(MMSE)
Disusun Oleh :
Kelompok 2
ELA HAYATI NPM 4121147
GALIH KATRESNA NPM 4121146
HILMA HERLIANA NPM 4121157
LEVIANA ISLAMI H. NPM 4121175
MEGA MULYA WATI NPM 4121150
RETNO AYU LESTARI NPM 4121156
RUDI WARDI SUMANTRI NPM 4121144
FAKULTAS KEPERAWATAN
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS
INSTITUT KESEHATAN RAJAWALI
BANDUNG
2022
ABSTRAK
Puji dan syukur penyusun panjatkan kepada kehadirat Tuhan Yang Maha
Esa yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga penyusun dapat
menyelesaikan Tugas Telaah Jurnal dengan Topik Pengkajian Kognitif Fungsi
Mental : Mini Mental Status Exam (MMSE) ini dengan tepat waktu dan tanpa
halangan yang berarti. Penyusunan Tugas ini tidak terlepas dari bantuan berbagai
pihak. Oleh karena itu, penyusun mengucapkan terima kasih kepada seluruh pihak
yang membantu dalam menyelesaikan Tugas ini.
Pembuatan Tugas ini disusun untuk memenuhi tugas Pra Profesi Ners pada
Stase Keperawatan Gerontik serta sebagai bahan tambahan pengetahuan dan
wawasan bagi penyusun dan para pembaca khususnya. Semoga hasil telaah jurnal
ini dapat memberikan manfaat kepada semua pihak yaitu bagi penyusun maupun
pembaca. Penyusun mengharapkan adanya kritik maupun saran sebagai perbaikan
dalam penyusunan selanjutnya.
Penyusun
DAFTAR ISI
Cover
Abstrak
Kata Pengantar
Daftar Isi
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
1.2 Tujuan Penelitian
1.2.1 Tujuan Umum
1.2.2 Tujuan Khusus
1.3 Manfaat Penelitian
1.3.1 Teoritis
1.3.2 Praktis
BAB II METODOLOGI
2.1 Jenis Penulisan
2.2 Metode Penulisan
2.3 Lokasi Dan Waktu
2.4 Etika Literature Review
2.4.1 Formulasikan Permasalahan
2.4.2 Literature Screening
2.4.3 Evaluasi Data
2.4.4 Analisis Dan Interpretasi
2.4.5 Metode Pencaharian ... Jurnal Yang Ditelaah
BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1 Teori Yang Terkait Dengan Jurnal
3.2 Hasil Yang Berhubungan Dengan Jurnal
3.3 Pembahasan Teori Dan Hasil Jurnal
BAB IV ESIMPULAN DAN SARAN
4.1 Simpulan
4.2 Saran
Daftar Pustaka
Lampiran
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Usia lanjut merupakan tahap akhir dari siklus manusia, yaitu bagian
dari proses kehidupan yang tak dapat dihindarkan dan akan dialami setiap
individu (Abdul, 2016 dalam Kholifah, 2016). Pada tahap ini individu
mengalami banyak perubahan, baik secara fisik maupun mental, khususnya
kemunduran dalam berbagai fungsi dan kemampuan yang pernah dimilikinya.
Perlu diwaspadai adanya peningkatan penyakit yang berhubungan dengan
proses degeneratif diantaranya gangguan fungsi kognitif. Fungsi kognitif
adalah kemampuan seseorang dalam menerima, mengolah, menyimpan dan
menggunakan kembali semua masukan sensorik secara baik (Silalahi, 2017
dalam Kholifah, 2016).
Penuaan atau bertambahnya usia merupakan suatu kondisi yang terjadi
dalam kehidupan manusia. Proses penuaan merupakan proses seumur hidup,
tidak hanya dari waktu tertentu, tetapi juga dari awal kehidupan. Menjadi tua
merupakan proses alamiah, artinya seseorang telah melalui tiga tahapan
kehidupan yaitu anak-anak, dewasa dan lanjut usia. Ketiga tahap ini berbeda
secara biologis dan psikologis. Memasuki usia tua berarti mengalami proses
penurunan. Kedua jenis degenerasi tubuh tersebut ditandai dengan kulit
kendur, uban, pendengaran tidak jelas, penglihatan menurun, gerak lambat dan
proporsi tubuh tidak proporsional (Nugroho, 2006 dalam Kholifah, 2016).
Menurut World Health Organization (WHO), di kawasan Asia
Tenggara populasi Lansia sebesar 8% atau sekitar 142 juta jiwa. Pada tahun
2050 diperkirakan populasi Lansia meningkat 3 kali lipat dari tahun ini. Pada
tahun 2000 jumlah Lansia sekitar 5,300,000 (7,4%) dari total populasi,
sedangkan pada tahun 2010 jumlah Lansia 24,000,000 (9,77%) dari total
populasi, dan tahun 2020 diperkirakan jumlah Lansia mencapai 28,800,000
(11,34%) dari total populasi. Sedangkan di Indonesia sendiri pada tahun 2020
diperkirakan jumlah Lansia sekitar 80.000.000 (Kementrian Kesehatan, 2020).
Di seluruh dunia, jumlah lansia diperkirakan mencapai 500 juta, dengan
usia rata-rata 60 tahun, dan diperkirakan mencapai 1,2 miliar pada tahun 2025.
Dalam hampir 50 tahun, proporsi lansia di Indonesia meningkat dua kali lipat
(1971-2019) menjadi 9,6% (25 juta), di mana lansia perempuan sekitar 1%
lebih tinggi daripada lansia pria (10,10% vs 9,10%). Di antara semua lansia di
Indonesia, kaum muda (60-69 tahun) mendominasi, terhitung 63,82%, diikuti
oleh paruh baya (70-79 tahun) dan lanjut usia (80 tahun), terhitung 27,68%
dan Masing-masing 8,50%. Jumlah lansia di Jawa Barat yaitu sebanyak
3,347,712 jiwa, sedangkan di kabupaten Subang sebanyak 154,363 jiwa (BPS,
2019).
Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik, Umur Harapan Hidup
(UHH) di Indonesia meningkat dari 68,6 tahun pada 2004 menjadi 69,8 tahun
pada 2010 dan pada 2015 UHH diperkirakan meningkat menjadi 70,8 tahun.
UHH penduduk Indonesia diproyeksikan akan terus meningkat, sehingga
persentase penduduk lansia terhadap total penduduk diproyeksikan terus
meningkat. Sementara itu, hasil Sensus Penduduk 2010 menunjukkan bahwa
Indonesia termasuk lima besar negara dengan jumlah penduduk lansia
terbanyak di dunia yakni, mencapai 18,1 juta jiwa pada 2010 atau 7,6% dari
jumlah penduduk. Jumlah penduduk lansia (60+) diperkirakan akan meningkat
menjadi 29,1 juta pada 2020, dan 36 juta pada 2025.
Peningkatan proporsi lansia menyebabkan timbulnya berbagai
gangguan kesehatan pada lansia. Menurut data Pusat Data dan Informasi
Kementerian Kesehatan RI (2013), masalah kesehatan terbesar pada lansia
adalah penyakit degeneratif. Diperkirakan pada tahun 2050, sekitar 75% lansia
penderita penyakit degeneratif tidak dapat beraktivitas. Salah satu penyakit
degeneratif pada lansia adalah penurunan fungsi kognitif. Fungsi kognitif
adalah proses psikologis untuk memperoleh pengetahuan atau kemampuan
dan kecerdasan, yang meliputi pemikiran, ingatan, pemahaman, perencanaan
dan implementasi (Santoso & Ismail, 2009 dalam Silalahi dkk, 2017).
Penurunan fungsi kognitif tentunya mempengaruhi kehidupan di
sekitarnya, termasuk individu dan keluarga. Selain itu, secara mandiri juga
dapat menurunkan rasa percaya diri, kualitas hidup dan fungsi dalam
kehidupan sehari-hari. Selain penurunan fungsi eksekutif, penurunan kognitif
dapat menyebabkan daya ingat dan konsentrasi yang buruk, kesulitan
mempelajari hal-hal baru dan membuat keputusan, serta berkurangnya
orientasi terhadap waktu, ruang, dan tempat yang memengaruhi kehidupan
sehari-hari. Menurut Direktorat Jenderal Pelayanan Kesehatan Kementerian
Kesehatan, prevalensi gangguan kognitif pada lansia di Indonesia sekitar
32,4% (Noor A, 2020).
Bagi lansia yang mengalami kesulitan mengingat atau kurang
pengetahuan, penting untuk menilai fungsi kognitif agar dapat memberikan
informasi tentang fungsi kognitif lansia. Menilai fungsi kognitif orang tua
dapat membantu mengidentifikasi orang tua yang berisiko mengalami
penurunan kognitif. Secara umum, fungsi kognitif dipengaruhi oleh faktor-
faktor berikut: merokok, minum, depresi, kurangnya dukungan sosial,
gangguan fungsi fisik dan kurangnya aktivitas fisik, yang semuanya terkait
dengan penurunan kognitif (Gallo, Reichel & Andersen, 2010).
Tingkat aktivitas fisik, aktivitas sehari-hari, dan aktivitas berkelanjutan
yang tinggi terkait dengan fungsi kognitif skor tinggi dan penurunan kognitif.
Mengurangi intensitas dan durasi aktivitas fisik atau olahraga akan
mempercepat proses penurunan kognitif (Effendi, 2014). Namun sebagian
besar lansia justru mengurangi latihan fisik karena menganggap latihan fisik
tidak sesuai dengan gaya hidup mereka, meskipun sebagian dari mereka
menyadari manfaat latihan fisik (Lee, Arthur, dan Avis, 2008).
Perubahan pada berbagai sistem dalam tubuh terjadi seiring dengan
pertambahan usia seseorang. Perubahan yang mungkin terjadi pada lansia
diantaranya adalah perubahan fisik, psikologis, dan perubahan spiritual
(Meiner, 2015). Akibat dari perubahan yang terjadi pada lansia adalah
menurunnya fungsi kognitif (Lopes, 2016).
Gangguan fungsi kognitif pada lansia terjadi umumnya disebabkan oleh
gangguan pada sistem saraf pusat yang meliputi gangguan suplai oksigen ke
otak, degenerasi, penyakit alzheimer dan malnutrisi. Lansia yang mengalami
gangguan fungsi kognitif sering menghadapi berbagai masalah diantaranya
gangguan orientasi waktu, ruang, tempat dan tidak mudah menerima ide baru
(Maryati, 2013).
Gangguan fungsi kognitif meliputi atensi, kalkulasi, visuospasial,
bahasa, dan memori dapat berakibat terjadi Lansia yang mengalami gangguan
fungsi kognitif sering menghadapi berbagai masalah diantaranya gangguan
orientasi waktu, ruang, tempat dan tidak mudah menerima ide baru (Maryati
2013). perubahan kepribadian, gangguan memori, orientasi, dan sulit
mengambil keputusan. Jika hal ini berlanjut secara progresif maka dapat
terjadi demensia (William, 2012).
Menurut WHO (2016) demensia adalah gejala terjadinya penurunan
memori, berfikir, perilaku, dan kemampuan untuk melakukan aktivitas sehari-
hari. Kehilangan kapasitas intelektual pada demensia tidak hanya pada
memori atau ingatan saja, tetapi juga pada kognitif dan kepribadian.
Pengkajian fungsi mental kognitif merupakan hal yang menyokong dalam
mengevaluasi kesehatan lanjut usia, banyak bukti menunjukkan bahwa
gangguan mental kognitif seringkali tidak dikenali profesional kesehatan
karena sering tidak dilakukan pengujian status mental secara rutin.
Diperkirakan 30% sampai 80% lanjut usia yang mengalami demensia tidak
terdiagnosis oleh dokter, melainkan teridentifikasi melalui Mini Mental State
Examination (MMSE).
Mini mental state examination (MMSE) adalah pemeriksaan kognitif
yang menjadi bagian rutin pemeriksaan untuk menegakkan diagnosis
dementia. Pemeriksaan ini diindikasikan terutama pada pasien lanjut usia yang
mengalami penurunan fungsi kognitif, kemampuan berpikir, dan kemampuan
untuk melakukan aktivitas sehari-hari. Proses deteriorasi ini umumnya disertai
dengan perubahan status mental (mood dan emosi) dan perilaku.
MMSE adalah alat deteksi dan penunjang diagnostik, namun tidak bisa
digunakan sebagai kriteria tunggal untuk penegakan diagnosis dementia.
MMSE merupakan pemeriksaan yang terdiri dari 11 item penilaian yang
digunakan untuk menilai atensi dan orientasi, memori, registrasi, recall,
kalkulasi, kemampuan bahasa, dan kemampuan untuk menggambar poligon
kompleks. Rentang skor MMSE adalah 1-30, dengan cut off 24. Skor yang
lebih rendah dari 24 menunjukkan adanya gangguan kognitif (Creavin, 2016).
Berdasarkan uraian diatas penulis tertarik untuk melakukan penelitian
lebih lanjut tentang “ fungsi kognitif pada lansia"
BAB II
METODOLOGI
2.1 Jenis Penulisan
Dalam proses penelitian ini, ada beberapa struktur penulisan yang perlu
diperhatikan, yaitu : formulasi permasalahan, pencarian bahan telaah, evaluasi
data, analisis dan interpretasi.
No. Judul Penelitian, Penulis Variabel Jenis Penelitian (Metode Penelitian, Hasil Penelitian (Hasil
dan Tahun Penelitian Sampel Penelitian, Tehnik Penelitian) Sesuai Variabel)
1 Hubungan Skormini-Mental Variabel independen: Metode : analitik observasional Hasil :
State Examination (MMSE) MMSE dan Moca-Ina Skor MoCA-Ina penerima
dan Skor Montreal Cognitive Sampel : 55 sampel manfaat dengan lama
Assessment-Versi Indonesia Variabel dependen : pendidikan < 6 tahun
(Moca-Ina) Terhadap Usia usia dan lama Teknik Penelitian : consecutive adalah 9.92 ±3.593
dan Lama Pendidikan pendidikan lansia sampling dibandingkan dengan skor
Penerima Manfaat Panti MoCA-Ina penerima
Sosial Tresna Werdha manfaat dengan lama
(PSTW) Gau Mabaji Gowa, pendidikan = 6 tahun,
Sulawesi Selatan Tahun mempunyai skor 20.15 ±
2017. 4.435 menunjukkan skor
MoCA-Ina dengan lama
Nadra Maricar, Muhammad pendidikan = 6 tahun lebih
Akbar, dan Fitriah Handayani tinggii. Hal tersebut
menunjukkan terdapat
hubungan antara skor
MMSE dengan lama
pendidikan, dan secara
statistik hubungan tersebut
signifikan bermakna
(p=0.00).
3.3.1 Pembahasan
1. Usia
Berdasarkan hasil telaah jurnal, menunjukkan bahwa rentang
usia dari sampel lansia yang diteliti adalah 45 tahun sampai dengan
>90 tahun. Keseluruhan dari rentang usia tersebut masuk ke dalam
semua kategori lansia menurut WHO (2013), yaitu usia
pertengahan / middle age (45-54 tahun), lansia / elderly (55-65
tahun), lansia muda / young old (66-74 tahun), lansia tua / old (75-
90 tahun), dan lansia sangat tua / very old (>90 tahun).
Menurut laporan alzheimer’s disease, peningkatan usia lansia
beriringan dengan meningkatnya angka kejadian demensia.Hal ini
dapat dijelaskan karena otak dan sel-sel neuron berkurang saat
seseorang memasuki masa lansia, sehingga lansia mengalami
kemunduran sebesar 20-45% dalam kecepatan menulis tangan,
memasang kancing, dan memotong dengan pisau. Selain itu, lansia
lebih lambat mengolah informasi, menurunnya daya ingat jangka
pendek, berkurangnya kemampuan otak untuk membedakan
stimulus atau rangsangan yang datang dan kemampuan kalkulasi.
Perubahan fisik, mental dan psikologis terjadi seiring dengan
meningkatnya usia seseorang. Secara biologis, gejala-gejalanya
antara lain adalah melambatnya proses berfikir, berkurangnya daya
ingat (short memory lost), kurangnya kegairahan, perubahan pola
tidur, fungsi-fungsi tubuh tidak dapat lagi berfungsi dengan baik.
Hal tersebut dapat menyebabkan lansia memerlukan bantuan orang
lain untuk melakukan aktivitas (Fadhia et al, 2019).
Adapun asumsi peneliti berdasarkan hasil penelitian
didapatkan simpulan bahwa semakin meningkatnya usia seseorang
maka daya ingatnya juga semakin berkurang. Hal ini dikarenakan
semakin tua usia seseorang maka fungsi kognitif dalam dirinya
termasuk ingatannya akan menurun. Oleh karena itu, usia dapat
berhubungan dengan angka kejadian penurunan fungsi kognitif
seseorang.
2. Pendidikan
Berdasarkan hasil telaah jurnal menunjukkan bahwa
hubungan tingkat Pendidikan dengan kejadian demensia, mayoritas
bahwa sebagian besar lansia berpendidikan rendah 80%, sedangkan
miyoritas sebagian kecil berpendidikan tinggi 20%. Hampir
setengah lansia yang berpendidikan rendah mengalami demensia
berat 36,7%, sedangkan lansia yang berpendidikan tinggi hampir
sebagian besar mengalami demensia normal 73,3%. Berdasarkan
uji statistik yang dilakukan didapatkan bahwa ada hubungan antara
tingkat Pendidikan dengan kejadian demensia di ( p= 0.00).
Berdasarkan teori aktivitas disebutkan untuk mencapai
penuaan yang sukses lansia harus tetap aktif baik dalam aktivitas
mental maupun fisik. Salah satu aktivitas mental adalah dengan
menjalani Pendidikan formal sampai dengan jenjang yang paling
tinggi. Kurangnya pendidikan merupakan faktor predisposisi
terjadinya demensia. Pendidikan mampu mengkompensasi semua
tipe neurodegenerative dan gangguan vaskular, dan juga
mempengaruhi berat otak. Hasil penelitian ini sejalan dengan
penelitian Dian Fithria Hidayaty (2015) bahwa lansia yang
berpendidikan rendah memiliki peluang 4 kali mengalami
demensia dibanding lansia berpendidikan tinggi. Hasil penelitian
ini juga sejalan dengan. Ginting Surita, dkk, (2021) tentang
pengaruh senam latih otak terhadap Demensia dan depresi pada
lansia di wilayah kerja Puskesmas Mulyorejo di temukan mayoritas
yang berpendidikan SMA sebanyak 60 % mengalami Demensia.
Adapun asumsi peneliti berdasarkan hasil penelitian, pada saat
melakukan wawancara pada lansia yang berpendidikan tinggi daya
ingatnya lebih baik dibandingkan lansia yang berpendidikan rendah
hal ini diakibatkan oleh beberapa faktor diantaranya lansia yang
berpendidikan tinggi otaknya terbiasa dilatih dengan pemikiran-
pemikiran yang berat baik itu di dunia kerja ataupun saat dia
mengenyam Pendidikan. Begitupun dengan lansia yang tak pernah
membiasakan otaknya untuk berfikir secara kritis. Lansia tersebut
mungkin dapat mengingat tetapi dalam waktu yang tidak selama
daya ingat lansia yang berpendidikan tinggi. Oleh karena itu
Pendidikan sangat berhubungan dengan kejadian demensia pada
lansia.
2. Penyakit
Sejalan dengan penelitian yang dilakukan Shandy (2014)
mendapatkan hasil sebanyak 40% responden Hal ini dihubungakan
dengan hipertensi meningkatkan resiko penyakit kardivaskular dan
serebrovaskular (Sahathevan, 2015).
Salinas (2016) melakukan analisis kejadian demensia pada
subjek mengalami DM tipe 2 selama 3 tahun mendapatkan hasil
seseorang yang menderita DM tipe 2 beresiko dua kali lipat
terjadinya demensia. Kadar gula dalam darah yang tinggi menjadi
penyebab gangguan fungsi dan struktur otak. Hiperlipidemia dan
stroke dapat menggangu suplai darah ke otak dapat menyebabkan
kehilangan neuron dan akson yang terakumulasi terus menerus
menjadi lesi di otak (Holmes, 2016).
3. Fungsi kognitif pada lansia
Gangguan kognitif merupakan masalah serius bagi lansia
karena menyebabkan terjadinya penurunan kinerja pada tugas-tugas
kognitif utamanya saat mengambil keputusan akibat adanya
keterlambatan terhadap pemrosesan, kerja memori dan fungsi
kognitif eksekutif. Masalah yang selalu menyertai lansia ini identik
dengan penyakit Alzhaimer yang diakibatkan oleh dimensia
vaskuler. Laporan World Alzheimer, lebih dari 46 juta orang hidup
dengan demensia pada tahun 2015, dan diperkirakan meningkat
mencapai 131,5 juta pada tahun 2050. Mengatasi gangguan kognitif
ini dapat meningkatkan kemampuan mendengar, persepsi bicara,
dan memainkan peranan yang penting dalam mewujudkan kerja
kognitif, agar lansia terhindar dari ketergantungan fungsional dan
mendapatkan peningkatan kualitas hidup yang lebih baik.
Ini ditunjukkan dengan keterlibatan lansia dalam lingkungan
masyarakat yang menjadi indikator utama terhadap kesehatan
lansia, dan kebutuhan kontak sosial yang lebih sering menjadi
sangat penting untuk menghindari masalah psikososial bagi lansia,
menghindari kesepian dan keinginan bunuh diri, meskipun
beberapa lansia sering mengalami kendala komunikasi dalam
berinteraksi, sehingga lansia dalam melakukan kontak dengan
orang lain masih membutuhkan bantuan untuk menjaga suasana
emosi yang lebih stabil. Namun bila lansia hidup dengan selalu
mengisolasi diri, akan meningkatkan respon emosional seperti
cemas dan depresi, dimana masalah ini menjadi masalah yang
serius dalam keluarga, dan dikemudian hari dapat memperburuk
cadangan kognitif. Selain itu kondisi ini menjadikan lansia rentan
terhadap penyakit degenerative oleh karena kurang gerak dan
hiburan, dan menurunkan kualitas hidup mereka.
Aspek interaksi sosial yang meliputi kontak sosial dan
komunikasi memainkan peranan penting terhadap status fungsional
kognitif. Kontak yang lebih sering dilakukan lansia yang dikaitkan
dengan upaya menjaga status kognitif fungsional. Upaya yang
biasa dilakukan oleh lansia di masyarakat ikut berpartisipasi
terhadap kegiatan sosial maupun berkumpul dengan keluarga dan
kerabat dekat, menggunakan media social maupun latihan fisik
yang terprogram, baik melakukan kegiatan yang kecil-kecil, olah
raga teratur maupun melakukan aktifitas sehari-hari yang terjadwal
(Nasir, 2020).
3.3.2 Persamaan
Dalam melakukan telaah jurnal pada 14 jurnal ditemukan
adanya persamaan dalam metode penelitian yaitu, menggunakan
survei analitik dan cross sectional sebanyak 6 jurnal penelitian dan
sebagian menggunakan metode yang berbeda-beda yaitu ada yang
menggunakan metode analitik observasional, pre eksperimen, total
sampling, non probability sampling, analisis korelasi dan komparatif,
pre test dan menggunakan kuesioner dengan menggunakan beberapa
pertanyaan.
3.3.3 Kelebihan
Dari 14 jurnal yang telah dilakukan baik dari jurnal nasional dan
jurnal internasional terdapat beberapa kelebihan yaitu :
1. Hubungan Skormini-Mental State Examination (MMSE) dan
Skor Montreal Cognitive Assessment-Versi Indonesia (Moca-
Ina) Terhadap Usia dan Lama Pendidikan Penerima Manfaat
Panti Sosial Tresna Werdha (PSTW) Gau Mabaji Gowa,
Sulawesi Selatan Tahun 2017, pada bagian hasil diberi tabel
yang membuat pembaca mudah memahami hasil jurnal.
2. Pengaruh Senam Lansia dalam Peningkatan Fungsi Kognitif
Kelompok Lansia di Balai Pelayanan Penyantunan Lanjut Usia
(BPPLU) Bengkulu 2020 memiliki kelebihan pada bagian
pendahuluan peneliti memaparkan teori yang lengkap dan jelas.
3. Hubungan Hipertensi Dengan Fungsi Kognitif Pada Lansia Di
Uptd Panti Sosial Rehabilitasi Lanjut Usia Dan Pemeliharaan
Makam Pahlawan Ciparay Kabupaten Bandung, memiliki
kelebihan pada bagian pendahuluan peneliti memaparkan teori
yang sangat lengkap dan jelas.
4. Gambaran Fungsi Kognitif Pada Lanjut Usia Hipertensi Di Panti
Werdha Di Kabupaten Bandung, memiliki kelebihan pada
bagian pendahuluan peneliti memaparkan teori yang sangat
lengkap dan jelas.
5. Hubungan Fungsi Kognitif dengan Interaksi Sosial pada Lansia
di Desa Malimbong Kecamatan Messawa Tahun 2022, pada
bagian hasil penulis memaparkan hasil penelitian dan
pembahasan dengan lengkap dan terperinci menggunakan tabel
dan diagram yang memiliki keterangan yang cukup jelas
sehingga pembaca mudah untuk mengerti.
6. Hubungan Fungsi Kognitif dengan Tingkat kemandirian pada
Lansia Tahun 2022, kelebihan pada bagian metode penelitian
dijelaskan instrumen penelitian populasi dan jumlah sample.
7. Effectiveness Of The Mini-Cog And Mmse As Vital Instrument
Identify Ing Risk Of Dementia As A Nursing Process
Reinforceme in west Kalimantan Tahun 2019, hasil diberi tabel
yang membuat pembaca lebih mudah memahami.
8. Hubungan Fungsi Kognitif Dengan Kualitas Hidup Lansia
Tahun 2021, pada bagian pendahuluan teori sangat jelas.
9. Hubungan antara kulitas tidur dengan fungsi kognitif pada
kelompok lansia Dharma sentana Di Desa Batubulan kangin
kecamatan sukawati gianyar, metode penelitian yang lengkap.
10. Pendampingan Lansia dalam meningkatkan fungsi kognitif
melalui permainan kartu remi Tahun 2022, hasil diberi tabel
yang membuat pembaca lebih mudah memahami.
11. Relationship Between Sleep Quality And Cognitive function In
Elderly In The Tresna Werdha Social Assistance Khusnul
Khotimah Pekanbaru Tahun : 2021, kelebihan pada bagian
metode penelitian dijelaskan instrumen penelitian populasi dan
jumlah sample.
12. The Relationship Between Hypertension And Cognitive
Function Impairment In The Elderly Tahun : 2019, memiliki
kelebihan pada bagian pendahuluan peneliti memaparkan teori
yang sangat lengkap dan jelas.
13. Pendampingan lansia dalam meningkatkan fungsi kiognitif
dengan metode senam otak (2020), hasil diberi tabel yang
membuat pembaca lebih mudah memahami.
14. MCI pada aspek Kognitif dan tingakat kemandirian lansia
Dengan MMSE (2019), metode penelitian yang lengkap.
3.3.4 Kekurangan
Jika kita mencari sebuah kekurangan dalam sebuah jurnal
mungkin saja sangat sulit untuk mencarinya karena setiap penulis
mempunyai kemampuan dan metode yang berbeda-beda. Namun
menurut kami kekurangan yang ada dalam jurnal ini antara lain
adalah.
1. Hubungan Skormini-Mental State Examination (MMSE) dan
Skor Montreal Cognitive Assessment-Versi Indonesia (Moca-
Ina) Terhadap Usia dan Lama Pendidikan Penerima Manfaat
Panti Sosial Tresna Werdha (PSTW) Gau Mabaji Gowa,
Sulawesi Selatan Tahun 2017, pada bagian pembahasan kurang
lengkap terhadap penelitian dari para ahli.
2. Pengaruh Senam Lansia dalam Peningkatan Fungsi Kognitif
Kelompok Lansia di Balai Pelayanan Penyantunan Lanjut Usia
(BPPLU) Bengkulu 2020 memiliki kekurangan yaitu abstrak
peneliti tidak terdapat hasil statistik.
3. Hubungan Hipertensi Dengan Fungsi Kognitif Pada Lansia Di
Uptd Panti Sosial Rehabilitasi Lanjut Usia Dan Pemeliharaan
Makam Pahlawan Ciparay Kabupaten Bandung, memiliki
kekurangan ialah pada abstrak tidak terdapat tujuan penelitian.
4. Gambaran Fungsi Kognitif Pada Lanjut Usia Hipertensi Di Panti
Werdha Di Kabupaten Bandung, memiliki kekurangan ialah
pada pembahasan tidak dilengkapi hasil penelitian orang lain
sebagai bahan untuk memperkuat hasil telitinya.
5. Hubungan Fungsi Kognitif dengan Interaksi Sosial pada Lansia
di Desa Malimbong Kecamatan Messawa Tahun 2022,
kekurangan ialah pada metode penelitian tidak terdapat uji alat
ukur dan tidak terdapat saran dari penelitian ini.
6. Hubungan Fungsi Kognitif dengan Tingkat kemandirian pada
Lansia Tahun 2022, memiliki kekurangan ialah pada abstrak
penelitian populasi tidak tertera pada penelitian ini.
7. Effectiveness Of The Mini-Cog And Mmse As Vital Instrument
Identify Ing Risk Of Dementia As A Nursing Process
Reinforceme in west Kalimantan Tahun 2019, memiliki
kekurangan ialah hasil penelitian tidak diberi gambar membuat
pembaca untuk susah memahami dan tidak ada saran dari
penelitian ini.
8. Hubungan Fungsi Kognitif Dengan Kualitas Hidup Lansia
Tahun 2021, memiliki kekurangan ialah pada pembahasan tidak
dilengkapi hasil penelitian orang lain sebagai bahan untuk
memperkuat hasil telitinya dan tidak ada saran dalam penelitian
ini.
9. Hubungan antara kulitas tidur dengan fungsi kognitif pada
kelompok lansia Dharma sentana Di Desa Batubulan kangin
kecamatan sukawati gianyar, memiliki kekurangan ialah pada
abstrak penelitian tidak terdapat populasi yang diteliti, hasil
penelitian tidak dipaparkan dengan angka.
10. Pendampingan Lansia dalam meningkatkan fungsi kognitif
melalui permainan kartu remi Tahun 2022, memiliki kekurangan
ialah pada abstrak tidak terdapat tujuan penelitian.
11. Relationship Between Sleep Quality And Cognitive function In
Elderly In The Tresna Werdha Social Assistance Khusnul
Khotimah Pekanbaru Tahun : 2021, memiliki kekurangan ialah
pada pembahasan tidak dilengkapi hasil penelitian orang lain
sebagai bahan untuk memperkuat hasil telitinya.
12. The Relationship Between Hypertension And Cognitive
Function Impairment In The Elderly Tahun: 2019, kekurangan
ialah pada metode penelitian tidak terdapat uji alat ukur dan
tidak terdapat saran dari penelitian ini.
13. Pendampingan lansia dalam meningkatkan fungsi kiognitif
dengan metode senam otak (2020), memiliki kekurangan ialah
pada abstrak penelitian populasi tidak tertera pada penelitian ini.
14. MCI pada aspek Kognitif dan tingakat kemandirian lansia
Dengan MMSE (2019), memiliki kekurangan ialah hasil
penelitian tidak diberi gambar membuat pembaca untuk susah
memahami dan tidak ada saran dari penelitian ini.
BAB IV
PENUTUP
4.1 Simpulan
Dari hasil telaah jurnal yang dilakukan mengenai Mini Mentasl State
Examination (MMSE) pada lansia dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:
1. Terdapat hubungan antara skor MMSE dengan lama pendidikan, dan
secara statistik hubungan tersebut signifikan bermakna (p=0.00).
2. Dengan uji Wilcoxon diperoleh nilai p=0.001 (p<0.005), sehingga
kesimpulan Ho ditolak dan Ha diterima, dengan demikian senam lansia
dapat meningkatkan fungsi kognitif lansia.
3. Hubungan hipertensi dengan fungsi kognitif pada lansia di UPTD
Panti Sosial Rehabilitasi Lanjut Usia dan Pemeliharaan Makam
Pahlawan Ciparay Kabupaten Bandung tahun 2019 dari 35 lansia
didapatkan hasil: p = 0.022 yang artinya H0 ditolak sehingga dalam
penelitian ini terdapat hubungan yang signifikan antara hipertensi
dengan fungsi kognitif pada lansia di UPTD Panti Sosial Rehabilitasi
Lanjut Usia dan Pemeliharaan Makam Pahlawan Ciparay Kabupaten
Bandung tahun 2019.
4. Hasil pemeriksaan MMSE didapatkan 20 responden memiliki
gangguan fungsi kognitif berat, 44 responden memiliki gangguan
fungsi kognitif sedang dan 6 responden memiliki fungsi kognitif
normal. Bagi perawat gerontik untuk lebih mengatasi dan
menatalaksana hipertensi dengan baik sehingga dapat mencegah
terjadinya penurunan fungsi kognitif pada usia lanjut.
5. Pada penelitian ini diperoleh terdapat hubungan antara fungsi kognitif
dan interaksi sosial pada lansia, dengan nilai p = 0,000 p<α. Sebagian
besar lansia dengan interaksi sosial yang baik memiiliki nilai fungsi
kognitif yang normal.
6. Dari hasil wawancara MMSE sebagian besar (60,2%) memiliki fungsi
kognitif normal, sebagian besar (64,8%) memiliki tingkat kemandirian
mandiri. Hasil analisis didapatkan p value = 0,000 <α (0,005) artinya
terdapat hubungan antara kedua variabel tersebut.
7. Hasil pengkajian pada 108 orang lansia ditemukan bahwa usia
terbanyak pada studi ini adalah pada rentang lanjut usia lebih dari usia
60 tahun (98,1%) dengan dominasi jenis kelamin laki-laki (60%).
Berdasarkan rentang usia lansia terbanyak diiringi dengan riwayat
tidak mengenyam pendidikan formal hingga 51,9% namun tidak jauh
berbeda dengan proporsi berpendidikan dasar-menengah yaitu 47,2%.
Riwayat pekerjaan sulit teridentifikasi secara rinci dengan gambaran
umum petani, buruh, dan pegawai. Pada tingkat etnis suku sebagai
penciri heterogenitas di Kalimantan Barat terdapat sebaran suku yang
menjadi karakter di Kalimantan Barat seperti Melayu, Dayak, Cina,
dan Jawa. Namun pada studi di panti sosial dan komunitas ditemukan
bahwa sebagain besar lansia berasal dari etnis China. Durasi tidur pada
lansia teridentifikasi pada rentang 7-8 jam per hari.
8. Pada penelitian ini terdapat hubungan fungsi kognitif dengan kualitas
hidup lansia. Hal ini dapat dilihat dari responden yang memiliki
kualitas hidup buruk dapat disebabkan karena faktor fungsi kognitif
yang berat. karena fungsi kognitif merupakan dampak tersendiri bagi
kehidupan lansia, perubahan fungsi kognitif pada lansia yaitu
kehilangan hubungan dengan keluaraga maupun dengan orang lain.
9. Pada penelitian ini didapatkan responden dengan rentang usia 60-74 ta
hun sebanyak 47 responden (94%) dan rentang usia 75-90 sebanyak 3
responden (6%), responden berjenis kelamin perempuan lebih banyak
yaitu berjumlah 42 responden (84%) daripada responden berjenis
kelamin laki-laki dengan jumlah 8 responden (16%). Selanjutnya
berdasarkan jenis pekerjaannya, sebagai ibu rumah tangga sebanyak 15
responden (30%) wiraswasta sebanyak 6 responden (12%) dan pension
PNS sebanyak 7 responden (14%) dimana total keseluruhan responden
berjumlah 50 orang lansia
10. Pada penelitian ini didapatkan hasil pemeriksaan pre tes menggunakan
instrument MMSE, Gangguan kognitif ringan berjumlah 9 Lansia
(60%) gangguan fungsi kognitif sedang berjumlah 5 Lansia (33.3%)
gangguan kognitif berat berjumlah 1 lansia (6.7%). Dari data lansia di
dominasi dengan lansia gangguan ringan.
11. Pada penilitian ini didapatkan analisis pv alue = 0,003 menunjukkan
ada hubungan antara kualitas tidur dengan fungsi kognitif pada lansia
di UPT PSTW Khusnul Khotimah Pekanbaru, dengan nilai koefisien
korelasi sebesar 0,427 yang menunjukkan kekuatan hubungan yang
sedang antara kualitas tidur dengan kognitif. fungsi dengan korelasi
positif.
12. Penelitian ini memperoleh hubungan yang signifikan antara riwayat
hipertensi dengan gangguan fungsi kognitif (p = 0,003). Hasil
pemeriksaan fungsi kognitif dengan MMSE menunjukkan dari 57
lansia, 16 orang (43,2%) normal dan 21 orang (56,8%) mengalami
gangguan fungsi kognitif pada kelompok hipertensi derajat I, selain itu
3 orang normal (15 %) dan 7 orang (85%) mengalami gangguan fungsi
kognitif pada kelompok hipertensi derajat II (p = 0,031). Berdasarkan
hasil gangguan fungsi kognitif ringan dan berat, pada hipertensi derajat
I terdapat 12 orang (57,1%) dan 9 orang (42,9%) secara berturut-turut
mengalami gangguan fungsi kognitif ringan dan berat. 3 orang (17,6%)
dan 14 orang (82,4%) masing-masing memiliki gangguan fungsi
kognitif ringan dan berat pada hipertensi derajat dua (p = 0,013).
Instrumen 6-CIT juga menunjukkan hubungan yang signifikan antara
tingkat keparahan hipertensi dengan gangguan fungsi kognitif (p =
0,027), dan tidak ada hubungan yang signifikan dengan instrumen
AMT (p = 0,078).
13. Hasil dari penelitian ini menunjukkan pada lansia saat dilakukan
pretest sebelum senam otak dengan gangguan kognitif ringan sebesar 3
orang gangguan sedang 4 orang dan gangguan berat 8 orang. Setelah
dilakukan posttes senam otak dengan gangguan kognitif ringan sebesar
5 orang gangguan sedang 7 orang dan gangguan berat 3 orang. Jadi
kegiatan pendampingan senam otak sanngat bermanfaat bagi lansia
yang mengalami gangguan fungsi kognitif serta meningkatkan
kebugaran jasmani lansia.
14. Pada Penelitian ini terdapat karakteristik responden umur terbanyak
adalah : umur 65-70 tahun sebanyak 31 orang (62.0 % ), pekerjaan Ibu
rumah Tangga sebanyak 27 orang (54.0 % ) dan nelayan sebanyak 23
orang ( 46.0 %). Analisa pada fungsi kognitif: kategori normal 20
orang (40.0 %) sedangkan gangguan fungsi kognitif sebanyak 30 orang
( 60.0 % ). Kategori tingkat kemandirian Lansia, mandiri dalam
melakukan aktifitas sehari-hari sebanyak 48 orang (96.0 % ),
sedangkan yang mengalami ketergantungan berjumlah 2 orang ( 4.0 %
). Hasil analisa dengan uji Chi Square nilai p= 0.510, artinya nilai P
lebih besar dari nilai α = 0,05, sehingga tidak ada hubungan antara
MCI dari aspek kognitif dengan tingkat kemandirian lansia diwilayah
pesisir pantai Toronipa.
4.2 Saran
1. Lansia yang terdeteksi menderita gangguan fungsi kognitif sebaiknya
segera ditindak lanjuti guna mencegah penurunan fungsi kognitif yang
semakin progresif.
2. Lansia yang mempunyai riwayat DM, Stroke dan Hipertensi yang telah
terdeteksi menderita gangguan fungsi kognitif sebaiknya melakukan
pemeriksaan lebih lanjut serta pemeriksaaan neuropsikiatri.
3. Bagi pihak panti sebaiknya dapat bekerja sama dengan dokter spesialis
saraf dalam menangani lansia yang telah terdeteksi memiliki gangguan
fungsi kognitif serta secara bersama-sama melatih perawat panti agar
mampu melatih dan meningkatkan fungsi kognitif pada lansia.
4. Diperlukan penelitian lebih lanjut dengan instrument yang bebeda
sehingga lansia yang tidak bias ikut serta dalam metode penelitian dapat
ikut dalam penelitian.
DAFTAR PUSTAKA