TINJAUAN TEORITIS
A. Konsep Dasar
1. Pengertian
Diabetes Mellitus adalah suatu kumpulan gejala yang timbul pada
seseorang yang disebabkan oleh karena adanya peningkatan kadar gula (glukosa)
darah akibat kekurangan insulin baik absolut maupun relatif (Arjatmo, 2002).
Diabetes mellitus merupakan sekelompok kelainan heterogen yang ditandai oleh
kenaikan kadar glukosa dalam darah atau hiperglikemia. (Brunner dan Suddarth,
2002).
2. Klasifikasi
Klasifikasi diabetes mellitus sebagai berikut :
3. Etiologi
a. Diabetes tipe I :
Faktor genetik
Penderita diabetes tidak mewarisi diabetes tipe I itu sendiri; tetapi mewarisi
suatu predisposisi atau kecenderungan genetik ke arah terjadinya DM tipe I.
Kecenderungan genetik ini ditemukan pada individu yang memiliki tipe
antigen HLA.
Faktor-faktor imunologi
Adanya respons otoimun yang merupakan respons abnormal dimana antibodi
terarah pada jaringan normal tubuh dengan cara bereaksi terhadap jaringan
tersebut yang dianggapnya seolah-olah sebagai jaringan asing. Yaitu
otoantibodi terhadap sel-sel pulau Langerhans dan insulin endogen.
Faktor lingkungan
Virus atau toksin tertentu dapat memicu proses otoimun yang menimbulkan
destruksi selbeta.
b. Diabetes Tipe II
Mekanisme yang tepat yang menyebabkan resistensi insulin dan gangguan
sekresi insulin pada diabetes tipe II masih belum diketahui. Faktor genetik
memegang peranan dalam proses terjadinya resistensi insulin.
Faktor-faktor resiko :
Usia (resistensi insulin cenderung meningkat pada usia di atas 65 th)
Obesitas
Riwayat keluarga
4. Patofisiologis
Patofisiologi diabetes melitus pada usia lanjut belum dapat diterangkan
seluruhnya, namun didasarkan atas faktor-faktor yang muncul oleh perubahan
proses menuanya sendiri. Faktor-faktor tersebut antara lain perubahan komposisi
tubuh, menurunnya aktifitas fisik, perubahan life style, faktor perubahan
neurohormonal khusunya penurunan kadar DHES dan IGF-1 plasma, serta
meningkatnya stres oksidatif. Pada usia lanjut diduga terjadi age related
metabolic adaptation, oleh karena itu munculnya diabetes pada usia lanjut
kemungkinan karena aged related insulin resistance atau aged related insulin
inefficiency sebagai hasil dari preserved insulin action despite age.
Berbagai faktor yang mengganggu homeostasis glukosa antara lain faktor
genetik, lingkungan dan nutrisi. Berdasarkan pada faktor-faktor yang
mempengaruhi proses menua, yaitu faktor intrinsik yang terdiri atas faktor
genetikdan biologik serta faktor ekstrinsik seperti faktor gaya hidup, lingkungan,
kultur dan sosial ekonomi, maka timbulnya DM pada lanjut usia bersifat
muktifaktorial yang dapat mempengaruhi baik sekresi insulin maupun aksi insulin
pada jaringan sasaran.
Faktor resiko diabetes melitus akibat proses menua:
Penurunan aktifitas fisik
Peningkatan lemak
Efek penuaan pada kerja insulin
Obat-obatan
Genetik
Penyakit lain yang ada
Efek penuaan pada sel
Plasma vena :
o <100>
o 100 - 200 = belum pasti DM
o >200 = DM
Darah kapiler :
o <80>
o 80 - 100 = belum pasti DM
o > 200 = DM
Plasma vena :
o <110>
o 110 - 120 = belum pasti DM
o > 120 = DM
Darah kapiler :
o <90>
o 90 - 110 = belum pasti DM
o > 110 = DM
7. Penatalaksanaan
Pengelolaan DM pada lanjut usia
Langkah I: Menentukan tujuan pelaksanaan, yaitu:
a. Mempertahankan kesehatan badan dan kualitas hidup
b. Meniadakan hiperglikemi dan gejalanya
c. Mengkaji dan menerapi penyakit komorbid seperti hipertensi, penyakit
kardiovaskuler, Alhzeimer, dan lain-lain
d. Meniadakan efek samping obat terutama hipoglikemi
e. Membuat berat badan menjadi ideal
f. Mencegah kalau mungkin dan menerapi komplikasi
g. Mengenali disabilitas dan mengurangi hendaya sosial yang terjadi
2) Olahraga
Disesuaikan dengan kapasitas fungsionalnya. Bila masih bisa berjalan
disuruh berjalan, bila hanya bisa duduk olahraga dengan duduk. Apabila tidak
dapat, bisa dilakukan dengan gerakan atau latihan pasif di tempat tidur. Prinsip
terapi olahraga adalah dengan memperbaiki aktifitas fisik, menurunkan kadar gula
darah, mencegah terjadinya imobilitas yang mempercepat munculnya kompliasi
makrovaskuler diabetes.
Apabila dengan terapi tanpa obat di atas gula darah atau HbA1c belum
turun atau terkendali, sesuai dengan target makan diberikan terapi dengan obat
antihiperglikemik.
3) Obat
Terutama obat untuk menurunkan gula darah harus dipilih yang bekerja
pendek, mempertimbangkan kapasitas ginjal, hepar dan saluran cerna agar
tidak terjadi efek samping. Patut juga diperhatikan status sosial ekonomi
penderita dalam memilih obat mengingat obat ini biasanya dipakai dalam
jangka waktu lama bahkan dapat seumur hidup. Obat yang dipilih apakah obat
anti diabetik oral atau insulin disesuaikan dengan klisifikasi DMnya dan
keadaan klinisnya seperti penyakit komorbid atau BMI nya.
Untuk penderita diabetes lansia gemuk, obat hiperglikemik oral yang
dipilih adalah inhibitor alfa Glukosidase (acarbose), biguanide atau
thiazolidinedione, karena obat-obat ini selain menurunkan kadar gula darah
juga dapat menuurnkan berat badan, tetapi bila terdapat ganguan fungsi hati
atau ginjal baik biguanide atau thiazolodinedione tidak boleh dipakai.
Sebaliknya penderita yang kurus sebaiknya dipilih terapi dengan insulin karena
dapat menungkatkan berat badan. Sulfoniuria dan non sulfoniuria insulin
secretagoue (repaglinide/nateglinide) lebih tepat dipilih untuk penderita dengan
berat badan normal.
Indikasi penggunaan insulin pada penderita diabetes antara lain: DM tipe
1, DM tipe 2 yang tidak bisa dikontol dengan obat oral, DM tipe 2 dengan
penyakit akut berulang dan berhubungan dengan hiperglikemi, DM tipe 2
dengan penyakit komorbid yang merupakan kontraindikasi OHO, DM tipe 2
dengan operasi yang lama (pre/pascaoperatif), DM tipe 2 dengan
malnutrisi/kurus dan malaise berat, koma diabetik (ketoasidosis diabetik,
hiperosmolar nonketotik dan asidosis laktat) dan perempuan hamil.1,4,5
Penatalaksanaan DM pada lanjut usia tidak akan berhasil bila tidak
melakukan langkah beriuktnya setelah diet, olahraga dan obat, yaitu melakukan
edukasi, evaluasi dan rehabilitasi pada penderita.
Edukasi: memberikan penjelasan mengania DM dan komplikasi yang akan
terjadi sampai kepada apa yang mesti dilakukan dan apa yang tidak boleh
dilakukan oleh penderita dan keluarganya. Pada edukasi perlu dibuat komitmen
antara dokter, penderita dan keluarganya mengenai tujuan akhir terapi yang
diberikan, bukan hanya sekedar mengontrol gula darah tetapi juga mencegah
komplikasi dengan mengeliminir semua faktor resiko atherosclerosis yang
dimiliki oleh penderita dan sekaligus menerapi komorbid yang ada.
Evaluasi: evaluasi harus dilakukan secara berkesinambungan terutama
untuk: evaluasi status fungsional penderita, harapan hidup, support social dan
financial serta hasrat/ kemauan lansia itu sendiri untuk berobat. Bila tidak
memperhatikan hal-hal tersebut biasanya akan terjadi kegagalan terapi atau
kebosanan penderita diabetes untuk terus berobat.
Rehabilitasi: sangat penting dilakukan dengan program individual untuk tiap
penderita, tergantung kepada kapasitas fungsional penderita, komplikasi DM
dan penyakit komorbid yang diderita. Pada prinsipnya rehabilitasi harus
dilakukan secepatnya tidak perlu menunggu kondisi pasien stabil, tetapi harus
sesuai dengan keadaan penderita saat itu.
8. Komplikasi DM pada lanjut usia
Berbagai komplikasi akibat DM sering diklasifikasikan secara berbeda, antara
lain penggolongan antara komplikasi akut (ketoasidosis, koma hiperosmolar non
ketotk) dan kronik (retinopati diabetika, neuropati diabetika, nefropati diabetika
dan penyakit kardiovaskuler), klasifikasi berdasarkan komplikasi spesifik dari
diabetesnya (nephropati, retinopati dan neuropati) dan komplikasi makrovaskuler
(penyakit jantung koroner, penyakit serebrovaskuler dan penyakit perifer) yang
mungkin terjadi pada penderita non diabetik aan tetapi tampil lebih dini dan lebih
berat pada penderita diabet.
9. Prognosis DM pada lanjut usia
Kesehatan penderita usia 75 tahun mempunyai harapan hidup sekitar 10
tahun, oleh karen aitu harus diterapi secara agresif seperti pada penderita usia
muda untuk menurunkan resiko komplikasi. Bagaimanapun juga harapan hidup
penderita lebih pendek, tujuan terapi adalah untuk mengurangi gejala, mencegah
komplikasi akut, yang mana terutama terjadi pada penderita lanjut usia.
Pada pasien ini, dari anamnesis yang mengarah ke gejala kencing manis
hanya didapatkan keluhan poliuri (buang air kecil banyak). Dari pemeriksaan fisik
tidak didapatkan pemeriksaan yang mengarah pada gejala diabetes melitus, hanya
didapatkan tanda komplikasi diabetes, yaitu infeksi saluran nafas (ronkhi basah
halus) dan adanya infeksi saluran kemih (nyeri kostovertebra).
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian
B. Masalah Keperawatan
C. Intervensi
Luecknote, Annette Geisler, Pengkajian Gerontologi alih bahasa Aniek Maryunani, Jakarta:EGC,
1997.
Carpenito, Lynda Juall, Buku Saku Diagnosa Keperawatan edisi 6 alih bahasa YasminAsih,
Jakarta : EGC, 1997.
Smeltzer, Suzanne C, Brenda G bare, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner &
Suddarth Edisi 8 Vol 2 alih bahasa H. Y. Kuncara, Andry Hartono, Monica Ester, Yasmin asih,
Jakarta : EGC, 2002.
Ikram, Ainal, Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam : Diabetes Mellitus Pada Usia Lanjut jilid I Edisi
ketiga, Jakarta : FKUI, 1996.