Anda di halaman 1dari 21

Laporan kasus

ABLASIO RETINA REGMATOGENOSA et causa


MIOPIA TINGGI OKULI DEXTRA
MIOPIA TINGGI OKULI SINISTRA

Oleh :
Lidia Wati
1408465707

Pembimbing :
dr. Nofri Suriadi, Sp M

KEPANITERAAN KLINIK
BAGIAN ILMU PENYAKIT MATA
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS RIAU
RSUD ARIFIN ACHMAD PEKANBARU
2015
BAB I
PENDAHULUAN

Miopia (minus) dapat diklasifikasikan sebagai miopia simpleks dan miopia patologis.
Miopia simpleks biasanya ringan dan miopia patalogis hampir selalu progresif. Keadaan ini
biasanya diturunkan orang tua pada anaknya. Miopia tinggi adalah salah satu penyebab
kebutaan pada usia dibawah 40 tahun. Miopia tinggi adalah miopia dengan ukuran 6 dioptri
atau lebih. Penderita dengan minus diatas 6 dioptri mempunyai risiko 3- 4 kali lebih besar
untuk terjadinya komplikasi pada mata. Sekitar lima juta penduduk Inggris menderita rabun
dekat dan 200.00 diantaranya menderita miopia tinggi. Pada beberapa orang, miopia tinggi
dapat menyebabkan kerusakan retina atau ablasio.1
Ablasio retina adalah suatu kelainan pada mata yang disebabkan karena terpisahnya
lapisan neuroretina dari lapisan epitel pigmen retina akibat adanya cairan di dalam rongga
subretina atau akibat adanya suatu tarikan pada retina oleh jaringan ikat atau membran
vitreoretina.2 Lepasnya retina atau sel kerucut dan batang dari lapisan epitel pigmen retina
akan mengakibatkan gangguan nutrisi retina dari pembuluh darah koroid yang bila
berlangsung lama akan mengakibatkan gangguan fungsi penglihatan yang menetap.3
Pada dasarnya ablasio retina adalah suatu kelainan mata bilateral, sehingga harus
diperiksa dan ditangani pada kedua mata. Biasanya ablasio retina ini adalah suatu kelainan
yang berhubungan dengan meningkatnya usia dan miopia tinggi, dimana akan terjadi
perubahan degeneratif pada retina dan vitreous. Diperkirakan prevalensi ablasio retina adalah
1 kasus dalam 10.000 populasi. Prevalensi meningkat pada keadaan miopi tinggi,
afakia/pseudofakia dan trauma. Pada penderita-penderita ablasio retina ditemukan adanya
miopi sebesar 55%, afakia/pseudofakia 30-40%, degenerasi lattice 20-30%, dan trauma 10-
20%.4
Di Amerika Serikat sekitar 6 % dari populasi menderita ablasio retina regmatogenosa,
dengan insiden 1 dari 15000 populasi, prevalensi 0,3 %. Laki-laki lebih sering terkena
dibandingkan perempuan. Sekitar 15 % penderita ablasio retina pada satu mata, akan
berkembang pula pada mata yang lain. Lebih sering pada etnis yahudi dan rendah pada orang
kulit hitam, dan biasanya pada orang berusia 40-70 tahun. Insiden ablasio retina idiopatik
yang berkaitan dengan usia sekitar 12,5 kasus dari 100000 setiap tahun, atau sekitar 28000
kasus setiap tahun di Amerika Serikat.4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Miopia Tinggi
2.1.1 Definisi
Miopia merupakan kelainan refraksi dimana berkas sinar sejajar yang memasuki mata
tanpa akomodasi, jatuh pada fokus yang berada di depan retina. Dalam keadaan ini objek
yang jauh tidak dapat dilihat secara teliti karena sinar yang datang saling bersilangan pada
badan kaca, ketika sinar tersebut sampai di retina sinar-sinar ini menjadi
divergen,membentuk lingkaran yang difus dengan akibat bayangan yang kabur. Miopia tinggi
adalah miopia dengan ukuran 6 dioptri atau lebih.3,5,6

2.1.2 Klasifikasi
Tipe Miopia :3,5,6
1. Miopia aksial
Bertambah panjangnya diameter anteroposterior bola mata dari normal. Pada
orang dewasa panjang axial bola mata 22,6 mm. Perubahan diameter
anteroposterior bola mata 1 mm akan menimbulkan perubahan refraksi sebesar 3
dioptri.
2. Miopia kurfatura
Kurfatura dari kornea bertambah kelengkungannya, misalnya pada keratokonus
dan kelainan kongenital. Kenaikan kelengkungan lensa bisa juga menyebabkan
miopia kurvatura, misalnya pada stadium intumesen dari katarak. Perubahan
kelengkungan kornea sebesar 1 mm akan menimbulkan perubahan refraksi
sebesar 6 dioptri.
3. Miopia indeks refraksi
Peningkatan indeks bias media refraksi sering terjadi pada penderita diabetes
melitus yang kadar gula darahnya tidak terkontrol.
4. Perubahan posisi lensa
Perubahan posisi lensa kearah anterior setelah tindakan bedah terutama glaukoma
berhubungan dengan terjadinya miopia.

Berdasarkan tingginya dioptri, miopia dibagi dalam:1,3,5


1. Miopia sangat ringan, dimana miopia sampai dengan 1 dioptri
2. Miopia ringan, dimana miopia antara 1-3 dioptri
3. Miopia sedang, dimana miopia antara 3-6 dioptri
4. Miopia tinggi, dimana miopia 6-10 dioptri
5. Miopia sangat tinggi, dimana miopia >10 dioptri

2.1.3 Etiologi dan Patogenesis


Etiologi dan patogenesis pada miopia tidak diketahui secara pasti dan banyak faktor
memegang peranan penting dari waktu kewaktu misalnya konvergen yang berlebihan,
akomodasi yang berlebihan, lapisan okuler kongestif, kelainan pertumbuhan okuler,
avitaminosis dan disfungsi endokrin. Teori miopia menurut sudut pandang biologi
menyatakan bahwa miopia ditentukan secara genetik.7
Pengaruh faktor herediter telah diteliti secara luas. Macam-macam faktor lingkungan
prenatal, perinatal dan postnatal telah didapatkan untuk operasi penyebab miopia.7

2.1.4 Gejala Klinis


Gejala subjektif miopia antara lain:3
a. Kabur bila melihat jauh
b. Membaca atau melihat benda kecil harus dari jarak dekat
c. Lekas lelah bila membaca ( karena konvergensi yang tidak sesuai dengan akomodasi )
d. Astenovergens
Gejala objektif miopia antara lain:8
1. Miopia simpleks :
a. Pada segmen anterior ditemukan bilik mata yang dalam dan pupil yang relatif lebar.
Kadang-kadang ditemukan bola mata yang agak menonjol
b. Pada segmen posterior biasanya terdapat gambaran yang normal atau dapat disertai
kresen miopia (myopic cresent) yang ringan di sekitar papil saraf optik.
2. Miopia patologik :
a. Gambaran pada segmen anterior serupa dengan miopia simpleks
b. Gambaran yang ditemukan pada segmen posterior berupa kelainan-kelainan pada
1. Badan kaca : dapat ditemukan kekeruhan berupa pendarahan atau degenerasi yang
terlihat sebagai floaters, atau benda-benda yang mengapung dalam badan kaca.
Kadang-kadang ditemukan ablasi badan kaca yang dianggap belum jelas
hubungannya dengan keadaan miopia
2. Papil saraf optik : terlihat pigmentasi peripapil, kresen miopia, papil terlihat lebih
pucat yang meluas terutama ke bagian temporal. Kresen miopia dapat ke seluruh
lingkaran papil sehingga seluruh papil dikelilingi oleh daerah koroid yang atrofi
dan pigmentasi yang tidak teratur

Gambar 1. Myopic Cresent8


3. Makula : berupa pigmentasi di daerah retina, kadang-kadang ditemukan perdarahan
subretina pada daerah makula.
4. Retina bagian perifer : berupa degenersi kista retina bagian perifer
5. Seluruh lapisan fundus yang tersebar luas berupa penipisan koroid dan retina.
Akibat penipisan ini maka bayangan koroid tampak lebih jelas dan disebut sebagai
fundus tigroid.

Gambar 2. Fundus Tigroid8

Kesalahan pada saat pemeriksaan refraksi biasa mendominasi gejala klinik yang
terjadi pada miop tinggi. Hilangnya penglihatan secara tiba-tiba mungkin disebabkan karena
perdarahan makular pada bagian fovea dimana membrana Bruch mengalami dekompensasi.
Kehilangan penglihatan secara bertahap dan metamorpopsia terjadi oleh karena rusaknya
membrana Bruch.8
Dikatakan miop tinggi apabila melebihi -8.00 dioptri dan dapat labih tinggi lagi
hingga mencapai -35.00 dioptri. Tingginya dioptri pada miopia ini berhubungan dengan
panjangnya aksial miopia, suatu kondisi dimana belakang mata lebih panjang daripada
normal, sehingga membuat mata memiliki pandangan yang sangat dekat.9
2.1.5 Koreksi Miopia Tinggi
a. Koreksi Miopia Tinggi dengan Penggunaan Kacamata
Penggunaan kacamata untuk pasien miopia tinggi masih sangat penting. Meskipun
banyak pasien miopia tinggi menggunakan lensa kontak, kacamata masih dibutuhkan.
Pembuatan kacamata untuk miopia tinggi membutuhkan keahlian khusus. Bingkai kacamata
haruslah cocok dengan ukuran mata. Bingkainya juga harus memiliki ukuran lensa yang kecil
untuk mengakomodasi resep kacamata yang tinggi. Pengguanaan indeks material lensa yang
tinggi akan mengurangi ketebalan lensa. Semakin tinggi indeks lensa, semakin tipis lensa.
Pelapis antisilau pada lensa akan meningkatkan pengiriman cahaya melalui material lensa
dengan indeks yang tinggi ini sehingga membuat resolusi yang lebih tinggi.9
b. Koreksi Miopia Tinggi dengan Menggunakan Lensa Kontak
Cara yang disukai untuk mengoreksi kelainan miopia tinggi adalah lensa kontak.
Banyak jenis lensa kontak yang tersedia meliputi lensa kontak sekali pakai yang sekarang
telah tersedia lebih dari -16.00 dioptri.9
Lensa kontak ada dua macam yaitu lensa kontak lunak (soft lens) serta lensa kontak
keras (hard lens). Pengelompokan ini didasarkan pada bahan penyusunnya. Lensa kontak
lunak disusun oleh hydrogels, HEMA (hydroksimethylmetacrylate) dan vinyl copolymer
sedangkan lensa kontak keras disusun dari PMMA (polymethylmetacrylate).8
c. Koreksi Miopia Tinggi dengan LASIK
LASIK adalah suatu tindakan koreksi kelainan refraksi mata yang menggunakan
teknologi laser dingin (cold/non thermal laser) dengan cara merubah atau mengkoreksi
kelengkungan kornea. Setelah dilakukan tindakan LASIK, penderita kelainan refraksi dapat
terbebas dari kacamata atau lensa kontak, sehingga secara permanen menyembuhkan rabun
jauh (miopia), rabun dekat (hipermetropia), serta mata silinder (astigmatisme).10

2.1.6 Komplikasi
Komplikasi lain dari miopia sering terdapat pada miopia tinggi berupa ablasio retina,
perdarahan vitreous, katarak, perdarahan koroid dan juling esotropia atau juling ke dalam
biasanya mengakibatkan mata berkonvergensi terus-menerus. Bila terdapat juling ke luar
mungkin fungsi satu mata telah berkurang atau terdapat ambliopia.3,5
2.2 Anatomi Retina

Retina merupakan selembar tipis jaringan saraf yang semi transparan, yang melapisi
bagian dalam dua pertiga posterior dinding bola mata. Retina terdiri atas pars pigmentosa di
sebelah luar dan pars nervosa di sebelah dalam. Permukaan luar melekat dengan choroidea
dan permukaan dalam berhubungan dengan corpus vitreum. Tiga perempat posterior retina
merupakan organ reseptor. Pinggir anteriornya membentuk cincin berombak disebut ora
serrata, yang merupakan ujung akhir pars nervosa.11
Bagian anterior retina bersifat tidak peka dan hanya terdiri atas sel-sel berpigmen
dengan lapisan epitel silindris di bawahnya. Bagian anterior retina ini menutupi processus
siliaris dan belakang iris. Pada pertengahan bagian posterior retina terdapat daerah lonjong
kekuningan, disebut macula lutea, yang merupakan area retina dengan daya lihat paling jelas.
Ditengahnya terdapat lekukan, disebut fovea centralis.11
Nervus opticus meninggalkan retina kira-kira 3 mm medial dari macula lutea melalui
discus nervi optici. Discus nervi optici agak cekung pada bagian tengahnya, yaitu merupakan
tempat nervus opticus ditembus oleh arteri sentralis retina. Pada discus nervi optici tidak
terdapat sel-sel batang dan kerucut, sehingga tidak peka terhadap cahaya dan disebut sebagai
bintik buta.11

Gambar 3. Anatomi Retina12


2.3 Histologi Retina

Retina berbatasan dengan koroid dengan sel pigmen epitel retina dan terdiri atas
lapisan :3,13
1. Lapisan epitel pigmen
Epitel pigmen retina merupakan lapisan tunggal tebal. EPR terdiri dari sel-sel
heksagonal berpigmen. Sel lebih besar dan lebih kuboid pada bagian yang dekat dengan
ora serrata, merupakan transisi ke epitel berpigmen dari badan silier. Fungsi utamanya
ialah sebagai sawar, transportasi ion, dan fagositosis. Sel ini mengandung melanosom
yang memanjang dari daerah apikal ke bagian tengah sel, mengaburkan nukleolus di
daerah basal. Bagian apikal terdiri dari mikrovili yang meluas ke lapisan fotoreseptor.
2. Lapisan fotoreseptor
Lapisan fotoreseptor tersusun atas segmen luar dan dalam dari sel batang dan kerucut.
Segmen fotoreseptor bagian luar khusus berfungsi menangkap cahaya dan menerima
dukungan fungsional dari sel EPR yang berada langsung di luar segmen tersebut. Sel
batang dan kerucut merupakan sel yang mengandung fotopigmen yang berfungsi untuk
menyerap cahaya. Sel batang aktif dalam pencahayaan redup sementara sel kerucut
aktif dalam kondisi yang cukup terang.
3. Membran limitan eksterna
Membrana limitans eksterna terbentuk oleh tautan rapat antara sel Müller dan sel
fotoreseptor segmen dalam. Lapisan ini berfungsi sebagai sawar diantara ruang
subretina sampai segmen dalam dan luar fotoreseptor, lalu bergabung mendekati
lapisan epitel berpigmen di belakang retina dan neuroretina yang sebenarnya.
4. Lapisan nucleus luar
Lapisan inti luar mengandung badan sel fotoreseptor batang dan kerucut. Badan sel
batang lebih banyak di bagian perifer, sementara badan sel kerucut lebih banyak di
retina bagian sentral. Lapisan inti luar paling tebal di bagian fovea (50 µm, berisi
sekitar 10 baris inti sel kerucut) dan secara progresif menipis di bagian perifer.
5. Lapisan pleksiform luar
Bagian yang paling distal dari lapisan pleksiform eksterna didominasi oleh serat bagian
dalam sel fotoreseptor, sementara dendrit dari sel bipolar dan horizontal, bersama
dengan sel Müller terdapat di bagian paling dalam dari lapisan ini.
6. Lapisan nucleus dalam
Lapisan inti dalam terdiri dari badan sel horizontal, sel bipolar, sel amakrin, neuron
interpleksiform, sel Müller, dan beberapa sel ganglion yang berpindah. Inti sel amakrin
terletak di sebelah lapisan pleksiform interna. Sel bipolar memiliki dendrit di lapisan
pleksiform eksterna dan akson di lapisan pleksiform interna. Neuron interpleksiform
menerima input dari lapisan pleksiform interna dan diproyeksikan ke lapisan
pleksiform eksterna. Sel horizontal berfungsi untuk mentransfer informasi dengan arah
horizontal secara paralel dengan permukaan retina. Sel horizontal memiliki prosesus
atau akson yang panjang. Sel bipolar merupakan orde kedua neuron pada jalur visual.
Dendrit sel bipolar bersinaps dengan sel fotoreseptor dan sel horizontal. Akson sel
bipolar bersinaps dengan sel ganglion dan sel amakrin. Sel bipolar menyampaikan
informasi dari sel horizontal, amakrin dan ganglion. Sementara itu, sel bipolar
menerima umpan balik dari sel amakrin. Sel amakrin berperan penting dalam modulasi
informasi yang mencapai sel ganglion. Prosesusnya membentuk sinaps kompleks
dengan akson dan sel bipolar. Neuron interpleksiform ditemukan di antara lapisan sel
amakrin, dan merupakan presinaps dari sel bipolar batang atau sel bipolar kerucut pada
lapisan pleksiform eksterna. Prosesusnya meluas ke kedua lapisan sinaptik, dan
menyampaikan informasi antar lapisan.
7. Lapisan pleksiform dalam
Lapisan pleksiform interna terdiri dari koneksi sinaptik antara akson sel-sel bipolar dan
dendrit sel ganglion.
8. Lapisan sel ganglion
Lapisan sel ganglion merupakan lapisan sel tunggal yang tebal, kecuali di bagian
makula. Lapisan ini dipisahkan oleh proses sel glial Müller. Jumlah sel ganglion
berkurang dan lapisan serat saraf menipis ke arah ora serrata. Sel ganglion dapat berupa
bipolar atau multipolar.
9. Lapisan serabut saraf
Lapisan serat saraf terdiri dari akson sel ganglion. Berjalan sejajar dengan permukaan
retina lalu dari serat optik menuju ke diskus optikus dan akhirnya keluar dari mata
melalui lamina kribosa sebagai saraf optik.
10. Membran limitan interna
Membrana limitans interna merupakan permukaan dalam retina yang membatasi vitreus
humor, dengan demikian fungsinya ialah membentuk sawar di antara neuroretina dan
cairan vitreus. Sel Müller, sel astrosit, dan sel mikroglial merupakan sel neuroglial yang
berfungsi untuk menyediakan struktur dan sokongan serta berperan dalam reaksi
jaringan saraf bila mengalami kerusakan atau infeksi. Sel Müller adalah sel neuroglial
besar yang memanjang pada sebagian besar retina. Sel ini berperan dalam menyediakan
struktur. Bagian apeks dari sel Müller berada di lapisan fotoreseptor, sementara bagian
basal berada di permukaan dalam retina. Sel astrosit merupakan sel berserat yang
berbentuk bintang yang ditemukan pada bagian dalam retina. Sel astrosit ini
berkontribusi pada membrana limitans interna dan memiliki fungsi yang sama dengan
sel Müller. Sel mikroglial merupakan sel fagositik yang tersebar 7 (wandering), dapat
ditemukan di seluruh retina. Jumlahnya meningkat bila terdapat inflamasi dan
kerusakan.

Gambar 4. Histologi Retina14

2.4 Ablasio retina

Ablasio retina merupakan suatu kelainan pada mata di mana lapisan sensori retina, sel
kerucut dan sel batang terlepas dari lapisan epitel pigmen retina.2,3,6 Pada keadaan ini sel
epitel pigmen retina masih melekat erat dengan membran Bruch.3
Terdapat 2 tipe utama ablasio retina, yaitu:
1. Ablasio retina regmatogenosa: terjadi akibat adanya robekan pada retina sehingga cairan
masuk ke dalam rongga subretina, di antara lapisan sensori retina dan sel epitel pigmen
retina.2,3,4,6
2. Ablasio retina non regmatogenosa: tidak terjadi robekan.
Dibagi menjadi 2 tipe, yaitu:
 Traksional: lapisan sensori retina tertarik keluar dari sel epitel pigmen retina oleh
kontraksi membran vitreoretina dan tidak diketahui asal dari cairan
subretina.2
 Eksudatif: cairan subretina berasal dari koroid melalui sel epitel pigmen retina yang
rusak.2

2.5 Ablasio Retina Regmatogenosa

2.5.1 Epidemiologi
Ablasio retina regmatogenosa mengenai sekitar 1 dari 10.000 populasi setiap tahun
dan keterlibatan kedua mata sekitar 10 % kasus.2,12 Di Amerika Serikat sekitar 6 % dari
populasi menderita ablasio retina regmatogenosa, dengan insiden 1 dari 15000 populasi,
prevalensi 0,3 %. Laki-laki lebih sering terkena dibandingkan perempuan. Sekitar 15 %
penderita ablasio retina pada satu mata, akan berkembang pula pada mata yang lain. Lebih
sering pada etnis yahudi dan rendah pada orang kulit hitam, dan biasanya pada orang berusia
40-70 tahun. Insiden ablasio retina idiopatik yang berkaitan dengan usia sekitar 12,5 kasus
dari 100000 setiap tahun, atau sekitar 28000 kasus setiap tahun di Amerika Serikat.4

2.5.2 Etiologi
Kelompok orang tertentu memiliki faktor risiko lebih tinggi dibandingkan dengan
orang lain, seperti miopia berat, afakia (misal pada pasien katarak setelah dioperasi tanpa
lensa intraokular), usia lanjut, dan trauma.3,4,6,12 Ablasio retina yang disebabkan oleh trauma
lebih sering terjadi pada individu berusia 25-45 tahun. Hal yang tidak terlalu berhubungan
dengan ablasio retina regmatogenosa, antara lain riwayat keluarga, riwayat kelainan
kongenital mata seperti glaukoma, vitreopati herediter dengan abnormal badan vitreus, dan
riwayat retinopati prematuritas.12
Miopia tinggi, di atas 5-6 dioptri, berhubungan dengan 67 % kasus ablasio retina dan
cenderung terjadi lebih muda dari pasien non miopia. Diperkirakan terjadi pada 5-16 dari
1000 setelah operasi katarak dengan metode ICCE. Risiko ini menjadi lebih tinggi pada
pasien dengan miopi tinggi. Walaupun ablasio retina terjadi pada satu mata tetapi 15 %
kemungkinan akan berkembang pada mata yang lainnya, dan risiko ini lebih tinggi, sekitar
25-30 % pada pasien yang telah menjalani operasi katarak pada kedua mata.6
2.5.3 Klasifikasi
Ablasio retina regmatogenosa dapat diklasifikasikan berdasarkan patogenesis,
morfologi dan lokasi.
Berdasarkan patogenesisnya, dibagi menjadi :2
 Tears: disebabkan oleh traksi vitreoretina dinamik dan memiliki predileksi di superior
dan lebih sering di temporal daripada nasal.
 Holes: disebabkan oleh atrofi kronik dari lapisan sensori retina, dengan predileksi di
daerah temporal dan lebih sering di superior daripada inferior, dan lebih berbahaya dari
tears.
Berdasarkan morfologi, ablasi retina regmatogenosa dibagi menjadi :2
 U-tears: terdapat flap yang menempel pada retina di bagian dasarnya,
 incomplete U-tears: dapat berbentuk L atau J,
 operculated tears: seluruh flap robek dari retina,
 dialyses: robekan sirkumferensial sepanjang ora serata
 giant tears.
Berdasarkan lokasi, dibagi menjadi :2
 oral: berlokasi pada vitreous base,
 post oral: berlokasi di antara batas posterior dari vitreous base dan equator,
 equatorial
 post equatorial: di belakang equator
 macular: di fovea.

2.5.4 Patogenesis
Terjadinya robekan retina disebabkan ketidakseimbangan dari gaya. Terdapat gaya
yang mempertahankan perlekatan retina dengan sel epitel pigmen retina, juga terdapat gaya
lain yang mencetuskan robekan. Ablasio retina regmatogenosa terjadi ketika gaya yang
mencetuskan lepasnya perlekatan retina melebihi gaya yang mempertahankan perlekatan
retina. Tekanan yang mempertahankan perlekatan retina, antara lain tekanan hidrostatik,
tekanan onkotik, dan transpor aktif. Tekanan intraokular memiliki tekanan hidrostatik yang
lebih tinggi pada vitreus dibandingkan koroid. Selain itu, koroid mengandung substansi yang
lebih dissolved dibandingkan vitreus sehingga memiliki tekanan onkotik yang lebih tinggi.
Kemudian, pompa pada sel epitel pigmen retina secara aktif mentranspor larutan dari ruang
subretina ke koroid. Hasil dari aktivitas ketiga hal tersebut yang mempertahankan perlekatan
retina.15

Gambar 3. Patofisiologi Ablasio Retina Regmatogenosa12

Robekan retina terjadi sebagai akibat dari interaksi traksi dinamik vitreoretina dan
adanya kelemahan di retina perifer dengan predisposisi degenerasi. Pada traksi vitreoretina
dinamik terjadi synchysis, yaitu likuefaksi dari badan vitreus yang akan berkembang menjadi
suatu lubang pada korteks vitreus posterior yang tipis pada fovea. Cairan synchytic dari
tengah badan vitreus masuk melalui lubang tersebut ke ruang retrohialoid yang baru
terbentuk. Proses ini mengakibatkan terlepasnya secara paksa permukaan vitreus posterior
dari lapisan sensori retina. Badan vitreus lainnya kolaps ke inferior dan ruang retrohialoid
terisi oleh cairan synchitic. Proses ini dinamakan acute rhegmatogenous PVD with collapse
atau dikenal dengan acute PVD henceforth.2
Selain itu juga dapat terjadi sebagai akibat dari komplikasi akut PVD (posterior
vitreal detachment). Hal ini tergantung dari kekuatan dan lebarnya sisa adhesi vitreoretina.
Robekan yang disebabkan oleh PVD cenderung berbentuk seperti huruf U, berlokasi di
superior fundus dan sering berhubungan dengan perdarahan vitreus sebagai hasil dari ruptur
pembuluh darah retina perifer.2
2.5.5 Gejala Klinis
Gejala yang sering ditemukan adalah fotopsia. Fotopsia ini terjadi sebagai hasil dari
stimulasi mekanik pada retina. Hal ini diinduksi oleh gerakan bola mata dan lebih jelas pada
keadaan gelap. Sekitar 60 % pasien mengalami fotopsia. Ketika retina robek, darah dan sel
epitel pigmen retina dapat masuk ke badan vitreus dan terlihat sebagai floaters, yaitu
keopakan/ bayangan gelap pada vitreus. Kedua gejala tersebut merupakan hal yang sering
dikeluhkan oleh pasien.2,12
Setelah beberapa waktu tertentu, pasien menyadari adanya defek lapang penglihatan
mulai dari perifer dan akan progresif ke sentral. Hal tersebut digambarkan pasien sebagai
black curtain. Kuadran dari defek membantu dalam menentukan lokasi dari robekan retina.
Hilangnya penglihatan sentral mungkin dikarenakan keterlibatan fovea. Selain itu juga dapat
terjadi karena tertutupnya oleh bulosa yang besar di depan makula.12
Pada pemeriksaan oftalmologis dapat ditemukan adanya defek relatif pupil aferen
(Marcus Gunn pupil), tekanan intraokular yang menurun, iritis ringan, adanya gambaran
tobacco dust atau Schaffer sign, robekan retina pada funduskopi.2,4 Pada pemeriksaan
funduskopi akan terlihat retina yang terangkat berwarna pucat dengan pembuluh darah di
atasnya dan terlihat adanya robekan retina berwarna merah. Bila bola mata bergerak akan
terlihat retina yang terlepas bergoyang.3

2.5.6 Pemeriksaan Penunjang


Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan, antara lain ultrasonografi, CT-scan,
dan MRI. Akan tetapi, USG mata lebih superior daripada CT-scan dan MRI. USG dilakukan
apabila pada pemeriksaan oftalmoskop direk ataupun indirek tidak dapat melihat dengan
jelas, misal pada fotofobia berat, periorbital edema, katarak, perdarahan intraokular.12

Gambar 4. Gambaran funduskopi normal


Gambar 5. Gambaran funduskopi ablasio retina regmatogenosa

Gambar 6. USG Ablasio retina12


2.5.7. Tatalaksana
Tujuan dari tatalaksana ablasio retina adalah melepaskan traksi vitreoretina, dan
menutup robekan retina.4 Pembedahan merupakan pengobatan yang dapat dilakukan untuk
tujuan tersebut. Pemilihan tehnik pembedahan ditentukan oleh ukuran, jumlah dan lokasi dari
robekan.12,15
Tehnik yang dapat digunakan, antara lain scleral buckling, pneumatic retinopexy dan
intraocular silicone oil tamponade. Kebanyakan praktisi lebih sering melakukan prosedur
scleral buckling. Pasien dengan ablasio retina regmatogenosa akut sebaiknya dirujuk segera
ke dokter spesialis mata atau vitreoretina. Penutupan robekan dicapai dengan menciptakan
adhesi korioretinal yang kuat di sekeliling robekan. Hal ini diperoleh melalui diatermi,
krioterapi, atau fotokoagulasi laser. Diatermi ada 2 macam, yaitu diatermi permukaan
(surface diatermy), dan diatermi setengah tebal sklera (partial penetraling diathermy)
sesudah reseksi sklera. Setelah operasi, sebagian dokter memberikan pasien antibiotik topikal
sebagai profilaksis selama 7-10 hari, siklopegik (misalnya atrofin 1 %) selama 1 bulan, dan
steroid topikal (misalnya prednison asetat 1%) selama 1 bulan. Selain itu, sebaiknya pasien
istirahat sebanyak mungkin setelah operasi.3,4,6,12

2.5.8 Prognosis
Prognosis dipengaruhi oleh lamanya retina terlepas, mekanisme dasar dari ablasio
retina, dan keterlibatan makula.12

2.5.9 Pencegahan
Beberapa ablasio retina dapat dicegah. Cara paling efektif untuk pencegahan tersebut
adalah dengan melakukan edukasi untuk memeriksakan diri ke dokter mata jika terdapat
gejala kecurigaan adanya suatu PVD. Dengan mendeteksi awal adanya tear pada retina,
pasien dapat diterapi dengan laser atau cryotherapy, yang akan mengurangi risiko terjadinya
ablasio retina. Selain itu pada kelompok individu yang memiliki faktor risiko terjadinya
ablasio retina, sebaiknya menghindari aktivitas yang dapat meningkatkan tekanan pada mata.6
STATUS BAGIAN ILMU PENYAKIT MATA
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS RIAU
PEKANBARU

IDENTITAS PASIEN

Nama : Tn. R Pendidikan : SMP


Umur : 31 tahun Agama : Kristen
Jenis Kelamin : Laki-laki Status : Menikah
Alamat : Jl. Harapan Raya MRS : 31-07-2015
Pekerjaan : Bongkar muat MR : 704236

Keluhan Utama : Penglihatan mata kanan mendadak kabur sejak 3 hari SMRS

Riwayat Penyakit Sekarang

- Pasien datang ke poli mata Rumah Sakit Umum Daerah Arifin Achmad
Pekanbaru dengan keluhan penglihatan mata kanan mendadak kabur sejak 3 hari
sebelum masuk rumah sakit. Keluhan penglihatan mata kanan yang mendadak
kabur ini dirasakan tanpa ada keluhan sebelumnya seperti nyeri maupun mata
merah. Awalnya pasien mengeluhkan pada mata kanan ada bagian dari
penglihatannya yang bergerak-gerak seperti lalat yang terbang. Pasien juga
mengeluhkan melihat cahaya seperti kilat, kemudian secara perlahan - lahan
muncul bayangan hitam seperti asap hitam bergelombang yang semakin lama
semakin gelap hingga seluruh penglihatan mata kanan menghilang. Pasien
mengaku bahwa penglihatan mata kanan menjadi semakin kabur dan tidak bisa
melihat lagi. Selain itu pasien juga mengeluhkan penglihatan mata kiri mulai
kabur. Keluhan lain seperti kotoran mata berlebih, demam, mata berpasir dan
terasa mengganjal dimata serta riwayat trauma pada mata disangkal.

Riwayat Penyakit Dahulu


- Pasien sebelumnya tidak pernah mengalami keluhan yang sama pada kedua mata.
- Pasien menyangkal adanya riwayat trauma pada mata dan riwayat memakai
kacamata.
- Pasien menyangkal memiliki riwayat diabetes mellitus dan hipertensi.
Riwayat Pengobatan:
- Pasien belum pernah berobat untuk keluhan penglihatan kabur pada mata kanan
yang dideritanya sekarang.

Riwayat Penyakit Keluarga :


Tidak ada keluarga yang menderita penyakit yang sama.

PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan Umum : Baik
Kesadaran : Komposmentis
Vital Sign : TD : 130/80 mmHg
N : 76 x/i
RR : 20 x/i
S : 36,4 ºC

STATUS OPTHALMOLOGI

OD OS
1/∞ Visus Tanpa Koreksi 1/60
Tidak dapat dikoreksi Visus Dengan Koreksi 20/80 ( S -8.00D)
Orthoporia Posisi Bola Mata Orthoporia

Gerakan Bola Mata

Baik ke segala arah Baik ke segala arah


Lebih lembek dibandingkan mata
Normal perpalpasi
kiri dan mata pemeriksa (palpasi) Tekanan Bola Mata
Tonometri : 17,3 mmHg
Tonometri : 9,4 mmHg
Normal Palpebra Normal
Normal Konjungtiva Normal
Jernih Kornea Jernih
Tenang Sklera Tenang
Dalam COA Dalam
Bulat, sentral, reflex cahaya direk Bulat, sentral, reflex cahaya
Iris/Pupil
dan indirek menurun, Ø:6 mm direk dan indirek (+), Ø:3 mm
Jernih Lensa Jernih
+ Refleks fundus +
Jernih Media Jernih

Bulat, batas tegas, C/D 0.3.aa/vv


Atrofi peripapiler Papila
2/3
Ablasio retina (+) di superior
Fundus tigroid, stafiloma
temporal meluas ke inferior Retina
postikum, atrofi retina (+)
temporal, myopia cresent
Refleks (+) Makula Refleks (+)
Tes
Tidak dapat dilakukan Sama dengan pemeriksa
Lapangan Pandang

KESIMPULAN:

Pasien Tn. R berusia 31 tahun dengan keluhan penglihatan mata kanan mendadak kabur.
Awalnya pada mata kanan ada bagian dari penglihatannya yang bergerak-gerak seperti lalat
yang terbang, ada melihat cahaya seperti kilat, kemudian muncul bayangan hitam seperti asap
hitam bergelombang yang semakin lama semakin gelap hingga seluruh penglihatan mata
kanan menghilang dan tidak bisa melihat lagi. pasien juga mengeluhkan penglihatan mata kiri
mulai kabur. Mata kanan visus tanpa koreksi 1/∞ dan tidak dapat dikoreksi, palpebra normal ,
kornea tampak jernih, konjungtiva tenang, pupil refleks cahaya direk dan indirek menurun
dengan Ø: 6 mm, lensa dan media jernih, papilla normal , bayangan retina berwarna abu-abu
pada temporal superior okuli dextra, tampak robekan berbentuk U arah jam 11 , macula
normal.

Pemeriksaan Penunjang :
-Funduskopi direk dan indirek
- Pemeriksaan kimia darah

Diagnosis kerja:
Ablasio retina regmatogenosa okuli dextra
Miopi tinggi okuli dextra et sinistra

Prognosis
Quo ad vitam : Dubia ad bonam
Quo ad functionam : Dubia ad malam
Quo ad kosmetikum : Dubia ad bonam

Tatalaksana :
Laser
Pembedahan dengan teknik scleral buckling dan vitrektomi
DAFTAR PUSTAKA

1. Royal National Institute of Blind People. High Degree Miopia. http://www.rinb.org.uk


[diakses tanggal 05 Agustus 2015].
2. Kanski JJ. Clinical Ophthalmology. 6th ed. Oxford: Butterworth Heinemann; 2007. p.
695-733.
3. Ilyas HS. Ilmu Penyakit Mata. Edisi ke-4 . Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2011.
4. Larkin GL. Retinal detachment. 2014 Apr 28. [series online] [cited on 2015 August 05].
Available from: http://emedicine.medscape.com.
5. Tanjung H. Perbedaan Rata-rata Rigiditas Okuler pada Miopia dan Hipermetropia di
RSUP H. Adam Malik Medan. Medan: USU Digital Library, 2003:2-3.
6. Vaughan DG, Asbury T, Eva PR. Oftalmologi umum. Ed 17. Jakarta: EGC; 2010.p.12-
196.
7. Jain IS, Jain S, Mohan K. The Epidemiology of High Miopia-Chanding Trends.
http://www.ijo.in-jain. [diakses tanggal 05 Agustus 2015].
8. Irwana O, dkk. Miopia Tinggi. Fakultas Kedokteran Universitas Riau. Available from :
http://www.Files-of-DrsMed.tk.
9. Pachul C. High Miopia-Nearsighted Vision. http:// www.lensdesign.com. [diakses tanggal
06 Agustus 2015].
10. Semarang Eye Centre. Tindakan Bedah LASIK. http://www.semarang-eyecentre.com.
[diakses tanggal 06 Agustus 2015].
11. Snell RS. Anatomi Klinik untuk Mahasiswa Kedokteran. (6 ed.). Jakarta: EGC; 2006:781.
12. Gariano RF, Kim CH. Evaluation and Management of Suspected Retinal Detachment.
American Academy of Family Physicians. [series online] 2004 April 1 [cited on 2015
June 22]; vol. 69, no. 7. Available from URL: http://www.aafp.org.
13. Wisnuwardani f, dkk. Perkembangan dan Struktur Retina. Departemen Ilmu Kesehatan
Mata Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran. Bandung.1-9.
14. Hasyim AA. Sistem Lakrimalis. About Eye. Weblog. [Online] Available from:
http://duniamata.blogspot.com [Accessed 27 Mei 2010].
15. Schwartz SG, Mieler WF. Management of Primary Rhegmatogenous Retinal Detachment.
Comprehensive Ophtalmology Update. [series online] 2004 [cited on 2015 June 235(6):
285-294. Available from URL: http://www.medscape.com.

Anda mungkin juga menyukai