Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH KESEHATAN MENTAL

“Urgensi dan Tahapan Perkembangan Kesehatan Mental”

Dosen Pengampu
hu;qIF nkebfwehfopwdkbefuejl
Siska Oktari, M.Psi., Psikolog
EAWF/O;ADMNQFESHDJQIWD
NEJNqubf\uio;KQMWndjhvefewfb
akanub\ef\wfopowkdpqwmdp[qwdmin
jwnwidbdbluwnjfqwvdjudj:OdkbdugQidISIoQJSQbd

Kelompok 6
M. Luthfi Rianda
jkwdqbwdnwldFKUQIGRJKW 2010322032
J\DUHLDLmiUIEWGHJQW
Zafira
mkqenfAzzahra 2010322028
hkqwdoqwEGYFUIQEFJBWUG
baukdilqwn dhqUQWIDUQWIK
Zakiyah Zahra Amanda 2010322024
jbfyQIWQjd/dndiWQLYIDLQDQJDBUIQWD

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS ANDALAS
2021
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah ta’ala yang hingga saat ini masih memberikan kita
nikmat iman, islam, dan kesehatan, sehingga kami diberi kesempatan yang luar
biasa untuk menyelesaikan tugas penulisan makalah tentang “Urgensi dan Tahapan
Perkembangan Kesehatan Mental." Shalawat serta salam tidak lupa pula kita
haturkan untuk junjungan kita, yaitu Nabi Muhammad ‫ ﷺ‬yang telah membawa dan
menyampaikan petunjuk dari Allah ta’ala kepada kita semua, yang merupakan
sebuah petunjuk yang paling benar, yaitu syariat Islam yang sempurna dan
merupakan satu-satunya karunia paling besar bagi seluruh alam semesta.
Kami juga menyampaikan rasa terima kasih yang tak terhingga kepada Ibu
Siska Oktari, M.Psi., Psikolog selaku dosen pengampu mata kuliah Kesehatan
Mental yang telah menyerahkan kepercayaannya kepada kami guna menyelesaikan
makalah ini dengan tepat waktu. Semoga makalah ini berguna serta bermanfaat
dalam meningkatkan pengetahuan sekaligus wawasan terkait urgensi dan tahapan
perkembangan kesehatan mental.
Kami menyadari bahwa dalam makalah ini masih banyak kekurangan serta
jauh dari kesempurnaan. Oleh sebab itu, kami berharap adanya masukan, kritik, dan
saran untuk kemudian dapat kami revisi dan kami tulis dengan benar di masa yang
akan datang. Tidak ada sesuatu yang sempurna tanpa disertai saran yang
konstruktif.
Semoga makalah yang sederhana ini dapat dimengerti oleh semua pihak
yang membaca, dapat bermanfaat bagi kita semua, dan mohon maaf sekiranya
dalam penulisan makalah ini terdapat perkataan yang tidak berkenan di hati.

Jambi, 2 September 2021

Tim Penyusun

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ................................................................................... 2


DAFTAR ISI .................................................................................................. 3
BAB I PENDAHULUAN .............................................................................. 4
1.1. Latar Belakang ............................................................................. 4
1.2. Rumusan Masalah ........................................................................ 4
1.3. Batasan Masalah ........................................................................... 5
1.4. Tujuan Makalah ............................................................................ 5
BAB II PEMBAHASAN ............................................................................... 6
2.1. Urgensi Kesehatan Mental dalam Kehidupan Individu ............... 6
2.2. Kesehatan Mental pada Tahapan Perkembangan ......................... 7
BAB III PENUTUP ....................................................................................... 14
3.1. Kesimpulan ................................................................................... 14
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................... 15

3
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Kesehatan mental adalah keadaan ketika individu merasa baik dan stabil
secara emosional dan psikologis, serta dapat mengelola emosi dan kemampuan
kognisinya dengan baik. Kesehatan mental adalah hal yang sangat penting
untuk dijaga di samping kesehatan fisik. Kesehatan mental bersifat dinamis dan
tidak tetap, seseorang tidak bisa dikatakan benar-benar sehat secara mental
maupun sakit secara mental, karena keadaan ini berubah-ubah sesuai dengan
kondisi yang sedang dialami oleh individu tersebut.
Kesehatan mental berlaku bagi semua fase usia, mulai dari anak-anak,
remaja, dewasa, hingga lanjut usia, semuanya sangat perlu memperhatikan
kesehatan mentalnya. Kesehatan mental akan mempengaruhi cara seseorang
membuat keputusan, bagaimana seseorang berpikir dan mengelola stresnya,
berkomunikasi, dan bertindak. Kesehatan mental akan membantu seseorang
untuk tetap stabil menjalani kehidupannya. Untuk itu, setiap tahap
perkembangan mulai dari anak-anak hingga lansia, kesehatan mental harus
selalu diperhatikan untuk mencegah terjadinya gangguan mental sekaligus
mempertahankan kesehatan mental individu tersebut. Pada makalah ini, kami
akan membahas lebih lanjut mengenai urgensi kesehatan mental dan tahapan
perkembangan kesehatan mental di setiap fase usia sesuai dengan teori yang
telah ada sebelumnya.

1.2. Rumusan Masalah


1.2.1 Apakah urgensi kesehatan mental dalam kehidupan individu?
1.2.2 Bagaimanakah tahapan perkembangan kesehatan mental anak, dewasa,
dan lansia?

4
1.3. Batasan Masalah
Agar pembahasan ini menjadi lebih terarah, terfokus, dan menghindari
pembahasan menjadi terlalu luas, adapun batasan masalah dalam makalah ini
adalah hanya membahas urgensi dan tahapan perkembangan kesehatan mental
secara umum berdasarkan yang tertera pada rumusan masalah sesuai dengan
literatur dan kajian teori yang sudah ada.

1.4. Tujuan Makalah


1.4.1 Mengetahui urgensi kesehatan mental dalam kehidupan individu
1.4.2 Mengetahui tahapan perkembangan kesehatan mental anak, dewasa, dan
lansia

5
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Urgensi Kesehatan Mental dalam Kehidupan Individu


Menurut Webster, kesehatan mental adalah keadaan ketika
individu merasa baik dan stabil secara emosional dan psikologis, serta dapat
mengelola emosi dan kemampuan kognisinya dengan baik, sehingga
kebutuhan kehidupan kesehariannya tercukupi. Kesehatan mental adalah hal
yang sangat penting untuk dijaga di samping kesehatan fisik atau jasmani.
Seseorang dikatakan sehat secara mental apabila seseorang tersebut merasa
baik dan stabil secara emosional dan psikologisnya, ia dapat mengelola
emosi dan kemampuan kognisinya dengan baik. Kesehatan mental
seseorang akan mempengaruhi caranya membuat keputusan, berpikir,
mengatasi stres, berkomunikasi, dan bertindak. Seperti yang diketahui,
kebahagiaan seseorang sangat bergantung dengan kesehatan mental dan
jiwanya. Untuk itu, kebahagiaan juga dapat dicapai dengan menjaga
kesehatan mental. Seseorang yang sehat secara mental berisiko lebih rendah
terhadap beberapa penyakit berbahaya seperti stroke, penyakit jantung, dan
diabetes tipe 2.
Kesehatan mental juga sangat berpengaruh ke dalam keseharian
dan kehidupan sosial seseorang. Individu yang sehat secara mental
umumnya dapat dengan mudah bergaul dengan orang lain, bisa
berkomunikasi dengan baik, sehingga relasi yang dibentuk cenderung
positif dan sehat. Goleman (2020) mengatakan bahwa, “Orang yang
berpandangan cerah, tentu saja lebih mampu bertahan menghadapi keadaan
sulit, termasuk kesulitan medis.”
Menurut WHO, kesehatan mental individu adalah ketika individu bisa
menyadari potensi yang dimilikinya dan dapat mengembangkannya, bisa
memanajemen stress sehari-hari, dapat bekerja secara produktif dan
menghasilkan kontribusi yang baik ke lingkungan sosialnya. Karakteristik

6
individu yang sehat secara mental adalah berperilaku positif serta berbuat
kebaikan pada orang lain (Lowenthal, 2006).
1. Body image
2. Media and body image
3. Our body ideal
4. Health and the mind-body relationship
5. The immune system
6. Personality

2.2 Kesehatan Mental pada Tahapan Perkembangan


2.2.1 Tahapan Perkembangan Kesehatan Mental pada Anak
Pola perkembangan pada anak meliputi proses biologis, kognitif, dan
sosioemosional yang merupakan suatu kesatuan yang kompleks. Berikut
tahapan perkembangan anak menurut beberapa perspektif.
1. Perspektif Biologis
Bouchard (2004) mengatakan bahwa faktor biologis
mempengaruhi kualitas pribadi seseorang dan perkembangannya
(Bouchard, 2004). Faktor-faktor biologis yang dimaksud terdiri dari
genetik (pewarisan sifat kedua orang tua), sistem saraf (perilaku), dan
hormon.

2. Perspektif Ekologis (Teori Bronfenbrenner)


Pandangan kedua yaitu perspektif ekologis. Faktor ekologis juga
penting dalam perkembangan anak, karena lingkungan memiliki
pengaruh yang besar terhadap seseorang. Menurut Bronfenbrenner
(1993), lingkungan memiliki peran yang penting. Terdapat empat
sistem lingkungan Bronfenbrenner, yaitu:
a. Mikrosistem
Mikrosistem adalah lingkungan yang paling dekat dengan anak,
yaitu di rumah, berinteraksi dengan orang tua dan saudaranya,
anak akan mendapatkan pengaruh dari lingkungan terdekatnya.

7
b. Mesosistem
Mesosistem merupakan interaksi yang terjadi antara mikrosistem
tempat anak berada, seperti hubungan antara rumah dan sekolah,
juga antara keluarga dan teman.
c. Eksosistem
Eksosistem merupakan pengaruh yang berasal dari lingkungan
yang tidak mereka ketahui. Contohnya adalah ketika seorang ibu
mengalami stress karena pekerjaannya, lalu sikapnya kepada sang
anak menjadi dingin dan anak cenderung teracuhkan dan
merasakan kurangnya perhatian dari ibunya.
d. Makrosistem
Makrosistem mencakup konteks sosiokultural dan budaya yang
mempengaruhi perkembangan anak. Contohnya seperti remaja
yang tinggal di tempat yang memiliki budaya yang keras akan
mengalami kehidupan yang cenderung kejam (Henry, 2003).

3. Perspektif Psikodinamika (Teori Psikososial)


Erikson (1994) menggagaskan di dalam teori psikososialnya
bahwa terdapat lima tahapan perkembangan anak, yaitu:
a. Tahap 1 (Trust & Mistrust)
Tahapan pertama terjadi pada bayi, karena bayi belum dapat
memenuhi kebutuhannya sendiri, jadi bayi masih bergantung
kepada orang lain, bayi juga belum bisa membedakan dan
mempercayai orang yang mengasuhnya. Jadi, di fase ini, bayi
sangat dianjurkan untuk diasuh oleh orang yang tetap dan tidak
berganti-ganti.
b. Tahap 2 (Autonomy, Shame, & Doubt)
Tahapan kedua terjadi pada anak-anak yang berumur 1-3 tahun.
Pada umur ini, anak-anak mulai memiliki kemauan untuk
melakukan sesuatu dengan kemampuannya sendiri dan mulai
ingin belajar mandiri, seperti berjalan dan berbicara.

8
c. Tahap 3 (Initiative & Guilt)
Tahapan ini terjadi pada anak berumur 3-6 tahun. Pada tahap ini
anak memiliki inisiatif dan rasa bersalah dalam masalah yang dia
alami. Dan juga pada tahap ini anak banyak melakukan aktivitas
baru, mencari teman, mengembangkan rasa penilaiannya.
d. Tahap 4 (Industry & Inferiority)
Tahapan keempat terjadi pada usia 6-11 tahun. Pada tahap ini
anak diberi tugas untuk menguasai keterampilan akademis dan
social . Apabila ia berhasil akan muncul rasa percaya diri namun
apabila ia gagal akan muncul rasa kecewa dan rendah diri.
e. Tahap 5 (Identity & Role Confusion)
Tahapan terakhir terjadi pada rentang umur 11-18 tahun. Pada
usia ini, anak memasuki fase remaja yang merupakan masa
mencari jati diri. Di fase ini, anak akan banyak dipengaruhi oleh
teman sebayanya. Masa remaja disebut juga dengan masa
pubertas, terjadi banyak perubahan dalam emosi dan
perkembangan fisik anak yang dipengaruhi oleh hormon.

4. Perspektif Sosial (Social Learning Theory)

Social learning theory merupakan teori yang digagaskan oleh


Albert Bandura. Teori ini mengatakan bahwa manusia mempelajari
sesuatu dengan cara meniru perilaku orang lain. Contohnya adalah
ketika seorang anak diasuh oleh seorang ibu yang rajin membaca
alquran, sang anak cenderung memiliki keingan untuk meniru
kebiasaan ibunya dan mencoba untuk mempelajari kebiasaan ibunya
itu.

2.2.2 Tahapan Perkembangan Kesehatan Mental pada Orang


Dewasa
Fase awal dewasa dimulai dari transisi akhir remaja atau usia 20-an
dan berakhir pada usia 30. Saat ini, dewasa muda dihadapkan pada banyak

9
peluang baru untuk tumbuh, termasuk meninggalkan rumah, memilih dan
mempersiapkan karier, menjalin hubungan dekat dengan orang lain, dan
memulai sebuah keluarga sendiri. Ketidakmampuan untuk membangun
hubungan yang baik dan sehat dengan teman-teman dan pasangan akan
menimbulkan perasaan terisolasi atau kesepian yang tidak mengenakkan.
Keputusan yang dibuat di masa ini akan mempengaruhi individu
kedepannya. PR-PR perkembangan ini seringkali menyebabkan stres. Di
lain sisi, hubungan antara dewasa awal dan orang tuanya cenderung lebih
positif dan terkoneksi karena peran yang semakin mirip. Jadi, dewasa muda
tak jarang bergantung pada orang tua mereka, dan anggota keluarga mereka
yang lainnya, guna membantu mereka menghadapi pilihan-pilihan dan
keputusan sulit di depan mereka (Masche, 2008; Whitbourne, 2011).
1. Meninggalkan rumah
Meninggalkan rumah tidak hanya mengganti tempat tinggal dan
mengemasi barang-barang sendiri, namun meninggalkan rumah
memiliki esensi yang lebih dari itu, seperti menjadi kurang bergantung
secara finansial pada orang tua, memiliki tanggung jawab baru, dan
diberikan kebebasan dalam mengatur dan menentukan pilihan sendiri.
Inilah poin penting psikososial dalam perubahan menjadi dewasa.
Seseorang yang kurang bahagia di dalam rumahnya cenderung
membutuhkan waktu yang tidak sebentar untuk tumbuh secara
emosional ketika meninggalkan rumah. Lalu, beberapa orang lain
umumnya menetap di rumah hingga usia 30 tahunan (Strom & Strom,
2005). Dapat dilihat bahwa, untuk mencapai kemandirian emosional,
seorang individu harus meninggalkan rumahnya.

2. Memilih karir
Dalam menentukan karir, dewasa muda harus menemukan
keseimbangan antara dua tugas yang agak bertentangan, yaitu antara
mengeksplorasi kemungkinan dalam dunia orang dewasa namun tetap

10
membuka pilihan mereka dan menciptakan struktur kehidupan yang
stabil (Miller, 2010).

3. Memulai Keluarga
a. Keputusan Memiliki Anak
Masa dewasa awal biasanya individu sudah cenderung
memikirkan untuk memulai sebuah keluarga. Namun, saat ini
sangat disayangkan karena banyak terjadi persalinan di luar
nikah. Bahkan, orang dewasa yang telah lama menikah
menunggu lebih lama untuk memiliki anak. Pasangan suami istri
biasanya sangat berhati-hati dan penuh perencanaan dalam urusan
ini. Banyak pasangan yang memutuskan untuk menunda
memiliki anak sampai mereka akhirnya membuat penundaan itu
permanen. Dari sinilah timbul tren childfree yang tengah marak
di sekitar kita sekarang ini.

b. Efek Memiliki Anak


Memiliki anak baik secara biologis maupun adopsi akan
sangat mempengaruhi pernikahan pasangan dalam beberapa cara.
Dampak positif yang dirasakan beberapa pasangan adalah anak
membuat mereka merasa lebih bertanggung jawab dan dewasa,
juga meningkatkan kepuasan, kebahagiaan, dan kasih sayang
mereka, dan yang terpenting adalah meningkatkan tujuan hidup
mereka. Di sisi lain, banyak pasangan mengaku bahwa merawat
anak-anak membuat tekanan tambahan dalam pernikahan,
menguji kesabaran, dan menyisakan sedikit waktu bagi orang tua
untuk melakukan sesuatu berdua dan sendiri. Namun hal itu tidak
lain adalah tahapan perkembangan yang harus dilalui oleh semua
orang. Bahkan tanpa anak, ada banyak tekanan pernikahan saat
individu. Jadi, anak tidak dapat dikatakan sebagai sumber tekanan
dalam pernikahan (Doss, Rhoades, Stanley, & Markman, 2009).

11
2.2.3 Tahapan Perkembangan Kesehatan Mental pada Lansia
Berdasarkan literatur yang ditulis oleh para ahli sebelumnya, telah
diidentifikasi bahwa terdapat dua kelompok lansia; kelompok pertama yaitu
lansia muda yang berumur 65-74 tahun dan kelompok lansia tua yang
berumur 75 tahun ke atas. Perbedaan kedua kelompok ini tampak secara
fisik dan psikologis.
1. Perubahan Fisik
Seiring bertambahnya usia, perubahan fisik mulai tampak seperti
kulit mengerut, rambut semakin surut dan berubah putih (uban), juga
penurunan ketajaman penglihatan, pendengaran, indra perasa, dan
refleks yang semakin melambat (McCoy, 2005). Para lansia terkadang
lebih sulit menjaga keseimbangan, sulit tidur nyenyak, dan rentan
terkena penyakit seperti stroke, tekanan darah tinggi, kanker, dan
penyakit jantung. Selain itu, juga banyak ditemukan perubahan negatif
akibat penuaan yang disebabkan oleh stres, penyakit, dan gaya hidup,
bukan proses penuaan itu sendiri. Gaya hidup di masa muda akan sangat
mempengaruhi masa lansia

2. Perubahan Kognitif
Proses penuaan juga mempengaruhi perubahan pada kognitif
manusia. Misalnya, kemampuan untuk memecahkan masalah biasanya
tetap sama karena semakin tua seseorang maka semakin banyak
pengalaman yang didapatkannya, bahkan dapat meningkat seiring
bertambahnya usia.
Namun, penurunan kognitif juga terjadi pada masa dewasa akhir
hingga dikatakan lanjut usia. Contohnya, orang dewasa akhir dan lansia
umumnya memiliki kesulitan dalam mengingat dan menjelaskan
informasi yang sesuai dengan kronologi kejadiannya (Hartman &
Warren, 2005). Pada usia ini, kemampuan seseorang untuk mengingat
& memproses informasi baru juga menurun (Phillips, 2005).

12
13
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Kesehatan mental adalah hal yang sangat penting untuk dijaga di
samping kesehatan fisik atau jasmani. Seseorang dikatakan sehat secara
mental apabila seseorang tersebut merasa baik dan stabil secara emosional
dan psikologisnya, ia dapat mengelola emosi dan kemampuan kognisinya
dengan baik. Kesehatan mental seseorang akan mempengaruhi caranya
membuat keputusan, berpikir, mengatasi stres, berkomunikasi, dan bertindak.
Tahapan perkembangan kesehatan mental pada anak, orang dewasa, dan
lansia juga berbeda sesuai dengan fase usianya. Terdapat banyak perbedaan
dan perubahan antara fase satu dengan yang lainnya. Dimulai dari bayi yang
belum dapat melakukan sesuatu sendiri dan mengalami fase trust and mistrust
hingga fase lansia yang terjadi berbagai penurunan. Kesehatan mental berlaku
bagi semua fase usia, mulai dari anak-anak, remaja, dewasa, hingga lanjut
usia, semuanya sangat perlu memperhatikan kesehatan mentalnya.

14
DAFTAR PUSTAKA

Atwater, E., Duffy, K. G., & Kirsh, S. J. (2005 ). Psychology of Living: Adjustment,

Growth, and Behavior Today. New Jersey: Prentice-Hall.

Goleman, Daniel. (2020). Emotional Intelligence. Michigan: Bantam Books.

Notosoedirdjo & Latipun. (2014). Kesehatan Mental. Malang: UMM Press.

Dewi, Kartika Sari. (2012). Buku Ajar Kesehatan Mental. Semarang: Universitas

Diponegoro.

15

Anda mungkin juga menyukai