Anda di halaman 1dari 20

KESEHATAN PSIKOLOGI

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah : Pengembangan Kepribadian


Dosen Pembimbing : Siswoto H.P., S.Pd, M.Si

Disusun oleh
Nisyawatul Dwi Wulandari (14.401.20.036)

AKADEMI KESEHATAN RUSTIDA


PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN
KRIKILAN – GLENMORE – BANYUWANGI
2020/2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur saya sampaikan kehadirat Allah swt yang telah memberikan rahmat
serta karunia-Nya kepada saya, sehingga saya berhasil menyelesaikan makalah ini
yang berjudul “Kesehatan Psikologi”. Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas
mata kuliah Pengembangan Kepribadian. Adapun tujuan dari penulisan makalah
ini sebagai salah satu metode pembelajaran bagi mahasiswa sekolah tinggi D-III
Keperawatan Akademi Kesehatan Rustida Krikilan.

Makalah ini saya susun berdasarkan pengamatan saya dari buku dan
internet. Dalam penyusunan makalah ini tentunya tidak lepas dari adanya bantuan
pihak tertentu. Oleh karena itu, saya tidak lupa mengucapkan terima kasih kepada
dosen pembimbing Bapak Siswoto H.P., S.Pd, M.Si yang telah membantu
menyelesaikan makalah ini.

Saya berharap agar tulisan ini dapat diterima dan dapat berguna bagi
semua pihak. Saya mengharapkan adanya kritik dan saran membangun dari para
pembaca demi kesempurnaan makalah ini.

Krikilan, 22 Desember 2020

i
Penyusun

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.............................................................................................i
DAFTAR ISI..........................................................................................................ii
BAB 1. PENDAHULUAN.....................................................................................1
1.1 Latar Belakang.........................................................................................................1

1.2 Rumusan Masalah....................................................................................................2

1.3 Tujuan......................................................................................................................2

BAB 2. PEMBAHASAN........................................................................................3
2.1 Pengertian Kesehatan Mental.................................................................................3

2.2 Tolak Ukur dan Kriteria Kesehatan Mental............................................................5

2.3 Aspek-aspek Kesehatan Mental..............................................................................7

2.4 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kesehatan Mental...........................................8

2.5 Upaya Mencapai Kesehatan Mental.....................................................................10

BAB 3. PENUTUP................................................................................................16
3.1 Simpulan.............................................................................................................16

3.2 Saran...................................................................................................................16

DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................17

ii
iii
BAB 1. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kesehatan merupakan hal pokok yang tidak dapat dipisahkan oleh


setiap mahkluk hidup apalagi manusia, karena hal tersebut menyangkut
hajat hidup manusia itu sendiri. Fokus dari kesehatan tidak hanya pada fisik
saja, namun juga kesehatan lingkungan, mental maupun spiritual. Seperti
yang telah dijelaskan dalam konsep sehat menurut Badan Kesehatan Dunia
atau WHO (World Health Organization) yaitu menyatakan bahwa konsep
sehat adalah keadaan yang sempurna baik fisik, mental maupun social,
dimana tidak hanya terbebas dari penyakit atau kelemahan / cacat. Fisik dan
psikis adalah kesatuan dalam eksistensi manusia, yang menyangkut
kesehatannya juga terdapat saling berhubungan antara fisik dan mental.
Keadaan fisik manusia mempengaruhi psikis begitu juga sebaliknya.
Kesehatan mental adalah terwujudnya keharmonisan antara fungsi-
fungsi jiwa, serta kesanggupan untuk menghadapi problem-problem biasa
yang terjadi dan merasakan secara positif kebahagiaan dan kemampuan
dirinya (Zakiah Daradjat, 1975). Keharmonisan antara fungsi jiwa dan
tindakan dapat dicapai antara lain dengan menjalankan ajaran agama dan
berusaha menerapkan norma-norma sosial, hukum, dan moral. Dengan
demikian akan tercipta ketenangan batin yang menyebabkan timbulnya
kebahagiaan di dalam dirinya. Definisi ini menunjukkan bahwa fungsi-
fungsi jiwa seperti fikiran, perasaan, sikap, pandangan dan keyakinan, harus
saling menunjang dan bekerja sama sehingga menciptakan keharmonisan
hidup, yang menjauhkan orang dari sifat ragu- ragu dan bimbang, serta
terhindar dari rasa gelisah dan konflik batin.

1
Oleh karena itu, kesehatan mental dikembangkan dengan tujuan
mencegah ganguuan gangguan timbulnya penyakit mental dan gangguan
emosi serta menunjukan bagaimana peribadi yang sehat mentalnya. Ilmu
kesehatan mental ini tidak hanya dikembangkan dalam psikologi saja tetapi
juga di lingkungan keluarga, sekolah dan masyarakat.
Pada makalah ini, penyusun akan mengungkapkan tentang pengertian
kesehatan psikolgi. Selain itu, akan dipaparkan tolak ukur dan krtiteria
kesehatan mental. Ada pula poin yang terpenting yaitu tentang faktor-faktor
yang memengaruhi kesehatan mental dan upaya dalam mencapai kesehatan
mental.

1.2 Rumusan Masalah

1 Bagaimana pengertian Kesehatan Psikologi atau Kesehatan Mental?


2 Bagaimana kriteria atau ciri-ciri Kesehatan Mental?
3 Bagaimana aspek-aspek dalam Kesehatan Mental?
4 Apa saja faktor-faktor yang memengaruhi Kesehatan Mental?
5 Bagaimana upaya dalam mencapai Kesehatan Mental?

1.3 Tujuan

1 Untuk mengetahui pengertian dari Kesehatan Psikologi atau Kesehatan


Mental.
2 Untuk memahami kriteria atau ciri-ciri Kesehatan Mental.
3 Untuk mengetahui apa saja aspek-aspek dalam Kesehatan Mental.
4 Untuk mengetahui faktor-faktor yang memengaruhi Kesehatan Mental.
5 Untuk memahami upaya dalam mencapai Kesehatan Mental.

2
BAB 2. PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Kesehatan Mental

Kesehatan psikologi disebut juga dengan kesehatan mental, mental


merupakan terjemahan dari istilah mental hygien. Mental (dari kata latin: mens,
mentis) berarti jiwa, nyawa, roh, sukma, semangat, sedang hygiene (dari kata
yunani: hugyene) berarti ilmu tentang kesehatan (Semiun, 2010:22). Sedangkan,
Ilmu kesehatan mental adalah ilmu yang mempelajari masalah kesehatan mental
atau jiwa, bertujuan mencegah timbulnya gangguan atau penyakit mental dan
gangguan emosi dan berusaha mengurangi atau menyembuhkan penyakit mental,
serta memajukan kesehatan jiwa rakyat (Kartono, 2000:158).

Daradjat (2001:6) mendefinisikan kesehatan mental adalah terwujudnya


keharmonisan yang sungguh-sungguh antar fungsi-fungsi jiwa serta mempunyai
kesanggupan untuk menghadapi problem-problem biasa yang terjadi dan
merasakan secara positif kebahagiaan dan kemampuan dirinya. Daradjat juga
mnegatakan kesehatan mental seseorang dipengaruhi oleh dua faktor, yakni
faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal antara lain meliputi:
kepribadian, kondisi fisik, perkembangan dan kematangan, kondisi psikologis,
keberagamaan, sikap menghadapi problema hidup, kebermaknaan hidup, dan
keseimbangan dalam berfikir. Adapun yang termasuk faktor eksternal antara lain
meliputi: keadaan ekonomi, budaya, dan kondisi lingkungan, baik lingkungan
keluarga, masyarakat, maupun lingkungan pendidikan.
Sedangkan menurut Bastaman (1995:133) memberikan definisi
kesehatan mental sebagai terwujudnya keserasian yang sungguh-sunguh
antara 2 fungsi-fungsi kejiwaan dan terciptanya penyesuaian diri antara
manusia dengan dirinya dan lingkungannya, berlandaskan keimanan dan
ketakwaan, serta bertujuan untuk mencapai hidup yang bermakna dan
bahagia di dunia dan bahagia di akhirat.

Sementara itu, Sururin (2004:142-143) menjelaskan kesehatan mental


dengan beberapa pengertian: 1). Terhindarnya seseorang dari gangguan dan

3
penyakit jiwa (neorosis dan psikosis). 2). Kemampuan untuk menyesuaikan
diri dengan dirinya sendiri, orang lain, dan masyarakat serta lingkungan
dimana ia hidup. 3). Terwujudnya keharmonisan yang sungguh-sungguh
antara fungsi-fungsi jiwa serta mempunyai kesanggupan untuk mengatasi
problem yang bisa terjadi dari kegelisahan dan pertengkaran batin (konflik).
4). Pengetahuan dan perbuatan yang bertujuan untuk mengembangkan dan
meningkatkan potensi, bakat dan pembawaan semaksimal mungkin.
Sehingga membawa kebahagiaan diri dan orang lain, terhindar dari
gangguan dan penyakit jiwa.

Kesehatan mental juga dapat dikatakan sebagai kemampuan untuk


menyesuaikan diri dengan diri sendiri, dengan orang lain dan masyarakat
serta lingkungan dimana ia hidup. Sesungguhnya ketenangan hidup,
ketenteraman jiwa atau kebahagiaan bathin, tidak banyak tergantung kepada
faktor-faktor luar seperti keadaan sosial, ekonomi, politik, adat kebiasaan
dan sebagainya : akan tetapi lebih tergantung kepada cara dan sikap
menghadapi faktor-faktor tersebut. Diantara gangguan perasaan yang
disebabkan oleh terganggunya kesehatan mental ialah : rasa cemas (gelisah),
iri hati, sedih, merasa rendah diri, pemarah, ragu (bimbang) dan sebagainya.
Gangguan jiwa(nourose) dan penyakit jiwa (psychose) adalah akibat dari
tidak mampu menyesuaikan diri terhadap kekurangankekurangannya
dengan wajar, atau tidak sanggup ia menyesuaikan diri dengan situasi yang
dihadapinya. Sebagian pakar psikologi mengatakan bahwa titik kunci dari
kesehatan mental adalah perasaan aman dan tenang. Keadaan ini terjadi
apabila ada keharmonisan antara kekuatankekuatan di dalam diri atau
adanya keharmonisan antara fungsi-fungsi jasmani dan rohani,
keharmonisan antara potensi pribadi dan lingkungan tinggal atau lingkungan
masyarakatnya (Muhyani, 2012:22).

Oleh karena itu, kesehatan mental dikembangkan dengan tujuan


mencegah ganguuan gangguan timbulnya penyakit mental dan gangguan
emosi serta menunjukan bagaimana peribadi yang sehat mentalnya. Ilmu

4
kesehatan mental ini tidak hanya dikembangkan dalam psikologi saja tetapi
juga di lingkungan keluarga, sekolah dan masyarakat.

2.2 Tolak Ukur dan Kriteria Kesehatan Mental

Daradjat (2001:9) menyatakan bahwa untuk mengetahui apakah


seseorang terganggu mentalnya atau tidak bukanlah hal yang mudah, sebab
tidak mudah diukur, diperiksa ataupun dideteksi dengan alat-alat ukur
seperti halnya dengan kesehatan jasmani/badan. Bisa dikatakan bahwa
kesehatan mental adalah relatif, dalam arti tidak terdapat batas-batas yang
tegas antara wajar dan menyimpang, maka tidak ada pula batas yang tegas
antara kesehatan mental dengan gangguan kejiwaan. Keharmonisan yang
sempurna di dalam jiwa tidak ada, yang diketahui adalah seberapa jauh
kondisi seseorang dari kesehatan mental yang normal.
Meskipun demikian ada beberapa ahli yang berusaha merumuskan
tolak ukur kesehatan mental seseorang, salah satunya adalah Sadli
(Bastaman, 1995:132). Ia mengemukakan tiga orientasi dalam kesehatan
mental, yakni:
1). Orientasi Klasik: Seseorang dianggap sehat bila ia tak
mempunyai keluhan tertentu, seperti: ketegangan, rasa lelah,
cemas, yang semuanya menimbulkan perasaan. “sakit” atau
“rasa tak sehat” serta mengganggu efisiensi kegiatan sehari-hari.
2). Orientasi penyesuaian diri: Seseorang dianggap sehat secara
psikologis bila ia mampu mengembangkan dirinya sesuai
dengan tuntutan orang-orang lain serta lingkungan sekitarnya.
3). Orientasi pengembangan potensi: Seseorang dianggap
mencapai taraf kesehatan mental, bila ia mendapat kesempatan
untuk mengembangkan potensialitasnya menuju kedewasaan
sehingga ia bisa dihargai oleh orang lain dan dirinya sendiri.

5
Bastaman (1995:134) juga memberikan tolak ukur kesehatan mental,
dengan kriteria-kriteria sebagai berikut:
1) Bebas dari gangguan dan penyakit-penyakit kejiwaan.
2) Mampu secara luwes menyesuaikan diri dan menciptakan
hubungan antar pribadi yang bermanfaat dan menyenangkan.
3) Mengembangkan potensi-potensi pribadi (bakat, kemampuan,
sikap, sifat, dan sebagainya) yang baik dan bermanfaat bagi diri
sendiri dan lingkungan.
4) Beriman dan bertaqwa kepada Tuhan dan berupaya
menerapkan tuntutan agama dalam kehidupan seharihari.
Jahoda dalam Yahya (1994:76) memberikan tolak ukur kesehatan
mental dengan karakter utama sebagai berikut:
1) Sikap kepribadian yang baik terhadap diri sendiri dalam arti
ia dapat mengenal dirinya dengan baik.
2) Pertumbuhan, perkembangan, dan perwujudan diri yang
baik.
3) Integrasi diri yang meliputi keseimbangan mental, kesatuan
pandangan, dan tahan terhadap tekanantekanan yang terjadi.
4) Otonomi diri yang mencakup unsur-unsur pengatur kelakuan
dari dalam atau kelakuan-kelakuan bebas.
5) Persepsi mengenai realitas, bebas dari penyimpangan
kebutuhan serta memiliki empati dan kepekaan sosial.
6) Kemampuan untuk menguasai lingkungan dan berintegrasi
dengannya secara baik.
Kartono (2000:82-83) juga mengemukakan empat ciri-ciri khas
pribadi yang bermental sehat meliputi:
1) Ada koordinasi dari segenap usaha dan potensinya, sehingga
orang mudah melakukan adaptasi terhadap tuntutan lingkungan,
standard, dan norma sosial serta perubahan sosial yang serba
cepat.

6
2) Memiliki integrasi dan regulasi terhadap struktur kepribadian
sendiri sehingga mampu memberikan partisipasi aktif kepada
masyarakat.
3) Dia senantiasa giat melaksanakan proses realisasi diri (yaitu
mengembangkan secara riil segenap bakat dan potensi),
memiliki tujuan hidup, dan selalu mengarah pada transendensi
diri, berusaha melebihi keadaan yang sekarang.
4) Bergairah, sehat lahir dan batinnya, tenang harmonis
kepribadiannya, efisien dalam setiap tindakannya, serta mampu
menghayati kenikmatan dan kepuasan dalam pemenuhan
kebutuhannya.

2.3 Aspek-aspek Kesehatan Mental

Kartono (1989) menyatakan bahwa orang yang memiliki mental sehat


ditandai dengan sifat-sifat khas, antara lain mempunyai kemampuan kemampuan
untuk bertindak secara efisien, memiliki tujuan-tujuan hidup yang jelas, punya
konsep diri yang sehat, ada koordinasi antara segenap potensi dengan usaha-
usahanya, memiliki regulasi-diri dan integrasi kepribadian, dan batinnya selalu
tenang.

Orang yang sehat mentalnya menurut Marie Jahoda memiliki karakter utama
sebagai berikut:
a. Sikap kepribadian yang baik terhadap diri sendiri dalam arti ia dapat
mengenal dirinya dengan baik.
b. Pertumbuhan, perkembangan, dan perwujudan diri yang baik.
c. Integrasi diri yang meliputi keseimbangan mental, kesatuan
pandangan, dan tahan terhadap tekanan-tekanan yang terjadi.
d. Otonomi diri yang mencakup unsur-unsur pengatur kelakuan dari
dalam atau kelakuan-kelakuan bebas.
e. Persepsi mengenai realitas, bebas dari penyimpangan kebutuhan
serta memiliki empati dan kepekaan sosial.

7
f. Kemampuan untuk menguasai lingkungan dan berintegrasi dengan
lingkungan secara baik.

2.4 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kesehatan Mental

Menurut Daradjat (2001:9) faktor-faktor yang mempengaruhi kesehatan


mental itu secara garis besar ada dua yaitu faktor internal dan eksternal. Faktor
internal ini antara lain meliputi: kepribadian, kondisi fisik, perkembangan dan
kematangan, kondisi psikologis, keberagamaan, sikap menghadapi problema hidup,
kebermaknaan hidup, dan keseimbangan dalam berfikir.

Adapun yang termasuk faktor eksternal antara lain: keadaan sosial, ekonomi,
politik, adat kebiasaan, lingkungan, dan sebagainya. Lebih lanjut Daradjat
mengungkapkan bahwa kedua faktor di atas, yang paling dominan adalah faktor
internal. Faktor ketenangan hidup, ketenangan jiwa atau kebahagiaan batin itu tidak
banyak tergantung pada faktor-faktor dari luar seperti keadaan sosial, ekonomi,
politik, adat kebiasaan, dan sebagainya. Akan tetapi lebih tergantung pada cara dan
sikap menghadapi faktor tersebut.
Menurut Muhyani, 2012 Kesehatan mental dipengaruhi oleh beberapa
faktor baik eksternal maupun internal. Yang termasuk faktor internal adalah
faktor biologis dan psikologis. Beberapa faktor biologis yang secara
langsung berpengaruh terhadap kesehatan mental, di antaranya: otak, sistem
endokrin, genetika, sensori, dan kondisi ibu selama kehamilan. Faktor
psikologi yang berpengaruh terhadap kesehatan mental, yaitu: pengalaman
awal, proses pembelajaran, dan kebutuhan.

Faktor eksternal yang memengaruhi kesehatan mental yaitu sosial


budaya, diantaranya:

1. Stratifikasi Sosial
Holingshead dan Redlich menemukan bahwa terdapat distribusi
gangguan mental secara berbeda antara kelompok masyarakat
yang berada pada strata sosial tinggi dan rendah.
2. Interaksi Sosial

8
Faris dan Dunham mengemukakan bahwa kualitas interaksi
sosial individu sangat mempengaruhi kesehatan mentalnya.
3. Keluarga
Keluarga merupakan lingkungan mikrosistem yang menentukan
kepribadian dan kesehatan mental anak.
4. Sekolah
Sekolah juga merupakan lingkungan yang turut mempengaruhi
terhadap perkembangan kesehatan mental anak.
Johnson (dalam Videbeck, 2008) menyatakan kesehatan mental
dipengaruhi oleh berbagai faktor, yaitu:
a. Otonomi dan kemandirian
Individu dapat melihat ke dalam dirinya untuk
menemukan nilai dan tujuan hidup. Individu yang otonom
dan mandiri dapat bekerja secara interdependen atau
kooperatif dengan orang lain tanpa kehilangan
otonominya.
b. Memaksimalkan potensi diri:
Individu memiliki orientasi pada pertumbuhan dan
aktualisasi diri.
c. Menoleransi ketidakpastian hidup:
Individu dapat menghadapi tantangan hidup sehari-hari
dengan harapan dan pandangan positif walaupun tidak
mengetahui apa yang terjadi di masa depan.
d. Harga diri:
individu memiliki kesadaran yang realisitis akan kemampuan
dan keterbatasannya.
5. Menguasai lingkungan:
individu dapat menghadapi dan memengaruhi lingkungan
dengan cara yang kreatif, kompeten, dan sesuai kemampuan.
6. Orientasi realitas:

9
individu dapat membedakan dunia dunia nyata dari dunia
impian, fakta dari khayalan, dan bertindak secara tepat.
7. Manajemen stress:
individu menoleransi stress kehidupan, merasa cemas atau
berduka sesuai keadaan, dan mengalami kegagalan tanpa merasa
hancur. Ia menggunakan dukungan dari keluarga dan teman
untuk mengatasi krisis karena mengetahui bahwa stress tidak
akan berlangsung selamanya.
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa kesehatan mental
dipengaruhi oleh faktor internal dan eksternal. Faktor tersebut mempunyai
posisi yang sangat kuat dalam kehidupan manusia.

2.5 Upaya Mencapai Kesehatan Mental

Menurut Moeljono Notosoedirjo, guru besar psikiatri dan kesehatan mental


Fakultas kedokteran dan program Pascasarjana Universitas Airlangga Surabaya,
bahwa meskipun sudah dijelaskan beberapa kesehatan mental pada bagian di atas,
untuk menetapkan suatu keadaan psikologis berada dalam keadaan sehat tidaklah
mudah. Kalangan ahli kesehatan mental telah membuat kriteria-kriteria atau
kondisi optimum seseorang dapat dikatakan berada dalam kondisi yang sehat.
Kondisi optimum ini dapat dijadikan sebagai acuan dan arah yang dapat
dituju dalam melakukan pemeliharaan dan peningkatan kesehatan mental serta
pencegahannya. Di kalangan ahli kesehatan mental, istilah yang digunakan untuk
menyebut kesehatan mental berbeda-beda, kriteria yang dibuat pun tidak sama
secara tekstual, meskipun memiliki maksud yang sama. Dapat disebut di sini,
Maslow menyebut kondisi optimum itu dengan self-actualization, Rogers
menyebutnya dengan fully functioning, Allport memberi nama dengan mature
personality, dan banyak yang menyebut dengan mental health. Semuanya
bermaksud yang sama, tidak ada yang perlu diperdebatkan meskipun berada dalam
kerangka teorinya masing-masing. Pada bagianberikut akan diuraikan berbagai
pandangan tentang kriteria kesehatan mental itu satu persatu, dengan maksud dapat
memberikan gambaran yang lebih luas tentang kondisi mental yang sehat.

10
Manifestasi mental yang sehat (secara psikologis) menurut Maslow dan
Mittlemenn adalah sebagai berikut.
1. Adequate feeling of security (rasa aman yang memadai). Perasaan
merasa aman dalam hubungannya dengan pekerjaan, sosial, dan
keluarganya.
2. Adequate self-evaluation (kemampuan menilai diri sendiri yang
memadai), yang mencakup:
(a) harga diri yang memadai, yaitu merasa ada nilai yang
sebanding pada diri sendiri dan prestasinya,
(b) memiliki perasaan berguna, yaitu perasaan yang secara
moral masuk akal, dengan perasaan tidak diganggu oleh rasa
bersalah yang berlebihan, dan mampu mengenai beberapa hal
yang secara sosial dan personal tidak dapat diterima oleh
kehendak umum yang selalu ada sepanjang kehidupan di
masyarakat.
3. Adequate spontanity and emotionality (memiliki spontanitas dan
perasaan yang memadai, dengan orang lain), Hal ini ditandai oleh
kemampuan membentuk ikatan emosional secara kuat dan abadi,
seperti hubungan persahabatan dan cinta, kemampuan memberi
ekspresi yang cukup pada ketidaksukaan tanpa kehilangan kontrol,
kemampuan memahami dan membagi rasa kepada orang lain,
kemampuan menyenangi diri sendiri dan tertawa. Setiap orang adalah
tidak senang pada suatu saat, tetapi dia harus memiliki alasan yang
tepat.
4. Efficient contact with reality (mempunyai kontak yang efisien
dengan realitas) Kontak ini sedikitnya mencakup tiga aspek, yaitu
dunia fisik, sosial, dan diri sendiri atau internal. Hal ini ditandai
(a) tiadanya fantasi yang berlebihan,
(b) mempunyai pandangan yang realistis dan pandangan yang
luas terhadap dunia, yang disertai dengan kemampuan
menghadapi kesulitan hidup sehari-hari, misalnya sakit dan
kegagalan.

11
(c) kemampuan untuk berubah jika situasi eksternal tidak dapat
dimodifikasi. Kata yang baik untuk ini adalah: bekerja sama
tanpa dapat ditekan (cooperation, with the inevitable).
5. Adequate bodily desires and ability to gratify them (keinginan-
keinginan jasmani yang memadai dan kemampuan untuk
memuaskannya). Hal ini ditandai dengan
(a) suatu sikap yang sehat terhadap fungsi jasmani, dalam arti
menerima mereka tetapi bukan dikuasai;
(b) kemampuan memperoleh kenikmatan kebahagiaan dari
dunia fisik dalam kehidupan ini, seperti makan, tidur, dan pulih
kembali dari kelelahan;
(c) kehidupan seksual 20 Ibid 30 yang wajar, keinginan yang
sehat untuk memuaskan tanpa rasa takut dan konflik;
(d) kemampuan bekerja;
(e) tidak adanya kebutuhan yang berlebihan untuk mengikuti
dalam berbagai aktivitas tersebut.
6. Adequate self-knowledge (mempunyai kemampuan pengetahuan
yang wajar). Termasuk di dalamnya
(a) cukup mengetahui tentang: motif, keinginan, tujuan, ambisi,
hambatan, kompensasi, pembelaan, perasaan rendah diri, dan
sebagainya;
(b) penilaian yang realistis terhadap milik dan kekurangan.
Penilaian diri yang jujur adalah dasar kemampuan untuk
menerima diri sendiri sebagai sifat dan tidak untuk
menanggalkan (tidak mau mengakui) sejumlah hasrat penting
atau pikiran jika beberapa di antara hasrat-hasrat itu secara
sosial dan personal tidak dapat diterima. Hal itu akan selalu
terjadi sepanjang kehidupan di masyarakat.
7. Integration and concistency of personality (kepribadian yang utuh
dan konsisten). Ini bermakna
(a) cukup baik perkembangannya, kepandaiannya, berminat
dalam beberapa aktivitas;
(b) memiliki prinsip moral dan kata hati yang tidak terlalu
berbeda dengan pandangan kelompok;

12
(c) mampu untuk berkonsentrasi; dan
(d) tiadanya konflikkonflik besar dalam kepribadiannya dan
tidak dissosiasi terhadap kepribadiannya.
8. Adequate life goal (memiliki tujuan hidup yang wajar). Hal ini
berarti
(a) memiliki tujuan yang sesuai dan dapat dicapai;
(b) mempunyai usaha yang cukup dan tekun mencapai tujuan;
dan
(c) tujuan itu bersifat baik untuk diri sendiri dan masyarakat.
9. Ability to learn from experience (kemampuan untuk belajar dari
pengalaman). Kemampuan untuk belajar dari pengalaman termasuk
tidak hanya kumpulan pengetahuan dan kemahiran ketrampilan
terhadap dunia praktik, tetapi elastisitas dan kemauan menerima dan
oleh karena itu, tidak terjadi kekakuan dalam penerapan untuk
menangani tugas-tugas pekerjaan. Bahkan lebih penting lagi adalah
kemampuan untuk belajar secara spontan.
10. Ability to satisfy the requirements of the group (kemampuan
memuaskan tuntutan kelompok). Individu harus:
(a) tidak terlalu menyerupai anggota kelompok yang lain dalam
cara yang dianggap penting oleh kelompok:
(b) terinformasi secara memadai dan pada pokoknya menerima
cara yang berlaku dari kelompoknya;
(c) berkemauan dan dapat menghambat dorongan dan hasrat
yang dilarang kelompoknya;
(d) dapat menunjukkan usaha yang mendasar yang diharapkan
oleh kelompoknya: ambisi, ketepatan; serta persahabatan, rasa
tanggung jawab, kesetiaan, dan sebagainya, serta
(e) minat dalam aktivitas rekreasi yang disenangi kelompoknya.
11. Adequate emancipation from the group or culture (mempunyai
emansipasi yang memadai dari kelompok atau budaya), Hal ini
mencakup:
(a) kemampuan untuk menganggap sesuatu itu baik dan yang
lain adalah jelek setidaknya;
(b) dalam beberapa hal bergantung pada pandangan kelompok;

13
(c) tidak ada kebutuhan yang berlebihan untuk membujuk
(menjilat), mendorong, atau menyetujui kelompok; dan
(d) untuk beberapa tingkat toleransi; dan menghargai terhadap
perbedaan budaya.
D.S. Wright dan A Taylor mengemukakan tanda-tanda orang yang sehat
mentalnya adalah:
(1) bahagia (happiness) dan terhindar dari ketidakbahagiaan;
(2) efisien dalam menerapkan dorongannya untuk kepuasan
kebutuhannya;
(3) kurang dari kecemasan;
(4) kurang dari rasa berdosa (rasa berdosa merupakan refleks dari
kebutuhan self-punishment);
(5) matang, sejalan dengan perkembangan yang sewajarnya;
(6) Mampu menyesuaikan diri terhadap lingkungannya;
(7) memiliki otonomi dan harga diri;
(8) mampu membangun hubungan emosional dengan orang lain; dan
(9) dapat melakukan kontak dengan realitas.
Tiap manusia membutuhkan cinta kasih dan simpati. Sebab cinta kasih dan
simpati menumbuhkan rasa diri aman/assurance, keberanian dan harapan-harapan
di masa mendatang. Orang lalu menjadi optimis dan bergairah. Karenanya
individu-individu yang mengalami gangguan mental, biasanya merasa dirinya tidak
aman. Mereka senantiasa dikejar-kejar dan selalu dalam kondisi ketakutan. Dia
tidak mempunyai kepercayaan pada diri sendiri dan hari esok, jiwanya senantiasa
bimbang dan tidak imbang.

14
BAB 3. PENUTUP

3.1 Simpulan

Dari hasil pembahasan yang telah dipaparkan, maka dapat


disimpulkan bahwa Kesehatan mental dapat didefinisikan sebagai
terwujudnya keharmonisan yang sungguh-sungguh antar fungsifungsi jiwa
serta mempunyai kesanggupan untuk menghadapi problem-problem biasa
yang terjadi dan merasakan secara positif kebahagiaan dan kemampuan
dirinya (Daradjat, 2001:6).

Menurut Tarsono dalam Bukhori (2007:1) ketidaksehatan mental bisa


dialami oleh semua orang tak terkecuali mahasiswa, apalagi mahasiswa
yang hidup dalam lingkungan yang kurang mendukung. Selain hal tersebut,
ada permasalahan lain yang dialami mahasiswa, yakni adanya pertentangan
batin antara apa yang menjadi keinginan-keinginannya dengan apa yang
harus ia lakukan sesuai dengan norma-norma yang berlaku di lingkungan
maupun norma-norma yang berlaku dalam kelompoknya. Penyesuaian diri
mahasiswa dalam kelompoknya menjadi sangat penting artinya agar ia
mampu bertahan hidup dalam kelompok. Apabila mahasiswa tidak dapat
menyesuaikan diri dengan lingkungannya maka mahasiswa itu akan sangat
gelisah, cemas, takut, tidak dapat tidur, tidak nafsu makan, dan lain
sebagainya.

3.2 Saran
Untuk pengembangan lebih lanjut, saya harap kritik dan saran
pembaca untuk dijadikan bahan acuan dalam pembuatan makalah
selanjutnya agar lebih baik. Serta mengoptimalkan penggunaan buku
sumber maupun jurnal yang releven untuk membantu penulisan makalah
untuk kedepannya.

15
DAFTAR PUSTAKA

Burhanudian, Yusak, 1999, Kesehatan Mental, Bandung: CV. Pustaka Setia.

Daradjat, Zakiah, 1982, Pendidikan Agama dalam Pembinaan Mental, Cet. IV,
Jakarta: PT. Bulan Bintang.

Daradjat, Zakiah, 2001, Kesehatan Mental, Jakarta: Gunung Agung.

Kartono, Kartini, 1999, Patologi Sosial, Cet. VI, Jakarta : CV. Rajawali.

Notoatmodjo, S. (2012). Promosi Kesehatan dan Prilaku Kesehatan . Jakarta:


Rineka Cipta,

Notosoedirdjo, M., Latipun. (2016). Kesehatan Mental Edisi 4. Malang: UMM


Press.

Santosa, Slamet. 2004. Dinamika Kelompok. Jakarta: PT. Bumi Aksara

Slamet, S., & Markam, S. (2003). Pengantar Psikologi Klinis. Jakarta: Penerbit
Universitas Indonesia.

Sukaimi, S. (2013). Peran Orang Tua Dalam Pembentukan Kepribadian Anak.


Jogjakarat: Marwah.

Sunaryo. (2004). Psikologi Untuk Keperawatan. Jakarta: EGC.

16

Anda mungkin juga menyukai