Anda di halaman 1dari 22

1

SMF/BAGIAN ILMU PENYAKIT MATA LAPORAN KASUS


RSUD PROF. DR. W. Z. JOHANNES KUPANG OKTOBER 2020
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS NUSA CENDANA

MIOPIA

Disusun Oleh :
Rendy C Nunuhitu, S. Ked
(1408010012)

Pembimbing :
dr. Eunike Cahyaningsih, Sp.M
dr. Komang Dian Lestari, Sp.M

DIBAWAKAN DALAM RANGKA KEPANITERAAN KLINIK


SMF/BAGIAN ILMU PENYAKIT MATA
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS NUSA CENDANA
RSUD PROF. DR. W. Z. JOHANNES
KUPANG
2020
2

BAB I

PENDAHULUAN

Miopia adalah anomali refraksi pada mata dimana bayangan difokuskan di

depan retina, saat mata tidak berakomodasi. Pada kondisi refraktif dimana cahaya

yang sejajar dari suatu obyek yang masuk pada mata akan jatuh di depan

retina, tanpa akomodasi. Miopia berasal dari bahasa yunani “muopia” yang

memiliki arti menutup mata. Miopia merupakan manifestasi kabur bila melihat

jauh, istilah populernya adalah "nearsightedness. Lensa sferis konkaf (minus)

biasanya digunakan untuk mengkoreksi bayangan pada miopia. Lensa ini

memundurkan bayangan ke retina.

Miopia minimal 0,50 D memiliki prevalensi yang lebih rendah (<5%) dalam

populasi anak 5 tahun daripada di usia lainnya. Prevalensi

peningkatan miopia pada usia sekolah dan dewasa muda, mencapai 20-25

persen di pertengahan hingga populasi remaja akhir dan 25-35 persen pada dewasa

muda di Amerika Serikat dan negara berkembang. Hal ini dilaporkan lebih tinggi

di beberapa daerah Asia. Prevalensi miopia mencapai sekitar 20 persen di usia 65

tahun dan menurun ke level 14 persen pada orang usia 70 tahun. Ulasan dari

literatur yang luas pada miopia mengidentifikasi beberapa faktor yang terkait

dengan prevalensi. Beberapa penelitian telah menemukan prevalensi sedikit lebih

tinggi miopia pada wanita dibandingkan pada pria. Prevalensi miopia meningkat

berhubungan dengan tingkat pendapatan, tingkat pendidikan dan orang yang

mempunyai pekerjaan dengan jarak penglihatan dekat terus-menerus. (AOA,2008)


3

Miopia memiliki insiden 2,1% di Amerika Serikat dan peringkat ke tujuh

yang menyebabkan kebutaan, serta tampak memiliki predileksi tinggi pada

keturunan Cina, Yahudi, dan Jepang. Angka kejadiannya lebih sering 2 kali lipat

pada perempuan dibanding laki-laki. Keturunan kulit hitam biasanya bebas dari

kelainan ini.

Menurut “National Eye Institute Study”, miopia merupakan penyebab

kelima tersering yang mengganggu penglihatan dan merupakan penyebab kutujuh

yang tersering kebutaan di Amerika Serikat, sedangkan di Inggris merupakan

penyebab kebutaan tersering


4

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 KELAINAN REFRAKSI

Kelainan refraksi adalah keadaan dimana bayangan tegas tidak dibentuk


pada retina. Pada kelainan refraksi terjadi ketidakseimbangan sistem optik mata
sehingga menghasilkan bayangan yang kabur. Pada mata normal kornea dan
lensa mebelokkan sinar pada titik fokus yang tepat pada sentral retina. Keadaan
ini memerlukan susunan kornea dan lensa yang sesuai dengan panjangnya bola
mata. Pada orang normal daya bias media penglihatan dan panjangnya bola mata
seimbang sehingga bayangan benda setelah melalui media refraksi dibiaskan
tepat di daerah makula lutea.1

Secara keseluruhan status refraksi dipengaruhi oleh :

1. Kekuatan kornea (rata-rata 43 D)

2. Kekuatan lensa (rata-rata 21 D)

3. Panjang aksial (rata-rata 24 cm)

Dikenal beberapa titik didalam bidang refraksi, seperti Punctum Proksimum


merupakan titik terdekat dimana seseorang masih dapat melihat dengan jelas.
Puctum Remotum adalah titik terjauh dimana seseorang masih dapat melihat
dengan jelas. Titik ini merupakan titik didalam ruang yang berhubungan dengan
retina atau foveola bila mata istirahat.1
Emetropia adalah mata tanpa adanya kelainan refraksi pembiasan sinar mata
dan berfungsi normal. Ametropia adalah keadaan pembiasan mata dengan panjang
bola mata yang tidak seimbang.1
Terdapat beberapa kelainan refraksi antara lain miopia, hipermetropia,
presbiopia, dan astigmat.2
5

2.2 MIOPIA

A. DEFINISI

Miopia merupakan kelainan refraksi dimana berkas sinar sejajar yang


memasuki mata tanpa akomodasi, jatuh pada fokus yang berada di depan retina.
Dalam keadaan ini objek yang jauh tidak dapat dilihat secara teliti karena sinar
yang datang saling bersilangan pada badan kaca, ketika sinar tersebut sampai di
retina sinar-sinar ini menjadi divergen,membentuk lingkaran yang difus dengan
akibat bayangan yang kabur.1,2

Gambar 1. Miopia

Pasien dengan miopia akan memberikan keluhan sakit kepala, sering


disertai dengan juling dan celah kelopak yang sempit. Seseorang miopia
mempunyai kebiasaan mengernyitkan matanya untuk mencegah aberasi sferis atau
unutk mendapatkan efek pinhole (lubang kecil). Pasien miopia mempunyai
punctum remotum yang dekat sehingga mata selalu dalam atau berkedudukan
konvergensi. Bila kedudukan mata ini menetap, maka penderita akan terlihat juling
kedalam atau esotropia.2

B. KLASIFIKASI1-3

Dikenal beberapa tipe dari miopia :


6

1. Miopia Aksial

Bertambah panjangnya diameter anteroposterior bola mata dari normal. Pada


orang dewasa panjang axial bola mata 22,6 mm. Perubahan diameter
anteroposterior bola mata 1 mm akan menimbulkan perubahan refraksi
sebesar 3 dioptri.

2. Miopia Refraktif

Bertambahnya indeks bias media penglihatan seperti yang terjadi pada katarak
intumesen dimana lensa menjadi lebih cembung sehingga pembiasan lebih
kuat.

Menurut derajat beratnya, miopia dibagi dalam :

1. Miopia ringan, dimana miopia kecil daripada 1-3 D

2. Miopia sedang, dimana miopia kecil daripada 3-6 D

3. Miopia berat atau tinggi, dimana miopia lebih besar dari 6 D


Istilah miopia tinggi umumnya digunakan untuk menggambarkan rabun jauh -5.00
hingga -6.00 D atau lebih tinggi, yang menghasilkan tidak terkoreksi ketajaman
visual yang sebesar 20/400 atau lebih buruk.

Menurut perjalanannya, miopia dikenal denan bentuk :

a. Miopia stasioner, miopia yang menetap

b. Miopia progresif, miopia yang bertambah terus pada usia dewasa akibat
bertambah panjangnya bola mata
c. Miopia maligna, miopia yang berjalan progresif, yang dapat mengakibatkan ablasi
retina dan kebutaan. Miopia maligna biasanya bila mopia lebih dari 6 dioptri
disertai kelainan pada fundus okuli dan pada panjangnya bola mata sampai
7

terbentuk stafiloma postikum yang terletak pada bagian temporal papil disertai
dengan atrofi korioretina.

Pada mata dengan miopia tinggi akan terdapat kelainan pada fundus okuli
sepertimiopik kresen yaitu bercak atrofi koroid yang berbentuk bulan sabit pada
bagian temporal yang berwarna putih keabu-abuan kadang-kadang bercak atrofi
ini mengelilingi papil yang disebut annular patch. Dijumpai degenerasi dari
retina berupa kelompok pigmen yang tidak merata menyerupai kulit harimau
yang disebut fundus tigroid, degenerasi makula, degenerasiretinabagian
perifer(degenerasilatis).2,3
Degenerasi latis adalah degenerasi vitroretina herediter yang paling sering
dijumpai, berupa penipisan retina berbentuk bundar, oval atau linear, disertai
pigmentasi, garis putih bercabang-cabang dan bintik kuning keputihan.
Degenerasi latis lebih sering dijumpai pada mata miopia dan sering disertai
ablasio retina, yang terjadi hampir 1/3 pasien dengan ablasio retina.2,3

Gambar 2. Degenerasi Latis


Berdasarkan gambaran klinisnya, miopia dibagi menjadi :2,-5

a. Miopia simpleks

Ini lebih sering daripada tipe lainnya dan dicirikan dengan mata yang
terlalu panjang untuk tenaga optiknya (yang ditentukan dengan kornea
8

dan lensa) atau optik yang terlalu kuat dibandingkan dengan panjang
aksialnya.
b. Miopia nokturnal

Ini merupakan keadaan dimana mata mempunyai kesulitan untuk melihat


pada area dengan cahaya kurang, namun penglihatan pada siang hari
normal.
c. Pseudomiopia

Terganggunya penglihatan jauh yang diakibatkan oleh


spasme otot siliar. d. Miopia yang didapat
Terjadi karena terkena bahan farmasi, peningkatan level gula darah,
sklerosis nukleus atau kondisi anomali lainnya.

C. GEJALA KLINIS2,4,5,6

Gejala subjektif miopia antara lain:

a. Kabur bila melihat jauh

b. Membaca atau melihat benda kecil harus dari jarak dekat

c. Lekas lelah bila membaca ( karena konvergensi yang tidak


sesuai dengan akomodasi ).2-3

Gejala objektif miopia antara lain:

1. Miopia simpleks :

a)Pada segmen anterior ditemukan bilik mata yang dalam dan pupil yang relatif
lebar. Kadang-kadang ditemukan bola mata yang agak menonjol
b)Pada segmen posterior biasanya terdapat gambaran yang normal atau dapat
disertai kresen miopia (myopic cresent) yang ringan di sekitar papil saraf
optik.2.3
9

2. Miopia patologik :

Gambaran pada segmen anterior serupa dengan miopia simpleks


Gambaran yang ditemukan pada segmen posterior berupa kelainan-kelainan
pada
1. Badan kaca : dapat ditemukan kekeruhan berupa pendarahan atau
degenerasi yang terlihat sebagai floaters, atau benda-benda yang
mengapung dalam badan kaca.
Kadang-kadang ditemukan ablasi badan kaca yang dianggap belum
jelas hubungannya dengan keadaan miopia
2. Papil saraf optik : terlihat pigmentasi peripapil, kresen miopia, papil terlihat
lebih pucat yang meluas terutama ke bagian temporal. Kresen miopia dapat
ke seluruh lingkaran papil sehingga seluruh papil dikelilingi oleh daerah
koroid yang atrofi dan pigmentasi yang tidak teratur.2,3

Gambar 2. Myopic cresent

3. Makula : berupa pigmentasi di daerah retina, kadang-kadang ditemukan


perdarahan subretina pada daerah makula.
10

4.Retina bagian perifer : berupa degenersi kista retina bagian perifer 5.


Seluruh lapisan fundus yang tersebar luas berupa penipisan koroid dan
retina. Akibat penipisan ini maka bayangan koroid tampak lebih jelas dan
disebut sebagai fundus tigroid.

Gambar 3. Fundus Tigroid

D. PEMERIKSAAN PENUNJANG2,4,5

Untuk mendiagnosis miopia dapat dilakukan dengan beberapa


pemeriksaan pada mata, pemeriksaan tersebut adalah :
1. Refraksi Subjektif

Diagnosis miopia dapat ditegakkan dengan pemeriksaan rekraksi


subjektif, metode yang digunakan adalah dengan metode “trial and error”.
Jarak pemeriksaan 6 meter dengan menggunakan kartu Snellen.
2. Refraksi Objektif

Yaitu menggunakan retinoskopi, dengan lensa kerja sferis +2.00 D


pemeriksa mengamati refleks fundus yang bergerak berlawanan arah
dengan arah gerakan retinoskop (against movement).
3. Autorefraktometer

Yaitu menentukan miopia atau besarnya kelainan refraksi dengan


menggunakan komputer.
11

E. PENATALAKSANAAN

a. Lensa Kacamata

Kacamata masih merupakan yang paling aman untuk memperbaiki


refraksi. Untuk mengurangi aberasi nonkromatik, lensa dibuat dalam bentuk
meniskus (kurva terkoreksi) dan dimiringkan ke depan (pantascopic tilt).1-4

b. Lensa Kontak

Lensa kontak pertama merupakan lensa sklera kaca yang berisi cairan.
Lensa ini sulit dipakai untuk jangka panjang serta menyebabkan edema kornea
dan rasa tidak enak pada mata. Lensa kornea keras, yang terbuat dari
polimetilmetakrilat, merupakan lensa kontak pertama yang benar-benar berhasil
dan diterima secara luas sebagai pengganti kacamata. Pengembangan selanjutnya
antara lain adalah lensa kaku yang permeabel udara., yang terbuat dari asetat
butirat selulosa, silikon, atau berbagai polimer plastik dan silikon; dan lensa
kontak lunak, yang terbuat dari beragam plastik hidrogel; semuanya memberikan
kenyamanan yang lebih baik, tetapi risiko terjadinya komplikasi serius lebih
besar.2-4
Lensa keras dan lensa yang permeabel-udara mengoreksi kesalahan
refraksi dengan mengubah kelengkungan permukaan anterior mata. Daya refraksi
total merupakan daya yang ditimbulkan oleh kelengkungan belakang lensa
(kelengkungan dasar) bersamsa dengan daya lensa sebenarnya yang disebabkan
oleh perbedaan kelengkungan antara depan dan belakang.

Hanya yang kedua yang bergantung pada indeks refraksi bahan lensa kontak.
Lensa keras dan lensa permeabel-udara mengatasi astigmatisme kornea dengan
12

memodifikasi permukaan anterior mata menjadi bentuk yang benar-benar sferis.2-


5

Lensa kontak lunak, terutama bentuk-bentuk yang lebih lentur,


mengadopsi bentuk kornea pasien. Dengan demikian, daya refraksinya hanya
terdapat pada perbedaan antara kelengkungan depan dan belakang, dan lensa ini
hanya sedikit mengoreksi astigmatisme kornea, kecuali bila disertai koreksi
silindris untuk membuat suatu lensa torus.

c. Bedah Keratorefraktif

Bedah keratorefraktif mencakup serangkaian metode untuk mengubah


kelengkungan permukaan anterior mata. Efek refraktif yang diinginkan secara
umum diperoleh dari hasil empiris tindakan-tindakan serupa pada pasien lain dan
bukan didasarkan pada perhitungan optis maternatis.3-6

d. Lensa Intraokular

Penanaman lensa intraokular (IOL) telah menjadi metode pilihan untuk


koreksi kelainan refraksi pada afakia. Tersedia sejumlah rancangan, termasuk
lensa lipat, yang terbuat dari plastik hidrogel, yang dapat disisipkan ke dalam
mata melalui suatu insisi kecil; dan lensa kaku, yang paling sering terdiri atas
suatu optik yang terbuat dari polimetilmetakrilat dan lengkungan (haptik) yang
terbuat dari bahan yang sama atau polipropilen. Posisi paling aman bagi lensa
intraokular adalah didalam kantung kapsul yang utuh setelah pembedahan
ekstrakapsular.4,5

e. Ekstraksi Lensa Jernih Untuk Miopia

Ekstaksi lensa non-katarak telah dianjurkan untuk koreksi refraktif miopia


sedang sampai tinggi; hasil tindakan ini tidak kalah memuaskan dengan yang
dicapai oleh bedah keratorefraktif menggunakan laser. Namun, perlu dipikirkan
komplikasi operasi dan pascaoperasi bedah intraokular, khususnya pada miopia
tinggi.3-5
13

F. KOMPLIKASI2

Komplikasi lebih sering terjadi pada miopia tinggi. Komplikasi yang


dapat terjadi berupa :
- Dinding mata yang lebih lemah, karena sklera lebih tipis

- Degenerasi miopik pada retina dan koroid. Retina lebih tipis sehingga
terdapat risiko tinggi terjadinya robekan pada retina
- Ablasi retina

- Orang dengan miopia mempunyai kemungkinan lebih tinggi terjadi


glaukoma

G. PROGNOSIS
Prognosis miopia sederhana adalah sangat baik. Pasien miopia sederhana
yang telah dikoreksi miopianya dapat melihat objek jauh dengan lebih baik.
Prognosis yang didapat sesuai dengan derajat keparahannya. Penyulit yang
dapat timbul pada pasien dengan miopia adalah terjadinya ablasi retina dan
juling. Juling biasanya esotropia akibat mata berkonvergensi terus-
menerus. Bila terdapat juling keluar mungkin fungsi satu mata
telah berkurang atau terdapat ambliopia.1-3
14

BAB III
LAPORAN KASUS

1. Identitas Pasien
Nama : .Nn NS
Umur : 22 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Kristen protestan
Suku : Sabu
Alamat : Tarus
Nomor Rekam Medis : 522724
Tanggal Pemeriksaan : 23 Januari 2020

2. Anamnesis
A. Keluhan Utama:
Pusing saat melihat jauh menggunakan kacamata sejak 1 bulan lalu

B. Riwayat Penyakit Sekarang:


Pasien dengan keluhan pusing saat melihat jauh menggunakan kacamata
sejak 1 bulan lalu. Keluhan dirasakan menetap dan tidak diperingan
dengan cara apapun. Mata merah (-), berair(-).
C. Riwayat Penyakit Dahulu
Tidak ada .
D. Riwayat Penyakit Keluarga
15

Tidak ada keluarganya yang mengalami hal serupa dengan pasien dan tidak
riwayat penggunaan kacamata pada keluarga pasien.

E. Riwayat Alergi
Pasien tidak memiliki riwayat alergi obat.

F. Riwayat Pengobatan
▪ Pasien belum pernah berobat untuk keluhan pusing saat melihat jauh
sekarang
G. Riwayat sosial ekonomi
Pasien bekerja sebagai wiraswasta dan tinggal di kawasan rumah padat
penduduk

3. Pemeriksaan Fisik
A. Status Generalis
Keadaan Umum : Baik
Kesadaran/GCS : Compos mentis / E4V5M6
B. Pemeriksaan Tanda Vital
Nadi : 87 kali/menit
Frekuensi Napas : 20 kali/menit
Suhu : 36,6 O C
16

C. Status Lokalis
No Pemeriksaan Mata Kanan Mata Kiri

1. Visus 1/60 1/60

Pin hole 20/100 20/80

2. Posisi Bola Mata Ortoforia Ortoforia

3. Gerakan bola mata Bebas ke segala arah Bebas ke segala arah

4. Palpebra Edema (-) (-)


Superior
Hiperemi (-) (-)

Pseudoptosis (-) (-)

Entropion (-) (-)

Ektropion (-) (-)

5. Palpebra Edema (-) (-)


Inferior
Hiperemi (-) (-)

Entropion (-) (-)

Ektropion (-) (-)

6 Konjungtiva Hiperemi (-) (-)


Palpebra
Sikatrik (-) (-)
Superior

8. Konjungtiva Hiperemi (-) (-)


Palpebra
Sikatrik (-) (-)
Inferior

9. Konjungtiva Injeksi (-) (-)


Bulbi Konjungtiva

Injeksi Siliar (-) (-)


17

Massa (-) (-)

Edema (-) (-)

10. Kornea Bentuk Cembung Cembung

Kejernihan Jernih Jernih

Permukaan licin Licin

Sikatrik (-) (-)

Benda Asing (-) (-)

11. Bilik Mata Kedalaman Dalam Dalam


Depan
Hifema (-) (-)

12. Iris Warna Coklat Coklat

Bentuk Bulat dan regular Bulat dan regular

13. Pupil Bentuk Bulat Bulat

Refleks cahaya (+) (+)


langsung

Refleks cahaya (+) (+)


tidak langsung

14. Lensa Kejernihan Jernih Jernih

Iris Shadow (-) (-)

Subluksasi (-) (-)

Dislokasi (-) (-)


18

4. Diagnosis kerja
Miopia berat
5. Terapi
Pemasangan kacamata lensa spheris
Cendo lyteers 4 x 2 tetes
6. Prognosis

OD OS

Quo ad functionam Dubia Dubia

Quo ad sanactionam Dubia Dubia

Quo ad vitam Ad bonam


19

BAB IV

PEMBAHASAN

Definisi dari miopia adalah kelainan refraksi dimana berkas sinar sejajar

yang memasuki mata tanpa akomodasi, jatuh pada fokus yang berada di depan

retina. Dalam keadaan ini objek yang jauh tidak dapat dilihat secara teliti karena

sinar yang datang saling bersilangan pada badan kaca, ketika sinar tersebut sampai

di retina sinar-sinar ini menjadi divergen,membentuk lingkaran yang difus dengan

akibat bayangan yang kabur.

Berdasarkan teori, miopia diklasifikasikan berdasarkan derajat refraktifnya


menjadi 3 stadium yaitu

1. Miopia ringan, dimana miopia kecil daripada 1-3 D

2. Miopia sedang, dimana miopia kecil daripada 3-6 D

3. Miopia berat atau tinggi, dimana miopia lebih besar dari 6 D

Pada pasien ini ditemukan hasil pemeriksaan visus yaitu pada mata kiri -8,00 D
dan kanan -8,25 D. Sehingga pasien dikategorikan sebagai miopia berat/tinggi.
.

Standar baku untuk mendiagnosa miopia adalah dengan menggunakan

pemeriksaan visus subjektif. Pada pasien ini diperiksa dengan menggunakan snelen

chart dan didapatkan pasien tidak bisa membaca sama sekali tulisan terbesar pada

snele chart sehingga dilanjutkan dengan tes hitung jari pada jarak 6 meter. Pasien

hanya bisa menghitung jumlah jari ketika pasie berada pad jarak 1 meter.

Pada pasien dilakukan terapi berupa pemasangan kacamata dengan lensa

spheris negatif sesuai koreksi refraksi . Hal ini sesuai dengan teori terapi medis
20

miopia yaitu dengan dilakukannya pemasangan kacamata dengan koreksi terbaik

pada pasien.
21

BAB V

KESIMPULAN

Telah dilaporkan pasien atas nama Nn NS 20 tahun, datang dengan keluhan

pusing saat melihay jauh menggunakan kacamata sejak 1 bulan lalu. Keluhan

dirasakan menetap dan tidak diperingan dengan cara apapun. Mata merah (-), berair

(-), gatal (-) nyeri (-). Pada pemeriksaan visus didapatkan hasil visus mata kiri serta

kanan yaitu 1/60. Pada pemeriksaan oftalmoskopi tidak ditemukan adanya kelainan.

Dari hasil anemnesis , pemeriksaan fisik dan oftalmoskopi maka pasien

didiagnosis dengan high miopia (miopia berat) dengan rencana terapi koreksi

refraksi menggunakan kacamata lensa spheris negatif.


22

DAFTAR PUSTAKA

1. Ilyas, HS. 2006. Penuntun Ilmu Penyakit Mata, Cetakan I. Balai Penerbit
FKUI, Jakarta
2. Vaughan A dan Riordan E 2000. Ofthalmologi Umum. Ed 17 .Cetakan 1.
Widya Medika, Jakarta.
3. Nana Wijana S.D. Ilmu Penyakit Mata. Cetakan ke-9. Jakarta. Abadi
Tegal.2009 4. Ilyas S, Tanzil M, Salamun dkk. Sari Ilmu Penyakit Mata.
Jakarta: Balai Penerbit FKUI, 2003:5
5. Hartono, Yudono RH, Utomo PT, Hernowo AS. Refraksi dalam: Ilmu
PenyakitMata. Suhardjo, Hartono (eds). Yogyakarta: Bagian Ilmu Penyaki t
Mata FK UGM,2017;185-7
6. ilyas S. Optik dan refraksi. Dalam : Ilmu Penyakit Mata untuk dokter umum
dan mahasiswa kedokteran. Jakarta: Balai penerbit Sagung Seto,2002

Anda mungkin juga menyukai