Anda di halaman 1dari 21

PENGERTIAN MIOPI (RABUN JAUH)

Miopi (dari bahasa Yunani: myopia "penglihatan-dekat) atau rabun jauh adalah
sebuah kerusakan refraktif mata di mana citra yang dihasilkan berada di depan retina ketika
akomodasi dalam keadaan santai. Miopi dapt terjadi karena bola mata yang terlalu panjang
atau karena kelengkungan kornea yang terlalu besar sehingga cahaya yang masuk tidak
difokuskan secara baik dan objek jauh tampak buram. Penderita penyakit ini tidak dapat
melihat jarak jauh dan dapat ditolong dengan menggunakan kacamata negatif (cekung).
Rabun jauh adalah kesalahan refraksi mata di mana bola mata terlalu mencembung dan
fokus cahaya berada di depan retina mata. Hal ini menyebabkan kesulitan untuk
memfokuskan objek yang jauh dari mata (Kamus Kesehatan).
Miopi merupakan mata dengan daya lensa positif yang lebih kuat sehingga sinar yang
sejajar atau datang dari tak terhingga difokuskan didepan retina. Kelainan ini diperbaiki
dengan lensa negatif sehingga bayangan benda tergeser ke belakang dan diatur dan tepat jatuh
diretina (Mansjoer, 2002).
Miopi adalah anomali refraksi pada mata dimana bayangan difokuskan di depan retina,
ketika mata tidak dalam kondisi berakomodasi. Ini juga dapat dijelaskan pada kondisi
refraktif dimana cahaya yang sejajar dari suatu objek yang masuk pada mata akan jatuh di
depan retina, tanpa akomodasi. Miopia berasal dari bahasa Yunani muopia yang memiliki
arti menutup mata. Miopia merupakan manifestasi kabur bila melihat jauh, istilah populernya
adalah nearsightedness (American Optometric Association, 2006).
Miopia atau sering disebut sebagai rabun jauh merupakan jenis kerusakan mata yang
disebabkan pertumbuhan bola mata yang terlalu panjang atau kelengkungan kornea yang
terlalu cekung (Sidarta, 2007).
Miopi adalah suatu kelainan refraksi di mana cahaya peralet yang memasuki mata secara
keseluruhan dibawa menuju focus didepan retina. Miopia, yang umumnya disebut sebagai
kabur jauh / terang dekat (Syafa, 2010).
Miopi adalah suatu kelainan refraksi dimana sinar sejajar yang masuk kemata jatuh di
depan retina pada mata yang istirahat ( tanpa akomodasi) gambaran kelainan pemokusanan
cahaya didepan retina. (Yayan A.Israr, 2010).
B. KLASIFIKASI MIOPI
1. Menurut jenis kelainannya, Vaughan membagi miopia menjadi:
a. Miopi aksial

Miopia aksial dalah myopia yang disebabkan oleh sumbu orbita yang lebih panjang
dibandingkan panjang fokus media refrakta. Dalam hal ini, panjang fokus media refrakta
adalah normal ( 22,6 mm) sedangkan panjang sumbu orbita > 22,6 mm.
b. Myopia Kurvatura
Dalam hal ini terjadinya myopia diakibatkan oleh perubahan dari kelengkungan kornea atau
perubahan kelengkungan dari pada lensa seperti yang terjadi pada katarak intumesen dimana
lensa menjadi lebih cembung sehingga pembiasan lebih kuat, dimana ukuran bola mata
normal.
c. Miopi Refraksi
Miopi Refraksi adalah myopia yang disebabkan oleh bertambahnya indek bias media
refrakta. (Sidarta, 2008)
d. Perubahan Posisi Lensa
Pergerakan lensa yang lebih ke anterior setelah operasi glaucoma berhubungan dengan
terjadinya myopia.
Miopi dikatakan berbahaya apabila berpotensi untuk menimbulkan kebutaan bagi
penderitanya, karena tidak bisa diatasi dengan pemberian kacamata. Miopi berbahaya ini
dibarengi dengan kerapuhan dari selaput jala (retina) yang makin lama makin menipis dari
waktu ke waktu. Pada puncaknya proses penipisan ini menimbulkan perobekan pada selaput
jala (retina), yang membutuhkan tindakan bedah sedini mungkin untuk pemulihannya.
Tingkat keberhasilan pemulihan penglihatan akibat hal ini sangat tergantung pada kecepatan
tindakan penanggulangannya.
2.
a.
b.
c.
d.
e.
f.

Miopi berdasarkan berat ringan


Miopi ringan
Sangat ringan, apabila dapat dikoreksi dengan kaca mata 0.25 s/d 1.0D
Ringan, apabila dapat dikoreksi dengan kaca mata -1 s/d -3 D
Miopi sedang dapat dikoreksi dengan kaca mata -3 s/d -6 D
Miopi tinggi dapat dikoreksi dengan kaca mata -6 s/d -10 D
Miopi berat dapat dapat dikoreksi dengan kacamata > -10 D

3. Klasifikasi myopia secara klinis (American Optometric Association, 1997)


a. Simpel myopia: adalah myopia yang disebabkan oleh dimensi bolamata yang terlalu panjang,
atau indeks bias kornea maupun lensa kristalinaa yang terlalu tinggi.
b. Nokturnal myopia: adalah myopia yang hanya terjadi pada saat kondisi sekeliling kurang
cahaya. Sebenarnya, fokus titik jauh mata seseorang bervariasi terhadap level pencahayaan
yang ada. Myopia ini dipercaya penyebabnya adalah pupil yang membuka terlalu lebar untuk

memasukkan lebih banyak cahaya, sehingga menimbulkan aberasi dan menambah kondisi
myopia.
c.

Pseudomyopia: diakibatkan oleh rangsangan yang berlebihan terhadap mekanisme


akomodasi sehingga terjadi kekejangan pada otot otot siliar yang memegang lensa
kristalinaa. Di Indonesia, disebut dengan myopia palsu, karena memang sifat myopia ini
hanya sementara sampai kekejangan akomodasinya dapat direlaksasikan. Untuk kasus ini,
tidak boleh buru buru memberikan lensa koreksi.

d. Degenerative myopia: disebut juga malignant, pathological, atau progressive myopia.


Biasanya merupakan myopia derajat tinggi dan tajam penglihatannya juga di bawah normal
meskipun telah mendapat koreksi. Myopia jenis ini bertambah buruk dari waktu ke waktu.
e. Induced (acquired) myopia: merupakan myopia yang diakibatkan oleh pemakaian obat
obatan, naik turunnya kadar gula darah, terjadinya sklerosis pada nukleus lensa, dan
sebagainya.

4. Klasifikasi myopia berdasar umur


a. Congenital (sejak lahir dan menetap pada masa anak-anak)
b. Youth-onset myopia (< 20 tahun)
c. Early adult-onset myopia (2-40 tahun)
d. Late adult-onset myopia (> 40 tahun). (Sidarta, 2007)
C. PATOFISIOLOGI
Terjadinya elongasi sumbu yang berlebihan pada myopia patologi masih belum diketahui.
Sama halnya terhadap hubungan antara elongasi dan komplikasi penyakit ini, seperti
degenerasi chorioretina, ablasio retina dan glaucoma. Columbre dan rekannya, tentang
penilaian perkembangan mata anak ayam yang di dalam pertumbuhan normalnya, tekanan
intraokular meluas ke rongga mata dimana sklera berfungsi sebagai penahannya.

Jika

kekuatan yang berlawanan ini merupakan penentu pertumbuhan ocular post natal pada mata
manusia, dan tidak ada bukti yang menentangnya maka dapat pula disimpulkan dua
mekanisme patogenesa terhadap elongasi berlebihan pada miopi.
Menurut perjalanan miopi dikenal bentuk:
1. Miopi stasioner, miopi yang menetap setelah dewasa
2. Miopi progresif, miopi yang bertambah terus pada usia dewasa akibat bertambah panjangnya
bola mata.

3. Miopi degenertif atau miopi maligna biasanya bila myopia lebih dari 6 dioptri disertai
kelainan pada fundus okuli dan pada panjangnya bola mata sampai terbentuk stafiloma
postikum yang terletak pada bagian temporal papil disertai dengan atrofi karioretina. Atrofi
retina berjalan kemudian setelah terjadinya atrofi sklera dan kadang-kadang terjadi rupture
membran Bruch yang dapat menimbulkan rangsangan untuk terjadinya neovaskularisasi
subretina. Pada miopi dapat terjadi bercak Fuch berupa biperplasi pigmen epitel dan
perdarahan, atropi lapis sensoris retina luar, dan dewasa akan terjadi degenerasi papil saraf
optik (Sidarta, 2005).

D. MANIFESTASI KLINIK
Penglihatan kabur atau mata berkedip ketika mata mencoba melihat suatu objek dengan
jarak jauh ( anak-anak sering tidak dapat membaca tulisan di papan tulis tetapi mereka dapat
dengan mudah membaca tulisan dalam sebuah buku. Penglihatan untuk jauh kabur,
sedangkan untuk dekat jelas. Jika derajat miopianya terlalu tinggi, sehingga letak pungtum
remotum kedua mata terlalu dekat, maka kedua mata selalu harus melihat dalam posisi
kovergensi, dan hal ini mungkin menimbulkan keluhan (astenovergen) . Mungkin juga posisi
konvergensi itu menetap, sehingga terjadi strabismus konvergen (estropia). Apabila terdapat
miopi pada satu mata jauh lebih tinggi dari mata yang lain dapat terjadi ambliopia pada mata
yang myopianya lebih tinggi. Mata ambliopia akan bergulir ke temporal yang disebut
strabismus divergen (eksotropia). (Illyas,2005).
Pasien dengan miopi akan memberikan keluhan sakit kepala, sering disertai dengan
juling dan celah kelopak yang sempit. Seseorang penderita myopia mempunyai kebiasaan
mengerinyitkan matanya untuk mencegah aberasi sferis atau untuk mendapatkan efek pinhole
(lubang kecil). Pasien myopia mempunyai pungtum remotum (titik terjauh yang masih dilihat
jelas) yang dekat sehingga mata selalu dalam atau berkedudukan konvergensi yang akan
menimbulkan keluhan astenopia konvergensi.bila kedudukan mata ini menetap, maka
penderita akan terlihat juling kedalam atau esoptropia (Sidarta, 2005).
E. ETIOLOGI (PENYEBAB)

1. Jarak terlalu dekat membaca buku, menonton televisi, bermain videogames, main komputer,
main ponsel, dan lain-lain. Mata yang dipaksakan dapat merusak mata. Pelajari jarak aman
aktivitas mata kita agar selalu terjaga kenormalannya.
2. Terlalu lama beraktifitas pada jarak pandang yang sama seperti bekerja di depan komputer, di
depan layar monitor, di depan mesin, di depan berkas, dan lain-lain. Mata butuh istirahat
yang teratur dan sering agar tidak terus berkontraksi yang monoton.
3. Tinggal di tempat yang sempit penuh sesak karena mata kurang berkontraksi melihat yang
jauh-jauh sehingga otot mata jadi tidak normal. Atur sedemikian rupa ruang rumah kita agar
kita selalu bisa melihat jarak pandang yang jauh.
4. Kebiasaan buruk yang dapat mengganggu kesehatan mata kita seperti membaca sambil tidurtiduran, membaca di tempat yang gelap, membaca di bawah sinar matahari langsung yang
silau, menatap sumber cahaya terang langsung, dan lain sebagainya.
5. Terlalu lama mata berada di balik media transparan yang tidak cocok untuk mata dapat
mengganggu kesehatan mata seperti sering kelamaan memakai helm, lama memakai
kacamata yang tidak sesuai dengan mata normal kita, dan sebagainya.
6. Kekurangan gizi yang dibutuhkan mata juga bisa memperlemah mata sehingga kurang
mampu bekerja keras dan mudah untuk terkena rabun jika mata bekerja terlalu diporsir.
Vitamin A, betakaroten, ekstrak billberry, alpukat, dan lain sebagainya bagus untuk mata
F.
1.
2.
3.
4.

PEMERIKSAAN PENUNJANG
Foto fundus / retina
Pemeriksaan lapang pandang / campimetri / perimetri
Pemeriksaan kwalitas retina ( E.R.G = electro retino gram)
USG ( ultra sono grafi ) bola mata dan keliling organ mata missal pada tumor,panjang

bola mata , kekentalan benda kaca (vitreous)


5. Retinometri ( maksimal kemungkinan tajam penglihatan mata yang tersisa)
6. CT scan dengan kontras / MRI.
G. FAKTOR RISIKO
Beberapa faktor resiko terjadinya miopi diantaranya adalah:
1. Genetik
Sebagian besar kasus rabun jauh disebabkan oleh penurunan sifat dari orang tua.
2. Kekurangan makanan bergizi pada masapertumbuhan hingga usia 12 tahun.
3. Kebiasaan buruk, misalnya kebiasaan melihat jarak dekat secara terus menerus seperti
membaca, melihat media visual (televisi, komputer, gadget) dalam jarak dekat, membaca
sambil tiduran, dan membaca ditempat yang kurang cahaya (remang).

H. KOMPLIKASI

Komplikasi lain dari miopia sering terdapat pada miopia tinggi berupa ablasio retina,
perdarahan vitreous, katarak, perdarahan koroid dan juling esotropia atau juling ke dalam
biasanya mengakibatkan mata berkonvergensi terus-menerus. Bila terdapat juling ke luar
mungkin fungsi satu mata telah berkurang atau terdapat ambliopia.
I. PENCEGAHAN
1. Pencegahan miopia salah satunya dengan cara tidak membaca dalam keadaan gelap dan
2.
3.
4.
5.
6.

menonton TV dengan jarak yang dekat.


Memegang alat tulis dengan benar.
Lakukan istirahat tiap 30 menit setelah melakukan kegiatan membaca atau melihat TV.
Batasi jam membaca dan aturlah jarak baca yang tepat (30 centimeter).
Gunakanlah penerangan yang cukup.
Jika memungkinkan memungkinkan untuk anak-anak diberikan kursi yang bisa diatur
tingginya sehingga jarak bacanya selalu 30 cm.

J. PENATALAKSANAAN
1. Terapi Non-Farmakologi
a. Kacamata
Pada pasien miopi ini diperlukan lensa kaca mata baca tambahan atau lensa eddisi untuk
membaca dekat yang berkuatan tetentu. Pengobatan pasien dengan dengan miopi adalah
memberikan kaca mata sferis negative terkecil yang memberikan ketajaman penglihatan
maksimal 33cm. Bila pasien dikoreksi dengan 3.0 D memberika tajam penglihatan 6/6, dan
demikian memberikan istirahat mata dengan baik sesudah dikoreksi (Ilyas, 2003).
b. Lensa Kontak
Pengobatan biasanya ditolong dengan kacamata rangkap dan harus melakukan terapi dengan
cara menggunakan lensa eddisi untuk membaca dekat. Untuk jarak baca 33 cm, bila jarak
berubah maka pemberian lensa juga berubah. Pada umur 40 tahun lensa masih dapat
mengembang, tetapi sangat menurun. Pada umur 60 tahun, lensa menjadi sclerosic semua.
Jadi pemberian lensa addisi tergantung pada pada jarak baca dan umur pederita. Bifokus
adalah kacamata yang digunakan untuk mengatasi presbiopia. Kacamata ini memeliki 2
lensa, yaitu untuk membaca dipasang dibawah dan untuk melihat jarak jauh dipasang diatas.
Jika pelihat jarak jauh masih baik, bisa digunakan kacamata untuk baca yang dijual bebas.
c. Bedah Keratorefraktif
Bedah keratorefraktif mencakup serangkai metode untuk mengubah kelengkungan
permukaan anterior bola mata diantaranya adalah keratomi radial, keratomileusis keratofikia,
epiakerarfikia.
d. Terapi dengan menggunakan laser dengan atau operasi lasik mata.

Dalam prosedurnya dilakukan pergantian ukuran kornea mata dan dirubahnya tingkat miopi
dengan menggunakan laser.
e. Photorefractive Keratotomy (PRK)
Terapi ini menggunakan konsep yang sama dengan penggantian kembali kornea mata tetapi
menggunakan prosedur yang berbeda.
f. Operasi orthokeratologi dan pemotongan jaringan kornea mata
Orang-orang dengan miopi rendah akan lebih baik jika menggunakan teknik ini.
Orthokeratologi menggunakan kontak lensa secara berangsur-angsur dan pergantian
sementara lekukan kornea. Pemotongan jaringan kornea mata menggunakan bahan-bahan
plastik yang ditanamkan kedalam kornea mata untuk mengganti kornea yang rusak.
2. Penatalaksanaan Farmakologi
Obat yang digunakan untuk penderita miopia adalah obat tetes mata untuk mensterilisasi
kotoran yang masuk ke dalam mata. Obat-obat tradisionalpun banyak digunakan ada
penderita myopia

K. ASUHAN KEPERAWATAN KELAINAN REFRAKSI (MIOPIA)


1. Pengkajian
a. Keluhan Utama
Klien mengatakan pandangannya kabur pada jarak jauh dan jelas pada jarak dekat.
1) Riwayat Penyakit sekarang
Klien datang ke RS dengan keluhan pandangan kabur pada jarak jauh dan jelas pada jarak
dekat, klien mengatakan padangan kabur setiap saat.
2) Riwayat penyakit dahulu
Klien mengatakan, sebelumnya belum pernah mengalami hal seperti ini.
3) Riwayat Penyakit keluarga
Klien mengatakan ibu klien mengalami hal yang sama seperti yang dialami klien.
4) Riwayat Kebiasaan
Klien mengatakan sering membaca buku dengan jarak yang sangat dekat dan dalam keadaan
tidak terlalu terang.
2. Diagnosa Keperawatan
a. Perubahan sensori-persepsi (visual) yang berhubungan dengan perubahan kemampuan
memfokuskan sinar pada retina.
b. Gangguan rasa nyaman (pusing) yang berhubungan dengan usaha pemfokusan mata.
3. Intervensi dan Implementasi
a. Koreksi mata miopi dengan memakai lensa minus atau negatif ukuran teringan yang sesuai
Tujuan: untuk mengurangi kekuatan daya pembiasan di dalam mata.
b. Anjurkan agar klien cukup istirahat dan tidak melakukan aktifitas membaca terus menerus.

Tujuan: Mengurangi kelelahan mata sehingga pusing berkurang.


4. Pemeriksaan Diagnostik
Kartu snellen mesin telebinokuler (tes ketajaman penglihatan dan sentral penglihatan):
mungkin terganggu dengan kerusakan kornea lensa aquous atau vitreus humor, kesalahan
refraksi atau penyakit syaraf atau penglihatan keretina atau jalan optik.
a.
1)
2)
3)

Alat :
Kartu Snellen.
Bingkai percobaan.
Sebuah set lensa coba.

b.
1)
2)
3)
4)

Teknik:
Penderita duduk menghadap kartu Snellen pada jarak 6 meter.
Pada mata dipasang bingkai percobaan.
Satu mata ditutup.
Minta penderita untuk membaca kartu Snellen mulai huruf terbesar sampai pada huruf

terkecil yang masih bisa terbaca.


5) Lensa negatif terkecil dipasang pada tempatnya dan jika tajam penglihatan menjadi lebih
baik ditambah kekuatannya perlahan-lahan hingga dapat membaca huruf yang paling terkecil
dari kartu Snellen tersebut.
6) Lakukan kembali pada mata yang sebelahnya.
5. Evaluasi
Subjektif : klien mengatakan bisa melihat jelas dengan memakai lensa negatif skala 0,50.
Objektif : Klien membaca buku dengan jarak yang pas (30 cm)

BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Dengan merebaknya masalah kesehatan sekarang ini, alangkah baiknya kita menjaga
kesehatan kita agar tidak terserang penyakit, salah satunya adalah penyakit miopi (rabun
jauh).

B. SARAN
Mencegah lebih baik daripada mengobati, salah satunya adalah menjaga kondisi mata kita
agar tetap dalam keadaan yang sehat, sering makan buah dan sayuran segar terutama yang
mengandug vitamin A. Jika sudah terlanjur, maka sebaiknya segera periksakan dan obati agar
tidak menjadi semakin parah

DAFTAR PUSTAKA
http://keperawatanprofesionalislami.blogspot.com/2013/03/konsep-dasar-miopia.html. Diakses
tanggal 4 Desember 2013.
http://kamuskesehatan.com/arti/rabun-jauh/. Diakses tanggal 4 Desember 2013.
http://www.diwarta.com/pengertian-bagian-bagian-mata-beserta-penjelasannya/. Diakses tanggal 4
Desember 2013.
Ilyas, Sidarta. Dasar-Teknik Pemeriksaan dalam Ilmu Penyakit Mata. Balai Penerbit FKUI. Jakarta:
2000.
Istiqomah, Indriana N. Asuhan Keperawatan Klien Gangguan Mata. Penerbit Buku Kedokteran
EGC. Jakarta: 2005.
http://www.tipsehat.indoinfo.web.id/2012/11/02/penyebab-mata-menjadi-rabun-jauhmiopimyopiamata-minus/. Diakses tanggal 4 Desember 2013.

askep hipermetropia
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Kesehatan merupakan suatu hal yang sangat berharga dan penting bagi setiap insan manusia.
Kesehatan tidak hanya meliputi kesehatan tubuh semata tetapi juga bagian tubuh lainnya
seperti mata.
Mata merupakan jendela dunia, kita dapat mengenal dunia dan megetahui berbagai hal
dengan mata. Berawal dari melihat mata, kita akan berusaha memahami seluk beluk tentang
suatu benda. Mata selain berperan sebagai jendela dunia juga berperan sebagai salah satu
organ yang berperan sebagai indra penglihatan. Mata dapat digunakan untuk mengetahui
seberapa berat suatu penyakit terjadi meskipun secara umum belun tampak tanda-tanda
adanya komplikasi dari suatu penyakit.
Mata merupakan organ yang penting bagi kita, menjaga dan merawat kesehatan mata
merupakan salah satu bentuk rasa syukur kita pada Sang Pencipta. Namun tidak setiap orang
sadar arti pentingnya menjaga kesehatan mata.
Akibat dari kelalaian dalam menjaga kesehatan mata ini bisa menimbulkan berbagai penyakit
mata dimulai dari kurangnya konsumsi vitamin A, kelainan pada organ-organ mata bawaan,
kelainan refraksi dan yang lainnya. Diantara kelainan refraksi ini adalah hipermetropi.
Hipermetropi dapat menyebabkan gangguan pada penglihatan, dimana penglihatnya kesulitan
melihat benda yang jaraknya dekat, kepala sering pusing, dimana hal ini dapat mengganggu
aktivitas sehari-hari klien. Diharapkan dengan dibuatnya makalah asuhan keperawatan
dengan klien dengan hipermetropi ini dapat memberikan asuhan keperawatan yang tepat dan
benar bagi penderita hipermetropi dan dapat mengurangi keparahan berkelanjutan pada
penderita.
1.2 Tujuan Penulisan
Tujuan dari penulisan makalah ini adalah sebagai berikut:
a. Tujuan Umum
1) Mahasiswa mampu memahami konsep asuhan keperawatan pada pasien dengan
gangguan mata khususnya hipermetropi
b. Tujuan Khusus
1) Memaparkan konsep penyakit yang meliputi anatomi fisiologi sistem persepsi sensori,
definisi, etiologi, patofisiologi, komplikasi, penatalaksanaan yang meliputi medis,
keperawatan dan manajemen diet
2) Memahami asuhan keperawatan pada pasien dengan gangguan mata (hipermetropi)
menggunakan metodologi asuhan keperawatan yang benar

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.2 Definisi

Hipermetropia adalah suatu kondisi ketika kemampuan refraktif mata terlalu lemah yang
menyebabkan sinar yang sejajar dengan sumbu mata tanpa akomodasi difokuskan di
belakang retina. Gangguan ini terjadi pada diameter anteroposterior bola mata yang pendek
sehingga jarak antara lensa dan retina juga pendek dan sinar difokuskan di belakang retina.
Hal ini menyebabkan kesulitan melihat objek dekat dan disebut farsightedness atau hyperopia
(Indriani Istiqomah, 2004 : 205).
Hipermetropi adalah cacat mata yang disebabkan oleh lensa mata terlalu pipih sehingga
bayangan dari benda yang dekat jatuh dibelakang retina. Hipermetropi disebut pula juga
rabun dekat, karena tidak dapat melihat benda yang jaraknya dekat. Penderita hipermetropi
hanya mampu melihat jelas benda yang jauh. Untuk menolong penderita hipermetropi,
dipakai kacamata lensa cembung (lensa positif). (Abdullah, Mikrajuddin, dkk, 2007. IPA
Terpadu SMP dan MTS.Tanpa Kota. ESIS, 87-88).
Hipermetropi atau rabun dekat merupakan keadaan gangguan kekuatan pembiasan mata
dimana sinar sejajar jauh tidak cukup dibiaskan sehingga titik fokusnya terletak dibelakang
retina. Pada hipermetropia sinar sejajar difokuskan di belakang makula lutea (Sidarta Ilyas,
2010 : 78).
2.3 Etiologi
Hipermetropia dapat disebabkan :
a. Hipermetropia sumbu atau hipermetropia aksial merupakan kelainan refraksi akibat bola
mata pendek, atau sumbu anteroposterior yang pendek.
b. Hipermetropia kurvatur, dimana kelengkungan kornea atau lensa kurang sehingga
bayangan difokuskan di belakang retina
c. Hipermetropia refraktif, dimana terdapat indeks bias kurang pada sistem optik mata
(Sidarta Ilyas, 2010 : 78).
2.4 Klasifikasi Hipermetropia
Hipermetropi dikenal dalam bentuk :
a. hipermetropia manifes
ialah hipermetropia yang dapat dikoreksi dengan kacamata positif maksimal yang
memberikan tajam penglihatan normal. Hipermetropia ini terdiri atas hipermetropia absolute
ditambah dengan hipermetropia fakultatif. Hipermetropia manifest didapatkan tanpa
sikloplegik dan hipermetropia yang dapat dilihat dengan koreksi kacamata maksimal.
b. hipermeropia absolut
dimana kelainan refraksi tidak diimbangi dengan akomodasi dan memerlukan kacamata
positif untuk melihat jauh. Biasanya hipermetropia laten yang ada berakhir dengan
hipermetropia absolute ini. Hipermetropia manifes yang tidak memakai tenaga akomodasi

sama sekali disebut sebagai hipermetropia absolute, sehingga jumlah hipermetropia fakultatif
dengan hipermetropia absolute adalah hipermetropia manifes.
c. hipermetropia fakultatif
dimana kelainan hipermetropia dengan diimbangi dengan akomodasi ataupun dengan kaca
mata positif. Pasien yang hanya mempunyai hipermetropi fakultatif akan melihat normal
tanpa kaca mata positif yang memberikan penglihatan normal maka otot akomodasinya akan
mendapatkan istirahat. Hipermetropia manifest yang masih memakai tenaga akomodasi
disebut sebagai hipermetropia fakultatif.
d. hipermetropia laten
dimana kelainan hipermetropia tanpa sikloplegia (atau dengan obat yang melemahkan
akomodasi) diimbangi seluruhnya dengan akomodasi. Hipermetropia laten hanya dapat
diukur bila diberikan sikloplegia. Makin muda makin besar komponen hipermetropia laten
seseorang. Makin tua seseorang akan terjadi kelemahan akomodasi sehingga hipermetropia
laten menjadi hipermetropia fakultatif dan kemudian akan menjadi hipermetropia absolut.
Hipermetropia laten sehari-hari diatasi pasien dengan akomodasi terus-menerus, terutama bila
pasien masih muda dan daya akomodasinya masih kuat.
e. hipermetropia total
hipermetropia yang ukurannya didapatkan sesudah diberikan sikloplegia. (Sidarta Ilyas,
2010 : 78-79).
2.5 Patofisiologi
Sumbu utama bola mata yang terlalu pendek, daya pembiasan bola mata yang terlalu lemah,
kelengkungan kornea dan lensa tidak adekuat perubahan posisi lensa dapat menyebapkan
sinar yang masuk dalam mata jatuh di belakang retina sehingga penglihatan dekat jadi
terganggu (Sidarta Ilyas, 2010 : 78-79).
2.6 Komplikasi
Penyulit yang dapat terjadi pada pasien dengan hipermetropia adalah esotropia dan glaukoma.
Esotropia atau juling ke dalam dapat terjadi akibat pasien selamanya melakukan akomodasi.
Glaukoma sekunder terjadi akibat hipertrofi otot siliar pada badan siliar yang akan
mempersempit sudut bilik mata (Sidarta Ilyas, 2010 : 81).
2.6 Manifestasi Klinis
Gejala yang ditemukan pada hipermetropia adalah penglihatan dekat dan jauh kabur, sakit
kepala, silau, dan kadang rasa juling atau lihat ganda. Pasien hipermetropia sering disebut
sebagai pasien rabun dekat.
Pasien dengan hipermetropia apapun penyebabnya akan mengeluh matanya lelah dan sakit
karena terus menerus harus berakomodasi untuk melihat atau memfokuskan bayangan yang
terletak di belakang makula agar terletak di daerah makula lutea. Keadaan ini disebut
astenopia akomodatif. Akibat terus menerus berakomodasi, maka bola mata bersama-sama
melakukan konvergasi dan mata akan seering terlihat mempunyai kedudukan esotropia atau
juling ke dalam (Sidarta Ilyas, 2010 : 79).
Gejala klinis hipermetropia :
a. subjektif :
1) kabur bila melihat dekat
2) mata cepat lelah, berair, sering mengantuk dan sakit kepala (astenopia akomodatif).
b. objektif :
1) pupil agak miosis
2) bilik mata depan lebih dangkal (Indriani Istiqomah, 2004 : 206).

2.7 Penatalaksanaan
Pengobatan hipermetropia adalah diberikan koreksi hipermetropia manifes dimana tanpa
sikloplegia didapatkan ukuran lensa positif maksimal yang memberikan tajaman penglihatan
normal.
Bila terdapat juling ke dalam atau esotropia diberikan kacamata koreksi hipermetropia total.
Bila terdapat tanda atau bakat juling keluar (eksoforia) maka diberikan kacamata koreksi
positif kurang.
Pada pasien dengan hipermetropia sebaiknya diberikan kacamata sferis positif terkuat atau
lensa positif terbesar yang masih memberikan tajam penglihatan maksimal. Bila pasien
dengan + 3.0 ataupun dengan + 3.25 memberikan ketajaman penglihatan 6/6, maka diberikan
kacamata + 3.25. Hal ini untuk memberikan istirahat pada mata. Pada pasien dimana
akomodasi masih sangat kuat atau pada anak-anak, maka sebaiknya pemeriksaan dilakukan
dengan memberikan sikloplegik atau melumpuhkan otot akomodasi. Dengan melumpuhkan
otot akomodasi, maka pasien akan mendapatkan koreksi kacamata dengan mata yang
istirahat.
Pada pasien muda dengan hipermetropia tidak akan memberikan keluhan karena matanya
masih masih mampu melalukan akomodasi kuat untuk melihat benda dengan jelas. Pada
pasien dengan banyak membaca atau mempergunakan matanya, terutama pada pasien yang
telah lanjut, akan memberikan keluhan kelelahan setelah membaca. Keluhan tersebut berupa
sakit kepala, mata terasa pedas dan tertekan.
Pada pasien ini diberikan kacamata sferis positif terkuat yang memberikan penglihatan
maksimal.
Penyulit yang dapat terjadi pada pasien dengan hipermetropia adalah esotropia dan glaucoma.
Estropia atau juling ke dalam terjadi akibat pasien selamanya melakukan akomodasi.
Glaukoma sekunder terjadi akibat hipertrofi otot silisr pada badan siliar yang akan
mempersempit sudut bilik mata. (Sidarta Ilyas, 2010 : 80-81).
2.8 Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang pada pasien hipermetropia adalah sebagai berikut :
a. refraksi subjektif, metode trial and error dengan menggunakan kartu snellen, mata
diperiksa satu persatu, ditentukan visus masing-masing mata, pada dewasa dan visus tidak 6/6
dikoreksi dengan lensa sferis positif. Pada anak-anak dan remaja dengan dengan visus 6/6
dan keluhan astenopia akomodasi dikoreksi dengan sikloplegik.
b. Refraksi objektif, retinoskop dengan lensa kerja S +2.00 pemeriksa mengawasi reaksi
fundus yang bergerak berlawanan dengan gerakan retinoskop (agains movement) kemudian
dikoreksi dengan lensa sferis positif sampai tercapai netralisasi, autorefraktometer
(computer). (Indriani Istiqomah, 2004 : 209).

BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
4.1 Pengkajian
Melakuakan pengkajian meliputi hal berikut :
a. Data demografi
umur, pekerjaan perlu dikaji terutama pada pekerjaan yang memerlukan penglihatan ekstra
dan pada pekerjaan yang membutuhkan kontak dengan cahaya yang terlalu lama, seperti
operator komputer, reparasi jam.

b. Keluhan yang dirasakan


pandangan atau penglihatan kabur, kesulitan memfokuskan pandangan, epifora, pusing,
sering lelah dan mengantuk dan terjadi astenopia akomodasi yang menyebabkan klien lebih
sering beristirahat.
c. Riwayat penyakit keluarga
Umumnya didapatkan riwayat penyakit diabetes militus
d. Riwayat penyakit yang lalu. (Indriani N. Istiqomah, 2004 : 208)
4.2 Diagnosa Keperawatan
Diagnosa yang dapat diambil pada kasus hipermetropia adalah sebagai berikut :
a. Gangguan rasa nyaman (pusing) berhubungan dengan usaha memfokuskan pandangan
b. Gangguan persepsi sensori berhubungan dengan perubahan kemampuan memfokuskan
sinar pada retina
c. Risiko cidera berhubungan dengan keterbatasan penglihatan (Indriani Istiqomah, 2004 : )
4.3 Intervensi
Intervensi dari masing-masing diagnosa di atas adalah sebagai berikut :
a. Gangguan rasa nyaman (pusing) berhubungan dengan usaha memfokuskan pandangan
Tujuan :
1) Rasa nyaman klien terpenuhi
Kriteria hasil :
1) Keluhan klien (pusing, mata lelah) berkurang atau hilang
2) Klien mengenal gejala gangguan sensori dan dapat berkompensasi terhadap perubahan
yang terjadi.
Intervensi :
1) Jelaskan penyebab pusing, mata lelah. Rasional : mengurangi kecemasan dan
meningkatkan pengetahuan klien sehingga klien kooperatif dalam tindakan keperawatan.
2) Anjurkan klien agar pasien cukup istirahat dan tidak melakukan aktivitas membaca terus
menerus. Rasional : mengurangi kelelahan mata sehingga pusing berkurang.
3) Gunakan lampu atau penerangan yang cukup (dari atas dan belakang) saat membaca.
Rasional : mengurangi silau dan akomodasi berlebihan.
4) Kolaborasi : pemberiaan kacamata untuk meningkatkan tajam penglihatan klien.
b. Gangguan persepsi sensori berhubungan dengan perubahan kemampuan memfokuskan
sinar pada retina
Tujuan :
1) Ketajaman penglihatan klien meningkat dengan bantuan alat
2) Klien mengenal gangguan sensori yang terjadi dan melakukan kompensasi terhadap
perubahan
Intervensi :
1) Jelaskan penyebab terjadinya gangguan penglihatan. Rasional : pengetahuan tentang
penyebab mengurangi kecemasan dan meningkatkan pengetahuan klien sehingga klien
kooperatif dalam tindakan keperawatan.
2) Lakukan uji ketajaman penglihatan. Rasional : mengetahui visus dasar klien dan
perkembangannya setelah diberikan tindakan.
3) Kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian lensa kontak atau kacamata bantu atau
operasi (keratotomy radikal).
c. Risiko cidera berhubungan dengan keterbatasan penglihatan
Tujuan :
1) Tidak terjadi cidera.
Kriteria hasil :

1) Klien dapat melakukan aktivitas tanpa mengalami cidera


2) Klien dapat mengidentifikasi potensial bahaya dalam lingkungan
Intervensi :
1) Jelaskan tentang kemungkinan yang terjadi akibat penurunan tajam penglihatan.
Rasional : perubahan ketajaman penglihatan dan kedalaman persepsi dapat meningkatkan
risiko cidera sampai klien belajar untukmengkompensasi.
2) Beritahu klien agar lebih berhati-hati dalam melakukan aktivitas.
3) Batasi aktivitas seperti mengendarai kendaraan pada malam hari. Rasional : mengurangi
potensial bahaya karena penglihatan kabur.
4) Gunakan kacamata koreksi atau pertahankan perlindungan mata sesuai indikasi untuk
menghindari cidera (Indriani Istiqomah, 2004 : 208-211).

BAB IV
PENUTUP
4.1 Simpulan
Dari makalah di atas dapat disimpulkan bahwa miopi adalah suatu kondisi ketika kemampuan
refraktif mata terlalu lemah yang menyebabkan sinar yang sejajar dengan sumbu mata tanpa
akomodasi difokuskan di belakang retina. Terjadinya hipermetropia dapat disebabkan karena
adanya kelainan pada bola mata yang terlalu pendek, indeks bias yang kurang dan
kelengkungan kornea yang kurang. Pasien hipermetropia biasanya mengalami kekaburan jika
melihat di jarak yang dekat dan jauh, sakit kepala, silau dan rasa juling.
4.2 Saran
Disarankan penderita hipermetropia untuk selalu melakukan perbaikan gizi dengan
memperhatikan konsumsi vitamin A, banyak beolahraga dan meminimalkan kerja mata agar
tidak mengakomodasikan mata yang dapat memperburuk hipermetropia.

DAFTAR PUSTAKA
Ilyas, Sidarta. 2010. Ilmu Penyakit Mata. Jakarta : FKUI
Istiqomah, Indriani N. 2004. ASKEP Klien Gangguan Mata. Jakarta : EGC.
Pearce, Evelyn C. 2010. Anatomi dan Fisiologi untuk Paramedis. Jakarta : PT. Gramedia
Vaughan dan Asbury. 2009. Oftalmologi Umum Edisi 17. Jakarta : EGC.

Hipermetropia & Presbiopia


PENDAHULUAN

Hipermetropia atau hiperopia merupakan suatu kelainan refraksi dimana sinarsinar sejajar yang datang dari benda-benda pada jarak tak terhingga, oleh mata
tanpa akomodasi akan dibiaskan di belakang retina dan sinar-sinar yang datang
dari benda-benda pada jarak dekat dibiaskan lebih jauh lagi di belakang
retina.1,3 Hipermetropia dapat dibedakan berdasarkan penyebabnya, yaitu:2
1. Hipermetropia sumbu atau hipermetropia aksial; yang merupakan kelainan
refrasi akibat bola mata yang pendek atau sumbu anteroposterior yang pendek.
2. Hipermetropia kurvatur; dimana kelengkungan kornea atau lensa kurang
sehingga bayangan difokuskan di belakang retina.
3. Hipermetropia refraktif; dimana terdapat indeks bias yang kurang pada sistem
optik mata.
Pada hipermetropia, untuk dapat melihat benda yang yang terletak pada jarak
tak terhingga (5-6 m atau lebih) dengan baik, penderita harus berakomodasi
supaya bayangan dari benda tersebut yang difokuskan di belakang retina, dapat
dipindahkan tepat pada retina. Akibat akomodasi terus-menerus, penderita akan
mengeluh matanya lelah dan sakit, sakit kepala sampai di occiput dan frontal,
margo palpebra dan konjungtiva hiperemis, lakrimalis dan fotofobia ringan, mata
terasa panas, berat dan mengantuk serta kabur pada penglihatan dekat, sebagai
tanda adanya astenopia akomodatif.1,3,4 Selain astenopia, mata akan bersamasama melakukan konvergensi, sehingga sering terlihat mempunyai kedudukan
esotropia atau juling ke dalam dan pupil akan menjadi kecil atau miosis.
Akomodasi terus menerus juga menyebabkan hipertrofi otot siliaris yang disertai
dengan terdorongnya iris ke depan sehingga bilik mata depan (COA) menjadi
dangkal dan merupakan predisposisi terjadinya glaukoma sudut tertutup.4
Penanganan penderita hipermetropia yaitu dengan kacamata sferis positif
terkuat yang dapat memberikan ketajaman penglihatan maksimal tanpa
akomodasi. Hal ini bertujuan untuk memberikan istirahat pada mata.4,6
Presbiopia adalah suatu perkembangan fisiologis yang berhubungan dengan usia
lanjut, dimana akomodasi untuk melihat dekat berkurang. Ini disebabkan
kelemahan otot akomodasi dan lensa mata yang berkurang elastisitasnya akibat
sklerosis lensa.5
Penderita presbiopia akan memberikan keluhan setelah membaca mata menjadi
lelah, berair, dan sering terasa pedas; membaca dengan menjauhkan kertas
yang dibaca; sukar mengerjakan pekerjaan dengan melihat dekat terutama pada
malam hari; dan sering memerlukan sinar yang lebih terang untuk membaca.5
Untuk membantu kekurangan daya akomodasi pada penderita presbiopia,
digunakan kacamata sferis positif misalnya untuk 38 39 tahun, kedua mata
harus diberi lensa S + 1,00; untuk 40 41 tahun diberi lensa S + 1,25, untuk 42
44 tahun diberi lensa S + 1,50, untuk 45 47 tahun diberi lensa S + 1,75,
untuk 48 49 tahun diberi lensa S + 2,00, untuk 50 51 tahun, kedua mata
harus diberi lensa S + 2,25 dan seterusnya.

Kekuatan lensa yang berkurang ditambah dengan lensa tambahan sesuai usia,
dan maksimal ditentukan S+3 supaya orang masih dapat mengerjakan
pekerjaan dekat pada jarak yang enak tanpa melakukan konvergensi
berlebihan.5
Berikut ini akan dibahas sebuah kasus dengan judul Hipermetropia Oculi
Dekstra et Sinistra dan Presbiopia

LAPORAN KASUS

Seorang penderita perempuan, usia 50 tahun, bangsa Indonesia, suku Minahasa,


agama Kristen Protestan, pekerjaan pegawai, alamat Teling Bawah, datang
berobat di Poliklinik Mata RS Prof Dr R.B Kandou Manado pada tanggal 24
Agustus 2009 dengan keluhan utama penglihatan kabur saat membaca.

ANAMNESIS
Penglihatan kabur saat melihat jauh dan membaca dialami penderita sejak 1
tahun yang lalu. Penglihatan kabur saat membaca disertai perih pada mata,
mata terasa panas, dan keluar air mata. Keluhan ini hilang timbul dan kadang
disertai sakit kepala seperti berdenyut yang lebih terasa di bagian depan kepala.
Penderita merasa penglihatan jauhnya terganggu. Riwayat trauma pada mata,
penglihatan berawan, melihat bintik-bintik dan melihat dua bayangan pada satu
benda disangkal penderita. Riwayat darah tinggi dan kencing manis disangkal
penderita.
PEMERIKSAAN FISIK
Status Generalis
Keadaan umum baik, kesadaran compos mentis, tekanan darah 130/80 mmHg,
nadi 80 x/menit, respirasi 24 x/menit, suhu badan 36,8o C. Kepala simetris, tidak
ada kelainan; thoraks: Jantung/paru dalam batas normal; abdomen datar, lemas,

BU (+) normal, hepar/lien tidak teraba; ekstremitas hangat, tidak ada kelainan.
Status Psikiatri
Sikap penderita koperatif, ekspresi wajar dan sikap yang ditunjukkan baik
Status Neurologis
Motorik dan sensibilitas baik, refleks fisiologis (+), refleks patologis (-)
Status Oftalmikus
A. Pemeriksaan subjektif
VOD: 6/9 S + 0,50= 6/6 VOS: 6/9 S+ 0,50 = 6/6
Add S + 2,25 Add S + 2,25
Pupil distance = 64/62 mm
Proyeksi cahaya kedua mata pada keempat kuadran baik
B. Pemeriksaan objektif
- Inspeksi : ODS
Supersilia normal, palpebra dan apparatus lakrimalis tidak ada kelainan,
konjungtiva bulbi hiperemis (-), benjolan (-), sclera hiperemis (-), kornea jernih,
bilik mata depan cukup dalam, iris normal, pupil isokor miosis, refleks cahaya (+)
normal, lensa tidak keruh
- Palpasi : ODS
Nyeri tekan (-), massa (-), Tekanan Intra Okuler dengan tonometer Schiotz 17,3
mm Hg
- Pemeriksaan kamar gelap : ODS
Kornea jernih, COA dangkal, iris normal
- Pemeriksaan oftalmoskop : ODS
Funduskopi : refleks fundus (+) uniform; papil bulat, batas tegas, unilateral;
makula: refleks fovea (+) normal; retina: artero- sklerosis (-), perdarahan (-),
eksudat (-)
RESUME
Seorang penderita perempuan, 50 tahun, datang ke Poliklinik Mata RS Prof. Dr.
R.B Kandou Manado tanggal 24 Agustus 2009 dengan keluhan utama
penglihatan kabur saat melihat jauh dan membaca. Keluhan ini sejak 1 tahun
yang lalu, dan disertai perih pada mata, mata terasa panas, dan keluar air mata
serta kadang-kadang mengalami sakit kepala. Penglihatan dekat dan jauh kabur.
Riwayat trauma pada mata, penglihatan berawan, melihat bintik-bintik, melihat
dua bayangan pada satu benda disangkal, riwayat darah tinggi dan riwayat
kencing manis disangkal.
Status oftalmikus ODS : VOD 6/9 VOS 6/9, konjungtiva hiperemis (-), sclera
hiperemis (-), lakrimasi (-), COA dangkal, pupil isokor miosis, TIODS 17,3 mmHg.
DIAGNOSIS
Hipermetropia oculi dextra et sinistra dan presbiopia.

PENATALAKSANAAN
1. Resep kacamata bifokus:
VOD: 6/9 S + 0,50 = 6/6 VOS: 6/20 S+ 0,50 = 6/6
Add S + 2,25 Add S + 2,25
PD 64/62
2. Simptomatis ( Augentonic 3 x 1 tetes, ODS)
PROGNOSIS
Bonam
ANJURAN
Bila membaca atau menonton TV lama, usahakan agar sesekali berhenti untuk
mengistirahatkan mata.
Hindari posisi membaca terlalu dekat atau membungkuk .
Bila membaca dan bekerja, gunakan penerangan yang baik
Gunakan kacamata
Periksakan mata secara berkala (kontrol teratur).
DISKUSI
Dasar diagnosis Hipermetropia dan Presbiopia ODS ditegakkan berdasarkan
anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan tambahan.4 Pada anamnesis
ditemukan adanya penglihatan kabur saat melihat dekat (membaca), disertai
mata perih, terasa panas dan keluar air saat melihat dekat serta kadang disertai
sakit kepala. Gejala-gejala ini muncul karena mata berusaha memfokuskan
bayangan yang jatuh di belakang retina agar jatuh tepat di retina dengan cara
berakomodasi.1,2,3 Untuk melihat benda yang dekat, mata harus berakomodasi
lebih kuat lagi agar bayangan tidak jatuh lebih jauh dibelakang retina. Karena
adanya akomodasi yang berlebihan itu, mata menjadi lelah atau timbul
astenopia akomodatif yang gejala-gejalanya antara lain adalah penglihatan
kabur saat melihat dekat, mata terasa lelah, perih, berat dan panas sampai
keluar airmata.1,2,3,4 Bila penderita tidak mengistirahatkan matanya dan terus
berakomodasi maka gelaja yang timbul akan makin berat dan menimbulkan sakit
kepala.
Pada pemeriksaan fisik ditemukan visus oculus dextra 6/9 dan oculus sinistra
6/9. Setelah melalui pemeriksaan subjektif dengan menggunakan metode trial
and error, didapati bahwa kelainan refraksi pada kedua mata pasien ini dapat
dikoreksi dengan menggunakan lensa sferif positif 0,50 dekstra dan 0,50 sinistra
sehingga visus kedua mata mencapai 6/6. Dengan demikian, hasil pemeriksaan
subjektif ini makin mengarahkan diagnosa pada hipermetropia.
Penderita ini juga didiagnosis dengan presbiopia karena usianya telah mencapai
50 tahun, dan mengeluh penglihatannya kabur saat membaca. Hal ini sesuai
dengan kepustakaan yang menyatakan bahwa dengan bertambahnya usia,
biasanya mulai umur 40 tahun, setiap lensa mata akan mengalami kemunduran
kemampuan untuk mencembung sehingga memberikan kesukaran melihat
dekat.1,2,3 Secara terus-menerus, lensa menghasilkan serabut-serabut baru dan

yang lama tertimbun di dalam nukleus. Nukleus menjadi keras dan membesar
dan kelenturan lensa berkurang sebingga pada waktu berakomodasi,
kelengkungannya tidak bertambah dengan memadai.5
Penanganan hipermetropia yaitu dengan memberikan lensa sferis positif
terbesar yang memberikan visus terbaik. Penggunaan lensa sferif positif ini
ditujukan untuk membelokkan sinar-sinar yang datang sehingga fokus sinarsenar tersebut dapat dimajukan dan difokuskan tepat pada retina, dimana pada
penderita ini, hasil koreksi yang digunakan untuk oculus dextra dan okulus
sinistra adalah menggunakan lensa S+0,50. Pemilihan kekuatan lensa yang
dipakai untuk mengoreksi kelainan refraksi pasien ini adalah dengan
menggunakan lensa yang berkekuatan terbesar yang masih memberikan
perbaikan visus yang optimal. Hal ini dimaksudkan untuk menghindari terjadinya
under corecction atau keadaan dimana lensa yang digunakan untuk mengoreksi
ternyata kurang cukup kuat membelokkan sinar sehingga sinar-sinar tersebut
difokuskan tidak tepat di retina tetapi sedikit dibelakang retina. Keadaan ini
masih dapat dikompensasi dengan daya akomodasi, namun dapat menimbulkan
kelelahan atau astenopia akomodatif.
Penanganan presbiopia pada kasus ini adalah dengan menambahkan koreksi
lensa S+2,25 untuk oculi dextra dan sinistra. Nilai lensa sferis ini didapatkan
sesuai dengan usia penderita, yaitu 50 tahun, dimana pada umur ini, daya
akomodasi lensa telah berkurang hingga mencapai 2 D.5
Selain penanganan dengan pemberian resep kacamata, penderita juga diberikan
terapi simptomatis untuk mengurangi gejala keletihan pada mata setelah
membaca lama dan nonton TV, berupa pemberian augentonic yang mengandung
eksulina, vitamin A dan zat-zat lain yang dapat menguatkan mata.
Setelah diterapi, penderita dianjurkan untuk memperbaiki kebiasaan yang dapat
merugikan kesehatan mata, seperti membaca lama dan nonton TV lama tanpa
beristirahat serta posisi membaca yang salah (membungkuk atau sambil
tiduran). Dianjurkan pula untuk mempergunakan penerangan yang memadai bila
hendak membaca atau melakukan pekerjaan, mulai menggunakan kacamata dan
membiasakan diri untuk memeriksakan kesehatan mata secara teratur. Dengan
demikian, diharapkan agar kelaianan hipermetropianya tidak bertambah buruk
dan perkembangan presbiopia dapat selalu diatasi segera.
Prognosis penderita ini bonam, karena belum ditemukan adanya komplikasi
seperti gluokoma.
KESIMPULAN DAN PENUTUP

KESIMPULAN :
1. Penderita hipermetropia diberikan kacamata dengan lensa sferis positif
terkuat untuk mendapatkan ketajaman penglihatan maksimal
2. Penderita presbiopia diberikan kacamata sesuai usianya
PENUTUP
Demikian laporan kasus dengan judul Hipermetropia Oculi Dextra et Sinistra dan
Presbiopia yang mencakup dasar diagnosis, prognosis, dan penanganannya

pada seorang perempuan usia 50 tahun yang datang berobat ke Poliklinik Mata
RS Prof. Dr. R.B. Kandou Manado.

DAFTAR PUSTAKA

1. Wijaya N. Refraksi. Dalam : Ilmu Penyakit Mata. Cetakan ke-5. Jakarta, 1989,
hal. 240-70
2. Ilyas S. Tajam Penglihatan dan Kelainan Refraksi. Dalam : Penuntun Ilmu
Penyakit Mata. FKUI, Jakarta, 2001, hal.1-18
3. Ilyas S. Kelainan Refraksi dan Kacamata. FKUI, Jakarta, 1997, hal.1-39
4. Akman SM, Ratulangi J. Refraksi subjektif dan Optik : Kelainan-kelainan
Refraksi. Edisi ke-2. Jakarta, 1985, hal.13-33
5. Hollwich F. Optik dan Refraksi. Dalam : Buku Panduan Oftalmologi. Edisi ke-2.
Binarupa aksara. Jakarta, 1993, hal.319-36
6. Perhimpunan Dokter Spesialis Mata Indonesia. Optik dan Refraksi. Dalam: Ilmu
Penyakit mata untuk Dokter Umum dan Mahasiswa Kedokteran. Ilyas S,
Mailangkay HHB, Taim H, Samar RR, Simamarta M dan Widodo PS, Editor. Edisi ke
2. CV.Agung Seto. Jakarta; 2002 Hal. 46-8.

Anda mungkin juga menyukai