Anda di halaman 1dari 14

RUANG LINGKUP PEMBAHASAN KESEHATAN MENTAL

Disusun Guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah Kesehatan Mental

Dosen Pengampu: Ibu Dewi Khurun Aini, M.A

Disusun Oleh Kelompok 2

Amalia Zulfa ( 2107016126 )


Abdul Afif ( 2107016144 )
Mita Widya Pratama ( 2107016157 )

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI

FAKULTAS PSIKOLOGI DAN

KESEHATAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI WALISONGO

SEMARANG 2023
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr.Wb

Puji syukur kehadirat Allah SWT. Atas rahmat, taufik dan hidayah-Nya kami dapat
menyelesaikan makalah mengenai sumber belajar dan media pembelajaran Audio visual
pada orang dewasa. Sholawat serta salam semoga senantiasa tercurah kepada junjungan
nabi kita, Nabi Muhammad SAW yang kita nanti-nantikan syafaatnya kelak di yaumul
qiyamah. Makalah yang berjudul ‘Sumber Belajar dan Media Pembelajaran Audio Visual
Pada Orang Dewasa’ ini ditulis untuk memenuhi tugas dari Ibu Dewi Khurun Aini, S.PdI,
M.A selaku dosen pengampu mata kuliah kesehatan Mental di Jurusan Psikologi Fakutas
Psikologi dan Kesehatan, UIN Walisongo Semarang. Selain itu, diharapkan makalah ini
dapat menambah wawasan bagi pembaca mengenai ruang lingkup kesehatan mental .

Kami mengucapkan banyak terima kasih kepada Ibu Dewi Khurun Aini, S.PdI,
M.A selaku dosen pengampu mata kuliah Psikologi Andragogi. Tugas yang diberikan ini
diharapkan dapat menambah wawasan dan pengetahuan kami mengenai materi yang
terkait. Kami juga mengucapkan terima kasih kepada seluruh pihak yang terlibat pada
penulisan makalah ini.

Sangat kami sadari bahwa makalah ini masih banyak kekurangan dan jauh dari kata
sempurna. Oleh karena itu, kami mengharapkan kritik dan saran dari para pembaca guna
memperbaiki kesalahan kami untuk menyempurnakan makalah ini.

Semarang, 23 Agustus 2023

Penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.................................................................................................................................iii
DAFTAR ISI................................................................................................................................................iv
BAB I.............................................................................................................................................................1
1.1 Latar Belakang.............................................................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah.......................................................................................................................1
1.3 Tujuan...........................................................................................................................................1
BAB II..............................................................................................................................................................3
PEMBAHASAN...............................................................................................................................................3
2.1 Ruang Lingkup Kesehatan Mental.................................................................................................3
2.2 Faktor yang Mempengaruhi Sehat Mental.....................................................................................5
2.3 Studikasus Kesehatan Mental......................................................................................................7
BAB III..........................................................................................................................................................8
PENUTUP.....................................................................................................................................................8
DAFTAR PUSTAKA.................................................................................................................................10

iii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kesehatan mental merupakan bagian yang integral dari kesejahteraan dan kualitas hidup
individu. Namun, masih banyak yang belum memahami sepenuhnya tentang ruang lingkup
kesehatan mental dan faktor-faktor yang mempengaruhinya. Oleh karena itu, penting untuk
menjelaskan latar belakang materi tersebut.

Kesehatan mental mencakup keadaan emosional, psikologis, dan sosial seseorang. Faktor-
faktor yang mempengaruhi kesehatan mental dapat bervariasi mulai dari faktor genetik, lingkungan,
kehidupan sosial, hingga pengalaman trauma dan stres.

Dalam makalah dengan judul "Ruang Lingkup Kesehatan dan Faktor yang Mempengaruhi
Kesehatan Mental", akan dibahas secara mendalam tentang berbagai faktor yang mempengaruhi
kesehatan mental, termasuk faktor genetik, lingkungan sosial, stres, dan lainnya. Memahami ruang
lingkup ini akan membantu kita untuk mengenali tanda-tanda gangguan kesehatan mental,
mencegahnya, dan memberikan dukungan yang sesuai kepada individu yang membutuhkannya.

Pentingnya memahami ruang lingkup kesehatan mental dan faktor-faktor yang


mempengaruhinya adalah untuk meningkatkan kesadaran kita akan pentingnya menjaga kesehatan
mental dan memberikan dukungan kepada orang-orang di sekitar kita yang mungkin mengalami
masalah kesehatan mental.

1.2 Rumusan Masalah


a. Apa saja ruang lingkup kesehatan mental?
b. Apa saja faktor yang mempengaruhi kesehatan mental?

1.3 Tujuan

1
a. Untuk mengetahui ruang lingkup kesehatan mental
b. Untuk mengetahui apa faktor yang mempengaruhi kesehatan mental

2
BAB II

PEMBAHASAN

Ruang Lingkup kesehatan mental

Seorang individu perlu melakukan pengembangan mental yang sehat dan melakukan
penyesuaian diri terhadap masalah yang dimiliki. Memiliki mental yang sehat sudah bisa diterapkan
dalam ruang lingkup sosial individu, seperti keluarga, sekolah, dan lingkungan sosial lainnya (Yusuf,
2018). Di dalam unit sosial tersebut nantinya kondisi psikologis atau kepribadian pada masing-
masing individu turut andil dalam mempengaruhi kesehatan mental individu lainnya.
Berikut adalah ruang lingkup kesehatan mental, yaitu:
1. Kesehatan mental di lingkungan keluarga
Keluarga merupakan salah satu faktor penting dalam penunjangan kesehatan mental seseorang.
Apabila seseorang tinggal di lingkungan keluarga yang baik tentu akan menciptakan
kepribadian anak yang baik pula. Tidak adanya permusuhan, iri dengki, ataupun
pertengkaran antar anggota keluarga yang akan menimbulkan kesehatan mentak anak tidak
sehat. Perlu adanya usaha dari orang tua yang merupakan faktor penting untuk bisa
menciptakan keluarga yang sakinah, mawaddah, dan warahmah. Dengan terciptanya kondisi
tersebut nantinya setiap anggota keluarga bisa mencegah yang namanya mental yang sakit.

2. Kesehatan mental di lingkungan sekolah


Kesehatan mental seseorang juga perlu diterapkan di lingkungan sekolah yang mana menurut
Yusuf (2004) bahwa kualitas iklim sosioemosional dalam lingkungan sekolah akan
berpengaruh pada berkembangnya kesehatan mental seseorang. Seseorang akan mengalami
mental yang sakit jika hidup di lingkungan yang kurang kondusif, seperti tidak harmonisnya
hubungan guru dengan siswa, adanya bullying, ataupun nilai moral yang rendah. Perlu
adanya pemahaman dari para guru lebih-lebih adalah guru BK bisa lebih peka terhadap
masalah yang dihadapi siswanya. Selalu ada pemantauan mengenai gejala siswa yang
sekiranya memiliki gangguan mental agar bisa langsung dilakukan penanganan atau
pencegahan. Seperti yang kita tahu bahwa siswa SMP atau SMA yang telah mengalami masa
pubertas tentu akan lebih sensitif terkait perilaku agresif dan destruktif. Mereka akan
mengalami kesulitan untuk mencapai mental yang sehat, dikarenakan beberapa masalah yang
3
menghambatnya seperti kesulitan penyesuaian sosial, konflik pertemanan, keluarga, sampai
pada masalah akademis.

3. Kesehatan mental di lingkungan kerja


Dalam lingkungan kerja, seseorang pasti akan dihadapkan oleh berbagai masalah. Terlebih lagi
bagi orang dewasa yang bekerja untuk memenuhi kebutuhan keluarga tentu sering
mengalami stres karena tekanan dari atasan atau hal lainnya. Hal tersebut memainkan
peranan penting terhadap kesehatan mental seseorang. Stres yang dialami antara lain
dikarenakan adanya konflik antara atasan-bawahan, gaji yang diperoleh dirasa tidak bisa
mencukupi kebutuhan sehari-hari, istirahat yang terbatas, dan adanya ketidakcocokan antar
pegawai. Maka dari itu, perlu adanya problem solving dari pimpinan untuk mengatasi hal
tersebut agar perusahaan tidak terganggu dan terus maju. Jadi, sangatlah penting untuk
memperhatikan kesehatan mental karyawan untuk mencapai keberhasilan dan keuntungan
perusahaan atau lembaga tertentu.

4. Kesehatan mental di bidang politik


Di dalam dunia politik juga sangat diperlukan penerapan kesehatan mental bagi pejabat, calon
pejabat, ataupun keluarga pejabat. Karena seperti yang kita tahu bahwa sudah tidak asing lagi
dengan kata korupsi yang sering dilakukan oleh para pejabat yang tidak bertanggung jawab.
Mereka yang diberi tanggung jawab untuk memimpin atau menjalankan tugas negara telah
mengingkari janji yang sudah dibuatnya sendiri. Sudah jelas bahwa mental mereka telah
sakit. Selain itu, tidak sedikit pula para calon pejabat melakukan money politic untuk bisa
menjadi pejabat. Dan terkadang dari keluarga calon penjabat tahu dan malah mendukung hal
yang menyimpang tersebut. Dari segala masalah tersebut, perlu adanya pencerahan untuk
mereka yang melakukan tindakan menyimpang dengan menyelenggarakan program
pendidikan politik agar dapat tercipta mental yang sehat.

5. Kesehatan mental di lingkungan hukum


Sangatlah penting bagi seorang yang menjabat di bidang hukum untuk memiliki kesehatan
mental agar bisa mengontrol diri dari tindakan yang buruk, seperti suap menyuap,
ketidakadilan dalam membuat keputusan, dan bisa mengetahui kesehatan mental terdakwa
yang merupakan salah satu faktor penting saat melakukan pengambilan keputusan.
4
6. Kesehatan mental di lingkungan kehidupan beragama
Kesehatan mental dan agama memiliki hubungan dalam proses penyembuhan dari adanya
gangguan mental seseorang. Dalam perspektif agama sudah pernah dilakukan penyembuhan
gangguan psikologis oleh Nabi Muhammad SAW. kepada orang Quraisy. Kehidupan
sekarang yang sudah banyak mengalami perubahan akan membuat pendekatan agama
semakin penting untuk terus diingat dan selalu diterapkan dalam kehidupan.

Faktor yang Mengakibatkan Gangguan Mental dengan Konsep Keilmuan Islam

Dalam hukum Islam menjadikan Al-Qur’an sebagai pedoman hidup manusia. Setiap masalah dalam
kehidupan seseorang telah diberikan solusi oleh Allah di dalam Al-Qur’an. Seseorang mengalami
masalah gangguan mental akan merasa tidak aman, sedih, takut, dan sebagainya. hal tersebut
dikarenakan belum mendapatkan ketenangan jiwa dari rasa taqwa kepada Allah SWT. Terdapat salah
satu ajakan dalam Al-Qur’an untuk senantiasa berbuat baik dan menghindari yang buruk yang telah
difirmankan dalam Qs. Ali Imran ayat 104, yang berbunyi:

‫ٰۤل‬
‫َو ْلَتُك ْن ِّم ْنُك ْم ُاَّم ٌة َّيْدُع ْو َن ِاَلى اْلَخْيِر َو َيْأُم ُرْو َن ِباْلَم ْع ُرْو ِف َو َيْنَهْو َن َع ِن اْلُم ْنَك ِرۗ َو ُاو ِٕىَك ُهُم اْلُم ْفِلُحْو َن‬

Artinya: Hendaklah ada di antara kamu segolongan orang yang menyeru kepada kebajikan,
menyuruh (berbuat) yang makruf, dan mencegah dari yang mungkar. Mereka itulah orang-orang
yang beruntung.
Dalam ayat tersebut menjelaskan bahwa orang Islam yang beriman diperintahkan oleh Allah untuk
melakukan amar ma’ruf nahi munkar, yang artinya selalu berbuat kebaikan kepada orang lain dan
menghindari larangan-Nya. Kaum muslimin harus mengambil jalan yang lurus dan menyerukan
ajaran-ajaran kebajikan dan ma’ruf.

Faktor Faktor yang Mempengaruhi Kesehatan Mental

Faktor Pewarisan dan Genetik: Faktor Genetik memiliki peran yang penting dalam kemungkinan
seseorang untuk menderita gangguan jiwa. gangguan mental seperti schizophrenia, bipolar disorder,
5
dan depresi biasanya memiliki penyebab keluarga yang mendalam.
Contoh Genetik: Seorang individu memiliki saudara kandung yang menderita schizophrenia.
Meskipun individu tersebut tidak memiliki riwayat pengalaman traumatis atau stres berat, mereka
juga mengalami gejala schizophrenia, menunjukkan adanya faktor genetik dalam pengembangan
gangguan mental ini.

Faktor lingkungan: lingkungan yang sama ketika lahir atau dikandung dapat memiliki pengaruh pada
evolusi gangguan jiwa. Gejala gangguan mental bisa ditingkatkan oleh trauma, kekurangan sosial,
atau kontaminasi zat.
Contoh Faktor Lingkungan: Seseorang yang tumbuh dalam keluarga yang disfungsional dengan
tingkat stres tinggi dan ketidakstabilan emosional mungkin memiliki risiko lebih tinggi mengalami
gangguan kecemasan atau depresi.

Faktor psikologis: Kondisi dan pengalaman pribadi, seperti rasa khawatir atau keheningan, dapat
meningkatkan kemungkinan menderita gangguan mental, seperti rasa khawatir atau gangguan makan.
Contoh Faktor Psikologis: Seseorang yang memiliki perfeksionisme yang ekstrem dan standar yang
tidak realistis untuk diri mereka sendiri dapat mengalami gangguan makan seperti anoreksia nervosa.

Faktor Biologis Lainnya: Gangguan hormonal, perubahan struktur otak, atau penyakit fisik tertentu
juga dapat berkontribusi pada gangguan mental. Contohnya, gangguan tiroid dapat menyebabkan
gejala depresi.
Contoh Faktor Biologis Lainnya: Seseorang yang mengalami gangguan tiroid yang tidak terdiagnosis
dapat mengalami gejala depresi yang disebabkan oleh ketidakseimbangan hormonal.

sosial dan ekonomi: Faktor-faktor seperti ketidaksetaraan, isolasi, dan akses terbatas ke perawatan
kesehatan mental dapat menyebabkan risiko gangguan mental.
Contoh Faktor Sosial dan Ekonomi: Seorang individu yang tinggal dalam kemiskinan ekstrem, tanpa
akses yang memadai ke perawatan kesehatan mental, dapat mengalami gangguan mental sebagai
hasil dari stres yang berkepanjangan dan ketidaksetaraan sosial.

Utilitas Zat-zat Berbahaya: Menggunakan alkohol, obat-obat terlarang, atau zat lain yang sama
seperti itu untuk meningkatkan atau meluangkan perasaan adalah hal yang berbahaya. Sebagai
6
contoh, kebiasaan mengonsumsi alkohol dapat terlibat dengan depresi.
Contoh Penggunaan Zat-zat Berbahaya: Seseorang yang penyalahguna narkoba berat mungkin
mengalami gangguan mental seperti gangguan bipolar yang disebabkan oleh penggunaan zat
tersebut.

Faktor sosial dan ekonomi: Faktor-faktor seperti kemiskinan, kesenjangan sosial, isolasi sosial, dan
kurangnya akses terhadap layanan kesehatan mental, semua faktor ini dapat berkontribusi terhadap
risiko gangguan mental..
Contoh Krisis Kehidupan: Seseorang yang baru saja kehilangan pasangan hidupnya dalam sebuah
kecelakaan tragis dapat mengalami depresi sebagai reaksi terhadap peristiwa traumatis tersebut.

Studi Kasus Kesehatan Mental Pada Anak


Salah satu penerapan kesehatan mental adalah pada lingkungan keluarga. Suasana yang
harmonis antar anggota keluarga dapat tercapai dengan penerapan kesehatan mental di lingkungan
keluarga. Namun, hubungan interpersonal keluarga misalnya antar suami-istri, orang tua-anak, atau
antar saudara yang kurang harmonis, dapat menimbulkan keadaan psikologis yang tidak kondusif dan
tidak nyaman.
Contoh penyebab kurangnya keharmonisan dalam keluarga yaitu adanya sikap permusuhan
atau sibling rivalry yang tidak sehat. Hal tersebut dapat menyebabkan timbulnya iri hati
(kecemburuan) dan menyebabkan terjadinya pertengkaran tanpa memperhatikan nilai-nilai moral
yang ada. Oleh karena itu, suasana yang tidak kondusif tersebut, khusunya pada anak dapat
menyebabkan kesulitan saat perkembangan untuk mencapai mental yang sehat.
Menurut Achmadi, dkk. (2022), pada artikel jurnal yang berjudul “Pola Asuh Orangtua,
Keharmonisan Keluarga dan Jenis Kelamin, Pengaruhnya Terhadap Sibling Rivalry Pada Anak”
dapat diketahui bahwa pola asuh orang tua yang kurang adil dapat memunculkan sibling rivalry. Pola
asuh orang tua yang demokratis cenderung akan diikuti dengan komunikasi yang baik di dalam
keluarga, termasuk dengan saudara kandung. Hal tersebut dapat mencegah terjadinya sibling rivalry.
Selain itu, keharmonisan dalam keluarga dapat memberikan rasa aman dan kestabilan pada
anak, sehingga dapat mencegah adanya persaingan antar saudara kandung akibat dari bentuk
kekecewaan. Sedangkan, pada artikel tersebut juga ditemukan bahwa anak perempuan cenderung
7
lebih mudah mengalami sibling rivalry daripada anak laki-laki. Hal ini dikarenakan anak perempuan
cenderung memiliki keseiaan yang tinggi pada orang lain sehingga memudahkan timbulnya perasaan
iri.

8
BAB III

PENUTUP
Kesimpulan
Memiliki mental yang sehat sudah bisa diterapkan dalam ruang lingkup sosial individu,
seperti keluarga, sekolah, lingkungan kerja, di bidang politik, hukum, dan dalam kehidupan beragama
(Yusuf, 2018). Pertama, keluarga merupakan salah satu faktor penting dalam penunjangan kesehatan
mental seseorang. Apabila seseorang tinggal di lingkungan keluarga yang baik tentu akan
menciptakan kepribadian anak yang baik pula. Kedua, kesehatan mental seseorang juga perlu
diterapkan di lingkungan sekolah yang mana menurut Yusuf (2004) bahwa kualitas iklim
sosioemosional dalam lingkungan sekolah akan berpengaruh pada berkembangnya kesehatan mental
seseorang. Ketiga, sangatlah penting untuk memperhatikan kesehatan mental karyawan untuk
mencapai keberhasilan dan keuntungan perusahaan atau lembaga tertentu. Keempat, perlu adanya
pencerahan untuk mereka yang melakukan tindakan menyimpang dengan menyelenggarakan
program pendidikan politik agar dapat tercipta mental yang sehat. Kelima, salah satu faktor penting
bagi bagi seseorang yang bergelut di bidang hukum untuk memiliki pemahaman tentang kesehatan
mental, karena sangat berpengaruh saat melakukan pengambilan keputusan. Keenam, kesehatan
mental dan agama memiliki hubungan dalam proses penyembuhan dari adanya gangguan mental
seseorang. Dalam unit sosial, nantinya kondisi psikologis atau kepribadian pada masing-masing
individu akan turut andil dalam mempengaruhi kesehatan mental individu lainnya.

Banyak faktor yang bisa membuat seseorang memiliki gangguan mental, diantaranya adalah
faktor genetik, lingkungan, psikologis, biologis, sosial dan ekonomi, serta penggunaan zat-zat yang
berbahaya. Apabila faktor-faktor tersebut bisa dilakukan pencegahan, maka akan terciptanya
kesehatan mental yang baik dalam diri seseorang.

Adapun studi kasus dari gangguan mental pada anak pada artikel jurnal yang berjudul “Pola
Asuh Orangtua, Keharmonisan Keluarga dan Jenis Kelamin, Pengaruhnya Terhadap Sibling Rivalry
Pada Anak” dapat diketahui bahwa pola asuh orang tua yang kurang adil dapat memunculkan sibling
rivalry. Pola asuh orang tua yang demokratis cenderung akan diikuti dengan komunikasi yang baik di
dalam keluarga, termasuk dengan saudara kandung. Hal tersebut dapat mencegah terjadinya sibling
rivalry.

9
Selain itu, keharmonisan dalam keluarga dapat memberikan rasa aman dan kestabilan pada anak,
sehingga dapat mencegah adanya persaingan antar saudara kandung akibat dari bentuk kekecewaan.
Sedangkan, pada artikel tersebut juga ditemukan bahwa anak perempuan cenderung lebih mudah
mengalami sibling rivalry daripada anak laki-laki. Hal ini dikarenakan anak perempuan cenderung
memiliki keseiaan yang tinggi pada orang lain sehingga memudahkan timbulnya perasaan iri.

1
0
DAFTAR PUSTAKA

Ali, F. (2023). Representasi Qs. Al-Imran: 104 “Analisis atas Nilai Amar Ma’ruf Nahi Munkar
dalam Konten Video Tiktok (VT) Dakwah Muezza”. Alif Lam: Journal of Islamic
Studies and Humanities, 3(2), 1-13.
Yusuf S. (2018). Kesehatan Mental Perspektif Psikologis dan Agama. Bandung: PT Remaja
Rosdakarya.
Yusuf. (2004). Mental Hygiene Perkembangan Kesehatan Mental dalam Kajian Psikologi.
Pustaka Bani Quraisy, Bandung.
Kendler, K. S., Hettema, J. M., Butera, F., Gardner, C. O., & Prescott, C. A. (2003). Life event
dimensions of loss, humiliation, entrapment, and danger in the prediction of onsets of
major depression and generalized anxiety. Archives of General Psychiatry, 60(8), 789-
796.]

Sullivan PF, Daly MJ, O'Donovan M. (2012). Genetic architectures of psychiatric disorders: the
emerging picture and its implications. Nature Reviews Genetics, 13(8), 537-551.]
McLaughlin, K. A., Conron, K. J., Koenen, K. C., & Gilman, S. E. (2010). Childhood adversity,
adult stressful life events, and risk of past-year psychiatric disorder: a test of the stress
sensitization hypothesis in a population-based sample of adults. Psychological Medicine,
40(10), 1647-1658.]

Nutt, D. J. (2008). Relationship of neurotransmitters to the symptoms of major depressive


disorder. The Journal of Clinical Psychiatry, 69(Suppl E1), 4-7.]

1
1

Anda mungkin juga menyukai