PENDAHULUAN
1
silent dengue infection) merupakan dasar gunung es. Di perkirakan untuk setiap kasus renjatan
yang dijumpai di Rumah sakit, telah terjadi 150 – 200 kasus silent dengue infection.
Demam dengue adalah demam virus akut yang di sertai sakit kepala, nyeri otot, sendi
dan tulang, penurunan jumlah sel darah putih dan ruam-ruam.
Demam berdarah dengue/dengue hemorrhagic fever (DHF) adalah demam dengue
yang di sertai pembesaran hati dan manifestasi perdarahan.
Pada keadaan yang parah bisa terjadi kegagalan sirkulasi darah dan pasien jatuh dalam
syok hipovolemik akibat kebocoran plasma. Keadaan ini di sebut dengue shock syndrome
(DSS).
1.2 Tujuan
1.2.1 Tujuan umum
Setelah mengikuti seminar ini, di harapkan mahasiswa dapat memberikana asuhan
keperawatan pada anak dengan penyakit DHF (dengue hemorrhagic fever)
1.2.2 Tujuan khusus
a. Mahasiswa dapat memahami anatomi fisiologi system hematologi
b. Mahasiswa dapat menjelaskan Definisi penyakit DHF
c. Mahasiswa dapat menjelaskan etiologi DHF
d. Mahasiswa dapat menjelaskan manifestasi klinis DHF
e. Mahasiswa dapat menjelaskan patofisiologi DHF
f. Mahasiswa dapat menyebutkan pemeriksaan penunjang penyakit DHF
g. Mahasiswa dapat menjelaskan pencegahan penyakit DHF
h. Mahasiswa dapat menerapkan penatalaksanaan penyakit DHF
i. Mahasiswa dapat memberikan asuhan keperawatan pada anak dengan penyakit DHF
2
BAB II
TINJAUAN TEORI
3
membentuk sel darah merah yang baru. Persediaan sel darah merah di dalam
tubuh diperbarui setiap empat bulan sekali.
2. Sel darah putih
Sel darah putih jauh lebih besar dari pada sel darah merah jumlahnya dalam setiap
13 darah adalah 4000-10.000 sel. Tidak seperti sel darah merah, sel darah putih
memiliki inti (nucleus). Sebagian sel darah putih bisa bergerak di dalam aliran
darah, membuatnya dapat melaksanakan tugas sebagai system ketahanan tubuh.
Sel darah putih adalah bagian dari sistem ketahanan tubuh yang penting. Sel darah
putih yang terbanyak adalah neutrofil (+60%). Tugasnya adalah memerangi
bakteri pembawa penyakit yang memasuki tubuh. Mula mula bakteri dikepung,
lalu butir-butir didalam sel segera melepaskan zat kimia untuk menghancurkan
dan mencegah bakteri berkembang biak.
Sel darah putih mengandung +5% eosinofil. Fungsinya adalah memerangi bakteri,
mengatur pelepasan zat kimia saat pertempuran, dan membuang sisa-sisa sel yang
rusak.
Basofil yang menyusun 1% sel darah putih, melepaskan zat untuk mencegah
terjadinya penggumpalan darah di dalam pembuluhnya. 20 s\d 30% kadungan sel
darah putih adalah trombosit. Tugasnya adalah menghasilkan antibody, suatu
protein yang membantu tubuh memerangi penyakit.
Monosit bertugas mengepung bakteri. Kira-kira ada 5 sampai 10% di dalam sel
darah putih.
Tubuh mengatur banyak sel darah putih yang dihasilkan sesuai dengan kebutuhan.
Jika kita kehilangan darah, tubuh akan segera membentuk sel-sel darah untuk
menggantinya. Jika kita mengalami infeksi, maka tubuh akan membentuk lebih
banyak sel darah putih untuk memeranginya.
Pembekuan darah
Proses yang mencegah kehilangan darah dari badan melalui luka disebut
hemostasis dan proses ini terdiri dari tiga stadium yang bekerja bersama-sama,
yaitu :
Spasme vaskuler : penyempitan lumen pembuluh darah yang putus untuk
mengurangi aliran darah yang hilang.
1.Pembentukan sumbat trombosit : untuk menghentikan kebocoran darah.
2.Pembekuan fibrin disekitar sumbat trombosit dan reaksi fibrin: untuk merekat
pembuluh yang putus dan menarik sisi pinggirnya supaya merapat (Watson,
2001)
4
Fungsi darah
Fungsi darah dalam metabolisme tubuh kita antara lain sebagai alat pengangkut
(pengedar), pengatur suhu tubuh dan pertahanan tubuh. Peredaran oksigen pada
tubuh :
1. Oksigen diedarkan ke seluruh tubuh oleh sel darah merah
2. Darah yang di pompa dari bilik kanan jantung menuju paru-paru melepaskan
CO2 dan mengambil O2 dibawa menuju serambi kiri.
3. O2 dari serambi kiri disalurkan ke bilik kiri
4. Dari bilik kiri O2 dibawa keseluruh tubuh oleh sel darah merah untuk
pembakaran (oksidasi)
5. Peredaran darah besar yaitu peredaran darah yang berasal dari jantung
membawa oksigen dan sari makanan ke seluruh tubuh dan kembali ke jantung
membawa karbondioksida.
6. Peredaran darah kecil yaitu peredaran darah dari jantung membawa
karbondioksida menuju paru-paru untuk dilepas dan mengambil oksigen
dibawa ke jantung.
Jadi kesimpulannya, fungsi darah adalah:
Mengedarkan sari-sari makanan keseluruh tubuh
Mengedarkan oksigen dari paru-paru ke seluruh tubuh
Mengangkut karbondioksida ke paru-paru
Mengedarkan hormone
2.1.2 Definisi
DHF atau dikenal dengan istilah demam berdarah adalah penyakit yang disebabkan
oleh Arbovirus ( arthro podborn virus ) dan ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes
(Aedes Albopictus dan Aedes Aegepty).
Dengue Haemoragic Fever (DHF) adalah penyakit demam akut yang disertai
dengan adanya manifestasi perdarahan, yang bertendensi mengakibatkan renjatan yang
dapat menyebabkan kematian (Arief Mansjoer &Suprohaita; 2000; 419).
Dengue Haemoragic Fever (DHF) adalah infeksi akut yang disebabkan oleh
Arbovirus (arthropodborn virus) dan ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes Aegypti
dan Aedes Albopictus. (Ngastiyah, 1995 ; 341).
Dengue Haemoragic Fever (DHF) adalah suatu penyakit infeksi yang disebabkan
oleh virus dengue dengan tipe I – IV dengan infestasi klinis dengan 5 – 7 hari disertai
5
gejala perdarahan dan jika timbul tengatan angka kematiannya cukup tinggi (UPF IKA,
1994 ; 201)
Dengue Haemoragic Fever (DHF) adalah penyakit demam yang berlangsung akut
menyerang baik orang dewasa maupun anak – anak tetapi lebih banyak menimbulkan
korban pada anak – anak berusia di bawah 15 tahun disertai dengan perdarahan dan
dapat menimbulkan syok yang disebabkan virus dengue dan penularan melalui gigitan
nyamuk Aedes. (Soedarto, 1990 ; 36).
Dengue Haemoragic Fever (DHF) adalah penyakit yang terutama terdapat pada
anak dengan gejala utama demam, nyeri otot dan sendi, dan biasanya memburuk pada
dua hari pertama (Soeparman; 1987; 16).
. Dengue haemorhagic fever (DHF) adalah penyakit yang terdapat pada anak dan
orang dewasa dengan gejala utama demam, nyeri otot dan nyeri sendi yang disertai
ruam atau tanpa ruam. DHF sejenis virus yang tergolong arbo virus dan masuk kedalam
tubuh penderita melalui gigitan nyamuk aedes aegepty (betina) (Seoparman , 1990).
Dengue haemorhagic fever (DHF) adalah penyakit yang disebabkan oleh virus
dengue sejenis virus yang tergolong arbovirus dan masuk kedalam tubuh penderita
melalui gigitan nyamuk aedes aegepty (Christantie Efendy,1995 )
DHF adalah demam khusus yang dibawa oleh aedes aegepty dan beberapa nyamuk
lain yang menyebabkan terjadinya demam. Biasanya dengan cepat menyebar secara
efidemik. (Sir,Patrick manson,2001).
Dengue haemorhagic fever (DHF) adalah suatu penyakit akut yang disebabkan oleh
virus yang ditularkan oleh nyamuk aedes aegepty (Seoparman, 1996).
2.1.3 Etiologi
Virus dengue
Virus dengue yang menjadi penyebab penyakit ini termasuk ke dalam Arbovirus
(Arthropodborn virus) group B, tetapi dari empat tipe yaitu virus dengue tipe 1,2,3 dan
4 keempat tipe virus dengue tersebut terdapat di Indonesia dan dapat dibedakan satu
dari yang lainnya secara serologis virus dengue yang termasuk dalam genus flavivirus
ini berdiameter 40 nonometer dapat berkembang biak dengan baik pada berbagai
macam kultur jaringan baik yang berasal dari sel – sel mamalia misalnya sel BHK
(Babby Homster Kidney) maupun sel – sel Arthropoda misalnya sel aedes Albopictus.
(Soedarto, 1990; 36).
6
Vektor
Virus dengue serotipe 1, 2, 3, dan 4 yang ditularkan melalui vektor yaitu nyamuk
aedes aegypti, nyamuk aedes albopictus, aedes polynesiensis dan beberapa spesies lain
merupakan vektor yang kurang berperan.infeksi dengan salah satu serotipe akan
menimbulkan antibodi seumur hidup terhadap serotipe bersangkutan tetapi tidak ada
perlindungan terhadap serotipe jenis yang lainnya (Arief Mansjoer &Suprohaita; 2000;
420).
Nyamuk Aedes Aegypti maupun Aedes Albopictus merupakan vektor penularan
virus dengue dari penderita kepada orang lainnya melalui gigitannya nyamuk Aedes
Aegyeti merupakan vektor penting di daerah perkotaan (Viban) sedangkan di daerah
pedesaan (rural) kedua nyamuk tersebut berperan dalam penularan. Nyamuk Aedes
berkembang biak pada genangan Air bersih yang terdapat bejana – bejana yang terdapat
di dalam rumah (Aedes Aegypti) maupun yang terdapat di luar rumah di lubang –
lubang pohon di dalam potongan bambu, dilipatan daun dan genangan air bersih alami
lainnya ( Aedes Albopictus). Nyamuk betina lebih menyukai menghisap darah
korbannya pada siang hari terutama pada waktu pagi hari dan senja hari. (Soedarto,
1990 ; 37).
Host
Jika seseorang mendapat infeksi dengue untuk pertama kalinya maka ia akan
mendapatkan imunisasi yang spesifik tetapi tidak sempurna, sehingga ia masih mungkin
untuk terinfeksi virus dengue yang sama tipenya maupun virus dengue tipe lainnya.
Dengue Haemoragic Fever (DHF) akan terjadi jika seseorang yang pernah mendapatkan
infeksi virus dengue tipe tertentu mendapatkan infeksi ulangan untuk kedua kalinya atau
lebih dengan pula terjadi pada bayi yang mendapat infeksi virus dengue untuk pertama
kalinya jika ia telah mendapat imunitas terhadap dengue dari ibunya melalui plasenta.
(Soedarto, 1990 ; 38).
2.1.4 Patofisiologi
Virus akan masuk ke dalam tubuh melalui gigitan nyamuk aedes aegypty. Pertama-
tama yang terjadi adalah viremia yang mengakibatkan penderita mengalami demam,
sakit kepala, mual, nyeri otot, pegal-pegal diseluruh tubuh, ruam atau bintik-bintik
merah pada kulit (petekie), hyperemia tenggorokan dan hal lain yang mungkin terjadi
seperti pembesaran kelenjar getah bening, pembesaran hati (Hepatomegali) dan
pembesaran limpa (Splenomegali).
7
Kemudian virus akan bereaksi dengan antibody dan terbentuklah kompleks virus-
antibody. Dalam sirkulasi akan mengaktivasi system komplemen. Akibat aktivasi C3
dan C5 akan dilepas C3a dan C5a, dua peptida yang berdaya untuk melepaskan
histamine dan merupakan mediator kuat sebagai factor meningkatnya permeabilitas
dinding kapiler pembuluh darah yang mengakibatkan terjadinya perembesan plasma ke
ruang ekstra seluler.
Perembesan plasma ke ruang ekstra seluler mengakibatkan berkurangnya volume
plasma, terjadi hipotensi, hemokonsentrasi, dan hipoproteinemia serta efusi dan renjatan
(syok). Hemokonsentrasi (peningkatan hematokrit > 20 %) menunjukkan atau
menggambarkan adanya kebocoran (perembesan) plasma sehingga nilai hematokrit
menjadi penting untuk patokan pemberian cairan intravena.
Terjadinya trobositopenia, menurunnya fungsi trombosit dan menurunnya faktor
koagulasi (protombin dan fibrinogen) merupakan faktor penyebab terjadinya perdarahan
hebat , terutama perdarahan saluran gastrointestinal pada DHF.
Adanya kebocoran plasma ke daerah ekstra vaskuler dibuktikan dengan
ditemukannya cairan yang tertimbun dalam rongga serosa yaitu rongga peritoneum,
pleura, dan pericard yang pada otopsi ternyata melebihi cairan yang diberikan melalui
infus.
Setelah pemberian cairan intravena, peningkatan jumlah trombosit menunjukkan
kebocoran plasma telah teratasi, sehingga pemberian cairan intravena harus dikurangi
kecepatan dan jumlahnya untuk mencegah terjadinya edema paru dan gagal jantung,
sebaliknya jika tidak mendapatkan cairan yang cukup, penderita akan mengalami
kekurangan cairan yang dapat mengakibatkan kondisi yang buruk bahkan bisa
mengalami renjatan.
Jika renjatan atau hipovolemik berlangsung lama akan timbul anoksia jaringan,
metabolik asidosis dan kematian apabila tidak segera diatasi dengan baik. Gangguan
hemostasis pada DHF menyangkut 3 faktor yaitu : perubahan vaskuler, trombositopenia
dan gangguan koagulasi.
Pada otopsi penderita DHF, ditemukan tanda-tanda perdarahan hampir di seluruh
tubuh, seperti di kulit, paru, saluran pencernaan dan jaringan adrenal.
8
2.1.5 Tanda dan Gejala
Tanda dan gejala penyakit DHF adalah :
- Meningkatnya suhu tubuh (Demam tinggi selama 5 – 7 hari
- Mual, muntah, tidak ada nafsu makan, diare, konstipasi.
- Nyeri kepala menyeluruh atau berpusat pada supra orbita, retroorbita
- Perdarahan terutama perdarahan bawah kulit, ptechie, echymosis, hematoma.
- Epistaksis, hematemisis, melena, hematuri.
- Nyeri otot, tulang sendi, abdoment, dan ulu hati.
- Pembengkakan sekitar mata.
- Pembesaran hati, limpa, dan kelenjar getah bening.
- Tanda-tanda renjatan (sianosis, kulit lembab dan dingin, tekanan darah menurun,
gelisah, capillary refill lebih dari dua detik, nadi cepat dan lemah).
9
2.1.6 Klasifikasi
Menurut derajat ringannya penyakit, Dengue Haemoragic Fever (DHF) dibagi menjadi
4 tingkat (UPF IKA, 1994 ; 201) yaitu :
Derajat I
Panas 2 – 7 hari , gejala umumtidak khas, uji tourniquet hasilnya positif
Derajat II
Sama dengan derajat I di tambah dengan gejala – gejala pendarahan spontan seperti
petekia, ekimosa, epimosa, epistaksis, haematemesis, melena, perdarahan gusi telinga
dan sebagainya.
Derajat III
Penderita syok ditandai oleh gejala kegagalan peredaran darah seperti nadi lemah dan
cepat (> 120 / menit) tekanan nadi sempit (< 20 mmHg) tekanan darah menurun (120 /
80 mmHg) sampai tekanan sistolik dibawah 80 mmHg.
Derajat IV
Nadi tidak teraba,tekanan darah tidak terukur (denyut jantung > - 140 mmHg) anggota
gerak teraba dingin, berkeringat dan kulit tampak biru.
10
WHO, 1986 mengklasifikasikan DHF menurut derajat penyakitnya menjadi 4 golongan,
yaitu :
- Derajat I
Demam disertai gejala klinis lain, tanpa perdarahan spontan. Panas 2-7 hari, Uji
tourniquet positif, trombositipenia, dan hemokonsentrasi.
- Derajat II
Sama dengan derajat I, ditambah dengan gejala-gejala perdarahan spontan seperti
petekie, ekimosis, hematemesis, melena, perdarahan gusi.
- Derajat III
Ditandai oleh gejala kegagalan peredaran darah seperti nadi lemah dan cepat
(>120x/mnt ) tekanan nadi sempit ( 120 mmHg ), tekanan darah menurun, (120/80
120/100 120/110 90/70 80/70 80/0 0/0 )
- Derajat IV
Nadi tidak teraba, tekanan darah tidak teatur (denyut jantung 140x/mnt) anggota
gerak teraba dingin, berkeringat dan kulit tampak biru.
2.1.7 Komplikasi
a. DHF mengakibatkan pendarahan pada semua organ tubuh, seperti pendarahan
ginjal, otak, jantung, paru paru, limpa dan hati. Sehingga tubuh kehabisan darah dan
cairan serta menyebabkan kematian.
b. Ensepalopati.
c. Gangguan kesadaran yang disertai kejang.
d. Disorientasi, prognosa buruk.
11
2.1.8 Pemeriksaan Penunjang
Untuk mendiagnosis Dengue Haemoragic Fever (DHF) dapat dilakukan pemeriksaan
dan didapatkan gejala seperti yang telah dijelaskan sebelumnya juga dapat ditegakan
dengan pemeriksaan laboratorium yakni :
- Trombositopenia (< 100.000 / mm3) , Hb dan PCV meningkat (> 20%) leukopenia
(mungkin normal atau leukositosis), isolasi virus, serologis (UPF IKA, 1994).
- Pemeriksaan serologik yaitu titer CF (complement fixation) dan anti bodi HI
(Haemaglutination ingibition) (Who, 1998 ; 69), yang hasilnya adalah
Pada infeksi pertama dalam fase akut titer antibodi HI adalah kurang dari 1/20 dan
akan meningkat sampai < 1/1280 pada stadium rekovalensensi pada infeksi kedua
atau selanjutnya, titer antibodi HI dalam fase akut > 1/20 dan akan meningkat
dalam stadium rekovalensi sampai lebih dari pada 1/2560.
Apabila titer HI pada fase akut > 1/1280 maka kadang titernya dalam stadium
rekonvalensi tidak naik lagi. (UPF IKA, 1994 ; 202)
- Pada renjatan yang berat maka diperiksa : Hb, PCV berulangkali (setiap jam atau 4-6
jam apabila sudah menunjukan tanda perbaikan) faal haemostasis x-foto dada,
elektro kardio gram, kreatinin serum.
- Laboratorium:
Trombositopenia (< 100.000/ uL) dan terjadi hemokonsentrasi lebih dari 20%.
12
2.1.9 Penatalaksaan DHF Pada Anak
Pada dasarnya pengobatan pasien Dengue Haemoragic Fever (DHF) bersifat simtomatis
dan suportif (Ngastiyah, 12995 ; 344)
Dengue Haemoragic Fever (DHF) ringan tidak perlu dirawat, Dengue Haemoragic
Fever (DHF) sedang kadang – kadang tidak memerlukan perawatan, apabila orang tua
dapat diikutsertakan dalam pengawasan penderita di rumah dengan kewaspadaan
terjadinya syok yaitu perburukan gejala klinik pada hari 3-7 sakit ( Purnawan dkk,
1995 ; 571)
Indikasi rawat tinggal pada dugaan infeksi virus dengue (UPF IKA, 1994 ; 203) yaitu:
- Panas 1-2 hari disertai dehidrasi (karena panas, muntah, masukan kurang) atau
kejang–kejang.
- Panas 3-5 hari disertai nyeri perut, pembesaran hati uji torniquet positif/negatif,
kesan sakit keras (tidak mau bermain), Hb dan Ht/PCV meningkat.
- Panas disertai perdarahan- perdarahan.
- Panas disertai renjatan.
13
Sedangkan penatalaksanaan Dengue Haemoragic Fever (DHF) menurut UPF IKA, 1994
; 203 – 206 adalah:
Hiperpireksia (suhu 400C atau lebih) diatasi dengan antipiretika dan “surface cooling”.
Antipiretik yang dapat diberikan ialah golongan asetaminofen,asetosal tidak boleh
diberikan
Umur 6 – 12 bulan : 60 mg / kali, 4 kali sehari
Umur 1 – 5 tahun : 50 – 100 mg, 4 sehari
Umur 5 – 10 tahun : 100 – 200 mg, 4 kali sehari
Umur 10 tahun keatas : 250 mg, 4 kali sehari.
a. Oral ad libitum atau
b.1 Infus cairan ringer laktat dengan dosis 75 ml / kg BB / hari untuk anak dengan BB
< 10 kg atau 50 ml / kg BB / hari untuk anak dengan BB < 10 10 kg bersama –
sama di berikan minuman oralit, air bauh susu secukupnya
b.2 Untuk kasus yang menunjukan gejala dehidrasi disarankan minum sebanyak –
banyaknya dan sesering mungkin.
b.3 Apabila anak tidak suka minum sama sekali sebaiknya jumlah cairan infus yang
harus diberikan sesuai dengan kebutuhan cairan penderita dalam kurun waktu 24
jam yang diestimasikan sebagai berikut :
100 ml/Kg BB/24 jam, untuk anak dengan BB < 25 Kg
75 ml/KgBB/24 jam, untuk anak dengan BB 26-30 kg
60 ml/KgBB/24 jam, untuk anak dengan BB 31-40 kg
50 ml/KgBB/24 jam, untuk anak dengan BB 41-50 kg
Obat-obatan lain :
- antibiotika apabila ada infeksi sekunder lain
- antipiretik untuk anti panas
- darah 15 cc/kgBB/hari perdarahan hebat.
14
Dengan renjatan:
2. Alur Tatalaksana Pemberian Cairan DHF Derajat III
Sedangkan penatalaksanaan Dengue Haemoragic Fever (DHF) menurut UPF IKA, 1994
; 203 – 206 adalah.
a. Berikan infus Ringer Laktat 20 mL/KgBB/1 jam
Apabila menunjukkan perbaikan (tensi terukur lebih dari 80 mmHg dan nadi teraba
dengan frekuensi kurang dari 120/mnt dan akral hangat) lanjutkan dengan Ringer
Laktat 10 mL/KgBB/1jam. Jika nadi dan tensi stabil lanjutkan infus tersebut dengan
jumlah cairan dihitung berdasarkan kebutuhan cairan dalam kurun waktu 24 jam
dikurangi cairan yang sudah masuk dibagi dengan sisa waktu ( 24 jam dikurangi
waktu yang dipakai untuk mengatasi renjatan ). Perhitungan kebutuhan cairan dalam
24 jm diperhitungkan sebagai berikut :
100 mL/Kg BB/24 jam untuk anak dengan BB < 25 Kg
75 mL/Kg BB/24 jam untuk anak dng berat badan 26-30 Kg.
60 mL/Kg BB/24 jam untuk anak dengan BB 31-40 Kg.
15
50 mL/Kg BB/24 jam untuk anak dengan BB 41-50 Kg.
b. Apabila satu jam setelah pemakaian cairan RL 20 mL/Kg BB/1 jam keadaan tensi
masih terukur kurang dari 80 mmHg dan nadi cepat lemah, akral dingin maka
penderita tersebut memperoleh plasma atau plasma ekspander (dextran L atau yang
lainnya) sebanyak 10 mL/ Kg BB/ 1 jam dan dapat diulang maksimal 30 mL/Kg BB
dalam kurun waktu 24 jam. Jika keadaan umum membai dilanjutkan cairan RL
sebanyk kebutuhan cairan selama 24 jam dikurangi cairan yang sudah masuk dibagi
sisa waktu setelah dapat mengatasi renjatan.
Perhitungan kebutuhan cairan seperti yang tertera pada 2.a.
c. Apabila satu jam setelah pemberian cairan Ringer Laktat 10 ml/Kg BB/ 1 jam
keadaan tensi menurun lagi, tetapi masih terukur kurang 80 mmHg dan nadi cepat
lemah, akral dingin maka penderita tersebut harus memperoleh plasma atau plasma
ekspander (dextran L atau lainnya) sebanyak 10 ml/Kg BB/ 1 jam. Dan dapat diulang
maksimal 30 mg/Kg BB dalam kurun waktu 24 jam. Jika keadaan umum membaik
dilanjutkan dengan cairan RL dengan perhitungan sebagai berikut : kebutuhan cairan
selama 24 jam dikurangi cairan yang sudah masuk dibagi sisa waktu setelah dapat
mengatasi renjatan.
Perhitungan kebutuhan cairan seperti yang tertera pada 2.a.
16
Sedangkan penatalaksanaan Dengue Haemoragic Fever (DHF) menurut UPF IKA,
1994 ; 203 – 206 adalah.
a. Berikan cairan RL sebanyak 30 ml/Kg BB/1 jam, bila keadaan baik (T > 80
mmHg dan nadi < 120 x/menit, akral hangat lanjutkan dengan RL sebanyak 10
ml/Kg BB/1 jam. Jika keadaan umum tidak stabil infus RL dilanjutkan sampai
perhitungan sebagai berikut :
Kebutuhan cairan selama 24 jam dikurangi cairan yang sudah masuk dibagi sisa
waktu setelah dapat mengatasi renjatan.
Perhitungan kebutuhan cairan seperti yang tertera pada 2.a.
b. Apabila setelah pemberian Rl 30 ml/Kg BB/ 1 jam keadaan umum masih buruk.
Tensi tak terukur dan nadi tak teraba maka klien harus dipasang infus 2 tempat
dengan maksud satu tempat untuk RL 10ml/Kg BB/1 jam dan tempat lain untuk
pemberian plasma atau plasma ekspander (dextran L atau lainnya) sebanyak 20
ml/Kg BB/1 jam selama 1 jam. Jika keadaan umum membaik lanjutkan pemberian
RL dengan perhitungan sebagai berikut :
Kebutuhan cairan selama 24 jam dikurangi cairan yang sudah masuk dibagi sisa
waktu setelah dapat mengatasi renjatan.
Perhitungan kebutuhan cairan seperti yang tertera pada 2.a.
c. Apabila setelah pemberian Rl 30 ml/Kg BB/ 1 jam keadaan umum masih buruk.
Tensi tak terukur secara palpasi dan nadi teraba cepat lemah, akral dingin maka
klien ini sebaiknya diberikan plasma atau plasma ekspander (dextran L atau
lainnya) sebanyak 20 ml/Kg BB/1 jam. Jika keadaan umum membaik lanjutkan
pemberian RL dengan perhitungan sebagai berikut :
Kebutuhan cairan selama 24 jam dikurangi cairan yang sudah masuk dibagi sisa
waktu setelah dapat mengatasi renjatan.
Perhitungan kebutuhan cairan seperti yang tertera pada 2.a.
d. Apabila setelah pemberian Rl 30 ml/Kg BB/ 1 jam keadaan umum membaik tetapi
tensi terukur kurang dari 80 mmHg dan nadi > 120 x/menit akral hangat atau akral
dingin maka klien ini sebaiknya diberikan plasma atau plasma ekspander (dextran
L atau lainnya) sebanyak 10 ml/Kg BB/1 jam dan dapat diulangi maksimal sampai
30 ml/Kg BB/24 jam. Jika keadaan umum membaik lanjutkan pemberian RL
dengan perhitungan sebagai berikut :
Kebutuhan cairan selama 24 jam dikurangi cairan yang sudah masuk dibagi sisa
waktu setelah dapat mengatasi renjatan.
17
Perhitungan kebutuhan cairan seperti yang tertera pada 2.a.
e. Jika tata laksana grade IV setelah 2 jam sesudah plasma atau plasma ekspander
(dextran L atau lainnya) sebanyak 20 ml/Kg BB/1 jam dan RL 10 ml/Kg BB/1
jam tidak menunjukkan perbaikan T = 0, N = 0 maka klien ini perlu
dikonsultasikan ke bagian anestesi untuk dievaluasi kebenaran cairan yang
dibutuhkan apabila sudah sesuai dengan yang masuk. Dalam hal ini perlu monitor
dengan pemasangan CVP, gunakan obat Dopamin, Kortikosteroid dan perbaiki
kelainan yang lain.
f. Jika tata laksana grade IV setelah 2 jam sesudah plasma atau plasma ekspander
(dextran L atau lainnya) sebanyak 20 ml/Kg BB/1 jam dan RL 30 ml/Kg BB/1
jam belum menunjukkan perbaikan yang optimal (T < 80, N > 120 x/menit), maka
klien ini perlu diberikan lagi plasma atau plasma ekspander (dextran L atau
lainnya) sebanyak 10 ml/Kg BB/1 jam. Jika reaksi perbaikan tidak tampak, maka
klien ini perlu dikonsultasikan ke bagian anestesi.
g. Jika tata laksana grade IV sesudah memperoleh plasma atau plasma ekspander
(dextran L atau lainnya) sebanyak 10 ml/Kg BB/1 jam dan RL 30 ml/Kg BB/1
jam belum menunjukkan perbaikan yang optimal (T > 80, N < 120 x/menit), akral
dingin maka klien ini perlu diberikan lagi plasma atau plasma ekspander (dextran
L atau lainnya) sebanyak 10 ml/Kg BB/1 jam dan dapat diulangi maksimal sampai
30 ml/Kg BB/24 jam. Jika reaksi perbaikan tidak tampak, maka klien ini perlu
dikonsultasikan ke bagian anestesi.
Untuk kasus – kasus yang sudah memperoleh cairan 60 mg/Kg BB/2 jam pikirkan
bahaya overload dan kemampuan kontraksi yang kurang. Dalam hal ini klien
perlu diberikan Lasix 1 mg/Kg BB/kali dan Dopamin.
22
TAHAP TUMBUH KEMBANG ANAK USIA SEKOLAH : 6 – 12 TAHUN
Tahap pertumbuhan
Berat badan pada usia sekolah sebagai pedomannya adalah :
Umur (tahun) x 7 - 5
23
PEMERIKSAAN FISIK / PENGKAJIAN PERSISTEM
1. Sistem Pernapasan / Respirasi
Sesak, perdarahan melalui hidung (epistaksis), pernapasan dangkal, tachypnea,
pergerakan dada simetris, perkusi sonor, pada auskultasi terdengar ronchi, effusi
pleura (crackless).
2. Sistem Cardiovaskuler
Pada grade I dapat terjadi hemokonsentrasi, uji tourniquet positif, trombositipeni.
Pada grade III dapat terjadi kegagalan sirkulasi, nadi cepat (tachycardia), penurunan
tekanan darah (hipotensi), cyanosis sekitar mulut, hidung dan jari-jari.
Pada grade IV nadi tidak teraba dan tekanan darah tak dapat diukur.
3. Sistem Persyarafan / neurologi
Nyeri pada bagian kepala, bola mata dan persendian. Pada grade III pasien gelisah
dan terjadi penurunan kesadaran serta pada grade IV dapat terjadi DSS
4. Sistem perkemihan
Produksi urine menurun, kadang kurang dari 30 cc/jam, akan mengungkapkan nyeri
sat kencing, kencing berwarna merah.
5. Sistem Pencernaan / Gastrointestinal
Perdarahan pada gusi, Selaput mukosa kering, kesulitan menelan, nyeri tekan pada
epigastrik, pembesarn limpa, pembesaran pada hati (hepatomegali) disertai dengan
nyeri tekan tanpa diserta dengan ikterus, abdomen teregang, penurunan nafsu
makan, mual, muntah, nyeri saat menelan, dapat muntah darah (hematemesis),
berak darah (melena).
6. Sistem integumen
Terjadi peningkatan suhu tubuh (Demam), kulit kering, ruam makulopapular, pada
grade I terdapat positif pada uji tourniquet, terjadi bintik merah seluruh tubuh/
perdarahan dibawah kulit (petikie), pada grade III dapat terjadi perdarahan spontan
pada kulit.
DP. 4 Resiko gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan intake nutrisi yang tidak adekuat akibat mual dan nafsu makan
yang menurun.
Tujuan : Tidak terjadi gangguan kebutuhan nutrisi
Kriteria : Tidak ada tanda-tanda malnutrisi
Menunjukkan berat badan yang seimbang.
Intervensi :
a. Kaji riwayat nutrisi, termasuk makanan yang disukai
Rasional : Mengidentifikasi defisiensi, menduga kemungkinan intervensi
b. Observasi dan catat masukan makanan pasien
Rasional : Mengawasi masukan kalori/kualitas kekurangan konsumsi makanan
c. Timbang BB tiap hari (bila memungkinkan )
Rasional : Mengawasi penurunan BB / mengawasi efektifitas intervensi.
d. Berikan makanan sedikit namun sering dan atau makan diantara waktu makan
Rasional : Makanan sedikit dapat menurunkan kelemahan dan meningkatkan
masukan juga mencegah distensi gaster.
e. Berikan dan Bantu oral hygiene.
Rasional : Meningkatkan nafsu makan dan masukan peroral
f. Hindari makanan yang merangsang dan mengandung gas.
Rasional : Menurunkan distensi dan iritasi gaster.
2.2.4 IMPLEMENTASI
Pelaksanaan adalah inisiatif dari rencana tindakan untuk mencapai tujuan yang
spesifik. Tahap pelaksanaan dimulai setelah rencana tindakan disusun dan ditujukan
kepada perawat untuk membantu klien mencapai tujuan yang diharapkan. Adapun
tujuan dari pelaksanaan adalah membantu klien untuk mencapai tujuan yang telah
ditetapkan, meliputi peningkatan kesehatan atau penceglahan penyakit, pemulihan
kesehatan dari fasilitas yang dimiliki.
2.2.5 EVALUASI
Evaluasi merupakan langkah terakhir proses keperawatan untuk melengkapi proses
keperawatan, rencana tindakan dan pelaksanaan telah berhasil dicapai, melalui
28
evaluasi memungkinkan perawat untukk memonitor kealpaan yang terjadi selama
tahap pengkajian, analisa perncanaan dan pelaksanaan tindakan. Meskipun tahap
evaluasi diletakkan pada akhir proses keperawatan, tetapi evaluasi merupakan bagian
integral pada setiap tahap proses keperawatan. Diagnosa juga perlu dievaluasi untuk
menetukan apakah realistis dapat dicapai dan efektif.
29
BAB III
TINJAUAN KASUS
A. PENGKAJIAN
1. Identitas
Nama : An. E.C
Umur : 9 thn
Alamat : Tambak Asri 23/27 Surabaya
Agama : Kristen
2. Keluhan Utama :
Sakit kepala, panas dan tidak nafsu makan.
3. Riwayat penyakit sekarang :
Senin pagi panas, dibawa ke puskesmas dapat paracetamol. Panas turun. Rabu malam anak
tiba-tiba muntah-muntah air, makan tidak mau, minum masih mau. Kamis jam 03 pagi
keluar darah dari hiding pada waktu bersin, keluhan pusing, mencret air, dibawa ke IRD.
4. Riwayat penyakit dahulu
Sebelumnya klien tidak penah dirawat karena penyakit apapun.
5. Riwayat penyakit keluarga
30
Menurut keluarga ( Ibu ) tidak ada keluarga yang dalam waktu dekat ini menderita sakit
DBD.
7. Riwayat kehamilan
Anak lahir pada usia kehamilan 7 bulan, dengan berat badan lahir 4 kg, ibu tidak tahu
mengapa kehamilannya hanya 7 bulan. Lahir spontan dan selama 1 tahun anak mendapat
imunisasi lengkap dan minum PASI Lactona s/d 2 tahun.
8. Pengkajian Persistem
a. Sistem Gastrointestinal
Nafsu makan menurun, anak hanya mau makan 3 sendok makan, minum tidak suka,
harus dipaksakan baru mau minum. Mual tidak ada, muntah tidak terjadi. Terdapat
nyeri tekan daerah hepar dan asites positif, bising usus 8x/mnt.
b. Sistem muskuloskeletal :
Tidak terdapat kontraktur sendi, tidak ada deformitas, keempat ekstremitas simetris,
kekuatan otot baik.
c. Sistem Genitourinary
BAK lancar, spontan, warna kuning agak pekat ditampung oleh ibu untuk diukur, BAB
dari malam belum ada.
d. Sistem Respirasi.
Pergerakan napas simetris, tidak terdapt pernapasan cuping hidung, pd saat pengkajian
tanda-tanda epistaksis sudah tidak ada, Frekuensi napas 25x/menit. Bunyi nafas
tambahan tidak terdengar.
e. Sistem Cardiovaskuler
TD : 100/60, nadi 98x/mnt, akral dingin, tidak terdapat tanda-tanda cyanosis, cap.
Refill < 3 detik, tidak terjadi perdarahan spontan, tanda-tanda petikhie spontan tidak
terlihat, hanya tanda pethike bekas rumple leed.
31
f. Sistem Neurosensori
Tidak ada kelainan
g. Sistem Endokrin
Tidak ada kelainan
h. Sistem Integumen.
S : 376 turgor baik, tidak ada luka, pethikae bekas rumple leed, tidak terdapat
perdarahan spontan pada kulit.
9. Pemeriksaan Penunjang
Hb : 11.8
Leko : 5,5
Trombo : 133
PCV : 0,30
10. Terapi
Infus D ½ saline 1600 cc/24 jam
Minum manis
Vit B compleks / C 3 x 1
Diet TKTP 1600 Kkal + 50 gr Protein.
Nasi 3 x sehari
Susu : 3 x 200 cc
B. ANALISA DATA
No Data Etiologi Masalah
1 S : Klien mengatakan badanya Proses infeksi virus dengue Peningkatan suhu
terasa panas, pusing tubuh
O : Akral dingin Viremia
Panas hari ke 2 panjang.
Thermoregulasi
TTV : S : 376, Nadi 98x/mnt,
TD : 100/60, RR 25x/mnt.
pekat
Panas hari ke 2 panjang
Trombosit ; 133.000
TD : 100/60, N ; 98x/mnt.
Nafsu makan menurun
3. S : Klien menyatakan tidak mau Nutrisi
Intake nutrisi tidak adekuat
makan, tetapi tidak mual.
O : KU lemah
Nutrisi kurang dari kebutuhan
Makan pagi hanya mau 3 sendok
tubuh
C. DIAGNOSA KEPERAWATAN :
1. Peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan proses infeksi virus dengue.
2. Resiko defisit volume cairan berhubungan dengan pindahnya cairan intravaskuler ke
ekstravaskuler
3. Resiko gangguan nutrisi kurang berhubungan dengan nafsu makan yang menurun.
D. PERENCANAAN
1. Peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan proses infeksi virus dengue
Tujuan : Suhu tubuh kembali normal
Kriteria : TTV khususnya suhu dalam batas normal ( 365 – 375 )
Membran mukosa basah.
Rencana Intervensi ;
1. Observasi TTV setiap 1 jam
Rasional : Menentukan intervensi lanjutan bila terjadi perubahan
2. Berikan kompres air biasa / kran
Rasional : Kompres akan memberikan pengeluaran panas secara induksi.
3. Anjurkan klien untuk banyak minum 1500 – 2000 ml
Rasional : Mengganti cairan tubuh yang keluar karena panas dan memacu pengeluaran
urine guna pembuangan panas lewt urine.
4. Anjurkan untuk memakai pakaian yang tipis dan menyengat keringat.
33
Rasional : Memberikan rasa nyaman dan memperbesar penguapan panas
5. Observasi intake dan out put
Rasional : Deteksi terjadinya kekurangan volume cairan tubuh.
6. Kolaborasi untuk pemberian antipiretik
Rasional : Antipireik berguna bagi penurunan panas.
3. Resiko gangguan nutrisi kurang berhubungan dengan nafsu makan yang menurun.
Tujuan : Nutrisi terpenuhi
Kriteria : Nafsu makan meningkat
Porsi makan dihabiskan
Rencana Intervensi :
1. Kaji keluhan mual, muntah atau penurunan nafsu makan
Rasional : Menentukan intervensi selanjutnya.
2. Berikan makanan yang mudah ditelan mudah cerna
Rasional : Mengurangi kelelahan klien dan mencegah perdarahan gastrointestinal.
34
3. Berikan makanan porsi kecil tapi sering.
Rasional : Menghindari mual dan muntah
4. Hindari makanan yang merangsang : pedas, asam.
Rasional : Mencegah terjadinya distensi pada lambung yang dapat menstimulasi
muntah.
5. Beri makanan kesukaan klien
Rasional : Memungkinkan pemasukan yang lebih banyak
6. Kolaborasi pemberian cairan parenteral
Rasional : Nutrisi parenteral sangat diperlukan jika intake peroral sangat kurang.
35
Daftar Pustaka
Carpenito, Lynda Juall. (1999). Rencana Asuhan & Dokumentasi Keperawatan. Edisi 2.
Carpenito, Lynda Juall. (2000.). Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Edisi 8. (terjemahan).
Junadi, Purnawan. (1982). Kapita Selekta Kedokteran, Jakarta: Media Aesculapius Fakultas
Long, Barbara C. (1996). Perawatan Medikal Bedah. Volume I. (terjemahan). Yayasan Ikatan
Mansjoer, Arif & Suprohaita. (2000). Kapita Slekta Kedokteran Jilid II. Fakultas Kedokteran UI :
Ngastiyah (1997). Perawatan Anak Sakit. Penerbit buku Kedokteran EGC. Jakarta.
Soeparman. (1987). Ilmu Penyakit Dalam Jilid I Edisi kedua. Penerbit FKUI. Jakarta.
Soetjiningsih. (1995). Tumbuh Kembang Anak. Penerbit buku Kedokteran EGC, Jakarta.
Suharso Darto (1994). Pedoman Diagnosis dan Terapi. F.K. Universitas Airlangga. Surabaya.
(1994). Pedoman Diagnosis Dan Terapi Ilmu Kesehatan Anak. Fakultas Kedokteran
36