Disusun Oleh:
Puji syukur kami panjatkan atas kehadirat Allah SWT atas berkat dan rahmat-Nya
sehingga penulis dapat menyelesaikan Tugas Terapi Aktivitas Kelompok di
Wisma Flamboyan Panti Sosial Tresna Werdha Budi Mulia 01 Cipayung Jakarta
Timur Tahun 2018.
Tugas ini disusun dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk menyelesaikan
program pendidikan Ners di Universitas Respati Indonesia Jakarta Timur. Selama
menyusun tugas ini kami banyak mengalami berbagai hambatan, namun berkat
bimbingan dan pengarahan serta doa dan semangat dari berbagai pihak akhirnya
tugas ini dapat diselesaikan. Pada kesempatan ini kami dengan rasa hormat
mengucapkan terimakasih pada semua pihak yang telah membantu dalam
penyusunan skripsi ini, terutama kepada :
1. Keluarga tercinta dan orang terdekat yang sudah memberikan motivasi, do’a
serta dukungan sehingga skripsi ini dapat selesai.
2. Ibu Ns. Fajar Susanti, M.Kep, Sp. Kep. Kom selaku koordinator.
3. Bapak Ns. Samsuni, M.Kep, Sp. Kep. Kom selaku pembimbing akademik.
4. Ibu Ns. Iif fitriah, S.Kep selaku pembimbing akademik.
5. Teman – teman Ners Universitas Respati Indonesia yang telah memberikan
motivasi sehingga skripsi ini dapat selesai.
6. Lansia di wisma Flamboyan Panti Sosial Tresna Werdha Budi Mulia 01
Cipayung Jakarta Timur.
Kami menyadari bahwa dalam menyusun tugas ini masih banyak kekurangan baik
pada tekhnik penulisan maupun materi, mengingat keterbatasan kemampuan yang
dimiliki. Penulis mengharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun guna
kesempurnaan skripsi di masa yang akan datang, semoga tugas ini dapat
bermanfaat bagi mahasiswa/i Universitas Respati Indonesia, khususnya di bidang
Ilmu Keperawatan.
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
Jumlah manusia dengan demensia didunia sekarang ini mencapai 35.6 juta.
Jumlah ini akan bertambah dua kali lipat pada tahun 2030 dan akan menjadi
tiga kali lipat pada tahun 2050. Jumlah kasus baru pada demensia setiap tahun
mendekati 7.7 juta, mengindikasikan satu kasus baru setiap 4 detik. Jumlah
penduduk dengan demensia itu akan mendekati dua kali lipat setiap 20 tahun,
65.7 juta pada tahun 2030 dan 115.4 juta pada tahun 2050 (WHO 2012).
Saat ini jumlah pasien lansia demensia di Indonesia mendekati satu juta.
Angka yang serupa ditunjukkan di Asia Pasifik 3.4 juta pada tahun 2005 dan
diproyeksikan mengalami peningkatan menjadi 19.7 juta pertahun pada tahun
2050 (Lusia, 2014). Secara biologis proses menua itu adalah sesuatu yang
tidak dapat dihindari dan selalu melibatkan kemunduran fungsi kognitif
dan kemampuan fisik. Masalah kesehatan yang sering muncul pada lansia
demensia adalah kehilangan memori, masalah perilaku yang sering berupa
perilaku agitasi. Beberapa gejala yang timbul dari demensia antara lain gejala
perilaku dan gangguan tidur terjadi lebih dari 56% lansia dengan
demensia moderat (Diana Lynn, et al.2011). Gangguan tidur pada orang
demensia mendukung secara substansi pada tekanan perawatan seperti yang
mereka perkirakan mencapai 46–64 % dari pasien. Gangguan ini meningkatkan
rata-rata penurunan kognitif (Lee,David R 2010).
Data yang didapatkan dari Wisma Edelweis PSTW Budi Mulia 01 terdapat 40
lansia yang menempati wisma tersebut.
1.3 TUJUAN
1.3.1 Tujuan Umum
Peserta mampu melaksanakan terapi aktivitas kelompok dengan baik.
1.3.2 Tujuan Khusus
1.3.1.1 Peserta mampu mengikuti kegiatan terapi kognitif
1.3.1.2 Peserta mampu bekerja sama dalam pelaksanaan terapi kognitif
BAB II
TINJAUAN TEORI
2.1 Dimensia
2.1.1 Definisi Demensia
Istilah demensia pertama kali digunakan oleh Phillipe Pinel (1745- 1826) dalam
bukunya “TREATISE ON INSANITY” dengan kata ‘Demence”.
Demensia adalah suatu sindroma klinik yang meliputi hilangnya fungsi intelektual
dan ingatan/memori sedemikian berat sehingga menyebabkan disfungsi hidup
sehari-hari (Boedhi-Darmojo, 2009). Demensia adalah penurunan kemampuan
mental yang biasanya berkembang secara perlahan, dimana terjadi gangguan
ingatan, pikiran, penilaian dan kemampuan untuk memusatkan perhatian, dan bisa
terjadi kemunduran kepribadian (Medicastore.com ).
Demensia dapat diartikan sebagai gangguan kognitif dan memori yang dapat
mempengaruhi aktifitas sehari-hari. Penderita demensia seringkali menunjukkan
beberapa gangguan dan perubahan pada tingkah laku harian (behavioral symptom)
yang mengganggu (disruptive) ataupun tidak menganggu (non-disruptive)
(Kusumawati, 2007). Demensia bukanlah sekedar penyakit biasa, melainkan
kumpulan gejala yang disebabkan beberapa penyakit atau kondisi tertentu
sehingga terjadi perubahan kepribadian dan tingkah laku (Kusumawati, 2007).
Jika pada seorang lanjut usia terjadi kemunduran ingatan yang terjadi secara
bertahap, maka diduga penyebabnya adalah penyakit Alzheimer. Diagnosis
penyakit Alzheimer terbukti hanya jika dilakukan otopsi terhadap otak, yang
menunjukkan banyaknya sel saraf yang hilang. Sel yang tersisa tampak semrawut
dan di seluruh jaringan otak tersebar plak yang terdiri dari amiloid (sejenis protein
abnormal). Metode diagnostik yang digunakan untuk mendiagnosis penyakit ini
adalah pemeriksaan pungsi lumbal dan PET (positron emission tomography), yang
merupakan pemerisaan skening otak khusus.
2.1.8 Penatalaksanaan
b. Aktivitas fisik
Orang dengan demensia dapat didorong untuk berpastisipasi dalam program
latihan terstruktur untuk meningkatkan fungsi fisik. Hal ini berlaku secara umum
bahwa aktivitas fisik bermanfaat pada ranah fisik, emosional, dan kognitif di
segala usia. Latihan terstruktur dapat melatih kekuatan, keseimbangan, kelenturan,
dan daya tahan. Metanalisis terbaru menunjukkan bahwa latihan fisik terstruktur
dapat meningkatkan parameter fisik, seperti mobilitas fungsional, ketahanan,
keseimbangan, dan kekuatan pada orang dengan demensia. Selain itu, latihan fisik
juga berdampak terhadap perbaikan aktivitas hidup sehari-hari. Namun, penelitian
yang dilakukan memiliki keterbatasan dalam heterogenitas desain dan kualitas.
c. Terapi Validasi
Terapi validasi merupakan sebuah pendekatan untuk berkomunikasi dengan lansia
yang disorientasi, yang merasakan berada pada waktu dan tempat tertentu yang
nyata menurut mereka, walaupun sebenarnya tidak sesuai dengan kenyataan.
Sebuah tinjauan sistematis berdasarkan 4 uji klinis acak (n=144), tidak
menemukan perbedaan signifikan antara validasi dan kontak sosial, atau antara
terapi validasi dan terapi.
Terapi kognitif efektif untuk sejumlah kondisi psikiatri yang lazim, terutama:
2.2.3.1 Depresi (ringan sampai sedang)
2.2.3.2 Gangguan panik dan gangguan cemas menyeluruh atau kecemasan3.
Individu yang mengalami stress emosional
2.2.3.3 Gangguan obsesif kompulsif (obsessive compulsive disorder) yang
seringterjadi pada orang dewasa dan memiliki respon terhadap terapi
perilaku danantidepresan jarang terjadi pada awal masa anak-anak,
meskipun kompulsiterisolasi sering terjadi
2.2.3.4 Gangguan fobia (misalnya agoraphobia, fobia social, fobia spesifik)
2.2.3.5 Gangguan stress pasca trauma (post traumatic stress disorder)
2.2.3.6 Gangguan makan
2.2.3.7 Gangguan mood
2.2.3.8 Gangguan psikoseksual
2.2.3.9 Mengurangi kemungkinan kekambuhan berikutnya
Terapi kognitif dipraktekkan dan menjadi modal utama dalam mengubah gejala.
Terapi berlangsung lebih kurang 12-16 sesi yang terdiri atas 3 fase:
3.1 Topik
3.2 Tujuan
3.2.1 Tujuan umum
Setelah diadakan terapi TAK Terapi Kognitif diharapkan agar peserta mampu
mengidentifikasi dan menganalisis keakuratan kognisi klien.
3.4 Pengorganisasian
3.4.1 Pelaksanaan
Leader : Ramdani
Co Leader : Mediliana
3.6.2 Co Leader
3.6.2.1 Membuka acara
3.6.2.2 Mendampingi leader
3.6.2.3 Membantu leader secara umum
3.6.3 Fasilitator
3.6.3.1 Ikut serta dalam kegiatan kelompok
3.6.3.2 Memberikan stimulus dan motivator pada anggota kelompok untuk aktif
mengikuti jalannya terapi
3.6.4 Observer
3.6.4.1 Mencatat serta mengamati respon klien ( dicatat pada format yang
tersedia )
3.6.4.2 Mengawasi jalannya aktivitas kelompok dari mulai persiapan, proses,
hingga penutupan.
3.7 Alat
3.7.1 Laptop/Hp.
3.7.2 Ruangan
3.7.3 Speaker
3.7.4 Bola pimpong
3.7.5 Kertas bergambar
3.8 Metode
Adapun metode yang digunakan pada terapi aktivitas ini adalah dinamika
kelompok dan diskusi atau Tanya jawab.
Papan Tulis
O
Co L
K F
F
K
Keterangan :
F : Fasilitator K : Klien
Co
: Co leader
: Papan tulis
3.10.2 Orientasi
Nama Klien
No. Aspek yang dinilai
Memperkenalkan nama
1
Mendengarkan musik
2
1 Kontak mata
Menggunakan bahasa
2
tubuh yang sesuai
Mengikuti kegatan dari
3
awal sampai akhir
Jumlah
Petunjuk :
1) Dibawah judul nama klien, tulis nama panggilan klien yang ikut TAK.
2) Untuk tiap klien, semua aspek dinilai dengan member tanda cek list ( √ ) jika
ditemukan kemampuan pada klien, atau tanda ( x ) jika tidak ditemukan.
3) Jumlah kemampuan yang ditemukan, jika 3 atau 4 klien mampu, dan jika 0, 1
atau 2 klien belum mampu.
3.12 Dokumentasi
Dokumentasi kemampuan yang dimiliki klien ketika TAK pada catatan proses
keperawatan tiap klien.
(SAP)
Deltari
Novitasari
ABSTRACT
Elderly is part of the growth process, but evolved from infants, children, adults,
and eventually grow old. (Lili Ma'rifatul Azizah, 2011). Common in the
elderly due to a variety of organ functions decline and death of cells of the body
resulting in cognitive impairment. Therapy is one of the group's activities and
educational training aimed to provide an overview of the surrounding
environment so that the elderly can socialize well (Budi ana Keliat, 2007). In the
initial survey dated January 16, 2014 by Agency staff interviewed elderly care
and Bengkulu sponsorship. Based on observations and interviews of 10 elderly
people are 3 people with severe cognitive impairment, 6 persons who are
cognitively impaired and 1 person who had mild cognitive impairment. can be
formulated research problems are many elderly who have cognitive
disorders and Sponsorship Services Agency Elderly Bengkulu. The purpose of
this study was to determine the effect of cognitive therapy group activity against
the elderly. This research was conducted at the Center for Elderly Care and
Sponsorship Bengkulu from the date of May 28, 2014 until June 28, 2014 The
research method used experimentally, with the approach of one group prepost
test design. Sampling technique in this study is the total sampling the number of
respondents 15 respondents. Data analysis was performed using univariate and
bivariate computerized and dependent t-test to see whether there is any effect on
the cognitive therapy group activities elderly, results of bivariate analysis
showed no effect of cognitive therapy group activity against the elderly get
value ρ value 0.000 <α 0.05. From these results it can be concluded there is a
significant influence, Effects of cognitive therapy group activity against the
elderly. Recommendations for health workers that this method can be done to the
elderly can improve cognitive and the next researcher to know the other group
activity therapy on elderly cognitive level.
Tabel 1
Distribusi analisis pengaruh terapi aktivitas kelompok terhadap tingkat
kognitif lansia di Balai pelayanan dan penyantunan lanjut usia Bengkulu.
Katagori gangguan kognitif lansia Mean p value
Katagori gangguan kognitif lansia 2.20
sebelum dilakukan Terapi aktivitas 0.000
kelompok
Katagori gangguan kognitif lansia 1.27
setelah dilakukan Terapi aktivitas
kelompok
Berdasarkan tabel diatas yang mengalami gangguan
menunjukan bahwa hasil uji statistik orientasi/ingatan pada saat di tanya.
didapatkan p value (0,000) < 0,05. Berdasarkan umur responden yang
Hal ini menunjukkan Ha di terima berada di Balai pelayanan dan
dan Ho di tolak, jadi ada pengaruh penyantunan lanjut usia Bengkulu
Terapi aktivitas kelompok (TAK) tempat penelitian ini dilakukan
terhadap kognitif lansia di Balai ternyata sebagian besar lansia
Pelayanan dan Penyantunan Lanjut termasuk dalam kategori usia tua
Usia Bengkulu. (60-74 tahun) dan ada lansia
Berdasarkan tabel diatas termasuk dalam kategori usia tua
sebagian kecil responden (20%) (75-89 tahun) menurut Kushariyadi
mengalami gangguan kognitif berat (2012), hal ini berdampak pada
dan hampir seluruh responden (80%) perubahan-perubahan yang terjadi
mengalami gangguan kognitif pada system saraf pada usia lanjut
sedang. Hal ini terjadi karena yaitu berat otak menurun, hubungan
jawaban respoden pada lembar persarafan cepat menurun, lambat
cheklist masih banyak salah terletak dalam respon dan waktu untuk
pada pertanyaan orientasi, kalkulasi berpikir dan membuat usia lanjut
dan bahasa. Lansia masih banyak
menjadi cepat pikun dalam situasi nyata hal ini bertujuan agar
mengingat sesuatu. lansia mampu mengenal orang lain,
Peneliti menilai berdasarkan waktu, dan tempat.
uraian diatas, bahwa sangat perlunya Berdasarkan tabel 1 bahwa
dilakukan terapi aktivitas kelompok setelah dilakukan terapi aktivitas
untuk stimulasi kognitif lansia, kelompok hampir sebagian
seperti kita ketahui menurut Tamber responden (26,7%) mengalami
Noorkasiani (2009) bahwa pada gangguan kognitif sedang dan
lansia sering dijumpai berbagai sebagian besar responden (73,3%)
akibat dari menurunnya fungsi- mengalami gangguan kognitif
fungsi organ dan matinya sel-sel ringan. Hasil penelitian tersebut
tubuh maka banyak terjadi gangguan menunjukkan bahwa sebagian besar
kesehatan pada lansia, baik responden mengalami peningkatan
kesehatan fisik maupun kesehatan kognitif, sehingga menjadi gangguan
psikis. Teori tersebut menegaskan kognitif ringan. Hal tersebut
bahwa semakin tua maka semakin menunjukkan bahwa responden
banyak terjadinya gangguan (lansia) dapat mengikuti dengan
kesehatan pada lansia, demikian juga biak, dalam melakukan kegiatan
dengan penelitian ini jika lansia terapi aktivitas kelompok yang
mengalami gangguan kesehatan yang diberikan oleh peneliti. Terapi
akan mengakibatkan terjadinya aktivitas kelompok yang telah
gangguan kognitif maka akan sulit diterima oleh responden
untuk melakukan kegiatan aktivitas kemungkinan besar dapat di ingat
sehari-hari dalam memenuhi dengan baik, maka responden akan
kebutuhan hidup. mengetahui tentang keadaan
Padila (2013), menyatakan sekitarnya mengenai tentang waktu,
bahwa gangguan kognitif ini terjadi orang dan tempat di mana responden
diakibatkan penyakit-penyakit itu berada kini. Peningkatan tingkat
mungkin ganda dan kronis hampir kognitif bisa dilakukan dengan
melibatkan lebih dari satu penyakit melakukan Terapi aktivitas
(komplikasi sering terjadi), akibat kelompok.
dari ketidakmampuan akan lebih Keliat (2004) terapi aktivitas
cepat terjadi apabila seorang lanjut kelompok merupakan salah satu
usia itu jatuh sakit, respon terhadap latihan dan pendidikan yang
pengobatan berkurang, daya tangkal bertujuan memberikan gambaran
lebih rendah karena proses ketuaan kepada lansia tentang lingkungan
sehingga seorang lanjut usia lebih sekitarnya sehingga dapat
mudah terkena penyakit, lanjut usia bersosialisasi dengan baik.
kurang tahan terhadap tekanan Diharapkan dengan pelaksanaan
mental lingkungan dan fisik. terapi aktivitas kelompok maka
sehingga peneliti melakukan terapi lansia dapat melatih fungsi
untuk meningkatkan kognitif lansia. kognitifnya sehingga mampu
Terapi aktivitas kelompok yang meningkatkan tingkat kognitifnya,
dilakukan adalah terapi aktivitas membuat sadar diri (self-awereness),
kelompok orientasi realita yang peningkatan hubungan interpersonal,
mengeorientasikan lansia terhadap membuat perubahan. Sesuai dengan
teori tersebut bahwa fungsi dari aktivitas kelompok yang dihadapi
terapi aktivitas kelompok itu penting oleh peneliti diantaranya kurangnya
bagi lansia untuk mengetahui tentang sarana dan prasarana pendukung dan
lingkungan yang di tempati sekarang, kodisi lingkungan yang tidak
dimana lingkungan tersebut tempat memadai, meskipun menghadapi
yang baik atau tidak untuk lansia hambatan tersebut diatas responden
tersebut. Di dalam melakukan tetap antusias untuk melakukan
penenlitian, peneliti mendapatkan terapi aktivitas kelompok walaupun
hasil yaitu pada saat setalah sering ada beberapa responden tidak
dilakukan terapi aktivitas kelompok dapat melakukan terapi aktivitas
sebagian besar responden dapat kelompok sesuai dengan waktu
menjawab lembar checklist dengan kontrak yang telah ditentukan
benar dikarenakan responden dapat sehingga responden yang tidak
mengingat kembali setelah diberikan mengikuti terapi aktivitas yang
stimulus terapi aktivitas kelompok diadakan maka sebagian responden
mengenai mengingat orang, tempat menyusul melakukan terapi aktivitas
dan waktu. Sebagian besar responden kelompok tersebut dikemudian
dapat mengingat dengan baik. harinya.
Penelitian ini juga sejalan Terapi aktivitas kelompok ini
dengan penelitian yang dilakukan dilakukan oleh peneliti dalam 6 kali
oleh Hidayati (2012), yang pertemuan, sekali pertemuan
didapatkan bahwa setelah dilakukan dilakukan 3 sesi yaitu sesi orientasi
terapi aktivitas kelompok responden orang, orientasi tempat, orientasi
yang mendapatkan nilai kognitif waktu. Terapi aktivitas kelompok ini
ringan lebih banyak Hal ini dilakukan dalam 90 menit dan
dikarenakan responden dapat tempat dilaksanakannya terapi
mengikuti terapi aktivitas kelompok aktivitas kelompok di wisma anggrek
secara aktif sehingga dapat dan wisma mawar. Dari tiga sesi
menstimulus kognitif. terapi aktivitas kelompo yang
Berdasarkan analisis pada tabel dilakukan banyak responden yang
diatas didapatkan nilai ρ value 0,000 salah menjawab pertanyaan di sesi
< α 0,05 ini berarti ada pengaruh orientasi waktu. Pada penelitian ini
terapi aktivitas kelompok terhadap di lakukan terapi aktivitas kelompok
kognitif lansia. Hipotesis yang di dengan menggunakan sampel 15
dapatkan dari penelitian ini Ha di respoden. Sebelum terapi aktivitas
terima dan Ho ditolak yang berarti kelompok ada 3 responden yang
ada pengaruh terapi aktivitas mengalami gangguan kognitif berat
kelompok terhadap kognitif lansia di dan setelah di berikan terapi aktivitas
Balai pelayanan dan penyantunan kelompok maka 3 responden ini ada
lanjut usia Bengkulu. Ini dapat di peningkatan kognitif sehingga
lihat dari terapi aktivitas kelompok menjadi gangguan kognitif sedang.
yang dilakukan oleh peneliti sebagai Sebelum dilakukan terapi aktivias
perawat yaitu pendekatan secara kelompok ada 12 responden yang
langsung kepada lansia, masih mengalami gangguan kognitif
banyaknya hambatan dalam sedang, lalu setelah dilakukan terapi
melakukan pelaksanaan terapi aktivitas kelompok maka mengalami
peningkatan kognitif sehingga ada 11 responden mengalami gangguan kognitif
ringan dan 1 responden tetap mengalami gangguan kognitif sedang, hal ini
karena respoden ini kurang focus dalam memperhatikan dan melakukan terapi
aktivitas kelompok, karena penurunan kondisi fisik dan memori responden ini
cukup tua sehingga reponden tetap mengalami gangguan kognitif sedang. Sesuai
dengan teori menurut Azizah (2011) ada beberapa macam perubahan kognitif
salah satunya dalam kemampuan pemahaman atau menangkap pengertian pada
lansia mengalami penurunan. Hal ini dipengaruhi oleh konsentrasi yang
mengalami penurunan pada lansia.
Ada pengaruh antara terapi aktivitas kelompok terhadap kognitif lansia di Balai
pelayanan dan penyantunan lanjut usia Bengkulu
SARAN