Anda di halaman 1dari 9

KESEHATAN JIWA

Guru Pembimbing: Ns. Endang Siti Nurhadiyah, S.Kep

KELOMPOK 4:

1. DIVA AZZAHRA
2. JUWITA MAY ISNAWATI
3. KES CAROLIN ZAHRA
4. RAFFI
5. SYINTHIA WULANDARI

SMKS KELUARGA BUNDA JAMBI

TAHUN PELAJARAN 2022/2023


DAFTAR ISI MAKALAH KESEHATAN JIWA

HALAMAN JUDUL ..............................................................

DAFTAR ISI ..........................................................................

BAB 1 PENDAHULUAN ........................................................

 1.1. Latar Belakang ................................................


 1.2. Batasan Masalah .............................................
 1.3. Rumusan Masalah ..........................................
 1.4. Tujuan ............................................................
 1.5. Mafaat ...........................................................

BAB 2 LANDASAN MATERI.

 2.1. Ilmu Kesehatan Jiwa .....................................


 2.2. Pengertian ....................................................

BAB 3 PENUTUP

 3.1. KESIMPULAN ................................................


 3.2. SARAN ..........................................................
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kesehatan jiwa bisa dikatakan sebagai suatu kondisi sehat baik emosional, psikologis,
dan juga sosial yang ditunjukkan dalam hubungan interpersonal yang memuaskan antara
individu dengan individu lainnya, memiliki koping yang efektif, konsep diri positif dan emosi
yang stabil (Videbeck, 2010). Kesehatan jiwa seseorang dipengaruhi oleh keseimbangan dan
ketidakseimbangan antar sistem. Sistem tersebut berfungsi sebagai salah satu kesatuan yang
holistik dan bukan semata-mata merupakan penjumlahan elemen-elemenya. Sehingga
kesehatan jiwa merupakan kondisi seseorang yang merasa sehat dan bahagia, mampu
menerima orang lain sebagaimana adanya dan mempunyai sikap positif terhadap diri sendiri
dan orang lain. (Mangindaan, 2010).

Tidak berkembangnya koping individu secara baik dapat menyebabkan terjadinya


gangguan jiwa pada seseorang. Menurut Purnama, Yani, & Titin (2016) mengatakan
gangguan jiwa adalah seseorang yang terganggu dari segi mental dan tidak bisa
menggunakan pikirannya secara normal. Gangguan jiwa merupakan manifestasi dari bentuk
penyimpangan perilaku akibat adanya distorsi emosi sehingga ditemukan ketidakwajaran
dalam bertingkah laku. Sedangkan menurut Nasir & Muhith (2011), mengatakan bahwa
gangguan jiwa adalah keadaan adanya gangguan pada fungsi kejiwaan, fungsi kejiwaan
meliputi proses berpikir, emosi, kemauan dan perilaku psikotomotor, termasuk bicara.
Seseorang mengalami gangguan jiwa apabila ditemukan adanya gangguan pada fungsi mental
yang meliputi: emosi, pikiran, perilaku, perasaan, motivasi, kemauan, keinginan, daya tilik
diri dan persepsi sehingga mengganggu dalam proses hidup di masyarakat.

Laporan nasional menurut Kemenkes (2013) hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas)
prevalensi gangguan jiwa berat di Indonesia 1,7%, artinya ada sekitar 1,7 kasus gangguan
jiwa berat di antara 1000 orang penduduk Indonesia. Sedangkan hasil Riskesdas (Kemenkes,
2018), prevalensi gangguan jiwa berat menurut provinsi (per mil) sebanyak 6,7 per 1000
orang. Artinya, dari 1.000 orang terdapat 6,7% yang mengidap gangguan jiwa berat. Menurut
Undang – Undang Republik Indonesia No 18 Tahun 2014 tentang Kesehatan Jiwa pada pasal
8, salah satu upaya promotif dan preventif dalam penanganan kasus gangguan jiwa adalah
keterlibatan keluarga. Upaya promotif dilingkungan keluarga dilaksanakan dalam bentuk pola
asuh dan pola komunikasi dalam keluarga yang mendukung pertumbuhan dan perkembangan
jiwa yang sehat. Sedangkan untuk upaya preventif menurut pasal 13 dilaksanakan dalam
bentuk pengembangan pola asuh yang mendukung pertumbuhan dan perkembangan jiwa,
komunikasi, informasi dan edukasi dalam keluarga dan kegiatan lain sesuai dengan
perkembangan masyarakat.
Upaya kesehatan jiwa tentunya tidak terlepas dari peran perawat dalam memberikan
asuhan keperawatan kepada pasien dengan berkolaborasi bersama keluarga dalam merawat
pasien. Keluarga merupakan lingkungan terdekat yang mempengaruhi kesembuhan pasien,
terutama dukungan keluarga selama di rumah sangat dibutuhkan agar pasien termotivasi
untuk sembuh dan tidak kambuh lagi. Peran perawat juga sangat dibutuhkan untuk
melakukan pendidikan kesehatan kepada keluarga agar keluarga mampu menjadi pendukung
yang efektif bagi pasien skizofrenia baik dirumah sakit maupun dirumah (Keliat, 2011).
Keluarga sebagai orang terdekat yang mendampingi pasien dan support sistem sangat
berperan agar pasien tetap dalam kondisi stabil setelah perawatan, sehingga keluarga perlu
mengetahui dan memehami tentang cara perawatan pasien dirumah. Oleh karena itu, sebagai
satu indikator keluarga sehat adalah keluarga harus mampu merawat pasien gangguan jiwa.
Salah satu pendidikan kesehatan keluarga dalam masalah gangguan jiwa adalah pemberian
informasi dasar, yang disebut dengan psikoedukasi keluarga (Videbeck, 2008).

Psikoeduasi keluarga merupakan salah satu bentuk dari program perawatan kesehatan
jiwa keluarga yang termasuk dari bagian terapi psikososial, dengan cara pemberian informasi,
edukasi melalui komunikasi yang terapeutik. Tujuan dari program psikoedukasi adalah
menambah pengetahuan tentang gangguan jiwa anggota keluarga sehingga diharapkan dapat
menurunkan angka kambuh dan meningkatkan fungsi keluarga. Penderita gangguan jiwa
membutuhkan lingkungan yang adekuat dalam proses pengobatannya dengan cara
meningkatkan pemahaman keluarga penderita risiko perilaku kekerasan mengenai gejala
sakit, memberikan dukungan dan dapat melakukan pemecahan masalah (Stuart & Laraia,
2008).

Berdasarkan uraian di atas, maka peneliti memfokuskan studi pustaka pengaruh


pemberian terapi psikoedukasi pada keluarga pasien dengan gangguan jiwa. Diharapkan
dengan psikoedukasi keluarga ini pengetahuan dan kemampuan keluarga dalam merawat
pasien dapat meningkat, dan keluarga menjadi faktor yang sangat penting dalam proses
kesembuhan pasien yang mengalami gangguan jiwa, sebagai pemberi perawatan lanjutan
tidak mengalami stress bahkan depresi karena kehadiran pasien dengan masalah gangguan
jiwa dalam keluarga.

Psikoedukasi keluarga adalah salah satu pengembangan dari terapi keluarga.


Pengembangan ini sebagai suatu metode edukasi bagi keluarga dengan salah satu anggota
keluarganya menderita gangguan jiwa. Psikoedukasi keluarga ini bertujuan untuk
memberikan informasi yang diperlukan serta pelatihan dalam merawat orang dengan
gangguan jiwa (ODGJ) (Bhattacharjee, et al., 2011). Terapi psikoedukasi keluarga dapat
meningkatkan kemampuan kognitif dan psikomotor secara bermakna dalam merawat ODGJ,
dengan memberikan intervensi yang sesuai dengan tahapan pemberian terapi psikoedukasi
keluarga. Terapi psikoedukasi keluarga dapat meningkatkan kemampuan kognitif karena
dalam terapi mengandung unsur untuk meningkatkan pengetahuan keluarga tentang penyakit,
mengajarkan teknik yang dapat membantu keluarga untuk mengetahui gejala–gejala
penyimpangan perilaku, serta peningkatan dukungan bagi anggota keluarga itu sendiri
(Minddisorders, 2009).

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah tersebut maka penulis merumuskan masalah pada
literature review ini adalah bagaimanakah pengaruh penerapan psikoedukasi pada keluarga
dalam merawat pasien dengan gangguan jiwa?

C. Tujuan Literatur Review

1. Tujuan Umum

Mengetahui pengaruh penerapan terapi psikoedukasi pada keluarga dalam merawat


pasien dengan gangguan jiwa.

2. Tujuan Khusus

a. Diketahuinya tujuan penelitian penerapan psikoedukasi pada keluarga dalam merawat


pasien gangguan jiwa.

b. Diketahuinya prosedur penerapan psikoedukasi pada keluarga dalam merawat pasien


gangguan jiwa.

D. Ruang Lingkup

Ruang lingkup studi kasus ini adalah jurusan keperawatan dan cakupan keperawatan
jiwa. Adapun ruang lingkup penelitian dalam literatur review ini yaitu semua jenis penelitian
yang menggunakan penerapan psikoedukasi keluarga dalam merawat pasien gangguan jiwa.

E. Manfaat Literatur Review

1. Manfaat Teoritis
Manfaat literatur review ini diharapkan dapat bermanfaat memberikan tambahan
informasi ilmu pengetahuan bagi perkembangan

ilmu keperawatan jiwa khususnya tentang penerapan terapi psikoedukasi pada keluarga
dalam mearwat pasien gangguan jiwa.

2. Manfaat Praktis

a. Manfaat literatur review bagi intitusi pendidikan yaitu sebagai landasan untuk
mengembangkan ilmu keperawatan yang aplikatif terhadap penatalaksanaan intervensi dalam
hal penerapan psikoedukasi keluarga dalam merawat pasien gangguan jiwa.

b. Manfaat literatur review bagi peneliti lain yang akan melakukan penelitian yaitu sebagai
data awal untuk melakukan penelitian serupa tentang penerapan terapi psikoedukasi pada
keluarga dalam mearwat pasien gangguan jiwa.

c. Manfaat literatur review bagi perawat jiwa yaitu dapat memberikan pemahaman lebih
lanjut mengenai psikoedukasi
keluarga, sehingga perawat dapat termotivasi untuk lebih sering melakukan psikoedukasi
keluarga bagi kesembuhan pasien.
BAB 2

A. ILMU KESEHATAN JIWA

Melansir definisi dari World Health Organization (WHO), dokter Tika menuturkan terdapat
empat kriteria yang harus dipenuhi agar seseorang dapat dikatakan memiliki jiwa nan sehat.
Pertama yang bersangkutan dapat mengetahui kekurangan dan kelebihan dari dirinya atau
mengetahui potensi diri. Kedua yang bersangkutan mampu mengatasi konflik dalam hidupnya. Tidak
apa-apa jika tidak bisa menyelesaikan masalah secara langsung, namun yang bersangkutan
mempunyai kesadaraan akan dirinya, mampu atau tidak menyelesaikan masalah itu. Jika tidak bisa
maka dia akan meminta tolong kepada orang lain. Jika seseorang dapat berlaku seperti itu, maka dia
mempunyai jiwa yang sehat. Ketiga adalah ketika yang bersangkutan dapat berlaku produktif,
dimana bermanfaat bagi dirinya sendiri dan orang lain. Serta yang terakhir (keempat) mempunyai
peran aktif dalam komunitas atau lingkugannya. “Jika satu dari kriteria tersebut tidak terpenuhi,
maka orang tersebut bisa dikategorikan (sebagai) orang dengan masalah kejiwaan atau orang
dengan gangguan jiwa. Jadi, empat komponen itu harus terpenuhi semua,” tutur dokter Tika.

Lebih jelasnya, orang dengan masalah kejiwaan berbeda dengan orang dengan gangguan jiwa.
Orang dengan masalah kejiwaan adalah orang yang sedang berada dalam kondisi rentan mengalami
gangguan jiwa. Misalnya adalah orang-orang yang mengalami penyakit kronis (kesembuhan
penyakitnya lama), dimana dia rentan mengalami depresi, cemas, dan stres karena penyakitnya.
Contoh lainnya adalah orang-orang yang baru mendapatkan musibah seperti kebakaran, bercerai,
orang yang terkena PHK, dan lain sebagainya. Sementara orang dengan gangguan jiwa adalah orang-
orang yang memiliki gangguan pada fungsi pikir, perasaan serta perilakunya. Orang yang sedang
mengalami gangguan jiwa ini dapat ditandai dengan kondisi penurunan kualitas hidup yang
bersangkutan. Contohnya jika seseorang yang tengah mengalami perasaan sedih. Setiap orang bisa
dan berhak untuk merasa sedih. Namun, ketika perasaan sedih tersebut sampai menghambat yang
bersangkutan melaksanakan aktivitas seharihari, seperti makan dan lain sebagainya, maka orang
tersebut tengah mengalami gangguan jiwa. “(begitu juga dengan) orang cemas karena kecemasan
seorang ibu tidak bisa pergi belanja untuk memenuhi kebutuhannya kepasar karena cemas atau
takut sama orang… Nah kalau keadaan tersebut dialami dan sudah mengurangi kualitas hidup: itu
dikatakan gangguan jiwa,” jelas dokter Tika. Lalu apa perbedaan orang dengan gangguan jiwa
dengan orang “gila”? Dokter Tika menegaskan bahwa penyebutan “orang gila” tersebut adalah
salah. Istilah “orang gila” tidak ada dalam ilmu kesehatan jiwa. Orang yang disebut masyarakat
sebagai “orang gila” ini benarnya disebut sebagai orang dengan gangguan jiwa berat. Misalnya orang
dengan skizofrenia, dimana ia tidak bisa membedakan antara fungsi berfikirnya dengan kenyataan
yang ada. “(jadi) tidak ada istilahnya gangguan jiwa ‘gila’ itu. Tidak ada namanya gangguan jiwa ‘gila’,
jadi istilah (orang gila) itu tidak digunakan,” pungkas dokter Tika. Dokter Tika prihatin ketika banyak
orang memanggil orang dengan gangguan jiwa berat tersebut dengan sebutan “orang gila”. Selama
ini penggunaan sebutan tersebut menimbulkan stigma negatif kepada yang bersangkutan dan
menjadikan mereka dijauhi oleh orang-orang. “Istilah benarnya bisa (dengan) orang dalam gangguan
jiwa, atau disabilitas mental atau psikososial, itu kan lebih enak didengar dibandingkan menyebut
‘orang gila’,“ tambah dokter Tika.

B. PENGERTIAN

Kesehatan jiwa adalah keadaan sejahtera di mana individu menyadari potensi yang dimilikinya,
mampu menanggulangi tekanan hidup normal, bekerja secara produktif, serta mampu memberikan
kontribusi bagi lingkungannya. Kesehatan jiwa menurut WHO (World Health Organization) adalah
ketika seseorang tersebut merasa sehat dan bahagia, mampu menghadapi tantangan hidup serta
dapat menerima orang lain sebagaimana seharusnya serta mempunyai sikap positif terhadap diri
sendiri dan orang lain. Kesehatan jiwa adalah kondisi dimana seorang individu dapat berkembang
secara fisik, mental, spiritual, dan sosial sehingga individu tersebut menyadari kemampuan sendiri,
dapat mengatasi tekanan, dapat bekerja secara produktif, dan mampu memberikan kontribusi untuk
komunitasnya. Kondisi perkembangan yang tidak sesuai pada individu disebut gangguan jiwa (UU
No.18 tahun 2014).

BAB 3

3.1 Kesimpulan

Dari hasil dan pembahasan penelitian, dapat disimpulkan bahwa terdapat 6 (Enam) kategori utama
dalam penelitian yaitu: Pasung, Pengobatan alternative, Kerasukan Roh, Ekonomi, Support System,
dan Isolasi Sosial Masyarakat, dimana dalam kategori utama terdapat sub kategori. Tindakan
pemasungan dilakukan oleh keluarga yang memiliki penderita gangguan jiwa di sumatera barat.
Pemasungan dan pengasingan yang dilakukan oleh keluaga dengan alasan agar keluarga lebih dapat
mengawasi penderita supaya tidak menyakiti diri sendiri dan orang lain serta keluarga tidak di buat
sulit jika pasien hilang/ pergi dari rumah. Pasung juga dipengaruhi oleh faktor kultur (sosial, agama,
dan budaya) dimana sebagian masyarakat masih menganggap bahwa gangguan jiwa disebabkan
karena adanya gangguan oleh”roh jahat” yang telah merasuki jiwa, sehingga seseorang yang
mengalami gangguan jiwa harus diasingkan atau dikucilkan bahkan dipasung karena dianggap
sebagai aib bagi keluarga. Dalam Pengobatannya Keluarga umumnya membawa anggota keluarga
yang mengalami gangguan jiwa di sumatera barat ke pengobatan alternative baik itu dukun atau
ustad. Pengobatan alternatif yang diambil keluarga bertujuan untuk mengkombinasikan
pengobatan, dan untuk mengusir Jin, setan dan roh yang masuk ketubuh pasien. Masalah ekonomi
pada partisipan merupakan masalah krusial dengan keluarga yang mengalami gangguan jiwa di
sumatera barat merupakan salah satu faktor penghambat yang dirasakan oleh semua partisipan.
Apalagi partisipan sudah tahu betul jika penyakit yang kelurga mereka alami butuh dana dan waktu
yang lama untuk sembuh sehingga akan sangat mempengaruhi dalam pengobatan. Disamping ada
faktor penghambat namun partisipan yang mempunyai keluarga yang mengalami gangguan jiwa di
Sumatera Barat juga memiliki Support System (sistem pendukung) yang baik dari keluarga sendiri,
masyarakat, petugas pemerintah dan petugas kesehatan. Bentuk dukungan baik oleh keluarga juga
seiring sejalan dengan upaya mayarakat sekitar dan aparat desa untuk menekan angka kejadian
gangguan jiwa, tidak jarang ketika keluarga pasien sedang berhalangan untuk mengambil obat,
tetangga dan aparat desa siap membantu mengambilkan, dan tidak jarang pula di masyarakat dan
aparat desa turut serta mengantarkan pasien untuk berobat ke rumah sakit. Isolasi sosial dari
masyrakat ditemukan pada partisipan yang memiliki keluarga gangguan jiwa di sumatera barat hal
ini disebabkan karena kurang pahamnya masyarakat tentang penyakit tersebut, sehingga partisipan
lebih memilih untuk bersikap pasrah dan sabar. Sikap ini diambil supaya keluarga tidak makin dijauhi
oleh tetangga sekitar tempat tinggal mereka.

3.2 Saran

Saran kepada pemerintah lebih memperhatikan masalah kesehatan jiwa sehingga dalam pelayanan
kesehatan lebih murah dan terjangkau (Dana BPJS tepat sasaran), lebih merata sehingga partisipan
ditempat yang jauh pun bisa mencapainya untuk mengurangi kejadian kekambuhan.Upaya ini
merupakan salah satu cara yang perlu dilakukan untuk mengurangi kasus pemasungan pada
penderita gangguan jiwa berat. Upaya lainnya adalah meningkatkan pengetahuan masyarakat
mengenai akses terhadap fasilitas kesehatan yang dekat dengan tempat tinggal sehingga informasi
mudah di dapat. Untuk keluarga Dalam memberikan perawatan kepada pasien diharapkan
mampumengurangi terjadinya kekambuhan pada pasien gangguan jiwa akibat dari sikap yang salah.

Anda mungkin juga menyukai