SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN PROGRAM STUDI NERS TAHUN 2020 BAB I TINJAUAN PUSTAKA 1.1 Pengertian Miopi Miopi (dari bahasa Yunani: μυωπία myopia "penglihatan-dekat) atau rabun jauh adalah sebuah kerusakan refraktif mata di mana citra yang dihasilkan berada di depan retina ketika akomodasi dalam keadaan santai. Miopi dapt terjadi karena bola mata yang terlalu panjang atau karena kelengkungan kornea yang terlalu besar sehingga cahaya yang masuk tidak difokuskan secara baik dan objek jauh tampak buram. Penderita penyakit ini tidak dapat melihat jarak jauh dan dapat ditolong dengan menggunakan kacamata negatif (cekung). Rabun jauh adalah kesalahan refraksi mata di mana bola mata terlalu mencembung dan fokus cahaya berada di depan retina mata. Hal ini menyebabkan kesulitan untuk memfokuskan objek yang jauh dari mata (Kamus Kesehatan). Miopi merupakan mata dengan daya lensa positif yang lebih kuat sehingga sinar yang sejajar atau datang dari tak terhingga difokuskan didepan retina. Kelainan ini diperbaiki dengan lensa negatif sehingga bayangan benda tergeser ke belakang dan diatur dan tepat jatuh diretina. Miopi adalah anomali refraksi pada mata dimana bayangan difokuskan di depan retina, ketika mata tidak dalam kondisi berakomodasi. Ini juga dapat dijelaskan pada kondisi refraktif dimana cahaya yang sejajar dari suatu objek yang masuk pada mata akan jatuh di depan retina, tanpa akomodasi. Miopia berasal dari bahasa Yunani “muopia” yang memiliki arti menutup mata. Miopia atau sering disebut sebagai rabun jauh merupakan jenis kerusakan mata yang disebabkan pertumbuhan bola mata yang terlalu panjang atau kelengkungan kornea yang terlalu cekung. Miopi adalah suatu kelainan refraksi di mana cahaya peralet yang memasuki mata secara keseluruhan dibawa menuju focus didepan retina. Miopia, yang umumnya disebut sebagai kabur jauh / terang dekat. Miopi adalah suatu kelainan refraksi dimana sinar sejajar yang masuk kemata jatuh di depan retina pada mata yang istirahat ( tanpa akomodasi) gambaran kelainan pemokusanan cahaya didepan retina. 1.2 Klasifikasi Miopi 1. Menurut jenis kelainannya, Vaughan membagi miopia menjadi: a. Miopi aksial Miopia aksial dalah myopia yang disebabkan oleh sumbu orbita yang lebih panjang dibandingkan panjang fokus media refrakta. Dalam hal ini, panjang fokus media refrakta adalah normal (± 22,6 mm) sedangkan panjang sumbu orbita > 22,6 mm. b. Myopia Kurvatura Dalam hal ini terjadinya myopia diakibatkan oleh perubahan dari kelengkungan kornea atau perubahan kelengkungan dari pada lensa seperti yang terjadi pada katarak intumesen dimana lensa menjadi lebih cembung sehingga pembiasan lebih kuat, dimana ukuran bola mata normal. c. Miopi Refraksi Miopi Refraksi adalah myopia yang disebabkan oleh bertambahnya indek bias media refrakta. d. Perubahan Posisi Lensa Pergerakan lensa yang lebih ke anterior setelah operasi glaucoma berhubungan dengan terjadinya myopia. Miopi dikatakan berbahaya apabila berpotensi untuk menimbulkan kebutaan bagi penderitanya, karena tidak bisa diatasi dengan pemberian kacamata. Miopi berbahaya ini dibarengi dengan kerapuhan dari selaput jala (retina) yang makin lama makin menipis dari waktu ke waktu. Pada puncaknya proses penipisan ini menimbulkan perobekan pada selaput jala (retina), yang membutuhkan tindakan bedah sedini mungkin untuk pemulihannya. Tingkat keberhasilan pemulihan penglihatan akibat hal ini sangat tergantung pada kecepatan tindakan penanggulangannya. 2. Miopi berdasarkan berat ringan a. Sangat ringan, apabila dapat dikoreksi dengan kaca mata 0.25 s/d 1.0D b. Ringan, apabila dapat dikoreksi dengan kaca mata -1 s/d -3 D c. Miopi sedang dapat dikoreksi dengan kaca mata -3 s/d -6 D d. Miopi tinggi dapat dikoreksi dengan kaca mata -6 s/d -10 D e. Miopi berat dapat dapat dikoreksi dengan kacamata > -10 D 3. Klasifikasi myopia secara klinis (American Optometric Association, 1997) a. Simpel myopia: adalah myopia yang disebabkan oleh dimensi bolamata yang terlalu panjang, atau indeks bias kornea maupun lensa kristalinaa yang terlalu tinggi. b. Nokturnal myopia: adalah myopia yang hanya terjadi pada saat kondisi sekeliling kurang cahaya. Sebenarnya, fokus titik jauh mata seseorang bervariasi terhadap level pencahayaan yang ada. Myopia ini dipercaya penyebabnya adalah pupil yang membuka terlalu lebar untuk memasukkan lebih banyak cahaya, sehingga menimbulkan aberasi dan menambah kondisi myopia. c. Pseudomyopia: diakibatkan oleh rangsangan yang berlebihan terhadap mekanisme akomodasi sehingga terjadi kekejangan pada otot – otot siliar yang memegang lensa kristalinaa. Di Indonesia, disebut dengan myopia palsu, karena memang sifat myopia ini hanya sementara sampai kekejangan akomodasinya dapat direlaksasikan. Untuk kasus ini, tidak boleh buru – buru memberikan lensa koreksi. d. Degenerative myopia: disebut juga malignant, pathological, atau progressive myopia. Biasanya merupakan myopia derajat tinggi dan tajam penglihatannya juga di bawah normal meskipun telah mendapat koreksi. Myopia jenis ini bertambah buruk dari waktu ke waktu. e. Induced (acquired) myopia: merupakan myopia yang diakibatkan oleh pemakaian obat – obatan, naik turunnya kadar gula darah, terjadinya sklerosis pada nukleus lensa, dan sebagainya. 4. Klasifikasi myopia berdasar umur a. Congenital (sejak lahir dan menetap pada masa anak-anak) b. Youth-onset myopia (< 20 tahun) c. Early adult-onset myopia (2-40 tahun) d. Late adult-onset myopia (> 40 tahun). 1.3 ETIOLOGI (PENYEBAB) 1. Jarak terlalu dekat membaca buku, menonton televisi, bermain videogames, main komputer, main ponsel, dan lain-lain. Mata yang dipaksakan dapat merusak mata. Pelajari jarak aman aktivitas mata kita agar selalu terjaga kenormalannya. 2. Terlalu lama beraktifitas pada jarak pandang yang sama seperti bekerja di depan komputer, di depan layar monitor, di depan mesin, di depan berkas, dan lain-lain. Mata butuh istirahat yang teratur dan sering agar tidak terus berkontraksi yang monoton. 3. Tinggal di tempat yang sempit penuh sesak karena mata kurang berkontraksi melihat yang jauh-jauh sehingga otot mata jadi tidak normal. Atur sedemikian rupa ruang rumah kita agar kita selalu bisa melihat jarak pandang yang jauh. 4. Kebiasaan buruk yang dapat mengganggu kesehatan mata kita seperti membaca sambil tidur-tiduran, membaca di tempat yang gelap, membaca di bawah sinar matahari langsung yang silau, menatap sumber cahaya terang langsung, dan lain sebagainya. 5. Terlalu lama mata berada di balik media transparan yang tidak cocok untuk mata dapat mengganggu kesehatan mata seperti sering kelamaan memakai helm, lama memakai kacamata yang tidak sesuai dengan mata normal kita, dan sebagainya. 6. Kekurangan gizi yang dibutuhkan mata juga bisa memperlemah mata sehingga kurang mampu bekerja keras dan mudah untuk terkena rabun jika mata bekerja terlalu diporsir. Vitamin A, betakaroten, ekstrak billberry, alpukat, dan lain sebagainya bagus untuk mata 1.4 Patofisiologi Terjadinya elongasi sumbu yang berlebihan pada myopia patologi masih belum diketahui. Sama halnya terhadap hubungan antara elongasi dan komplikasi penyakit ini, seperti degenerasi chorioretina, ablasio retina dan glaucoma. Columbre dan rekannya, tentang penilaian perkembangan mata anak ayam yang di dalam pertumbuhan normalnya, tekanan intraokular meluas ke rongga mata dimana sklera berfungsi sebagai penahannya. Jika kekuatan yang berlawanan ini merupakan penentu pertumbuhan ocular post natal pada mata manusia, dan tidak ada bukti yang menentangnya maka dapat pula disimpulkan dua mekanisme patogenesa terhadap elongasi berlebihan pada miopi. Menurut perjalanan miopi dikenal bentuk: 1. Miopi stasioner, miopi yang menetap setelah dewasa 2. Miopi progresif, miopi yang bertambah terus pada usia dewasa akibat bertambah panjangnya bola mata. 3. Miopi degenertif atau miopi maligna biasanya bila myopia lebih dari 6 dioptri disertai kelainan pada fundus okuli dan pada panjangnya bola mata sampai terbentuk stafiloma postikum yang terletak pada bagian temporal papil disertai dengan atrofi karioretina. Atrofi retina berjalan kemudian setelah terjadinya atrofi sklera dan kadang-kadang terjadi rupture membran Bruch yang dapat menimbulkan rangsangan untuk terjadinya neovaskularisasi subretina. Pada miopi dapat terjadi bercak Fuch berupa biperplasi pigmen epitel dan perdarahan, atropi lapis sensoris retina luar, dan dewasa akan terjadi degenerasi papil saraf optik. WOC pembiasan atau Bola mata refraksi mata panjang terlalu kuat
Cahaya masuk melewati
didepan retina
Cahaya difokuskan tidak
tepat diretina
Risiko cidera Pandangan kabur melihat
Ggn.persepsi Penurunan penglihatan
sensori
Lensa berakomodasi Kelelahan Nyeri akut
terus menerus otot mata
Sumber: Istiqomah, Indriana N (2017). Asuhan Keperawatan Klien Gangguan
Mata. Jakarta: EGC. 1.5 Manifestasi Klinik Ciri khas dari perkembangan miopia adalah derajat kelainan yang meningkat terus sampai usia remaja kemudian menurun pada usia dewasa muda. Gejala- gejala myopia juga terdiri dari: 1. Kabur bila melihat jauh 2. Keluhan pusing 3. Membaca atau melihat benda kecil harus dari jarak dekat 4. Lekas lelah bila membaca ( karena konvergensi yang tidak sesuai dengan akomodasi) 1.6 Pemeriksaan Penunjang 1. Foto fundus / retina 2. Pemeriksaan lapang pandang / campimetri / perimetri 3. Pemeriksaan kwalitas retina ( E.R.G = electro retino gram) 4. USG ( ultra – sono – grafi ) bola mata dan keliling organ mata missal pada tumor, panjang bola mata , kekentalan benda kaca (vitreous) 5. Retinometri ( maksimal kemungkinan tajam penglihatan mata yang tersisa) 6. CT scan dengan kontras / MRI. 1.7 Komplikasi Komplikasi lain dari miopia sering terdapat pada miopia tinggi berupa ablasio retina, perdarahan vitreous, katarak, perdarahan koroid dan juling esotropia atau juling ke dalam biasanya mengakibatkan mata berkonvergensi terus-menerus. Bila terdapat juling ke luar mungkin fungsi satu mata telah berkurang atau terdapat ambliopia. 1.8 Pencegahan 1. Pencegahan miopia salah satunya dengan cara tidak membaca dalam keadaan gelap dan menonton TV dengan jarak yang dekat. 2. Lakukan istirahat tiap 30 menit setelah melakukan kegiatan membaca atau melihat TV. 3. Batasi jam membaca dan aturlah jarak baca yang tepat (30 centimeter). 4. Gunakanlah penerangan yang cukup. 5. Jika memungkinkan memungkinkan untuk anak-anak diberikan kursi yang bisa diatur tingginya sehingga jarak bacanya selalu 30 cm. 1.9 Penatalaksanaan 1. Terapi Non-Farmakologi a. Kacamata Pada pasien miopi ini diperlukan lensa kaca mata baca tambahan atau lensa eddisi untuk membaca dekat yang berkuatan tetentu. Pengobatan pasien dengan dengan miopi adalah memberikan kaca mata sferis negative terkecil yang memberikan ketajaman penglihatan maksimal 33cm. Bila pasien dikoreksi dengan – 3.0 D memberika tajam penglihatan 6/6, dan demikian memberikan istirahat mata dengan baik sesudah dikoreksi. b. Lensa Kontak Pengobatan biasanya ditolong dengan kacamata rangkap dan harus melakukan terapi dengan cara menggunakan lensa eddisi untuk membaca dekat. Untuk jarak baca 33 cm, bila jarak berubah maka pemberian lensa juga berubah. Pada umur 40 tahun lensa masih dapat mengembang, tetapi sangat menurun. Pada umur 60 tahun, lensa menjadi sclerosic semua. Jadi pemberian lensa addisi tergantung pada pada jarak baca dan umur pederita. Bifokus adalah kacamata yang digunakan untuk mengatasi presbiopia. Kacamata ini memeliki 2 lensa, yaitu untuk membaca dipasang dibawah dan untuk melihat jarak jauh dipasang diatas. Jika pelihat jarak jauh masih baik, bisa digunakan kacamata untuk baca yang dijual bebas. c. Bedah Keratorefraktif Bedah keratorefraktif mencakup serangkai metode untuk mengubah kelengkungan permukaan anterior bola mata diantaranya adalah keratomi radial, keratomileusis keratofikia, epiakerarfikia. d. Terapi dengan menggunakan laser dengan atau operasi lasik mata. Dalam prosedurnya dilakukan pergantian ukuran kornea mata dan dirubahnya tingkat miopi dengan menggunakan laser. e. Photorefractive Keratotomy (PRK) Terapi ini menggunakan konsep yang sama dengan penggantian kembali kornea mata tetapi menggunakan prosedur yang berbeda. f. Operasi orthokeratologi dan pemotongan jaringan kornea mata Orang-orang dengan miopi rendah akan lebih baik jika menggunakan teknik ini. Orthokeratologi menggunakan kontak lensa secara berangsur-angsur dan pergantian sementara lekukan kornea. Pemotongan jaringan kornea mata menggunakan bahan-bahan plastik yang ditanamkan kedalam kornea mata untuk mengganti kornea yang rusak. 2. Penatalaksanaan Farmakologi Obat yang digunakan untuk penderita miopia adalah obat tetes mata untuk mensterilisasi kotoran yang masuk ke dalam mata 1.10Asuhan Keperawatan Kelainan Refraksi (Miopia) 1. Pengkajian a. Keluhan Utama Klien mengatakan pandangannya kabur pada jarak jauh dan jelas pada jarak dekat. b. Riwayat Penyakit sekarang Klien datang ke RS dengan keluhan pandangan kabur pada jarak jauh dan jelas pada jarak dekat, klien mengatakan padangan kabur setiap saat. c. Riwayat penyakit dahulu Klien mengatakan, sebelumnya belum pernah mengalami hal seperti ini. d. Riwayat Penyakit keluarga Klien mengatakan ibu klien mengalami hal yang sama seperti yang dialami klien. e. Riwayat Kebiasaan Klien mengatakan sering membaca buku dengan jarak yang sangat dekat dan dalam keadaan tidak terlalu terang. 2. Diagnosa Keperawatan a. Gangguan persepsi diri berhubungan dengan gangguan penerimaan sensori/gangguan status organ indera. b. Risiko cidera berhubungan dengan keterbatasan penglihatan c. Nyeri akut berhubungan dengan proses penyakit 3. Intervensi Keperawatan a. Gangguan persepsi diri berhubungan dengan gangguan penerimaan sensori/gangguan status organ indera. Intervensi: 1) Kaji derajat dan durasi gangguan visual 2) Orientasikan klien pada lingkungan yang baru 3) Dorong klien mengekspresikan perasaan tentang gangguan penglihatan 4) Lakukan tindakan untuk membantu klien menangani gangguan penglihatannya b. Risiko cidera berhubungan dengan keterbatasan penglihatan Intervensi: 1) Sediakan lingkungan yang aman untuk pasien 2) Identifikasi kebutuhan keamanan pasien, sesuai dengan kondisi fisik dan fungsi kognitif pasien dan riwayat penyakit terdahulu pasien 3) Menghindarkan lingkungan yang berbahaya (misalnya memindahkan perabotan) 4) Menyediakan tempat tidur yang nyaman dan bersih 5) Menganjurkan keluarga untuk menemani pasien. c. Nyeri akut berhungan dengan proses penyakit Intervensi: 1) Lakukan pengkajian yang komprehensif tenteng nyeri, termasuk lokasi, karakteristik, onset / durasi, frekuensi, kualitas, intensitas, atau beratnya nyeri dan factor presipitasi. 2) Amati perlakuan non verbal yang menunjukkan ketidaknyamanan, khusunya ketidakmampuan komunikasi efektif. 3) Gunakan strategi komunikasi terapeutik yang dapat diterima tentang pengalaman nyeri dan merasa menerima respon pasien terhadap nyeri. 4) Kolaborasi dengan dokter dalalm pemberian analgetik 4. Implementasi Implementasi keperawatan adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan oleh perawat untuk membantu klien dari masalah status kesehatan yang dihadapi kestatus kesehatan yang baik yang menggambarkan kriteria hasil yang diharapkan. Ukuran intervensi keperawatan yang diberikan kepada klien terkait dengan dukungan, pengobatan, tindakan untuk memperbaiki kondisi, pendidikan untuk klien-keluarga, atau tindakan untuk mencegah masalah kesehatan yang muncul dikemudian hari. Untuk kesuksesan pelaksanaan implementasi keperawatan agar sesuai dengan rencana keperawatan, perawat harus mempunyai kemampuan kognitif (intelektual), kemampuan dalam hubungan interpersonal, dan keterampilan dalam melakukan tindakan. Proses pelaksanaan implementasi harus berpusat kepada kebutuhan klien, faktor-faktor lain yang mempengaruhi kebutuhan keperawatan, strategi implementasi keperawatan, dan kegiatan komunikasi. 5. Evaluasi Tahap penilaian atau evaluasi adalah perbandingan yang sistematik dan terencana tentang kesehatan klien dengan tujuan yang telah ditetapkan, dilakukan dengan cara bersinambungan dengan melibatkan klien dan tenaga kesehatan lainnya. DAFTAR PUSTAKA
Ilyas, Sidarta (2016). Dasar-Teknik Pemeriksaan dalam Ilmu Penyakit Mata.
Jakarta: Balai Penerbit FKUI
Istiqomah, Indriana N (2017). Asuhan Keperawatan Klien Gangguan Mata.
Jakarta: EGC.
Carpenito, Lynda Juall. 2015. Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Edisi 8.
Jakarta : EGC.
Tambayong, dr. Jan. (2015). Patofisiologi untuk Keperawatan, Jakarta : EGC