dapat di depan atau di belakang retina dan tidak terletak pada satu titik fokus.
Kelainan refraksi dapat diakibatkan terjadinya kelainan kelengkungan kornea dan
lensa, perubahan indeks bias, dan kelainan panjang sumbu bola mata.
Ametropia adalah suatu keadaan mata dengan kelainan refraksi sehingga pada
mata yang dalam keadaan istirahat memberikan fokus yang tidak terletak pada retina.
Ametropia dapat ditemukan dalam bentuk kelainan miopia (rabun jauh),
hipermetropia (rabun dekat), dan astigmat.
4.2 Emetropia
Pada mata ini daya bias mata adalah normal, di mana sinar jauh difokuskan
sempurna di makula lutea tanpa bantuan akomodasi. Bila sinar sejajar tidak
difokuskan pada makula lutea disebut ametropia. Mata emetropia akan mempunyai
penglihatan normal atau 6/6 atau 100%. Bila media penglihatan seperti kornea, lensa,
dan badan kaca keruh maka sinar tidak dapat diteruskan di makula lutea. Pada
keadaan media penglihatan keruh maka penglihatan tidak akan 100% atau 6/6.1
Keseimbangan dalam pembiasan sebagian besar ditentukan oleh dataran
depan dan kelengkungan kornea dan panjangnya bola mata.kornea mempunyai daya
pembiasan sinar terkuat dibanding bagian mata lainnya. Lensa memegang peranan
membiaskan sinar terutama pada saat melakukan akomodasi atau bila melihat benda
yang dekat. Panjang bola mata seseorang berbede-beda. Bila terdapat kelainan
pembiasan sinar oleh kornea (mendatar, mencembung) atau adanya perubahan
panjang (lebih panjang, lebih pendek) bola mata maka sinar normal tidak dapat jatuh
ke makula. Keadaan ini disebut ametropia/anomali refraksi yang dapat berupa
miopia, hipermetropia, atau astigmatisma. Kelainan lain pada mata normal adalah
gangguan perubahan kencembungan lensa yang dapat berkurang akibat
15
berkurangnya elastisitas lensa sehingga terjadi gangguan akomodasi. Gangguan
akomodasi dapat terlihat pada usia lanjut sehingga terlihat keadaan yang
disebutpresbiopia.1
4.3 Ametropia
Keseimbangan dalam pembiasan sebagian besar ditentukan oleh dataran depan
dan kelengkungan kornea dan panjangnya bola mata. Kornea mempunyai daya
pembiasan sinar terkuat dibanding bagian mata lainnya. Lensa memegang peranan
membiaskan sinar terutama pada saat melakukan akomodasi atau bila melihat benda
dekat.1
Panjang bola mata seseorang berbeda-beda. Bila terdapat kelainan pembiasan
sinar oleh kornea (mendatar atau mencembung) atau adanya perubahan panjang (lebih
panjang atau lebih pendek) bola mata maka sinar normal tidak akan terfokus pada
makula. Keadaan ini disebut ametropia (anomali refraksi) yang dapat berupa miopia,
hipermetropia, atau astigmatisme.1
16
BAB V
MIOPIA
5.1 Definisi
Miopia adalah salah satu bentuk kelainan refraksi dimana sinar yang datang
sejajar dari jarak yang tak berhingga difokuskan di depan retina saat mata tidak
berakomodasi. Pasien dengan myopia akan menyatakan melihat lebih jelas bila dekat
sedangkan melihat jauh kabur atau pasien adalah rabun jauh. Pasien miopia
mempunyai pungtum remotum (titik terjauh yang masih dilihat jelas) yang dekat
sehingga mata selalu dalam atau berkedudukan konvergensi yang akan menimbulkan
keluhan astenopia konvergensi. Bila kedudukan mata ini menetap maka penderita
akan terlihat juling ke dalam atau esotropia.
Pada mata dengan miopia tinggi akan terdapat kelainan pada fundus okuli seperti
degenerasi makula, degenerasi retina bagian perifer,dengan myopik kresen pada papil
saraf optik. Pengobatan pasien dengan miopia adalah dengan memberikan kaca mata
sferis negative terkecil yang memberikan ketajaman penglihatan maksimal. Bila
pasien dikoreksi dengan -3.0 memberikan tajam penglihatan 6/6, dan demikian juga
bila diberi -3.25, maka sebaiknya diberikan lensa koreksi -3.0 agar untuk memberikan
istirahat mata dengan baik sesudah dikoreksi.1
Pada miopia tinggi sebaiknya koreksi dengan sedikit kurang atau under
correction. Lensa kontak dapat dipergunakan pada penderita myopia. Pada saat ini
myopia dapat dikoreksi dengan tindakan bedah refraksi pada kornea atau lensa.
Penyulit yang dapat timbul pada pasien dengan miopia adalah terjadinya ablasi retina
dan juling. Juling esotropia atau juling ke dalam biasanya mengakibatkan mata
berkonvergensi terus-menerus. Bila terdapat juling ke luar mungkin fungsi satu mata
telah berkurang atau terdapat ambliopia.1
17
Gambar 4. Miopia
5.2 Klasifikasi
5.2.1 Klasifikasi Berdasarkan Etiologi4
1. Miopia aksial
Miopia tipe ini disebabkan oleh diameter anteroposterior bola mata yang
bertambah panjang. Komponen refraktif lainnya berada dalam batas normal.
2. Miopia refraksional
Miopia ini disebabkan kelainan pada komponen-komponen refraktif pada
mata. Menurut Borish, miopia refraktif dapat disubklasifikasikan menjadi :
a. Curvature myopia
Terdapat peningkatan pada satu atau lebih kelengkungan permukaan
refraktif mata, terutama kornea
b. Index myopia
Terjadi perbedaan indeks refraksi dari satu atau lebih media okuler.
3. Miopia posisional
Terjadi akibat posisi lensa yang anterior.
4. Myopia akibat akomodasi yang berlebihan
18
peningkatan prevalensi miopia terbesar terjadi pada usia 9-10 tahun,
sementara pada laki-laki terjadi pada usia 11-12 tahun. Semakin dini onset
dari miopia, semakin besar progresi dari miopianya. Miopia yang mulai terjadi
pada usia 16 tahun biasanya lebih ringan dan lebih jarang ditemukan. Progresi
dari miopia biasanya berhenti pada usia remaja ( ♂pada usia 16 tahun, ♀ pada
usia 15 tahun)
2. Adult-Onset Myopia (AOM)
AOM dimulai pada usia 20 tahun. Miopia yang terjadi pada usia 20 sampai 40
tahun disebut sebagai early adult onset myopia, sedangkan myopia yang
terjadi setelah usia 40 tahun disebut late adult onset myopia. Kerja mata yang
berlebihan pada penglihatan dekat merupakan faktor risiko dari perkembangan
miopia.
19
banyak ditemukan pada anak usia sekolah maka disebut juga dengan ”School
Myopia”.
Etiologi
Suatu variasi biologi normal dari perkembangan mata, yang mana bisa
berhubungan maupun tidak berhubungan dengan genetik.
a. Tipe axial
Variasi fisiologis dari perkembangan bola mata atau dapat
berhubungan dengan neurologi prekok pada masa anak-anak.
b. Tipe kurvatural
Terjadi karena variasi perkembangan bola mata. Hal ini dikarenakan
kebiasaan diet pada masa anak-anak ada dilaporkan tanpa kesimpulan
yang belum terbukti.
c. Genetik
Genetik berperan dalam variasi biologis pada pertumbuhan bola mata,
dengan faktor resiko;
Jika kedua orang tua miopi prevalensi terjadinya miopi pada
anaknya sekitar 20 %
Jika salah satu dari orang tua menderita miopi maka prevalensi
anaknya menderita miopi sekitar 10%.
Jika salah satu orang tua tidak ada menderita miopi,prevalensi
miopi pada anak sekitar 5 %.
d. Teori bekerja dengan penglihatan yang sangat dekat.
Teori ini mengatakan bahwa, miopi dapat terjadi karena kebiasaan
kerja dengan pandangan yang sangat dekat, namun pada kenyataannya
teori ini belum terbukti secara pasti.
Gejala Klinis
Gejala subjektif :
Penglihatan jauh kabur merupakan gejala utama.
Gejala astenopia pada pasien miopi derajat ringan
Anak sering menyipitkan mata,merupakan hal yang sering dikeluhkan
oleh orang tua.
Gejala objektif :
Bola mata yang besar dan menonjol.
Kamera okuli anterior lebih dalam dari normal.
Pupil yang lebih lebar
Fundus normal, namun miopia kresen temporal bisa terlihat tetapi
jarang.
Biasanya terjadi saat usia 5 – 10 tahun dan meningkat sampai usia 18-
20 tahun. Dengan rata rata – 0.5 ± 0.3 per tahun.
20
3. Miopia patologis/ degeneratif
Miopia yang terjadi karena kelainan pada bagian mata lain seperti adanya
pendarahan pada badan kaca, pigmentasi pada retina dan peripapil. Miopia
patologis sudah terjadi saat usia 5 – 10 tahun, yang berefek saat usia dewasa
muda yang mana hal ini berhubungan dengan perubahan degeneratif pada
mata.
Miopia patologis suatu hasil dari pertumbuhan yang cepat dari panjang
axial bola mata. Untuk menerangkan terjadinya kelainan aksial bola mata
banyak teori yang dikemukakan, namun belum ada hipotesis memuaskan yang
bisa menerangkan terjadinya patologi itu. Namun demikian patologi ini
berhubungan dengan herediter dan pertumbuhan bola mata.
1. Herediter
Sekarang telah dipastikan bahwa genetik merupakan faktor mayor
sebagai etiologi kelainan ini. Progresif miopia yang bersifat familial,
banyak terjadi pada bangsa Cina, Arab dan Jepang. Namun jarang
ditemukan pada bangsa Afrika dan Sudan. Ini menunjukkan hubungan
herediter yang mempengaruhi pertumbuhan retina dalam
perkembangan miopi.
2. Proses Pertumbuhan secara umum
Proses pertumbuhan ini merupakan faktor minor pada perkembangan
miopia, Perpanjangan dari segmen posterior bola mata terjadi hanya
sepanjamg masa pertumbuhan aktif dan diperkirakan berhenti saat
pertumbuhan aktif berhenti. Disini ada beberapa faktor seperti nutrisi,
defisiensi, gangguan hormon, dan penyakit yang terjadi saat
pertumbuhan aktif sehingga mempengaruhi perkembangan miopia.
21
Gambar 5. Pemanjangan bola mata
Gejala Klinis
Gejala subjektif :
Kabur bila melihat jauh, penurunan visus umumnya lebih parah
dibanding dengan miopi simplek.
Keluhan lain seperti melihat sesuatu berwarna hitam melayang pada
penglihatannya, hal ini berhubungan dengan degenerasi vitreus.
Rabun pada malam hari dapat dikeluhkan pada penderita dengan miopi
tinggi.
Gejala objektif :
Gambaran pada segmen anterior serupa dengan myopia simpleks
Gambaran yang ditemukan pada segmen posterior berupa kelainan-
kelainan pada
o Badan kaca : dapat ditemukan kekeruhan berupa pendarahan
atau degenarasi yang terlihat sebagai floaters, atau benda-benda
yang mengapung dalam badan kaca. Kadang-kadang
ditemukan ablasi badan kaca yang dianggap belum jelas
hubungannya dengan keadaan myopia
o Papil saraf optic : terlihat pigmentasi peripapil, kresen myopia,
papil terlihat lebih pucat yang meluas terutama ke bagian
temporal. Kresen myopia dapat ke seluruh lingkaran papil
22
sehingga seluruh papil dikelilingi oleh daerah koroid yang
atrofi dan pigmentasi yang tidak teratur.
5.3 Komplikasi4
1. Strabismus divergens
2. Ablasio retina
23
3. Perdarahan badan kaca.
4. Perdarahan koroid
5.4 Penatalaksanaan
a. Nonfarmakologi
Kaca Mata
Lensa kontak
Lensa kontak mengurangi masalah kosmetik yang muncul pada
penggunaan kacamata akan tetapi memerlukan perawatan lensa yang
benar dan bersih.
b. Terapi Pembedahan
1. Radial Keratotomy
Untuk membuat insisi radial yang dalam pada pinggir kornea dan
ditinggalkan 4 mm sebagai zona optik. Pada penyembuhan insisi ini terjadi
pendataran dari permukaan kornea sentral sehingga menurunkan kekuatan
24
refraksi. Prosedur ini sangat bagus untuk miopi derajat ringan dan sedang.
Kelemahan
Kornea menjadi lemah, bisa terjadi ruptur bola mata jika terjadi trauma
setelah RK, terutama bagi penderita yang berisiko terjadi trauma tumpul,
seperti atlet, tentara. Bisa terjadi astigmat irreguler karena penyembuhan luka
yang tidak sempurna,namun jarang terjadi. Pasien Post RK juga dapat merasa
silau saat malam hari.
25
Gambar 10. Photorefractive keratotomy
26
Keuntungan LASIK
Minimimal atau tidak ada rasa nyeri post operatif
Kembalinya penglihatan lebih cepat dibanding PRK.
Tidak ada resiko perforasi saat operassi dan ruptur bola mata karena
trauma setelah operasi,
Tidak ada gejala sisa kabur karena penyembuhan epitel.
Baik untuk koreksi miopi yang lebih dari -12 dioptri.
Kekurangan LASIK
LASIK jauh lebih mahal
Membutuhkan skill operasi para ahli mata.
Dapat terjadi komplikasi yang berhubungan dengan flap, seperti flap
putus saat operasi, dislokasi flap postoperatif, astigmat irreguler.
BAB VI
HIPERMETROPIA
6.1 Definisi
Hipermetropia atau rabun dekat merupakan suatu kelainan refraksi dimana
sinar sejajar yang datang dari jarak tak terhingga oleh mata dalam keadaan istirahat
atau tanpa akomodasi di fokuskan di belakang retina. Pada hipermetropia bayangan
terbentuk di belakang retina, yang menghasilan penglihatan penderita hipermetropia
menjadi kabur. Hal ini dikarenakan bola mata penderita terlalu pendek atau daya
pemiasan kornea dan lensa terlalu lemah.Banyak anak lahir dengan hiperopia, dan
27
beberapa mereka tumbuh normal dengan pemanjangan bola mata. Terkadang sulit
dibedakan hiperopia dengan presbiopia, yang juga menyebabkan masalah penglihatan
dekat namun karena alasan yang berbeda.
Berikut gambar skematik pembentukan bayangan pada penderita
hipermetropia tanpa koreksi dan pembentukan bayangan pada penderita
hipermetropia setelah dikoreksi dengan lensa positif
6.2 Etiologi4
Hipermetropia dapat disebabkan:
a. Hipermetropia aksial
Merupakan kelainan refraksi akibat bola mata yang terlalu pendek
b. Hipermetropia refraktif
Dimana daya pembiasan mata terlalu lemah
c. Hipermetropia kurvatur
Dimana kelengkungan kornea atau lensa kurang sehingga bayangan terfokus
di belakang retina
d. Hipermetropia indeks
Berkurangnya indeks bias akibat usia atau sedang dalam pengobatan
diabetes.
e. Hipermetropia posisional
Posisi lensa yang posterior.
f. Afakia
28
6.3 Klasifikasi
6.3.1 Klasifikasi hipermetropia berdasarkan gejala klinis4
1. Hiperopia simpleks yang disebabkan oleh variasi biologi normal dalam
pertumbuhan bola mata, etiologinya bisa aksial atau kurvatur
2. Hiperopia patologik disebabkan kongenital atau didapat yang di luar vaiasi
biologi normal :
a. Hipermetropia indeks
b. Hipermetropia posisional
c. Afakia
d. Consecutive hypermetropia
3. Hiperopia fungsional disebabkan oleh paralisis dari proses akomodasi seperti
yang terlihat pada penderita dengan paralisis nervus III dan oftalmoplegia
internal.
29
o Hiperopia Fakultatif
Hipermetropia yang bisa diukur dan dikoreksi dengan
menggunakan lensa positif, tapi bisa juga dikoreksi
oleh proses akomodasi pasien tanpa menggunakan
lensa
Semua hiperopia laten adalah hipermetropia fakultatif
Akan tetapi, pasien dengan hipermetropia laten akan
menolak pemakaian lensa positif karena akan
mengaburkan penglihatannya.
Pasien dengan hipermetropia fakultatif bisa melihat
dengan jelas tanpa lensa positif tapi juga bisa melihat
dengan jelas dengan menggunakan lensa positif
o Hipermetropia Absolut
Tidak bisa dikoreksi dengan proses akomodasi
Penglihatan subnormal
Penglihatan jarak jauh juga bisa menjadi kabur
terutama pada usia lanjut
Hiperopia Total bisa dideteksi setelah proses akomodasi diparalisis dengan
agen sikloplegia.
30
Mata sensitif terhadap sinar
Spasme akomodasi yang dapat menimbulkan pseudomiopia
Perasaan mata juling karena akomodasi yang berlebihan akan diikuti
konvergensi yang berlebihan pula
Gejala Obyektif
Karena akomodasi yang terus menerus, akan terjadi hipertrofi dari otot–otot
akomodasi di corpus ciliare.
Akomodasi, miosis dan konvergensi adalah suatu trias dari saraf parasimpatik
N III.
Karena seorang hipermetropia selalu berakomodasi, maka pupilnya kecil
(miosis).
Karena akomodasi yang terus menerus, juga timbul hiperraemi dari mata.
Mata kelihatan terus merah. Juga fundus okuli, terutama N II kelihatan merah,
hingga memeberi kesan adanya radang dari N II.
Karena ini bukan radang yang sebenarnya, maka kemerahan N II juga
dinamakan pseudo-neuritis optica atau pseudo-papillitis.4
6.5 Komplikasi4
1. Blefaritis atau chalazia
2. Accommodative convergent squint
3. Ambliopia
4. Predisposisi untuk terjadi glaucoma sudut tertutup
31
o Conductive keratoplasty (CK)
BAB VII
ASTIGMATISMA
7.1 Definisi
Astigmatisma adalah keadaan dimana terdapat variasi pada kurvatur kornea atau
lensa pada meridian yang berbeda yang mengakibatkan berkas cahaya tidak
difokuskan pada satu titik. Astigmat merupakan akibat bentuk kornea yang oval
seperti telur, makin lonjong bentuk kornea makin tinggi astigmat mata tersebut. Dan
umumnya setiap orang memiliki astigmat yang ringan.
32
a. Corneal astigmatisme
Abnormalitas kelengkungan kornea
b. Lenticular astigmatisme
Jarang. Bisa akibat :
Kurvatur - abnormalitas kelengkungan lensa
Posisional – peralihan atau posisi lensa yang oblik
Indeks – indeks bias yang bervariasi pada meridian yang berbeda
Retinal – posisi macula yang oblik.
Klasifikasi
a. Simple astigmatism, dimana satu dari titik fokus di retina. Fokus lain dapat
jatuh di dapan atau dibelakang dari retina, jadi satu meridian adalah
emetropik dan yang lainnya hipermetropia atau miopia. Yang kemudian ini
dapat di rumuskan sebagai Simple hypermetropic astigmatism dan Simple
myopic astigmatism.
b. Compound astigmatism, dimana tidak ada dari dua focus yang jatuh tepat
di retina tetapi keduanya terletak di depan atau dibelakang retina. Bentuk
refraksi kemudian hipermetropi atau miop. Bentuk ini dikenal dengan
Compound hypermetropic astigmatism dan Compound miopic
astigmatism.
c. Mixed Astigmatism, dimana salah satu focus berada didepan retina dan
yang lainnya berda dibelakang retina, jadi refraksi berbentuk hipermetrop
pada satu arah dan miop pada yang lainnya.
33
Gambar 13. Jenis astigmatisma
34
3. Bentuk benda yang dilihat berubah (distorsi)
4. Mengecilkan celah kelopak jika ingin melihat
5. Sakit kepala
6. Mata tegang dan pegal
7. Astigmatisma tinggi (4-8 D) yang selalu melihat kabur sering mengakibatkan
ambliopia.
7.4 Diagnosis
Diagnosa ditegakkan berdasarkan anamnesa dan pemeriksaan fisik. Pasien akan
datang dengan gejala klinis seperti yang tersebut di atas. Pada pemeriksaan fisik,
terlebih dahulu dilakukan pemeriksaan dengan menggunakan kartu Snellen. Periksa
kelainan refraksi miopia atau hipermetropia yang ada, tentukan tajam penglihatan.
Dengan menggunakan juring atau kipas astigmat, garis berwarna hitam yang
disusun radial dengan bentuk semisirkular dengan dasar yang putih merupakan
pemeriksaan subyektif untuk menilai ada dan besarnya derajat astigmat.
Keadaan dari astigmatisma irregular pada kornea dapat dengan mudah di temukan
dengan melakukan observasi adanya distorsi bayangan pada kornea. Cara ini dapat
dilakukan dengan menggunakan Placido’s Disc di depan mata. Bayangan yang
terlihat melalui lubang di tengah piringan akan tampak mengalami perubahan bentuk.
Karena sebagian besar astigmatisma disebabkan oleh kornea, maka dengan
mempergunakan keratometer, derajat astigmat dapat diketahui, sehingga pada saat
dikoreksi untuk mendapatkan tajam penglihatan terbaik hanya dibutuhkan lensa sferis
saja.11
35
Gambar 15.Gambaran Kornea normal dan kornea astigmat dengan tes Plasido
7.5 Penatalaksanaan5
Astigmatisma ringan, yang tidak mengalami gangguan ketajaman penglihataan (0,5 D
atau kurang) tidak perlu dilakukan koreksi. Pada astigmatsma yang berat
dipergunakan kacamata silinder, lensa kontak atau pembedahan.
1. Kacamata Silinder
Pada astigmatism againts the rule, koreksi dengan silender negatif
dilakukan dengan sumbu tegak lurus (90o +/- 20o) atau dengan selinder positif
dengan sumbu horizontal (180o +/- 20o). Sedangkan pada astigmatism with the
rule diperlukan koreksi silinder negatif dengan sumbu horizontal (180o +/- 20o)
atau bila dikoreksi dengan silinder positif sumbu vertikal (90o +/- 20o).
Pada koreksi astigmatisma dengan hasil keratometri digunakan hukum Jawal :
a. Berikan kacamata koreksi astigmatisma pada astigmatism with the rule
dengan selinder minus 180 derajat, dengan astigmatisma hasil keratometri
yang ditemukan ditambahkan dengan ¼ nilainya dan dikurangi dengan 0,5 D.
b. Berikan kacamata koreksi astigmatisma pada astigmatism againts the rule
dengan selinder minus 90 derajat, dengan astigmatisma hasil keratometri
yang ditemukan ditambahkan dengan ¼ nilainya dan ditambah dengan 0,5 D.
2. Lensa Kontak
Pada penderita astigmatisma diberikan lensa rigid, yang dapat menetralisasi
astigmat yang terjadi di permukaan kornea.
3. Pembedahan
Untuk mengoreksi astigmatisma yang berat, dapat digunakan pisau khusus atau
36
dengan laser untuk mengoreksi kornea yang irreguler atau anormal. Ada bebrapa
prosedur pembedahan yang dapat dilakukan, diantaranya :
a. Photorefractive Keratectomy (PRK), laser dipergunakan unutk membentuk
kurvatur kornea.
b. Laser in Situ Keratomileusis (lasik), laser digunakan untuk merubah
kurvatur kornea dengan membuat flap (potongan laser) pada kedua sisi
kornea.
c. Radial keratotomy, insisi kecil dibuat secara dalam dikornea.
BAB VIII
PRESBIOPIA
8.1 Definisi
Makin berkurangnya kemampuan akomodasi mata sesuai dengan makin
meningkatnya umur. Kelainan ini terjadi pada mata normal berupa gangguan
perubahan kecembungan lensa yang dapat berkurang akibat berkurangnya elastisitas
lensa atau menurunnya kekuatan otot badan siliar sehingga terjadi gangguan
37
akomodasi.
Berikut ini gambar ilustrasi pembentukan bayangan pada penderita presbiopia.
8.2 Etiologi1
Gangguan akomodasi pada usia lanjut dapat terjadi akibat:
Kelemahan otot badan siliar
Lensa mata yang tidak kenyal atau berkurang elastisitasnya akibat
sklerosis lensa
8.3 Patofisiologi
Pada mekanisme akomodasi yang normal terjadi peningkatan daya refraksi mata
karena adanya perubahan keseimbangan antara elastisitas matriks lensa dan kapsul
sehingga lensa menjadi cembung. Dengan meningkatnya umur maka lensa menjadi
lebih keras (sklerosis) dan kehilangan elastisitasnya untuk menjadi cembung, dengan
demikian kemampuan melihat dekat makin berkurang.
8.4 Klasifikasi
1. Presbiopia Insipien
Tahap awal perkembangan presbiopia, dari anamnesa didapati pasien
memerlukan kaca mata untuk membaca dekat, tapi tidak tampak kelainan bila
dilakukan tes, dan pasien biasanya akan menolak preskripsi kaca mata baca.
2. Presbiopia Fungsional
Amplitud akomodasi yang semakin menurun dan akan didapatkan kelainan
ketika diperiksa.
3. Presbiopia Absolut
38
Peningkatan derajat presbiopia dari presbiopia fungsional, dimana proses
akomodasi sudah tidak terjadi sama sekali.
4. Presbiopia Prematur
Presbiopia yang terjadi dini sebelum usia 40 tahun dan biasanya berhubungan
dengan lingkungan, nutrisi, penyakit, atau obat-obatan.
5. Presbiopia Nokturnal
Kesulitan untuk membaca jarak dekat pada kondisi gelap disebabkan oleh
peningkatan diameter pupil.
8.5 Penatalaksanaan
Diberikan penambahan lensa sferis positif sesuai pedoman umur yaitu umur 40 tahun
(umur rata – rata) diberikan tambahan sferis + 1.00 dan setiap 5 tahun diatasnya
ditambahkan lagi sferis + 0.50.
Lensa sferis (+) yang ditambahkan dapat diberikan dalam berbagai cara:
1. Kacamata baca untuk melihat dekat saja
2. Kacamata bifokal untuk sekaligus mengoreksi kelainan yang lain
39
BAB IX
KELAINAN REFRAKSI LAIN
9.1 ANISOMETROPIA
9.1.1 Definisi2
Merupakan kelainan di mana kekuatan refraksi kedua mata berbeda, dapat
saja 1 mata miopia dan mata lainnya hipermetropia. Anisometropia
mengakibatkan pada bayi apa yang disebut sebagai ambliopia (berkurangnya
penglihatan pada satu mata). Pada keadaan yang berat ianisometropia tertentu
40
otak tidak dapat melihat besarnya benda yang berbeda. Perkembangan selanjutnya
mata akan senang melihat dengan satu mata dan melakukan supresi pada mata
lainnya.
9.1.2 Klasifikasi4
1. Simple anisometropia
Satu mata emetropia dan satu mata lagi miopia atau hipermetropia.
2. Compound anisometropia
Kedua mata myopia atau hipermetropia namun salah satu mempunyai
kelainan refraksi yang lebih besar.
3. Mixed anisometropia/antimetropia
Satu mata myopia sedangkan satu mata lagi hipermetropia.
4. Simple astigmatic anisometropia
Satu mata normal dan satu mata lagi simple miopic/hipermetropic
astigmatisme.
5. Compound astigmatic anisometropia
Bila kedua mata astigmatisma namun derajatnya berbeda.
9.1.4 Penatalaksanaan2
1. Kacamata
2. Lensa kontak
3. Tindakan bedah
Refractive corneal surgery
Intraocular lens implantation for uniocularaphakia
Operasi Fucala
9.2 ANISEIKONIA
41
9.2.1 Definisi2
Keadaan pada kedua mata memberikan bayangan yang tidak sama
besarnya. Aniseikonia sering dikaitkan dengan tidak samanya kelainan refraksi
pada kedua mata.
9.2.2 Etiologi2
Pembesaran optik, berbeda ukuran bayangan benda
Distribusi reseptor retina , memberikan besar bayangan jadi berbeda
Proses korteks, perbedaan proses bayangan retina ditolak
9.2.3 Klasifikasi4
1. Optical aniseikonia
2. Retinal aniseikonia
3. Cortical aniseikonia
9.2.5 Penatalaksanaan2
1. Kacamata
2. Lensa kontak
9.3 AMBLIOPIA
9.3.1 Definisi2
Ambliopia atau mata malas, merupakan kelainan mata dengan gejala penglihatan
yang tidak disertai dengan adanya kelainan pada mata. Ambliopia merupakan suatu
keadaan mata dimana tajam penglihatan mencapai optimal sesuai dengan usia dan
intelegensinya walaupun sudah dikoreksi kelainan refraksinya. Pada ambliopia terjadi
penurunan tajam penglihatan unilateral atau bilateral disebabkan karena kehilangan
pengenalan bentuk, interaksi binokuler abnormal, atau keduanya dimana tidak ditemukan
42
kausa organik pada pemeriksaan fisik mata dan pada kasus yang keadaan baik, dapat
dikembalikan fungsinya dengan pengobatan.
9.3.2 Etiologi2
Terjadinya gangguan aliran bayangan penglihatan ke dalam otak pada usia muda.
Ambliopia pada umumnya mengenai satu mata.
Merupakan gangguan perkembangan otak, tidak akibat kelainan jaringan mata.
Strabismus
Anisometropia
9.3.4 Pemeriksaan
a. Uji Crowding Phenomena
Penderita ambliopia kurang mampu untuk membaca bentuk / huruf yang
rapat dan mengenali pola apa yang dibentuk oleh gambar atau huruf tersebut.
Tajam penglihatan yang dinilai dengan cara konvensional yang berdasar
kepada kedua fungsi tadi selalu mendekati normal.
Telah diketahui bahwa penderita ambliopia sulit untuk mengidentifikasi
huruf yang tersusun linear (sebaris) dibandingkan dengan huruf yang terisolasi,
maka dapat kita lakukan dengan penderita diminta membaca kartu snellen
sampai huruf terkecil yang dibuka satu persatu atau yang diisolasi, kemudian
isolasi huruf dibuka dan pasien di suruh melihat sebaris huruf yang sama. Bila
terjadi penurunan tajam penglihatan dari huruf isolasi ke huruf dalam baris
maka ini disebut adanya fenomena crowding pada mata tersebut. Mata ini
menderita ambliopia. Hal ini disebut ”Crowding Phenomenon”. Terkadang
mata Ambliopia dengan tajam penglihatan 20/20 (6/6) pada huruf isolasi dapat
turun hingga 20/100 (6/30) bila ada interaksi bentuk (countour interaction).
43
Gambar 17. Uji crowding fenomena
44
Gambar 18. Tes Filter Densitas Netral
Keterangan :
a. Pada saat mata yang sehat ditutup, filter ditempatkan di depan mata yang
ambliopik selama 1 menit sebelum diperiksa visusnya.
b. Tanpa filter pasien bisa membaca 20/40.
c. Dengan filter, visus tetap 20/40 (atau membaik 1 atau 2 baris) pada
Ambliopia fungsional.
d. Filter bisa menurunkan visus 3 baris atau lebih pada kasus-kasus
Ambliopia organik.
9.3.5 Penatalaksanaan
Ambliopia, pada kebanyakan kasus dapat ditatalaksana dengan efektif
selama satu dekade pertama. Lebih cepat tindakan terapeutik dilakukan, maka akan
semakin besar pula peluang keberhasilannya. Bila pada awal terapi sudah berhasil
hal ini tidak menjamin penglihatan optimal akan tetap bertahan, maka para klinisi
harus tetap waspada dan bersiap untuk melanjutkan penatalaksanaan hingga
45
penglihatan ”matang” (sekitar umur 10 tahun).
Penatalaksanaan ambliopia meliputi langkah – langkah berikut
1. Menghilangkan (bila mungkin) semua penghalang penglihatan seperti katarak.
2. Koreksi kelainan refraksi.
3. Paksakan penggunaan mata yang lebih lemah dengan membatasi penggunaan
mata yang lebih baik.
46
ambliopia pada mata yang baik.
2. Oklusi Part-time
Oklusi part-time adalah oklusi selama 1-6 jam per hariakan memberi
hasil sama dengan oklusi full-time. Durasi interval buka dan tutup patch-
nya tergantung dari derajat ambliopia.
Ambliopia Treatment Studies (ATS) telah membantu dalam
penjelasan peranan full-time patching dibanding part-time. Studi tersebut
menunjukkan pasien usia 3-7 tahun dengan ambliopia berat (tajam
penglihatan antara 20/100 = 6/30 dan 20/400 = 6/120 ), full-time patching
memberi efek sama dengan penutupan selama 6 jam per hari. Dalam studi
lain, patching 2 jam/hari menunjukkan kemajuan tajam penglihatan
hampir sama dengan patching 6 jam/hari pada ambliopiasedang /
moderate (tajam penglihatan lebih baik dari 20/100) pasien usia 3 – 7
tahun. Dalam studi ini, patching dikombinasi dengan aktivitas melihat
dekat selama 1 jam/ hari.
Idealnya terapi ambliopia diteruskan hingga terjadi fiksasi alternat
atau tajam penglihatan dengan Snellen linear 20/20 (6/6) pada masing –
masing mata.Hasil ini tidak selalu dapat dicapai. Sepanjang terapi terus
menunjukkan kemajuan maka penatalaksanaan harus tetap diteruskan.
Degradasi Optikal
Metode lain untuk penatalaksanaan ambliopia adalah dengan
menurunkan kualitas bayangan (degradasi optikal) pada mata yang lebih
baik hingga menjadi lebih buruk dari mata yang ambliopia, sering juga
disebut penalisasi (penalization).Sikloplegik (biasanya atropine tetes 1%
atau homatropine tetes 5%) diberi satu kali dalam sehari pada mata yang
lebih baik sehingga tidak dapat berakomodasi dan kabur bila melihat
dekat.Pendekatan ini mempunyai beberapa keuntungan dibanding dengan
oklusi yaitu tidak mengiritasi kulit dan lebih baik dilihat dari segi kosmetis.
Dengan atropinisasi, anak sulit untuk ”menggagalkan” metode ini.
Evaluasinya juga tidak perlu sesering oklusi.
47
Metode pilihan lain yang prinsipnya sama adalah dengan memberikan
lensa positif dengan ukuran tinggi (fogging)atau filter. Metode ini mencegah
terjadinya efek samping farmakologik atropine.
BAB IV
KESIMPULAN
1. Kelainan refraksi adalah keadaan dimana bayangan tegas tidak dibentuk pada retina
(macula lutea). Pada kelainan refraksi terjadi ketidakseimbangan sistem optik pada
mata sehingga menghasilkan bayangan kabur.
2. Dikenal istilah emetropia yang berarti tidak adanya kelainan refraksi dan ametropia
yang berarti adanya kelainan refraksi seperti miopia, hipermetropia,astigmat, dan
presbiopia
3. Miopia adalah salah satu bentuk kelainan refraksi dimana sinar yang datang sejajar
dari jarak yang tak berhingga difokuskan di depan retina saat mata tidak
berakomodasi. Kelainan ini dapat dikoreksi dengan menggunakan lensa sferis negatif.
4. Hipermetropia atau rabun dekat merupakan keadaan gangguan kekuatan pembiasan
mata dimana sinar sejajar jauh tidak cukup dibiaskan sehingga titik fokusnya terletak
48
di belakang retina. Kelainan ini dapat dikoreksi dengan menggunakan lensa sferis
positif.
5. Astigmatisma adalah keadaan dimana terdapat variasi pada kurvatur kornea atau lensa
pada meridian yang berbeda yang mengakibatkan berkas cahaya tidak difokuskan
pada satu titik.
6. Presbiopia merupakan kelainan penglihatan yang diakibatkan makin berkurangnya
kemampuan akomodasi mata sesuai dengan makin meningkatnya umur.
7. Ambilopia adalah berkurangnya visus atau tajam penglihatan unilateral atau bilateral
walaupun sudah dengan koreksi terbaik tanpa ditemukannya kelainan struktur pada
mata atau lintasan visual bagian belakang.
8. Kelainan-kelainan refraksi dan ambliopia dapat dikoreksi dengan menggunakan lensa
yang sesuai. Dan perkembangan ilmu pengetahuan menyediakan modalitas terapi
pembedahan untuk penatalaksanaan kelainan-kelainan refraksi dan ambliopia.
DAFTAR PUSTAKA
1. Ilyas S.Ilmu Penyakit Mata. Edisi ke – 3. Balai Penerbit FKUI. Jakarta. 2009. Hal 72-
82.
2. Ilyas S. Ikhtisar Ilmu Penyakit Mata. Balai Penerbit FKUI. Jakarta. 2009. Hal 319 –
330.
3. Artini W, Hutauruk JA, Yudisianil. Pemeriksaan Dasar Mata. Balai Penerbit FKUI.
Jakarta. 2011. Hal 34 -36.
5. Langston, D.P; Manual of Ocular Diagnosis and Therapy; 5th Edition; Lippincott
Wlliams & Wilkins; Philadelphia; p 344-346.
49