Anda di halaman 1dari 13

LAPORAN PENDAHULUAN

MIOPI

PEBRI ROLANDO NAINGGOLAN

2019.NS.A.07.A.019

YAYASAN EKA HARAP PALANGKA RAYA


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
PROGRAM STUDI NERS
TAHUN 2020
BAB I
TINJAUAN PUSTAKA
1.1 Pengertian Miopi
Miopi (dari bahasa Yunani: μυωπία myopia "penglihatan-dekat) atau rabun
jauh adalah sebuah kerusakan refraktif mata di mana citra yang dihasilkan berada
di depan retina ketika akomodasi dalam keadaan santai. Miopi dapt terjadi karena
bola mata yang terlalu panjang atau karena kelengkungan kornea yang terlalu
besar sehingga cahaya yang masuk tidak difokuskan secara baik dan objek jauh
tampak buram. Penderita penyakit ini tidak dapat melihat jarak jauh dan dapat
ditolong dengan menggunakan kacamata negatif (cekung).
Rabun jauh adalah kesalahan refraksi mata di mana bola mata terlalu
mencembung dan fokus cahaya berada di depan retina mata. Hal ini menyebabkan
kesulitan untuk memfokuskan objek yang jauh dari mata (Kamus Kesehatan).
Miopi merupakan mata dengan daya lensa positif yang lebih kuat sehingga
sinar yang sejajar atau datang dari tak terhingga difokuskan didepan retina.
Kelainan ini diperbaiki dengan lensa negatif sehingga bayangan benda tergeser ke
belakang dan diatur dan tepat jatuh diretina.
Miopi adalah anomali refraksi pada mata dimana bayangan difokuskan di
depan retina, ketika mata tidak dalam kondisi berakomodasi. Ini juga dapat
dijelaskan pada kondisi refraktif dimana cahaya yang sejajar dari suatu objek yang
masuk pada mata akan jatuh di depan retina, tanpa akomodasi. Miopia berasal dari
bahasa Yunani “muopia” yang memiliki arti menutup mata. Miopia atau sering
disebut sebagai rabun jauh merupakan jenis kerusakan mata yang disebabkan
pertumbuhan bola mata yang terlalu panjang atau kelengkungan kornea yang
terlalu cekung.
Miopi adalah suatu kelainan refraksi di mana cahaya peralet yang memasuki
mata secara keseluruhan dibawa menuju focus didepan retina. Miopia, yang
umumnya disebut sebagai kabur jauh / terang dekat.
Miopi adalah suatu kelainan refraksi dimana sinar sejajar yang masuk kemata
jatuh di depan retina pada mata yang istirahat ( tanpa akomodasi) gambaran
kelainan pemokusanan cahaya didepan retina.
1.2 Klasifikasi Miopi
1. Menurut jenis kelainannya, Vaughan membagi miopia menjadi:
a. Miopi aksial
Miopia aksial dalah myopia yang disebabkan oleh sumbu orbita yang lebih
panjang dibandingkan panjang fokus media refrakta. Dalam hal ini, panjang fokus
media refrakta adalah normal (± 22,6 mm) sedangkan panjang sumbu orbita >
22,6 mm.
b. Myopia Kurvatura
Dalam hal ini terjadinya myopia diakibatkan oleh perubahan dari
kelengkungan kornea atau perubahan kelengkungan dari pada lensa seperti yang
terjadi pada katarak intumesen dimana lensa menjadi lebih cembung sehingga
pembiasan lebih kuat, dimana ukuran bola mata normal.
c. Miopi Refraksi
Miopi Refraksi adalah myopia yang disebabkan oleh bertambahnya indek
bias media refrakta.
d. Perubahan Posisi Lensa
Pergerakan lensa yang lebih ke anterior setelah operasi glaucoma
berhubungan dengan terjadinya myopia. Miopi dikatakan berbahaya apabila
berpotensi untuk menimbulkan kebutaan bagi penderitanya, karena tidak bisa
diatasi dengan pemberian kacamata. Miopi berbahaya ini dibarengi dengan
kerapuhan dari selaput jala (retina) yang makin lama makin menipis dari waktu ke
waktu. Pada puncaknya proses penipisan ini menimbulkan perobekan pada selaput
jala (retina), yang membutuhkan tindakan bedah sedini mungkin untuk
pemulihannya. Tingkat keberhasilan pemulihan penglihatan akibat hal ini sangat
tergantung pada kecepatan tindakan penanggulangannya.
2. Miopi berdasarkan berat ringan
a. Sangat ringan, apabila dapat dikoreksi dengan kaca mata 0.25 s/d 1.0D
b. Ringan, apabila dapat dikoreksi dengan kaca mata -1 s/d -3 D
c. Miopi sedang dapat dikoreksi dengan kaca mata -3 s/d -6 D
d. Miopi tinggi dapat dikoreksi dengan kaca mata -6 s/d -10 D
e. Miopi berat dapat dapat dikoreksi dengan kacamata > -10 D
3. Klasifikasi myopia secara klinis (American Optometric Association, 1997)
a. Simpel myopia: adalah myopia yang disebabkan oleh dimensi bolamata yang
terlalu panjang, atau indeks bias kornea maupun lensa kristalinaa yang terlalu
tinggi.
b. Nokturnal myopia: adalah myopia yang hanya terjadi pada saat kondisi
sekeliling kurang cahaya. Sebenarnya, fokus titik jauh mata seseorang
bervariasi terhadap level pencahayaan yang ada. Myopia ini dipercaya
penyebabnya adalah pupil yang membuka terlalu lebar untuk memasukkan
lebih banyak cahaya, sehingga menimbulkan aberasi dan menambah kondisi
myopia.
c. Pseudomyopia: diakibatkan oleh rangsangan yang berlebihan terhadap
mekanisme akomodasi sehingga terjadi kekejangan pada otot – otot siliar
yang memegang lensa kristalinaa. Di Indonesia, disebut dengan myopia
palsu, karena memang sifat myopia ini hanya sementara sampai kekejangan
akomodasinya dapat direlaksasikan. Untuk kasus ini, tidak boleh buru – buru
memberikan lensa koreksi.
d. Degenerative myopia: disebut juga malignant, pathological, atau progressive
myopia. Biasanya merupakan myopia derajat tinggi dan tajam penglihatannya
juga di bawah normal meskipun telah mendapat koreksi. Myopia jenis ini
bertambah buruk dari waktu ke waktu.
e. Induced (acquired) myopia: merupakan myopia yang diakibatkan oleh
pemakaian obat – obatan, naik turunnya kadar gula darah, terjadinya sklerosis
pada nukleus lensa, dan sebagainya.
4. Klasifikasi myopia berdasar umur
a. Congenital (sejak lahir dan menetap pada masa anak-anak)
b. Youth-onset myopia (< 20 tahun)
c. Early adult-onset myopia (2-40 tahun)
d. Late adult-onset myopia (> 40 tahun).
1.3 ETIOLOGI (PENYEBAB)
1. Jarak terlalu dekat membaca buku, menonton televisi, bermain videogames,
main komputer, main ponsel, dan lain-lain. Mata yang dipaksakan dapat
merusak mata. Pelajari jarak aman aktivitas mata kita agar selalu terjaga
kenormalannya.
2. Terlalu lama beraktifitas pada jarak pandang yang sama seperti bekerja di
depan komputer, di depan layar monitor, di depan mesin, di depan berkas,
dan lain-lain. Mata butuh istirahat yang teratur dan sering agar tidak terus
berkontraksi yang monoton.
3. Tinggal di tempat yang sempit penuh sesak karena mata kurang berkontraksi
melihat yang jauh-jauh sehingga otot mata jadi tidak normal. Atur sedemikian
rupa ruang rumah kita agar kita selalu bisa melihat jarak pandang yang jauh.
4. Kebiasaan buruk yang dapat mengganggu kesehatan mata kita seperti
membaca sambil tidur-tiduran, membaca di tempat yang gelap, membaca di
bawah sinar matahari langsung yang silau, menatap sumber cahaya terang
langsung, dan lain sebagainya.
5. Terlalu lama mata berada di balik media transparan yang tidak cocok untuk
mata dapat mengganggu kesehatan mata seperti sering kelamaan memakai
helm, lama memakai kacamata yang tidak sesuai dengan mata normal kita,
dan sebagainya.
6. Kekurangan gizi yang dibutuhkan mata juga bisa memperlemah mata
sehingga kurang mampu bekerja keras dan mudah untuk terkena rabun jika
mata bekerja terlalu diporsir. Vitamin A, betakaroten, ekstrak billberry,
alpukat, dan lain sebagainya bagus untuk mata
1.4 Patofisiologi
Terjadinya elongasi sumbu yang berlebihan pada myopia patologi masih
belum diketahui. Sama halnya terhadap hubungan antara elongasi dan komplikasi
penyakit ini, seperti degenerasi chorioretina, ablasio retina dan glaucoma.
Columbre dan rekannya, tentang penilaian perkembangan mata anak ayam yang di
dalam pertumbuhan normalnya, tekanan intraokular meluas ke rongga mata
dimana sklera berfungsi sebagai penahannya.     Jika kekuatan yang berlawanan
ini merupakan penentu pertumbuhan ocular post natal pada mata manusia, dan
tidak ada bukti yang menentangnya maka dapat pula disimpulkan dua mekanisme
patogenesa terhadap elongasi berlebihan pada miopi.
Menurut perjalanan miopi dikenal bentuk:
1. Miopi stasioner, miopi yang menetap setelah dewasa
2. Miopi progresif, miopi yang bertambah terus pada usia dewasa akibat
bertambah panjangnya bola mata.
3. Miopi degenertif atau miopi maligna biasanya bila myopia lebih dari 6 dioptri
disertai kelainan pada fundus okuli dan pada panjangnya bola mata sampai
terbentuk stafiloma postikum yang terletak pada bagian temporal papil
disertai dengan atrofi karioretina. Atrofi retina berjalan kemudian setelah
terjadinya atrofi sklera dan kadang-kadang terjadi rupture membran Bruch
yang dapat menimbulkan rangsangan untuk terjadinya neovaskularisasi
subretina. Pada miopi dapat terjadi bercak Fuch berupa biperplasi pigmen
epitel dan perdarahan, atropi lapis sensoris retina luar, dan dewasa akan
terjadi degenerasi papil saraf optik.
WOC
pembiasan atau
Bola mata refraksi mata
panjang terlalu kuat
 

Cahaya masuk melewati


didepan retina

Cahaya difokuskan tidak


tepat diretina

Risiko cidera Pandangan kabur melihat

Ggn.persepsi Penurunan penglihatan


sensori

Lensa berakomodasi Kelelahan Nyeri akut


terus menerus otot mata

Sumber: Istiqomah, Indriana N (2017). Asuhan Keperawatan Klien Gangguan


Mata. Jakarta: EGC.
1.5 Manifestasi Klinik
Ciri khas dari perkembangan miopia adalah derajat kelainan yang meningkat
terus sampai usia remaja kemudian menurun pada usia dewasa muda. Gejala-
gejala myopia juga terdiri dari:
1. Kabur bila melihat jauh
2. Keluhan pusing
3. Membaca atau melihat benda kecil harus dari jarak dekat
4. Lekas lelah bila membaca ( karena konvergensi yang tidak sesuai dengan
akomodasi)
1.6 Pemeriksaan Penunjang
1. Foto fundus / retina
2. Pemeriksaan lapang pandang / campimetri / perimetri
3. Pemeriksaan kwalitas retina ( E.R.G = electro retino gram)
4. USG ( ultra – sono – grafi ) bola mata dan keliling organ mata missal pada
tumor, panjang bola mata , kekentalan benda kaca (vitreous)
5. Retinometri ( maksimal kemungkinan tajam penglihatan mata yang tersisa)
6. CT scan dengan kontras / MRI.
1.7 Komplikasi
Komplikasi lain dari miopia sering terdapat pada miopia tinggi berupa ablasio
retina, perdarahan vitreous, katarak, perdarahan koroid dan juling esotropia atau
juling ke dalam biasanya mengakibatkan mata berkonvergensi terus-menerus. Bila
terdapat juling ke luar mungkin fungsi satu mata telah berkurang atau terdapat
ambliopia.
1.8 Pencegahan
1. Pencegahan miopia salah satunya dengan cara tidak membaca dalam keadaan
gelap dan menonton TV dengan jarak yang dekat.
2. Lakukan istirahat tiap 30 menit setelah melakukan kegiatan membaca atau
melihat TV.
3. Batasi jam membaca dan aturlah jarak baca yang tepat (30 centimeter).
4. Gunakanlah penerangan yang cukup.
5. Jika memungkinkan memungkinkan untuk anak-anak diberikan kursi yang
bisa diatur tingginya sehingga jarak bacanya selalu 30 cm.
1.9 Penatalaksanaan
1. Terapi Non-Farmakologi
a. Kacamata
Pada pasien miopi ini diperlukan lensa kaca mata baca tambahan atau lensa
eddisi untuk membaca dekat yang berkuatan tetentu. Pengobatan pasien
dengan dengan miopi adalah memberikan kaca mata sferis negative terkecil
yang memberikan ketajaman penglihatan maksimal 33cm. Bila pasien
dikoreksi dengan – 3.0 D memberika tajam penglihatan 6/6, dan demikian
memberikan istirahat mata dengan baik sesudah dikoreksi.
b. Lensa Kontak
Pengobatan biasanya ditolong dengan kacamata rangkap dan harus
melakukan terapi dengan cara menggunakan lensa eddisi untuk membaca
dekat. Untuk jarak baca 33 cm, bila jarak berubah maka pemberian lensa juga
berubah. Pada umur 40 tahun lensa masih dapat mengembang, tetapi sangat
menurun. Pada umur 60 tahun, lensa menjadi sclerosic semua. Jadi pemberian
lensa addisi tergantung pada pada jarak baca dan umur pederita. Bifokus
adalah kacamata yang digunakan untuk mengatasi presbiopia. Kacamata ini
memeliki 2 lensa, yaitu untuk membaca dipasang dibawah dan untuk melihat
jarak jauh dipasang diatas. Jika pelihat jarak jauh masih baik, bisa digunakan
kacamata untuk baca yang dijual bebas.
c. Bedah Keratorefraktif
Bedah keratorefraktif mencakup serangkai metode untuk mengubah
kelengkungan permukaan anterior bola mata diantaranya adalah keratomi
radial, keratomileusis keratofikia, epiakerarfikia.
d. Terapi dengan menggunakan laser dengan atau operasi lasik mata.
Dalam prosedurnya dilakukan pergantian ukuran kornea mata dan dirubahnya
tingkat miopi dengan menggunakan laser.
e. Photorefractive Keratotomy (PRK)
Terapi ini menggunakan konsep yang sama dengan penggantian kembali
kornea mata tetapi menggunakan prosedur yang berbeda.
f. Operasi orthokeratologi dan pemotongan jaringan kornea mata
Orang-orang dengan miopi rendah akan lebih baik jika menggunakan teknik
ini. Orthokeratologi menggunakan kontak lensa secara berangsur-angsur dan
pergantian sementara lekukan kornea. Pemotongan jaringan kornea mata
menggunakan bahan-bahan plastik yang ditanamkan kedalam kornea mata
untuk mengganti kornea yang rusak.
2. Penatalaksanaan Farmakologi
Obat yang digunakan untuk penderita miopia adalah obat tetes mata untuk
mensterilisasi kotoran yang masuk ke dalam mata
1.10Asuhan Keperawatan Kelainan Refraksi (Miopia)
1. Pengkajian
a. Keluhan Utama
Klien mengatakan pandangannya kabur pada jarak jauh dan jelas pada jarak
dekat.
b. Riwayat Penyakit sekarang
Klien datang ke RS dengan keluhan pandangan kabur pada jarak jauh dan
jelas pada jarak dekat, klien mengatakan padangan kabur setiap saat.
c. Riwayat penyakit dahulu
Klien mengatakan, sebelumnya belum pernah mengalami hal seperti ini.
d. Riwayat Penyakit keluarga
Klien mengatakan ibu klien mengalami hal yang sama seperti yang dialami
klien.
e. Riwayat Kebiasaan
Klien mengatakan sering membaca buku dengan jarak yang sangat dekat dan
dalam keadaan tidak terlalu terang.
2. Diagnosa Keperawatan
a. Gangguan persepsi diri berhubungan dengan gangguan penerimaan
sensori/gangguan status organ indera.
b. Risiko cidera berhubungan dengan keterbatasan penglihatan
c. Nyeri akut berhubungan dengan proses penyakit
3. Intervensi Keperawatan
a. Gangguan persepsi diri berhubungan dengan gangguan penerimaan
sensori/gangguan status organ indera.
Intervensi:
1) Kaji derajat dan durasi gangguan visual
2) Orientasikan klien pada lingkungan yang baru
3) Dorong klien mengekspresikan perasaan tentang gangguan penglihatan
4) Lakukan tindakan untuk membantu klien menangani gangguan
penglihatannya
b. Risiko cidera berhubungan dengan keterbatasan penglihatan
Intervensi:
1) Sediakan lingkungan yang aman untuk pasien
2) Identifikasi kebutuhan keamanan pasien, sesuai dengan kondisi
fisik dan fungsi kognitif  pasien dan riwayat penyakit terdahulu pasien
3) Menghindarkan lingkungan yang berbahaya (misalnya
memindahkan perabotan)
4) Menyediakan tempat tidur yang nyaman dan bersih
5) Menganjurkan keluarga untuk menemani pasien.
c. Nyeri akut berhungan dengan proses penyakit
Intervensi:
1) Lakukan pengkajian yang komprehensif tenteng nyeri, termasuk lokasi,
karakteristik, onset / durasi, frekuensi, kualitas, intensitas, atau beratnya
nyeri dan factor presipitasi.
2) Amati perlakuan non verbal yang menunjukkan ketidaknyamanan,
khusunya ketidakmampuan komunikasi efektif.
3) Gunakan strategi komunikasi terapeutik yang dapat diterima tentang
pengalaman nyeri dan merasa menerima respon pasien terhadap nyeri.
4) Kolaborasi dengan dokter dalalm pemberian analgetik
4. Implementasi
Implementasi keperawatan adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan oleh
perawat untuk  membantu klien dari masalah status kesehatan yang dihadapi
kestatus kesehatan yang  baik yang menggambarkan kriteria hasil yang
diharapkan. Ukuran intervensi keperawatan yang diberikan kepada klien terkait
dengan dukungan, pengobatan, tindakan untuk memperbaiki kondisi, pendidikan
untuk klien-keluarga, atau tindakan untuk mencegah masalah kesehatan yang
muncul dikemudian hari.
Untuk kesuksesan pelaksanaan implementasi keperawatan agar sesuai dengan
rencana keperawatan, perawat harus mempunyai kemampuan kognitif
(intelektual), kemampuan dalam hubungan interpersonal, dan keterampilan dalam
melakukan tindakan. Proses pelaksanaan implementasi harus berpusat kepada
kebutuhan klien, faktor-faktor lain yang mempengaruhi kebutuhan keperawatan,
strategi implementasi keperawatan, dan kegiatan komunikasi.
5. Evaluasi
Tahap penilaian atau evaluasi adalah perbandingan yang sistematik dan
terencana tentang kesehatan klien dengan tujuan yang telah ditetapkan, dilakukan
dengan cara bersinambungan dengan melibatkan klien dan tenaga kesehatan
lainnya.
DAFTAR PUSTAKA

Ilyas, Sidarta (2016). Dasar-Teknik Pemeriksaan dalam Ilmu Penyakit Mata.


Jakarta: Balai Penerbit FKUI

Istiqomah, Indriana N (2017). Asuhan Keperawatan Klien Gangguan Mata.


Jakarta: EGC.

Carpenito, Lynda Juall. 2015. Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Edisi 8.


Jakarta : EGC.

Tambayong, dr. Jan. (2015). Patofisiologi untuk Keperawatan, Jakarta : EGC

Purwandari. 2018. Manajemen Penanganan Nyeri, Edisi 2 : Jakarta: EGC

Anda mungkin juga menyukai