Anda di halaman 1dari 55

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN GERONTIK


PADA PASIEN DENGAN GANGGUAN PSIKOSOSIAL

Disusu Untuk Memenuhi Tugas Profesi Ners


Keperawatan Gerontik
Dosen Pengajar : Arief Andryanto M.Kep.Sp.Kep.Kom

Disusun Oleh :
Putri Mayang Sari (202003101)

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


STIKES BINA SEHAT PPNI
MOJOKERTO
2020/2021
LEMBAR PENGESAHAN

Laporan pendahuluan dan asuhan keperawatan ini diajukan oleh :


Nama : Putri Mayang Sari
NIM : 202003101
Program Studi : Profesi Ners
Judul Laporan Pendahuluan Asuhan Keperawatan :
“Laporan Pendahuluan Asuhan Keperawatan Gerontik Pada Pasien Dengan
Gangguan Psikososial”

Telah diperiksa dan disetujui sebagai tugas dalam praktik klinik keperawatan
dasar.

................................ , ............................
Pembimbing ruangan, Pembimbing akademik,

(.................................................) (.....................................................)

Mengetahui,
Kepala Ruangan

(..................................................)

i
KATA PENGATAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena
atas limpahan karunia-Nya, penulis dapat menyelesaikan tugas Keperawatan
Gerontik yang berjudul Laporan Pendahuluan Asuhan Keperawatan Gerontik
Pada Pasien Dengan Gangguan Psikososial dengan tepat waktu tanpa halangan
apapun.
Pembuatan makalah ini bertujuan untuk memenuhi salah satu tugas mata
kuliah Keperawatan Gerontik. Dengan dituliskannya makalah ini diharapkan
mahasiswa maupun tenaga kesehatan dapat memahami Makalah Laporan
Pendahuluan Asuhan Keperawatan Gerontik Pada Pasien Dengan Gangguan
Psikososial. Makalah ini tidak akan selesai tanpa adanya bantuan dari berbagai
pihak, untuk itu dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada :
1. Dr. M. Sajidin, S.Kp., M.Kes Selaku Ketua STIKes Bina Sehat PPNI.
2. Eka Nur So’emah, S.Kep.,Ns.,M.Kes Selaku Kepala Prodi Profesi Ners
3. Arief Andryanto M.Kep.Sp.Kep.Kom Selaku Dosen Mata Kuliah
Keperawatan Gerontik yang telah membimbing penulis.
4. Ucapan terima kasih yang tak terhingga kepada Bapak, Ibu serta
kelurga yang telah mendukung, mendorong memberikan fasilitas
kepada penulis sehingga terselesainya makalah ini.
Penulis menyadari bahwa dalam pembuatan makalah ini masih banyak
kekurangan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan adanya kritik dan saran dari
semua pihak demi kesempurnaan penyusunan makalah selanjutnya. Penulis
berharap semoga Makalah ini dapat memberikan kontribusi yang positif bagi
perkembangan pendidikan khususnya keperawatan. Semoga Allah SWT
senantiasa meridhoi segala usaha kita, Amin.

Mojokerto, 15 Februari 2021

Penulis

ii
BAB I

PEDAHULUAN

I.1 Latar Belakang


Depresi merupakan masalah psikologis yang banyak terjadi pada
lanjut usia. Masalah tersebut ditandai dengan perasaan sedih mendalam yang
berdampak pada gangguan interaksi sosial. Tidak jarang gejala depresi juga
berupa gangguan fisik seperti insomnia dan berkurangnya napsu makan.
Depresi seringkali tidak terdeteksi pada lanjut usia karena dianggap sebagai
akibat dari proses penuaan dan penyakit kronis yang dialami oleh lanjut usia.
Padahal deteksi dini dan penanganan yang tepat terhadap depresi dapat
memperbaiki dan meningkatkan kualitas hidup bagi lanjut usia (Dewi, 2014).
Depresi yang sering dialami lansia tersebut juga menyebabkan gangguan
mekanisme koping pada penderitanya, kebanyakan pada klien lansia dengan
depresi mengalami koping individu yang tidak efektif (Irawan, 2013).
Menurut WHO (2013), depresi merupakan gangguan psikologis
terbesar ketiga yang diperkirakan terjadi pada 5% penduduk di dunia.
Penelitian yang dilakukan oleh Pracheth &Chowti (2013) di India,
memberikan hasil dari 218 lanjut usia yang diteliti, terdapat 64 orang
(29,36%) yang mengalami depresi. Di Indonesia, belum ada penelitian yang
menyebutkan secara pasti tentang jumlah prevalensi lanjut usia yang
mengalami depresi. Namun peningkatan jumlah penderita depresi dapat
diamati bertambah dari waktu ke waktu melalui peningkatan jumlah
kunjungan pasien yang berobat ke pelayananan kesehatan maupun
peningkatan obat psikofarmaka yang diresepkan oleh dokter (Hawari, 2013).
Diperkirakan dari jumlah lanjut usia di Indonesia pada tahun 2013 yaitu 24
juta jiwa, 5% mengalami depresi. Akan meningkat 13,5% pada lanjut usia
yang memiliki penyakit kronis dan dirawat inap. Dari hasil pendahuluan
kasus bulan November tahun 2018 di Pelayananan Sosial Tresna Werdha
tercatat 13 orang lansia tersebut mengalami keadaan depresi.
Depresi adalah gangguan mood, kondisi emosional berkepanjangan
yang mewarnai seluruh proses mental (berpikir, berperasaan dan berperilaku)

1
seseorang. Pada umumnya mood yang secara dominan muncul adalah
perasaan 2 tidak berdaya dan kehilangan harapan (Rice PL 1992, dalam
Journal An-nafs: Kajian dan Penelitian Psikolog 2016). Depresi dapat
menyebabkan mekanisme koping yang sering dialami lansia yaitu
ketidakmampuan klien untuk menerima realita yang terjadi pada usia
lanjutnya dan beberapa faktor yang menyebabkan hal tersebut adalah
kurangnya kasih sayang dari keluarga dan perasaan tidak diinginkan oleh
keluarganya serta faktor tidak mempunyai keluarga atau disebut juga
sebatang kara. Batasan karakteristik yang terjadi yaitu perubahan pada pola
komunikasi yang biasa. Depresi pada lanjut usia telah menjadi masalah
utama yang dihubungkan dengan kematian dan kejadian bunuh diri (Jones,
2003). Hasil penelitian menyebutkan 15% lanjut usia memiliki
kecenderungan bunuh diri karena depresi (Subrata, 2003). Risiko bunuh diri
pada lanjut usia wanita yang mengalami depresi dua atau tiga kali lebih tinggi
daripada lanjut usia laki-laki (Jones 2003). Bila hal ini tidak disikapi dengan
benar dapat membahayakan lanjut usia.
Ketidakefektifan koping adalah ketidakmampuan untuk membentuk
penilaian valid tentang stresor, ketidakadekuatan pilihan respons yang
dilakukan, dan atau ketidakmampuan untuk menggunakan sumber daya yang
tersedia. (Wilkinson, 2016).
Untuk memperkecil dampak yang ditimbulkan dari koping individu
inefektif, perlu dilakukan intervensi keperawatan. Intervensi yang dapat
dilakukan dan dijadikan panduan oleh perawat sebagai acuan untuk
mengatasi masalah pada lansia depresi yang mengalami ketidakefektifan
koping menurut Wilkinson (2016) adalah gunakan pendekatan yang tenang
dan menentramkan hati, kurangi stimulus lingkungan yang dapat disalah-
artikan sebagai ancaman, berikan suasana penerimaan, hargai dan diskusikan
respon alternative terhadap situasi, anjurkan pengungkapan perasaan,
persepsi, dan ketakutan, berikan konseling, dorong latihan fisik, lakukan
aktivitas spiritual kepada klien sesuai keyakinan yang dianut. Salah satu
teknik latihan fisik yang dapat digunakanadalah senam bugar lansia.

2
Senam bugar lansia adalah senam aerobik low impact yang
dikeluarkan Perwosi (Persatuan Wanita Olahraga Seluruh Indonesia) khusus
bagi lanjut usia. Hasil penelitian oleh Agustin & Ulliya (2014) menunjukkan
bahwa senam bugar lansia dapat meningkatkan koping individu dengan cara
memicu perubahan pola aktivitas 3 lansia, yang akhirnya perubahan pola ini
membawa pengaruh pada perubahan irama sirkadian tubuh dalam mensekresi
hormon endorphin (Moh Soleh, 2006). Rangsangan pada amigdala
berpengaruh pada peningkatan respon emosional positif terhadap situasi
lingkungan di sekitarnya. Dari latar belakang di atas maka peneliti tertarik
untuk melakukan penelitian tentang “Asuhan Keperawatan Gerontik Pada
Klien Dengan Gangguan Psikososial Depresi”.

I.2 Rumusan Masalah


Bagaimana Asuhan Keperawatan Pada Lansia Dengan gangguan
Psikososial

I.3 Tujuan
1. Untuk melakukan pengkajian asuhan keperawatan gerontik kepada
pasien gangguan psikososial.
2. Ditetapkan diagnosa keperawatan gerontik pada pasien gangguan
psikososial.
3. Ditetapkan rencana asuhan keperawatan gerontik pada pasien gangguan
psikososial.

I.4 Manfaat
Dari makalah ini dapat diambil beberapa manfaat lain yaitu :
I.4.1 Manfaat Teoritis
Untuk memberikan teori tentang pencegahan atau penanganan
gangguan psikososial depresi pada lansia.
I.4.2 Manfaat Praktis
1. Bagi Penderita

3
Memberi informasi pada penderita tentang gangguan psikososial
depresi pada lansia dan pengobatannya.
2. Bagi Masyarakat
Memberi informasi terhadap masyarakat tentang penyebab dan
pencegahan gangguan psikososial depresi pada lansia.

4
BAB II

TINJAUAN TEORI

II.1 Konsep Lansia


II.1.1 Definisi Lansia
Menurut (Khoflifah 2016) lanjut usia adalah bagian dari proses
tumbuh kembang, manusia tidak secara tiba-tiba menjadi tua, akan
tetapi berkembang dari bayi, anak-anak, dewasa dan akhirnya menjadi
tua. Hal ini normal, dengan perubahan fisik dan tingkah laku yang
dapat diramalkan dan terjadi pada semua orang pada saat mereka
mencapai usia tahap perkembangan kronologis tertentu.
Lansia adalah seseorang yang telah mencapai usia 60 (enam
puluh) tahun keatas, menurut UU RI No.13 Tahun 1998 Bab 1 pasal 1.
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menggolongkan lansia menjadi 4
yaitu: usia pertengahan (Middle age) adalah 45-59 tahun, lanjut usia
(Eldery) adalah 60-75 tahun, lanjut usia tua (Old) adalah 75-90 tahun
dan usia sangat tua (very old) diatas 90 tahun. (Nugroho 2008).
Menua bukanlah suatu penyakit, tetapi merupakan proses
yang berangsur-angsur mengakibatkan perubahan kumulatif,
merupakan proses menurunnya daya tahan tubuh dalam
menghadapi rangsangan dari dalam dan luar tubuh, seperti
didalam Undang-Undang No 13 tahun 1998 yang isinya menyatakan
bahwa pelaksanaan pembangunan nasional yang bertujuan
mewujudkan masyarakat adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan
Undang- Undang Dasar 1945, telah menghasilkan kondisi sosial
masyarakat yang makin membaik dan usia harapan hidup makin
meningkat, sehingga jumlah lanjut usia makin bertambah. Banyak
diantara lanjut usia yang masih produktif dan mampu berperan aktif
dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Upaya
peningkatan kesejahteraan sosial lanjut usia pada hakikatnya
merupakan pelestarian nilai-nilai keagamaan dan budaya bangsa.

5
Menua atau menjadi tua adalah suatu keadaaan yang terjadi di
dalam kehidupan manusia. Proses menua merupakan proses sepanjang
hidup, tidak hanya dimulai dari suatu waktu tertentu, tetapi dimulai
sejak permulaan kehidupan. Menjadi tua merupakan proses alamiah
yang berarti seseorang telah melalui tiga tahap kehidupan, yaitu anak,
dewasa dan tua (Nugroho, 2006).
II.1.2 Batasan Usia Lansia
1. Organisasi kesehatan dunia (WHO) mengelompokan usia lanjut
meliputi :
a. Usia pertengahan (middle age) usia 45-59 tahun
b. Lanjut usai (eaderly) 60-74 tahun
c. Lanjut usia tua (old) 76-90 tahun
d. Usia sangat tua (Very Old) di atas 90 tahun
2. Menurut Prof Dr. Ny Sumiati Ahmad Mohammad
a. 0-1 tahun : Masa bayi
b. 1-6 tahun : Masa prasekolah
c. 6-10 tahun : Masa sekolah
d. 10-20 tahun : Masa pubertas
e. 40-65 tahun : Masa setengah umur (prasenium)
f. 65 ke atas : Masa lanjut usia (senium).
Dalam (Bandiyah 2009).
3. Depkes RI (2005) menjelaskan bahwa batasan lansia dibagi
menjadi tiga katagori, yaitu :
a. Usia lanjut presenilis yaitu antara usia 45-59 tahun,
b. Usia lanjut yaitu usia 60 tahun ke atas,
c. Usia lanjut beresiko yaitu usia 70 tahun ke atas atau usia 60
tahun ke atas dengan masalah kesehatan.
II.1.3 Ciri –Ciri Lansia
Ciri-ciri lansia adalah sebagai berikut :
1. Lansia merupakan periode kemunduran.
Kemunduran pada lansia sebagian datang dari faktor fisik dan
faktor psikologis. Motivasi memiliki peran yang penting dalam

6
kemunduran pada lansia. Misalnya lansia yang memiliki motivasi
yang rendah dalam melakukan kegiatan, maka akan mempercepat
proses kemunduran fisik, akan tetapi ada juga lansia yang memiliki
motivasi yang tinggi, maka kemunduran fisik pada lansia akan
lebih lama terjadi.
2. Lansia memiliki status kelompok minoritas.
Kondisi ini sebagai akibat dari sikap sosial yang tidak
menyenangkan terhadap lansia dan diperkuat oleh pendapat yang
kurang baik, misalnya lansia yang lebih senang mempertahankan
pendapatnya maka sikap sosial di masyarakat menjadi negatif,
tetapi ada juga lansia yang mempunyai tenggang rasa kepada orang
lain sehingga sikap sosial masyarakat menjadi positif.
3. Menua membutuhkan perubahan peran.
Perubahan peran tersebut dilakukan karena lansia mulai
mengalami kemunduran dalam segala hal. Perubahan peran pada
lansia sebaiknya dilakukan atas dasar keinginan sendiri bukan
atas dasar tekanan dari lingkungan. Misalnya lansia menduduki
jabatan sosial di masyarakat sebagai Ketua RW, sebaiknya
masyarakat tidak memberhentikan lansia sebagai ketua RW karena
usianya.
4. Penyesuaian yang buruk pada lansia.
Perlakuan yang buruk terhadap lansia membuat mereka cenderung
mengembangkan konsep diri yang buruk sehingga dapat
memperlihatkan bentuk perilaku yang buruk. Akibat dari perlakuan
yang buruk itu membuat penyesuaian diri lansia menjadi buruk
pula. Contoh : lansia yang tinggal bersama keluarga sering tidak
dilibatkan untuk pengambilan keputusan karena dianggap pola
pikirnya kuno, kondisi inilah yang menyebabkan lansia menarik
diri dari lingkungan, cepat tersinggung dan bahkan memiliki harga
diri yang rendah.

7
II.1.4 Perubahan Yang Terjadi Pada Lansia
Usia lanjut merupakan usia yang mendekati akhir siklus
kehidupan manusia di dunia. Tahap ini dimulai dari 60 tahun sampai
akhir kehidupan. Lansia merupakan istilah tahap akhir dari proses
penuaan. Semua orang akan mengalami proses menjadi tua (tahap
penuaan). Masa tua merupakan masa hidup manusia yang terakhir,
dimana pada masa ini seseorang mengalami kemunduran fisik, mental
dan sosial sedikit demi sedikit sehingga tidak dapat melakukan
tugasnya sehari-hari lagi (tahap penurunan). Penuaan merupakan
perubahan kumulatif pada makhluk hidup, termasuk tubuh, jaringan
dan sel, yang mengalami penurunan kapasitas fungsional. Pada
manusia, penuaan dihubungkan dengan perubahan degeneratif pada
kulit, tulang, jantung, pembuluh darah, paru-paru, saraf dan jaringan
tubuh lainnya. Dengan kemampuan regeneratif yang terbatas, mereka
lebih rentan terhadap berbagai penyakit, sindroma dan kesakitan
dibandingkan dengan orang dewasa lain. Untuk menjelaskan
penurunan pada tahap ini, terdapat berbagai perbedaan teori, namun
para ahli pada umumnya sepakat bahwa proses ini lebih banyak
ditemukan pada faktor genetik.
Menurut (Nugroho, 2008) perubahan-perubahan yang terjadi
pada lansia diantaranya adalah :
1. Perubahan Fisik
a. Sel
Pada lansia, jumlah selnya akan lebih sedikit dan ukuranya
akan lebih besar. Cairan tubuh dan cairan intraseluler akan
berkurang, proporsi protein di otak, otot, ginjal, darah, dan hati
juga ikut berkurang. Jumlah sel otak akan menurun, mekanisme
perbaikan sel akan terganggu, dan otak menjadi atrofi.
b. Sistem persarafan
Rata-rata berkurangnya saraf neocortikal sebesar 1 perdetik,
hubungan persyarafan cepat menurun, lambat dan merespons
baik dari gerakan maupun jarak waktu. Khususnya dengan

8
stress, mengecilnya syaraf panca indra, serta menjadi kurang
sensitif kedapa sentuhan.
c. Sistem pendengaran
Gangguan pada pendengaran (presbiakusis), membran timpani
mengalami atrofi, terjadi penggumpalan dan pengerasan
serumen karena peningkatan keratin, pendengaran menurun
pada lanjut usia yang mengalami ketegangan jiwa atau stress.
d. Sistem penglihatan
Timbul skerosis pada sfingter pupil dan hilangnya respon
terhadap sinar, kornea lebih berbentuk seperti bola (sferis),
lensa lebih suram (keruh) dapat menyebabkan katarak,
meningkatnya ambang pengamatan sinar dan daya adaptasi
terhadap kegelapan menjadi lebih lambat dan suit untuk
melihatdalam keadaan gelap, hilangnya daya akomodasi,
menurunya lapang pandang, dan menurunya daya untuk
membedakan antara warna biru dengan hijau pada skala
pemeriksaan.
e. Sistem kardiovaskuler
Elastisitas dinding aorta menurun, katup jamtung menebal dan
menjadi kaku, kemampuan jantung memompa menurun 1%
setiap tahun sesudah berumur 20 tahun. Hal ini menyebabkan
penurunan kontraksi dan volumenya. Kehilangan elastisitas
pembuluh darah, kurangnya elastisitas pembuluh darah perifer
untuk oksigenasi, sering terjadi postural hipertensi, tekanan
darah meningkat di akibatkan oleh meningkatnya resistensi dari
pembuluh darah perifer.
f. Sistem pengaturan suhu tubuh
Suhu tubuh menurun (hipotermia) secara fisiologis kurang
lebih 35 C hal ini diakibatkan oleh metabolisme yang menurun,
keterbatasan reflek menggigil, dan tidak dapat memproduksi
panas yang banyak sehingga terjadi rendahnya aktifitas otot.
g. Sistem pernafasan

9
Otot-otot pernafasan kehilangan kekuatan dan menjadi kaku,
menurunya aktifitas dari silia, paru-paru kehilangan elastisitas
sehingga kapasitas residu meningkat, menarik nafas lebih berat,
kapasitas pernafasan maksimum menurun. Ukuran alveoli
melebar dari normal dan jumlahnya berkurang, oksigen pada
paru menurun menjadi 75 mmHg, kemampuan untuk batuk
berkurang, dan menurunya kekuatan otot pernafasan.
h. Sistem gastrointestinal
Kehilangan gigi, indra pengepacan mengalami penurunan,
esofagus melebar, sensitivitaslapae menurun, produksi asam
lambung dan waktu pengosongan lambung menurun, peristaltik
lemah dan biasanya timbul konstipasi, fungsi absorbsi
menurun, hati (liver) semakin mengecil dan menurunya tempat
penyimpanan, serta berkurangnya suplai aliran darah.
i. Sistem genitourinaria
Ginjal mengecil dan nefron menjadi atrofi, aliran darah ke
ginjal menurun hingga 50%, fungsi tubulus berkurang
(berakibat pada penurunan kemampuan ginjal untuk
mengontrasikan urine, berat jenis urine menurun, proteinuria
biasanya +1), blood urea nitrogen (BUN) meningkat hingga 21
mg%, nilai ambang ginjal terhadap glukosa meningkat. Otot-
otot kandung kemih (vesica urinaria) melemah, kapasitasnya
menurun hingga 200 ml dan menyebabkan frekuensi buang air
kecil meningkat, kandung kemih sulit di kosongkan sehingga
peningkatan retensi urine. Pria dengan usia 65 tahun ke atas
sebagian besar megalami pembesaran prostat hingga kurang
lebih 75% dari besar normalnya.
j. Sistem endokrin
Menurunya produksi ACTH, TSH, FSH, DAN LH, aktifitas
tiroid, basal metabolic rate (BMR), daya pertukaran gas,
produksi aldosteron, serta sekresi hormon kelamin seperti
progesteron, esterogen dan testosteron.

10
k. Sitem integumen
Kulit menjadi keriput akibat kehilangan jaringan lemak,
permukaan kulit kasar dan bersisik, menurunya respon terhadap
trauma, mekanisme proteksi kulit menurun, kulit kepala dan
rambut menipis serta berwarna kelabu, rambut dan hidung dan
telingga menebal, berkurangnya elastisitas akibat meurunya
cairan dan vaskularisasi, pertumbuhan kuku lebih lambat, kuku
jari menjadi keras dan rapuh, kuku kaki tumbuh secara
berlebihan dan seperti tanduk, kelenjar keringat berkurang
jumlahnya dan fungsinya. Kuku menjadi pudar dan kurang
bercahaya.
l. Sistem muskuloskeletal
Tulang kehilangan kepadatanya (density) dan semakin rapuh,
kifosis dan persendian membesar dan menjadi kaku, tendon
mengerut dan mengalami sklerosis, artofi serabut otot sehingga
gerak menjadi lambat, otot-otot kram dan menjadi tremor.
2. Perubahan Mental
Faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan mental adalah
perubahan fisik, kesehatn umum, tingkat pendidikan, keturunan
(hereditas), lingkungan tingkat kecerdasan (intellegence quotient-
IQ), dan kenangan (memory), kenangan dibagi menjadi dua, yairtu
kenangan jangka panjang (berjam-jam sampai berhari-hari yang
lalu) mencakup beberapa perubahan dan kenangan jangka pendek
atau sekitar (0-10 menit) biasanya dapat berupa kenangan buruk.
3. Perubahan Psikososial
a. Kesepian
Terjadi pada saat pasangan hidup atau teman dekat meninggal
terutama jikalansia mengalami penurunan kesehatan, seperti
menderita penyakit fisik berat, gangguan mobilitas atau
gangguan sensorik terutama pendengaran.
b. Duka cita (Bereavement)

11
Meninggalnya pasangan hidup, teman dekat, atau bahkan
hewan kesayangandapat meruntuhkan pertahanan jiwa yang
telah rapuh pada lansia. Hal tersebut dapat memicu terjadinya
gangguan fisik dan kesehatan.
c. Depresi
Duka cita yang berlanjut akan menimbulkan perasaan kosong,
lalu diikuti dengankeinginan untuk menangis yang berlanjut
menjadi suatu episode depresi. Depresijuga dapat disebabkan
karena stres lingkungan dan menurunnya kemampuanadaptasi.
d. Gangguan cemas
Dibagi dalam beberapa golongan: fobia, panik, gangguan
cemas umum,gangguan stress setelah trauma dan gangguan
obsesif kompulsif, gangguangangguantersebut merupakan
kelanjutan dari dewasa muda dan berhubungandengan sekunder
akibat penyakit medis, depresi, efek samping obat, atau
gejalapenghentian mendadak dari suatu obat.
e. Parafrenia
Suatu bentuk skizofrenia pada lansia, ditandai dengan waham
(curiga), lansiasering merasa tetangganya mencuri barang-
barangnya atau berniatmembunuhnya. Biasanya terjadi pada
lansia yang terisolasi/diisolasi ataumenarik diri dari kegiatan
sosial.
f. Sindroma diogenes
Suatu kelainan dimana lansia menunjukkan penampilan
perilaku sangatmengganggu. Rumah atau kamar kotor dan bau
karena lansia bermain-maindengan feses dan urin nya, sering
menumpuk barang dengan tidak teratur.Walaupun telah
dibersihkan, keadaan tersebut dapat terulang kembali.
II.1.5 Permasalahan Pada Lansia
Lanjut usia mengalami masalah kesehatan. Masalah ini
berawal dari kemunduran sel- sel tubuh, sehingga fungsi dan daya
tahan tubuh menurun serta faktor resiko terhadap penyakit pun

12
meningkat. Masalah kesehatan yang sering dialami lanjut usia
adalah malnutrisi, gangguan keseimbangan, kebingungan mendadak,
dan lain-lain. Selain itu, beberapa penyakit yang sering terjadi pada
lanjut usia antara lain hipertensi, gangguan pendengaran dan
penglihatan, demensia, osteoporosis, dsb.
Tabel Sepuluh Penyakit Terbanya Pada Lansia Tahun 2013

Prevalensi Menurut Kelompok Umur


No Jenis Penyakit
55-64 th 65-74 th 75 th +
1 Hipertensi 45,9 57 63,8
2 Artritis 45 51 54,8
3 Stroke 33 46 67
4 Peny. Paru Obstruksi Kronis 5,6 8,6 9,4
5 DM 5,5 4,8 3,5
6 Kanker 3,2 3,9 5
7 Peny. Jantung Koroner 2,8 3,6 3,2
8 Batu ginjal 1,3 1,2 1,1
9 Gagal jantung 0,7 0,9 1,1
10 Gagal ginjal 0,5 0,5 0,6
Sumber : Kemenkes RI, Riskesdas, 2013

Pendapat lain menjelaskan bahwa lansia mengalami perubahan


dalam kehidupannya sehingga menimbulkan beberapa masalah.
Permasalahan tersebut diantaranya yaitu :
1. Masalah fisik
Masalahyang hadapi oleh lansia adalah fisik yang mulai
melemah, sering terjadi radang persendian ketika melakukan
aktivitas yang cukup berat, indra pengelihatan yang mulai
kabur, indra pendengaran yang mulai berkurang serta daya tahan
tubuh yang menurun, sehingga seringsakit.
2. Masalah kognitif ( intelektual )
Masalah yang hadapi lansia terkait dengan perkembangan
kognitif, adalah melemahnya daya ingat terhadap sesuatu hal

13
(pikun), dan sulit untuk bersosialisasi dengan masyarakat di
sekitar.
3. Masalah emosional
Masalah yang hadapi terkait dengan perkembangan emosional,
adalah rasa ingin berkumpul dengan keluarga sangat kuat,
sehingga tingkat perhatian lansia kepada keluarga menjadi sangat
besar. Selain itu, lansia sering marah apabila ada sesuatu yang
kurang sesuai dengan kehendak pribadi dan sering stres akibat
masalah ekonomi yang kurang terpenuhi.
4. Masalah spiritual
Masalah yang dihadapi terkait dengan perkembangan spiritual,
adalah kesulitan untuk menghafal kitab suci karena daya ingat
yang mulai menurun, merasa kurang tenang ketika mengetahui
anggota keluarganya belum mengerjakan ibadah, dan merasa
gelisah ketika menemui permasalahan hidup yang cukup serius.

II.1.6 Masalah Yang Psikososil Sering Dihadapi Lansia

Masalah Yang Sering Dihadapi Lansia Masalah kesehatan jiwa


yang sering timbul pada lansia meliputi kecemasan, depresi, insomnia,
paranoid, dan demensia (Maryam, Ekasari, Rosidawati, Jubaedi, &
Batubara, 2008)
a. Tanda gejala dan penyebab
1. Kecemasan
a. Perasaan khawatir atau takut yang tidak rasional akan
kejadian yang akan terjadi
b. Sulit tidur sepanjang malam
c. Rasa tegang cepat marah
d. Sering mengeluh akan gejala yang ringan atau
takut/khawatir terhadap penyakit yang berat, misalnya
kanker dan penyakit jantung yang sebenarnya tidak
dideritanya
e. Sering membayangkan hal-hal yang menakutkan

14
f. Rasa panit terhadap masalah ang ringan
2. Depresi
a. Sering mengalami gangguan tidur atau sering terbangun
sangat pagi yang bukan merupakan kebiasaanya sehari-
hariSering kelelahan, lemas, dan kurang dapat menikmati
kehidupan sehari-hari.
b. Kebersihan dan kerapihan diri sering diabaikan
c. Cepat sekali menjadi marah atau tersinggung
d. Daya konsentrasi berkurang
e. Pada pembicaraan sering disertai topic yang berhubngan
dengan rasa pesimis atau perasaan putus asa
f. Berkurang atau hilangnya nafsu makan sehingga berat
badan menurun secara cepat. g) Kadang-kadang dalam
pembicaraannya ada kecenderungan untuk bunuh diri.
3. Insomnia
a. Kurangnya kegiatan fisik dan mental sepanjang hari
sehingga mereka masih semangat sepanjang malam
b. Tertidur sebentar-sebentar sepanjang hari 10
c. Gangguan cemas dan depresi
d. Tempat tidur dan suasana kamar kurang nyaman
e. Sering berkemih pada waktu malam karena banyak minum
pada malam hari
f. Infeksi saluran kemih
4. Paranoid
a. Perasaan curiga dan memusuhi anggota keluarga, teman-
teman, atau orangorang disekelilingnya
b. Lupa akan barang-barang yang disimpannya kemudian
menduuh orangorang disekelilingnya mencuri atau
menyembnyikan barang miliknya
c. Paranoid dapat merupakan manifestasi dari masalah lain,
seperti depresi dan rasa marah yang ditahan
5. Demensia

15
a. Meningkatnya keslitan dalam melaksanakan kegiatan
sehari-hari
b. Mengabaikan kebersihan diri
c. Sering lupa akan kejadian-kejadian yang dialam, dalam
keadaan yang makin berat, nama orang atau keluarga dapat
dilupakan
d. Pertanyaan atau kata-kata sering diulang-ulang
e. Tidak mengenal demensia waktu, misalnya bangun dan
berpakaian pada malam hari
f. Tidak dapat mengenal demensia ruang atau tempat
g. Sifat dan perilaku berubah menjadi keras kepala dan cepat
marah
h. Menjadi depresi dan menangis tanpa alasan yang jelas
II.1.7 Tujuan Pelayanan Kesehatan Pada Lansia
Pelayanan pada umumnya selalu memberikan arah dalam
memudahkan petugas kesehatan dalam memberikan pelayanan sosial,
kesehatan, perawatan dan meningkatkan mutu pelayanan bagi lansia.
Tujuan pelayanan kesehatan pada lansia terdiri dari :
1. Mempertahankan derajat kesehatan para lansia pada taraf yang
setinggi-tingginya, sehingga terhindar dari penyakit atau
gangguan.
2. Memelihara kondisi kesehatan dengan aktifitas-aktifitas fisik dan
mental
3. Mencari upaya semaksimal mungkin agar para lansia yang
menderita suatu penyakit atau gangguan, masih dapat
mempertahankan kemandirian yang optimal.
4. Mendampingi dan memberikan bantuan moril dan perhatian pada
lansia yang berada dalam fase terminal sehingga lansia dapat
mengadapi kematian dengan tenang dan bermartabat.
5. Fungsi pelayanan dapat dilaksanakan pada pusat pelayanan sosial
lansia, pusat informasi pelayanan sosial lansia, dan pusat

16
pengembangan pelayanan sosial lansia dan pusat pemberdayaan
lansia.
II.1.8 Pendekatan Perawatan Lansia
1. Pendekatan Fisik
Perawatan pada lansia juga dapat dilakukan dengan pendekatan
fisik melalui perhatian terhadap kesehatan, kebutuhan, kejadian
yang dialami klien lansia semasa hidupnya, perubahan fisik pada
organ tubuh, tingkat kesehatan yang masih dapat dicapai dan
dikembangkan, dan penyakit yang dapat dicegah atau progresifitas
penyakitnya. Pendekatan fisik secara umum bagi klien lanjut usia
dapat dibagi 2 bagian :
a. Klien lansia yang masih aktif dan memiliki keadaan fisik
yang masih mampu bergerak tanpa bantuan orang lain
sehingga dalam kebutuhannya sehari-hari ia masih mampu
melakukannya sendiri.
b. Klien lansia yang pasif, keadaan fisiknya mengalami
kelumpuhan atau sakit. Perawat harus mengetahui dasar
perawatan klien lansia ini, terutama yang berkaitan dengan
kebersihan perseorangan untuk mempertahankan kesehatan.
2. Pendekatan Psikologis
Perawat mempunyai peranan penting untuk mengadakan
pendekatan edukatif pada klien lansia. Perawat dapat berperan
sebagai pendukung terhadap segala sesuatu yang asing,
penampung rahasia pribadi dan sahabat yang akrab. Perawat
hendaknya memiliki kesabaran dan ketelitian dalam memberi
kesempatan dan waktu yang cukup banyak untuk menerima
berbagai bentuk keluhan agar lansia merasa puas. Perawat harus
selalu memegang prinsip triple S yaitu sabar, simpatik dan service.
Bila ingin mengubah tingkah laku dan pandangan mereka terhadap
kesehatan, perawat bisa melakukannya secara perlahan dan
bertahap.
3. Pendekatan Sosial

17
Berdiskusi serta bertukar pikiran dan cerita merupakan salah satu
upaya perawat dalam melakukan pendekatan sosial. Memberi
kesempatan untuk berkumpul bersama dengan sesama klien lansia
berarti menciptakan sosialisasi. Pendekatan sosial ini merupakan
pegangan bagi perawat bahwa lansia adalah makhluk sosial yang
membutuhkan orang lain. Dalam pelaksanaannya, perawat dapat
menciptakan hubungan sosial, baik antar lania maupun lansia
dengan perawat. Perawat memberi kesempatan seluas-luasnya
kepada lansia untuk mengadakan komunikasi dan melakukan
rekreasi. Lansia perlu dimotivasi untuk membaca surat kabar dan
majalah.
II.1.9 Prinsip Etika Pelyan Kesehatan Lansia
Beberapa prinsip etika yang harus dijalankan dalam pelayanan
pada lansia adalah (Kane et al, 1994, Reuben et al, 1996) :
1. Empati : istilah empati menyangkut pengertian “simpati atas dasar
pengertian yang dalam”artinya upaya pelayanan pada lansia harus
memandang seorang lansia yang sakit dengan pengertian, kasih
sayang dan memahami rasa penderitaan yang dialami oleh
penderita tersebut. Tindakan empati harus dilaksanakan dengan
wajar, tidak berlebihan, sehingga tidak memberi kesan over
protective dan belas-kasihan. Oleh karena itu semua petugas
geriatrik harus memahami peroses fisiologis dan patologik dari
penderita lansia.
2. Non maleficence dan beneficence. Pelayanan pada lansia selalu
didasarkan pada keharusan untuk mengerjakan yang baik dan harus
menghindari tindakan yang menambah penderitaan (harm).
Sebagai contoh, upaya pemberian posisi baring yang tepat untuk
menghindari rasa nyeri, pemberian analgesik (kalau perlu dengan
derivat morfina) yang cukup, pengucapan kata-kata hiburan
merupakan contoh berbagai hal yang mungkin mudah dan praktis
untuk dikerjakan.

18
3. Otonomi yaitu suatu prinsip bahwa seorang individu mempunyai
hak untuk menentukan nasibnya, dan mengemukakan
keinginannya sendiri. Tentu saja hak tersebut mempunyai batasan,
akan tetapi di bidang geriatri hal tersebut berdasar pada keadaan,
apakah lansia dapat membuat keputusan secara mandiri dan bebas.
Dalam etika ketimuran, seringakali hal ini dibantu (atau menjadi
semakin rumit ?) oleh pendapat keluarga dekat. Jadi secara hakiki,
prinsip otonomi berupaya untuk melindungi penderita yang
fungsional masih kapabel (sedangkan non-maleficence dan
beneficence lebih bersifat melindungi penderita yang inkapabel).
Dalam berbagai hal aspek etik ini seolah-olah memakai prinsip
paternalisme, dimana seseorang menjadi wakil dari orang lain
untuk membuat suatu keputusan (misalnya seorang ayah
membuat keputusan bagi anaknya yang belum dewasa).
4. Keadilan : yaitu prinsip pelayanan pada lansia harus memberikan
perlakuan yang sama bagi semua. Kewajiban untuk
memperlakukan seorang penderita secara wajar dan tidak
mengadakan pembedaan atas dasar karakteristik yang tidak
relevan.
5. Kesungguhan hati : Suatu prinsip untuk selalu memenuhi semua
janji yang diberikan pada seorang lansia.

I.1 Konsep Depresi


I.1.1 Definisi Depresi
Depresi sebagai suatu gangguan mood yang dicirikan tak ada
harapan dan patah hati, ketidakberdayaan yang berlebihan, tak mampu
mengambil keputusan memulai sautu kegiatan, tak mampu
berkonsentrasi, tak punya semangat hidup, selalu tegang, dan
mencoba bunuh diri (Atkinson, 1991) dalam (Lubis, 2016).
Depresi merupakan kondisi emosional yang biasanya ditandai
dengan kesedihan yang amat sangat, perasaan tidak berarti dan
bersalah (menarik diri, tidak dapat tidur, kehilangan selera, minat

19
dalam aktivitas sehari-hari) (Gerald C. Davison, 2004) dalam
(Miftahudin, 2016).
Depresi adalah gangguan mood, kondisi emosional
berkepanjangan yang mewarnai seluruh proses mental (berpikir,
berperasaan dan berperilaku) seseorang. Pada umumnya mood yang
secara dominan muncul adalah perasaan tidak berdaya dan
kehilangan harapan (Rice PL, 1992) dalam (Miftahudin, 2016).
Depresi adalah salah satu bentuk gangguan jiwa pada alam
perasaan (afektif, mood) yang ditandai kemurungan, kesedihan,
kelesuan, kehilangan gairah hidup, tidak ada semangat, dan merasa
tidak berdaya, perasaan bersalah atau berdosa, tidak berguna dan
putus asa (Iyus Yosep 2007) dalam (Miftahudin, 2016). Depresi pada
dua keadaan, yaitu pada orang normal dan pada kasus patologis.
Pada orang normal, depresi merupakan keadaan kemurungan
(kesedihan, kepatahan semangat) yang ditandai dengan perasaan tidak
pas, menurunnya kegiatan, dan pesimisme menghadapi masa yang
akan datang . Sedangkan pada kasus patologis, depresi merupakan
ketidakmauan ekstrim untuk mereaksi terhadap perangsang, disertai
menurunnya nilai diri, delusi ketidakpasan, tidak mampu dan putus
asa (Chaplin, 2002) dalam (Miftahudin, 2016).
I.1.2 Etiologi
Gejala-gejala yang timbul pada penderita depresi dibagi
menjadi tiga yaitu sebagai berikut:
1. Gangguan afektif
Biasanya penderita mengalami perubahan perasaan pada
gangguan afektif. Gejala yang biasa timbul pada gangguan afektif
adalah perasaan sedih, perasaan negatif terhadap diri sendiri,
kehilangan terhadap minat, kesenangan, dan semangat serta
mudah menangis.
2. Gangguan kognitif
Gejala yang muncul adalah penderita akan merasa harga diri dan
percaya diri rendah, rasa bersalah dan tidak berguna, pandangan

20
pesismitik dan suram mengenai masa depan, tindakan yang
menyakitkan diri, konsentasi dan perhatian yang buruk serta
merasa putus asa.
3. Gangguan somatik
Gejala dari gangguan somatik ini adalah gangguan tidur/
insomnia, hilangnya nafsu makan, penurunan energi dan aktifitas
menjadi terbatas, nyeri kepala, nyeri pada punggung, dan
gangguan pada sistem pencernaan.
I.1.3 Klasifikasi Depresi
1. Berdasarkan gejala depresi dapat digolongkan menjadi dua yaitu
sebagai berikut :
a. Depresi neurotik
Depresi ini terjadi saat seseorang mengalami kesedihan yang
jauh lebih berat daripada biasanya karena telah mengalami
suatu kejadian atau peristiwa. Trauma emosional akan terjadi
sebelum penyakit muncul seperti saat kehilangan orang yang
dicintai, pekerjaan atau barang yang paling berharga.
b. Depresi psikotik
Depresi ini akan menimbulkan penyakit yang kambuh
kembali namun dengan suasana hati yang tidak baik. (23)
Depresi ini kadang menunjukkan seperti pada depresi berat
namun terkadang menunjukkan suasana hati gembira dan
aktifitas yang berlebihan. Tanda gejala yang ditunjukkan
oleh penderita adalah seperti waham dan halusinasi.
2. Berdasarkan klasifikasi Diagnostik and Statistical Manual of
Mental Disorders Fourth Edision (DSM IV), gangguan depresi
terbagi dalam tiga kategori yaitu :
a. Gangguan depresi berat (Mayor Depressive Disorder)
Tanda dan gejala yang ditunjukkan pada gangguan depresi
berat terdapat lima atau bahkan lebih gejala yang mucul
selama 2 minggu. Suasana perasaan pada penderita depresi
akibat gejala yang mucul dapat dirasakan sepanjang hari oleh

21
penderita. Perasaan yang mucul yaitu kehilangan perasaaan
senang, berat badan turun atau bahkan mengalami kenaikan
berat badan secara drastis, insomnia atau hipersomnia
berkelanjutan, mudah letih atau kehilangan energi, perasaan
tidak berharga atau perasaan bersalah yang sangat
mendalam, konsentrasi menurun dan keinginan untuk bunuh
diri.
b. Gangguan distimik (Dysthymic Disorder)
Gangguan distimik adalah suatu depresi yang lebih kronis
tanpa ada bukti suatu depresi berat. Perasaan yang timbul
pada depresi ini dapat terjadi selama beberapa hari paling
sedikit selama 2 tahun. Selama gangguan depresi penderita
akan mengalami tidak nafsu makan atau makan berlebihan,
insomnia atau hipersomnia, keletihan, daya konsentrasi
rendah, dan perasaan putus asa.
c. Gangguan afektif Bipolar atau siklotimik (Bipolar Affective
Illness or Cyclothymic Disorder)
Depresi dengan gangguan siklotimik ditandai dengan
penderita sebelumnya pernah mengalami episode depresi
berat atau depresi yang lebih berat. Depresi siklotimik
menunjukkan keadaan depresi ringan dan hipomania,
terpisah dan bercampur, terus menerus, atau hilang timbul,
berlangsung selama paling sedikit 2 tahun. Gangguan ini
biasanya terjadi pada usia muda yaitu sekitar usia 20
tahunan.
3. Berdasarkan tingkat penyakit maka depresi dapat digolongkan
mejadi tiga kelompok yaitu :
a. Depresi ringan (Mild Depression/ Minor Depression)
Depresi ringan ditandai dengan adanya rasa sedih, perubahan
proses berpikir, hubungan sosial kurang baik, tidak
bersemangat dan merasa tidak nyaman. Pada depresi ringan,
mood yang rendah datang dan pergi serta penyakit datang

22
setelah kejadian stressfull yang spesifik.
b. Depresi Sedang (Moderate Depression)
1) Gangguan afektif: peasaan murung, cemas, kesal, marah
menangis, rasa bermusuhan, dan harga diri rendah.
2) Proses pikir: perhatian sepit, berpikir lambat, ragu ragu,
konsentrasi menurun, berpikir rumit, dn putus asa serta
pesimis.
3) Sensasi somatik dan aktivitas motorik: bergerak lamban,
tugas terasa berat, tubuh lemah, sakit kepala, sakit dada,
mual, muntah, konstipasi, nafsu makan menurun, berat
badan menurun, dan gangguan tidur.
4) Pola komunikasi: bicara lambat, komunikasi verbal
menjadi berkurang, dan komunikasi non verbal menjadi
meningkat.
5) Partisipasi sosial: seseorang menjadi menarik diri, tidak
mau bekerja, mudah tersinggung, bermusuhan, dan tidak
memperhatikan kebersihan diri.
c. Depresi berat `
Depresi berat mempunyai dua episode yang berlawanan
yaitu melankolis (rasa sedih) dan mania (rasa gembira yang
berlebihan disertai dengan gerakan hiperaktif). Tanda dan
gejala depresi berat:

1) Gangguan afektif: pandangan kosong, perasaan hampa,


murung, putus asa dan inisiatif kurang.
2) Gangguan proses fikir: halusinasi, waham, konsentrasi
berkurang, dn pikiran merusak diri.
3) Sensasi somatik dan aktivias motorik: diam dalam waktu
lama, tiba tiba hiperaktif, bergerak tanpa tujuan, kurang
perawatan diri, tidak mau makan dan minum, berat
badan menurun, bangun pagi sekali dengan perasaan
tidak enak, dan tugas ringan terasa berat.
4) Pola komunikas: introvert dan tidak ada komunikasi

23
verbal sama sekali.
5) Partisipasi sosial: kesulitan menjalankan peran sosial dan
menarik diri
4. Berdasarkan nosologi, depresi digolongkan menjadi tiga yaitu:
a. Depresi psikogenik terjadi karena pengaruh psikologis
individu yang dapat membuat seseorang sedih atau stres
berat.
b. Depresi endogenik atau disebut depresi pada usia lanjut
terjadi pada usia 60-65 tahun pada laki laki dan usia 50-60
tahun pada perempuan. Depresi ini terjadi karena masalah
atau trauma fisik dan psikis.
c. Depresi somatogenetik menunjukkan timbulnya depresi
karena faktor-faktor jasmani. Depresi ini terbagi dalam dua
tipe yaitu depresi organik dan depresi simptomatik. Depresi
organik disebabkan oleh perubahan perubahan morfologi
dari otak, seperti arterioskerosis serebri, dimensia mental,
dan tumor otak. Depresi simptomatik merupakan depresi
akibat atau bersamaan dengan penyakit jasmani, seperti
penyakit infeksi, penyakit endokrin, akibat tindakan
pembedahan, dan pengobatan jangka panjang dengan obat-
obatan antihipertensi.
I.1.4 Gambaran klinis
Depresi pada lansia adalah proses patoligis, bukan
merupakan proses normal dalam kehidupan. Umumnya orang-
orang akan menanggulanginya dengan mencari dan memenuhi rasa
kebahagiaan. Bagaimanapun, lansia cenderung menyangkal bahwa
dirinya mengalami depresi. Gejala umumnya, banyak diantara
mereka muncul dengan menunjukkan sikap rendah diri, dan
biasanya sulit untuk didiagnosa (Evans, 2000).
Perubahan Fisik
a) Penurunan nafsu makan.
b) Gangguan tidur.

24
c) Kelelahan dan kurang energy
d) Agitasi.
e) Nyeri, sakit kepala, otot keran dan nyeri, tanpa penyebab fisik.
Perubahan Pikiran
a) Merasa bingung, lambat dalam berfikir, penurunan konsentrasi
dan sulit mengungat informasi.
b) Sulit membuat keputusan dan selalu menghindar.
c) Kurang percaya diri.
d) Merasa bersalah dan tidak mau dikritik.
e) Pada kasus berat sering dijumpai adanya halusinasi ataupun
delusi.
f) Adanya pikiran untuk bunuh diri.
perubahan Perasaan
Penurunan ketertarikan dengan lawan jenis dan melakukan
hubungan suami istri.
a) Merasa bersalah, tak berdaya.
b) Tidak adanya perasaan.
c) Merasa sedih.
d) Sering menangis tanpa alas an yang jelas.
e) Iritabilitas, marah, dan terkadang agresif.
Perubahan pada Kebiasaan Sehari-hari
a) Menjauhkan diri dari lingkungan sosial, pekerjaan.
b) Menghindari membuat keputusan.
c) Menunda pekerjaan rumah.
d) Penurunan aktivitas fisik dan latihan.
e) Penurunan perhatian terhadap diri sendiri.
f) Peningkatan konsumsi alcohol dan obat-obatan terlarang.
I.1.5 Tanda dan Gejala
Penggambaran gejala depresi pada lansia (Samiun,2006 dalam
Aspiani, 2014)
1. Kognitif

25
Sekurang-kurangnya ada 6 proses kognif pada Iansia yang
menunjukkan gejala depresi. Pertama, individu yang mengalami
depresi memiliki selfesteem yang sangat rendah.Mereka berpikir
tidak adekuat, tidak mampu, merasa dirinya tidak berarti, merasa
rendah diri dan merasa bersalah terhadap kegagalan yang
dialami.Kedua, Iansia selalu pesimis dalam menghadapi masalah
dan segala sesuatu yang dijalaninya menjadi buruk dan
kepercayaan terhadap dirinya (self-confident) yang tidak
adekuat.Ketiga, memiliki motivasi yang kurang dalam menjalani
hidupnya, selalu meminta bantuan dan melihat semuanya gagal dan
sia-sia sehingga merasa tidak ada gunanya berusaha.Keempat,
membesar-besarkan masalah dan selalu pesimistik menghadapi
masalah.Kelima, proses berpikirnya menjadi lambat, performance
intelektualnya berkurang.Keenam, generalisasi dari gejala depresi,
harga diri rendah, pesimisme dan kurangnya motivasi.
2. Afektif
Lansia yang mengalami depresi merasa tertekan, murung, sedih,
putus asa, kehilangan semangat dan muram.Sering merasa
terisolasi, ditolak dan tidak dicintai. Lansia yang mengalami
depresi menggambarkan dirinya berada dalam lubang gelap yang
tidak dapat terjangkau dan tidak dapat keluar dari sana.
3. Somatik
Masalah somatik yang sering dialami Iansia yang mengalami
depresi seperti pola tidur yang terganggu (insomnia), gangguan
pola makan dan dorongan seksual yang berkurang. Lansia telah
rentan terhadap penyakit karena system kekebalan tubuhnya
melemah, selain karena aging proses juga karena orang yang
mengalami depresi menghasilkan sel darah putih yang kurang
4. Psikomotor
Gejala psikomotor pada lansia depresi yang dominan adalah
retardasi motor.Sering duduk dengan terkulasi dan tatapan kosong
tanpa ekspresi, berbicara sedikit dengan kalimat datar dan sering

26
menghentikan pembicaraan karena tidak memiliki tenaga atau
minat yang cukup untuk menyelesaikan kalimat itu. Dalam
pengkajian depresi pada lansia menurut Sadavoy et all (2004)
gejala-gejala depresi dirangkum dalam SIGECAPS yaitu gangguan
pola tidur (sleep) pada lansia yang dapat berupa kelelahan, susah
tidur, mimpi buruk dan bangun dini dan tidak bisa tidur lagi,
penurunan minat dan aktivitas (interest), rasa bersalah dan
menyalahkan diri (gulity), merasa cepat lelah dan tidak mempunyai
tenaga (energy), penuruan konsentrasi dan proses pikir
(concentration), nafsu makan menurun (appetie), gerakan lamban
dan sering duduk terkulai (psychomotor), dan penelantaran diri
serta ide bunuh diri (suicidaly).
I.1.6 Tingkat depresi pada lansia
Menurut PPDGJ-III (Maslim, 1997) dalam (Aspiani, 2014)
a. Depresi ringan
1) Kehilangan minat dan kegembiraan
2) Berkurangnya energy yang menuju meningkatnya keadaan
mudah lelah dan menurunnya aktivitas
3) Konsentrasi dan perhatian yang kurang
4) Harga diri dan kepercayaan diri yang kurang
b. Depresi Sedang
1) Kehilangan minat dan kegembiraan
2) Berkurangnya energi yang menuju meningkatnya keadaan
mudah lelah dan menurunnya aktivitas
3) Konsentrasi dan perhatian yang kurang
4) Harga diri dan kepercayaan diri yang kurang
5) Pandangan masa depan yang suram dan pesimis
c. Depresi sedang
1) Mood depresif
2) Berkurangnya energi yang menuju meningkatnya keadaan
mudah lelah dan menurunnya aktivitas
3) Konsentrasi dan perhatian yang kurang

27
4) Harga diri dan kepercayaan diri yang kurang
5) Pandangan masa depan yang suram dan pesimis
6) Gagasan tentang rasa bersalah dan tidak berguna
7) Perbuatan yang membahayakan dirinya sendiri atau bunuh
diri
8) Tidur terganggu
9) Disertai waham, halusinasi
10) Lamanya gejala tersebut berlangsung selama 2 minggu
I.1.7 Pemeriksaan penunjang depresi pada lansia
a. Geriatric Depression Scale (GDS-30)
Instrumen Geriatri Depression Scale (GDS) adalah sebagai
berikut :
1) Apakah bapak / ibu sekarang ini merasa puas dengan
kehidupannya ?
2) Apakah bapak / ibu telah meninggalkan banyak
kegiatan atau kesenangan akhir-akhir ini ?
3) Apakah bapak / ibu merasa hampa / kosong didalam hidup ini
?
4) Apakah bapak / ibu sering merasa bosan ?
5) Apakah bapak / ibu mempunyai harapant yang baik di masa
depan ?
6) Apakah bapak / ibu punya pikiran jelek yang terus menerus
mengganggu ?
7) Apakah bapak / ibu memiliki semangat yang baik setiap saat
?
8) Apakah bapak / ibu takut bahwa sesuatu yang buruk akan
terjadi pada anda ?
9) Apakah bapak / ibu merasa bahagia sebagian besar waktu ?
10) Apakah bapak / ibu sering tidak mampu berbuat apa-apa ?
11) Apakah bapak / ibu sering merasa resah dan gelisah ?
12) Apakah bapak / ibu senang tinggal tinggal dirumah
daripada keluar dan mengerjakan sesuatu ?

28
13) Apakah bapak / ibu sering merasa khawatir tentang masa
depan?
14) Apakah bapak / ibu akhir-akhir ini sering pelupa ?
15) Apakah bapak / ibu pikir bahwa hidup
bapak / ibu sekarang ini menyenangkan ?
16) Apakah bapak / ibu sering merasa sedih atau putus asa ?
17) Apakah bapak / ibu merasa tidak berharga akhir-akhir ini ?
18) Apakah bapak / ibu sering merasa khawatir tentang masa lalu
?
19) Apakah bapak / ibu merasa hidup ini menggembirakan ?
20) Apakah sulit bagi bapak / ibu untuk memulai kegiatan yang
baru ?
21) Apakah bapak / ibu merasa penuh semangat ?
22) Apakah bapak / ibu merasa situasi sekarang ini tidak ada
harapan ?
23) Apakah bapak / ibu berpikir bahwa orang lain lebih baik
keadaanya daripada bapak / ibu ?
24) Apakah bapak / ibu sering marah karena hal-hal yang sepele
?
25) Apakah bapak / ibu sering merasa ingin menangis ?
26) Apakah bapak / ibu sulit berkonsentrasi ?
27) Apakah bapak / ibu merasa senang waktu bangun tidur di
pagi hari ?
28) Apakah bapak / ibu tidak suka berkumpul di pertemuan sosial
?
29) Apakah mudah bagi bapak / ibu membuat sesuatu keputusan
?
30) Apakah pikiran bapak / ibu masih tetap mudah dalam
memikirkan sesuatu seperti dulu ?
Keterangan :
a) Skor 0-10 : Tidak ada depresi
b) Skor 11-20 : Depresi ringan

29
c) Skor 21-30 : Depresi berat (Aspiani, 2014)
I.1.8 Masalah Keperawatan yang terjadi pada Lansia Depresi
a. Ketidakefektifan koping
b. Gangguan pola tidur
c. Gangguan proses pikir
d. Perubahan persepsi sensori
e. Risiko mencederai diri

I.2 Konsep Asuhan Keperawatan Pada Pasien Gangguan Psikososia Depresi


I.2.1 Pengkajian
1. Identitas
Meliputi identitas pasien (nama, jenis kelamin, umur,
agama, pendidikan, pekerjaan, suku, alamat, dll) dan identitas
penanggung jawab (nama, umur, agama, pekerjaan, hubungan
dengan pasien, dll).
2. Riwayat
Data pengkajian dapat di kumpulkan dari klien dan
keluarga atau orang terdekat, catatan informasi sebelumnya, dan
orang lain yang terlibat dalam memberi dukungan atau perawatan
klien. Ada banyak kata yang digunakan untuk menggambarkan
depresi. Untuk klien yang mengalami retardasi psikomotor,
pengkajian perlu di lakukan dalam beberapa sesi karena klien
mengalami kesulitan dalam merangkai kata-kata untuk membuat
sebuah kalimat dan memerlukan lebih banyak waktu untuk
menyusun dan memverbalisasi suatu respons. Individu yang
mengalami retardasi psikomotor menggunakan respons satu kata
terhadap pertanyaan ya atau tidak tanpa mengembangkan respons
tersebut. Penggunaan pertanyaan terbuka memerlukan waktu lebih
lama, tetapi menghasilkan data pengkajian yang lebih spesifik.
Mengkaji Gagasan Bunuh Diri. Banyak klien dengan
gangguan mood, karena merasa putus asa dan tidak berdaya,
memiliki fantasi bunuh diri. Tanggung jawab perawat adalah

30
memastikan keamanan individu yang tidak dapat mengupayakan
keamanannya sendiri. Untuk semua individu yang depresi, penting
untuk mengkaji adanya gagasan bunuh diri atau upaya bunuh diri.
Isyarat bunuh diri ini dapat terbuka atau tertutup. Isyarat terbuka
bunuh diri merupakan pernyataan yang jelas dan langsung seperti,
“Saya ingin bunuh diri“ atau “Saya akan memukul kepala saya
malam ini”. Individu lain mengalami lebih banyak kesulitan untuk
mencoba pernyataan langsung tersebut dan mungkin mencoba
memperingatkan orang lain atau meminta bantuan dengan
menggunakan perilaku atau pesan tidak langsung. Isyarat tertutup
adalah pesan yang lebih samar-samar tentang bunuh diri yang perlu
diinterpretasikan. Beberapa individu yang memutuskan untuk
bunuh diri bahkan dapat terlihat gembira dan memiliki tujuan
karena mereka mengakhiri perasaan-perasaan di dalam dirinya
saling bertentangan dan pada akhirnya membuat suatu keputusan.
Bagian tentang bunuh diri ini memberikan informasi tentang
pengkajian gagasan bunuh diri dan asuhan keperawatan yang
berhubungan dengan mereka yang beresiko bunuh diri.
Mengkaji Persepsi Klien. Untuk mengkaji persepsi klien
tentang apa yang jadi masalah, perawat menanyakan tentang
perubahan perilaku yang telah terjadi: kapan perubahan mulai
terlihat, apa yang terjadi dalam hidup klien ketika perubahan mulai
muncul, lama waktu perilaku terlihat pada klien, dan apa yang telah
klien coba lakukan terhadap perubahan tersebut.
3. Penampilan Umum dan Perilaku Motorik
Banyak individu yang depresi terlihat sedih; kadang-kadang
mereka hanya terlihat tidak sehat. Mereka mengalami disforia,
memiliki perasaan tidak enak, dan mudah menangis, atau mereka
mungkin menyangkal perasaan mereka sendiri. Individu yang
depresi dan sedih mengalami retardasi psikomotor (gerakan
tubuh lambat, proses kognitif lambat, dan interaksi verbal lambat).
Mereka mengalami kesulitan mengaitkan pikiran-pikiran mereka,

31
memerlukan lebih banyak waktu untuk berpikir, dan sering kali
menyerah dalam frustasi sebelum mampu menyelesaikan suatu
pikiran dan tugas.
4. Mood dan Afek
Perawat harus membandingkan isi bicara klien (kata-kata)
dengan prosesnya (pesan nonverbal). Komunikasi nonverbal di
anggap lebih jujur dan membantu perawat memahami tingkat
depresi klien.
Klien yang depresi mungkin menggambarkan diri mereka
sebagai orang yang putus asa, tidak berdaya, lemah, atau cemas.
Mereka mudah frustasi, marah terhadap dii mereka sendiri, dan
dapat marah terhadap orang lain (DSM-IV-TR, 2000). Individu lain
yang depresi mengalami aditasi, mudah tersinggung, marah-marah,
mudah kesal, dan mudah mengamuk. Individu yang depresi dan
agitasi di katakana mengalami agitasi psikomotor (gerakan tubuh
dan pikiran meningkat), misalnya berjalan mondar-mandir, berpikir
dengan cepat, dan suka berdebat.
Individu yang depresi menjadi asosial, menarik diri dari
interaksi sosial, menarik diri dari interaksi sosial, keluarga dan
teman, serta hobi. Mereka menjadi anhedonia atau anhedonistik,
kehilangan rasa senang dari aktivitas yang menyenangkan
sebelumnya. Biasanya mereka duduk menyendiri, dengan menatap
nanar atau melamun. Ketika ditanya, mereka berinteraksi minimal
dengan mengucapkan beberapa kata atau gestur.
5. Sensorium dan Proses Intelektual
Konsentrasi dan pembuatan keputusan sangat menurun
sehingga banyak individu depresi yang mengalami kesulitan untuk
melanjutkan sekolah atau kerja. Pada depresi yang berat, klien
mungkin tidak mampu turun dari tempat tidur atau membuat
keputusan tentang apa yang ingin mereka makan.
6. Penilaian dan Daya Tilik

32
Keletihan dan kelelahan (anergia) merupakan gejala yang
umum. Individu yang depresi merasa terbebani ketika mencoba
menyelesaikan bahkan aktivitas yang biasa dilakukan. Mereka
harus melakukan usaha yang besar untuk menyelesaikan bahkan
tugas yang paling sederhana, dan mereka memerlukan waktu lebih
lama untuk menyelesaikan tugas.
7. Konsep Diri
Kesadaran terhadap harga diri sangat berkurang; klien sering
menggunakan frasa seperti “tidak berguna” atau “sama sekali tidak
berharga” untuk menggambarkan diri mereka. Mereka merasa
bersalah karena tidak mampu menjalankan fungsi mereka dan
sering menghubungkan peristiwa dengan diri mereka atau memikul
tanggung jawab untuk insiden yang tidak dapat mereka kendalikan.
Individu yang depresi berpikir dalam (berpikir lama dan khawatir
secara berlebihan) tentang tindakan mereka di masa lalu dan
membuat penilaian sangat negatif tentang diri mereka sendiri.
Mereka mengembangkan aturan yang kaku dan menetapkan tujuan
yang tidak mungkin serta tidak fleksibel, yang memastikan rasa
bersalah dan marah ketika mereka gagal mencapai tujuan mereka.
Mereka yakin bahwa orang lain akan lebih baik jika mereka tidak
ada dan sering berpikir untuk bunuh diri dan melakukan upaya
bunuh diri.
Individu yang depresi kekurangan energi untuk melakukan
aktivitas kehidupan sehari-hari, dengan sering mengabaikan
hygiene dan berhias secara teratur (seperti mandi atau merawat
rambut). Pakaian mereka berwarna gelap, cokelat tua, dan tanpa
warna atau aksesoris tertentu; pakaian mereka mungkin kusut dan
kotor. Wanita tidak lagi menghiraukan untuk berdandan.
Penampilan individu yang depresi menggambarkan harga dirinya
yang rendah dan kesadaran yang kurang terhadap harga diri.
8. Peran dan Hubungan

33
Seperti yang dijelaskan di atas, individu yang depresi
menjadi asocial dan tidak senang dengan orang lain atau aktivitas
yang menyenangkan sebelumnya. Mereka kehilangan ketertarikan
dalam seks dan fungsi mereka dalam bekerja menurun. Mereka
dapat mengalami penurunan berat badan karena mereka tidak
tertarik dengan makanan atau makan bersama orang lain atau
karena mereka mempunyai sangat sedikit energy. Akan tetapi,
beberapa individu yang depresi makan lebih banyak untuk
mengompensasi perasaan mereka yang hampa. Mereka terutama
menyukai karbohidrat dan dapat menambah berat badan mereka
dengan cepat.
9. Pertimbangan Fisiologis dan Perawatan Diri
Perubahan tidur adalah gejala umum lain pada depresi.
Individu biasanya mengeluh insomnia pertengahan terjaga pada
malam hari dan mengalami kesulitan untuk kembali tidur).
Beberapa individu mengalami insomnia awal (kesulitan untuk
tidur), individu lain bangun terlalu dini (insomnia terminal).
Beberapa individu yang depresi tidur terlalu banyak (hypersomnia)
(DSM-TV-TR, 2000).
10. Skala Penilaian Depresi
Beberapa skala penilaian untuk depresi dilengkapi oleh
klien, skala lain dilakukan oleh professional kesehatan jiwa.
Instrument pengkajian ini, bersama evaluasi terhadap perilaku
klien, proses piker, riwayat, riwayat keluarga, dan factor
situasional, membantu menciptakan suatu gambaran diagnostic.
Skala penilaian diri terhadap gejala depresif meliputi Zung Self-
Rating Depression Scale (Tabel 1), Beck Depression Inventory, dan
PRIME-MD (Pfizer). Skala penilaian diri digunakan untuk temuan
kasus dalam masyarakat umum, tetapi bukan merupakan instrument
diagnostic yang dijadikan acuan (Boyd & Nihart, 1998).
Hamilton Rating Scale for Depression (1960) merupakan
skala depresi yang dinilai oleh klinisi dan digunakan seperti

34
wawancara klinis. Klinisi menilai rentang perilaku klien, seperti
mood yang terdepresi, rasa bersalah, bunuh diri dan insomnia. Ada
juga bagian untuk menilai variasi diurnal, depersonlisasi (perasaan
tidak nyata tentang diri sendiri), gejala paranoid dan obsesi.
Beberapa organisasi pemeliharaan kesehatan mewajibkan
professional perawatan kesehatan untuk menggunakan skala
depresi yang dinilai oleh klinisi guna mendiagnosis depresi dan
mendokumentasikan perubahan selama terapi.

35
Zung Self-Rating Depression Scale
Berikut ini adalah 20 pernyataan. Baca setiap pernyataan dengan
cermat dan tetapkan berapa banyak pernyataan tersebut menjelaskan
perasaan anda selama 1 minggu terakhir. Tetapkan apakah pernyataan
tersebut tidak pernah atau sedikit anda rasakan, kadang-kadang, cukup
sering atau hamper selalu atau selalu. Tandai kolom yang sesuai dengan
perasaan anda untuk setiap pernyataan.
Tidak Hampir
Kadang- Cukup
Pernah atau Selalu atau
Kadang Sering
Sedikit Selalu
1. Saya merasa tidak bersemangat dan sedih 1 2 3 4
2. Saya merasa paling semangat pada pagi
1 2 3 4
hari
3. Saya menangis atau seperti ingin
1 2 3 4
menangis
4. Saya mengalami kesulitan tidur pada
1 2 3 4
malam hari
5. Saya makan sebanyak yang bisa saya
1 2 3 4
makan
6. Saya masih menikmati seks 1 2 3 4
7. Saya merasa berat badan saya turun 1 2 3 4
8. Saya mengalami masalah konstipasi 1 2 3 4
9. Jantung saya berdetak lebih cepat dari
1 2 3 4
normal
10.Saya merasa lelah tanpa alasan tertentu 1 2 3 4
11.Pikiran saya jernih seperti biasanya 1 2 3 4
12.Saya merasa mudah melakukan hal-hal
1 2 3 4
yang biasa saya lakukan
13.Saya merasa gelisah dan tidak dapat
1 2 3 4
tenang
14.Saya merasa penuh harapan akan masa
1 2 3 4
depan
15.Saya lebih mudah tersinggung daripada
1 2 3 4
biasanya
16.Saya merasa mudah membuat keputusan 1 2 3 4
17.Saya merasa saya berguna dan
1 2 3 4
dibutuhkan
18.Hidup saya cukup bermakna 1 2 3 4

36
19.Saya merasa orang lain akan lebih baik
1 2 3 4
jika saya mati
20.Saya masih menikmati hal-hal yang biasa
1 2 3 4
saya lakukan

Penilaian : setiap pertanyaan dinilai dengan skala 1-4,


pertanyaan yang mengandung kalimat positif dinilai secara terbalik. Nilai
total diperoleh dengan menjumlahkan nilai-nilai untuk setiap pertanyaan.
Semakin depresi responden, semakin tinggi nilai yang diperoleh. Klien
yang depresi biasanya memiliki nilai lebih dari 60.
Di bawah ini ada skala BDI (Beck Depression Inventory) untuk
mengukur tingkat depresi apakah mengalami episode depresi atau tidak.
Cara menjawabnya adalah dengan memilih salah satu atau dua pilihan
dari masing-masing kelompok item yang ada, kemudian setelah semua
pertanyaan dijawab, hasilnya dijumlahkan. Cara melihat skoring
(penjumlahannya) seperti yang dijelaskan di bawah ini.

37
Skala Depresi (Beck Depressed Invetory)
1. a. Saya tidak merasa sedih.
b. Saya merasa sendu atau sedih.
c. Saya merasa sendu atau sedih sepanjang waktu dan saya tidak dapat
menghilangkannya.
d. Saya merasa begitu sedih atau tidak bahagia, sehingga keadaan ini sangat
menyiksa.
e. Saya merasa begitu sedih atau tidak bahagia sehingga saya merasa tidak tahan
lagi.
2. a. Saya tidak merasa pesimistis menghadapi masa depan.
b. Saya merasa berkecil hati menghadapi masa depan.
c. Saya merasa tidak mempunyai harapan apa pun.
d. Saya merasa bahwa saya tidak akan pernah bisa memecahkan masalah-
masalah saya.
e. Saya merasa bahwa tidak ada harapan di masa depan dan segala
sesuatunya tidak dapat diperbaiki.
3. a. Saya tidak merasa sebagai orang yang gagal.
b. Saya merasa lebih banyak gagal dibandingkan kebanyakan orang.
c. Saya merasa baru sedikit mencapai sesuatu yang berharga.
d. Kalau hanya meninjau lagi hidup saya, yang dapat saya lihat hanyalah
banyaknya kegagalan.
e. Saya merasa sebagai orang yang gagal sama sekali.
4. a. Saya merasa puas secara umum.
b. Saya merasa bosan untuk sebagian besar waktu.
c. Saya tidak menikmati segala sesuatu yang sama seperti biasanya.
d. Saya tidak lagi mendapatkan kepuasan dari hal apa pun.
e. Saya merasa tidak puas dengan hal apa saja dalam hidup saya.
5. a. Saya merasa tidak bersalah secara khusus.
b. Saya merasa nista atau tidak berharga untuk sebagian besar waktu.
c. Saya benar-benar merasa bersalah.
d. Saya sekarang merasa nista atau tidak berharga sepanjang waktu.
e. Saya merasa sepertinya saya sangat nista atau tidak berharga.

38
6. a. Saya tidak merasa bahwa saya sedang dihukum.
b. Saya merasa bahwa sesuatu yang buruk mungkin akan terjadi pada diri
saya.
c. Saya merasa saya sedang dihukum atau akan dihukum.
d. Saya merasasaya pantas dihukum.
e. Saya ingin dihukum.
7. a. Saya tidak merasa kecewa terhadap diri saya sendiri.
b. Saya merasa kecewa terhadap diri saya sendiri.
c. Saya tidak menyukai diri saya sendiri.
d. Saya merasa muak terhadap diri saya sendiri.
e. Saya membenci diri saya sendiri.
8. a. Saya merasa tidak lebih buruk dibanding orang lain.
b. Saya mencela diri saya sendiri karena kelemahan-kelemahan saya.
c. Saya menyalahkan diri saya sendiri atas segala keburukan yang telah
terjadi.
d. Saya menyalahkan diri saya sendiri atas segala keburukan yang telah
terjadi.
9. a. Saya tidak mempunyai pikiran apapun untuk menyakiti diri saya sendiri.
b. Saya mempunyai pikiran untuk menyakiti diri saya sendiri, tetapi saya
tidak akan melakukannya.
c. Rasanya lebih baik saya mati saja .
d. Saya merasa keluarga saya akan lebih baik keadaannya jika saya mati.
e. Jika dapat, saya akan bunuh diri.
10. a. Saya tidak menangis lebih sering dari pada biasanya.
b. Saya sekarang lebih sering menangis dibanding biasanya.
c. Saya menangis sepanjang waktu, saya tidak dapat menghentikannya.
d. Saya biasanya dapat menangis, tetapi sekarang sama sekali tidak dapat
meskipun saya ingin menangis.
11. a. Saya sekarang tidak lebih jengkel dibandingkan biasanya.
b. Saya lebih mudah kesal atau jengkel dibandingkan biasanya.
c. Saya merasa jengkel sepanjang waktu .

39
d. Saya sama sekali tidak menjadi jengkel terhadap hal-hal yang biasanya
menjengkelkan saya.
12. a. Saya membuat keputusan sebaik sebelumnya.
b. Saya mwncoba menunda-nunda dalam mengambil keputusan.
c. Saya mengalami banyak kesulitan dalam mengambil keputusan lagi.
d. Saya sama sekali tidak dapat mengambil keputusan lagi.
13. a. Saya dapat bekerja sebaik sebelumnya.
b. Memerlukan usaha tambhan untuk memulai sesuatu pekerjaan.
c. Saya tidak bekerja sebaik biasanya.
d. Saya harus mendorong diri saya dengan sangat keras untuk melakukan
sesuatu.
e. Saya sama sekali tidak dapat mengerjakan pekerjaan apapun.
14. a. Saya bisa tidur sebaik biasanya.
b. Saya bangun pagi dengan rasa lelah dari pada biasanya.
c. Saya bangun 1-2 jam lebih awal dari pada biasanya dan menyadari akan
sulit tidur kembali.
d. Saya bangun pagi-pagi sekali setiap hari dan tidak dapat tidur lebih dari 5
jam.
15. a. Saya tidak merasa lebih lelah daripada biasanya.
b. Saya lebih mudah menjadi lelah dibanding biasanya.
c. Saya menjadi lelah jika mengerjakan apapun.
d. Saya terlalu lelah untuk mengerjakan apapun.
16. a. Selera makan saya seperti biasanya.
b. Selera makan saya tidak sebaik sebagaimana biasanya.
c. Selera makan saya jauh lebih buruk sekarang.
d. Saya sama sekali tidak mempunyai selera makan lagi.
17. a. Saya tidak merasakan adanya perubahan apapun dalam minat saya terhadap
seks akhir-akhir ini.
b. Saya kurang tertarik terhadap seks dibandingkan biasanya.
c. Minat saya terhadap seks jauh berkurang saat ini.
d. Saya sama sekali telah kehilangan minat terhadap seks.

40
Cara Skoringnya
Setiap nomor terdapat 4 sampai 5 pilihan. Tugas orang tua adalah memilih
satu atau paling banyak dua pilihan dari setiap nomornya. Setiap pilihan (a s/d e)
telah ditentukan nilainya sebagai berikut yaitu:
Setiap pilihan:
a. nilainya adalah 0
b. nilainya adalah 1
c. nilainya adalah 2
d. nilainya adalah 4 dan,
e. nilainya adalah 5
Kemudian setelah kita memilih jawabannya kemudian jumlahkan semua
jawaban sesuai dengan skornya masing-masing. Untuk melihat apakah kita (orang
tua) termasuk dalam kategori mana tingkat depresinya rendah, sedang, atau tinggi
maka harus dibandingkan dengan kategori di bawah ini yaitu:
 Jumlah total 0 - 9 menunjukkan tidak ada gejala depresi
 Jumlah total 10 – 15 menunjukkan adanya depresi ringan
 Jumlah total 16 - 23 menunjukkan adanya depresi sedang
 Jumlah total 24 – 63 menunjukkan adanya depresi berat

Manifestasi depresi dalam bentuk emosi selain menimbulkan perasaan


sedih, juga menimbulkan perasaan bersalah, merasa hampa, tidak berarti, malu,
rasa tidak berguna, dan kehilangan semangat untuk hidup. Manifestasi dari
depresi dalam bentuk fisik ditandai dengan munculnya gejala menurunnya selera
makan, tidak dapat tidur nyenyak, kehilangan gairah seks, mudah lesu dan letih.
Manifestasi dari gangguan kognisi adalah kehilangan konsentrasi, munculnya
evaluasi diri yang serba negatif, mengkritik diri sendiri, dan tidak dapat
mengambil keputusan. Adapun manifestasi dari motivasional adalah
kecenderungan bersikap pasif dan tergantung dengan orang lain, suka menyendiri,
menarik diri dari berbagai kegiatan dan munculnya keinginan untuk bunuh diri.

41
I.2.2 Diagnosis Keperawatan
Data pengkajian dianalisis untuk menentukan prioritas dan
menetapkan rencana perawatan. Tidak semua klien depresi memiliki
masalah dan kebutuhan yang sama. Diagnosis keperawatan yang
umumnya ditegakkan untuk individu depresi adalah :
1. Perubahan Nutrisi : Lebih dari atau Kurang dari Kebutuhan
Tubuh
2. Ansietas
3. Konstipasi
4. Ketidakefektifan Koping Individu
5. Keletihan
6. Ketidakberdayaan
7. Perubahan Performa Peran
8. Defisist Perawatan Diri
9. Gangguan Harga Diri; Rendah Kronis
10. Gangguan Pola Tidur: Insomnia, Hypersomnia
11. Isolasi Sosial
12. Distress Spiritual
13. Ketidakefektifan Penatalaksanaan Program Terapeutik
I.2.3 Kriteria Hasil
Hasil untuk individu yang depresi berhubungan dengan cara
dimanifestasikan, misalnya apakah individu lambat atau agitasi, tidur
terlalu banyak atau terlalu sedikit, atau makan terlalu banyak atau
terlalu sedikit. Contoh hasil untuk klien yang mengalami bentuk
depresi retardasi psikomotor antara lain:
1. Klien akan menghilangkan gagasan dan atau rencana bunuh diri.
2. Klien akan meningkatkan aktivitas psikomotor termasukolahraga
selama 10 menit setiap hari.
3. Klien akan melaksanakan aktivitas hidup sehari-hari secara
mandiri (mandi, mengganti pakaian, berhias).
4. Klien akan membuat daftar sifat positif untuk memperlihatkan
peningkatan harga diri.

42
5. Klien akan bersosialisasi dengan staf dan teman sebaya.
6. Klien akan kembali bekerja atau melakukan aktivitas sekolah.
7. Klien akan mematuhi program antidepresan dan melakukan
kunjungan evaluasi ulang setiap tiga bulan.
8. Klien akan menyebutkan gejala rekurensi.
I.2.4 Intervensi
1. Menyediakan keamanan klien dan orang tua
Tanggung jawab perawat adalah memastikan keamanan
klien dengan harga diri rendah, putus asa dan tidak berdaya, yang
sering memiliki pikiran bunuh diri sebagai metode untuk
membebaskan diri dari distress ini. Perawat harus menanyakan
klien secara langsung tentang pikiran atau rencana bunuh diri.
Bertolak belakang dengan mitos popular, menanyakan tentang
bunuh diri tidak memberi perasaan lega dan nyaman kepada
individu yang memiliki pikiran tersebut, tetapi takut untuk
menceritakannya kepada orang lain. Perawat harus mendengarkan
dengan cermat dan mengobservasi perilaku serta respon klien
untuk mengetahui isyarat bahwa klien tidak menyangkal atau
mencoba menyembunyikan pikiran bunuh diri atau bahkan
pikiran untuk membahayakan orang lain. Bunuh diri dan depresi
mencakuo rasa marah kepada diri sendiri, tetapi rasa marah juga
dapat ditujukan kepada orang lain dalam bentuk serangan atau
pembunuhan sehingga perawat harus menanyakan apakah klien
merencanakan untuk menyakiti orang lain.
Apabila klien memiliki rencana bunuh diri, perawat harus
melakukan pengkajian letalitas bunuh diri. Hasil pengkajian
letalitas bunuh diri harus dilaporkan kepada dokter jaga dan tim
terapi. Kebijakan dan prosedur institusi atau rumah sakit dipatuhi
guna menerapkan tindakan kewaspadaan terhadap bunuh diri
(misalnya memindahkan benda-benda yang membahayakan,
meningkatkan tingkat pengawasan).

43
Untuk klien yang memiliki pikiran atau rencana bunuh
diri, perawat harus menetapkan kontrak tidak bunuh diri, suatu
persetujuan verbal atau tertulis yang memuat janji klien untuk
memberitahu anggota staf jika ia memiliki pikiran bunuh diri.
2. Mengorientasikan klien ke lingkungan baru dan menyusun
aktivitas harian
Orientasi terhadap unit dan aktivitas terjadwal meningkatkan
rasa aman klien. Alur kritis memberi suatu kerangka kerja untuk
proses keperawatan. Individu depresi membutuhkan suatu
lingkungan yang terstruktur dan terjadwal, tetapi tidak menuntut.
Mereka perlu mengetahui apa yang diharapkan dari mereka, apa
yang mereka lakukan sehari-hari, kepada siapa mereka harus
bertanya dan bagaimana proses terapi berlangsung. Mereka juga
perlu mengetahui peraturan, isu-isu hokum yang berhubungan
dengan diri mereka dan gambaran singkat tentang bagaimana unit
tersebut bekerja. Misalnya perawat dapat memberi saran kepada
klien yang baru masuk rumah sakit dengan berhenti setelah setiap
kalimat untuk mengkaji pemahaman klien.
3. Meningkatkan Hubungan Terapeutik
Penting untuk memilki kontak dengan klien depresi dan
memulai hubungan terapeutik tanpa memerhatikan keadaan
depresi klien. Beberapa individu yang de presi sangat terbuka
dalam menjelaskan perasaan mereka tentang kesedihan,
keputusasaan, ketidakberdayan, atau agitasi. Individu yang
depresi mungkin tidak mampu mempertahankan interaksi yang
lama sehingga mengunjungi klien beberapa kali dalam waktu
singat pada setiap sif akan membantu perawat mengkaji status
klien dan membina hubungan terapeutik.
Perawat dapat mengalami kesulitan untuk berinteraksi
dengan klien depresi karena ia berempati terhadap kesedihan dan
deprsi klien. Untuk melindungi dirinya, perawat dapat secara
tidak sadar menghindari interaksi dengan klien depresi. Untuk

44
menghidari penolakan yang tidak disadari ini, perawat harus
menjadwalkan kontak dengan klien. Perasaan depresi empati ini
dapat dihilangkan dengan berbicara dengan rekan sejawat tentang
hubungan dengan klien dan rencana terapi klien.
Klien asocial yang mengalami retardasi psikomotor (bicara
lambat, gerakan lambat, proses pikir lambat) dapat
memperlihatkan sikap membisu. Perawat harus duduk disamping
klien selama beberapa menit, sambil kadang kala memberi
komentar.
Misalnya: “halo, Jonas. Saya Barbara perawat anda. Saya
punya beberapa menit untuk duduk bersama anda. (berhenti
sementara) langit tanpa cerah hari ini tapi aya rasa akan terjadi
badai satu jam mendatang.”
Sebelum meninggalkan klien, katakana kepadanya bahwa
anda senang duduk bersamanya dan sampaikan juga waktu
kunjungan anda berikutnya “saya senang duduk bersama anda.
Saya akan menemui anda lagi sekitar pukul 2.45 siang, karena
pada saat itu saya punya waktu luang.” Cara ini dapat
membangun rasa kepedulian dan rasa percaya, yang sangat
penting untuk hubungan terapeutik.
4. Meningkatkan Kemandirian Dalam Aktifitas Kehidupan
Sehari-Hari
Kemampuan untuk melakukan aktivitas sehari-hari
berhubungan dengan tingkat retardasi psikomotor yang dialami
klien. Tingkat retardasi psikomotor ini dapat berubah setiap sif
juga pada setiap peristiwa. Mendorong klien untuk melakukan
setiap tugas dengan seoktimal mungkin akan mengurangi
ketergantungan yang tidak perlu pada staf.
Untuk mengkaji kemampuan klien dalam melakukan
aktivitas kehidupan sehari-hari secara mandiri, perawat mula-
mula harus meminta klien untuk melakukan tugas
global.misalnya;

45
‘’martin, sekarang waktunya untuk berpakaian. Pakai
bajumu”. (tugas global)
Apabila klien tidak dapat berespon terhadap tugas global,
tugas tersebut dibagi menjadi bagian-bagian yang lebih kecil.
Misalnya : “martin, pilih celana panjang yang ingin kamu pakai,
warna abu-abu atau warna biru, kemudian pakai.” Klien harus
tetap melakukan upaya untuk menetapkan suatu pilihan. Reaksi
klien membantu perawat mengkaji keterampilan psikomotor,
ambivalensi, dan kemampuan klien berespon terhadap pesan
kongkret. Individu yang depresi dapat dengan mudah merasa
terbebani oleh tugas yang dilakukan dalam beberapa tahap.
Keberhasilan dalam melewati tahap-tahap yang ringan dan
kongkret dapat digunakan sebagai dasar untuk meningkatkan
harga diri dan akan membangun kompetensi klien untuk
melakukan tugas yang sedikit lebih kompleks pada waktu
selanjutnya.
Apabila klien tidak mampu memilih bagian pakaian yang
ditawarkan, perawat harus memilihkan celana panjang dan
mengarahkan klien untuk memakainya. Misalnya : “ini celana
panjang abu-abu kamu. Pakailah.” Cara ini masih memungkinkan
klien untuk berpartisipasi dalam berpakaian. Apabila ini
merupakan hal yang mampu klien lakukan pada saat ini, aktivitas
ini akan mengurangi ketergantungannya pada staf. Hal ini disebut
permintaan kongkret dan jika klien tidak dapat melakukannya, hal
tersebut perawat informasi tentang tingkat retrdasi prikomotor
klien.
Apabila klien tidak dapat memakai celana panjangnya,
perawat harus membantu klien dengan mengatakan, “mari saya
bantu kamu memakainya, martin.” Perawat harus membantu klien
berpakaian hanya jika ia tidak dapat melakukan suatu tahap dari
tahap-tahap di atas. Hal ini memungkinkan klien melakukan
sebanyak mungkin untuk dirinya sendiri sehingga ketergantungan

46
pada staf tidak menjadi perilaku yang menetap. Proses yang sama
dapat dilakukan dalam hal makan, mandi, dan melakukan
aktivitas perawat diri yang rutin
Karena kemampuan klien dapat berubah dengan cepat dari
hari ke hari dan bahkan dari jam ke jam, kemampuan tersebut
harus dikaji secara berkesinambungan. Alas an untuk menelusuri
proses yang lambat ini dan mengkaji kemampuan klien setiap
saat, berhubungan dengan perbedaan kecepatan antidepresan
menghasilkan efek; SSRI dan antidepresan atipikal memiliki
awitan yang lebih cepat. Pengkajian yang kontinu ini memerlukan
waktu lebih banyak daripada waktu yang dibutuhkan untuk
sekedar membantu klien berpakaian, tetapi cara ini meningkatkan
kemandirian klien dan memberikan data pengkajian yang dinamis
tentang kemampuan psikomotor klien. Anggota staf yang
menolak berpartisipasi dalam proses ini harus mengevaluasi
kebutuhan mereka sendiri untuk mempertahankan klien untuk
tetap bergantung pada mereka.
5. Penatalaksanaan Pengobatan
Peningkatan aktivitas dan peningkatan mood yang
dihasilkan oleh kerja antidepresan dapat member energy kepada
individu untuk melakukan bunuh diri; oleh karena itu, risiko
bunuh diri harus dikaji walaupun klien menerima suatu
antidepresan. SSRI. Sindrom serotonin adalah masalah yang
mengancam jiwa dan terjadi ketika SSRI berinteraksi dengan
MAOI.
ATS dan Heterosiklik. Efek samping umum mengantuk dan
pusing dapat menjadi masalah dalam penggunaan ATS. ATS
dapat dikonsumsi sebelum tidur untuk membantu individu tidur,
mempertahankan produktivitas pada siang hari, dan menghindari
pusing. Apabila iritasi gastrointestinal terjadi, ATS dapat
dikonsumsi setelah makan. ATS mengurangi keefektifan
antihipertensi; menurukan ambang kejang; meningkaatkan

47
depresi system saraaf pusat jika diberikan bersama hipnotik,
barbiturate, atau sedative; dapat mengubah efek antikoagulan
oral; dan dapat menyebabkan delirium jika diberikan bersama
levodopa. Lansia berisiko mengalami toksisitas akibat pemberian
ATS dan hiterosiklik karena mereka memetabolisme agens
tersebut dengan lebih lambat. Simetidin dapat meningkatkan
kadar obat-obatan ini dalam plasma.
Mulut kering, sedasi, konstipasi, dan urinary hesitancy
dapat terjadi; perawat harus memantau asupan dan haularan serta
kebiasaan defekasi klien. Karena ada kemungkinan hipotensi
ortostatik, klien harus mengubah posisi dan bangkit dengan
perlahan.
Obat-obatan ini dapat meningkatkan tekanan intraocular
pada kasus glaucoma, menyebabkan retensi urine pada kasus
hipertrofi prostat benigna, dan menyebabkan hiperpireksia.
Pemberian obat-obatan ini tidak boleh dihentikan secara tiba-tiba
kecuali diinstruksikan oleh dokter atau perawat praktik lanjutan.
Obat-obatan ini tidak boleh diberikan bersama MAOI
karena obat-obatan ini memiliki efek sinergistik yang tinggi.
Periode washout selama minimal tiga minggu diperlukan antara
waktu dihentikannya pemberian satu obat dengan dimulainya
pemberian obat yang lain.
MAOI. Efek samping umumnya adalah pusing, mual,
muntah, mulut kering, insomnia, urinary hesitancy, hipotensi
ortostatik, konstipasi, kelemahan, reflex mioklonik, dan
kehilangan nafsu makan serta penurunan berat badan. “histamine
headaches” dapat terjadi, biasanya disertai hipotensi, diare,
salivasi, kram abdomen, dan lakrimasi. Pada terapi selanjutnya
dapat terjadi penambahan berat badan, kecanduan karbohidrat,
kesulitan melakukan sanggama, hipoglikemia, kram, disorientasi,
neuropati perifer, dan edema. MAOI tidak boleh diberikan

48
bersama antidepresan kategori lain karena adanya risiko sindrom
serotonin. MAOI juga dapat meningkatkan hasil tes fungsi hati.
Karena adanya efek yang berpotensi mengancam jiwa,
yakni krisis hipertensi dan sindrom serotonin, klien yang
menerima MAOI haarus mampu dan mau mengikuti program diet
yang ketat. Klien dan keluarga harus diberi penjelasan tentang
makanan yang mengandung kadar tiramin tinggi, sedang, atau
rendah serta diberikan suatu daftar makanan dan cairaan yang
harus dihindari dan digunakan dengan hati-hati. Klien juga perlu
mengetahui gejala krisis hipertensi dan sindrom serotonin, serta
tindakan kedaruratan yang perlu dilakukan jika hal tersebut terjadi
(menunda dosis selanjutnya dan menghubungi dokter). Krisis
hipertensi diobati dengan memberikan fentolamin melalui
intravena atau nifedipin penyekat saluran kalsium–(diberikan
peroral); klien dapat membawa obat yang terakhir untuk
digunakan dalam situasi kedaruratan. Klien juga harus
memberitahu semua dokter dan dokter gigi yang menangani
mereka bahwa menggunakan MAOI.
Antidepresan Atipikal. Kelas antidepresan ini ditoleransi
dengan baik dan kurang toksik daripada ATS, heterosiklik, dan
MAOI. Antidepresan ini meliputi venlafaksin, bupropion, dan
nefazodon.
6. Memberikan Penyuluhan kepada Klien dan Keluarga
Klien dan keluarga harus belajar cara menatalaksana program
pengobatan karena klien mungkin perlu mengonsumsi obat-
obatan ini selama berbulan-bulan, bertahun-tahun, atau bahkan
seumur hidup. Penyuluhan akan meningkatkan kepatuhan. Klien
harus mengetahui berapa kali ia perlu kembali untuk menjalani
pemantauan dan pemeriksaan diagnostic.
Klien dan keluarga harus mengetaahui bahwa hasil akhir
terapi yang paling baik dicapai jika digunakan kombinasi
psikoterapi dan antidepresan. Psikoterapi membantu klien

49
menggali isu-isu kemarahan, ketergantungan, perasaan bersalah,
keputusasaan, ketidakberdayaan, kehilangan suatu benda, isu
interpersonal, dan keyakinan yang tidak rasional. Tujuannya ialah
membalikkan pandangan klien yang negatif tentang masa depan,
meningkatkan citra dirinya, dan membantunya meningkatkan
kompetensi serta penguasaan diri.
Perawat dapat membantu klien menemukan ahli psikoterapi
melalui pusat kesehatan jiwa yang member layanan di area tempat
tinggal klien. Banyak pusat kesehatan jiwa memiliki skala
pembayaran yang harganya menurun. Pusat kesehatan jiwa
terdaftar didalam buku telepon dan brosur informasi yang
diterbitkan oleh kantor informasi daerah. Buku petunjuk berisi
daftar alamat perawat jiwa praktik lanjutan, psikiater, psikolog,
dan pekerja social psikiatri tersedia dengan menghubungi
organisasi masing-masing disiplin ini di Negara bagian. Karena
hasil terbaik melibatkan penggunaan antidepresan dan
psikoterapi, perawat dapat membantu individu menemukan
seseorang yang mengombinasikan kedua modalitas terapi
tersebut, seperti perawat jiwa prktik lanjutan atau psikiater.
Psikolog dan pekerja social psikiatri biasanya memiliki
persetujuan kerja sama dengan psikiater untuk menatalaksana
obat-obatan yang digunakan klien mereka.
I.2.5 Implementasi
Didasarkan pada  diagnosa yang muncul baik secara aktual,
resiko, atau potensial. Kemudian dilakukan pelaksanaan keperawatan
pelaksanaan keperawatan merupakan kegiatan yang dilakukan sesuai
dengan rencana yang telah ditetapkan. Selama pelaksanaan kegiatan
dapat bersifat mandiri dan kolaboratif. Selama melaksanakan kegiatan
perlu diawasi dan dimonitor kemajuan kesehatan klien (Santosa,
1989)

50
I.2.6 Evaluasi
Rencana pulang dikembangkan dengan memanfaatkan sumber-
sumber di dalam keluarga dan masyarakat. Hal ini mencakup
penyuluhan klien dan keluarga yang menyeluruh tentang program
pengobatan. Individu yang memahami dan memiliki kesempatan
untuk berpartisipasi dalam menulis rencana terapinya lebih mungkin
mematuhi rencana tersebut. Klien mungkin mampuu tetap berada
dalam masyarakat dengan melakukan kunjungan rawat jalan untuk
psikoterapi dan penatalaksanaan pengobatan, hospitalisasi parsial, atau
kunjungan rumah oleh perawat jiwa. Klien dan keluarga harus
mengetahui kriteria pemulangan dan masuk kembali ke rumah sakit
(readmission) dan harus mengetahui cara memperoleh bantuan dalam
mengkaji kebutuhan untuk readmission. Manajer kasus bekerja sama
dengan klien dan staf untuk mengkaji, mengembangkan, dan
mengimplementasikan aspek perawatan ini pada klien.

51
DAFTAR PUSTAKA

Aspiani, N. R. (2014). Buku Ajar Keperawatan Gerontik Jilid 2. Jakarta: CV.


TRANS INFO MEDIA.
Ballo, I. R., Kaunang, T. M., Munayang, H., & Elim, C. (2012). Jurnal Biomedik.
59-67.
Irawan, H. (2013). Gangguan Depresi pada Lanjut Usia. 11.
Miftahuddin, M. (2016). Kajian Penelitian Psikologi. An- Nafs .
Prabowo, E. (2014). Konsep & Aplikasi Asuhan Keperawatan Jiwa. Yogyakarta:
Nuha Medika.

52

Anda mungkin juga menyukai