Anda di halaman 1dari 36

TERAPI AKTIVITAS KELOMPOK : TERAPI KOGNITIF PADA LANSIA

DENGAN DIMENSIA DI WISMA FLAMBOYAN PANTI SOSIAL


TRESNA WERDHA (PSTW) BUDI MULYA 01 CIPAYUNG
JAKARTA TIMUR

Disusun Oleh:

1. Ramdani, S.Kep (175140064)


2. I Putu Aguswidiarista, S.Kep (175149004)
3. Din Novitasari, S.Kep (175140054)
4. Mediliana, S.Kep (175140071)
5. Vidya Rizcky Annisa, S.Kep (175149003)

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS RESPATI INDONESIA
JAKARTA
2018
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan atas kehadirat Allah SWT atas berkat dan rahmat-Nya
sehingga penulis dapat menyelesaikan Tugas Terapi Aktivitas Kelompok di
Wisma Flamboyan Panti Sosial Tresna Werdha Budi Mulia 01 Cipayung Jakarta
Timur Tahun 2018.

Tugas ini disusun dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk menyelesaikan
program pendidikan Ners di Universitas Respati Indonesia Jakarta Timur. Selama
menyusun tugas ini kami banyak mengalami berbagai hambatan, namun berkat
bimbingan dan pengarahan serta doa dan semangat dari berbagai pihak akhirnya
tugas ini dapat diselesaikan. Pada kesempatan ini kami dengan rasa hormat
mengucapkan terimakasih pada semua pihak yang telah membantu dalam
penyusunan skripsi ini, terutama kepada :
1. Keluarga tercinta dan orang terdekat yang sudah memberikan motivasi, do’a
serta dukungan sehingga skripsi ini dapat selesai.
2. Ibu Ns. Fajar Susanti, M.Kep, Sp. Kep. Kom selaku koordinator.
3. Bapak Ns. Samsuni, M.Kep, Sp. Kep. Kom selaku pembimbing akademik.
4. Ibu Ns. Iif fitriah, S.Kep selaku pembimbing akademik.
5. Teman – teman Ners Universitas Respati Indonesia yang telah memberikan
motivasi sehingga skripsi ini dapat selesai.
6. Lansia di wisma Flamboyan Panti Sosial Tresna Werdha Budi Mulia 01
Cipayung Jakarta Timur.
Kami menyadari bahwa dalam menyusun tugas ini masih banyak kekurangan baik
pada tekhnik penulisan maupun materi, mengingat keterbatasan kemampuan yang
dimiliki. Penulis mengharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun guna
kesempurnaan skripsi di masa yang akan datang, semoga tugas ini dapat
bermanfaat bagi mahasiswa/i Universitas Respati Indonesia, khususnya di bidang
Ilmu Keperawatan.

Jakarta , Maret 2018

Penulis
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG


Dampak kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) meningkatkan
kualitas hidup, akibatnya jumlah penduduk lanjut usia semakin bertambah
banyak, bahkan cenderung lebih cepat dan pesat. Pada tahun 2020-2025,
Indonesia akan menduduki peringkat negara dengan struktur dan jumlah
penduduk lanjut usia setelah RRC, india dan amerika serikat, dengan
umur harapan hidup di atas 70 tahun. Fenomena ini jelas mendatangkan
sejumlah konsekuensi, antara lain timbulnya masalah fisik, mental, sosial,
serta kebutuhan pelayanan kesehatan dan keperawatan, terutama kelainan
degenerative. Lanjut usia yang berusia di atas 65 tahun beresiko terkena
penyakit demensia Alzheimer. Penyakit ini dapat dialami oleh semua
orang.

Jumlah manusia dengan demensia didunia sekarang ini mencapai 35.6 juta.
Jumlah ini akan bertambah dua kali lipat pada tahun 2030 dan akan menjadi
tiga kali lipat pada tahun 2050. Jumlah kasus baru pada demensia setiap tahun
mendekati 7.7 juta, mengindikasikan satu kasus baru setiap 4 detik. Jumlah
penduduk dengan demensia itu akan mendekati dua kali lipat setiap 20 tahun,
65.7 juta pada tahun 2030 dan 115.4 juta pada tahun 2050 (WHO 2012).

Saat ini jumlah pasien lansia demensia di Indonesia mendekati satu juta.
Angka yang serupa ditunjukkan di Asia Pasifik 3.4 juta pada tahun 2005 dan
diproyeksikan mengalami peningkatan menjadi 19.7 juta pertahun pada tahun
2050 (Lusia, 2014). Secara biologis proses menua itu adalah sesuatu yang
tidak dapat dihindari dan selalu melibatkan kemunduran fungsi kognitif
dan kemampuan fisik. Masalah kesehatan yang sering muncul pada lansia
demensia adalah kehilangan memori, masalah perilaku yang sering berupa
perilaku agitasi. Beberapa gejala yang timbul dari demensia antara lain gejala
perilaku dan gangguan tidur terjadi lebih dari 56% lansia dengan
demensia moderat (Diana Lynn, et al.2011). Gangguan tidur pada orang
demensia mendukung secara substansi pada tekanan perawatan seperti yang
mereka perkirakan mencapai 46–64 % dari pasien. Gangguan ini meningkatkan
rata-rata penurunan kognitif (Lee,David R 2010).

Data yang didapatkan dari Wisma Edelweis PSTW Budi Mulia 01 terdapat 40
lansia yang menempati wisma tersebut.

1.2 RUMUSAN MASALAH


Berdasarkan uraian di atas maka kami akan melakukan terapi aktivitas kelompok :
terapi kognitif pada lansia dengan dimensia di PSTW Budi Mulia 01 Cipayung
Jakarta Timur.

1.3 TUJUAN
1.3.1 Tujuan Umum
Peserta mampu melaksanakan terapi aktivitas kelompok dengan baik.
1.3.2 Tujuan Khusus
1.3.1.1 Peserta mampu mengikuti kegiatan terapi kognitif
1.3.1.2 Peserta mampu bekerja sama dalam pelaksanaan terapi kognitif
BAB II
TINJAUAN TEORI

2.1 Dimensia
2.1.1 Definisi Demensia

Istilah demensia pertama kali digunakan oleh Phillipe Pinel (1745- 1826) dalam
bukunya “TREATISE ON INSANITY” dengan kata ‘Demence”.
Demensia adalah suatu sindroma klinik yang meliputi hilangnya fungsi intelektual
dan ingatan/memori sedemikian berat sehingga menyebabkan disfungsi hidup
sehari-hari (Boedhi-Darmojo, 2009). Demensia adalah penurunan kemampuan
mental yang biasanya berkembang secara perlahan, dimana terjadi gangguan
ingatan, pikiran, penilaian dan kemampuan untuk memusatkan perhatian, dan bisa
terjadi kemunduran kepribadian (Medicastore.com ).

Demensia dapat diartikan sebagai gangguan kognitif dan memori yang dapat
mempengaruhi aktifitas sehari-hari. Penderita demensia seringkali menunjukkan
beberapa gangguan dan perubahan pada tingkah laku harian (behavioral symptom)
yang mengganggu (disruptive) ataupun tidak menganggu (non-disruptive)
(Kusumawati, 2007). Demensia bukanlah sekedar penyakit biasa, melainkan
kumpulan gejala yang disebabkan beberapa penyakit atau kondisi tertentu
sehingga terjadi perubahan kepribadian dan tingkah laku (Kusumawati, 2007).

2.1.2 Penyebab Demensia pada Usia Lanjut (Boedhi-Darmojo, 2009)

Penyebab demensia yang reversibel sangat penting untuk diketahui, karena


dengan pengobatan yang baik penderita dapat kembali menjalankan hidup sehari-
hari yang normal. Keadaan yang secara potensial reversibel atau bisa dihentikan
yaitu :
2.1.2.1 Intoksikasi (Obat, termasuk alkohol dan lain-lain
2.1.2.2 Infeksi susunan saraf pusat
2.1.2.3 Gangguan metabolik
2.1.2.4 Gangguan nutrisi
2.1.2.5 Gangguan vaskuler
2.1.2.6 Lesi desak ruang
2.1.2.7 Hirdosefalus bertekanan normal
2.1.2.8 Depresi (pseudo-demensia depresif)
2.1.2.9 Penyakit degeneratif progresif

2.1.3 Patofisiologi Terkait dengan Proses Penuaan

Proses menua tidak dengan sendirinya menyebabkan terjadinya demensia.


Penuaan menyebabkan terjadinya perubahan anatomi dan biokimiawi di susunan
saraf pusat yaitu berat otak akan menurun sebanyak sekitar 10 % pada penuaan
antara umur 30 sampai 70 tahun. Berbagai faktor etiologi yang telah disebutkan di
atas merupakan kondisi-kondisi yang dapat mempengaruhi sel-sel neuron korteks
serebri. Penyakit degeneratif pada otak, gangguan vaskular dan penyakit lainnya,
serta gangguan nutrisi, metabolik dan toksisitas secara langsung maupun tak
langsung dapat menyebabkan sel neuron mengalami kerusakan melalui
mekanisme iskemia, infark, inflamasi, deposisi protein abnormal sehingga jumlah
neuron menurun dan mengganggu fungsi dari area kortikal ataupun subkortikal.
Di samping itu, kadar neurotransmiter di otak yang diperlukan untuk proses
konduksi saraf juga akan berkurang. Hal ini akan menimbulkan gangguan fungsi
kognitif (daya ingat, daya pikir dan belajar), gangguan sensorium (perhatian,
kesadaran), persepsi, isi pikir, emosi dan mood. Fungsi yang mengalami gangguan
tergantung lokasi area yang terkena (kortikal atau subkortikal) atau penyebabnya,
karena manifestasinya dapat berbeda. Keadaan patologis dari hal tersebut akan
memicu keadaan konfusio akut demensia (Boedhi-Darmojo, 2009).
Pathway Dimensia
2.1.4 Klasifikasi Demensia
Demensia berdasakan Etiologi yang mendasari :
2.1.4.1 Demensia pada Penyakit Alzheimer
Merupakan penyebab demensia yang paling sering ditemukan pada sekitar 50 %
kasus demensia. Penyakit Alzheimer merupakan penyakit degeneratif primer pada
otak tanpa penyebab yang pasti. Dapat terjadi pada umur kurang dari 65 tahun
(onset dini) dengan perkembangan gejala yang cepat dan progresif, atau pada
umur di atas 65 tahun (onset lambat) dengan perjalanan penyakit yang lebih
lambat. Pada penyakit ini terjadi deposit protein abnormal yang menyebabkan
kerusakan sel otak dan penurunan jumlah neuron hippokampus yang mengatur
fungsi daya ingat dan mental. Kadar neurotransmiter juga ditemukan lebih rendah
dari normal.

2.1.4.2 Demensia Vaskular


Merupakan penyebab kedua demensia yang terjadi pada hampir 40 % kasus.
Demensia ini berhubungan dengan penyakit serebro dan kardiovaskuler seperti
hipertensi, kolesterol tinggi, penyakit jantung, diabetes, dll. Biasanya terdapat
riwayat TIA sebelumnya dengan perubahan kesadaran. Demensia ini terjadi pada
umur 50-60 tahun tetapi lebih sering pada umur 60-70 tahun. Gambaran klinis
dapat berupa gangguan fungsi kognitif, gangguan daya ingat, defisit intelektual,
adanya tanda gangguan neurologis fokal, aphasia, disarthria, disphagia, sakit
kepala, pusing, kelemahan, perubahan kepribadian, tetapi daya tilik diri dan daya
nilai masih baik.

2.1.4.3 Demensia pada penyakit lain


Adalah demensia yang terjadi akibat penyakit lain selain Alzheimer dan vaskuler
yaitu Demensia pada penyakit Pick, Demensia pada penyakit Huntington,
Demensia pada penyakit Creutzfelt-Jakob, Demensia pada penyakit Parkinson,
Demensia pada penyakit HIV-AIDS,dan Demensia pada alkoholisme.

2.1.5 Manifestasi Klinis Demensia


Pada awal perjalanan penyakit, pasien mengalami pegal-pegal, cenderung
mengalami kegagalan dalam melakukan tugas tertentu yang kompleks dan
memerlukan pemecahan masalah. Beberapa hal yang sering ditemui pada
demensia adalah :
2.1.5.1 Kemunduran intelektual yang disertai dengan gangguan :
a. Memori (daya ingat)
b. Orientasi : Gangguan orientasi orang, tempat dan waktu tetapi kesadarannya
tidak mengalami gangguan.
c. Bahasa : Aphasia, stereotipik, sirkumstansial, gangguan penamaan objek.
2.1.5.2 Daya pikir dan daya nilai : Daya pikir lebih lambat, aliran ide dan
konsentrasi berkurang, sudut pandang yang jelek dan kurang, pikiran paranoid,
delusi, dll.
2.1.5.3 Kapasitas belajar komprehensif : Gangguan otak dalam memproses
informasi yang masuk.
2.1.5.4 Kemampuan dalam perhitungan.
2.1.5.5 Perubahan emosional
Emosi sering gampang terstimulasi serta tidak dapat mengontrol tawa dan tangis.
2.1.5.6 Kemunduran kepribadian
a. Sering egois
b. Kurang bisa mengerti perasaan orang lain, kurang perhatian, introvert.
c. Kemunduran kebiasaan pribadi, makan, toilet, kebersihan, dll.

2.1.6 Pemeriksaan Portabel Demensia

Untuk keperluan penapisan, pemeriksaan psikometrik sederhana misalnya dengan


menggunakan pemeriksaan mini status mental (Mini mental State
Examination/MMSE) akan membantu menentukan gangguan kognitif yang harus
ditindaklanjuti dengan pemeriksaan lain.

2.1.7 Pemeriksaan Diagnostik


Diagnosis demensia ditegakkan berdasarkan penilaian menyeluruh, dengan
memperhatikan usia penderita, riwayat keluarga, awal dan perkembangan gejala
serta adanya penyakit lain (misalnya tekanan darah tinggi atau kencing manis).
Dilakukan pemeriksaan kimia darah standar. Pemeriksaan CT scan dan MRI
dimaksudkan untuk menentukan adanya tumor, hidrosefalus atau stroke.

Jika pada seorang lanjut usia terjadi kemunduran ingatan yang terjadi secara
bertahap, maka diduga penyebabnya adalah penyakit Alzheimer. Diagnosis
penyakit Alzheimer terbukti hanya jika dilakukan otopsi terhadap otak, yang
menunjukkan banyaknya sel saraf yang hilang. Sel yang tersisa tampak semrawut
dan di seluruh jaringan otak tersebar plak yang terdiri dari amiloid (sejenis protein
abnormal). Metode diagnostik yang digunakan untuk mendiagnosis penyakit ini
adalah pemeriksaan pungsi lumbal dan PET (positron emission tomography), yang
merupakan pemerisaan skening otak khusus.

2.1.8 Penatalaksanaan

Walaupun penyembuhan total pada berbagai bentuk demensia biasanya tidak


mungkin, dengan penatalaksaan yang optimal dapat dicapai perbaikan hidup
sehari-hari dari penderita. Prinsip utama penatalaksanaan penderita demensia
adalah sebagai berikut(Boedhi-Darmojo, 2009):

2.1.8.1 Optimalkan fungsi dari penderita


Obati penyakit yang mendasarinya (hipertensi, penyakit parkinson), Hindari
pemakaian obat yang memberikan efek samping pada SSP, Akses keadaan
lingkungan, Upayakan aktivitas mental dan fisik, Hindari situasi yang menekan
kemampuan mental, gunakan alat bantu memori bila memungkinkan, Persiapkan
penderita bila akan berpindah tempat, dan tekankan perbaikan gizi

2.1.8.2 Kenali dan obati komplikasi


Mengembara dan berbagai perilaku merusak, Gangguan perilaku lain, Depresi,
Agitasi atau agresivitas, dan Inkontinensia.
2.1.8.3 Upayakan perumatan berkesinambungan
Re-akses keadaan kognitif dan fisik dan Pengobatan gangguan medik
2.1.8.4 Upayakan informasi medis bagi penderita dan keluarganya
Berbagai hal tentang penyakitnya, Kemungkinan gangguan/kelainan yang bisa
terjadi, dan Prognosis

Penetalaksanaan non farmakologi :


Menurut Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia (2015) Tujuan terapi
nonfarmakologi atau intervensi psikososial adalah meningkatkan kualitas hidup
Orang dengan Demensia (ODD). Tidak ada pendekatan psikososial tunggal yang
optimal, sehingga pendekatan multidimensial sangat penting untuk intervensi
yang efektif. Pendekatan sebaiknya terfokus pada individu dan disesuaikan
dengan kebutuhan, kepribadian, kekuatan dan preferensi. Beberapa terapiyang
dapat digunakan, yaitu :
a. Terapi Musik
Terapi musik, dianjurkan dalam perawatan pasien dan membantu mengatasi gejala
gangguan perilaku dan neuropsikiatri pasien demensia. Terapi musik dibuat oleh
Munro dan Mount (1978) untuk memberikan pengaruh kepada manusia dalam
mengintegrasi fisiologis, psikologis, dan emosional selama pengobatan penyakit
atau kecacatan. Tinjauan Cochrane pada tahun 2004 menyatakan bahwa terapi
musik berpengaruh sedikit dan tidak ada kesimpulan yang dapat ditarik, namun
penelitian terbaru justru mengungkapkan hasil yang menggembirakan pada
penggunaan terapi musik.

b. Aktivitas fisik
Orang dengan demensia dapat didorong untuk berpastisipasi dalam program
latihan terstruktur untuk meningkatkan fungsi fisik. Hal ini berlaku secara umum
bahwa aktivitas fisik bermanfaat pada ranah fisik, emosional, dan kognitif di
segala usia. Latihan terstruktur dapat melatih kekuatan, keseimbangan, kelenturan,
dan daya tahan. Metanalisis terbaru menunjukkan bahwa latihan fisik terstruktur
dapat meningkatkan parameter fisik, seperti mobilitas fungsional, ketahanan,
keseimbangan, dan kekuatan pada orang dengan demensia. Selain itu, latihan fisik
juga berdampak terhadap perbaikan aktivitas hidup sehari-hari. Namun, penelitian
yang dilakukan memiliki keterbatasan dalam heterogenitas desain dan kualitas.

c. Terapi Validasi
Terapi validasi merupakan sebuah pendekatan untuk berkomunikasi dengan lansia
yang disorientasi, yang merasakan berada pada waktu dan tempat tertentu yang
nyata menurut mereka, walaupun sebenarnya tidak sesuai dengan kenyataan.
Sebuah tinjauan sistematis berdasarkan 4 uji klinis acak (n=144), tidak
menemukan perbedaan signifikan antara validasi dan kontak sosial, atau antara
terapi validasi dan terapi.

2.2 Terapi Kognitif


2.2.1 Pengertian Terapi Kognitif

Terapi kognitif merupakan terapi jangka pendek, terstruktur, berorientasi,


terhadap masalah saat ini, dan bersifat terapi individu. Terapi kognitif akan lebih
bermanfaat jika digabung dengan pendekatan perilaku. Kemudian terapi ini
disatukan dan di kenal dengan terapi perilaku kognitif. Terapi ini memerlukan
individu sebagai agen yang berfikir aktif dan berinteraksi dengan dunianya. Tugas
perawat adalah secara aktif dan langsung membantu klien
mempertimbangkan kembali stressor dan mengidentifikasi pola pemikiran
atau keyakinan yang tidak akurat untuk mengatasi masalah klien dari perspektif
kognitif.

2.2.2 Tujuan Terapi Kognitif


2.2.2.1 Membantu klien dalam mengidentifikasi, menganalisis dan
menentang keakuratan kognisi negative klien.
2.2.2.2 Menjadikan atau melibatkan klien subjek terhadap realitas.
2.2.2.3 Memodifikasi proses pemikiran yang salah dengan membantu
klienmengubah cara berfikir atau mengembangkan pola pikir yang rasional
2.2.2.4 Membentuk kembali pikiran individu dengan menyangkal asumsi
yangmaladaptive, pikiran yang mengganggu secara otomatis, serta
proses pikiran tidak logis yang dibesar-besarkan. Berfokus pada ikiran
individu yang menentukan sifat fungsionalnya (Videbeck, 2008).
2.2.2.5 Menghilangkan sindrom depresi dan mencegah kekambuhan
dengan mengubah cara berfikir maladaptive dan otomatis. Klien harus
menyadari kesalahan cara berfikirnya. Kemudian klien harus belajar cara
merespon kesalahan tersebut dengan cara yang lebih adaptif.
Dengan presfektif kognitif, klien dilatih untuk mengenal dan
menghilangkan pikiran-pikiran dan harapan-harapan negative. Cara lain
adalah dengan membantu klien mengidentifikasi kondisi negative,
mencarikan alternative, membuat skema, yang sudah ada menjadi
fleksibel, dan mencari kognisi perilaku yang baru dan lebih adaptif.
2.2.2.6 Membantu menargetkan proses berfikir serta perilaku yang menyebabkan
dan mempertahankan panic dan kecemasan. Dilakukan dengan
cara penyuluhan klien, restrukturisasi kognitif, pernafasan relaksasi
terkendali, umpan balik biologi, mempertanyakan bukti, memeriksa
alternative, dan reframing.
2.2.2.7 Menempatkan individu pada situasi yang biasanya memicu
perilaku gangguan obsessive kompulsif dan selanjutnya mencegah
responnya. Misalnya dengan cara pelimpahan atau pencegahan
respon, mengidentifikasi, dan merestrukturisasi distorsi kognitif
melalui psikoedukasi.
2.2.2.8 Membantu individu mempelajari respon relaksasi, membentuk
hierarki situasi fobia, dan kemudian secara bertahap dihadapkan pada
situasinya sambil tetap mempertahankan respon relaksasi misalnya
dengan cara desensitisasi sistematis. Restrukturisasi kognitif bertujuan
untuk mengubah presepsi klien terhadap situasi yang ditakutinya.
2.2.2.9 Membantu individu memandang dirinya sebagai orang yang
berhasil bertahan hidup dan bukan sebagai korban, misalnya
dengan cara restrukturisasi kognitif.
2.2.2.10 Membantu mengurangi gejala klien dengan restrukturisasi
system keyakinan yang salah.

2.2.3 Indikasi Terapi

Terapi kognitif efektif untuk sejumlah kondisi psikiatri yang lazim, terutama:
2.2.3.1 Depresi (ringan sampai sedang)
2.2.3.2 Gangguan panik dan gangguan cemas menyeluruh atau kecemasan3.
Individu yang mengalami stress emosional
2.2.3.3 Gangguan obsesif kompulsif (obsessive compulsive disorder) yang
seringterjadi pada orang dewasa dan memiliki respon terhadap terapi
perilaku danantidepresan jarang terjadi pada awal masa anak-anak,
meskipun kompulsiterisolasi sering terjadi
2.2.3.4 Gangguan fobia (misalnya agoraphobia, fobia social, fobia spesifik)
2.2.3.5 Gangguan stress pasca trauma (post traumatic stress disorder)
2.2.3.6 Gangguan makan
2.2.3.7 Gangguan mood
2.2.3.8 Gangguan psikoseksual
2.2.3.9 Mengurangi kemungkinan kekambuhan berikutnya

2.2.4 Teknik Pelaksanaan Terapi


2.2.4.1 Mendukung klien untuk mengidentifikasi kognisi atau area berpikir
2.2.4.2 Mengguanakan teknik pertanyaan Socratic yaitu meminta klien
untuk menggambarkan, menjelaskan, dan menegaskan pikiran
negatif yang merendahkan dirinya. Dengan demikian klien mulai melihat
bahwa asumsi tersebut tidak logis dan tidak rasional.
2.2.4.3 Mengidentifikasi interpretasi yang lebih realistis mengenai diri sendiri,
nilai diri dan dunia. Dengan demikian klien membentuk nilai
dan keyakinan baru dan distress emosional menjadi hilang.

Terapi kognitif dipraktekkan dan menjadi modal utama dalam mengubah gejala.
Terapi berlangsung lebih kurang 12-16 sesi yang terdiri atas 3 fase:

1. Fase awal (sesi 1-4)

a. Membentuk hubungan terapeutik dengan klien

b. Mengajarkan klien tentang bentuk kognitif yang salah serta pengaruhnya

terhadap emosi dan fisik


c. Menentukan tujuan terapi

d. Mengajarkan klien untuk mengevaluasi pikiran-pikiran yang otomatis

2. Fase pertengahan (sesi 5-12)

a. Mengubah secara berangsur-angsur kepercayaan yang salah

b. Membantu klien mengenal akar kepercayaan diri.

3. Fase akhir (sesi 13-16)

a. Menyiapkan klien untuk terminasi dan memprediksi situasi beresiko tinggi

yang relevan untuk terjadinya kekambuhan.

b. Mengonsolidasikan pembelajaran melalui tugas-tugas terapi sendiri

Strategi pendekatan terapi kognitif, antara lain:

a. Menghilangkan pikiran otomatis

b. Menguji pikiran otomatis

c. Mengidentifikasi asumsi maladaktif

d. Menguji validitas asumsi maladaktif


BAB III

TERAPI AKTIVITAS KELOMPOK

3.1 Topik

Terapi Kognitif : Menceritakan dan Menyanyikan Gambar

3.2 Tujuan
3.2.1 Tujuan umum

Setelah diadakan terapi TAK Terapi Kognitif diharapkan agar peserta mampu
mengidentifikasi dan menganalisis keakuratan kognisi klien.

3.2.2 Tujuan khusus


3.2.2.1 Peserta mampu mengenali objek.
3.2.2.2 Peserta mampu menceritakan objek.
3.2.2.3 Peserta mampu menyanyikan hal yang berhubungan dengan objek
3.2.2.4 Klien mampu menceritakan hal-hal yang berhubungan dengan objek dan
mampu bekerja sama.

3.3 Indikasi Klien


3.3.1.1 Klien yang sehat secara fisik dan mental
3.3.1.2 Klien yang mengalami dimensia
3.3.1.3 Klien yang tidak mengalami gangguan pendengaran

3.4 Pengorganisasian
3.4.1 Pelaksanaan

Jenis TAK Hari tanggal Waktu Tempat


23 16.00 Wisma
Terapi Kognitif Jumat
maret wib Flamboyan

3.4.2 Pengorganisasian Kelompok

Leader : Ramdani

Co Leader : Mediliana

Fasilitator : I Putu Agswidiaista

Vidya Rizcky Annisa

Observer : Din Novitasari

3.5 Persiapan Lingkungan


3.5.1 Penerangan yang cukup
3.5.2 Kondisi yang aman dan nyaman
3.5.3 Suasana yang tenang
3.5.4 Ventilasi yang baik dan cukup
3.5.5 Pengaturan posisi tempat ( setting ) yang benar dan nyaman
3.5.6 Fasilitas yang memadai

3.6 Peran dan Fungsi Terapis


3.6.1 Leader
3.6.1.1 Memimpin jalannya terapi aktivitas kelompok.
3.6.1.2 Merencanakan, mengontrol, dan mengatur jalannya terapi.
3.6.1.3 Menyampaikan materi sesuai tujuan TAK.
3.6.1.4 Memimpin diskusi kelompok.

3.6.2 Co Leader
3.6.2.1 Membuka acara
3.6.2.2 Mendampingi leader
3.6.2.3 Membantu leader secara umum

3.6.3 Fasilitator
3.6.3.1 Ikut serta dalam kegiatan kelompok
3.6.3.2 Memberikan stimulus dan motivator pada anggota kelompok untuk aktif
mengikuti jalannya terapi

3.6.4 Observer
3.6.4.1 Mencatat serta mengamati respon klien ( dicatat pada format yang
tersedia )
3.6.4.2 Mengawasi jalannya aktivitas kelompok dari mulai persiapan, proses,
hingga penutupan.

3.7 Alat
3.7.1 Laptop/Hp.
3.7.2 Ruangan
3.7.3 Speaker
3.7.4 Bola pimpong
3.7.5 Kertas bergambar

3.8 Metode

Adapun metode yang digunakan pada terapi aktivitas ini adalah dinamika
kelompok dan diskusi atau Tanya jawab.

3.9 Setting Tempat

Papan Tulis
O

Co L

K F

F
K
Keterangan :

L : Leader (pemimpin) O : Observer

F : Fasilitator K : Klien

Co
: Co leader

: Papan tulis

3.10 Langkah-langkah/prosedur kegiatan


3.10.1 Persiapan
3.10.1.1 Memilih klien sesuai indikasi
3.10.1.2 Membuat kontrak dengan klien
3.10.1.3 Mempersiapkan alat dan tempat pertemuan

3.10.2 Orientasi

Pada tahap ini terapis melakukan :

3.10.2.1 Memberikan salam terapeutik : salam dari terapis


3.10.2.2 Evaluasi / validasi : menanyakan perasaan klien saat ini
3.10.2.3 Kontrak :
a. menjelaskan tujuan kegiatan
b. menjelaskan aturan :
1) jika ada klien yang ingin meninggalkan kelompok, diharuskan meminta ijin
terlebih dahulu kepada terapisnya.
2) lama kegiatan 45 menit
3) setiap klien mengikuti kegiatan dari awal sampai akhir

3.10.3 Tahap Kerja

3.10.3.1 Terapis menjelaskan kegiatan yang akan dilaksanakan, yaitu


menebak objek gambar dengan memutar musik terlebih dahulu
3.10.3.2 Terapis meminta peserta mengoperkan bola ke peserta lain searah
jarum jam sampai musik berhenti
3.10.3.3 Peserta yang memegang bola saat musik berhenti diminta
menebak objek gambar dan menceritakan atau menyanyikan hal-hal yang
berhubungan dengan objek gambar
3.10.3.4 Berikan pujian untuk tiap keberhasilan anggota kelompok dengan
memberi tepuk tangan.

3.10.4 Tahap Terminasi


3.10.4.1 Evaluasi
a. terapis menanyakan perasaan klien
b. terapis memberikan pujian atas keberhasilan kelompok

3.10.5 Rencana tindak lanjut


3.10.5.1 menganjurkan tiap anggota kelompok mendengarkan music atau
menggambar setiap ada waktu luang
3.10.5.2 Terapis menganjurkan klien untuk mengekspresikan perasaan
melalui bernyanyi
3.10.5.3 Kontrak yang akan datang
3.10.5.4 menyepakati kegiatan berikut yaitu menonton dengan anggota
kelompok
3.10.5.5 menyiapkan waktu dan tempat
3.11 Evaluasi

Kemampuan Kognitif: Menceritakan dan Menyanyikan Objek Gambar

3.11.1 Evaluasi Kemampuan peserta TAK terapi kognitif


3.11.1.1 Kemampuan Verbal

Nama Klien
No. Aspek yang dinilai

Memperkenalkan nama
1

Mendengarkan musik
2

Menyebut nama lagu


dan menceritakan
3
kenangan tentang lagu
tersebut
Menyebutkan manfaat
4 dari kegiatan yang
dilaksanakan
Jumlah

3.11.1.2 Kemampuan Non Verbal


Nama Klien
No Aspek yang dinilai

1 Kontak mata
Menggunakan bahasa
2
tubuh yang sesuai
Mengikuti kegatan dari
3
awal sampai akhir
Jumlah

Petunjuk :
1) Dibawah judul nama klien, tulis nama panggilan klien yang ikut TAK.
2) Untuk tiap klien, semua aspek dinilai dengan member tanda cek list ( √ ) jika
ditemukan kemampuan pada klien, atau tanda ( x ) jika tidak ditemukan.
3) Jumlah kemampuan yang ditemukan, jika 3 atau 4 klien mampu, dan jika 0, 1
atau 2 klien belum mampu.

3.12 Dokumentasi

Dokumentasi kemampuan yang dimiliki klien ketika TAK pada catatan proses
keperawatan tiap klien.
(SAP)

SATUAN ACARA PENYULUHAN

Topik : Terapi Kognitif : Menceritakan dan Menyanyikan


Gambar
Sub topik : Manfaat Terapi Kognitif pada Lansia
Sasaran : Lansia Wisma Flamboyan
Tempat : PSTW Budi Mulia 01 Cipayung Jakarta Timur
Hari/Tanggal : Jumat, 22 Maret 2018
Waktu : 17.00 – 17.45 WIB
Penyampai Materi : Mahasiswa Program Profesi Ners URINDO

3.1 Tujuan Umum


Setelah dilakukan pendidikan kesehatan tentang Terapi Kognitif : Menceritakan
dan Menyanyikan Gambar selama 20 menit, Lansia PSTW Budi Mulia 01
Cipayung Wisma Flmboyan mengetahui manfaat terapi kognitif.

3.2 Tujuan Khusus


Setelah dilakukan pendidikan kesehatan selama 45 menit, Lansia PSTW Budi
Mulia 01 Cipayung Wisma Flamboyan mengetahui tentang:
3.2.1 Pengertain Terapi Kognitif
3.2.2 Tujuan Terapi Kognitif
3.2.3 Manfaat Terapi Kognitif
3.2.4 Prinsip Dasar Terapi Kognitif
3.3 Strategi pelaksanaan
3.3.1 Metode : ceramah, diskusi, role play
3.3.2 Media : Gambar, Bola Pimpong, Gitar, Speaker

3.4 Garis besar materi (penjelasan terlampir):


3.4.1 Pengertain Terapi Kognitif
3.4.2 Tujuan Terapi Kognitif
3.4.3 Manfaat Terapi Kognitif
3.4.4 Prinsip Dasar Terapi Kognitif

3.5 Proses Pelaksanaan

Kegiatan Media dan Estimasi


Tahap Kegiatan Penyuluh Metode
Klien alat Waktu
Pendahuluan 1. Perkenalan Mendengar Ceramah Speaker 5 menit
2. Penjelasan TAK Bertanya
3. Cakupan materi

Penyajian Menjelaskan : Mendengar Ceramah Bola Pimpong 35 menit


1. Pengertian Terapi Bertanya Diskusi Gitar
Kognitif Role play
2. Tujuan Terapi Mengikuti
Kognitif TAK
3. Manfaat Terapi
Kognitif
4. Prinsip dasar
latihan Terapi
Kognitif
5. Cara terapi
kognitif
Memulai TAK
Penutup 1. Memberi Umpan balik diskusi Speaker
kesempatan
kepada peserta
penyuluhan untuk
bertanya
2. Bertanya kepada
peserta
penyuluhan
bagaimana
perasaannya
setelah mengikuti
penyuluhan
3. Menyimpulkan
materi penyuluhan
4. Menutup
pertemuan dan
memberi salam

3.6 Struktur Organisasi


Leader : Ramdani
Co Leader : Mediliana
Fasilitator : I Putu Aguswidiarista
Vidya Rizcky Annisa
Observer : Din Novitasari

3.7 Setting Tempat


Peserta dan penyuluh duduk membentuk lingkaran.

3.8 Kriteria Evaluasi


3.8.1 Evaluasi Struktur
3.8.1.1 Peserta hadir ditempat penyuluhan
3.8.1.2 Penggunaan media yang lengkap, kondisi tempat yang kondusif
3.8.1.3 Penyelenggaraan pendidikan kesehatan dilaksanakan PSTW Budi Mulia
01 Cipayung Wisma Flamboyan

3.9 Evaluasi Proses


3.9.1 Penyuluh menguasai materi dan mampu menyampaikan informasi
kesehatan kepada peserta
3.9.2 Peserta antusias terhadap materi pendidikan kesehatan
3.9.3 Tidak ada peserta yang meninggalkan tempat pendidikan kesehatan
3.9.4 Peserta mengajukan pertanyaan dan menjawab pertanyaan secara benar
3.9.5 Peserta dapat menceritakan dan menyanyikan objek yang ada di gambar
dengan benar

3.10 Evaluasi Hasil


3.10.1 Peserta mengetahui tentang manfaat Terapi Kognitif
3.10.2 Peserta mampu menjawab pertanyaan yang diajukan tentang manfaat
Terapi Kognitif
TERAPI AKTIVITAS KELOMPOK TERHADAP KOGNITIF
LANSIA DI BALAI PELAYANAN DAN PENYANTUNAN LANJUT
USIA BENGKULU

Deltari
Novitasari

STIKES Bhakti Husada Bengkulu


Jl. Kinibalu 8 Kebun Tebeng Bengkulu Telp (0736) 23422
Email: stikesbh03@gmail.com

ABSTRACT

Elderly is part of the growth process, but evolved from infants, children, adults,
and eventually grow old. (Lili Ma'rifatul Azizah, 2011). Common in the
elderly due to a variety of organ functions decline and death of cells of the body
resulting in cognitive impairment. Therapy is one of the group's activities and
educational training aimed to provide an overview of the surrounding
environment so that the elderly can socialize well (Budi ana Keliat, 2007). In the
initial survey dated January 16, 2014 by Agency staff interviewed elderly care
and Bengkulu sponsorship. Based on observations and interviews of 10 elderly
people are 3 people with severe cognitive impairment, 6 persons who are
cognitively impaired and 1 person who had mild cognitive impairment. can be
formulated research problems are many elderly who have cognitive
disorders and Sponsorship Services Agency Elderly Bengkulu. The purpose of
this study was to determine the effect of cognitive therapy group activity against
the elderly. This research was conducted at the Center for Elderly Care and
Sponsorship Bengkulu from the date of May 28, 2014 until June 28, 2014 The
research method used experimentally, with the approach of one group prepost
test design. Sampling technique in this study is the total sampling the number of
respondents 15 respondents. Data analysis was performed using univariate and
bivariate computerized and dependent t-test to see whether there is any effect on
the cognitive therapy group activities elderly, results of bivariate analysis
showed no effect of cognitive therapy group activity against the elderly get
value ρ value 0.000 <α 0.05. From these results it can be concluded there is a
significant influence, Effects of cognitive therapy group activity against the
elderly. Recommendations for health workers that this method can be done to the
elderly can improve cognitive and the next researcher to know the other group
activity therapy on elderly cognitive level.

Keywords: therapeutic group activities, the level of cognitive


elderly
PENDAHULUAN kelompok lanjut usia, makin besar.
Di seluruh Dunia jumlah lanjut usia
Meningkatnya umur harapan di perkirakan lebih dari 629 juta jiwa
hidup membuat jumlah penduduk dan pada tahun 2005-2010 jumlah
berumur di atas 60 tahun, yaitu lanjut usia sama dengan jumlah anak
balita. Pada tahun 2025 lanjut usia pada tugas yang memerlukan
akan mencapai 1,2 milyar Indonesia memori jangka pendek dan disertai
akan menduduki peringkat dengan dengan gangguan meningat memori
struktur dan jumlah penduduk lanjut jangka panjang (Darmojo, 2009).
usia setelah Republik Rakyat Cina, Terapi aktivitas kelompok
India dan Amerika Serikat, dengan merupakan salah satu latihan dan
umur harapan hidup di atas 70 tahun pendidikan yang bertujuan
(Nugroho, 2008). memberikan gambaran kepada lansia
Permasalahan pada lansia dalam tentang lingkungan sekitarnya
pemeliharaan kesehatan hanya 5% sehingga dapat bersosialisasi dengan
yang di urus oleh institusi, 25% dari baik. Diharapkan dengan
semua resep obat-obatan adalah pelaksanaan terapi aktivitas
untuk lanjut usia, penyakit-penyakit kelompok maka lansia dapat melatih
mungkin ganda dan kronis hampir fungsi kognitifnya sehingga mampu
40% melibatkan lebih dari satu meningkatkan tingkat kognitifnya,
penyakit (komplikasi sering terjadi), membuat sadar diri (self-awereness),
akibat dari ketidakmampuan akan peningkatan hubungan interpersonal,
lebih cepat terjadi apabila seorang membuat perubahan. (Keliat, 2007).
lanjut usia itu jatuh sakit, respon Berdasarkan studi pendahuluan
terhadap pengobatan berkurang, daya yang dilakukan pada tanggal 16
tangkal lebih rendah karena proses Januari 2014 melalui staf Balai
ketuaan sehingga seorang lanjut usia Pelayanan dan Penyantunan Lanjut
lebih mudah terkena penyakit, lanjut Usia Bengkulu diketahui bahwa
usia kurang tahan terhadap tekanan jumlah lansia yang berada di Balai
mental lingkungan dan fisik (Padila, Pelayanan dan Penyantunan Lanjut
2013). Usia Bengkulu sebanyak 60 orang
Pada lansia sering dijumpai yang berumur antara 65-90 tahun,
berbagai akibat dari menurunnya yang berjenis kelamin laki-laki
fungsi-fungsi organ dan matinya sel- berjumlah 35 orang dan perempuan
sel tubuh maka banyak terjadi berjumlah 25 orang. Berdasarkan
gangguan kesehatan pada lansia, baik hasil pertanyaan lembar checklist
kesehatan fisik maupun kesehatan singkat yang di lakukan oleh peneliti
psikis. Perubahan-perubahan yang dari 10 orang lansia yang mengalami
terjadi pada lanjut usia seperti kulit gangguan kognitif adalah 3 orang
mulai keriput, rambut beruban, yang mengalami gangguan kognitif
gangguan pada sistem pengelihatan berat, 6 orang yang mengalami
dan mengingat (Noorkasiani, 2009). gangguan kognitif sedang dan 1
Kognitif adalah kemampuan orang yang mengalami gangguan
memperhatikan, kemamupuan kognitif ringan. Program yang
berpikir terorganisasi, memori, dan dilaksanakan Balai Pelayanan dan
kemampuan berbahasa (Bennita, Penyantunan Lanjut Usia antara lain
2011). Pada lansia adanya pemeriksaan kesehatan dan
mengalami gangguan kognitif, melaksanakan Terapi aktivitas
kemunduran terdapat pada performen kelompok sebulan sekali. Peran
terutama pada tugas yang perawat dibutuhkan dalam
membutuhkan kecepatan dan juga membantu lansia yang mengalami
gangguan kognitif agar dapat atau sama dengan (≥) 6 kali. Definisi
memusatkan perhatian serta operasional Kognitif Pada Lansia :
membantu daya ingat para lansia dan Gangguan kemampuan berpikir dan
dalam pemberian terapi aktivitas memberikan rasional, termasuk
kelompok peran perawat dibutuhkan proses mengingat, menilai, orientasi,
sebagai leader, coleader, fasilitator, persepsi dan memperhatikan pada
observer serta mengevaluasi hasil lansia. Hasil ukur 1. Gangguan
kegiatan yang dicapai dalam kognitif ringan jika nilai 21-30 2.
kelompok. Hal inilah yang membuat Gangguan kognitif sedang jika nilai
peneliti tertarik untuk mengetahui 20-11 3. Gangguan kognitif berat
pengaruh terapi aktivitas kelompok jika nilai < 10
(TAK) terhadap kognitif lansia di Penelitian ini dilakukan di Balai
Balai Pelayanan dan Penyantunan Pelayanan dan Penyantunan Lanjut
Lanjut Usia Bengkulu. Usia Bengkulu tahun 2014. Waktu
Penelitian dilakukan pada tanggal 28
METODE PENELITIAN Mei 2014 sampai tanggal 28 Juni
2014. Populasi pada penelitian ini
Jenis penelitian yang digunakan adalah semua lansia yang tinggal di
adalah penelitian eksperimental, Balai Pelayanan dan Penyantunan
yaitu suatu rancangan penelitian Lanjut Usia Bengkulu tahun 2014
yang digunakan untuk mencari yang menderita gaangguan orientasi
hubungan sebab akibat dengan realita.
adanya keterlibatan penelitian dalam Teknik pengambilan sampel
melakukan manipulasi terhadap pada penelitian ini adalah
variable bebas, dengan pendekatan pengambilan sampel dilakukan
one group pre-post test design seluruh lansia di Balai Pelayanan dan
(rancangan pra-pasca tes dalam suatu Penyantunan Lanjut Usia Bengkulu
kelompok), test dimana observasi tahun 2014 yang dijadikan sampel
dilakukan sebanyak dua kali, yang berjumlah 15 orang. Kriteria
sebelum dan sesudah experiment. yang digunakan: a) Lansia yang
Observasi yang dilakuan sebelum berumur lebih dari 60 tahun b)
experiment (01) disebut pre test dan Lansia yang menderita orientasi
observasi sesudah experiment (02) realita terhadap orang, waktu dan
disebut post test. Perbedaan 01 dan tempat yang sudah dapat berintraksi
02 diasumsikan sebagai efek dari dengan orang lain c) Kondisi fisik
treatment atau experiment. dalam keadaan sehat d) Lansia yang
Definisi operasional Terapi mengalami gangguan kognitif sedang
Aktivitas kelompok adalah Terapi dan gangguan kognitif berat.
yang mengajak untuk meningkatkan Pengumpulan data
hubungan interpersonal, mampu menggunakan data primer dan data
mengenal orang lain, waktu, dan sekunder, pengumpulan data primer
tempat. Hasil ukur Terapi Aktifitas dengan menggunakan checklist
Kelompok apabila: 1. Kurang yaitu Instrumen yang digunakan dalam
Jika mengikuti terapi aktivitas pengumpulan data berupa daftar
kelompok kurang (<) dari 6 kali 2. pertanyaan atau checklist
Baik yaitu Jika mengikut terapi besar sebagaimana terlampir. Adapun
pertanyaan yang diajukan meliputi : statistic deskriptif dari nilai tengah
1) Data Umum tentang karakteristik (mean, median) dan nilai variasi (SD,
dengan pertanyaan terbuka mengenai minimal, maximal) dengan
nama responden dan umur. 2) Data Confidental Interval (CI) 95%. Dan
khusus terdiri dari : Penilaian Analisa bivariat bertujuan Untuk
Peningkatan Kognitif Pada Mini melihat pengaruh pemberian Terapi
mental State Exam (MMSE) Aktivitas Kelompok antara pre
merupakan instrument pengkajian dan post test pada setiap variabel.
sederhana yang menggunakan untuk Analisis statistic secara bivariat pada
mengetahui kemampuan seseorang penelitian ini menggunakan uji t
dalam berpikir atau menguji aspek berpasangan (Paired T Test).
kognitif apakah ada perbaikan atau
semakin memburuk (Padila, 2013). HASIL DAN PEMBAHASAN
Analisis secara univariat
bertujuan untuk melihat distribusi HASIL

Tabel 1
Distribusi analisis pengaruh terapi aktivitas kelompok terhadap tingkat
kognitif lansia di Balai pelayanan dan penyantunan lanjut usia Bengkulu.
Katagori gangguan kognitif lansia Mean p value
Katagori gangguan kognitif lansia 2.20
sebelum dilakukan Terapi aktivitas 0.000
kelompok
Katagori gangguan kognitif lansia 1.27
setelah dilakukan Terapi aktivitas
kelompok
Berdasarkan tabel diatas yang mengalami gangguan
menunjukan bahwa hasil uji statistik orientasi/ingatan pada saat di tanya.
didapatkan p value (0,000) < 0,05. Berdasarkan umur responden yang
Hal ini menunjukkan Ha di terima berada di Balai pelayanan dan
dan Ho di tolak, jadi ada pengaruh penyantunan lanjut usia Bengkulu
Terapi aktivitas kelompok (TAK) tempat penelitian ini dilakukan
terhadap kognitif lansia di Balai ternyata sebagian besar lansia
Pelayanan dan Penyantunan Lanjut termasuk dalam kategori usia tua
Usia Bengkulu. (60-74 tahun) dan ada lansia
Berdasarkan tabel diatas termasuk dalam kategori usia tua
sebagian kecil responden (20%) (75-89 tahun) menurut Kushariyadi
mengalami gangguan kognitif berat (2012), hal ini berdampak pada
dan hampir seluruh responden (80%) perubahan-perubahan yang terjadi
mengalami gangguan kognitif pada system saraf pada usia lanjut
sedang. Hal ini terjadi karena yaitu berat otak menurun, hubungan
jawaban respoden pada lembar persarafan cepat menurun, lambat
cheklist masih banyak salah terletak dalam respon dan waktu untuk
pada pertanyaan orientasi, kalkulasi berpikir dan membuat usia lanjut
dan bahasa. Lansia masih banyak
menjadi cepat pikun dalam situasi nyata hal ini bertujuan agar
mengingat sesuatu. lansia mampu mengenal orang lain,
Peneliti menilai berdasarkan waktu, dan tempat.
uraian diatas, bahwa sangat perlunya Berdasarkan tabel 1 bahwa
dilakukan terapi aktivitas kelompok setelah dilakukan terapi aktivitas
untuk stimulasi kognitif lansia, kelompok hampir sebagian
seperti kita ketahui menurut Tamber responden (26,7%) mengalami
Noorkasiani (2009) bahwa pada gangguan kognitif sedang dan
lansia sering dijumpai berbagai sebagian besar responden (73,3%)
akibat dari menurunnya fungsi- mengalami gangguan kognitif
fungsi organ dan matinya sel-sel ringan. Hasil penelitian tersebut
tubuh maka banyak terjadi gangguan menunjukkan bahwa sebagian besar
kesehatan pada lansia, baik responden mengalami peningkatan
kesehatan fisik maupun kesehatan kognitif, sehingga menjadi gangguan
psikis. Teori tersebut menegaskan kognitif ringan. Hal tersebut
bahwa semakin tua maka semakin menunjukkan bahwa responden
banyak terjadinya gangguan (lansia) dapat mengikuti dengan
kesehatan pada lansia, demikian juga biak, dalam melakukan kegiatan
dengan penelitian ini jika lansia terapi aktivitas kelompok yang
mengalami gangguan kesehatan yang diberikan oleh peneliti. Terapi
akan mengakibatkan terjadinya aktivitas kelompok yang telah
gangguan kognitif maka akan sulit diterima oleh responden
untuk melakukan kegiatan aktivitas kemungkinan besar dapat di ingat
sehari-hari dalam memenuhi dengan baik, maka responden akan
kebutuhan hidup. mengetahui tentang keadaan
Padila (2013), menyatakan sekitarnya mengenai tentang waktu,
bahwa gangguan kognitif ini terjadi orang dan tempat di mana responden
diakibatkan penyakit-penyakit itu berada kini. Peningkatan tingkat
mungkin ganda dan kronis hampir kognitif bisa dilakukan dengan
melibatkan lebih dari satu penyakit melakukan Terapi aktivitas
(komplikasi sering terjadi), akibat kelompok.
dari ketidakmampuan akan lebih Keliat (2004) terapi aktivitas
cepat terjadi apabila seorang lanjut kelompok merupakan salah satu
usia itu jatuh sakit, respon terhadap latihan dan pendidikan yang
pengobatan berkurang, daya tangkal bertujuan memberikan gambaran
lebih rendah karena proses ketuaan kepada lansia tentang lingkungan
sehingga seorang lanjut usia lebih sekitarnya sehingga dapat
mudah terkena penyakit, lanjut usia bersosialisasi dengan baik.
kurang tahan terhadap tekanan Diharapkan dengan pelaksanaan
mental lingkungan dan fisik. terapi aktivitas kelompok maka
sehingga peneliti melakukan terapi lansia dapat melatih fungsi
untuk meningkatkan kognitif lansia. kognitifnya sehingga mampu
Terapi aktivitas kelompok yang meningkatkan tingkat kognitifnya,
dilakukan adalah terapi aktivitas membuat sadar diri (self-awereness),
kelompok orientasi realita yang peningkatan hubungan interpersonal,
mengeorientasikan lansia terhadap membuat perubahan. Sesuai dengan
teori tersebut bahwa fungsi dari aktivitas kelompok yang dihadapi
terapi aktivitas kelompok itu penting oleh peneliti diantaranya kurangnya
bagi lansia untuk mengetahui tentang sarana dan prasarana pendukung dan
lingkungan yang di tempati sekarang, kodisi lingkungan yang tidak
dimana lingkungan tersebut tempat memadai, meskipun menghadapi
yang baik atau tidak untuk lansia hambatan tersebut diatas responden
tersebut. Di dalam melakukan tetap antusias untuk melakukan
penenlitian, peneliti mendapatkan terapi aktivitas kelompok walaupun
hasil yaitu pada saat setalah sering ada beberapa responden tidak
dilakukan terapi aktivitas kelompok dapat melakukan terapi aktivitas
sebagian besar responden dapat kelompok sesuai dengan waktu
menjawab lembar checklist dengan kontrak yang telah ditentukan
benar dikarenakan responden dapat sehingga responden yang tidak
mengingat kembali setelah diberikan mengikuti terapi aktivitas yang
stimulus terapi aktivitas kelompok diadakan maka sebagian responden
mengenai mengingat orang, tempat menyusul melakukan terapi aktivitas
dan waktu. Sebagian besar responden kelompok tersebut dikemudian
dapat mengingat dengan baik. harinya.
Penelitian ini juga sejalan Terapi aktivitas kelompok ini
dengan penelitian yang dilakukan dilakukan oleh peneliti dalam 6 kali
oleh Hidayati (2012), yang pertemuan, sekali pertemuan
didapatkan bahwa setelah dilakukan dilakukan 3 sesi yaitu sesi orientasi
terapi aktivitas kelompok responden orang, orientasi tempat, orientasi
yang mendapatkan nilai kognitif waktu. Terapi aktivitas kelompok ini
ringan lebih banyak Hal ini dilakukan dalam 90 menit dan
dikarenakan responden dapat tempat dilaksanakannya terapi
mengikuti terapi aktivitas kelompok aktivitas kelompok di wisma anggrek
secara aktif sehingga dapat dan wisma mawar. Dari tiga sesi
menstimulus kognitif. terapi aktivitas kelompo yang
Berdasarkan analisis pada tabel dilakukan banyak responden yang
diatas didapatkan nilai ρ value 0,000 salah menjawab pertanyaan di sesi
< α 0,05 ini berarti ada pengaruh orientasi waktu. Pada penelitian ini
terapi aktivitas kelompok terhadap di lakukan terapi aktivitas kelompok
kognitif lansia. Hipotesis yang di dengan menggunakan sampel 15
dapatkan dari penelitian ini Ha di respoden. Sebelum terapi aktivitas
terima dan Ho ditolak yang berarti kelompok ada 3 responden yang
ada pengaruh terapi aktivitas mengalami gangguan kognitif berat
kelompok terhadap kognitif lansia di dan setelah di berikan terapi aktivitas
Balai pelayanan dan penyantunan kelompok maka 3 responden ini ada
lanjut usia Bengkulu. Ini dapat di peningkatan kognitif sehingga
lihat dari terapi aktivitas kelompok menjadi gangguan kognitif sedang.
yang dilakukan oleh peneliti sebagai Sebelum dilakukan terapi aktivias
perawat yaitu pendekatan secara kelompok ada 12 responden yang
langsung kepada lansia, masih mengalami gangguan kognitif
banyaknya hambatan dalam sedang, lalu setelah dilakukan terapi
melakukan pelaksanaan terapi aktivitas kelompok maka mengalami
peningkatan kognitif sehingga ada 11 responden mengalami gangguan kognitif
ringan dan 1 responden tetap mengalami gangguan kognitif sedang, hal ini
karena respoden ini kurang focus dalam memperhatikan dan melakukan terapi
aktivitas kelompok, karena penurunan kondisi fisik dan memori responden ini
cukup tua sehingga reponden tetap mengalami gangguan kognitif sedang. Sesuai
dengan teori menurut Azizah (2011) ada beberapa macam perubahan kognitif
salah satunya dalam kemampuan pemahaman atau menangkap pengertian pada
lansia mengalami penurunan. Hal ini dipengaruhi oleh konsentrasi yang
mengalami penurunan pada lansia.

SIMPULAN DAN SARAN SIMPULAN

Ada pengaruh antara terapi aktivitas kelompok terhadap kognitif lansia di Balai
pelayanan dan penyantunan lanjut usia Bengkulu

SARAN

Bagi petugasb balai pelayanaan dan penyantunan lanjut usia Bengkulu


diharapkan untuk lebih dapat memperhatikan pelayanan kesehatan fisik bagi lansia
khususnya penatalaksanaan kognitif lansia tindakan keperawatan yang bersifat
standar maupun tindakan keperawatan seperti terapi aktivitas kelompok, dengan
adanya terapi aktivitas kelompok dapat meningkatkan kognitif pada lansia
setidaknya di sering dilakukan minimal 1-2 kali dalam seminggu.
DAFTAR PUSTAKA

Azizah. 2011. Keperawatan Lanjut Usia. Yogyakarta : Graha Ilmu.


Darmajo.. 2009. GERIATRI (Ilmu Kesehatan Lanjut Usia).
Jakarta: Balai Penerbit FKUI.
Hidayati. 2012. Pengaruh Terapi Aktivitas Kelompok (TAK) Orientasi Realitas
terhadap tingkat Kognitif Lansia Demensia di Desa Mapin
Kebak Kecamatan Alas Barat, (http//www: jurnal Ners).
Keliat. 2007. Keperawatan Kesehatan Jiwa Komunita. Jakarta : EGC.
Kuhariyadi. 2012. Asuhan Keperawatan Pada Klien Lanjut Usia.
Jakarta : Salemba Medika.
Noorkasiani, Tamher. 2009.
Kesehatan Usia Lanjut Dengan Pendekatan Asuhan Keperawatn.
Jakarta : Salemba Medika.
Nugroho. 2008. Keperawatan Gerontik & Geriatri Edisi 3. Jakarta : EGC.
Padila, 2011. Keperawatan Gerontik. Yogyakarta : Nuha Medika.
Padila. 2013. Proses Penuaan. http://www.jurnalners.com
Benita W. 2011. Keperawatan Dasar. Yogyakarta : Rapha Publishing.

Anda mungkin juga menyukai