Anda di halaman 1dari 28

MAKALAH KEPERAWATAN JIWA

“Model Konseptual Keperawatan Jiwa”

Dosen Pengampu : Reta Renylda, S.Kep., Ns., M.Kep

KELOMPOK 1

Annisa Nur Taufikiyah PO71201190024


Arya Dwi Yansyah PO71201190034
Muhammad Zayyan Pratama PO71201190032
Nurrifqoh Sari PO71201190015
Ratu Aisah Alifya PO71201190018

PRODI SARJANA TERAPAN KEPERAWATAN


POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES JAMBI
TAHUN AJARAN 2020/2021

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadiran Allah SWT yang telah


memberikan rahmat dan karunia-Nya kepada kita, sehingga kami tim
penyusun berhasil menyelesaikan makalah sederhana ini.
Makalah ini disusun dengan tujuan agar teman-teman mahasiswa
lainnya dapat membaca dan mempelajari tentang “Model Konseptual
Keperawatan Jiwa”.
Kami menyadari bahwa makalah yang kami susun ini tak luput dari
kekurangan dan jauh dari kesempurnaan. Oleh karenanya, kami sebagai
kelompok penyusun sangat mengharapkan adanya kritik dan saran yang
membangun dari para pembaca.

Jambi, Januari 2021

Penyusun

2
DAFTAR ISI

Kata Pengantar.......................................................................................................
Daftar Isi..................................................................................................................
Bab I (Pendahuluan)
A. Latar Belakang..................................................................................................
B. Tujuan...............................................................................................................
C. Manfaat.............................................................................................................
D. Pertanyaan Kajian.............................................................................................
Bab II (Tinjauan Pustaka).......................................................................................
A. Kesehatan Jiwa................................................................................................
B. Masyarakat.......................................................................................................
Bab III (Pembahasan)
A. Definisi .............................................................................................................
B. Prinsip keperawatan kesehatan jiwa................................................................
Bab IV (Penutup)
A. Kesimpulan.......................................................................................................
B. Saran ................................................................................................................
Daftar Rujukan.........................................................................................................

3
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Model konseptual merupakan rancangan terstruktur yang berisi
konsep-konsep yang saling terkait dan saling terorganisasi guna
melihat hubungan dan pengaruh logis antar konsep. Model konseptual
juga memberikan keteraturan untuk berfikir, mengamati apa yang
dilihat dan memberikan arah riset untuk mengetahui sebuah
pertanyaan untuk menanyakan tentang kejadian serta menunjukkan
suatu pemecahan masalah (Potter&Perry, P 270, 2005)
Model konseptual keperawatan jiwa merupakan suatu kerangka
rancangan terstruktur untuk melakukan praktik pada setiap tenaga
kesehatan mental. Hal ini merupakan upaya yang dilakukan baik oleh
tenaga kesehatan mental maupun perawat untuk menolong seseorang
dalam mempertahankan kesehatan jiwanya melalui mekanisme
penyelesaian masalah yang positif untuk mengatasi stressor atau
cemas yang dialaminya. Perawat psikiatri dapat bekerja lebih efektif
bila tindakan yang dilakukan didasarkan pada suatu model yang
mengenali keberadaan sehat atau sakit sebagai suatu hasil dari
berbagai karakteristik individu yang berinteraksi dengan sejumlah
factor di lingkungan (Videbeck, 2008).
Model konseptual keperawatan jiwa khususnya model komunikasi
merupakan suatu hubungan interaksi manusia sebagai proses
interpersonal. Model komunikasi ini memprediksi perilaku dalam hal
pengetahuan tentang manfaat dan ancaman bagi kesehatan dan
jiwanya. Untuk memotivasi seseorang dalam pengambilan keputusan
untuk mempertahankan kesehatannya dipelukanlah sebuah
komunikasi (Fitzpatrick, 1989)

4
B. Tujuan
1. Menjelaskan kembali pengertian kesehatan jiwa
2. Menjelaskan kembali ciri sehat jiwa
3. Menerapkan model konsep keperawatan jiwa dalam pemberian
asuhan keperawatan pada pasien dengan masalah psikososial dan
gangguan jiwa.

C. Manfaat
Manfaat pembuatan makalah ini adalah untuk memahami mengenai
model konseptual keperawatan jiwa dan aplikasi penggunaan model
konsep keperawatan jiwa.

D. Pertanyaan Kajian
1. Apa pengertian kesehatan jiwa?
2. Apa saja ciri-ciri sehat jiwa?
3. Bagaimana penerapan model konseptual keperawatan jiwa dalam
asuhan keperawatan gangguan jiwa?

5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Kesehatan Jiwa
1. Pengertian
Sehat (Health) secara umum dapat dipahami sebagai
kesejahteraan secara penuh (keadaan yang sempurna) baik
secara fisik, mental, maupun sosial, tidak hanya terbebas dari
penyakit atau keadaan lemah.Sedangkan di Indonesia, UU
Kesehatan No. 36 tahun 2009 menyatakan bahwa sehat adalah
suatu keadaan sehat secara fisik, mental, dan sosial dimana
memungkinkan setiap manusia untuk hidup produktif baik
secara sosial maupun ekonomis.
Kesehatan mental atau kesehatan jiwa menurut seorang ahli
kesehatan Merriam Webster, merupakan suatu keadaan
emosional dan psikologis yang baik, dimana individu dapat
memanfaatkan kemampuan kognisi dan emosi, berfungsi dalam
komunitasnya, dan memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-hari.
Inti dari kesehatan mental sendiri adalah lebih pada keberadaan
dan pemeliharaan mental yang sehat.
Kondisi mental yang sehat pada tiap individu tidaklah dapat
disamaratakan. Kondisi inilah yang semakin membuat urgensi
pembahasan kesehatan mental yang mengarah pada
bagaimana memberdayakan individu, keluarga, maupun
komunitas untuk mampumenemukan, menjaga, dan
mengoptimalkan kondisi sehat mentalnya dalam menghadapi
kehidupan sehari-hari.
Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 18
Tahun 2014 Tentang Kesehatan Jiwa Pasal 1 menyebutkan
bahwa Kesehatan jiwa adalah kondisi dimana seorang individu
dapat berkembang secara fisik, mental, spiritual, dan sosial

6
sehingga individu tersebut menyadari kemampuan sendiri,
dapat mengatasi tekanan, dapat bekerja secara produktif, dan
mampu memberikan kontribusi untuk komunitasnya.
Orang Dengan Masalah Kejiwaan yang selanjutnya
disingkat ODMK adalah orang yang mempunyai masalah fisik,
mental, sosial, pertumbuhan dan perkembangan, dan/atau
kualitas hidup sehingga memiliki risiko mengalami gangguan
jiwa. Orang Dengan Gangguan Jiwa yang selanjutnya disingkat
ODGJ adalah orang yang mengalami gangguan dalam pikiran,
perilaku, dan perasaan yang termanifestasi dalam bentuk
sekumpulan gejala dan/atau perubahan perilaku yang
bermakna, serta dapat menimbulkan penderitaan dan
hambatan dalam menjalankan fungsi orang sebagai manusia
(UU No 18 tahun 2014 Pasal 1).
Notosoedirjo dan Latipun (2007), mengatakan bahwa terdapat
banyak cara dalam mendefenisikan kesehatan mental (mental
hygene) yaitu: (1) karena tidak mengalami gangguan mental,
(2) tidak jatuh sakitakibat stessor, (3) sesuai dengan
kapasitasnya dan selaras dengan lingkungannya, dan (4)
tumbuh dan berkembang secara positif.
a. Sehat mental karena tidak mengalami gangguan mental
Orang yang sehat mentalnya adalah orang yang tahan
terhadap sakit jiwa atau terbebas dari sakit dan gangguan
jiwa. Sehat jika tidak terdapat sedikitpun gangguan
psikisnya, dan jika ada gangguan psikis maka
diklasifikasikan sebagai orang sakit. Dengan kata lain sehat
dan sakit itu mental itu bersifat nominal yang dapat
dibedakan kelompok- kelompoknya. Sehat dengan
pengertian “terbebas dari gangguan”, berarti jika ada
gangguan sekalipun sedikit adanya, seseorang itu dianggap
tidak sehat.

7
b. Sehat mental jika tidak sakit akibat adanya stressor
Notosoedirjo dan Latipun (2007), mengatakan bahwa orang
yang sehat mentalnya adalah orang yang dapat menahan
diri untuk tidak jatuh sakit akibat stressor (sumber stres).
Seseorang yang tidak sakit meskipun mengalami tekanan-
tekanan maka menurut pengertian ini adalah orang yang
sehat. Pengertian ini sangat menekankan pada kemampuan
individual merespon lingkungannya.
c. Sehat mental jika sejalan dengan kapasitasnya dan selaras
dengan lingkungannya
Michael dan Kirk Patrick (dalam Notosudirjo & Latipun,
2007) memandang bahwa individu yang sehat mentalnya
jika terbebas dari gejala psikiatris dan individu itu berfungsi
secara optimal dalam lingkungan sosialnya. Pengertian ini
terdapat aspek individu dan aspek lingkungan. Seseorang
yang sehat mental itu jika sesuai dengan kapasitasnya diri
sendiri, dan hidup tepat yang selaras dengan
lingkungannya.
d. Sehat mental karena tumbuh dan berkembang secara positif
Frank, L. K. (dalam Notosudirjo & Latipun, 2007)
merumuskan pengertian kesehatan mental secara lebih
komprehensif dan melihat kesehatan mental secara “positif”.
Dia mengemukakan bahwa kesehatan mental adalah orang
yang terus menerus tumbuh, berkembang dan matang
dalam hidupnya, menerima tanggung jawab, menemukan
penyesuaian (tanpa membayar terlalu tinggi biayanya
sendiri atau oleh masyarakat) dalam berpartisipasi dalam
memelihara aturan sosial dan tindakan dalam budayanya.
2. Dimensi Kesehatan Mental
Maslow dan Mittlemenn (dalam Notosoedirjo & Latipun, 2007)
menguraikan pandangannya mengenai prinsip-prinsip

8
kesehatan mental, yang menyebutnya dengan manifestation of
psychological health. Maslow menyebut kondisi yang sehat
secara psikologis itu dengan istilah self-actualizationsekaligus
sebagai puncak kebutuhan dari teori hierarki kebutuhan yang
disusunnya. Manifestasi mental yang sehat (secara psikologis)
menurut Maslow dan Mittlemenn tercermin dari kesebelas
dimensi kesehatan mental yakni adalah sebagai berikut:
a. Adequate feeling of security (rasa aman yang memadai).
Perasaan merasa aman dalam hubungannya dengan
pekerjaan, sosial, dan keluarganya.
b. Adequate self-evaluation (kemampuan menilai diri sendiri
yang memadai), yang mencakup (a) Memiliki harga diri yang
memadai dan merasa ada nilai yang sebanding antara
keadaan diri yang sebenarnya (potensi diri) dengan
prestasinya, (b) Memiliki perasaan berguna akan diri sendiri,
yaitu perasaan yang secara moral masuk akal, dan tidak
diganggu oleh rasa bersalah yang berlebihan, dan mampu
mengenal beberapa hal yang secara sosial dan personal
tidak dapat diterima oleh kehendak umum yang selalu ada
sepanjang kehidupan di masyarakat.
c. Adequate spontaneity and emotionality (memiliki spontanitas
dan perasaan yang memadai dengan orang lain), hal ini
ditandai oleh kemampuan membentuk ikatan emosional
secara kuat dan abadi, seperti hubungan persahabatan dan
cinta, mampu mengekspresikan ketidaksukaan atau
ketidaksetujuan tanpa kehilangan kontrol, kemampuan
memahami dan membagi perasaan kepada orang lain,
kemampuan menyenangi diri sendiri dan tertawa. Ketika
seseorang tidak senang pada suatu saat, maka dia harus
memiliki alasan yang tepat mengapa dia tidak senang.

9
d. Efficient contact with reality (mempunyai kontak yang
efesien dengan realitas) kontak ini sedikitnya mencakup tiga
aspek yaitu dunia fisik, sosial, dan diri sendiri dan internal.
e. Adequate bodily desires and ability to gratify them
(keinginan- keinginan jasmani yang memadai dan
kemampuan untuk memuaskannya).
f. Adequate self-knowledge (mempunyai kemampuan
pengetahuan yang wajar). Termasuk di dalamnya (a) Cukup
mengetahui tentang: motif, keinginan, tujuan, ambisi,
hambatan, kompetensi, pembelaan, dan perasaan rendah
diri, (b) Penilaian yang realistis terhadap diri sendiri baik
kelebihan maupun kekurangan, (c)Mampu menilai diri
secara jujur (jujur pada diri sendiri), mampu untuk menerima
diri sendiri apa adanya, dan mengakui serta menerima
sejumlah hasrat atau pikiran meskipun beberapa diantara
hasrat-hasrat itu secara sosial dan personal tidak dapat
diterima.
g. Integration and consistency of personality (kepribadian yang
utuh dan konsisten). Ini bermakna (a) Cukup baik
perkembangan diri dan kepribadiannya, kepandaiannya, dan
berminat dalam beberapa aktivitas, (b) Memiliki prinsip moral
dan kata hati yang tidak terlalu berbeda dengan pandangan
kelompok, (c) Mampu untuk berkonsentrasi, dan (d)
Tiadanya konflik-konflik besar dalam kepribadiannya dan
tidak diasosiasi terhadap kepribadiannya.
h. Adequate of life goal (memiliki tujuan hidup yang wajar). Hal
ini berarti (a) Memiliki tujuan hidup yang sesuai dengan
dirinya sendiri dan dapat dicapai, (b) Mempunyai usaha
yang tekun dalam mencapai tujuan tersebut, dan (c) Tujuan
itu bersifat baik untuk diri sendiri dan masyarakat.

10
i. Ability to learn from experience (kemampuan belajar dari
pengalaman). Kemampuan untuk belajar dari pengalaman
hidupnya sendiri.
j. Ability to satisfy to requirements of the group (kemampuan
memuaskan tuntutan kelompok). Individu harus: (a) Dapat
memenuhi tuntutan kelompok dan mampu menyesuaikan
diri dengan anggota kelompok yang lain tanpa harus
kehilangan identitas pribadi dan diri sendiri, (b) Dapat
menerima norma-norma yang berlaku dalam kelompoknya,
(c) Mampu menghambat dorongan dan hasrat diri sendiri
yang dilarang oleh kelompoknya, (d) Mau berusaha untuk
memenuhi tuntutan dan harapan kelompoknya: ambisi,
ketepatan, persahabatan, rasa tanggung jawab, dan
kesetiaan, serta (e) Berminat untuk melakukan aktivitas atau
kegiatan yang disenangi oleh kelompoknya.
k. Adequate emancipation from the group or culture
(mempunyai emansipasi yang memadai dari kelompok atau
budaya). Hal ini mencakup: (a) Kemampuan untuk menilai
sesuatu itu baik dan yang lain adalah buruk berdasarkan
penilaian diri sendiri tanpa terlalu dipengaruhi oleh
kebiasaan-kebiasaan dan budaya serta kelompok, (b)
Dalam beberapa hal bergantung pada pandangan
kelompok, (c) Tidak ada kebutuhan yang berlebihan untuk
membujuk (menjilat), mendorong, atau menyetujui
kelompok, dan (d) Mampu menghargai perbedaan budaya.

3. Faktor yang Mempengaruhi Kesehatan Jiwa


Menurut Videbeck (2008) faktor yang mempengaruhi kesehatan
jiwa diantaranya:
a. Faktor Individual
1) Struktur biologis

11
Gangguan jiwa juga tergolong ilmu kedokteran, dalam
beberapa penelitian yang dilakukan oleh para psikiater
mengenai neutransmiter, anatomi dan faktor genetik juga
ada hubungannya dengan terjadinya gangguan jiwa.
Dalam setiap individu berbeda- beda struktur anatominya
dan bagaimana menerima reseptor ke hipotalamus
sebagai respon dan reaksinya dari rangsangan tersebut
hingga menyebabkan gangguan jiwa.
2) Ansietas dan ketakutan.
Kekhawatiran pada sesuatu hal yang tidak jelas dan
perasaan yang tidak menentu akan sesuatu hal
menyebabkan individu merasa terancam, ketakutan
hingga terkadang mempersepsikan dirinya terancam.
b. Faktor Psikologi
Hubungan antara peristiwa hidup yang mengancam dan
gangguan mental sangat kompleks tergantung dari situasi,
individu dan bagaimana setiap orang mampu berkomunikasi
secara efektif. Hal ini sangat tergantung pada bantuan
teman, dan tetangga selama periode stres.
c. Faktor Budaya dan Sosial
Gangguan jiwa yang terjadi di berbagai negara mempunyai
perbedaan terutama mengenai pola perilakunya.
Karakteristik suatu psikosis dalam suatu sosio budaya
tertentu berbeda dengan budaya lainnya. Perbedaan ras,
golongan, usia dan jenis kelamin mempengaruhi pula
terhadap penyebab mula gangguan jiwa. Tidak hanya itu
saja, status ekonomi juga berpengaruh terhadap terjadinya
gangguan jiwa.
d. Faktor Presipitasi
Menurut Stuart (2007) selain di atas, faktor Stressor
Presipitasi mempengaruhi dalam kejiwaan seseorang.
Sebagai faktor stimulus dimana setiap individu

12
mempersepsikan dirinya melawan tantangan, ancaman,
atau tuntutan untuk koping. Masalah khusus tentang konsep
diri disebabkan oleh setiap situasi dimana individu tidak
mampu menyesuaikan. Lingkungan dapat mempengaruhi
konsep diri dan komponennya. Lingkungan dan stresor yang
dapat mempengaruhi gambaran diri dan hilangnya bagian
badan, tindakan operasi, proses patologi penyakit,
perubahan struktur dan fungsi tubuh, proses tumbuh
kembang, dan prosedur tindakan dan pengobatan.
4. Tanda dan Gejala Gangguan Jiwa
Tanda gangguan jiwa menurut (Suliswati dkk, 2007), meliputi:
a. Perubahan yang berulang dalam pikiran, daya ingat,
persepsi yang bermanifestasi sebagai kelainan bicara dan
perilaku.
b. Perubahan ini menyebabkan tekanan batin dan penderitaan
pada individu dan orang lain dilingkungannya.
c. Perubahan perilaku, akibat dari penderitaan ini
menyebabkan gangguan dalam kegiatan sehari-hari,
efisiensi kerja dan hubungan dengan orang lain.
Tanda dan gejala gangguan jiwa menurut Yosep (2007) adalah
sebagai berikut:
a. Ketegangan (tension), rasa putus asa dan murung, gelisah,
cemas, perbuatan-perbuatan yang terpaksa (convulsive),
hysteria, rasa lemah, tidak mampu mencapai tujuan, takut,
pikiran-pikiran buruk.
b. Gangguan kognisi pada persepsi: merasa mendengar
(mempersepsikan) sesuatu bisikan yang menyuruh
membunuh, melempar, naik genting, membakar rumah,
padahal orang di sekitarnya tidak mendengarnya dan suara
tersebut sebenarnya tidak ada hanya muncul dari dalam diri
individu sebagai bentuk kecemasan yang sangat berat dia
rasakan.

13
c. Gangguan kemauan: klien memiliki kemauan yang lemah
(abulia) susah membuat keputusan atau memulai tingkah
laku, susah sekali bangun pagi, mandi, merawat diri sendiri
sehingga terlihat kotor, bau dan acak-acakan.
d. Gangguan emosi: klien merasa senang, gembira yang
berlebihan (Waham kebesaran).
e. Gangguan psikomotor: Hiperaktivitas, klien melakukan
pergerakan yang berlebihan naik ke atas genting berlari,
berjalan maju mundur, meloncat-loncat, melakukan apa-apa
yang tidak disuruh atau menentang apa yang disuruh, diam
lama tidak bergerak atau melakukan gerakan aneh (Yosep,
2007).
B. Masyarakat
Masyarakat adalah kesatuan hidup manusia yang
berinteraksi menurut suatu sistem adat istiadat tertentu yang
bersifat kontinyu, dan yang terikat oleh suatu rasa identitas
bersama. Kontinuitas merupakan kesatuan masyarakat yang
memiliki keempat ciri yaitu: 1) Interaksi antar warga-warganya, 2).
Adat istiadat, 3) Kontinuitas waktu, 4) Rasa identitas kuat yang
mengikat semua warga (Koentjaraningrat, 2009).

14
BAB III

PEMBAHASAN

A. Definisi
Banyak ahli mendefinisikan kesehatan jiwa , yaitu :
1. WHO

Kesehatan jiwaadalah suatu kondisi sejahtera secara fisik,


sosial dan mental yang Lengkap dan tidak hanya terbebas dari
penyakit atau kecacatan. Atau dapat dikatakan bahwa Individu
dikatakan sehat jiwa apabila berada dalam kondisi fisik, mental
dan sosial yang terbebas dari gangguan (penyakit) atau tidak
dalam kondisi tertekan sehingga dapat mengendalikan stress
yang timbul. Sehingga memungkinkan individu untuk hidup
produktif, dan mampu melakukan hubungan sosial yang
memuaskan.

2. UU KesehatanJiwaNo.03 Tahun 1966

Kesehatan jiwa adalah suatu kondisi mental yang sejahtera


sehingga memungkinkan seseorang berkembang secara
optimal baik fisik, intelektual dan emosional dan perkembangan
tersebut berjalan secara selaras dengan keadaan orang lain
sehingga memungkinkan hidup harmonis dan produktif.

Kesehatan jiwa adalah kondisi dimana seorang individu dapat


berkembang secara fisik, mental, spiritual, dan sosial sehingga
individu tersebut menyadari kemampuan sendiri, dapat mengatasi
tekanan, dapat bekerja secara produktif, dan mampu memberikan
kontribusi untuk komunitasnya. Kondisi perkembangan yang tidak
sesuai pada individu disebut gangguan jiwa (UU No.18 tahun
2014).

15
Kesehatan jiwa dipengaruhi oleh peristiwa dalam kehidupan yang
meninggalkan dampak yang besar pada kepribadian dan perilaku
seseorang. Peristiwa-peristiwa tersebut dapat berupa kekerasan
dalam rumah tangga, pelecehan anak, atau stres berat jangka
panjang.Jika kesehatan jiwa terganggu, maka timbul gangguan jiwa
atau penyakit jiwa. Gangguan jiwa dapat mengubah cara
seseorang dalam menangani stres, berhubungan dengan orang
lain, membuat pilihan, dan memicu hasrat untuk menyakiti diri
sendiri.

Keperawatan jiwa merupakan sebagian dari penerapan ilmu


tentang perilaku manusia, psikososial, bio-psik dan teori-teori
kepribadian, dimana penggunaan diri perawat itu sendiri secara
terapeutik sebagai alat atau instrumen yang digunakan dalam
memberikan asuhan keperawatan (Erlinafsiah, 2010)

Keperawatan jiwa adalah pelayanan kesehatan profesional yang


didasarkan pada ilmu perilaku, ilmu keperawatan jiwa pada
manusia sepanjang siklus kehidupan dengan respon psiko-sosial
yang maladaptif yang disebabkan oleh gangguan bio-psiko-sosial,
dengan menggunakan diri sendiri dan terapi keperawatan jiwa
melalui proses keperawatan untuk meningkatkan, mencegah,
mempertahankan dan memulihkan masalah kesehatan jiwa
individu, keluarga dan masyarakat. (Sujono dan Teguh, 2009)

Berdasarkan definisi diatas, dapat disimpulkan bahwa sesesorang


dikatakan sehat jiwa jika:

1. Nyaman terhadap diri sendiri


• Mampu mengatasi berbagai perasaan : rasa marah, rasa takut,
cemas, iri, rasa bersalah, rasa senang, cinta mencintai, dll.
• Mampu mengatasi kekecewaaan dalam kehidupan.
• Mempunyai Harga Diri yang wajar.

16
• Menilai diri secara nyata, tidak merendahkan dan tidak pula
berlebihan.
• Merasa puas dengan kehidupan sehari-hari.

2. Nyaman berhubungan dengan orang lain.


• Mampu mencintai dan menerima cinta dari orang lain.
• Mempunyai hubungan pribadi yang tetap.
• Mampu mempercayai orang lain.
• Dapat menghargai pendapat orang yang berbeda.
• Merasa menjadi bagian dari kelompok.
• Tidak mengakali orang lain, dan tidak memberikan dirinya
diakali orang lain.

3. Mampu memenuhi kebutuhan hidup


• Menetapkan tujuan hidup yang nyata untuk dirinya.
• Mampu mengambil kjeputusan.
• Menerima tanggung jawab.
• Merancang masa depan.
• Menerima ide / pengalaman hidup.
• Merasa puas dengan pekerjaannya.

B. Prinsip Keperawatan Kesehatan Jiwa

Model konseptual keperawatan merupakan suatu cara untuk


memandang situasi dan kondisi pekerjaan yang melibatkan perawat di
dalamnya. Model konseptual keperawatan merupakan petunjuk bagi
perawat untuk mendapatkan informasi agar perawat peka terhadap
apa yang terjadi pada suatu saat dengan dan tahu apa yang harus
perawat kerjakan (Brockopp, 1999, dalam Hidayati, 2009). Adapun
Tujuannya yaitu :

17
a. Menjaga konsistensi pemberian asuhan keperawatan.

b. Mengurangi konflik, tumpang tindih, dan kekosongan pelaksanaan


asuhan keperawatan oleh tim keperawatan.

c. Menciptakan kemandirian dalam memberikan asuhan keperawatan.

d. Memberikan pedoman dalam menentukan kebijaksanaan dan


keputusan.

e. Menjelaskan dengan tegas ruang lingkup dan tujuan asuhan


keperawatan bagi setiap anggota tim keperawatan.

Model konseptual Kesehatan Jiwa :

a. Psycoanalytical (Freud, Erickson)

Merupakan model yang dikemukakan oleh Sigmund Freud.


Psikoanalisa meyakini bahwa penyimpangan perilaku pada usia
dewasa berhubungan dengan perkembangan pada masa
anak.Menurut model psycoanalytical, gangguan jiwa dikarenakan ego
tidak berfungsi dalam mengontrol id, sehingga mendorong terjadinya
penyimpangan perilaku (deviation of Behavioral) dan konflik intrapsikis
terutama pada masa anak-anak. Setiap fase perkembangan
mempunyai tugas perkembangan yang harus dicapai. Gejala
merupakan symbol dari konflik. Proses terapi psikoanalisa memakan
waktu yang lama.

Proses terapi pada model ini menggunakan metode asosiasi bebas


dan analisa mimpi transferen, bertujuan untuk memperbaiki traumatic
masa lalu. Contoh proses terapi pada model ini adalah: klien dibuat
dalam keadaan tidur yang sangat dalam. Dalam keadaan tidak
berdaya terapis akan menggali alam bawah sadar klien dengan
berbagai pertanyaanpertanyaan tentang pengalaman traumatic masa

18
lalu..Dengan cara demikian, klien akan mengungkapkan semua pikiran
dan mimpinya, sedangkan therapist berupaya untuk menginterpretasi
pikiran dan mimpi pasien.

Peran perawat dalam model psyhcoanalytical :

Melakukan pengkajian keadaan traumatic atau stressor yang diagraph


bermakna pada masa lalu misalnya (menjadi korban perilaku
kekerasan fisik, sosial, emosional maupun seksual) dengan
menggunakan pendekatan komunikasi terapeutik.

b. Interpersonal ( Sullivan, Peplau)

Model ini dikembangkan oleh Harry Stack Sullivan dan Hildegard


Peplau.Teori interpersonal meyakini bahwa perilaku berkembang dari
hubungan interpersonal.Sullivan menekankan besarnya pengaruh
perkembangan masa anak-anak terhadap kesehatan jiwa
individu.Menurut konsep model ini, kelainan jiwa seseorang
disebabkan karena adanya ancaman yangdapat menimbulkan
kecemasan (Anxiety). Ansietas yang dialami seseorangtimbul akibat
konflik saat berhubungan dengan orang lain (interpersonal),
dikarenakan adanya ketakutan dan penolakan atau tidak diterima oleh
orang sekitar. Lebih lanjut Sullivan mengatakan individu memandang
orang lain sesuai dengan yang ada pada dirinya

Sullivan mengatakan dalam diri individu terdapat 2 dorongan yaitu:

 Dorongan untuk kepuasan, berhubungan dengan kebutuhan


dasar seperti: lapar, tidur, kesepian dan nafsu.
 Dorongan untuk keamanan, berhubungan dengan kebutuhan
budaya seperti penyesuaian norma sosial, nilai suatu kelompok
tertentu.

19
Proses terapi :

Proses terapi terbagi atas dua komponen yaitu Build Feeling Security
(berupaya membangun rasa aman pada klien) dan Trusting
Relationship and interpersonal Satisfaction (menjalin hubungan yang
saling percaya) Prinsip dari terapi ini adalah.Mengoreksi pengalaman
interpersonal dengan menjalin hubungan yang sehat. Dengan re
edukasi diharapkan, klien belajar membina hubungan interpersonal
yang memuaskan, mengembangkan hubungan saling percaya.dan
membina kepuasan dalam bergaul dengan orang lain sehingga klien
merasa berharga dan dihormati

2) Peran perawat dalam terapi adalah

a) Share anxieties (berbagi pengalaman mengenai apa-apa yang


dirasakan klien dan apa yang menyebabkan kecemasan klien saat
berhubungan dengan orang lain)

b) Therapist use empathy and relationship (Empati dan turut


merasakan apa-apa yang dirasakan oleh klien). Perawat memberiakan
respon verbal yang mendorong rasa aman klien dalam berhubungan
dengan orang lain.

c. Social ( Caplan, Szasz)

Model ini berfokus pada lingkungan fisik dan situasi sosial yang dapat
menimbulkan stress dan mencetuskan gangguan jiwa(social and
environmental factors create stress, which cause anxiety and
symptom).Menurut Szasz, setiap individu bertanggung jawab terhadap
perilakunya, mampu mengontrol dan menyesuaikan perilaku sesuai
dengan nilai atau budaya yang diharapkan masyarakat.Kaplan,
meyakini bahwa, konsep pencegahan primer, sekunder dan tertier
sangat penting untuk mencegah timbulnya gangguan jiwa. Situasi

20
sosial yaga dapat menimbulkan gangguan jiwa adalah kemiskinan,
tingkat pendidikan yang rendah, kurangnya support systemdan koping
mekanisme yang mal adaptif.

Proses terapi:

Prinsip proses terapi yang sangat penting dalam modifikasi lingkungan


dan adanya support system. Proses terapi dilakukan dengan menggali
support system yang dimiliki klien seperti: suami/istri, keluatga atau
teman sejawat. Selain itu therapist berupaya : menggali system sosial
klien seperti suasana dirumah, di kantor, di sekolah, di masyarakat
atau tempat kerja.

d. Existensial ( Ellis, Rogers)

Model ekistensial menyatakan bahwa gangguan perilaku atau


gangguan jiwa terjadi apabila individu gagal menemukan jati dirinya
dan tujuan hidupnya. Individu tidak memiliki kebanggan akan dirinya.
Membenci diri sendiri dan mengalami gangguan dalam Bodi-
imagenyaPrinsip terapinya pada model ini adalah mengupayakan
individu agar memiliki pengalaman berinteraksi dengan orang yang
menjadi panutan atau sukses dengan memahami riwayat hidup orang
tsb, memperluas kesadaran diri dengan cara introspeksi diri (self
assessment), bergaul dengan kelompok sosial dan kemanusiaan
(conducted in group), sesrta mendorong untuk menerima dirinya
sendiri dan menerima kritik atau feedback tentang perilakunya dari
orang lain (encouraged to accept self and control behavior). Terapi
dilakukan melalui kegiatan Terapi aktivitas kelompok.

21
e. Supportive Therapy ( Wermon, Rockland)

Wermon dan Rockland meyakini bahwa penyebab gangguan jiwa


adalah faktor biopsikososial dan respos maladaptive saat ini. Contoh
aspek biologis yaitu sering sakit maag, migraine, batuk-batuk. Aspek
psikologisnya mengalami banyak keluhan seperti : mudah cemas,
kurang percaya diri, perasaan bersalah, ragu-ragu, pemarah. Aspek
social sepeertisusah bergaul, menarik diri, tidak disukai, bermusuhan,
tidak mampu mendapatkan pekerjaan, dan sebagainya. Semua hal
tersebut terakumulasi menjadi penyebab gangguan jiwa. Fenomena
tersebut muncul akibat ketidakmamupan dalam beradaptasi pada
masalahmasalah yang muncul saat ini dan tidak ada kaitannya dengan
masa lalu.

Prinsip proses terapi pada model supportif adalah menguatkan respon


coping adaptif. Terapis membantu klien untuk mengidentifikasi dan
mengenal kekuatan atau kemampuan serta coping yang dimiliki klien,
mengevaluasi kemampuan mana yang dapat digunakan untuk
alternative pemecahan masalah. Terapist berupaya menjalin hubungan
yang hangat dan empatik dengan klien untuk membantu klien
menemukan coping klien yang adaptif.

f. Medica ( Meyer, Kraeplin)

Menurut konsep ini penyebab gangguan jiwa adalah multifactor yang


kompleks yaitu aspek fisik, genetic, lingkungan dan factor social.
Model medical meyakini bahwa penyimpangan perilaku merupakan
manifestasi gangguan sistem syaraf pusat (SSP). Dicurigai bahwa
depresi dan schizophrenia dipengaruhi oleh transmisi impuls neural,
serta gangguan synaptic. Sehingga focus penatalaksanaannya harus
lengkap melalui pemeriksaan diagnostic, terapi somatic, farmakologik
dan teknik interpersonal.

22
Peran perawat dalam model medical ini adalah melakukan kolaborasi
dengan tim medis dalam melakukan prosedur diagnostic dan terapi
jangka panjang, therapist berperan dalam pemberian terapi, laporan
mengenai dampak terapi, menentukan diagnose, dan menentukan
jenis pendekatan terapi yang digunakan. Medical model terus
mengeksplorasi penyebab gangguan jiwa secara ilmiah.

g. Model Komunikasi

Model perilaku mengatakan bahwa, penyimpangan perilaku terjadi jika


pesan yang disampaikan tidak jelas. Penyimpangan komunikasi
menyangkut verbal dan non verbal, posisi tubuh, kecepatan dan
volume suara atau bicara.

Proses terapi dalam model ini meliputi:

1) Memberi umpan balik dan klarifikasi masalah.

2) Memberi penguatan untuk komunikasi yang efektif.

3) Memberi alternatif koreksi untuk komunikasi yang tidak efektif.

4) Melakukan analisa proses interaksi.

h. Model Perilaku

Dikembangkan oleh H.J. Eysenck, J. Wilpe dan B.F. Skinner. Terapi


modifikasi perilaku dikembangkan dari teori belajar (learning
theory).Belajar terjadi jika ada stimulus dan timbul respon, serta respon
dikuatkan (reinforcement).

Proses terapi:

Terapi pada model perilaku dilakukan dengan cara

1) Desentisasi dan relaksasi, dapat dilakukan bersamaan. Dengan


teknik ini diharapkan tingkat kecenmasan klien menurunkan..

23
2) Asertif training adalah belajar mengungkapkan sesuatu secara
jelas dan nyata tanpa menyinggung perasaan orang lain.

3) Positif training. Mendorong dan menguatkan perilaku positif yang


baru dipelajari berdasarkan pengalaman yang menyenangkan untuk
digunakan pada perilaku yang akan datang.

4) Self regulasi. Dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut.


Pertama melatih serangkaian standart perilaku yang harus dicapai oleh
klien. Selanjutnya klien diminta untuk melakukan self observasi dan
self evaluasi terhadap perilaku yang ditampilkan. Langkah terakhir
adalah klien diminta untuk memberikan reinforcement (penguatan
terhadap diri sendiri) atas perilaku yang sesuai.

i. Model Stress Adaptasi Roy

Keperawatan adalah suatu disiplin ilmu dan ilmu tersebut menjadi


landasan dalam melaksanakan praktik keperawatan (Roy, 1983). Lebih
spesifik Roy (1986) berpendapat bahwa keperawatan sebagai ilmu dan
praktik berperan dalam meningkatkan adaptasi individu dan kelompok
terhadap kesehatan sehingga sikap yang muncul semakin positif.

Keperawatan memberi perbaikan pada manusia sebagai sutu


kesatuan yang utuh untuk beradaptasi dengan perubahan yang terjadi
pada lingkungan dan berespons terhadap stimulus internal yang
mempengaruhi adaptasi.Jika stressor terjadi dan individu tidak dapat
menggunakan “koping” secara efektif maka individu tersebut
memerlukan perawatan.Tujuan keperawatan adalah meningkatkan
interaksi individu dengan lingkungan, sehingga adaptasi dalam setiap
aspek semakin meningkat.Komponen-komponen adaptasi mencakup
fungsi fisiologis, konsep diri, fungsi peran, dan saling ketergantungan.

Adaptasi adalah komponen pusat dalam model keperawatan.


Didalamnya menggambarkan manusia sebagai sistem adaptif.
Adaptasi mengambarkan proses koping terhadap stressor dan produk

24
akhir dari koping. Proses adaptasi termasuk fungsi holistic bertujuan
untuk mempengaruhi kesehatan secara positif yang pada akhirnya
akanmeningkatkan integritas. Proses adaptasi termasuk didalamnya
proses interaksi manusia dengan lingkunganyang terdiri dari dua
proses. Bagian pertama dari proses ini dimulai dengan pperubahan
dalam lingkungan internal dan eksternal yangmembutuhkan sebuah
respon. Perubahan tersebut dalam model adaptasi Roy digambarkan
sebagai stressor atau stimulus fokal dan ditengahi oleh factor-faktor
konstektual dan residual. Stressor menghasilkan interaksi yang
biasanya disebut stress.

Bagian kedua adalah mekanisme koping yang dirangsang untuk


menghasilkan respon adaptif dan inefektif.Produk adaptasi adalah
hasil dari proses adaptasi dan digambarkan dalam istilah kondisi yang
meningkatkan tujuan-tujuan manusia yang meliputi : kelangsungan
hidup, pertumbuhan, reproduksi dan penguasaan yang disebut
integritas. Kondisi akhir ini adalah kondisi keseimbangan dinamik
equilibrium yang meliputi peningkatan dan penurunan respon-respon.
Setiap kondisi adaptasi baru dipengaruhi oleh adaptasi yang lain,
sehingga dinamik equilibrium manusia berada pada tingkat yang lebih
tinggi. Jarak yang besar dari stimulus dapat disepakati dengan
suksesnya manusia sebagai sistem adaptif. Jadi peningkatan adaptasi
mengarah pada tingkat-tingkat yang lebih tinggi pada keadaan
sejahtera atau sehat. Adaptasi kemudian disebut sebagai suatu fungsi
dari stimuli yang masuk dan tingkatan adaptasi

j. Model Keperawatan

Pendekatan model keperawatan adalah model konsep yang digunakan


dalam memberikan asuhan keperawatan dengan menggunakan
pendekatan proses keperawatan, secaara holistik, bio,psiko,sosial dan
spiritual. Fokus penangganan pada model keperawatan adalah
penyimpangan perilaku, asuhan keperawatan berfokus pada respon

25
individu terhadap masalah kesehatan yang actual dan potensial,
dengan berfokus pada :rentang sehat sakit berdasarkan teori dasar
keperawatan dengan intervensi tindakan keperawatan spesifik dan
melakukan evaluasi hasil tindakan keperawatan. Model ini mengadopsi
berbagai teori antara lain teori sistem, teori perkembangan dan teori
interaksi.

26
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Model konseptual keperawatan jiwa merupakan suatu kerangka
rancangan terstruktur untuk melakukan praktik pada setiap tenaga
kesehatan mental. Hal ini merupakan upaya yang dilakukan baik oleh
tenaga kesehatan mental maupun perawat untuk menolong seseorang
dalam mempertahankan kesehatan jiwanya melalui mekanisme
penyelesaian masalah yang positif untuk mengatasi stressor atau
cemas yang dialaminya. Perawat psikiatri dapat bekerja lebih efektif
bila tindakan yang dilakukan didasarkan pada suatu model yang
mengenali keberadaan sehat atau sakit sebagai suatu hasil dari
berbagai karakteristik individu yang berinteraksi dengan sejumlah
factor di lingkungan (Videbeck, 2008).
B. Saran
Diharapkan mengevaluasi kembali dalam meningkatkan lagi
kemampuan dalam berkomunikasi dengan pasien karena setiap
pasien mempunya masalah berbeda-beda sehingga diharapkan dalam
mendapatkan informasi tidak mengalami kesulitan.

27
DAFTAR RUJUKAN

Videback, S.L. (2008). Buku ajar keperawatan jiwa. Jakarta: EGC

Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Artikel. Diakses pada tanggal 20 Januari


2020

Modul bahan ajar cetak keperawatan jiwa, Desember(2016)

28

Anda mungkin juga menyukai